BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Kemenyan di Desa Sampean Hutan kemenyan berawal dari hutan liar yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. Pohon kemenyan tumbuh secara alami di hutan dan saat ini cukup banyak diusahakan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai sumber pendapatan. Hasil wawancara langsung dengan petani kemenyan Jamanat Lumban Gaol menyatakan bahwa pohon kemenyan yang tumbuh di Desa Sampean berasal dari hutan alam, kemenyan tersebut ditanam oleh petani di daerah perbukitan. Hal ini sesuai dengan penelitian Rajaguguk (2009), hutan kemenyan di Desa Tangga Batu Barat Kecamatan Tampahan Kabupaten Tobasa bibitnya didatangkan dari hutan yang berada di Dolok Sanggul. Pada dasarnya mengolah hutan kemenyan merupakan salah satu budaya masyarakat Desa Sampean secara turun-temurun. Pengelolaan hutan kemenyan di Desa Sampean dari dahulu hingga saat ini masih sama, yaitu hutan kemenyan dikelolah dengan cara yang sangat sederhana tanpa penerapan sistem silvikultur. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian terhadap hutan kemenyan dari pihak pemerintah, sedangkan masyarakat Desa Sampean merasa kurang memahami cara penerapan sistem silvikultur terhadap tanaman kemenyan sehingga belum pernah ada yang mencoba untuk menerapkannya. Cara pengelolaan hutan kemenyan yang masih berjalan hingga saat ini hanya sekedar membersihkan batang dari tumbuhan pengganggu baik yang menempel pada batang kemenyan maupun yang berada dekat (jarak ±1 m) dengan batang pohon kemenyan. Tanaman kemenyan yang tumbuh di Desa Sampean tidak memiliki jarak tanam yang pasti. Hal ini disebabkan pada saat penanaman tidak ditetapkan ukuran jarak tanam yang baku, sehingga pada hutan kemenyan ada pohon yang jarak tanamnya rapat ataupun renggang. Hasil utama yang diperoleh dari hutan kemenyan adalah getah kemenyan. Kegiatan pengelolaan hutan kemenyan yang ada di Desa Sampean meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan penjualan kemenyan.

2 24 Kegiatan penanaman kemenyan di Desa Sampean dilakukan oleh petani di lahan masing-masing. Pelaksanaan penanaman dikerjakan dengan tidak terjadwal. Jika petani kemenyan menemukan anakan yang tumbuh di bawah tegakan kemenyan maka anakan tersebut akan dipindahkan pada areal yang berjarak tanam renggang atau ditanam pada tempat tumbuh pohon kemenyan yang mati. Hal ini sesuai dengan Sasmuko (1999), menyatakan bahwa kegiatan penanaman kemenyan dilakukan masih secara tradisional cukup dengan memindahkan anakan alam pada tempat yang kosong atau pohon yang mati dalam kebunnya. Petani tidak memasukkan sebagai pengeluaran khusus terhadap kegiatan penanaman, artinya biaya untuk kegiatan penanaman dianggap tidak ada (Rp0). Kegiatan pemeliharaan hutan kemenyan yang dilakukan oleh petani dikerjakan sekali dalam setahun. Pemeliharaan yang dilakukan berupa kegiatan penyiangan batang kemenyan dari tumbuhan pengganggu. Penyiangan dilakukan sebelum batang kemenyan disadap getahnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Sinaga (2010), bahwa pemeliharaan kemenyan berupa kegiatan membersihkan pohon-pohon kecil, semak-semak atau tumbuhan liar yang berada di sekitar pohon kemenyan yang dianggap mengganggu serta pembuangan/pembersihan benalu yang menempel pada ranting pohon kemenyan pada saat dimulai pemanenan. Kegiatan pemanenan dipisah menjadi dua hal berbeda berdasarkan rentang waktu kegiatan, yaitu penyadapan dan pengambilan getah. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemanenan meliputi pisau penggaruk (piso guris), pisau takik (agat panuttuk), pisau panen (agat pangaluak), tali polang dengan panjang m dilengkapi dengan tongkat penyangga panjangnya 0.5 m sebanyak 2 batang, parang, dan bakul sebagai tempat penampung getah kemenyan. Kegiatan penyadapan biasanya dimulai pada bulan April sampai September, rata-rata petani pergi menyadap ke hutan sebanyak 4 hari dalam seminggu. Petani dalam sehari mampu menyadap pohon kemenyan rata-rata sebanyak 7 pohon, sehingga ada 672 pohon/tahun. Penyadapan merupakan hal terpenting karena hal ini akan menentukan kualitas getah yang dihasilkan dan penyadapan dilakukan sekali dalam setahun. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, pohon kemenyan akan menghasilkan getah yang berkualitas baik ketika umur pohon yang disadap

3 25 berumur 15 tahun. Menurut Michon (2005), pohon kemenyan baru akan disadap setelah berumur 8 tahun dan setelah berumur 30 tahun pohon kemenyan akan mengalami penurunan produksi getah. Pengambilan getah kemenyan dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Pengambilan pertama dilaksanakan 4-5 bulan setelah penyadapan, yaitu pada bulan 9, 10 dan 11. Getah kemenyan yang diambil pada tahap pertama dikenal dengan sebutan kemenyan super, petani pergi ke hutan mengambil kemenyan super rata-rata sebanyak 5 hari dalam seminggu. Selesai pengambilan kemenyan super, pada luka takik tersebut masih mengeluarkan getah kemenyan. Berbeda dengan kemenyan super yang mengalami pengerasan, yaitu getah masih tertutupi oleh kulit pohon, pada getah kemenyan yang diambil pada tahap kedua, pengerasan getah terjadi tanpa ditutupi oleh kulit pohon. Getah tersebut mengalami kontak langsung dengan sinar matahari dan udara bebas. Pengambilan getah kemenyan tahap kedua baru dapat dilakukan 3-4 bulan setelah pengambilan getah pertama, yaitu pada pada bulan 12, 1 dan 2 dengan waktu petani pergi ke hutan rata-rata sebanyak 2 hari dalam seminggu. Getah yang diambil pada tahap kedua dikenal dengan nama kemenyan tahir. Tabel 4 Tata waktu kegiatan pemanenan kemenyan desa sampean Kegiatan Bulan Pemanenan kemenyan Penyadapan Pengambilan getah Pertanian Penanaman Pemanenan Perkebunan Penanaman Pemanenan keterangan: = kegiatan dilakukan pada bulan tersebut Petani rata-rata memiliki luas lahan kemenyan sebesar 5 ha. Dalam luasan 1 ha ada 200 pohon kemenyan. Berbeda dengan hutan kemenyan di Laos yang sudah menerapkan jarak tanam maka jumlah pohon kemenyan setiap hektar lebih banyak, yaitu sebanyak 400 pohon/ha (FAO 2001). Umur pohon kemenyan yang tumbuh sekarang di Desa Sampean rata-rata berumur 25 tahun. Produksi rata-rata kemenyan dari tiap pohon kemenyan yang ada di Desa Sampean sebanyak 0.3 kg,

4 26 terdiri atas 0.2 kg kemenyan super dan 0.1 kg kemenyan tahir. Hal ini tidak jauh berbeda dengan FAO (2001) yang menyatakan bahwa produksi getah kemenyan di Laos sebanyak kg/pohon. Berdasarkan lama kegiatan di hutan kemeyan maka jumlah hari rata-rata petani pergi ke hutan selama setahun sebanyak 180 hari. Kemenyan yang ditampung dalam bakul selanjutnya oleh petani dibawa ke rumah petani dan dijemur di dalam rumah dengan dihamburkan di atas lantai. Setelah 3-4 minggu kondisi kemenyan akan lebih kering dan siap dijual kepada pengumpul tingkat desa. Rata-rata seorang petani mampu mengumpulkan getah kemenyan dari hutan dalam waktu satu tahun sebanyak kg. Sebagian petani menjual kemenyan langsung ke pasar Dolok Sanggul karena memiliki stok kemenyan dalam jumlah yang besar. Bila hasil kemenyan berjumlah sedikit petani lebih memilih menjual kemenyan kepada pengumpul desa disebabkan hasil penjualan tidak mampu menutupi biaya transportasi. Kemenyan yang dijual petani berupa 2 macam, yaitu kemenyan super dan kemenyan tahir, dengan harga masing-masing sekitar Rp /kg dan Rp /kg, sedangkan jika petani mampu menjual ke pasar maka harga kemenyan menjadi sekitar Rp /kg dan Rp /kg. 5.2 Biaya Produksi Kemenyan Sejak dahulu petani kemenyan sudah melakukan pengambilan getah kemenyan yang diajarkan langsung oleh orang tua masing-masing. Cara pengambilan kemenyan yang sekarang dilakukan tidak jauh berbeda dengan caracara pengambilan kemenyan dahulu kala. Peralatan dan perlengkapan dalam penyadapan dan pengambilan getah masih sama seperti dahulu kala, belum ada alat-alat yang tersentuh oleh teknologi sehingga proses penyadapan dan pengambilan getah kemenyan dapat dilakukan dengan waktu yang lebih cepat dan hasil yang lebih baik. Peralatan dan perlengkapan seperti pisau penggaruk (piso guris), pisau takik (agat panuttuk), pisau panen (agat pangaluak), tali polang, parang, dan bakul sejak petani terdahulu hingga waktu sekarang masih tetap digunakan oleh petani kemenyan.

5 27 Jika peralatan yang digunakan petani tersentuh oleh kemanjuan teknologi yang ada pada saat ini bukan tidak mungkin pekerjaan seperti menyadap dan mengambil kemenyan dari hutan dapat dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat sehingga petani tidak banyak kehilangan waktu di hutan kemenyan. Beberapa petani kemenyan yang sudah lama tidak pergi ke hutan kemenyan mengeluh karena merasa biaya yang mereka keluarkan untuk mengambil getah kemenyan dari hutan tidak sebanding dengan harga jual kemenyan di pasar. Sampai saat ini masih ada petani yang rela berhari-hari tinggal di hutan kemenyan pada waktu musim panen, agar kemenyan mereka tidak diambil oleh orang lain. Petani terpaksa tinggal di hutan karena petani tidak mampu mengambil getah kemenyan sekaligus dalam waktu singkat. Supaya getah kemenyan yang siap panen tidak dicuri maka tidak sedikit petani yang rela tinggal di hutan. Biaya pengelolaan hutan kemenyan oleh petani, dilihat dari besarnya modal usaha tidak setinggi dengan kegiatan pertanian ataupun perkebunan. Rendahnya biaya pengelolaan hutan kemenyan disebabkan oleh budi daya terhadap kemenyan yang dilakukan petani tidak serumit pada tanaman pertanian ataupun perkebunan lainnya. Hal yang menjadi pertimbangan beberapa petani tidak mau mengambil getah kemenyan dari hutan ialah lamanya selang waktu dari kegiatan penyadapan dengan pengambilan getah sekitar 4-5 bulan. Kenyataannya, situasi sekarang sangat berbeda dengan situasi terdahulu. Saat ini setiap orang dituntut untuk lebih cepat memegang uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Biaya produksi kemenyan dalam penelitian ini dihitung untuk biaya selama satu tahun, yaitu pada tahun 2012 yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap pada usaha kemenyan meliputi biaya penyusutan (depresiasi), pemeliharaan, bunga modal, dan biaya tak langsung lainnya sebagai pengeluaran umum. Biaya variabel berupa upah (ongkos) petani pergi ke hutan kemenyan. Biaya produksi dihitung dari 15 petani yang diwawancara secara langsung di lapangan. Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh seorang petani kemenyan dengan hasil kemenyan kg/tahun adalah sebesar Rp24.76 ribu/kg atau Rp4.99 juta/tahun dengan waktu 180 hari/tahun petani pergi ke hutan. Biaya tersebut merupakan penjumlahan atas biaya tetap sebesar Rp11.37

6 28 ribu/kg atau Rp2.29 juta/tahun dan biaya variabel sebesar Rp13.39 ribu/kg atau Rp2.70 juta/tahun. Biaya tetap merupakan penjumlahan dari depresiasi, bunga modal dan biaya pemeliharaan, sedangkan biaya variabel merupakan biaya upah bagi petani kemenyan. Depresiasi memberikan bobot nilai tertinggi terhadap biaya tetap, yaitu sebesar Rp5.29 ribu/kg. Bunga modal senilai Rp0.92 ribu/kg dihitung dengan menggunakan tingkat suku bunga yang berlaku pada Juni 2012 menurut BI sebesar 5.75%. Tabel 5 Biaya produksi pemanenan kemenyan dari 1 petani Komponen Nilai (Rp Ribu/kg) Biaya produksi 24,76 Biaya tetap 11,37 Depresiasi 5,29 Peralatan dan perlengkapan 0,33 Bangunan 4,96 Bunga modal 0,92 Peralatan dan perlengkapan 0.06 Bangunan 0,86 Pemeliharaan 5,15 Peralatan dan perlengkapan 0,19 Bangunan 4,96 Biaya variabel 13,39 Upah 13,39 Adanya biaya variabel yang lebih besar dibandingkan biaya tetap disebabkan perlengkapan dan peralatan yang digunakan petani kemenyan masih sangat sederhana dan tidak mengeluarkan biaya yang tinggi, sedangkan biaya variabel meskipun dihitung hanya dari upah petani tetapi kebutuhan pokok seharihari seperti biaya makan di Desa Sampean tergolong tinggi. Biaya yang dikeluarkan seorang petani untuk pergi ke hutan kemenyan dalam sehari mengeluarkan biaya sebesar Rp15 ribu/kg, atau petani mengeluarkan biaya upah sebesar Rp2.7 juta dalam waktu satu tahun. Oleh karena rata-rata produksi kemenyan dalam setahun sejumlah kg maka biaya upah petani kemenyan sebesar Rp13.39 ribu/kg. Petani memproduksi kemenyan dalam 2 macam, yaitu kemenyan super dan kemenyan tahir. Besarnya biaya produksi tersebut berlaku untuk memproduksi

7 29 kemenyan super atau kemenyan tahir. Biaya produksi ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga jual kemenyan April 2012 yang masing-masing pada kemenyan super seharga Rp90 ribu/kg dan kemanyan tahir Rp50 ribu/kg. 5.3 Profitabilitas Petani kemenyan yang masih mau ke hutan untuk mengambil kemenyan dikarenakan kemenyan masih menjadi komoditas andalan sebagai pemasukan terbesar dibandingkan dengan hasil pertanian dan perkebunan. Selama ini hasil dari penjualan kemenyan tidak sedikit yang digunakan sebagai dana pembiayaan sekolah bagi anak petani. Anak petani yang sudah bersekolah tinggi hampir semuanya memilih untuk hidup di perantauan dibandingkan harus tinggal di desa. Keuntungan dari hasil penjualan kemenyan tidak dapat langsung dirasakan oleh petani jika petani menjual kemenyan dalam jumlah yang sedikit, sebaliknya jika petani mampu mengumpulkan kemenyan dalam jumlah yang besar dan menjualnya sekaligus langsung ke pasar maka petani dapat merasakan keuntungan yang besar dari hasil penjualan kemenyan. Pada dasarnya yang menjadi target penyadapan petani ialah kemenyan super, sedangkan kemenyan tahir merupakan hasil kedua yang kurang diminati oleh petani. Kenyataannya, kemenyan tahir memiliki nilai jual yang masih memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani tetap mengambil kemenyan tahir dari batang pohon kemenyan. Apabila petani mampu menjual kemenyan ke pasar di Dolok Sanggul maka keuntungan yang diperoleh oleh petani akan lebih tinggi dibandingkan menjual kemenyan kepada pihak pengumpul desa. Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya. Keuntungan didapat melalui perhitungan dari penerimaan petani dikurangi dengan biaya produksi kemenyan. Profitabilitas usaha kemenyan dihitung dari 15 petani yang diwawancara secara langsung di lapangan. Kegiatan usaha kemenyan memberikan keuntungan bagi petani dapat dilihat pada Tabel 6. Petani kemenyan di Desa Sampean memiliki luas lahan kemenyan rata-rata 5 ha. Pada luas hutan kemenyan 1 ha didapat jumlah pohon kemenyan rata-rata sebanyak 200 pohon. Petani menyadap 672 pohon/tahun dan memberikan hasil

8 30 getah kemenyan sadapan sebanyak kg/tahun dengan waktu 180 hari/tahun petani pergi ke hutan. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh seorang petani kemenyan adalah Rp24.76 ribu/kg. Harga jual kemenyan bervariasi, kemenyan super dijual oleh petani kepada pengumpul desa seharga Rp90 ribu/kg dan seharga Rp50 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Petani memperoleh pendapatan sebesar Rp15.46 juta/tahun dan keuntungan sebesar Rp10.47 juta/tahun, setara dengan Rp2.09 juta/tahun untuk 1 ha atau Rp ribu/ha setiap bulan. Untuk lebih jelas data mengenai profitabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 6 Rugi laba produksi kemenyan dari 1 petani desa sampean Komponen Satuan Jumlah Luas areal ha 5,00 Produksi Kemenyan kg/tahun 201,60 Kemenyan tahir kg/tahun 67,20 Kemenyan super kg/tahun 134,40 Harga Jual Kemenyan tahir Rp Ribu/kg 50,00 Kemenyan super Rp Ribu/kg 90,00 Pendapatan Rp Juta/tahun 15,46 Kemenyan tahir Rp Juta/tahun 3,36 Kemenyan super Rp Juta/tahun 12,10 Biaya Produksi Rp Ribu/kg 24,76 Rp Juta/tahun 4,99 Keuntungan Rp Juta/tahun 10,47 Dalam perhitungan biaya produksi pemanenan kemenyan belum dimasukkan biaya jasa petani pergi ke hutan kemenyan. Petani pada saat musim panen besar terkadang menyewa orang untuk mengambil getah kemenyan ke hutan. Biaya sewa orang per hari sebesar Rp50 ribu. Apabila biaya jasa petani pergi ke hutan dimasukkan dalam perhitungan maka biaya upah yang semula Rp15 ribu/hari ditambahkan dengan Rp50 ribu/hari menjadi Rp65 ribu/hari. Hal ini tentu akan merubah biaya produksi kemenyan khususnya pada biaya variabel yang sebelumnya sebesar Rp2.7 juta/tahun menjadi Rp11.7 juta/tahun. Biaya produksi kemenyan berubah dari Rp4.99 juta/tahun menjadi juta/tahun atau Rp69.39 ribu/kg. Keuntungan yang diperoleh petani menjadi Rp1.47 juta/tahun. Oleh karena itu secara ekonomi usaha kemenyan yang dilakukan petani belum

9 31 menguntungkan tetapi secara finansial petani kemenyan sudah mendapat untung sebesar Rp1.47 juta/tahun. Selain dari kemenyan petani juga memperoleh pemasukan dari hasil pertanian dan perkebunan. Tabel 7 menunjukkan bahwa kemenyan memberikan bobot pemasukan yang paling besar di antara komoditas yang diusahakan oleh petani, yaitu sebesar 70.85%. Sementara hasil pertanian memberikan bobot 22.92% dan hasil perkebunan hanya 6.23%. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kemenyan masih menjadi komoditas unggulan yang diandalkan oleh petani desa sampean dalam mencari nafkah. Kemenyan berpotensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan jika mampu dikelola lebih baik dari yang sekarang maka dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi petani kemenyan. Tabel 7 Pendapatan 1 petani desa sampean Komoditas Pendapatan (Rp Juta/tahun) % Kemenyan 15,46 70,85 Kemenyan super 12,10 Kemenyan tahir 3,36 Pertanian 5,00 22,92 Padi 5,00 Perkebunan 1,36 6,23 Kopi 1,36 Total 21, , Farmer s Share Harga kemenyan di tingkat petani cukup berbeda dengan harga kemenyan di tingkat pengolah. Kenaikan harga kemenyan mencapai sekitar ±40%. Petani merasa kurang diuntungkan jika harga kemenyan di tingkat pedagang atau pengolah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual yang diterima oleh petani kemenyan. Seharusnya petani merasakan keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan pedagang dan pengolah karena petani sudah bersusah payah mengambil getah kemenyan dari hutan dengan mengorbankan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Para responden menyatakan bahwa pengolah menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam usaha kemenyan. Walaupun demikian petani tetap masih mau

10 32 mengambil getah kemenyan dari hutan disebabkan oleh kemenyan merupakan komoditas yang sejak dahulu sudah diusahakan oleh nenek moyang petani dan belum ada bentuk usaha lain yang sepenuhnya dapat menggantikan usaha kemenyan. Sebenarnya, nilai bagian petani terhadap harga jual kemenyan di tingkat pengolah dapat diketahui dengan menghitung farmer s share dalam usaha kemenyan. Farmer s share digunakan untuk membandingkan persentase harga yang dibayarkan konsumen terhadap harga kemenyan yang diterima oleh petani. Konsumen yang dimaksud dalam hal ini ialah eksportir kemenyan. Analisis dilakukan pada dua saluran yang ada, untuk lebih jelasnya nilai farmer s share menurut masing-masing saluran dapat dilihat pada Tabel 8. Salah satu cara supaya nilai farmer s share tinggi dalam usaha kemenyan, yaitu kemenyan dijual langsung oleh petani kepada pengolah. Tindakan demikian akan membuat harga yang diterima oleh petani tidak akan terlalu jauh berbeda dengan harga jual yang dilakukan pihak pengolah kemenyan, tetapi sampai saat ini hal seperti itu belum ada yang melakukan, petani menjual kemenyan umumnya kepada pengumpul desa atau langsung ke pasar kemenyan. Supaya kemenyan dapat dijual langsung kepada pihak pengolah, petani harus memiliki kemenyan yang berkadar air rendah. Dalam hal ini penggunaan teknologi maju sangat diperlukan agar pengeringan kemenyan dapat dilakukan dengan cepat. Selain cepat, tentunya dengan diterapkannya teknologi maju kualitas kemenyan yang dihasilkan lebih baik dari sebelumnya. Tabel 8 Farmer s share di setiap saluran rantai tataniaga kemenyan Tingkat Satuan Saluran utama Saluran lain Petani Kemenyan super Rp Ribu 90,00 97,00 Kemenyan tahir Rp Ribu 50,00 56,00 Pengumpul terakhir Kemenyan super Rp Ribu 140,00 140,00 Kemenyan tahir Rp Ribu 90,00 90,00 Farmer's Share Kemenyan super % 64,29 69,29 Kemenyan tahir % 55,56 62,22

11 33 Berdasarkan kedua saluran tataniaga petani farmer s share tertinggi terdapat pada saluran lain (secondary line) yaitu sebesar 62.22% untuk kemenyan tahir dan 69.29% untuk kemenyan super. Nilai farmer s share sebesar 69.29% berarti bahwa petani mendapatkan 69.29% dari harga yang dibayarkan oleh pihak eksportir sebesar Rp140 ribu/kg. Pada saluran utama (main line) nilai farmer s share sebesar 55.56% untuk kemenyan tahir dan 64.29% untuk kemenyan super. Nilai farmer s share sebesar 64.29% berarti bahwa petani mendapatkan 64.29% dari harga yang dibayarkan oleh pihak eksportir sebesar Rp140 ribu/kg. Kemenyan super memberikan nilai farmer s share yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemenyan tahir baik pada saluran utama maupun pada saluran lain. Saluran lain (secondary line) memberikan nilai farmer s share lebih besar dibandingkan dengan saluran utama (main line). Petani akan merasa lebih menguntungkan jika mampu menjual kemenyan super dibandingkan kemenyan tahir yang kemudian dijual pada saluran lain (secondary line) bukan pada saluran utama (main line). Hasil ini menunjukkan bahwa saluran lain (secondary line) lebih efisien dibandingkan dengan saluran utama (main line), dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tataniaga Kemenyan Pada umumnya petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa. Hanya pada situasi tertentu saja petani menjual kemenyan langsung ke pasar kemenyan yang berlokasi di Dolok Sanggul, yaitu pada saat kemenyan petani berjumlah cukup besar. Pengumpul desa selanjutnya menjual kemenyan kepada pengumpul kecamatan/kabupaten. Pihak pengolah kemenyan biasanya menerima kemenyan dari pengumpul kecamatan/kabupaten. Saluran tataniaga kemenyan yang ada di Desa Sampean Kecamatan Dolok Sanggul sebanyak dua saluran, yaitu saluran utama (main line) dan saluran lain (secondary line). Hasil wawancara langsung dari 15 petani kemenyan menyatakan bahwa petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa karena jumlah kemenyan yang dijual, hasilnya belum mampu menutupi biaya transportasi ke pasar. Agar petani dapat menjual kemenyan langsung ke pasar maka minimal jumlah kemenyan yang harus petani miliki sebanyak 5 kg untuk kemenyan super dan 10 kg untuk

12 34 kemenyan tahir. Jumlah kemenyan minimal yang dimiliki petani agar mampu menutupi biaya transportasi ke pasar kemenyan yang terletak di Dolok Sanggul. Selain jumlah kemenyan yang harus besar, kemeyan yang dijual oleh petani juga harus lebih kering atau sedikit kadar airnya agar kemenyan laku terjual di pasar. Menurut Sasmuko (1995) kadar air kemenyan berkisar % dan kualitas kemenyan terbaik memiliki kadar air sebesar 1.56%. Jika petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa maka rata-rata harga kemenyan untuk kemenyan super Rp90 ribu/kg dan kemenyan tahir Rp50 ribu/kg, sedangkan jika petani langsung menjual kemenyan ke pasar maka rata-rata harga kemenyan menjadi Rp97 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp56 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Selama ini petani menjual kemenyan secara mandiri, artinya belum ada organisasi seperti koperasi desa yang menangani kemenyan. Jika dibentuk sebuah koperasi untuk menampung kemenyan petani yang sedikit jumlahnya, maka pada saat jumlah kemenyan sudah terkumpul banyak, koperasi tersebut yang akan menjual kemenyan langsung ke pasar. Keuntungan adanya koperasi selain mampu menampung kemenyan petani yang sedikit, kemenyan yang dijual juga bisa lebih kering sehingga harga jual kemenyan meningkat. Jika koperasi sudah berkembang baik maka kegiatan penyortiran seperti yang dilakukan oleh pengolah kemenyan dapat dikerjakan di tingkat desa melalui koperasi tersebut. Dana yang diperlukan untuk mendirikan koperasi desa cukup besar, dalam hal ini peran serta dari pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan sangat dibutuhkan dalam pemberian modal pendirian koperasi tersebut. Selain diperlukannya koperasi desa untuk mengurus kemenyan, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak dari putusnya rantai tataniaga yang sebelumnya sudah ada. Pemerintah harus dapat mengatur peran selanjutnya dari pedagang pengumpul pada masing-masing tingkatan. Jika tiap desa di Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki koperasi desa yang mengurus kemenyan maka akan timbul pengangguran baru, yaitu pedagang pengumpul kemenyan yang akhirnya tidak memiliki pekerjaan. Di samping itu, pemerintah juga harus dapat menjamin bahwa kemenyan yang dijual oleh koperasi desa diterima oleh pasar baik pasar lokal maupun pasar internasional.

13 35 Hasil wawancara langsung dari 2 pengumpul kemenyan di tingkat desa menyatakan bahwa pengumpul desa membeli kemenyan dari setiap petani dalam jumlah yang sedikit. Jumlah pengumpul di Desa Sampean ada 4 pengumpul, ratarata harga kemenyan yang dijual oleh pengumpul desa seharga Rp95 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp54 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Kemenyan dikumpulkan oleh pengumpul desa sampai jumlah kemenyan sesuai dengan yang diminta oleh pengumpul kecamatan/kabupaten. Pada umumnya, pengumpul desa menjual kemenyan di rumah masing-masing tanpa harus pergi ke pasar kemenyan karena pengumpul kecamatan/kabupaten akan datang ke desa jika jumlah kemenyan yang dimiliki pengumpul desa sudah mencukupi sesuai permintaan. Jumlah kemenyan minimal yang dapat dijual pengumpul desa sebanyak 5 kg untuk kemenyan super dan 8 kg untuk kemenyan tahir. Hasil wawancara langsung dari seorang pengumpul kecamatan/kabupaten Bapak Charli Mahulae yang di temui di Desa Sampean menyatakan bahwa ratarata harga kemenyan yang dijual kepada pengolah sebesar Rp115 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp70 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Menurut pengumpul kecamatan/kabupaten yang tinggal di Dolok Sanggul, pengumpul kecamatan/ kabupaten akan lebih untung jika membeli kemenyan langsung dari petani yang dijual di pasar karena biaya tataniaga khususnya pada biaya transportasi yang dikeluarkan pengumpul kecamatan/kabupaten lebih kecil dibandingkan harus membeli kemenyan dari rumah pengumpul desa. Bagi pengumpul kecamatan/ kabupaten yang membeli kemenyan dari pihak pengumpul desa, umumnya kemenyan yang dijual lebih kering atau kadar airnya tidak setinggi kemenyan dari petani, sehingga biaya penyusutan produk dapat lebih rendah. Pihak pengolah umumnya hanya menerima kemenyan dari pengumpul kecamatan/kabupaten. Pengolah kemenyan yang berhasil diwawancara ada 2 pengolah. Menurut pengolah kemenyan yang bernama Bapak Pakpahan menyatakan bahwa kemenyan dibawa oleh pengumpul kecamatan/kabupaten ke rumah pihak pengolah kemenyan. Hasil wawancara langsung dari dua pengolah kemenyan yang tinggal di Kecamatan Dolok Sanggul menyatakan bahwa kemenyan yang dibawa oleh pengumpul kecamatan/kabupaten lebih kering dan

14 36 lebih bersih dibandingkan dengan kemenyan yang langsung dari petani ataupun pengumpul desa. Analisis marjin tataniaga kemenyan dilakukan untuk mengetahui selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (eksportir) dengan harga yang diterima oleh petani. Selain itu, untuk mengetahui selisih antara harga beli dengan harga jual pada masing-masing pedagang pengumpul pada setiap saluran tataniaga. Semakin pendek saluran tataniaga maka marjin tataniaga akan semakin kecil. Pada kedua saluran tataniaga yang ada, marjin tataniaga tertinggi didapat pada saluran utama baik untuk kemenyan super maupun kemenyan tahir. Marjin tataniaga pada saluran utama sebesar Rp50 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp40 ribu/kg untuk kemenyan tahir, sedangkan pada saluran lain sebesar Rp43 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp34 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Dengan demikian saluran yang paling efisien adalah saluran lain karena memiliki marjin terkecil, lebih jelasnya data mengenai marjin tataniaga dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6. Petani Biaya produksi = 24758, Pengumpul desa Biaya tataniaga = Pengumpul kecamatan/ kabupaten Biaya tataniaga = Pengolah Biaya tataniaga = Eksportir Gambar 5 Saluran utama (main line) ratai tataniaga kemenyan desa sampean. Pentani Biaya produksi = 24758,42 Biaya tataniaga = Pengumpul kecamatan/ kabupaten Biaya tataniaga = Pengolah Biaya tataniaga = Eksportir Gambar 6 Saluran lain (secondary line) ratai tataniaga kemenyan. Biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh pengolah sebesar Rp10 ribu/kg. Biaya tersebut besar dikarenakan pada tingkat pengolah kemenyan dilakukan

15 37 penyortiran berdasarkan ukuran kemenyan. Selain upah bagi pekerja penyortir, biaya transportasi juga memberikan bobot yang cukup besar terhadap biaya tataniaga karena jarak transportasi yang cukup panjang yaitu mengirim kemenyan dari Sumatera Utara ke Jakarta. Biaya tataniaga di pengumpul desa hanya berupa biaya penyusutan produk dan biaya komunikasi (pulsa telepon).

Analisis Jenis data Data Sumber Cara pengumpulan. 1. Biaya tetap dan biaya variabel. Petani. 5. Harga kemenyan per unit Petani dan Pengumpul akhir

Analisis Jenis data Data Sumber Cara pengumpulan. 1. Biaya tetap dan biaya variabel. Petani. 5. Harga kemenyan per unit Petani dan Pengumpul akhir Analisis Profitabilitas dan Tataniaga Kemenyan di Desa Sampean Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara (Profitability and Market Chain Analyses of Sumatera Benzoin at Sampean Village District of Humbang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS DAN TATANIAGA KEMENYAN DI DESA SAMPEAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, SUMATERA UTARA EXAS DANIEL LUMBAN GAOL

ANALISIS PROFITABILITAS DAN TATANIAGA KEMENYAN DI DESA SAMPEAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, SUMATERA UTARA EXAS DANIEL LUMBAN GAOL ANALISIS PROFITABILITAS DAN TATANIAGA KEMENYAN DI DESA SAMPEAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, SUMATERA UTARA EXAS DANIEL LUMBAN GAOL DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1.

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1. BAB VIII. KE SIMPU LAN DAN SARAN BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisikan pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEME

ANALISIS PEMASARAN KEME ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus : Kec. Pollung, Kab. Humbang Hasundutan) (Marketing Analysis of Incense (Styrax spp.) (Case Study in District Pollung, District Humbang Hasundutan))

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kemenyan Kemenyan adalah jenis pohon yang tumbuh di lereng-lereng bukit dan pada tanah berpasir pada ketinggian 1000-5000 m di atas permukaan laut. Pohon ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendekatan pembangunan pertanian dari segi komoditi terutama bersumber pada kenyataan peranan yang besar dari komoditi itu secara nasional atau bagi satu daerah tertentu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN HASIL PENELITIAN. Oleh : Kiajar Rajagukguk

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN HASIL PENELITIAN. Oleh : Kiajar Rajagukguk ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (Studi Kasus: Hutan Kemenyan di Desa Tangga Batu Barat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa) HASIL PENELITIAN Oleh : Kiajar Rajagukguk

Lebih terperinci

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU Dusun PENGENALAN TEMPAT Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi Sumatera Utara No urut sampel PETUGAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai September 2013 di Desa Sidomukti Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Lampung Selatan. B. Alat

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar

VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar VI. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Analisis Biaya Industri Rumah Tangga Tahu di Desa Karanganayar Biaya dalam industri tahu meliputi biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa 20 orang responden dari Desa Kinam memiliki sebaran tingkatan umur 23-99 tahun, dan 35% didominasi

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Andri, K.B Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Inovasi (XVIII): 1-8.

DAFTAR PUSTAKA. Andri, K.B Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Inovasi (XVIII): 1-8. DAFTAR PUSTAKA Andri, K.B. 2006. Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Inovasi (XVIII): 1-8. Anwar, A dan E. Rustiadi. 1999. Desentralisasi Spasial Melalui Pembangunan Agropolitan, dengan Mereplikasi

Lebih terperinci

KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN

KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH KECAMATAN DOLOK PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN Dusun Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi No urut sampel PENGENALAN

Lebih terperinci

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT Peremajaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu peremajaan karet yang dilakukan oleh petani karet di Kabupaten Banyuasin. Peremajaan yang dilakukan petani akan dianalisis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu. Tarsin (70) kelelahan. Matanya menatap lesu. Memegang ember berisi lhem, atau sisa tetes getah karet alam, ia duduk di bawah pohon karet di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara XIX di Sedandang, Pageruyung,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KPJI

V. GAMBARAN UMUM KPJI V. GAMBARAN UMUM KPJI 5.1 Sejarah KPJI Usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) merupakan sebuah usaha kelompok yang terdiri dari beberapa petani, yang dipimpin oleh Pak Jainal. KPJI berdiri di Desa

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI

GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Copy Bahan Bukti Karya Tulis Nomor 27 GAMBARAN UMUM PETANI KARET RAKYAT DAN KONTRIBUSINYA DALAM PROGRAM PEREMAJAAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Bahan Seminar disajikan pada Kegiatan: Orientasi Pengenalan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya pemahaman dari masyarakat dalam pengolahan lahan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang menjadikan sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian. Walau termasuk sektor penting, namun sektor pertanian ini masih

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin Karakteristik responden usaha pengolahan ikan asin memberikan gambaran mengenai responden atau pemilih usaha ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki 15 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi kambing Jawarandu yang tinggi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG (Analysis of Coffee Marketing in Bermani Ulu Raya Subdistrict, District Rejang Lebong) Sri Sugiarti Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014 Lampiran 1.f. No. 83/12/19/Th.II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014 TOTAL PENGELUARAN UNTUK USAHA PER 100 TANAMAN SENGON SIAP TEBANG PER TAHUN SEBESAR Rp384 RIBU A. SENGON

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK

Lampiran 1. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK Lampiran. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK Unggulan No Kriteria Indikator Standar Nilai 4 5 I. Ekonomi. Nilai a. Tinggi (Bobot 5%) perdagangan ekspor (Nilai ekspor per tahun $ Juta)

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 09/02/51/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2014, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,23 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENCATATAN USAHATANI PADI A. DEFINISI Secara makro, suatu usaha dikatakan layak jika secara ekonomi/finansial menguntungkan, secara sosial mampu menjamin pemerataan hasil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub-sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kelima sub-sektor pertanian tersebut bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 RAHASIA SPDT15-TPR Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat PERHATIAN 1. Jumlah anggota

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang sangat luas dengan sebagian besar dari angkatan kerja dan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 76/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

Produksi Per musim tanam (kg)

Produksi Per musim tanam (kg) Lampiran 1. Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg), Jumlah Bibit (Batang), dan Bibit Per Batang No Sampel Umur (tahun) Lama Bertani (tahun) Luas Lahan

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOPRA (Studi Kasus di Desa Sindangsari Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOPRA (Studi Kasus di Desa Sindangsari Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran) ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOPRA (Studi Kasus di Desa Sindangsari Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran) Oleh : Hengki Prastio Wijaya 1, Soetoro 2, Tito Hardiyanto 3 13 Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di negara Indonesia ini. Selain menyediakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis A. Karakteristik Petani V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden dalam penelitian ini dibahas berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, luas lahan dan pengalaman bertani. Jumlah responden

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II. KERANGKA TEORITIS

BAB II. KERANGKA TEORITIS 2.1. Pendapatan Petani Tembakau 2.1.1. Pendapatan Usahatani BAB II. KERANGKA TEORITIS Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode. Pendapatan

Lebih terperinci