KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor)"

Transkripsi

1 KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) MENTARI MEDINAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Mentari Medinawati NIM E

4 ABSTRAK MENTARI MEDINAWATI. Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh HARDJANTO. Berkembangnya hutan rakyat di Indonesia mendorong para pengusaha untuk mengembangkan usaha pengolahan kayu rakyat yaitu usaha penggergajian kayu, termasuk di Kabupaten Bogor. Studi kasus pada industri di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung menunjukkan industri penggergajian kayu rakyat umumnya tergolong dalam industri kecil sehingga sering mengalami kesulitan keuangan untuk membeli bahan baku kayu. Hal tersebut mengakibatkan industri tidak beroperasi selama beberapa bulan dalam 1 tahun. Semakin meningkatnya permintaan akan kayu gergajian menuntut industri untuk memenuhi kebutuhan baku yang diperoleh tidak hanya dari hutan rakyat sekitar, namun juga dari luar Kabupaten Bogor. Selama 2 tahun ke depan, hutan rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri sehingga industri tetap harus memasok bahan baku dari daerah lain agar produksi kayu gergajian tetap berlangsung. Kata kunci: industri pengolahan kayu, bahan baku, hutan rakyat ABSTRACT MENTARI MEDINAWATI. Continuity of Raw Materials Availability of Private Owned Timber Processing Industry (Case Study in Leuwisadeng and Nanggung Sub-District, Bogor Regency). Supervised by HARDJANTO. The development of private forest in Indonesia encourages entrepreneurs to develop timber processing business such as sawmill, including in Bogor Regency. Case study in Leuwisadeng and Nanggung Sub-District showed private owned timber processing industries are generally classified into a small industry that often having financial difficulty to buy raw materials. This resulted the industry cannot operate for several months in a year. The increasing demand of sawn timber has made industries to fulfill needs of raw material which is obtained not only from private forest around, but also from other areas outside Bogor Regency. For the next two years, private forest in Leuwisadeng and Nanggung Sub-District is unable to fulfill needs of industrial raw materials so that the industry still had to supply raw materials from other areas in order to continue the production of sawn timber. Keywords: timber processing industry, raw materials, private forest

5 KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) MENTARI MEDINAWATi Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS yang telah banyak memberi saran dan bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Edi Warman dari Desa Sadeng, Bapak Amir Hamzah dari Desa Sibanteng, Bapak Uju Juanda dari Desa Cisarua, Ibu Dedeh dari Desa Batutulis, serta teman-teman (Maulida Oktaviarini, Deny Putri Jana, Indah Tri Riantika, dan Syarifa Nurfadilah) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, kakak, dan adik-adik atas segala doa dan kasih sayangnya. Kepada teman-teman asrama TPB, Manajemen Hutan 47, dan seluruh anggota Rimpala khususnya R-XV (Mentari Purwakasiwi, Galuh Ajeng Septaria, Fajar Alif Sampangestu, Anxious Yoga Perdana, Puspa Diva Nur Aqmarina, Nurani Hardikananda, Nursinta Arifiani Rosdiana, Iqbal Nizar Arafat, Fitri Maharani, dan Anggi Gustiani) penulis sampaikan pula terima kasih atas motivasi dan kebersamaan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2015 Mentari Medinawati

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 METODE 3 Alat 3 Pengolahan dan Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Karakteristik Industri 5 Analisis Kontinuitas dan Dinamika Ketersediaan Bahan Baku Industri 8 Analisis Kontribusi Hutan Rakyat Terdekat terhadap Pemenuhan Bahan Baku Industri 17 SIMPULAN DAN SARAN 18 Simpulan 18 Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 19 RIWAYAT HIDUP 21 vi vi vi

10 DAFTAR TABEL 1 Profil industri penggergajian (sawmill) 6 2 Produk kayu gergajian 7 3 Kebutuhan bahan baku industri dalam lima tahun terakhir 10 4 Jumlah responden menurut luas kelola hutan rakyat 13 5 Persentase responden berdasarkan jumlah jenis pohon yang ditanam 13 6 Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter 14 DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi industri pengolahan kayu rakyat 8 2 Grafik kebutuhan total bahan baku industri dalam lima tahun terakhir 9 3 Grafik dinamika kebutuhan bahan baku tahun Diagram sebaran jumlah bahan baku berdasarkan wilayah asalnya 12 5 Grafik jumlah total pohon berdasarkan kelas diameter 15 6 Grafik volume pohon berdasarkan status lahan 16 7 Grafik perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri total 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Jenis kayu yang ditanam responden 22

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Semakin menurunnya kemampuan hutan alam untuk menghasilkan kayu menuntut adanya solusi melalui subtitusi pasokan kayu dengan menggunakan kayu yang berasal dari hutan rakyat. Kondisi ini kemudian dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan usaha hasil hutan rakyat termasuk di Kabupaten Bogor yang memiliki luas hutan rakyat sebesar ha (Sulaeli 2009, Kementrian Kehutanan 2013). Jumlah industri hasil hutan di Kabupaten Bogor pada tingkat kecil dan menengah terus meningkat setiap tahunnya. Pendataan terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor pada tahun 2013 jumlah industri pengolahan hasil hutan yaitu 121 unit pada tingkat menengah dan 202 unit pada tingkat industri kecil. Salah satu jenis industri yang berkembang tersebut diantaranya merupakan industri pengolahan kayu rakyat. Usaha industri pengolahan kayu merupakan salah satu langkah strategis yang secara langsung ditujukan pada perluasan akses masyarakat dalam upaya pembangunan ekonomi kerakyatan (Ramli 2003). Darusman dan Hardjanto (2006) menyatakan bahwa industri pengolahan kayu rakyat saat ini masih terbatas pada industri primer atau industri penggergajian (sawmill). Pendataan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2008 menunjukkan terdapat sebanyak 146 unit industri primer hasil hutan berupa industri penggergajian. Industri yang berkembang ini tentunya diharapkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan penelitian Rusmawan (1993) dalam Rufaidah (2009) industri pengolahan kayu rakyat tergolong dalam industri kecil. Industri kecil pada umumnya memiliki ciri-ciri: (1) pola kegiatan yang tidak teratur baik dari segi waktu, pemodalan, dan penerimaan; (2) kurang tersentuhnya peraturan pemerintah; (3) modal peralatan, perlengkapan, dan pendapatan umumnya kecil; (4) umumnya dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang berpendapatan rendah; (5) tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus; (6) jumlah tenaga kerja yang sedikit dan umumnya berasal dari keluarga; (7) tidak mengenal sistem perbankan. Ciri-ciri di atas menunjukkan kecenderungan industri pengolahan kayu rakyat belum mencapai pengelolaan yang baik untuk sebuah unit produksi sehingga dapat menimbulkan peluang munculnya permasalahan. Industri kayu rakyat memiliki beberapa masalah diantaranya yaitu ketersediaan bahan baku (Rufaidah 2009). Bahan baku adalah barang-barang berwujud yang merupakan faktor produksi penting yang dapat diperoleh dari alam atau dibeli dari supplier (Assauri 1978 dalam Sudirman 2001). Oleh karena itu, kontinuitas ketersediaan bahan baku sangat perlu diperhatikan. Pada industri penggergajian, ketersediaan bahan baku sangat berkaitan dengan permodalan. Menurut Hariadi (1989) dan Perhutani (2009) dalam Nadeak (2009) tingginya biaya produksi sebagian besar diakibatkan dari tingginya biaya pengadaan bahan baku yang mencapai 80% dari biaya produksi. Selain itu, ketersediaan bahan baku juga dipengaruhi oleh kemudahan memperoleh bahan baku dari lokasi terdekat. Penelitian Risnasari (2001) mengenai industri

12 2 pengolahan kayu di Sumatera Utara menunjukkan bahwa industri penggergajian harus mendatangkan bahan baku kayu bulat dari wilayah lain untuk menutupi kekurangan kebutuhan bahan baku dari wilayah setempat. Industri penggergajian kayu rakyat menggunakan bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan dengan pengelolaan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat secara individual (rumah tangga). Teknik pengelolaan yang diterapkan tergolong masih tradisional, yaitu cenderung dilakukan secara sederhana dan sekehendak petani pemilik atau penggarapnya. Petani umumnya menanam lebih dari satu jenis pohon dan bahkan digabung dengan tanaman lain yang lebih cepat menghasilkan keuntungan. Kayu sebagai komoditi hasil hutan rakyat masih menempati urutan yang kurang penting dibandingkan dengan jenis komoditi lainnya oleh sebagian besar petani (Hardjanto 2000). Sebagian besar petani masih berpikir keuntungan ekonomi jangka pendek. Selain itu, semakin diperlukannya tambahan pendapatan akan menyebabkan pemanenan yang berlebihan pada umur tebang dini (Lastini 2012). Informasi mengenai ketersediaan bahan baku industri sangat diperlukan karena merupakan faktor yang mempengaruhi keberlanjutan industri mengingat peran industri pengolahan kayu rakyat sebagai salah satu kontributor perkembangan ekonomi daerah. Rufaidah (2009) menyatakan bahwa industri kayu berfungsi untuk meningkatkan nilai kayu serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Perumusan Masalah Pada Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor cukup banyak dijumpai industri penggergajian di pinggir jalan sepanjang jalan raya Bogor-Banten. Namun jika diperhatikan lebih seksama, terdapat beberapa industri yang tidak beroperasi. Berdasarkan penelitian Sulaeli (2009) menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi efektivitas pengelolaan industri penggergajian kayu rakyat di Kabupaten Bogor yaitu perizinan usaha, ketersediaan bahan baku, produksi dan operasi industri, serta sumberdaya manusia. Hal tersebut menimbulkan beberapa dugaan mengenai penyebab tidak beroperasinya industri dan pada penelitian ini analisis permasalahan ditujukan pada ketersediaan bahan baku. Kecenderungan pengelolaan industri kecil yang kurang baik serta pengelolaan dan budidaya hutan rakyat yang sederhana dan dilakukan sekehendak petani dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap bahan baku industri pengolahan kayu rakyat. Menurut Lastini (2012), salah satu permasalahan dalam pengusahaan hutan rakyat adalah tidak adanya jaminan pasokan kayu bagi industri. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian terhadap industri penggergajian kayu rakyat yang sedang beroperasi untuk menjawab beberapa pertanyaan yang menjadi masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana kontinuitas dan dinamika ketersediaan bahan baku pada industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung? 2. Dari manakah asal bahan baku pada industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung?

13 3. Bagaimana kontribusi hutan rakyat terdekat terhadap penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui kontinuitas dan dinamika ketersediaan bahan baku pada industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung 2. Mengetahui asal bahan baku pada industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung 3. Mengetahui kontribusi hutan rakyat terdekat terhadap penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung. 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batutulis dan Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung serta Desa Sibanteng dan Desa Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Juli-November Alat Alat yang digunakan di lapangan dalam penelitian ini yaitu kuesioner sebagai panduan wawancara disertai alat tulis dan alat rekam untuk wawancara, pita ukur, dan tally sheet untuk pengukuran volume pohon, serta kamera untuk keperluan dokumentasi. Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dihimpun melalui wawancara langsung di lapangan kepada pemilik atau tenaga kerja pada industri pengolahan kayu rakyat dan petani hutan rakyat serta pengukuran langsung potensi hutan rakyat yang dikelola petani. Data primer yang dihimpun terdiri atas: 1. Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat yang meliputi: Identitas perusahaan, meliputi nama pemilik, tahun berdiri, investasi (jenis dan jumlah mesin yang dimiliki), dan kapasitas produksi Bahan baku, meliputi asal bahan baku, jenis kayu yang dipergunakan, ukuran dan harga beli log yang dibutuhkan, dan kebutuhan bahan baku per bulan

14 4 Produk, meliputi jenis dan ukuran produk yang dihasilkan. 2. Karakteristik dan potensi hutan rakyat yang meliputi: Luas hutan rakyat yang dimiliki oleh responden Jenis pohon yang ditanam Jumlah pohon yang ditanam Umur tanaman Diameter pohon Tinggi bebas cabang. Data sekunder yang digunakan yaitu data luas lahan kering Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung yang diperoleh dari masing-masing kantor kecamatan. Metode Pengumpulan Data Industri Pengolahan Kayu Rakyat Pemilihan industri sebagai responden dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih merupakan industri yang telah berdiri selama minimal 5 tahun dan masih beroperasi sampai saat ini. Jumlah responden industri yaitu sebanyak 6 industri dengan pembagian 4 industri pada Kecamatan Leuwisadeng dan 2 industri pada Kecamatan Nanggung. Teknik wawancara pada industri dilakukan dengan menggunakan metode recalling. Lokasi Hutan Rakyat Hutan rakyat yang dipilih sebagai lokasi penelitian ditentukan menggunakan metode purposive sampling melalui survei pendahuluan. Contoh desa diperoleh berdasarkan faktor tenaga, waktu, dan biaya yang tersedia serta kemudahan akses ke lokasi dengan mempertimbangkan potensi hutan rakyat yang ada di wilayah tersebut, sehingga diperoleh 4 desa untuk dua kecamatan. Petani Hutan Rakyat Penentuan responden petani hutan rakyat dilakukan secara snowball sampling. Jumlah responden petani hutan rakyat yaitu sebanyak 60 orang dengan pembagian 15 orang pada masing-masing desa. Pendugaan Potensi Hutan Rakyat Potensi hutan rakyat diketahui dengan melakukan wawancara dengan masing-masing petani mengenai jenis, jumlah, serta umur pohon yang ditanam serta inventarisasi untuk mengetahui volume pada jenis pohon cepat tumbuh pada masing-masing hutan rakyat yang dimiliki oleh petani contoh. Inventarisasi potensi dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut. a. Pengambilan contoh tegakan dengan plot ukur lingkaran seluas 0,1 ha dengan jari-jari 17,8 meter pada petani yang memiliki lahan 0,1 Ha b. Sensus tegakan pada lahan dengan luas 0,1 Ha.

15 5 Pengolahan dan Analisis Data Analisis Kontinuitas dan Dinamika Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat Kontinuitas ketersediaan bahan baku industri di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung dalam lima tahun terakhir diketahui melalui data jumlah kebutuhan bahan baku seluruh industri contoh yang terpenuhi (m 3 /tahun) yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Dinamika ketersediaan bahan baku dari masingmasing industri diketahui melalui data jumlah bahan baku yang terpenuhi setiap bulannya (m 3 /bulan) yang disajikan dalam bentuk grafik. Data kebutuhan bahan baku tahunan yang disajikan merupakan data yang dihimpun dari bulan September sampai bulan Agustus pada tahun berikutnya. Hal ini dilakukan karena pengumpulan data industri di lapangan dilakukan pada bulan Agustus Pendugaan Potensi Hutan Rakyat Potensi total hutan rakyat disajikan dalam bentuk tabel dilakukan dengan melakukan taksiran potensi (volume kayu dan jumlah pohon) untuk mengetahui kondisi hutan rakyat di masing-masing kecamatan. Penghitungan volume dilakukan pada jenis pohon yang mendominasi yaitu sengon (Falcataria moluccana). Volume diperoleh dengan menggunakan tabel volume lokal sengon (Falcataria moluccana) di wilayah Bogor, Jawa Barat yang disusun oleh Bustomi et al. (2002). Analisis Kontribusi Hutan Rakyat Terdekat terhadap Pemenuhan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat Gambaran besarnya kontribusi hutan rakyat terdekat diketahui melalui perbandingan antara volume bahan baku per tahun yang akan dipasok dari hutan rakyat terdekat (m 3 /tahun) dengan kebutuhan rata-rata seluruh industri per tahun (m 3 /tahun). Data pasokan bahan baku merupakan data potensi kayu saat ini pada Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung. Data disajikan dalam bentuk grafik kesinambungan bahan baku. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Industri Industri pengolahan kayu rakyat yang menjadi contoh dalam penelitian ini seluruhnya merupakan industri penggergajian (sawmill) yang telah beroperasi selama minimal lima tahun terakhir. Industri-industri ini berdiri antara tahun Profil industri contoh dapat dilihat pada Tabel 1. Pengklasifikasian industri dalam SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, berdasarkan jumlah tenaga kerjanya, industri terbagi dalam 4 kelompok. Industri rumah tangga menggunakan kurang dari 4 orang tenaga kerja, industri kecil menggunakan 5 19 orang tenaga kerja, industri menengah menggunakan orang tenaga kerja, dan industri besar menggunakan lebih dari 100 orang tenaga

16 6 kerja. Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa industri penggergajian termasuk dalam industri kecil dan menengah. Data yang diperoleh pada Tabel 1 menunjukan bahwa semakin banyak jumlah mesin gergaji yang dimiliki, semakin banyak pula kebutuhan bahan baku untuk diolah menjadi produk. Jenis mesin yang dimiliki seluruh industri yaitu mesin gergaji pita, sesuai dengan yang diungkapkan Djajapertjunda dan Djamhuri (2013) bahwa ciri industri penggergajian kayu rakyat yaitu hanya memiliki satu jenis mesin gergaji. Kapasitas produksi yang dihasilkan dengan menggunakan mesin gergaji pita pada masing-masing industri berkisar antara 7 11 m 3 /mesin/hari. Kapasitas merupakan kemampuan suatu pabrik atau industri untuk memproduksi atau mengolah suatu barang (input) menjadi barang baru (output) yang nilainya mencirikan besar atau kecilnya suatu pabrik dan tingkat efisiensi (Rachman dan Malik 2011). Jika terdapat lebih dari 1 mesin gergaji pita, maka semakin banyak pula volume kayu yang dapat dikerjakan menjadi kayu pertukangan berupa papan, balok, kaso, galar, dan palet kayu. Hampir seluruh industri (Sinar Alam, Dalfa Kamila, Putera Mandiri, RND, dan Jaya Mandiri) memperoleh bahan baku dengan cara membeli dari tengkulak, sedangkan industri Sinar lestari memperoleh bahan baku dengan membeli langsung ke kebun petani. Pembelian bahan baku dari tengkulak dianggap lebih memudahkan karena pihak industri tidak perlu turun langsung ke kebun yang umumnya berjarak cukup jauh dari jalan raya. Penelitian Oktaviarini (2014) mengungkapkan bahwa industri lebih memilih membeli bahan baku dari tengkulak karena lebih efisien dan tidak membuang-buang waktu. Tabel 1 Profil industri penggergajian (sawmill) No Industri Lokasi Tahun berdiri Jumlah Mesin (buah) Jumlah tenaga kerja (org) Kebutuhan bahan baku rata-rata (m 3 /hari) 1 Sinar Alam Leuwisadeng Dalfa Kamila Leuwisadeng Putera mandiri Leuwisadeng Sinar Lestari Leuwisadeng RND Nanggung Jaya Mandiri Nanggung 1980an Sumber: data primer Pada Tabel 2 disajikan data jenis-jenis produk kayu gergajian dengan beberapa ukuran yang biasa dihasilkan. Beberapa industri selalu menyediakan stok kayu gergajian dengan jenis dan ukuran-ukuran seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan ada pula industri lainnya yang hanya membuat kayu gergajian dengan jenis dan ukuran produk tertentu sesuai pesanan. Produk kayu yang dijual umumnya merupakan kayu putihan, seperti sengon (Falcataria moluccana) dan kayu afrika (Maesopsis eminii) sedangkan produk kayu merahan seperti kayu buah-buahan baru akan dibuat apabila ada pesanan.

17 7 Tabel 2 Produk kayu gergajian No Produk Ukuran 1 Papan 2cm x 20cm x 4m 2cm x 20cm x 3m 2 Kaso 4cm x 6cm x 4m 4cm x 6cm x 3m 3 Balok 6cm x 12cm x 4m 6cm x 12cm x 3m 4 Galar 5cm x 10cm x 4m 5cm x 10cm x 3m 5 Kayu palet 2cm x 10cm x 1,1m 4cm x 10cm x 1m 6 Kayu bakar - Sumber: data primer Harga jual produk kayu berkisar antara Rp Rp /m 3 dengan harga beli berkisar antara Rp /m 3. Harga jual produk kayu merahan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kayu putihan yaitu berkisar antara Rp /m 3. Bahan baku untuk produk tersebut dibeli dengan kisaran yang dapat mencapai Rp /m 3. Berdasarkan pengamatan Bramasto (2010) kayu buah-buahan memiliki kualitas yang lebih baik karena memiliki diameter kayu teras yang cukup besar. Produk kayu bakar yang dijual yaitu kayu-kayu sisa (limbah) produksi yang umumnya dijual per mobil pick up seharga Rp Pada industri yang memiliki 2 atau lebih mesin gergaji biasanya lebih banyak menjual produknya dalam jumlah besar untuk proyek bangunan di sekitar jabodetabek. Industri yang hanya memiliki 1 mesin gergaji menghasilkan jumlah produk yang lebih sedikit sehingga penjualan hanya dilakukan di sekitar Bogor melalui perantara yang kemudian akan menjual kembali produk tersebut ke matrial. Disamping itu, seluruh industri ini juga melayani pembelian produk secara satuan (per lembar) untuk warga sekitar yang biasanya membutuhkan kayu bangunan dalam jumlah kecil. Letak seluruh industri contoh ini berada di pinggir jalan raya Leuwisadeng Nanggung. Sebagian besar industri contoh berlokasi di Kecamatan Leuwisadeng (66,67%) dan sisanya berada di Kecamatan Nanggung. Banyaknya jumlah industri di Kecamatan Leuwisadeng diduga karena jalan raya di sepanjang Kecamatan Leuwisadeng merupakan jalan lintas provinsi Jawa Barat-Banten sehingga lebih ramai dan berpotensi untuk mengembangkan usaha karena kemudahan akses bahan baku dan pemasaran. Abdullah (2007) menyatakan bahwa penempatan lokasi industri pengolahan kayu oleh pengusaha kayu olahan didasarkan atas ketersediaan bahan baku, biaya perolehan bahan baku, biaya pemasaran, dan biaya tenaga kerja.

18 8 (a) (b) Gambar 1 Kondisi industri pengolahan kayu rakyat. (a) Lokasi industri (b) Stok bahan baku (c) Proses pengolahan kayu (c) Analisis Kontinuitas dan Dinamika Ketersediaan Bahan Baku Industri Keberlangsungan operasi dari suatu industri dipengaruhi oleh kontinuitas ketersediaan bahan baku. Candy dan Pamungkas (2013) mengungkapkan keberlangsungan suatu unit aktifitas baik ekonomi maupun sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan baku lokal, permintaan lokal, bahan baku yang dapat dipindahkan, dan permintaan luar. Sehingga dapat dikatakan bahan baku dan permintaan saling mempengaruhi dan semakin besar permintaan produk kayu, semakin besar pula bahan baku yang dibutuhkan suatu industri. Industri pengolahan kayu rakyat yang salah satunya industri penggergajian yang merupakan industri primer memiliki bahan baku utama berupa log kayu.. Penggergajian adalah kegiatan mengubah bentuk kayu bulat menjadi kayu persegian untuk memenuhi tujuan tertentu (Rachman dan Malik 2011). Seiring dengan meningkatnya permintaan atas produk industri penggergajian yaitu berupa kayu gergajian mendorong industri untuk selalu menyediakan bahan baku untuk proses produksinya. Mengingat bahan baku yang digunakan adalah kayu yaitu bahan baku yang keberadaannya tahunan, maka diperlukan manajemen yang tepat dalam pengelolaannya (Rufaidah 2009). Kebutuhan bahan baku industri dapat dilihat pada Gambar 2.

19 9 Volume kayu (m 3 ) Kebutuhan bahan baku Tahun Gambar 2 Grafik kebutuhan total bahan baku industri dalam lima tahun terakhir Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa industri penggergajian terus beroperasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh garis kontinyu pada grafik yang berarti bahan baku yang dibutuhkan selama lima tahun terakhir tetap tersedia. Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa kebutuhan bahan baku total seluruh industri di Kecamatan Nanggung dan Leuwisadeng meningkat drastis antara tahun Kebutuhan bahan baku kemudian cukup stabil mulai tahun Meningkatnya grafik antara tahun disebabkan oleh beberapa industri yang menambah jumlah mesin gergajinya sehingga bahan baku yang dibutuhkan juga bertambah. Jumlah kebutuhan bahan baku masing-masing industri dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar industri terus mengalami peningkatan jumlah bahan baku sampai tahun 2013 seiring dengan bertambahnya jumlah mesin gergaji. Kemudian dapat diketahui pula bahwa industri Sinar Alam merupakan penyumbang terbesar dalam kebutuhan bahan baku total seluruh industri. Pada tahun Sinar Alam masih memiliki 2 mesin gergaji pita dengan kebutuhan rata-rata 19 m 3 /hari. Sinar Alam kemudian menambah jumlah mesin gergaji pada pertengahan tahun 2010 menjadi 6 sehingga kebutuhan bahan bakunya menjadi 38 m 3 /hari. Pada tahun 2011, Sinar Alam sudah memiliki mesin gergaji sebanyak 6 buah sehingga jumlah kebutuhan bakunya semakin bertambah menjadi 58 m 3 /hari. Industri RND menjadi industri dengan kebutuhan terbesar kedua setelah Sinar Alam. Pada tahun 2009, RND masih memiliki 1 buah mesin gergaji dengan kebutuhan bahan baku sebesar 11 m 3 /hari. Kemudian RND menambah jumlah mesinnya selama 2 tahun berturut-turut sebanyak 1 mesin per tahunnya. Hingga saat ini, kebutuhan bahan baku RND yaitu sebanyak 33 m 3 /hari. Jumlah kebutuhan bahan baku cukup fluktuatif pada industri Putera Mandiri. Pada tahun Putera Mandiri masih memiliki 1 buah mesin gergaji dengan kebutuhan bahan baku 10 m 3 /hari. Putera Mandiri menambah mesin gergajinya sebanyak 1 buah pada pertengahan tahun 2011 sehingga kebutuhan bahan baku menjadi 20 m 3 /hari. Industri Dalfa Kamila mengalami penurunan bahan baku hingga 50% antara tahun Dalfa Kamila mengalami hal tersebut karena pengurangan

20 10 mesin gergaji yang disebabkan oleh adanya masalah internal dalam pengelolaan industri. No Tabel 3 Kebutuhan bahan baku industri dalam lima tahun terakhir Industri Kebutuhan bahan baku tahunan (m 3 ) Sinar Alam Dalfa Kamila Putera Mandiri Sinar Lestari RND Jaya Mandiri Sumber: data diolah Grafik pada Gambar 3 menunjukkan kebutuhan bahan baku selama satu tahun terakhir. Kebutuhan bahan baku industri Sinar Alam cenderung stabil setiap bulannya. Sinar Alam hanya mengalami penurunan produksi saat bulan-bulan hari raya Idul Fitri. Hal tersebut umumnya juga terjadi pada industri-industri lain karena industri biasanya meliburkan pegawainya sekitar 2 minggu saat hari raya tiba. Pada tahun 2014 Putera Mandiri mengalami kesulitan ekonomi yang disebabkan tidak adanya order atau permintaan kayu. Hal tersebut mengakibatkan industri tutup selama 2 bulan dari Mei-Juni. Selain itu, Putera mandiri biasa menutup industrinya selama 2 bulan dalam 1 tahun saat bulan-bulan sekitar hari raya idul fitri. Hal tersebut dilakukan karena sedikitnya permintaan menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri sehingga uang yang dihasilkan tidak sebanyak biaya yang dikeluarkan. Namun pada tahun 2014 total Putera Mandiri tidak beroperasi yaitu 3 bulan karena industri mulai tutup dari bulan Mei. Industri kembali beroperasi pada minggu kedua bulan Agustus. Kesulitan keuangan tersebut juga terjadi pada industri Jaya Mandiri yang tidak beroperasi selama 6 bulan pada tahun 2014 yaitu pada bulan Januari-Juni. Jaya Mandiri baru beroperasi lagi pada bulan Juli dengan kebutuhan bahan baku per bulannya lebih sedikit dari biasanya. Faktor yang mempengaruhi jumlah terpenuhinya kebutuhan bahan baku secara signifikan yaitu keuangan. Masalah keuangan seringkali menjadi penghambat bagi industri saat akan membeli bahan baku. Beberapa industri menjual produknya dengan cara memberikan utang kepada pembeli yang merupakan penjual perantara yang akan menjual kembali produk industri ke matrial. Sistem utang tersebut tidak memiliki jangka waktu pembayaran karena para pembeli biasanya merupakan pelanggan tetap dan sudah dikenal oleh pengelola industri. Tidak adanya jangka waktu pembayaran yang ditetapkan seringkali menyebabkan industri tidak mampu membeli bahan baku karena kehabisan modal. Walker (2006) dalam Nadeak (2009) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perancangan penggergajian yaitu: 1. Bahan baku yang berkaitan dengan jenis, kualitas, jumlah persediaan, dan perkiraan ukuran kayu bulat

21 2. Permintaan pasar yang berkaitan dengan jenis, kualitas, dan jumlah produksi 3. Lokasi, pilihan lokasi paling baik dibangun dekat dengan sumber bahan baku dimana hal ini akan mengurangi biaya pengangkutan 4. Modal, modal akan membatasi rancangan sebuah penggergajian berkaitan dengan kapasitas penggergajian, jenis gergaji yang dipakai, tingkat otomatisasi peralatan dan kelengkapan lainnya yang secara langsung akan mempengaruhi efisiensi penggergajian ini. Faktor penentu lain dari keberlanjutan produksi industri yaitu cuaca. Pada industri yang memperoleh bahan baku dengan cara membeli pohon langsung ke kebun seperti Sinar Lestari, cuaca akan menjadi penghambat saat mulai memasuki musim hujan. Biasanya dalam 1 tahun Sinar Lestari akan tidak beroperasi sekitar 1 bulan selama musim hujan. 11 Volume Kayu (m 3 ) Bulan Sinar Alam Dalfa Kamila Putera Mandiri Sinar Lestari RND Jaya Mandiri Gambar 3 Grafik dinamika kebutuhan bahan baku tahun Dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, industri penggergajian memperoleh pasokan dari berbagai daerah. Kebutuhan bahan baku industri berdasarkan wilayah asal bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4. Diagram pada Gambar 4 menunjukkan persentase pemenuhan kebutuhan bahan baku tahun pada seluruh industri contoh di masing-masing kecamatan. Dapat diketahui pula bahwa selama 1 tahun terakhir hutan rakyat terdekat dalam masing-masing kecamatan merupakan pemasok bahan baku terkecil dari total kebutuhan, sedangkan pasokan bahan baku terbesar berasal dari luar Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil wawancara, kondisi ini terus terjadi setiap tahunnya. Bahan baku kayu bulat yang berasal dari luar kecamatan dan luar Kabupaten Bogor seluruhnya diperoleh melalui tengkulak. Kayu-kayu bulat tersebut umumnya berasal dari hutan rakyat di Provinsi Banten. Penelitian Oktaviarini (2014) mengungkapkan bahwa industri penggergajian di Kecamatan Leuwisadeng, Cigudeg, dan Jasinga memperoleh bahan baku dari daerah lain selain Bogor, yaitu Banten, Ciamis, Tasik, dan Palembang. Menurut pengakuan responden, pemenuhan bahan baku dengan kayu bulat yang berasal dari luar Bogor dilakukan karena pasokan kayu dari dalam kecamatan sangat sedikit dan tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan bahan baku.

22 12 Presentase pasokan bahan baku dari luar Kabupaten Bogor pada industri di Kecamatan Leuwisadeng lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Nanggung. Pada Kecamatan Leuwisadeng, sebanyak 5 industri memperoleh bahan baku dari tengkulak yang membawa sebagian besar kayu bulat dari hutan rakyat Banten. Sedangkan 1 industri lainnya (Sinar Lestari) memperoleh seluruh bahan baku dari dalam Kecamatan Leuwisadeng. Industri tersebut merupakan industri yang membeli bahan bakunya langsung ke kebun petani. Pada Kecamatan Nanggung, industri RND juga memiliki bahan baku yang seluruhnya berasal dari tengkulak, sedangkan bahan baku pada industri Jaya Mandiri seluruhnya berasal dari dalam Kecamatan Nanggung. Bahan baku yang diperoleh industri Jaya Mandiri berasal dari tengkulak yang membawa kayu bulat dari hutan rakyat dalam Kecamatan Nanggung. 22% 25% Dalam Kecamatan 64% 14% 56% 19% Luar Kecamatan (dalam Kab. Bogor) Luar Kecamatan (luar Kab. Bogor) (a) (b) Gambar 4 Diagram sebaran jumlah bahan baku berdasarkan wilayah asalnya. (a) Kecamatan Leuwisadeng (b) Kecamatan Nanggung Potensi Hutan Rakyat Greeneconomics (2004) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan, harus diperhatikan kemampuan daya dukung hutan secara lestari. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui potensi hutan rakyat saat ini di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung. Hutan rakyat umumnya berada pada lahan-lahan kering seperti sawah, pekarangan, kebun, talun, serta ladang/tegakan (LP IPB 1990 dalam Hardjanto 2000). Pada Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung, hutan rakyat cenderung berada pada 1 hamparan luas dengan kepemilikan lahan terbagi-bagi. Berdasarkan data monografi dari masing-masing kecamatan, Kecamatan Leuwisadeng memiliki luas lahan kering sebesar ha atau 33,4% dari luas wilayah dan Kecamatan Nanggung memiliki luas lahan kering sebesar 3728 ha atau 27,6% dari luas wilayah. Seluruh responden dalam penelitian ini mengusahakan hutan rakyatnya pada jenis lahan berupa kebun atau tegalan. Besar luasan lahan yang dikelola oleh responden Kecamatan Leuwisadeng dan Kecamatan Nanggung untuk pengusahaan hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 4.

23 Rata-rata responden mengelola hutan rakyat seluas 0,425 ha. Sebagian besar lahan yang dikelola yaitu seluas 0,1 0,2 ha. Responden di Leuwisadeng lebih banyak mengelola lahan dengan luas di atas 0,5 ha dan sebagian besar masyarakat Nanggung mengelola lahan pada kisaran luasan 0,1 0,2 ha. Seluruh lahan yang dikelola tersebut tidak semuanya merupakan lahan milik pribadi responden yang umumnya terletak jauh dari tempat tinggal. Di Kecamatan Nanggung, sebanyak 13 responden mengelola lahan hak guna usaha (HGU) yang sampai akhir Desember 2013 merupakan areal konsesi PT. Hevea Indonesia (Hevindo). Berdasarkan penjelasan salah satu warga Kecamatan Nanggung, lahan HGU PT. Hevindo mulai dikelola oleh beberapa masyarakat sejak tahun 1997 karena desakan ekonomi dan peluang lahan PT. Hevindo yang dianggap terlantar. Hal tersebut sempat menimbulkan konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Sampai saat ini sebanyak kurang lebih 100 petani mengelola lahan HGU seluas 310 ha tersebut. Tabel 4 Jumlah responden menurut luas kelola hutan rakyat No Kecamatan Desa <0,1 ha 0,1-0,2 ha Luas Hutan Rakyat (orang) 0,2-0,3 0,3-0,4 ha ha 0,4-0,5 ha 13 >0,5 ha 1 Sibanteng Leuwisadeng 2 Sadeng Batutulis Nanggung 4 Cisarua Total Sumber: data primer Lahan yang dikelola oleh masing-masing responden di 2 kecamatan umumnya ditanami lebih dari 1 jenis tanaman. Mile (2010) mengatakan bahwa hutan rakyat yang tumbuh di lahan milik pada umumnya sangat bervariasi baik jenis pohon utamanya, tanaman pencampur, maupun tanaman bawahnya. Berbagai pola tanam di lapangan sangat bervariasi tergantung keinginan petani dan ketersediaan bibit. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 5 yang membuktikan bahwa sebagian besar responden menanami hutan rakyatnya dengan lebih dari 1 jenis tanaman. Tabel 5 Persentase responden berdasarkan jumlah jenis pohon yang ditanam Jumlah jenis Jumlah responden Persentase % ,67% ,67% 4 4 6,67% 5 2 3,33% > ,67% Total % Sumber: data primer

24 14 Jenis pohon yang paling banyak diminati responden yaitu jenis sengon. Hampir setiap responden menanam sengon pada kebunnya baik yang hanya menanam 1 jenis pohon, maupun yang beragam jenis. Krisnawati et al. (2011) menjelaskan jenis sengon dipilih dalam pengusahaan hutan rakyat karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi dengan berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus, dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Jenis sengon ini kemudian menjadi tanaman yang mendominasi hutan rakyat di Leuwisadeng dan Nanggung yang kemudian diikuti oleh jenis kayu afrika. Jenis lain yang ditanam umumnya merupakan tanaman dengan hasil utama buah-buahan. Pohon tidak akan ditebang sampai pada umur tertentu jumlah buah yang dihasilkan tidak lagi optimal. Kayu hasil tebangan dari pohon buah-buahan ini sebagian besar digunakan sendiri oleh para pemiliknya. Tanaman buah-buahan yang terbesar yaitu manggis yang cenderung lebih banyak ditanam oleh responden Leuwisadeng yang merupakan salah satu wilayah produsen manggis. Keragaman jenis dalam hutan rakyat ini menyebabkan adanya beberapa kelas umur dan kelas diameter dalam satu hamparan lahan. Tabel 6 menunjukkan bahwa di Kecamatan Leuwisadeng jumlah pohon per hektar dengan diameter 0 5 cm dan 6 10 cm lebih besar yaitu masing-masing 350 dan 301 pohon dibandingkan dengan Kecamatan Nanggung yang hanya 251 dan 278 pohon/ha. Sedikitnya jumlah pohon dengan diameter besar di Kecamatan Leuwisadeng diduga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah industri pengolahan kayu yang ada di Kecamatan tersebut. Banyaknya jumlah industri berpengaruh terhadap besarnya jumlah bahan baku kayu yang dibutuhkan untuk proses produksi kayu gergajian. No Tabel 6 Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter Kelas diameter Leuwisadeng Jumlah/ha (btg) Nanggung 1 0 5cm cm cm cm >20 cm Sumber: data diolah Permudaan tanaman umumnya dilakukan petani dengan mengandalkan bibit trubusan yang tumbuh sendiri dari tunggak sisa penebangan padahal kualitas tanaman yang dihasilkan kurang baik. Menurut Oktaviarini (2014) kelemahan dari tanaman trubusan yaitu tanaman mudah roboh dan hasil tanaman trubusan tidak sebaik tanaman awal. Petani di Kecamatan Leuwisadeng memperoleh bibit melalui trubusan, membeli bibit di toko bibit, serta beberapa kali mendapatkan bantuan bibit dari pemerintah. Pemberian bantuan bibit ini dianggap tidak merata karena di Kecamatan Nanggung petani tidak pernah mendapatkan bantuan bibit. Bibit yang ditanam petani Kecamatan Nanggung merupakan bibit yang diperoleh dari trubusan tunggak dan sebagian kecil membeli di toko bibit.

25 Dari beragam tanaman pada hutan rakyat, jenis kayu yang umumnya digunakan sebagai bahan baku industri penggergajian yaitu kayu dari jenis cepat tumbuh atau kayu putihan seperti sengon sehingga dalam penjualan pohon, petani mengutamakan jenis di atas. Selain sengon, terdapat beberapa jenis kayu lainnya yang termasuk kayu putihan yaitu kayu afrika, jabon, dan mahoni. Namun, pada kondisi tertentu petani juga menjual pohon-pohon dari jenis lainnya ketika penjualan pohon dilakukan dengan sistem borongan (semua pohon di kebun dijual seluruhnya). Kayu-kayu tersebut merupakan kayu yang biasa disebut kayu merahan yang kemudian umumnya digunakan sebagai bahan baku kayu palet oleh industri penggergajian. Pada penelitian ini pendugaan potensi pohon dilakukan pada jenis sengon. Hal ini dilakukan karena sengon merupakan jenis kayu yang memiliki permintaan tertinggi pada industri pengolahan kayu rakyat dan merupakan jenis yang mendominasi hutan rakyat. Pendugaan potensi pohon sengon pada saat ini dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan grafik kelas diameter, dapat diketahui sebagian besar pohon (61% atau batang) di hutan rakyat Kecamatan Leuwisadeng terkonsentrasi ke dalam kelas diameter 0 5 cm. Sedangkan pada Kecamatan Nanggung sebagian besar pohon (73% atau batang) berada pada kelas diameter cm. Kemudian jumlah pohon dengan diameter 20 cm (layak tebang) pada masing-masing kecamatan merupakan jumlah yang tergolong paling kecil. Grafik pada Gambar 5 juga menunjukkan bahwa di Kecamatan Nanggung sebaran jumlah pohon pada tiap-tiap kelas diameter tidak merata dan mengarah pada kecenderungan bahwa sebaran kelas diameter pohon di 2 kecamatan ini belum mencapai struktur tegakan hutan normal. Menurut Terry (2000) dalam Mile (2010) hutan rakyat pada umumnya belum dapat memberikan hasil yang lestari yang disebabkan oleh kelas umur yang terdapat pada areal hutan rakyat tidak menyebar secara merata dan tidak lengkap. Dimensi pohon terutama diameter dipengaruhi oleh umur dan bonita dari suatu tempat (Novendra 2008). 15 Jumlah pohon (batang) Leuwisadeng Jumlah pohon (batang) Nanggung Kelas diameter Kelas diameter Gambar 5 Grafik jumlah total pohon berdasarkan kelas diameter Jika dilihat sebaran seluruh jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada Kecamatan Leuwisadeng mendekati struktur tegakan hutan normal. Namun kenyataanya masing-masing hutan rakyat yang dimiliki petani belum mencapai

26 16 struktur tegakan hutan normal di dalamnya. Masing-masing petani cenderung menanam lahannya dengan pohon kayu-kayuan sejenis dan seumur. Menurut Mile (2010) untuk melestarikan hutan rakyat, perlu dimulai dengan teknik penanaman yang diarahkan untuk membentuk struktur tegakan yang mendekati hutan normal yang terdiri dari berbagai kelas umur. Tanpa adanya struktur tegakan, hutan rakyat tidak terjamin kelestariannya karena sewaktu-waktu bisa berubah peruntukannya. Penyebab tidak meratanya jumlah pohon pada masing-masing kelas umur yaitu kurangnya penanaman kembali bibit-bibit tanaman baru pasca penebangan, perawatan tanaman yang kurang intensif, serta penebangan yang dilakukan pada pohon-pohon muda yang belum mencapai diameter layak tebang. Hal ini dapat menjadi kekhawatiran bagi pemenuhan bahan baku industri penggergajian di masa depan karena kayu yang dibutuhkan minimal berdiameter 20 cm. Pada Gambar 6, jumlah pohon diklasifikasikan berdasarkan kelas diameter dan status lahan. Berdasarkan data di atas, terdapat sebanyak batang pohon yang ditanam pada lahan milik di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung serta batang pohon yang ditanam pada lahan HGU Kecamatan Nanggung. Pengelompokkan berdasarkan status lahan ini penting dalam pendugaan potensi growing stock di masa depan. Status hutan rakyat yang merupakan hutan milik pribadi, menyebabkan pemanenannya cenderung dilakukan sekehendak pemilik. Suprapto (2010) mengungkapkan bahwa keputusan teknis pengelolaan hutan seperti penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan bergantung pada kondisi ekonomi pemilik, bahkan sistem pemanenan hutan rakyat dikenal dengan sebutan dengan tebang butuh. Oleh karena itu, kelestarian standing stock pada hutan milik cenderung belum dapat dipastikan. Namun, kecenderungan ketidakpastian akan kelestarian standing stock pada lahan HGU lebih besar dibandingkan lahan milik. Hal tersebut dapat terjadi karena peruntukan fungsi lahan tidak hanya berdasarkan kehendak si penggarap, namun juga ditentukan oleh pemerintah setempat Jumlah pohon (batang) Lahan milik Lahan HGU 0 0-5cm 6-10cm cm 16-20cm >20 cm Diameter Gambar 6 Grafik volume pohon berdasarkan status lahan

27 Analisis Kontribusi Hutan Rakyat Terdekat terhadap Pemenuhan Bahan Baku Industri Setelah mengetahui potensi hutan rakyat di masing-masing kecamatan dan sebaran pasokan bahan baku, dapat diketahui bahwa industri selama ini tetap beroperasi karena mendapatkan bahan baku dari luar daerah untuk memenuhi target produksinya. Sedikitnya jumlah kontribusi pasokan bahan baku dari dalam kecamatan menimbulkan pertanyaan atas stok kayu yang ada di kecamatan tersebut. Pendugaan perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri dapat dilihat pada Gambar 7. Pada grafik dapat dilihat bahwa dengan kebutuhan minimal industri pada satu tahun terakhir di Kecamatan Leuwisadeng yaitu sebesar m 3 /tahun. Kebutuhan bahan baku ini diasumsikan konstan sampai 5 tahun ke depan. Namun pada dua tahun ke depan, stok kayu layak tebang hanya sebesar 2244 m 3 pada tahun pertama, dan 2140 m 3 pada tahun kedua. Hal ini berarti hutan rakyat Kecamatan Leuwisadeng tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Kondisi yang sama juga terjadi pada Kecamatan Nanggung dengan asumsi kebutuhan tahunan sebesar 9724 m 3, sedangkan stok bahan baku di lapangan hanya sebesar 9513 m 3 pada tahun pertama dan 3351 m 3 pada tahun kedua. Pada kondisi tersebut, industri harus mencari bahan baku dari daerah lain untuk memenuhi target produksinya. Jika industri hanya mengandalkan bahan baku dari hutan rakyat terdekat dengan kebutuhan rata-rata seluruh industri di Kecamatan Leuwisadeng 1988 m 3 /bulan, maka kontinuitas pasokan bahan baku dengan diameter di atas 20 cm hanya berlangsung selama 1 bulan, setelah itu akan terjadi kemacetan pasokan bahan baku sampai kelas diameter selanjutnya siap dipanen pada tahun berikutnya. Sedangkan pada Kecamatan Nanggung, dengan kebutuhan rata-rata bulanan bahan baku sebesar 810 m 3 /bulan, kontinuitas bahan baku masih akan tetap berlangsung selama 11 bulan. Kekurangan bahan baku akan terjadi pada bulan ke- 12, namun setelah itu pasokan bahan baku akan kembali bertahan kontinyu selama 4 bulan dan kemudian juga akan terjadi kemacetan pasokan bahan baku. Pada tahun ke 3, stok kayu layak tebang pada hutan rakyat di masingmasing kecamatan meningkat drastis yaitu sebesar m 3 di Kecamatan Leuwisadeng dan m 3 di Kecamatan Nanggung. Pada kondisi ini pasokan bahan baku bagi industri sangat melimpah. Jika kelebihan stok kayu pada tahun ketiga dipanen pada tahun berikutnya, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas dan harga jual kayu yang tentunya menguntungkan bagi petani dan industri pengolahan kayu. Apabila pemanenan kayu tetap dilakukan secara wajar yaitu penebangan hanya dilakukan pada pohon yang telah mencapai diameter layak tebang, maka kondisi ini akan terus berlangsung sampai beberapa tahun ke depan. Hal ini tentunya harus diiringi dengan penanaman kembali pasca pemanenan dan perawatan intensif. Jika hal-hal tersebut diwujudkan dan diterapkan, maka struktur tegakan hutan rakyat akan mendekati struktur tegakan hutan normal. 17

28 18 Volume kayu (m 3 ) Volume kayu (m 3 ) Tahun Tahun Growing stock Kec. Leuwisadeng Kebutuhan bahan baku Kec. Leuwisadeng Growing stock Kec. Nanggung Kebutuhan bahan baku Kec. Nanggung Gambar 7 Grafik perbandingan potensi kayu dengan kebutuhan bahan baku industri total Perkembangan usaha hutan rakyat sangat berkaitan dengan kesinambungan usaha industri kayu. Keterkaitan yang tinggi diantara hutan dan usaha industri kayu akan mendorong meningkatnya jumlah lapangan usaha dan kesempatan kerja yang kemudian akan mendorong berkembangnya perekonomian wilayah kabupaten/kota dan propinsi, hingga perekonomian nasional (Abdullah 2007). Hal tersebut menuntut pengelolaan keduanya harus dilakukan secara lestari agar tidak terjadi kesenjangan antara kebutuhan bahan baku industri dengan stok kayu di hutan. Sulaeli (2009) menyatakan keberadaan industri yang tidak terkelola dengan baik akan menyebabkan tidak sejalannya laju penggunaan bahan baku industri dengan laju pembangunan hutan rakyat. Dalam pengelolaannya, kegiatan pengusahaan hutan rakyat melibatkan banyak pihak. Menurut Darusman dan Hardjanto (2006) pengusahaan hutan rakyat adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan produksi, pemasaran, dan kelembagaan sehingga usaha hutan rakyat memberikan kontribusi pendapatan kepada lebih banyak stakeholder di dalamnya. Semakin baik sistem pengusahaan hutan rakyat, maka kontribusi yang akan diberikan akan semakin besar. Dengan demikian, kelestarian hutan dan kelestarian usaha hutan rakyat akan terus terjaga. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat cenderung kontinyu atau tetap terpenuhi selama 5 tahun terakhir. Rata-rata kebutuhan bahan baku tiap industri semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah mesin gergaji.

29 Dinamika terpenuhinya kebutuhan bahan baku cenderung dipengaruhi oleh faktor internal industri yaitu keuangan. 2. Pemasok bahan baku terbesar berasal dari luar Kabupaten Bogor yaitu Propinsi Banten sekitar 62% dari total kebutuhan bahan baku seluruh industri. Pemasok bahan baku terbesar kedua berasal dari dalam Kecamatan Nanggung dan Leuwisadeng yaitu sekitar 23%. 3. Potensi kayu pada hutan rakyat dengan diameter layak tebang bagi kebutuhan industri (>20cm) di Kecamatan Leuwisadeng hanya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku selama 1 bulan ke depan dan pada Kecamatan Nanggung stok kayu hutan rakyat dapat memenuhi selama 11 bulan ke depan. Ketidakmampuan hutan rakyat terdekat dalam memenuhi seluruh kebutuhan bahan baku akan berlangsung selama dua tahun ke depan, kemudian stok akan kembali berlimpah pada tahun ke tiga dan seterusnya apabila diiringi dengan penanaman kembali dan perawatan. Saran Perlu adanya penyuluhan dan arahan dari lembaga penyuluh kehutanan baik untuk pengelola industri pengolahan kayu rakyat khususnya penggergajian dan masyarakat yang mengusahakan hutan rakyat terkait kelestarian hutan dan kelestarian usaha hutan rakyat. 19 DAFTAR PUSTAKA Abdullah MH Analisis keterkaitan pusat industri pengolahan kayu dan wilayah pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) di Sulawesi Selatan. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(3): [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor dalam Angka [internet]. [diunduh 2015 Jan 5]. Tersedia pada: kabupaten-bogor-dalam-angka-2014 Bramasto Y Berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas kayu dari hutan rakyat. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian; 2010 Okt 20; Bandung, Indonesia. Bogor (ID): Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Hlm Bustomi S, Wahjono D, Herbagung, Sumarna K Tariff dan Tabel Volume Beberapa Jenis Pohon Hutan Tanaman. Bogor (ID): Badan Litbang Kehutanan. Candy NG, Pamungkas A Penentuan alternative lokasi industri pengolahan sorgum di Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknik Pomitst. 2(2): Darusman D, Hardjanto Tinjauan ekonomi hutan rakyat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006:4-13. Djajapertjunda S, Djamhuri E Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa. Bogor (ID): IPB Press. Greeneconomics Indonesia Industri Pengolahan Kayu. Jakarta (ID): Greeneconomics Indonesia. Hardjanto Beberapa ciri pengusahaan hutan rakyat di Jawa. Suhardjito D, editor. Hutan Rakyat di Jawa. Bogor (ID): Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM).

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR) KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR) INDAH TRI RIANTIKA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 108 ISSN 2407-9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT Oleh: Ridwan A. Pasaribu & Han Roliadi 1) ABSTRAK Departemen Kehutanan telah menetapkan salah satu kebijakan yaitu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Achmad Supriadi 1) ABSTRAK Industri perkayuan di Indonesia saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku terutama kayu

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat Pengusahaan hutan rakyat di Desa Burat dapat diuraikan berdasarkan beberapa aspek seperti status lahan, modal, SDM, pelaksanaan,

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Baku Kayu Gergajian Widarmana (1977) 6 menyatakan bahwa bahan mentah atau kayu penghara yang masuk di penggergajian adalah produk alam yang berupa dolok (log) yang berkeragaman

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Oleh : Rachman Effendi 1) ABSTRAK Jumlah Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan tidak sebanding dengan ketersediaan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Para Aktor Dalam rantai nilai perdagangan kayu sengon yang berasal dari hutan rakyat, terlibat beberapa aktor (stakeholder) untuk menghasilkan suatu produk jadi

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK Kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah dilakukan oleh petani sudah sangat lama, dengan teknik yang

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG 5.1. Kondisi Geografis dan Potensi Alam Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat. Daerah ini memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Menurut UU No. 5 tahun 1967 hutan didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau bahan berkayu (hasil hutan atau hasil perkebunan, limbah pertanian dan lainnya) menjadi berbagai

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor)

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor) Oleh : DIAN PERMATA A 14105529 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN Agus Yadi Ismail, Oding Syafrudin, Yudi Yutika Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada hutan rakyat yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan. Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Agroforestry Koordinator : Ir. Budiman Achmad, M.For.Sc. Judul Kegiatan : Paket Analisis Sosial, Ekonomi, Finansial, dan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan rakyat telah menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan dunia kehutanan dewasa ini. Di Pulau Jawa khususnya, perkembangan hutan rakyat dirasakan

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 92-96 ISSN : 2355-6226 PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI 1* 2 Handian Purwawangsa, Bramada Winiar Putera 1 Departemen

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh : Nur Arifatul Ulya, Edwin Martin, Bambang Tejo Premono dan 1) Andi Nopriansyah ABSTRAK Jati ( Tectona grandis) merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Definisi dan Batasan Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH Oleh Fajar Munandar E.14102901 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

TINJAUAN EKONOMI HUTAN RAKYAT Oleh: Dudung Darusman dan Hardjanto 1)

TINJAUAN EKONOMI HUTAN RAKYAT Oleh: Dudung Darusman dan Hardjanto 1) TINJAUAN EKONOMI HUTAN RAKYAT Oleh: Dudung Darusman dan Hardjanto 1) I. PENDAHULUAN Hutan rakyat telah sejak puluhan tahun yang lalu diusahakan dan terbukti sangat bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui hortikultura. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui hortikultura. Hortikultura BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman sumber daya alam di Indonesia dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari melalui hortikultura. Hortikultura merupakan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK Idah Lumahtul Fuad Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: faperta.@yudharta.ac.id ABSTRAKSI Degradasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian terhadap pemasaran kayu rakyat dimulai dari identifikasi karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN Oleh: RINI AGUSTINA F14103007 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci