HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual."

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188 (formula PP). Surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel. Pembuatan nanopartikel pada formula PO dan PP menggunakan metode homogenisasi, ultrasonikasi dan sentrifugasi. Proses homogenisasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit dilakukan pada saat mencampurkan kitosan dengan TPP untuk mempercepat terbentuknya ikatan silang kitosan-tpp, dan dilakukan pada saat mencampurkan ketoprofen dan surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188) kedalam kitosan-tpp. Proses homogenisasi juga membantu mempermudah dan mempercepat pembentukan emulsi antara kitosan-tpp dan ketoprofen dengan menggunakan surfaktan asam oleat atau poloxamer 188. Setelah terbentuk formula yang homogen dilakukan pemecahan partikel dengan cara ultrasonikasi. Proses ultrasonikasi pada formula PO dan PP dilakukan selama 30 menit dengan ragam amplitudo 20, 30, dan 40. Pemisahan partikel yang masih berukuran besar dilakukan dengan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 jam. Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi kemudian dianalisis nilai turbiditasnya dengan menggunakan turbidimeter. Parameter awal untuk memprediksikan telah terjadi degradasi kitosan menjadi molekul yang lebih kecil adalah dengan mengukur turbiditasnya. Secara visual formula PO1 dan PP7 yang keduanya diultrasonikasi pada amplitudo 20 selama 30 menit menghasilkan penampilan yang berbeda. Formula PO1 tampak Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

2 20 lebih keruh dibandingkan formula PP7 (Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 tersebut diprediksikan bahwa formula PP7 memiliki turbiditas dan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan formula PO1. Pengukuran turbiditas dilakukan pada masing-masing formula tiap setelah homogenisasi (T0), setelah ultrasonikasi (Ta), dan setelah sentrifugasi (Tb). Semakin kecil nilai turbiditas diasumsikan ukuran partikel yang ada didalam formula juga semakin kecil. Setelah dianalisis menggunkanan turbidimeter, ternyata formula PO memiliki turbiditas yang lebih besar dibandingkan dengan formula PP (Tabel 3). Turbiditas terendah pada formula PO adalah 121,60 NTU (formula PO1) yang diultrasonikasi selama 30 menit dengan amplitudo 20. Oleh karena itu formula PO1 dianalisis dengan menggunakan PSA untuk mengetahui ukran partikel yang sebenarnya. Agar dapat diketahui pengaruh dari jenis surfaktan yang digunakan, maka formula PP yang dianalisis dengan menggunakan PSA adalah formula yang diultrasonikasi dengan kondisi yang sama pada formula PO1 yaitu formula PP7. Tabel 3 Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas Formula Ultrasonikasi Tb t (menit) A E (Joule) (NTU) PO ,60 PO ,60 PO ,80 PP ,72 PP ,64 PP ,54 PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188. Walaupun proses ultrasonikasi dilakukan dengan kondisi yang sama pada formula PO1 dan PP7, hasil analisis PSA membuktikan bahwa formula PO1 tidak dapat menghasilkan nanopartikel sedangkan formula PP7 menghasilkan 93,05% nanopartikel yang berukuran 700,2 nm (Tabel 4). Wahyono et al. (2010) menggunakan asam oleat dan ultrasonikasi selama 30 menit yang menghasilkan 58,08% nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Namun penentuan jumlah nanopartikel pada penelitian tersebut dilakukan dengan cara perhitungan manual pada foto SEM dari masing-masing formula yang disintesis. Asam oleat tidak

3 21 mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih banyak, karena asam oleat memiliki HLB lebih rendah dari poloxamer 188. Nilai HLB asam oleat adalah 1 sedangkan poloxamer 188 adalah 29. Nilai HLB sangat mempengaruhi kestabilan partikel dalam medium cairan. Semakin tinggi nilai HLB dari surfaktan, maka semakin mampu menstabilkan partikel yang ada dalam medium air. Surfaktan dengan nilai HLB >8 akan mempromosikan jenis emulsi tipe o/w (Birdi 2010). Tiap formula yang dibuat pada penelitian ini termasuk tipe emulsi o/w yang mengandung sekitar 75% air sehingga poloxamer 188 lebih mampu menstabilkan formula dibandingkan dengan asam oleat. Kestabilan turbiditas dari formula PO diamati selama 7 hari dan ternyata semakin lama waktu penyimpanan mengakibatkan semakin naiknya nilai turbiditas, bahkan pada hari ke-7 nilai turbiditas dari setiap formula PO mendekati nilai turbiditas sebelum dilakukan proses ultrasonikasi (Lampiran 2b). Tabel 4 Jumlah nanopartikel berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas Formula Ultrasonikasi Kisaran Tb t E diameter Rata-rata (nm) Nano A (NTU) (mnt) (Joule) partikel (nm) (%) PO , , , ,5 ± 183,7 0,00 PP ,72 529, ,80 700,2 ± 200,7 93,05 PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188. Sugita et al. (2010a) melakukan sintesis nanoenkapsulasi ketoprofen tersalut kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi surfaktan. Surfaktan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah Tween 80 (HLB = 15) dan Span 80 (HLB = 4,3). Jumlah nanokapsul tertinggi ternyata diperoleh pada konsentrasi surfaktan 3% v/v, pada formula dengan menggunakan Tween 80 menghasilkan 53,23% nanokapsul sedangkan formula yang menggunakan Span 80 hanya menghasilkan 34,31% nanokapsul, dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa penggunaan surfaktan dengan nilai HLB yang lebih besar dapat membantu memperbanyak partikel berukuran nanometer yang dihasilkan. Penggunaan poloxamer 188 sebagai surfaktan lebih efektif dibandingkan dengan asam oleat. Poloxamer 188 dapat membantu dalam pembentukan nanopartikel. Memisoglu- Bilensoy et al (2006) menyatakan bahwa adanya pluronic F68 (poloxamer 188) dalam sistem nanopartikel memainkan pernan penting tidak hanya sebagai

4 22 penstabil sistem, tetapi tentunya mereduksi ukuran partikel. Oleh karena itu surfaktan terpilih adalah poloxamer 188 karena menghasilkan nilai turbiditas lebih rendah dan dapat membantu dalam pembentukan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Kondisi Ultrasonikasi Optimum Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang dapat menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah partikel berukuran nm terbanyak. Untuk mengetahui kondisi ultrasonikasi yang optimal, maka formula PP diultasonikasi dengan menggunakan ragam waktu (10, 20, 30, 45 dan 60 menit) dan amplitudo (20, 30 dan 40). Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang digunakan pada formula PP akan menghasilkan energi yang semakin tinggi (Gambar 8). Tang et al. (2003) dan Tsai et al (2008) menyatakan bahwa penggunaan waktu yang lebih lama dan amplitudo yang tinggi pada proses ultrasonikasi, memiliki energi yang lebih banyak dalam pembentukan efek kavitasi. Energi ultrasonikasi yang besar diharapkan proses pemecahan partikel berjalan dengan baik. Pengukuran nilai turbiditas dilakukan pada masingmasing formula untuk memprediksikan ukuran partikel. Semakin kecil nilai turbiditas suatu formula menunjukkan proses kavitasi berjalan dengan baik sehingga ukuran partikelnya semakin kecil. Tabel 5 memperlihatkan hubungan antara waktu, amplitudo serta energi ultrasonikasi terhadap turbiditas dari suatu formula. Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi pada formula PP menghasilkan energi yang semakin tinggi dan turbiditas yang rendah Energi (Joule) menit 20 menit 30 menit 45 menit 60 menit Amplitudo Gambar 8 Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP

5 23 Tabel 5 Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP Formula ultrasonikasi Tb t (menit) A E (Joule) (NTU) PP ,09 PP ,81 PP ,02 PP PP ,77 PP ,25 PP ,72 PP ,64 PP ,54 PP ,22 PP ,56 PP ,88 PP ,88 PP ,13 PP ,68 Analisis dengan menggunkan PSA juga dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel yang sebenarnya. Hasil analisis PSA kemudian dibandingkan dengan nilai turbiditas dari masing-masing formula untuk membuktikan bahwa semakin kecil nilai turbiditas suatu formula, maka ukuran partikelnya juga semakin kecil. Tabel 6 menggambarkan bahwa semakin tinggi waktu dan amplitudo yang digunakan menghasilkan energi yang semakin tinggi. Energi yang tinggi menghasilkan turbiditas yang rendah dan ukuran partikel yang kecil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Tang et al (2003) yang melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-tpp, dan dapat dibuktikan bahwa semakin meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu menurunkan diameter rata-rata partikel. Tsai et al. (2008) juga membuktikan bahwa semakin tinggi waktu radiasi ultrasonik dapat menurunkan diameter rata-rata partikel kitosan-tpp. Berdasarkan Tabel 6 formula yang memiliki ukuran partikel lebih kecil adalah formula PP15 (rata-rata diameter partikelnya 355,3±101,1 nm) yang diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Kondisi ultrasonikasi optimum adalah pada waktu 60 menit dengan amplitudo 40 yang menghasilkan turbiditas dan ukuran partikel terkecil. Kondisi ultrasonikasi optimum ini yang kemudian digunakan untuk mensintesis nanopartikel pada formula lainnya.

6 24 Tabel 6 Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan turbiditas pada formula PP Ultrasonikasi Kisaran Tb Formula t E diameter Rata-rata (nm) Nano A (NTU) (mnt) (Joule) partikel (nm) (%) PP ,72 529, ,80 700,2 ± 200,7 93,05 PP ,54 473, ,80 638,3 ± 151,5 97,07 PP ,68 275, ,30 355,3 ± 101,1 99,79 Formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik menggunakan tiga formula dari Wahyono et al. (2010) yang memiliki jumlah nanopartikel dan efisiensi penjerapan >50% (Tabel 2). Penggunaan kitosan dikarenakan kitosan merupakan biopolimer yang tidak beracun, mudah terdegradasi, dan biokompatibel yang banyak digunakan sebagai pengantar obat (Ru et al. 2009). Namun kitosan bersifat rapuh, sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi fisik. Untuk memperkuat matriks kitosan digunakan TPP yang merupakan senyawa pengikat silang yang bersifat tidak beracun. Kitosan-TPP telah digunakan oleh Wahyono et al. (2010) dan Sugita et al. (2010a) sebagai penyalut ketoprofen. Obat anti inflamasi ketoprofen memiliki waktu eliminasi yang cepat yaitu 1,5 2 jam sehingga perlu disalut oleh kitosan- TPP agar pelepasan ketoprofen dalam tubuh lebih terkendali. Agar lebih tepat sasaran dan dapat melewati penghalang pada sistem metabolisme perlu dilakukan modifikasi fisik yaitu pembentukan nanopartikel. Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat antara lain (1) ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan; (2) nanopartikel mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke sasaran; (3) obat dapat dimasukan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia; dan (4) sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan, karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan di bawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj & Chen 2006). Nanoteknologi pada formulasi obat tidak hanya mempertinggi absorpsi pada obat dengan kelarutan rendah dalam air tetapi memperbaiki keefektifan pengobatan obat dalam penelitian farmasi. Formulasi nanopartikel adalah suatu hal baru dalam

7 25 sistem pengantaran obat dengan memiliki keuntungan yang bermacam-macam, mencakup meningkatnya kelarutan obat, meningkatkan kecepatan disolusi, memperbaiki bioavailabilitas, dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk efek sesuatu, dibandingkan dengan obat kasar atau ukuran mikro (Yen et al. 2008). Tabel 7 Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi, dan turbiditas Formula Konsentrasi* Viskositas Ē Tb C P-188 (cp) (Joule) (NTU) (%b/v) (mg/ml) P 3,00 1,50 14, ,68 A 2,50 0,10 12, ,90 B 2,50 0,80 12, ,42 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit. Ketiga formula yang disintesis menggunakan poloxamer 188 sebagai surfaktan dan diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Tiga formula yang disintesis menghasilkan energi dan turbiditas yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi ultrasonikasi dan surfaktan yang sama (Tabel 7). Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi material yang terkandung dari masing-masing formula. Penggunaan kitosan 3% b/v pada formula P memiliki nilai viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan formula A dan B yang menggunakan kitosan 2,5% b/v. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan maka formula yang dihasilkan semakin kental (nilai viskositasnya tinggi). Nilai viskositas berbanding terbalik dengan energi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi. Menurut Gronroos et al. (2001) semakin tinggi energi ultrasonikasi yang digunakan menghasilkan viskositas yang semakin menurun. Formula yang memiliki nilai viskositas rendah memiliki energi yang tinggi dan memiliki turbiditas yang rendah. Rendahnya nilai viskositas dapat mempermudah terjadinya gelembung kavitasi. Ketika gelombang ultrasonik merambat dengan amplitudo tinggi pada medium cairan yang memiliki viskositas rendah akan menghasilkan gelembung kavitasi yang cukup besar dan menghasilkan energi yang cukup tinggi untuk mereduksi ukuran partikel. Nilai viskositas berbanding lurus dengan nilai konsentrasi kitosan. Konsentrasi kitosan yang lebih tinggi menghasilkan viskositas tinggi, energi ultrasonikasi rendah dan

8 26 turbiditas tinggi. Berdasarkan Tabel 7 formula P memiliki konsentrasi kitosan tertinggi yaitu 3% b/v sehingga memiliki turbiditas teringgi pula dibandingkan formula A dan formula B yaitu 6,68 NTU. Maka dapat diindikasikan bahwa formula P memiliki ukuran diameter partikel lebih tinggi dari formula A dan formula B. Selain konsentrasi kitosan dan viskositas formula, faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan (Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005). Formula P, A, dan B merupakan emulsi o/w yang masingmasing mengandung 75% air, sehingga memerlukan surfaktan dengan nilai HLB lebih besar dari 8 yang mampu menstabilkan emulsi pada medium berair (tipe o/w). Poloxamer 188 memiliki HLB = 29, sehingga poloxamer 188 mampu menurunkan tegangan permukaan pada saat terjadi proses kavitasi dan mampu menstabilkan partikel sehingga tidak terjadi aglomerasi (penggumpalan). Berdasarkan Tabel 8 dapat diduga bahwa formula B memiliki ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan formula P dan A, karena formula B memiliki nilai turbiditas terkecil. Oleh karena itu untuk mengetahui ukuran partikel sebenarnya dilakukan analisis dengan menggunakan PSA. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode analisa gambar (mikrografi) dengan menggunakan SEM, TEM dan AFM terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada metode PSA, partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil

9 27 pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Pengukuran diameter partikel pada penelitian ini menggunakan metode particle size analyzer (PSA) dengan menggunakan alat Delsa Nano C yang memiliki kisaran pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer dengan berat molekul minimal 267 Dalton dan konsentrasi 1 40 ppm. Hasil analisis PSA terdapat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi material, dan turbiditas Konsentrasi* Tb Kisaran diameter C P-188 Rata-rata (nm) Nano (NTU) partikel (nm) (%b/v) (mg/ml) (%) Formula P 3,00 1,50 6,68 275, ,30 355,3 ± 101,1 99,79 0,30 A 2,50 0,10 5,90 79,90-452,70 104,2 ± 30, ,39 B 2,50 0,80 5,42 60,40-340,10 78,2 ± 22, ,24 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit. Berdasarkan Tabel 8 nampak bahwa proses ultrasonikasi dapat menurunkan rata-rata diameter partikel. Ukuran nanopartikel yang diperoleh dipengaruhi oleh amplitudo, waktu radiasi ultrasonik, energi yang dihasilkan setelah ultrasonikasi, suhu larutan dan konsentrasi kitosan (Tang et al. 2003; Tsai et al. 2011). Ketiga formula yang disintesis menghasilkan jumlah nanopartikel yang banyak. Namun dari ketiganya memberikan distribusi ukuran partikel yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi yang sama yaitu homogenisasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit, ultrasonikasi dengan amplitudo 40 selama 60 menit, dan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 jam. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi material yang terkandung dalam formula masingmasing. Formula P yang memiliki konsentrasi kitosan 3% b/v menghasilkan ukuran rata-rata diameter partikel yang lebih besar (355,3 ± 101,1 nm) dibandingkan dengan formula A (104,2 ± 30,4 nm) dan formula B (78,2 ± 22,1 nm) yang masing-masing memiliki konsentrasi kitosan 2,5% b/v. Tsai et al. (2011) melakukan proses ultrasonikasi dengan daya 29 W selama 4 menit pada suhu 25⁰C pada kitosan-tpp dengan ragam konsentrasi 1, 2, 4 dan 10 mg/ml, IP

10 28 menghasilkan rata-rata diameter parikel berturut-turut 92,7±0,8, 127,8±0,3, 205,3±0,5, 709,2±1,7 nm. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa rata-rata diameter nanopartikel yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan. Selain konsentrasi kitosan yang dapat mempengaruhi ukuran diameter partikel, konsentrasi poloxamer 188 memiliki peranan penting dalam mereduksi ukuran partikel. Berdasarkan Tabel 8 pada konsentrasi kitosan yang sama yaitu 2,5% b/v dapat menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak 100%. Namun formula B yang memiliki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi yaitu 0,80 mg/ml menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan formula A yang mengandung 0,10 mg/ml poloxamer 188. Semakin besar konsentrasi poloxamer 188 maka ukuran partikel yang dihasilkan juga semakin kecil karena poloxamer 188 membantu mengurangi tegangan permukaan pada saat terbentuknya gelembung kavitasi dalam proses ultrasonikasi, sehingga dapat terbentuk gelembung yang besar namun tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Cuscuta chinensis sukses dijadikan nanopartikel dengan menggunakan Pluronic F 68 (poloxamer 188) dengan ukuran rata-rata diameter 267,6 ± 4,4 nm dan nilai indeks polidispersitas 0,173 ± 0,041 dengan stabilitas nanopartikel yang cukup (Yen et al. 2008), hal tersebut diduga karena poloxamer 188 dapat larut dalam air, surfaktan nonionik kopolimer digunakan luas sebagai agen pelarut, emulsifier, dan penstabil suspensi untuk dosis dalam bentuk oral atau larutan, karena memiliki dua rantai hidrofilik polioksietilen yang berhubungan dengan rantai hidrofobik polioksipropilen (Chen et al. 2004; Shah et al. 2007). Selain mengukur ukuran diameter partikel PSA juga dapat digunakan untuk mengetahui indeks polidispersitas (IP) yang merupakan ukuran lebarnya distribusi ukuran partikel. Untuk nilai IP yang lebih kecil dari 0,3, mengindikasikan sampel tersebut memiliki distribusi yang sempit dan juga menunjukkan formula nanopartikel yang sangat baik (Yen et al. 2008). Dari ketiga formula yang disintesis, formula B yang memiliki nilai IP terkecil yaitu 0,240, maka formula B dapat dinyatakan sebagai formula nanopartikel yang sangat baik.

11 29 Ukuran partikel berbanding lurus dengan nilai turbiditas pada formula yang disintesis dalam penelitian ini. Dengan kata lain semakin tinggi nilai turbiditas suatu formula maka ukuran partikelnya juga semakin tinggi. Oleh karena itu untuk mengetahui kestabilan ukuran partikel dilakukan pengontrolan nilai turbiditas selama 20 hari pada masing-masing formula dengan waktu pengukuran tiap 2 hari. Gambar 9 menunjukkan bahwa formula P dengan konsentrasi poloxamer 188 tertinggi yaitu 1,5 mg/ml merupakan formula yang paling stabil karena pada formula P dapat memperlambat peningkatan nilai turbiditas. Tingginya konsentrasi surfaktan dapat membantu stabilitas ukuran partikel karena surfaktan dapat mengurangi kemampuan partikel untuk mengalami aglomerasi (penggumpalan). Secara visual juga dapat terlihat bahwa formula yang telah disimpan selama 20 hari terlihat lebih keruh dibandingkan dengan formula yang segar (Gambar 10). Hasil penelitian ini sesuai denga Tsai et al. (2011) yang melakukan penyimpanan pada nanopartikel kitosan-tpp dengan konsentrasi kitosan 1 mg/ml selama 0, 1, 3, 6 dan 10 hari, ternyata setelah dilakukan penyimanan ukuran partikel mengalami kenaikan berturut-turut 92,7±0,8, 93,6±1,1, 94,1±0,3, 94,3±0,2, dan 94,8±0,8 nm. Begitu juga dengan konsentrasi kitosan 2 mg/ml yang dengan waktu penyimpanan 0, 1, 3, 6 dan 10 hari ukuran partikelnya berturut-turut 112,7±0,3, 113,5±0,1, 114,7±0,4, 116,0±0,4, dan 116,4±0,2 nm. Semakin meningkatnya nilai turbiditas dari formula selama proses penyimpanan disumsikan ukuran partikel dari formula tersebut semakin besar. Turbiditas (NTU) 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Penyimpanan (hari) Formula p Formula A Formula B Gambar 9 Tingkat kestabilan turbiditas formula P, A, dan B berdasarkan waktu penyimpanan.

12 30 (a) (b) Gambar 10 Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan, dan (b) setelah disimpan 20 hari. Karakterisasi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen Analisis SEM Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang terbentuk dapat dibedakan secara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Analisis SEM ini berfungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel kitosan yang ditampilkan melalui sebuah gambar. Berdasarkan pencirian formula B dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2000 memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang seragam dan sebagian besar berbentuk sferis serta tidak mengalami aglomerasi (Gambar 11). Oleh karena itu untuk memperoleh ukuran partikel yang kecil dan seragam diperlukan formula yang memiliki nilai turbiditas kecil. Gambar 11 Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran Analisis FTIR Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan analisis FTIR. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi dari kitosan dan ketoprofen setelah diformulasi. Selain itu analisis FTIR juga digunakan untuk membandingkan apakah terjadi kerusakan pada formula yang

13 31 diindikasikan dari munculnya pita baru yang berasal dari terbentuk atau terputusnya ikatan yang tidak diinginkan akibat tingginya energi dan suhu yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi. Laboratory Test Result kitosan (a) 1 ketoprofen (b) %T sampel (c) 2 sampel (d) cm-1 Gambar 12 Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula B. Tabel 9 Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B Bilangan Gelombang (cm -1 ) Getaran Silverstein Formula Formula Kitosan Ketoprofen (2005) Bo B ν(o H) , ,03- ν(n H)amina ; , ,15 β(o H) , , ,17 ν(c O C) , , ,53 ν(n H)garam ; 2867,84; amina , , ,62 β(n H)amina ; 1646, ,08; 1559, ,11; 1559, ν(o H) 3054, karboksilat 2877, , ,92 ν(c H) metil , , ,21 Nada lipat aromatis , , , , , ,81 ν(c=o)karboksilat; 1827,79; 1704,39; 1704,42; ν(c=o)keton 1702, , ,01 ν(c=c)cincin , , ,17 ν(p=o) , ,63 ν(p OH) , ,83 ν: regangan, β: tekukan

14 32 Sampel yang di analisis dengan menggunakan FTIR adalah kitosan, ketoprofen, formula B sebelum ultrasonikasi (formula Bo) dan formula B setelah ultrasonikasi dengan puncak serapan pada Tabel 9. Menurut Wahyono et al. (2010) spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm -1 ( OH), 1027 cm -1 (C O C), dan 1651 cm -1 (N H tekukan pada amina primer). Wu et al. (2005) menyatakan puncak spesifik kitosan terdapat pada bilangan gelombang 3424 cm -1 ( OH), 1610 cm -1 (regangan N H amina primer), dan 1092 cm -1 (C O C). Luo et al. (2010) menyatakan kitosan memiliki enam puncak spesifik, yaitu pada bilangan gelombang 3358,52, 1648,61, 1586,59, 1418,88, 1375,24, dan 1025,94 cm 1, yang berturut-turut merupakan regangan (O H), regangan (C O), tekukan (N H) pada amida I dan regangan (C N) pada amida II, tekukan ( CH 2 ), perubahan bentuk simetri CH 3 dan regangan kerangka pada (C O). Spektrum ketoprofen dari penelitian Wahyono et al. (2010) memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm -1 ( OH pada karboksilat), 1700 cm -1 (C=O), 1600 cm -1 (konjugasi C=O dengan 2 cincin aromatik), 1200 cm -1 (C O), 2000 cm -1 (pita karakteristik benzena), 1600 cm -1 dan 1480 cm -1 (C=C aromatik). Spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B dibandingkan untuk mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsi penting dan untuk memastikan tidak terjadi kerusakan formula setelah proses ultrasonikasi. Terjadi pergeseran bilangan gelombang cm -1 dari regangan (O H) menjadi 3547, ,42 cm -1 pada formula Bo dan 3547, ,15 cm -1 pada formula B dikarenakan pada formula Bo dan B memiliki gugus (O H) karboksilat dari ketoprofen dan adanya ikatan hidrogen yang dapat menggeser puncak serapan ke arah bilangan gelombang lebih rendah. Puncak serapan regangan (O H) pada formula Bo dan B lebih lebar dibandingkan kitosan akibat adanya gugus (O H) dari poloxamer 188. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1646,73 cm -1 yang merupakan tekukan (N H) amina primer dari kitosan bergeser menjadi 1648,08 cm -1 (amida I) dan 155,86 cm -1 (amida II) pada formula Bo serta 1648,11 cm -1 (amida I) dan 1599,90 cm -1 (amida II) pada formula B, puncak-puncak ini diindikasikan akibat adanya interaksi elektrostatik antara gugus fosfat dari TPP dengan gugus amina dari kitosan (Luo et al. 2010). Puncak serapan dari regangan

15 33 (C O C) kitosan mengalami pergeseran dari 1076,90 cm -1 menjadi 1153,24 cm -1 (formula Bo) dan 1154,53 cm -1 (formula B) yang terjadi akibat adanya gugus (C O C) dari polxamer 188 yang terdapat pada formula Bo dan B. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran dan penajaman puncak serapan reganagan (C O C). Terdapat puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1076,14 cm -1 (formula Bo) dan 1075,63 cm -1 (formula B) yang merupakan puncak serapan dari (regangan P=O) yang berasal dari TPP. Selain itu puncak lainnya terbentuk pada bilangan gelombang 1030,50 cm -1 (formula Bo) dan 1050,83 cm -1 (formula B) yang merupakan puncak dari regangan (P OH) dari TPP. Secara keseluruhan spektrum FTIR formula Bo dan B (Gambar 12 c dan 12d) tidak memiliki perbedaan yang tajam, sehingga dapat dinyatakan bahwa proses ultrasonikasi tidak merubah struktur senyawa yang ada dalam formula. Proses ultrasonikasi berperan dalam memodifikasi secara fisik yaitu ukuran diameter partikel, dan tidak menyebabkan modifikasi kimia atau tidak mengakibatkan perubahan struktur senyawa yang terdapat dalam formula sehingga gugus fungsi yang memiliki peranan penting dapat dipertahankan. Analisis XRD Analisis XRD dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dari suatu material, menganalisis komposisi fasa, ukuran dan bentuk kristal, kisi distorsi dan variasi komposisi (Sundar et al. 2010). Analisis dengan menggunakan XRD yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan menganalisis kristalinitas kitosan, formula Bo dan formula B. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi ada atau tidaknya kerusakan setruktur kitosan setelah proses ultrasonikasi yang menghasilkan energi serta suhu yang tinggi. Pola difraksi sinar-x pada Gambar 13 menunjukkan bahwa kitosan memiliki dua puncak karakteristik dengan intensitas tinggi yaitu pada sudut 2θ sekitar 10⁰ dan 22⁰. Menurut Beppu et al. (2007) puncak di daerah 2θ sekitar 10⁰ dan 22⁰ berhubungan dengan refleksi (200) dan (020), tetapi umumnya struktur kitosan memperlihatkan struktur semikristalin karena diduga terbentuk ikatan hidrogen (Costa et al. 2009). Puncak pada sudut 2θ = 10⁰ menunjukkan kitosan selalu mengikat air (sekitar 5%). Penggabungan molekul air dalam kisi kristal akan membentuk kristal terhidrat, dan umumnya struktur kitosan

16 34 didominasi struktur polimorf, sedangkan puncak pada sudut 2θ=22⁰ menunjukkan kisi kristal yang relatif teratur (Wan et al. 2006). Kitosan memiliki tiga pola difraksi sinar-x, yaitu puncak tajam pada sudut 2θ = 10,4⁰ dan 20 22⁰ dimiliki oleh kitosan terhidrat, puncak tajam pada sudut 2θ = 15⁰ dan 20⁰ dimiliki oleh kitosan anhydrous, dan puncak tajam hanya pada sudut 2θ = 20⁰ dimiliki oleh kitosan amorf (Kencana 2009). Gambar 13 Difraktogram XRD ( ) kitosan, ( ) formula Bo, ( ) formula B. Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa pada formula Bo dan formula B tidak terdapat puncak pada sudut 2θ = 10⁰ yang berasal dari kitosan, hal ini dapat diduga bahwa gugus amina pada kitosan tidak lagi berinteraksi dengan air, tetapi sudah berinteraksi elektrostatik dengan gugus fosfat dari TPP. Kristalinitas dari kitosan yang digunakan adalah 37,03%, setelah kitosan dicampur dengan senyawa lain dalam formula Bo nilai kristalinitas meningkat menjadi 39,91% dan setelah dilakukan proses ultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40 nilai kristalinitas formula B menjadi 41,02%. Kenaikan kristalinitas ini dikarenakan struktur kitosan menjadi lebih teratur dan kaku setelah terjadi ikatan silang akibat adanya interaksi elektrostatik antara gugus amina pada kitosan dengan gugus fosfat pada TPP. Kenaikan nilai kristalinitas juga menunjukkan adanya senyawa lain (ketoprofen) yang terjerap dalam nanopartikel kitosan-tpp. Secara umum difraktogram pada formula Bo dan formula B tidak mengalami perubahan yang

17 35 tajam, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa energi dan suhu tinggi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi tidak merusak struktur senyawa yang ada di dalam formula. Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan Efisiensi penjerapan (EP) dapat menggambarkan seberapa banyak ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan. Metode yang digunakan untuk menentukan nilai EP adalah metode ekstraksi, yaitu sebanyak ± 25 mg nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dicampur dengan 50 ml larutan bufer fosfat ph 7,2 kemudian dikocok selama 24 jam dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diukur nilai absorbansnya pada panjang gelombang 259,8 nm. Nilai ph 7,2 digunakan karena nilai ph ini mendekati nilai ph usus manusia. Nilai absorbans yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva standar (Lampiran 8) untuk mengetahui nilai konsentrasi ketoprofen. Berdasarkan Tabel 10 dapat diindikasikan bahwa, semakin kecil ukuran partikel, persentase efisiensi penjerapan ketoprofennya semakin besar. Hal tersebut dikarenakan partikel yang memiliki ukuran partikel lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga obat yang terjerap lebih bayak dibandingkan dengan partikel yang berukuran lebih besar (Sundar et al. 2010). Dalam bidang farmasi nilai efisiensi penjerapan merupakan hal yang penting karena dari nilai efisiensi penjerapan akan terlihat kemampuan nanopartikel kitosan membawa ketoprofen kedalam tubuh (Wahyono et al. 2010). Dari ketiga formula yang disintesis, formula B yang memiliki nilai efisiensi penjerapan tertinggi yaitu 86,99%. Formula B dan formula A memiliki konsentrasi kitosan, TPP, dan ketoprofen yang sama tetapi konsentrasi poloxamer 188 yang berbeda. Formula B memiki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi daripada formula A (Tabel 2). Dengan konsentrasi kitosan yang sama, semakin tinggi konsentrasi poloxamer 188 mengakibatkan semakin tinggi nilai efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan (Tabel 10). Formula P yang memiliki konsentrasi kitosan yang lebih tinggi dibandingkan formula A dan B memiliki efisiensi penjerapan yang paling rendah yaitu 72,74%. Oleh karena itu dapat dinyataan bahwa semakin kecil nilai turbiditas suatu formula memiliki ratarata diameter partikel semakin kecil dan efisiensi penjerapan semakin besar.

18 36 Tabel 10 Hubungan ukuran partikel dengan efisiensi penjerapan Formula Konsentrasi* Tb Rata-rata EP P-188 Nano C (%b/v) (NTU) diameter (nm) (%) (mg/ml) (%) P 3,00 1,50 6,68 355,3 ± 101,1 99,79 72,74 A 2,50 0,10 5,90 104,2 ± 30, ,13 B 2,50 0,80 5,42 78,2 ± 22, ,99 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid Ekstak kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi 1 kg serbuk temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

Lebih terperinci

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006). TINJAUAN PUSTAKA Ketoprofen Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C 16 H 14 O 3 ; Mr=254,3 g mol -1 ] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat asam propionat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Larutan yang sudah ditambahkan ekstrak disonikasi kembali, kemudian dikeringkan dengan pengering semprot.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Larutan yang sudah ditambahkan ekstrak disonikasi kembali, kemudian dikeringkan dengan pengering semprot. 8 Larutan yang sudah ditambahkan ekstrak disonikasi kembali, kemudian dikeringkan dengan pengering semprot. Penentuan Ukuran dan Morfologi Nanopartikel dengan Mikroskop Elektron Payaran (Modifikasi Desai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4 8 serbuk terlarut tersebut yang kemudian disonikasi kembali selama 30 menit. Larutan ekstrak temulawak tersebut, dikeringkan dengan menggunakan spray dry agar diperoleh sampel dalam bentuk serbuk. Untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). 51 o CH 2 H H o CH 2 H H CNa H H CNa H H NH 2 NH 2 H H H H KITSAN NATRIUM ALGINAT ionisasi ionisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

39 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Emulsi Yang Dihasilkan Ukuran Partikel Sistem Emulsi Dari tiga formula sistem emulsi yang dianalisa ukuran partikelnya menggunakan fotomikroskop menunjukkan bahwa formula

Lebih terperinci

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt% BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(peo)/tio 2, ada beberapa proses yang harus dilewati.

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 PLA hasil sintesis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 PLA hasil sintesis 3 ke dalam 50 ml bufer fosfat ph 7.2. Campuran tersebut disaring dan filtratnya diencerkan sebanyak 10 kali. Setelah itu, filtrat dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus 4 untuk pengukuran perpanjangan putus. Kemudian sampel ditarik sampai putus dengan kecepatan 1 mm/menit sehingga dapat diketahui besarnya gaya maksimum dan panjang sampel saat putus. Pengukuran dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci