PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH"

Transkripsi

1 PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Lidiniyah

4

5 ABSTRACT LIDINIYAH. Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition. Under direction of PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI. The objective of this study was evaluate the effects of ultrasonication and surfactant type on the change in particle size of ketoprofen loaded chitosan nanoparticles. Surfactant which was used in the synthesis of nanoparticles is oleic acid and poloxamer 188. The ketoprofen loaded chitosan nanoparticles were caracterized using PSA, SEM, FTIR, and XRD. Poloxamer 188 is the surfactant that assist in nanoparticles formation. The result of synthesis of ketoprofen loaded chitosan nanoparticles use poloxamer 188 as surfactant that ultrasonicated during 60 min at amplitude 40, has shown turbidity of formula P, A, and B was 6,68, 5,90, 5,42 NTU respectively. The nanoparticles quantity was resulted by this three formulas was >95% with particles size diameter <400 nm and entrapment efficiency of ketoprofen was >70%. Under the SEM, nanoparticles seen spherical stuctures. The FTIR and XRD analysis showed that all of compounds that used has no damaged by ultrasonication process. The mean diameter decreased linearly with increasing duration and amplitude of ultrasonication. Keywords: Chitosan, nanoparticle, particle size, surfactant, ultrasonic.

6

7 RINGKASAN LIDINIYAH. Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI. Ketoprofen merupakan obat yang sangat bermanfaat sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik, pada penyakit sendi, penyakit gigi dan mulut, pasca bedah, pasca trauma dan pasca persalinan. Ketoprofen memiliki waktu eliminasi yang sangat cepat, yaitu 1,5 2 jam sehingga obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi sampai dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung dan atau pada usus. Penjerapan ketoprofen dengan menggunakan kitosan dalam bentuk nanopartikel merupakan salah satu cara untuk mengatasi cepatnya waktu eliminasi. Pembentukan partikel dalam ukuran nanometer diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran cerna setelah pemberian secara oral dan dapat terpenetrasi diantara pembuluh kapiler maupun sel di dalam tubuh sehingga obat dapat lebih tepat sasaran. Komposisi material dan metode yang digunakan sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan nanopartikel. Penggunaan surfaktan sering dilakukan agar diperoleh jumlah partikel berukuran nanometer lebih banyak dan lebih stabil. Perbedaan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) pada surfaktan menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak. Asam oleat (HLB=1) dan poloxamer 188 (HLB=29) dibandingkan peranannya dalam pembentukan nanopartikel. Selain komposisi material, metode yang digunakan juga mempengaruhi nanopartikel yang dihasilkan. Metode ultrasonikasi merupakan metode yang efektif untuk pembuatan nanopartikel. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh. Pembentukan nanopartikel kitosan sebagai pengantar obat ketoprofen ini terdidri atas beberapa tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan, optimasi kondisi ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik, pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan menggunakan particle size analyzer (PSA), scanning electron microscopy (SEM), fourier transform infrared (FTIR) serta X-ray diffraction (XRD) dan efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan. Formula yang digunakan untuk pemilihan jenis surfaktan dan optimasi kondisi ultrasonikasi adalah formula P. Tahap pemilihan surfaktan melibatkan asam oleat dan poloxamer 188, dari kedua surfaktan tersebut ternyata polxamer 188 yang memiliki nilai turbiditas lebih rendah yaitu, 11,72 NTU dan dapat menghasilkan 93,05% nanopartikel yang memiliki diameter rata-rata 700,2 nm. Poloxamer 188 sebagai surfaktan terpilih kemudian digunakan dalam tahap optimasi ultrasonikasi. Kondisi ultrasonikasi optimum adalah pada waktu 60 menit dan amplitudo 40 yang menghasilkan turbiditas 6,68 NTU dan 99,79%

8 nanopartikel dengan diameter rata-rata 355,3 nm. Surfaktan terpilih yaitu poloxamer 188 dan kondisi ultrasonikasi optimum, yaitu pada waktu 60 menit dan amplitudo 40 yang digunakan untuk mensintesis nanopartikel pada formula lainnya. Hasil sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen menunjukkan bahwa ketiga formula (P, A, dan B) memiliki nilai turbiditas rendah, yaitu berturut-turut 6,68, 5,90, 5,42 NTU. Ketiga formula tersebut menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak >95% dengan rata-rata ukuran diameter partikel <400 nm dan memiliki rata-rata efisiensi penjerapan ketoprofen >70%. Nilai jumlah nanopartikel dari penelitian ini mengalami peningkatan dari penelitian sebelumnya yang memiliki jumlah nanopartikel tertinggi, yaitu 58% dengan rata-rata ukuran partikel nm. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh jenis surfaktan, waktu dan amplitudo ultrasonikasi, konsentrasi kitosan serta konsentrasi surfaktan yang digunakan, Pencirian dilakukan pada salah satu formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen, yaitu formula B dengan menggunakan SEM, FTIR, dan XRD untuk mengetahui berturut-turut bentuk partikel, gugus fungsi, dan kristalinitasnya. Hasil analisis SEM dari formula B menunjukkan bahwa bentuk partikel dari formula B adalah sferis (bulat) dan tidak mengalami aglomerasi (penggumpalan), sedangkan berdasarkan spektrum FTIR formula sebelum ultrasonikasi (formula Bo) dan setelah ultrasonikasi (formula B) tidak terdapat perbedaan yang mencolok, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses ultrasonikasi tidak merusak senyawa-senyawa yang ada dalam formula, sedangkan hasil analisis XRD menunjukkan terjadinya kenaikan kristalinitas yang membuktikan bahwa terdapat ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan-tpp. Kata kunci: kitosan, nanopartikel, surfaktan, ukuran partikel, ultrasonikasi

9 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

10

11 PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI LIDINIYAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, MSc.

13 HALAMAN PENGESAHAN Judul Penelitian : Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi Nama : Lidiniyah NRP : G Program Studi : Kimia Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Ketua Dr. Laksmi Ambarsari, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 05 Juli 2011 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2011 ini ialah Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi. Ucapan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi S2 Kimia, dan Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral kepada saya, serta kepada Ibu Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan tesis saya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Umi, suami serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan penulis selama menjalani program pascasarjna Kimia. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Juli 2011 Lidiniyah

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 02 Agustus 1986 dari pasangan Bapak H.Ubaidillah dan Ibu Hj. Hulduniyah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciruas Serang dan pada tahun yang sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Lampung dan lulus program S1 pada tahun Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi Beasiswa Utusan Daerah (BUD) yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB.

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xix DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR LAMPIRAN... xxiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Ketoprofen... 5 Nanopartikel Kitosan... 6 Metode Pembuatan Nanopartikel Sonokimia BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Kondisi Ultrasonikasi Optimum Formula Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen terbaik Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Efisiensi Penjerapan Ketoprofen pada Nanopartikel Kitosan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

20

21 DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter mutu kitosan niaga Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas 20 4 Jumlah nanopartikel kitosan berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan turbiditas pada formula PP Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi dan turbiditas Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi material dan turbiditas Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B Hubungan ukuran partikel dengan efisiensi penjerapan... 36

22

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur kimia ketoprofen Beberapa tipe pemuatan obat dalam nanopartikel Struktur kimia kitosan Struktur kimia (a) asam oleat, (b) poloxamer Teori Hot spot kavitasi akustik Strategi penelitian Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP Tingkat kestabilan turbiditas formula P, A, dan B berdasarkan waktu penyimpanan Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan (b) setelah disimpan 20 hari Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula B Difraktogram XRD ( ) kitosan, ( ) formula Bo, ( ) formula B... 34

24

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penentuan mutu kitosan Optimasi formula PO Optimasi formula PP Perbandingan formula PO dan formula PP Pembuatan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen Hasil SEM formula B Spektrum FTIR Penentuan nilai evisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan Hasil analisis PSA... 59

26

27 PENDAHULUAN Latar Belakang Ketoprofen merupakan suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan) yang disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak larut dalam air serta kecepatan disolusi dan bioavilabilitasnya rendah (Alatas et al. 2006). Waktu eliminasinya sangat cepat, yaitu 1,5 2 jam sehingga obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi sampai dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung (Yamada et al 2001; Patil et al. 2005). Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tersebut ialah dengan menjerap ketoprofen dalam bentuk nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat yang terkendali dengan menggunakan biopolimer. Biopolimer yang memiliki sifat biodegradabel dan biokompatibel adalah kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang banyak digunakan sebagai sistem pengantaran obat. Kitosan mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun, memiliki aktivitas antibakteri, mukoadesif, serta mudah diperoleh (Ru et al. 2009). Namun, kitosan merupakan biopolimer yang rapuh sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi fisik untuk meningkatkan kualitas kitosan. Salah satu modifikasi kimia yang banyak dilakukan, yaitu dengan menambahkan senyawa pengikat silang seperti tripolifosfat (TPP). Kekuatan mekanik gel kitosan meningkat dengan penggunaan TPP karena TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu 2002). Sistem pengantaran obat sebaiknya dapat melewati penghalang (barrier) pada sistem metabolisme, dan dapat melepaskan zat aktif di lokasi yang spesifik sebagai target pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi fisik kitosan dengan cara pembentukan nanopartikel (Wahyono et al. 2010). Nanopartikel kitosan diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran cerna setelah pemberian secara oral (Wu et al. 2005). Nanopartikel dapat berpenetrasi di antara pembuluh kapiler maupun sel di dalam tubuh sehingga obat dapat lebih

28 2 tepat sasaran. Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat antikanker, gen, dan vaksin dalam bentuk gel atau lembaran (Thassu et al. 2007). Penelitian tentang nanopartikel kitosan sebagai pengantaran obat telah banyak dilakukan. Kumar (2000) telah menghasilkan nanopartikel kitosan poli(etilen oksida) dengan ukuran partikel nm. Ciri nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis melalui proses gelasi ionik dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et al. (2005). Hasil dari penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar nm dan dapat digunakan sebagai sistem pengantaran amonium glisirrizinat. Keberhasilan sintesis nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan. Perbedaan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) pada surfaktan menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak (Sugita et al. 2010a). Wahyono et al. (2010) menggunakan asam oleat (HLB = 1) sebagai surfaktan dalam sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan menghasilkan 58% nanopartikel dari pengukuran secara manual pada foto SEM. Jumlah nanopartikel yang dihasilkan oleh Wahyono et al. (2010) masih sedikit dan kurang akurat, karena hasil pengukuran ukuran partikel secara manual dengan menggunakan foto SEM tidak dapat menggambarkan keadaan keseluruhan dari kondisi sampel yang dianalisis. Oleh karena itu perlu dicoba penggunaan surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih besar dari asam oleat dan perlu digunakan alat lain untuk mengetahui ukuran partikel yang lebih akurat seperti particle size analyzer (PSA). Surfaktan lain yang digunakan dalam pembentukan nanopartikel adalah poloxamer 188 (HLB = 29). Penggunaan poloxamer 188 dapat membantu menurunkan rata-rata diameter partikel (Memisoglu-Bilensoy et al. 2006). Namun poloxamer 188 belum banyak digunakan dalam sintesis nanopartikel kitosan. Terdapat beberapa metode untuk mensintesis nanopartikel kitosan. Penggunaan gelombang ultrasonik dalam pembentukan nanopartikel merupakan salah satu metode yang efektif. Ultrasonik dengan frekuensi 20 khz 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan sonokimia

29 3 (Sonochemistry). Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Hielscher (2005) berpendapat bahwa penggunaan gelombang ultrasonik dapat menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya amplitudo, konsentrasi dan viskositas. Proses ultrasonikasi dengan amplitudo yang tinggi dan waktu yang lama menghasilkan energi yang besar, energi yang besar dapat menyebabkan proses kavitasi terjadi dengan baik (Tsai et al. 2008). Wahyono et al. (2010) telah meneliti tentang pembuatan nanopartikel kitosan sebagai penyalut ketoprofen. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode ultrasonikasi (130 Watt, frekuensi 20 khz selama 30 menit) dan sentrifugasi (kecepatan rpm selama 2 jam) yang menghasilkan 58% nanopartikel yang memiliki ukuran nm dengan efisiensi penyalutan terhadap ketoprofen sebesar 72,48%. Dengan metode yang digunakan oleh Wahyono et al. (2010) masih menghasilkan mikropartikel sebanyak 42% sehingga metode tersebut perlu diperbaiki agar memperoleh nanopartikel yang lebih banyak dengan menggunakan ragam waktu dan amplitudo ultrasonikasi. Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel kitosan sebagai penjerap ketoprofen dengan menggunakan asam oleat dan poloxamer 188 melalui metode ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo. Komposisi material yang digunakan mengacu pada tiga formula terbaik dari Wahyono et al. (2010) yang menunjukkan ukuran nanopartikel serta efisiensi penjerapan >50%. Penggunaan ragam surfaktan, dan kondisi ultrasonikasi diharapkan dapat mempengaruhi proses kavitasi sehingga diperoleh ukuran nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang lebih banyak dan seragam. Perumusan Masalah Ketoprofen merupakan obat yang sangat bermanfaat sebagai antiinflamasi, analgesik, antipiretik, tetapi memiliki waktu eliminasi yang sangat cepat. Penjerapan ketoprofen dengan kitosan sebagai salah satu cara untuk mengatasi cepatnya waktu eliminasi telah berhasil dilakukan dan menghasilkan jumlah partikel yang berukuran nanometer berdasarkan pengukuran manual dari foto SEM sebesar 58% serta efisiensi penyalutan sebesar 72,48%. Oleh karena itu

30 4 diperlukan modifikasi metode untuk meningkatkan jumlah nanopartikel dan efisiensi penjerapan, yaitu dengan menggunakan surfaktan asam oleat dan poloxamer 188, dan kondisi ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo serta analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan PSA. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh. Hipotesis 1. Penggunaan poloxamer 188 dapat meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan. 2. Peningkatan waktu dan amplitudo ultrasonikasi dapat meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan. 3. Efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan lebih besar dari 60%.

31 TINJAUAN PUSTAKA Ketoprofen Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C 16 H 14 O 3 ; Mr=254,3 g mol -1 ] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat asam propionat. Obat antiinflamasi nonsteroid merupakan obat yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan). Mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, yang merupakan suatu zat yang menyebabkan inflamasi (Alatas et al. 2006). Ketoprofen (Gambar 1) diindikasikan untuk menekan berbagai reaksi inflamasi yang dihubungkan dengan nyeri dan demam. Seperti pada penyakit sendi (rematoid dan osteoarthritis), penyakit gigi dan mulut, paska bedah, paska trauma dan paska persalinan (Valliappan et al. 2006). Dosis oral adalah 75 mg, 3 kali sehari atau 50 mg, 4 kali sehari. Akibat waktu paruh eliminasi yang cepat, maka obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen di dalam lambung telah terakumulasi > 300 mg, maka akan mengakibatkan pendarahan (Patil et al. 2005). Ketoprofen praktis tidak larut dalam air, laju disolusi dan ketersediaan hayatinya rendah (Alatas et al. 2006). Berbagai teknik seperti obat kering, dispersi padat, bakal obat yang larut air atau kompleksasi telah diterapkan untuk meningkatkan kelarutan. Salah satu cara agar ketoprofen tidak terlalu sering dikonsumsi sehingga dapat mengakibatkan pendarahan lambung ialah dengan menyalut ketoprofen sehingga pengantaran obat dapat terkendali. Penyalut yang telah banyak digunakan untuk mengurangi kelemahan ketoprofen adalah kitosan, baik yang termodifikasi maupun yang tidak. Yamada et al (2001) telah Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006).

32 6 menggunakan kitosan sebagai penyalut ketoprofen dalam bentuk mikropartikel. Penelitian lain yang telah dilakukan yaitu mempelajari perilaku disolusi ketoprofen tersalut gel kitosan gom-guar (Amelia 2007), perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat (Sugita et al. 2010b) dan penyalutan ketoprofen dengan kitosan dalam bentuk nanopartikel (Wahyono et al. 2010). Nanopartikel Kitosan Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar nm (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006). Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul (Gambar 2). Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan reaktivitas, kekuatan, sifat listrik, dan perilaku in vivo (Thassu et al. 2007). Mohanraj & Chen (2006) berpendapat bahwa nanopartikel memiliki empat kelebihan dalam penggunaannya sebagai pengantaran obat, yaitu: (1) dapat dengan mudah memanipilasi ciri permukaan serta ukuran partikel sesuai dengan target pengobatan; (2) pelepasan obat dapat diatur dan diperpanjang selama proses transpor obat ke sasaran; (3) memasukkan obat ke dalam sistem nanopartikel dapat dilakukan tanpa reaksi kimia. Hal ini merupakan faktor penting untuk menjaga aktivitas obat; dan (4) berbagai jalur sirkulasi tubuh dapat menggunakan sistem nanopartikel. Polimer nanopartikel yang biodegradabel dan biokompetibel adalah kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Hal tersebut dikarenakan polimer Nanosphere Obat terjebak Obat terjerap Nanokapsul Gambar 2 Beberapa tipe pemuatan obat dalam nanopartikel (Tiyaboonchai 2003).

33 7 nanopartikel diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran pencernaan setelah pemberian secara oral (Wu et al. 2005). Tujuan utama pembuatan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat yaitu untuk mengatur ukuran partikel, sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan yang tepat. Salah satu contoh polimer nanopartikel biodegradabel dan biokompetibel yang banyak digunakan sebagai sistem pengantaran obat adalah kitosan. Kitosan (1,4)-2-amino-2-deoksi-β-D-glukosamin (Gambar 3) merupakan biopolimer polikationik linear terdiri dari D-glukosamin dan N-asetil-Dglukosamin yang dihubungkan oleh ikatan β-(1 4) glikosidik (Prusty 2009). Kitosan memiliki rumus molekul (C 6 H 11 NO 4 )n yang merupakan salah satu dari polimer alam yang bersifat mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun, memiliki aktifitas anti bakteri, mukoadhesif serta mudah diperoleh (Ru et al. 2009). Kitosan larut dalam asam dengan ph dibawah 6,0, yang umum digunakan adalah asam asetat dengan ph sekitar 4,0. Pada ph tinggi, cenderung terjadi pengendapan. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit kation dalam larutan asam organik (Sundar 2010). Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat pada obat antikanker, gen, dan vaksin (Thassu et al. 2007). Dari sudut pandang biofarmasi, kitosan memiliki potensi melayani sebagai peningkat penyerapan di epitel usus untuk mukoadhesif dan meningkatkan permeabilitas (Wu et al. 2005). Kitosan dalam bentuk nanopartikel memiliki kekuatan mekanik dan keteruraian hayati yang lambat sehingga dapat dipakai sebagai pengantar obat. Sebagai Gambar 3 Struktur kimia kitosan.

34 8 pengantar obat antikanker kitosan biasanya dibentuk menjadi gel atau lembaran (Thassu et al. 2007). Agar keaktifan dan kualitas dari kitosan meningkat, maka perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan zat pengikat silang. Zat pengikat silang yang sering digunakan antara lain glutaraldehida dan tripolifosfat. Penggunaan glutaraldehida sebagai zat pengikat silang untuk sistem penghantaran obat umumnya dihindari karena bersifat toksik. Selain itu ikatan silang yang terjadi melalui reaksi pembentukan basa Schiff antara gugus aldehida-ujung pada glutaraldehida dengan gugus amino pada kitosan membentuk imina akan menyebabkan ikatan kimia yang kuat antar polimer kitosan. Pada nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantaran obat, hal ini harus dihindari karena dapat mengakibatkan sulitnya proses pelepasan obat dari dalam nanopartikel kitosan. Umumnya pembentukan ikatan silang ionik antara polikationik kitosan dengan senyawa polianion akan lebih disukai. Tripolifosfat (TPP) yang merupakan senyawa polianion merupakan zat pengikat silang yang baik. Kekuatan mekanik gel kitosan meningkat dengan penggunaan TPP karena TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu 2002). Nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis melalui proses gelasi ionik dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et al. (2005). Hasil dari penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar nm dan dapat digunakan sebagai sistem penghantaran amonium glisirrizinat dengan pelepasan amonium glisirrizinat pada 1 jam pertama sekitar 22,5%. Pelepasan amonium glisirrizinat tergolong sangat lambat hingga mencapai 16 jam, yaitu 37,5%. Modifikasi lain pada gel kitosan dengan penambahan hidrokoloid alami diantaranya dengan gom guar (Amelia 2007) dan alginat (Sugita et al. 2010b) telah digunakan sebagai matriks penghantaran ketoprofen sebagai obat anti inflamasi. Kitosan juga dapat memperbaiki sistem pengantaran ketoprofen dengan cara menyalut obat dalam mikrokapsul (Yamada et al. 2001). Mutu kitosan niaga dapat dilihat dari parameter berikut: nilai viskositas, derajat deasetilasi, kadar air, kadar abu, dan bobot molekul. Beberapa faktor yang

35 9 dapat mempengaruhi viskositas kitosan diantaranya suhu, konsentrasi pelarut, derajat deasetilasi, dan bobot molekul. Kitosan niaga memiliki bobot molekul berkisar antara dan 1, g/mol. Parameter mutu kitosan niaga dapat dilihat pada Tabel 1. Keberhasilan pembentukan nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan zat aktif permukaan (surfaktan) yang berfungsi untuk menurunkan energi antarmuka larutan sehingga mencegah timbulnya agregat-agregat permukaan. Pada pembuatan nanopartikel, surfaktan banyak digunakan karena rata-rata ukuran partikel menurun dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Konsentrasi tinggi surfaktan menurunkan tegangan permukaan dan memudahkan partisi partikel selama homogenisasi. Silva et al (2006) telah menggunakan surfaktan berupa Tween 80, Span 80 dalam proses pembuatan mikrosfer kitosan untuk sistem penghantaran hemoglobin ke dalam tubuh. Kedua surfaktan tersebut dapat menurunkan rerata diameter mikrosfer kitosan, yaitu pada Span 80 dari 132,6 µm menjadi 24,9 µm dan pada Tween 80 dari 198 µm menjadi 181,3 µm. Selain itu, kedua surfaktan tersebut juga dapat menurunkan efisiensi enkapsulasinya. Sebagai sistem pengantaran obat penggunaan surfaktan dengan penambahan zat kimia tertentu memiliki kelemahan yaitu toksisitas yang tinggi (Tarirai 2005). Oleh karena itu, sistem penghantaran obat harus dibuat dari material yang memiliki tingkat toksisitas rendah. Senyawa yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai surfaktan dalam pembuatan nanopartikel kitosan adalah asam oleat dan poloxamer 188 (Gambar 4). Tabel 1 Parameter mutu kitosan niaga (Wahyono et al. 2010) Parameter Ciri Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Kadar air 10% Kadar abu 2% Derajat deasetilasi 70% Warna larutan tidak berwarna Viskositas (cp): Rendah < 200 Medium Tinggi Sangat tinggi >2000

36 10 (a) (b) Gambar 4 Struktur kimia (a) asam oleat, (b) poloxamer 188 (x = 80, y = 27, dan z = 80). Asam oleat (C 18 H 34 O 2 ) merupakan salah satu asam lemak tak jenuh. Bobot molekul 282,47 g/mol, titik leleh 4 o C, titik didih 286 o C, dan densitas 0, 895 g/cm 3. Asam oleat membentuk sabun jika direaksikan dengan basa dan sering digunakan sebagai zat pengemulsi (emulsifying agent) pada makanan dan dapat memperbaiki ketersediaan obat-obat yang kurang larut di dalam air (Tarirai 2005). Asam oleat (Gambar 4a) yang merupakan surfaktan alami juga digunakan dalam pembentukan nanopartikel kitosan (Wahyono et al. 2010). Poloksamer 188 (HO(CH 2 2CH 2 O) 80 (CH 2 CH(CH 3 3)O) 27 (CH 2 CH 2 O) 80 H) merupakan kopolimer polioksietilen-polioksipropilen nonionik yang dengan rantai polioksietilen bersifat hidrofilik, sementara rantai polioksipropilen bersifat hidrofobik (Chen et al. 2004). Poloxamer 188 (Gambar 4b) yang biasa disebut dengan pluronic F 68 atau lutrol F 68 merupakan surfaktan nonionik yang banyak diaplikasikan dalam bidang farmasi sebagai emulsifier, solubilizer dan penstabil suspensi dalam bentuk dosis liquid oral, topical dan parenteral. Penggunaan dalam bentuk padat berperan sebagai wetting agent, plasticizer, dan dapat meningkatkan kelarutan serta bioavilabilitas pada obat yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah dalam air (Yen et al. 2008). Peranan penting poloxamer 188 atau pluronic F 68 dalam sistem nanopartikel yaitu sebagai penstabil sistem, menurunkan diameter partikel dan indeks polidispersitas (Memisoglu-Bilensoy et al. 2006). Metode Pembuatan Nanopartikel Nanopartikel dibuat dengan tiga teknik yaitu dispersi polimer, polimerisasi monomer, dan proses gelasi ionik ( Mohanraj & Chen 2006). Teknik dispersi polimer dilakukan dengann beberapa cara diantaranya metode evaporasi pelarut dan metode difusi pelarut. Pada metode evaporasi pelarut polimer dan obat yang digunakan masing-masing dilarutkan dalam pelarut organik kemudian

37 11 ditambahkan surfaktan agar membentuk emulsi minyak dalam air, stelah itu dilakukan penguapan pelarut. Pada teknik polimerisasi, monomer di polimerisasi dalam larutan berair untuk membentuk nanopartikel. Kemudian suspensi nanopartikel dipisahkan dari zat penstabil dan surfaktan dengan menggunakan sentrifugasi. Pada teknik gelasi ionik dilakukan pencampuran antara polimer yang bersifat polikation dengan polianion. Menurut Tiyaboonchai (2003) nanopartikel dapat dibuat dengan empat metode. Metode tersebut diantaranya gelasi ionik, mikroemulsi, difusi emulsifikasi pelarut dan komplek polielektrolit. Metode yang berkembang luas adalah metode gelasi ionik (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006) dan metode pembentukan kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai 2003). Pada metode gelasi ionik, dilakukan pencampuran polikation kitosan dengan polianion sodium tripolifosfat yang mengakibatkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dan muatan negatif pada TPP. Beberapa peneliti yang menggunakan metode gelasi ionik kitosan dengan TPP antara lain: Kumar (2000) dalam pembentukan nanopartikel kitosan poli(etilen oksida), ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar nm. Wu et al (2005) melakukan pembentukan nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat menghasilkan ukuran nanopartikel nm. Proses homogenisasi pada metode gelasi inonik ini dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu kamar. Wahyono et al. (2010) melakukan proses homogenisasi material yang digunakan pada pembentukan nanopartikel dengan menggunakan metode ultrasonikasi. Sonokimia Spektrum suara (Sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 khz 10 MHz. Ultrasonik dibagi menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah ( khz), frekuensi menengah (100 khz 1 MHz), dan frekuensi tinggi (1 10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20 khz 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan sonokimia (Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal (Schroeder et al. 2009).

38 12 Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Pada fenomena kavitasi suara ultrasonik yang menjalar di dalam medium cair memiliki kemampuan untuk membangkitkan gelembung atau rongga (cavity) di dalam medium cair tersebut. Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada medium cairan terjadi siklus regangan dan rapatan. Turunnnya tekanan mengakibatkan terjadinya regangan sehingga membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang ultrasonik, sehingga gelembung tersebut dapat memuai sampai ukuran maksimum dan akhirnya pecah (Hielscher 2005). Menurut Schroeder et al. (2009) pecahnya gelembung mengakibatkan terjadinya kondisi ekstrem yaitu kenaikan suhu lokal mencapai suhu 5000 K serta kenaikan tekanan mencapai 1000 atm dengan kecepatan pemanasan sampai pendinginan >10 10 K/s. Kondisi ekstrem ini menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan kimia yang disebut dengan teori Hot Spot (Gambar 5). Kavitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: amplitudo, suhu, tekanan, konsentrasi dan viskositas (Hielscher 2005). Sedangkan menurut Gronroos (2010) faktor yang mempengaruhi proses kavitasi adalah: frekuensi, intensitas, pelarut, suhu, tekanan, penghancuran gas dan partikel, serta kelemahan pada alat ultrasonik. Kenaikan frekuensi ultrasonik mengakibatkan menurunnya pembentukan gelembung kavitasi. Dengan frekuensi tinggi maka periodenya lebih pendek, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses kavitasi tidak mencukupi. Pada frekuensi yang mendekati 10 MHz proses kavitasi tidak terbentuk (Gronroos 2010). Untuk ultrasonik seperti gelombang suara, panjang gelombang (λ) berhubungan dengan cepat rambat suara (Vs) dalam medium dan frekuensi (f) yang dinyatakan pada persamaan (1). = λ.(1) Menurut Groonroos (2010) intensitas ultrasonik merupakan salah satu faktor penting pada proses kavitasi. Intensitas diartikan sebagai jumlah energi yang mengalir per luas area, yang dinyatakan dengan persamaan (2) berikut: = (2)

39 13 dimana E adalah energi dan Vs adalah cepat rambat suara. Hielscher (2005) menyatakan bahwa intensitas bergantung pada amplitudo (A), tekanan (P), volume reaktor (V R ), temperatur (T), viskositas (η) dan lain-lain yang dinyatankan pada persamaan (3). [ / ]= (A[μ ],P[ ],V [ ],T[ C], η[cp],.(3) Tang et al (2003) melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-tpp dengan menggunakan ragam amplitudo (20, 40, 60 dan 80) selama (2, 5, 8 dan 10 menit), hasil yang diperoleh ternyata proses ultrasonikasi dapat menurunkan ratarata diameter partikel. Penelitian tersebut juga dapat membuktikan bahwa semakin meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu menurunkan rata-rata diameter partikel. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tsai et al. (2008), yaitu semakin lama proses ultrasonikasi pada kitosan-tpp diameter partikel yang diperoleh semakin menurun. Faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan (Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005). Pada penelitian dengan efek ultrasonik banyak menggunakan peralatan yang berbentuk probe. Alat tipe probe ini merupakan alat yang paling akurat dan efektif Gambar 5 Teori Hot spot kavitasi akustik.

40 14 untuk skala laboratorium karena alat ini dapat menghasilkan gelombang ultrasonik dengan intensitas tinggi yaitu W/cm 2 serta mudah dikontrol pada suhu ruang dan tekanan atmosfer. Peralatan komersial lainnya yaitu tipe cleaning bath yang memiliki intensitas rendah (~ 1 W/cm 2 ). Oleh sebab itu peralatan ultrasonik tipe probe banyak dingunakan dalam pembuatan nanopartikel (Wahyono et al. 2010).

41 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dari bulan Januari sampai Mei 2011 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik IPB, Laboratorium Kimia Fisik IPB, Laboratorium Biofisik IPB, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Balai Inkubator Teknologi (BIT) BPPT Gedung 410 ruang 129 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, PT BIN BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Pusat Antar Universitas (PAU) IPB, Laboratorium Geologi Quarterner PPGL Bandung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah kitosan udang (C 6 H 11 NO 4 )n dari Bratachem (kadar air 9,94%, kadar abu 0,61%, derajat deasetilasi 77,26%, dan bobot molekul g/mol), ketoprofen (C 16 H 14 O 3 ) dari PT. Kalbe Farma, asam oleat, poloxamer 188, buffer fosfat ph 7,2, natrium Tripolifosfat (STPP). Alat yang digunakan di antaranya homogenyzer Ultra-Turax T8, Turbidimeter jenis 2100 P, Viscometer TV-10, ultrasonic processor Cole Parmer 130 Watt 20 khz jenis probe CV 18, sentrifusa kecepatan tinggi Himac CR 21G, particle size analyzer Delsa Nano C, pengering semprot Buchi 190, FTIR jenis Perkin Elmer seri SpectrumOne, spektrofotometer UV-Vis jenis UV-1700 PharmaSpec, pengocok, SEM JEOLJSM-6360LA, ph meter Toa HM-20S, dan XRD PW 1710 Philips. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan, optimasi kondisi ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik, pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan. 1. Pemilihan jenis surfaktan Pemilihan jenis surfaktan dilakukan dengan menggunakan formula P (Tabel 2). Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188

42 16 (formula PP). Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2%, ketoprofen dan asam oleat dilarutkan dalam etanol, sedangkan TPP dan poloxamer 188 masingmasing dilarutkan dalam air bebas ion. Ke dalam 100 ml larutan kitosan ditambahkan 40 ml TPP sambil dihomogenkan dengan kecepatan rpm selama 5 menit untuk mendapatkan kitosan yang terikat silang dengan TPP, kemudian ditambahkan 40 ml ketoprofen dengan konsentrasi 0,2 mg/ml dan 20 ml surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188), lalu dihomogenkan kembali. Formula yang telah homogen diukur nilai turbiditasnya (T0) dan viskositasnya. Partikel yang ada dalam formula kemudian dipecah dengan proses ultrasonikasi. Masing-masing formula diultrasonikasi pada kondisi yang sama yaitu tiap 25 ml menggunakan gelas piala 50 ml selama 30 menit (Wahyono et al. 2010) dengan amplitudo 20, 30 dan 40. Setelah diultrasonikasi, diukur kembali nilai turbiditasnya (Ta) dan selanjutnya disentrifugasi selama 2 jam dengan kecepatan rpm untuk memisahkan partikel yang masih berukuran besar. Supernatan yang diperoleh diukur turbiditasnya (Tb) dan formula yang memiliki turbiditas terkecil yang kemudian dianalisis dengan menggunakan PSA untuk mengetahui ukuran partikelnya. Jenis surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel. 2. Optimasi kondisi ultrasonikasi Optimasi kondisi ultrasonikasi dilakukan dengan menggunakan formula P dan surfaktan terpilih dari tahap 1. Proses yang dilakukan sama dengan tahap 1, tetapi proses ultrasonikasi dilakukan pada kondisi yang beragam. Ultrasonikasi dilakukan dengan ragam waktu (10, 20, 30, 45, dan 60 menit) dan ragam amplitudo (20, 30 dan 40). Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah partikel berukuran nm terbanyak. 3. Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik ini menggunakan tiga formula terbaik Wahyono et al. (2010) dengan komposisi material terdapat pada Tabel 2. Pada tahap ini digunakan surfaktan terpilih dengan kondisi ultrasonikasi optimum dari tahap 1 dan 2. Formula terpilih

43 17 adalah formula yang menghasilkan nilai turbiditas dan rata-rata diameter partikel terkecil. Tabel 2 Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan (Wahyono et al. 2010) Formula Kitosan TPP Ketoprofen Surfaktan % (b/v) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) P 3,00 0,84 0,20 1,50 A 2,50 0,84 0,20 0,10 B 2,50 0,84 0,20 0,80 4. Pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen (Sundar 2010) Ukuran partikel kitosan terisi ketoprofen dianalisis dengan menggunakan PSA. Sedangkan karakteristik bentuk partikel, gugus fungsi dan kristalinitasnya berturut-turut dianalisis dengan menggunakan SEM, FTIR dan XRD yang menggunakan formula yang telah dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunkan pengering semprot. 5. Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel (Wahyono et al. 2010) Sebanyak 25 mg nanopartikel kitosan ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 ml bufer fosfat ph 7,2. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada λ maks 259,8. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva standar. Kurva standar dibuat dengan cara larutan ketoprofen dalam bufer fosfat ph 7,2 dengan konsentrasi 1-10 mg/l diukur absorbansnya pada λ maks 259,8. Data yang diperoleh merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan absorbansnya. Sebagai koreksi diukur juga nanopartikel kitosan kosong atau tanpa penambahan ketoprofen. Efisiensi penjerapan dihitung dengan menggunakan persamaan (4): (x mg L 1 L 1000 ml vol. ekstraksi a mg b mg) EP = 100%. (4) Massa ketoprofen awal (mg). dengan: x = nilai konsentrasi ketoprofen dalam formula a = massa total nanopartikel yang diperoleh b = massa nanopartikel yang digunakan untuk penentuan efisiensi

44 18 Kitosan TPP Ketoprofen Poloxamer Asam asetat 2% + Air bebas ion + Etanol + Air bebas ion Kitosan terikat silang dengan TPP Homogenisasi (13500 rpm, 5 mnt) Viskositas Ultrasonikasi (t= 60 mnt, A= 40) Turbiditas Sentrifugasi (19900 rpm, 2 jam) Supernatan PSA Spray Dry SEM FTIR Efisiensi Penjerapan XRD Gambar 6 Strategi penelitian.

45 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188 (formula PP). Surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel. Pembuatan nanopartikel pada formula PO dan PP menggunakan metode homogenisasi, ultrasonikasi dan sentrifugasi. Proses homogenisasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit dilakukan pada saat mencampurkan kitosan dengan TPP untuk mempercepat terbentuknya ikatan silang kitosan-tpp, dan dilakukan pada saat mencampurkan ketoprofen dan surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188) kedalam kitosan-tpp. Proses homogenisasi juga membantu mempermudah dan mempercepat pembentukan emulsi antara kitosan-tpp dan ketoprofen dengan menggunakan surfaktan asam oleat atau poloxamer 188. Setelah terbentuk formula yang homogen dilakukan pemecahan partikel dengan cara ultrasonikasi. Proses ultrasonikasi pada formula PO dan PP dilakukan selama 30 menit dengan ragam amplitudo 20, 30, dan 40. Pemisahan partikel yang masih berukuran besar dilakukan dengan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 jam. Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi kemudian dianalisis nilai turbiditasnya dengan menggunakan turbidimeter. Parameter awal untuk memprediksikan telah terjadi degradasi kitosan menjadi molekul yang lebih kecil adalah dengan mengukur turbiditasnya. Secara visual formula PO1 dan PP7 yang keduanya diultrasonikasi pada amplitudo 20 selama 30 menit menghasilkan penampilan yang berbeda. Formula PO1 tampak Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

46 20 lebih keruh dibandingkan formula PP7 (Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 tersebut diprediksikan bahwa formula PP7 memiliki turbiditas dan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan formula PO1. Pengukuran turbiditas dilakukan pada masing-masing formula tiap setelah homogenisasi (T0), setelah ultrasonikasi (Ta), dan setelah sentrifugasi (Tb). Semakin kecil nilai turbiditas diasumsikan ukuran partikel yang ada didalam formula juga semakin kecil. Setelah dianalisis menggunkanan turbidimeter, ternyata formula PO memiliki turbiditas yang lebih besar dibandingkan dengan formula PP (Tabel 3). Turbiditas terendah pada formula PO adalah 121,60 NTU (formula PO1) yang diultrasonikasi selama 30 menit dengan amplitudo 20. Oleh karena itu formula PO1 dianalisis dengan menggunakan PSA untuk mengetahui ukran partikel yang sebenarnya. Agar dapat diketahui pengaruh dari jenis surfaktan yang digunakan, maka formula PP yang dianalisis dengan menggunakan PSA adalah formula yang diultrasonikasi dengan kondisi yang sama pada formula PO1 yaitu formula PP7. Tabel 3 Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas Formula Ultrasonikasi Tb t (menit) A E (Joule) (NTU) PO ,60 PO ,60 PO ,80 PP ,72 PP ,64 PP ,54 PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188. Walaupun proses ultrasonikasi dilakukan dengan kondisi yang sama pada formula PO1 dan PP7, hasil analisis PSA membuktikan bahwa formula PO1 tidak dapat menghasilkan nanopartikel sedangkan formula PP7 menghasilkan 93,05% nanopartikel yang berukuran 700,2 nm (Tabel 4). Wahyono et al. (2010) menggunakan asam oleat dan ultrasonikasi selama 30 menit yang menghasilkan 58,08% nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Namun penentuan jumlah nanopartikel pada penelitian tersebut dilakukan dengan cara perhitungan manual pada foto SEM dari masing-masing formula yang disintesis. Asam oleat tidak

47 21 mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih banyak, karena asam oleat memiliki HLB lebih rendah dari poloxamer 188. Nilai HLB asam oleat adalah 1 sedangkan poloxamer 188 adalah 29. Nilai HLB sangat mempengaruhi kestabilan partikel dalam medium cairan. Semakin tinggi nilai HLB dari surfaktan, maka semakin mampu menstabilkan partikel yang ada dalam medium air. Surfaktan dengan nilai HLB >8 akan mempromosikan jenis emulsi tipe o/w (Birdi 2010). Tiap formula yang dibuat pada penelitian ini termasuk tipe emulsi o/w yang mengandung sekitar 75% air sehingga poloxamer 188 lebih mampu menstabilkan formula dibandingkan dengan asam oleat. Kestabilan turbiditas dari formula PO diamati selama 7 hari dan ternyata semakin lama waktu penyimpanan mengakibatkan semakin naiknya nilai turbiditas, bahkan pada hari ke-7 nilai turbiditas dari setiap formula PO mendekati nilai turbiditas sebelum dilakukan proses ultrasonikasi (Lampiran 2b). Tabel 4 Jumlah nanopartikel berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas Formula Ultrasonikasi Kisaran Tb t E diameter Rata-rata (nm) Nano A (NTU) (mnt) (Joule) partikel (nm) (%) PO , , , ,5 ± 183,7 0,00 PP ,72 529, ,80 700,2 ± 200,7 93,05 PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188. Sugita et al. (2010a) melakukan sintesis nanoenkapsulasi ketoprofen tersalut kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi surfaktan. Surfaktan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah Tween 80 (HLB = 15) dan Span 80 (HLB = 4,3). Jumlah nanokapsul tertinggi ternyata diperoleh pada konsentrasi surfaktan 3% v/v, pada formula dengan menggunakan Tween 80 menghasilkan 53,23% nanokapsul sedangkan formula yang menggunakan Span 80 hanya menghasilkan 34,31% nanokapsul, dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa penggunaan surfaktan dengan nilai HLB yang lebih besar dapat membantu memperbanyak partikel berukuran nanometer yang dihasilkan. Penggunaan poloxamer 188 sebagai surfaktan lebih efektif dibandingkan dengan asam oleat. Poloxamer 188 dapat membantu dalam pembentukan nanopartikel. Memisoglu- Bilensoy et al (2006) menyatakan bahwa adanya pluronic F68 (poloxamer 188) dalam sistem nanopartikel memainkan pernan penting tidak hanya sebagai

48 22 penstabil sistem, tetapi tentunya mereduksi ukuran partikel. Oleh karena itu surfaktan terpilih adalah poloxamer 188 karena menghasilkan nilai turbiditas lebih rendah dan dapat membantu dalam pembentukan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Kondisi Ultrasonikasi Optimum Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang dapat menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah partikel berukuran nm terbanyak. Untuk mengetahui kondisi ultrasonikasi yang optimal, maka formula PP diultasonikasi dengan menggunakan ragam waktu (10, 20, 30, 45 dan 60 menit) dan amplitudo (20, 30 dan 40). Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang digunakan pada formula PP akan menghasilkan energi yang semakin tinggi (Gambar 8). Tang et al. (2003) dan Tsai et al (2008) menyatakan bahwa penggunaan waktu yang lebih lama dan amplitudo yang tinggi pada proses ultrasonikasi, memiliki energi yang lebih banyak dalam pembentukan efek kavitasi. Energi ultrasonikasi yang besar diharapkan proses pemecahan partikel berjalan dengan baik. Pengukuran nilai turbiditas dilakukan pada masingmasing formula untuk memprediksikan ukuran partikel. Semakin kecil nilai turbiditas suatu formula menunjukkan proses kavitasi berjalan dengan baik sehingga ukuran partikelnya semakin kecil. Tabel 5 memperlihatkan hubungan antara waktu, amplitudo serta energi ultrasonikasi terhadap turbiditas dari suatu formula. Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi pada formula PP menghasilkan energi yang semakin tinggi dan turbiditas yang rendah Energi (Joule) menit 20 menit 30 menit 45 menit 60 menit Amplitudo Gambar 8 Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP

49 23 Tabel 5 Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP Formula ultrasonikasi Tb t (menit) A E (Joule) (NTU) PP ,09 PP ,81 PP ,02 PP PP ,77 PP ,25 PP ,72 PP ,64 PP ,54 PP ,22 PP ,56 PP ,88 PP ,88 PP ,13 PP ,68 Analisis dengan menggunkan PSA juga dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel yang sebenarnya. Hasil analisis PSA kemudian dibandingkan dengan nilai turbiditas dari masing-masing formula untuk membuktikan bahwa semakin kecil nilai turbiditas suatu formula, maka ukuran partikelnya juga semakin kecil. Tabel 6 menggambarkan bahwa semakin tinggi waktu dan amplitudo yang digunakan menghasilkan energi yang semakin tinggi. Energi yang tinggi menghasilkan turbiditas yang rendah dan ukuran partikel yang kecil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Tang et al (2003) yang melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-tpp, dan dapat dibuktikan bahwa semakin meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu menurunkan diameter rata-rata partikel. Tsai et al. (2008) juga membuktikan bahwa semakin tinggi waktu radiasi ultrasonik dapat menurunkan diameter rata-rata partikel kitosan-tpp. Berdasarkan Tabel 6 formula yang memiliki ukuran partikel lebih kecil adalah formula PP15 (rata-rata diameter partikelnya 355,3±101,1 nm) yang diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Kondisi ultrasonikasi optimum adalah pada waktu 60 menit dengan amplitudo 40 yang menghasilkan turbiditas dan ukuran partikel terkecil. Kondisi ultrasonikasi optimum ini yang kemudian digunakan untuk mensintesis nanopartikel pada formula lainnya.

50 24 Tabel 6 Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan turbiditas pada formula PP Ultrasonikasi Kisaran Tb Formula t E diameter Rata-rata (nm) Nano A (NTU) (mnt) (Joule) partikel (nm) (%) PP ,72 529, ,80 700,2 ± 200,7 93,05 PP ,54 473, ,80 638,3 ± 151,5 97,07 PP ,68 275, ,30 355,3 ± 101,1 99,79 Formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik menggunakan tiga formula dari Wahyono et al. (2010) yang memiliki jumlah nanopartikel dan efisiensi penjerapan >50% (Tabel 2). Penggunaan kitosan dikarenakan kitosan merupakan biopolimer yang tidak beracun, mudah terdegradasi, dan biokompatibel yang banyak digunakan sebagai pengantar obat (Ru et al. 2009). Namun kitosan bersifat rapuh, sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi fisik. Untuk memperkuat matriks kitosan digunakan TPP yang merupakan senyawa pengikat silang yang bersifat tidak beracun. Kitosan-TPP telah digunakan oleh Wahyono et al. (2010) dan Sugita et al. (2010a) sebagai penyalut ketoprofen. Obat anti inflamasi ketoprofen memiliki waktu eliminasi yang cepat yaitu 1,5 2 jam sehingga perlu disalut oleh kitosan- TPP agar pelepasan ketoprofen dalam tubuh lebih terkendali. Agar lebih tepat sasaran dan dapat melewati penghalang pada sistem metabolisme perlu dilakukan modifikasi fisik yaitu pembentukan nanopartikel. Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat antara lain (1) ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan; (2) nanopartikel mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke sasaran; (3) obat dapat dimasukan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia; dan (4) sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan, karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan di bawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj & Chen 2006). Nanoteknologi pada formulasi obat tidak hanya mempertinggi absorpsi pada obat dengan kelarutan rendah dalam air tetapi memperbaiki keefektifan pengobatan obat dalam penelitian farmasi. Formulasi nanopartikel adalah suatu hal baru dalam

51 25 sistem pengantaran obat dengan memiliki keuntungan yang bermacam-macam, mencakup meningkatnya kelarutan obat, meningkatkan kecepatan disolusi, memperbaiki bioavailabilitas, dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk efek sesuatu, dibandingkan dengan obat kasar atau ukuran mikro (Yen et al. 2008). Tabel 7 Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi, dan turbiditas Formula Konsentrasi* Viskositas Ē Tb C P-188 (cp) (Joule) (NTU) (%b/v) (mg/ml) P 3,00 1,50 14, ,68 A 2,50 0,10 12, ,90 B 2,50 0,80 12, ,42 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit. Ketiga formula yang disintesis menggunakan poloxamer 188 sebagai surfaktan dan diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Tiga formula yang disintesis menghasilkan energi dan turbiditas yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi ultrasonikasi dan surfaktan yang sama (Tabel 7). Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi material yang terkandung dari masing-masing formula. Penggunaan kitosan 3% b/v pada formula P memiliki nilai viskositas lebih tinggi dibandingkan dengan formula A dan B yang menggunakan kitosan 2,5% b/v. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan maka formula yang dihasilkan semakin kental (nilai viskositasnya tinggi). Nilai viskositas berbanding terbalik dengan energi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi. Menurut Gronroos et al. (2001) semakin tinggi energi ultrasonikasi yang digunakan menghasilkan viskositas yang semakin menurun. Formula yang memiliki nilai viskositas rendah memiliki energi yang tinggi dan memiliki turbiditas yang rendah. Rendahnya nilai viskositas dapat mempermudah terjadinya gelembung kavitasi. Ketika gelombang ultrasonik merambat dengan amplitudo tinggi pada medium cairan yang memiliki viskositas rendah akan menghasilkan gelembung kavitasi yang cukup besar dan menghasilkan energi yang cukup tinggi untuk mereduksi ukuran partikel. Nilai viskositas berbanding lurus dengan nilai konsentrasi kitosan. Konsentrasi kitosan yang lebih tinggi menghasilkan viskositas tinggi, energi ultrasonikasi rendah dan

52 26 turbiditas tinggi. Berdasarkan Tabel 7 formula P memiliki konsentrasi kitosan tertinggi yaitu 3% b/v sehingga memiliki turbiditas teringgi pula dibandingkan formula A dan formula B yaitu 6,68 NTU. Maka dapat diindikasikan bahwa formula P memiliki ukuran diameter partikel lebih tinggi dari formula A dan formula B. Selain konsentrasi kitosan dan viskositas formula, faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan (Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005). Formula P, A, dan B merupakan emulsi o/w yang masingmasing mengandung 75% air, sehingga memerlukan surfaktan dengan nilai HLB lebih besar dari 8 yang mampu menstabilkan emulsi pada medium berair (tipe o/w). Poloxamer 188 memiliki HLB = 29, sehingga poloxamer 188 mampu menurunkan tegangan permukaan pada saat terjadi proses kavitasi dan mampu menstabilkan partikel sehingga tidak terjadi aglomerasi (penggumpalan). Berdasarkan Tabel 8 dapat diduga bahwa formula B memiliki ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan formula P dan A, karena formula B memiliki nilai turbiditas terkecil. Oleh karena itu untuk mengetahui ukuran partikel sebenarnya dilakukan analisis dengan menggunakan PSA. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode analisa gambar (mikrografi) dengan menggunakan SEM, TEM dan AFM terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada metode PSA, partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil

53 27 pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Pengukuran diameter partikel pada penelitian ini menggunakan metode particle size analyzer (PSA) dengan menggunakan alat Delsa Nano C yang memiliki kisaran pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer dengan berat molekul minimal 267 Dalton dan konsentrasi 1 40 ppm. Hasil analisis PSA terdapat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi material, dan turbiditas Konsentrasi* Tb Kisaran diameter C P-188 Rata-rata (nm) Nano (NTU) partikel (nm) (%b/v) (mg/ml) (%) Formula P 3,00 1,50 6,68 275, ,30 355,3 ± 101,1 99,79 0,30 A 2,50 0,10 5,90 79,90-452,70 104,2 ± 30, ,39 B 2,50 0,80 5,42 60,40-340,10 78,2 ± 22, ,24 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit. Berdasarkan Tabel 8 nampak bahwa proses ultrasonikasi dapat menurunkan rata-rata diameter partikel. Ukuran nanopartikel yang diperoleh dipengaruhi oleh amplitudo, waktu radiasi ultrasonik, energi yang dihasilkan setelah ultrasonikasi, suhu larutan dan konsentrasi kitosan (Tang et al. 2003; Tsai et al. 2011). Ketiga formula yang disintesis menghasilkan jumlah nanopartikel yang banyak. Namun dari ketiganya memberikan distribusi ukuran partikel yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi yang sama yaitu homogenisasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit, ultrasonikasi dengan amplitudo 40 selama 60 menit, dan sentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 jam. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi material yang terkandung dalam formula masingmasing. Formula P yang memiliki konsentrasi kitosan 3% b/v menghasilkan ukuran rata-rata diameter partikel yang lebih besar (355,3 ± 101,1 nm) dibandingkan dengan formula A (104,2 ± 30,4 nm) dan formula B (78,2 ± 22,1 nm) yang masing-masing memiliki konsentrasi kitosan 2,5% b/v. Tsai et al. (2011) melakukan proses ultrasonikasi dengan daya 29 W selama 4 menit pada suhu 25⁰C pada kitosan-tpp dengan ragam konsentrasi 1, 2, 4 dan 10 mg/ml, IP

54 28 menghasilkan rata-rata diameter parikel berturut-turut 92,7±0,8, 127,8±0,3, 205,3±0,5, 709,2±1,7 nm. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa rata-rata diameter nanopartikel yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan. Selain konsentrasi kitosan yang dapat mempengaruhi ukuran diameter partikel, konsentrasi poloxamer 188 memiliki peranan penting dalam mereduksi ukuran partikel. Berdasarkan Tabel 8 pada konsentrasi kitosan yang sama yaitu 2,5% b/v dapat menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak 100%. Namun formula B yang memiliki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi yaitu 0,80 mg/ml menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan formula A yang mengandung 0,10 mg/ml poloxamer 188. Semakin besar konsentrasi poloxamer 188 maka ukuran partikel yang dihasilkan juga semakin kecil karena poloxamer 188 membantu mengurangi tegangan permukaan pada saat terbentuknya gelembung kavitasi dalam proses ultrasonikasi, sehingga dapat terbentuk gelembung yang besar namun tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Cuscuta chinensis sukses dijadikan nanopartikel dengan menggunakan Pluronic F 68 (poloxamer 188) dengan ukuran rata-rata diameter 267,6 ± 4,4 nm dan nilai indeks polidispersitas 0,173 ± 0,041 dengan stabilitas nanopartikel yang cukup (Yen et al. 2008), hal tersebut diduga karena poloxamer 188 dapat larut dalam air, surfaktan nonionik kopolimer digunakan luas sebagai agen pelarut, emulsifier, dan penstabil suspensi untuk dosis dalam bentuk oral atau larutan, karena memiliki dua rantai hidrofilik polioksietilen yang berhubungan dengan rantai hidrofobik polioksipropilen (Chen et al. 2004; Shah et al. 2007). Selain mengukur ukuran diameter partikel PSA juga dapat digunakan untuk mengetahui indeks polidispersitas (IP) yang merupakan ukuran lebarnya distribusi ukuran partikel. Untuk nilai IP yang lebih kecil dari 0,3, mengindikasikan sampel tersebut memiliki distribusi yang sempit dan juga menunjukkan formula nanopartikel yang sangat baik (Yen et al. 2008). Dari ketiga formula yang disintesis, formula B yang memiliki nilai IP terkecil yaitu 0,240, maka formula B dapat dinyatakan sebagai formula nanopartikel yang sangat baik.

55 29 Ukuran partikel berbanding lurus dengan nilai turbiditas pada formula yang disintesis dalam penelitian ini. Dengan kata lain semakin tinggi nilai turbiditas suatu formula maka ukuran partikelnya juga semakin tinggi. Oleh karena itu untuk mengetahui kestabilan ukuran partikel dilakukan pengontrolan nilai turbiditas selama 20 hari pada masing-masing formula dengan waktu pengukuran tiap 2 hari. Gambar 9 menunjukkan bahwa formula P dengan konsentrasi poloxamer 188 tertinggi yaitu 1,5 mg/ml merupakan formula yang paling stabil karena pada formula P dapat memperlambat peningkatan nilai turbiditas. Tingginya konsentrasi surfaktan dapat membantu stabilitas ukuran partikel karena surfaktan dapat mengurangi kemampuan partikel untuk mengalami aglomerasi (penggumpalan). Secara visual juga dapat terlihat bahwa formula yang telah disimpan selama 20 hari terlihat lebih keruh dibandingkan dengan formula yang segar (Gambar 10). Hasil penelitian ini sesuai denga Tsai et al. (2011) yang melakukan penyimpanan pada nanopartikel kitosan-tpp dengan konsentrasi kitosan 1 mg/ml selama 0, 1, 3, 6 dan 10 hari, ternyata setelah dilakukan penyimanan ukuran partikel mengalami kenaikan berturut-turut 92,7±0,8, 93,6±1,1, 94,1±0,3, 94,3±0,2, dan 94,8±0,8 nm. Begitu juga dengan konsentrasi kitosan 2 mg/ml yang dengan waktu penyimpanan 0, 1, 3, 6 dan 10 hari ukuran partikelnya berturut-turut 112,7±0,3, 113,5±0,1, 114,7±0,4, 116,0±0,4, dan 116,4±0,2 nm. Semakin meningkatnya nilai turbiditas dari formula selama proses penyimpanan disumsikan ukuran partikel dari formula tersebut semakin besar. Turbiditas (NTU) 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0, Penyimpanan (hari) Formula p Formula A Formula B Gambar 9 Tingkat kestabilan turbiditas formula P, A, dan B berdasarkan waktu penyimpanan.

56 30 (a) (b) Gambar 10 Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan, dan (b) setelah disimpan 20 hari. Karakterisasi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen Analisis SEM Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang terbentuk dapat dibedakan secara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Analisis SEM ini berfungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel kitosan yang ditampilkan melalui sebuah gambar. Berdasarkan pencirian formula B dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2000 memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang seragam dan sebagian besar berbentuk sferis serta tidak mengalami aglomerasi (Gambar 11). Oleh karena itu untuk memperoleh ukuran partikel yang kecil dan seragam diperlukan formula yang memiliki nilai turbiditas kecil. Gambar 11 Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran Analisis FTIR Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan analisis FTIR. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi dari kitosan dan ketoprofen setelah diformulasi. Selain itu analisis FTIR juga digunakan untuk membandingkan apakah terjadi kerusakan pada formula yang

57 31 diindikasikan dari munculnya pita baru yang berasal dari terbentuk atau terputusnya ikatan yang tidak diinginkan akibat tingginya energi dan suhu yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi. Laboratory Test Result kitosan (a) 1 ketoprofen (b) %T sampel (c) 2 sampel (d) cm-1 Gambar 12 Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula B. Tabel 9 Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B Bilangan Gelombang (cm -1 ) Getaran Silverstein Formula Formula Kitosan Ketoprofen (2005) Bo B ν(o H) , ,03- ν(n H)amina ; , ,15 β(o H) , , ,17 ν(c O C) , , ,53 ν(n H)garam ; 2867,84; amina , , ,62 β(n H)amina ; 1646, ,08; 1559, ,11; 1559, ν(o H) 3054, karboksilat 2877, , ,92 ν(c H) metil , , ,21 Nada lipat aromatis , , , , , ,81 ν(c=o)karboksilat; 1827,79; 1704,39; 1704,42; ν(c=o)keton 1702, , ,01 ν(c=c)cincin , , ,17 ν(p=o) , ,63 ν(p OH) , ,83 ν: regangan, β: tekukan

58 32 Sampel yang di analisis dengan menggunakan FTIR adalah kitosan, ketoprofen, formula B sebelum ultrasonikasi (formula Bo) dan formula B setelah ultrasonikasi dengan puncak serapan pada Tabel 9. Menurut Wahyono et al. (2010) spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm -1 ( OH), 1027 cm -1 (C O C), dan 1651 cm -1 (N H tekukan pada amina primer). Wu et al. (2005) menyatakan puncak spesifik kitosan terdapat pada bilangan gelombang 3424 cm -1 ( OH), 1610 cm -1 (regangan N H amina primer), dan 1092 cm -1 (C O C). Luo et al. (2010) menyatakan kitosan memiliki enam puncak spesifik, yaitu pada bilangan gelombang 3358,52, 1648,61, 1586,59, 1418,88, 1375,24, dan 1025,94 cm 1, yang berturut-turut merupakan regangan (O H), regangan (C O), tekukan (N H) pada amida I dan regangan (C N) pada amida II, tekukan ( CH 2 ), perubahan bentuk simetri CH 3 dan regangan kerangka pada (C O). Spektrum ketoprofen dari penelitian Wahyono et al. (2010) memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm -1 ( OH pada karboksilat), 1700 cm -1 (C=O), 1600 cm -1 (konjugasi C=O dengan 2 cincin aromatik), 1200 cm -1 (C O), 2000 cm -1 (pita karakteristik benzena), 1600 cm -1 dan 1480 cm -1 (C=C aromatik). Spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B dibandingkan untuk mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsi penting dan untuk memastikan tidak terjadi kerusakan formula setelah proses ultrasonikasi. Terjadi pergeseran bilangan gelombang cm -1 dari regangan (O H) menjadi 3547, ,42 cm -1 pada formula Bo dan 3547, ,15 cm -1 pada formula B dikarenakan pada formula Bo dan B memiliki gugus (O H) karboksilat dari ketoprofen dan adanya ikatan hidrogen yang dapat menggeser puncak serapan ke arah bilangan gelombang lebih rendah. Puncak serapan regangan (O H) pada formula Bo dan B lebih lebar dibandingkan kitosan akibat adanya gugus (O H) dari poloxamer 188. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1646,73 cm -1 yang merupakan tekukan (N H) amina primer dari kitosan bergeser menjadi 1648,08 cm -1 (amida I) dan 155,86 cm -1 (amida II) pada formula Bo serta 1648,11 cm -1 (amida I) dan 1599,90 cm -1 (amida II) pada formula B, puncak-puncak ini diindikasikan akibat adanya interaksi elektrostatik antara gugus fosfat dari TPP dengan gugus amina dari kitosan (Luo et al. 2010). Puncak serapan dari regangan

59 33 (C O C) kitosan mengalami pergeseran dari 1076,90 cm -1 menjadi 1153,24 cm -1 (formula Bo) dan 1154,53 cm -1 (formula B) yang terjadi akibat adanya gugus (C O C) dari polxamer 188 yang terdapat pada formula Bo dan B. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pergeseran dan penajaman puncak serapan reganagan (C O C). Terdapat puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1076,14 cm -1 (formula Bo) dan 1075,63 cm -1 (formula B) yang merupakan puncak serapan dari (regangan P=O) yang berasal dari TPP. Selain itu puncak lainnya terbentuk pada bilangan gelombang 1030,50 cm -1 (formula Bo) dan 1050,83 cm -1 (formula B) yang merupakan puncak dari regangan (P OH) dari TPP. Secara keseluruhan spektrum FTIR formula Bo dan B (Gambar 12 c dan 12d) tidak memiliki perbedaan yang tajam, sehingga dapat dinyatakan bahwa proses ultrasonikasi tidak merubah struktur senyawa yang ada dalam formula. Proses ultrasonikasi berperan dalam memodifikasi secara fisik yaitu ukuran diameter partikel, dan tidak menyebabkan modifikasi kimia atau tidak mengakibatkan perubahan struktur senyawa yang terdapat dalam formula sehingga gugus fungsi yang memiliki peranan penting dapat dipertahankan. Analisis XRD Analisis XRD dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dari suatu material, menganalisis komposisi fasa, ukuran dan bentuk kristal, kisi distorsi dan variasi komposisi (Sundar et al. 2010). Analisis dengan menggunakan XRD yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan menganalisis kristalinitas kitosan, formula Bo dan formula B. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi ada atau tidaknya kerusakan setruktur kitosan setelah proses ultrasonikasi yang menghasilkan energi serta suhu yang tinggi. Pola difraksi sinar-x pada Gambar 13 menunjukkan bahwa kitosan memiliki dua puncak karakteristik dengan intensitas tinggi yaitu pada sudut 2θ sekitar 10⁰ dan 22⁰. Menurut Beppu et al. (2007) puncak di daerah 2θ sekitar 10⁰ dan 22⁰ berhubungan dengan refleksi (200) dan (020), tetapi umumnya struktur kitosan memperlihatkan struktur semikristalin karena diduga terbentuk ikatan hidrogen (Costa et al. 2009). Puncak pada sudut 2θ = 10⁰ menunjukkan kitosan selalu mengikat air (sekitar 5%). Penggabungan molekul air dalam kisi kristal akan membentuk kristal terhidrat, dan umumnya struktur kitosan

60 34 didominasi struktur polimorf, sedangkan puncak pada sudut 2θ=22⁰ menunjukkan kisi kristal yang relatif teratur (Wan et al. 2006). Kitosan memiliki tiga pola difraksi sinar-x, yaitu puncak tajam pada sudut 2θ = 10,4⁰ dan 20 22⁰ dimiliki oleh kitosan terhidrat, puncak tajam pada sudut 2θ = 15⁰ dan 20⁰ dimiliki oleh kitosan anhydrous, dan puncak tajam hanya pada sudut 2θ = 20⁰ dimiliki oleh kitosan amorf (Kencana 2009). Gambar 13 Difraktogram XRD ( ) kitosan, ( ) formula Bo, ( ) formula B. Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa pada formula Bo dan formula B tidak terdapat puncak pada sudut 2θ = 10⁰ yang berasal dari kitosan, hal ini dapat diduga bahwa gugus amina pada kitosan tidak lagi berinteraksi dengan air, tetapi sudah berinteraksi elektrostatik dengan gugus fosfat dari TPP. Kristalinitas dari kitosan yang digunakan adalah 37,03%, setelah kitosan dicampur dengan senyawa lain dalam formula Bo nilai kristalinitas meningkat menjadi 39,91% dan setelah dilakukan proses ultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40 nilai kristalinitas formula B menjadi 41,02%. Kenaikan kristalinitas ini dikarenakan struktur kitosan menjadi lebih teratur dan kaku setelah terjadi ikatan silang akibat adanya interaksi elektrostatik antara gugus amina pada kitosan dengan gugus fosfat pada TPP. Kenaikan nilai kristalinitas juga menunjukkan adanya senyawa lain (ketoprofen) yang terjerap dalam nanopartikel kitosan-tpp. Secara umum difraktogram pada formula Bo dan formula B tidak mengalami perubahan yang

61 35 tajam, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa energi dan suhu tinggi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi tidak merusak struktur senyawa yang ada di dalam formula. Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan Efisiensi penjerapan (EP) dapat menggambarkan seberapa banyak ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan. Metode yang digunakan untuk menentukan nilai EP adalah metode ekstraksi, yaitu sebanyak ± 25 mg nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dicampur dengan 50 ml larutan bufer fosfat ph 7,2 kemudian dikocok selama 24 jam dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diukur nilai absorbansnya pada panjang gelombang 259,8 nm. Nilai ph 7,2 digunakan karena nilai ph ini mendekati nilai ph usus manusia. Nilai absorbans yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva standar (Lampiran 8) untuk mengetahui nilai konsentrasi ketoprofen. Berdasarkan Tabel 10 dapat diindikasikan bahwa, semakin kecil ukuran partikel, persentase efisiensi penjerapan ketoprofennya semakin besar. Hal tersebut dikarenakan partikel yang memiliki ukuran partikel lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga obat yang terjerap lebih bayak dibandingkan dengan partikel yang berukuran lebih besar (Sundar et al. 2010). Dalam bidang farmasi nilai efisiensi penjerapan merupakan hal yang penting karena dari nilai efisiensi penjerapan akan terlihat kemampuan nanopartikel kitosan membawa ketoprofen kedalam tubuh (Wahyono et al. 2010). Dari ketiga formula yang disintesis, formula B yang memiliki nilai efisiensi penjerapan tertinggi yaitu 86,99%. Formula B dan formula A memiliki konsentrasi kitosan, TPP, dan ketoprofen yang sama tetapi konsentrasi poloxamer 188 yang berbeda. Formula B memiki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi daripada formula A (Tabel 2). Dengan konsentrasi kitosan yang sama, semakin tinggi konsentrasi poloxamer 188 mengakibatkan semakin tinggi nilai efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan (Tabel 10). Formula P yang memiliki konsentrasi kitosan yang lebih tinggi dibandingkan formula A dan B memiliki efisiensi penjerapan yang paling rendah yaitu 72,74%. Oleh karena itu dapat dinyataan bahwa semakin kecil nilai turbiditas suatu formula memiliki ratarata diameter partikel semakin kecil dan efisiensi penjerapan semakin besar.

62 36 Tabel 10 Hubungan ukuran partikel dengan efisiensi penjerapan Formula Konsentrasi* Tb Rata-rata EP P-188 Nano C (%b/v) (NTU) diameter (nm) (%) (mg/ml) (%) P 3,00 1,50 6,68 355,3 ± 101,1 99,79 72,74 A 2,50 0,10 5,90 104,2 ± 30, ,13 B 2,50 0,80 5,42 78,2 ± 22, ,99 *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/ml, K (ketoprofen): 0,2 mg/ml.

63 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada kondisi ultrasonikasi yang sama (waktu 30 menit dan amplitudo 20) penggunaan poloxamer 188 lebih mampu membantu pembentukan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dibandingkan dengan asam oleat. Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi pada formula yang menggunakan poloxamer 188 sebagai surfaktan menghasilkan semakin kecilnya ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan semakin besar. Hasil sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen menunjukkan bahwa ketiga formula (P, A, dan B) memiliki nilai turbiditas rendah, yaitu berturut-turut 6,68, 5,90, 5,42 NTU. Ketiga formula tersebut menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak >95% dengan rata-rata ukuran diameter partikel <400 nm dan memiliki rata-rata efisiensi penjerapan ketoprofen >70%. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa partikel yang dihasilkan berbentuk sferis dan tidak mengalami aglomerasi, sedangkan analisis FTIR dan XRD menunjukkan bahwa proses ultrasonikasi yang menghasilkan energi tinggi tidak merusak senyawasenyawa yang terkandung di dalam formula. Saran Perlu dilakukan optimasi konsentrasi poloxamer 188 sebagai surfaktan agar diketahui konsentrasi poloxamer 188 yang dapat mempertahankan kestabilan ukuran partikal dalam formula akibat aglomerasi dengan waktu penyimpanan >20 hari, sehingga dapat digunakan sebagai sediaan baru pengantaran obat kedalam tubuh. Selain itu perlu juga dilakukan pencucian atau pemisahan ketoprofen yang tidak tersalut dalam nanopartikel kitosan agar diperoleh nilai efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan yang lebih akurat.

64

65 DAFTAR PUSTAKA Alatas F, Nurono S, Asyarie S Pengaruh Konsentrasi PEG 4000 Terhadap Laju Disolusi Ketoprofen dalam Sistem Dispersi Padat Ketoprofen-PEG Majalah Farmasi Indonesia 17: Amelia F Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Gom Guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Beppu MM, Vieira RS, Aimoli CG, Santana CC Croslinking of kitosan membranes using glutaraldehyde effect on ion permeability and water absorption. Journal of Membrane Science. 301: Birdi KS Surface and Colloid Chemistry: Principles and Applications. United States of America: CRC Press. Hlm Chen Y, Zhang GG, Neilly J, Marsh K, Mawhinney D, Sanzgiri YD, Enhancing the bioavailability of ABT-963 using solid dispersion containing Pluronic F-68. International Journal of Pharmaceutics 286: Costa et al Preparation and Characterisation of Chitosan/Poly(vinyl Alkohol) Chemically Crosslinked Blends of Medical Aplication. Carbohydrate Polymer. 76: Eerikainen H, Peltonen L, Raula J, Hirvonen J, Kauppinen EI Nanoparticles Containing Ketoprofen and Acrylic Polymers Prepared by an Aerosol Flow Reactor Method. AAPS PharmSciTech 5 (4):1 9. Gedanken A Sonochemistry and its Application to Nanochemistry. Current Science. 85: Gronroos A, Pirkonen P, Heikkinen J, Ihalainen J, Mursuhen H, Sekki H Ultrasonic depolymerization of aqueous polyvinyl alcohol. Ultrasonics Sonochemistry. 8: Gronroos A Ultrasomically Enhanced Disintegration: Polymers, Sludge, and Contaminated Soil. [dissertation]. VTT Publications 734. Hielscher T Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersions and Emulsions.ENS 05. Kencana AL Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot molekul kitosan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kumar MNVR Nano and Microparticles as Controlled Drug Delivery Devices. J Pharm Pharmaceut sci 3(2):

66 40 Luo Y, Zhang B,Cheng WH, Wang Q Preparation, characterization and evaluation of selenite-loaded chitosan/tpp nanoparticles with or without zein coating. Carbohydrate Polymers 82: Memisoglu-Bilensoy E, Dogan AL, Hincal AA, Cytotoxic evaluation of injectable cyclodextrin nanoparticles. The Journal of Pharmacy and Pharmacology 58: Mohanraj VJ, Chen Y Nanoparticles A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5(1): Morris GA, Castile J, Smith A, Adams GG, Harding SE The effect of prolonged storage at different temperatures on the particle size distribution of tripolyphosphate (TPP) chitosan nanoparticles. Carbohydrate Polymers 84: Patil PR, Praveen S, Rani RHS, Paradkar AR Bioavailability assessment of ketoprofen incorporated in gelled self-emulsifying formulation: a technical note. AAPS PharmSciTech 6 (1): E9-E13. Prusty AK, Sahu SK Biodegradable Nanoparticles - A Novel Approach for Oral Administration of Biological Products. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology 2: Ru J, Huayue Z, Xiaodong L, Ling X Visible Light Photocatalytic Decolourization of C. I. Acid Red 66 by Chitosan Capped CdS Composite Nanoparticles. Chemical Engineering Journal 152: Schroeder A, Kost J, Barenholz Y Ultrasound, Liposomes, and Drug Delivery: Principles for using Ultrasound to Control the release of Drugs from Liposomes. Chemistry and Physics of Lipids. 162:1 16. Shah TJ, Amin AF, Parikh JR, Parikh, RH, Process optimization and characterization of poloxamer solid dispersions of a poorly water-soluble drug. AAPS Pharm Sci Tech 8, E1 E7 (Article 29). Shu X Z and Zhu K J Controlled Drug Release Properties of Ionically Cross-linked Chitosan beads: The influence of Anion Structure. International Journal of Pharmaceutics 233: Silva CM, Ribeiro AJ, Figueiredo M, Ferreira D, Veiga F Microencapsulation of Hemoglobin in Chitosan-coated Alginate Microspheres Prepared by Emulsification/Internal Gelation. The AAPS Journal 7 (4):E903 E913. Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ Spectrometric Identification of Organic Compounds. Ed ke-7. United States of America: John Wiley & Sons, INC. Hlm

67 41 Sugita P, Naphtaleni, Kurniati M, Wukirsari T. 2010a. Enkapsulasi ketoprofen dengan kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi Tween 80 dan Span 80. Makara Sains. 14: Sugita P, Wukirsari T, Kemala T, Aryanto BD. 2010b. Perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen-alginat berdasarkan ragam konsentrasi surfaktan. Di dalam: Supena EDJ, Nugraheni EH, Hamim, Hasim, Indahwati, Dahlan K, editor. Sains sebagai landasan inovasi teknologi dalam pertanian dan industri. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November Bogor. FMIPA-IPB. Hal Sun Y, Chen Z, Yang X, Huang P, Zhou X Du X Magnetic Chitosan Nanoparticles as a Drug Delivery System for Targeting Photodynamic Therapy. IOP Publishing-Nanotechnology 20:1 8. Sundar S, Kundu J, Kundu SC Biopolymeric Nanoparticles. IOP Publishing- Science and Technology of Advanced Materials 11:1 13. Tang ESK, Huang M, Lim LY Ultrasonication of chitosan and chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 265: Tarirai C Cross-linked Chitosan Matrix Systems for Sustained Drug Release [Dissertation]. Faculty of Health Sciences: Tshwane University of Technology. Thassu D, Pathak Y, Deleers M Nanoparticulate Drug-Delivery Systems: an Overview. Di dalam: Thassu D, Pathak Y, Deleers M, editor. Nanoparticulates Drug Delivery Systems. New York: Inforrma healthcare. Hlm Tiyaboonchai W Chitosan Nanoparticles: a Promising System for Drug Delivery. Naresuan University Journal 11(3): Tsai ML, Bai SW, Chen RH Cavitation effects versus stretch effects resulted in different size and polydispersity of ionotropic gelation chitosan sodium tripolyphosphate nanoparticle. Carbohydrate Polymers 71: Tsai ML, Chen RH, Bai SW, Chen WY The storage stability of chitosan/tripolyphosphate nanoparticles in a phosphate buffer. Carbohydrate Polymers 84: Valliappan K, Kannan K, Sivakumar T, Manavalan R Enantiospecific Pharmacokinetic Studies on Ketoprofen in Tablet Formulation using Indirect Chiral HPLC Analysis. Journal of applied Biomedicine 4: Wan et al Biodegradable Polylactide/Chitosan Blend Membranes. Biomacromolecul. 7:

68 42 Wahyono D, Sugita P, Ambarsari L Sintesis nanopartikel kitosan dengan metode ultrasonikasi dan sentrifugasi serta karakterisasinya. Di dalam: Supena EDJ, Nugraheni EH, Hamim, Hasim, Indahwati, Dahlan K, editor. Sains sebagai landasan inovasi teknologi dalam pertanian dan industri. Prosiding Seminar Nasional Sains III; Bogor, 13 November Bogor. FMIPA-IPB. Hal Wu Y, Yang W, Wang C, Hu J, Fu S Chitosan Nanoparticles as a Novel Delivery System for Ammonium glycyrrhizinate. International Journal of Pharmaceutics 295: Yamada T, Onishi H, Machida Y In Vitro and in Vivo Evaluation of Sustained Release Chitosan-Coated Ketoprofen Microparticles. Yakugaku Zasshi 121: Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC Nanoparticles formulation of Cuscuta chinensis prevents acetaminophen-induced hepatotoxicity in rats. Food and Chemical Toxicology 46:

69 LAMPIRAN

70 44 Lampiran 1 : Penentuan mutu kitosan a. Kadar air kitosan (AOAC 1999) Penentuan kadar air kitosan dilakukan denggan menggunakan metode gravimetri. Kitosan sebanyak ±1,000 g dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan yang telah berisi kitosan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 C selama 3 jam. Setelah itu dimasukkan kedalam desikator sampai dingin, kemudian ditimbang. Dilakukan pengulangan sampai mendapatkan bobot konstan. Kadar air kitin/kitosan dihitung dengan persamaan berikut: = 100% No Bobot cawan Bobot cawan + kitosan (g) (g) 0 jam 3 jam 4 jam 1 21, , , , , , , , , , , ,4579 No Bobot awal (g) Bobot kering (g) Kadar air (%) 1 1,0027 0, ,09 2 1,0004 0,9028 9,76 3 1,0004 0,9007 9,97 Rata-rata 9,94 Kadar air dari kitosan yang digunakan adalah 9,94%. b. Kadar abu kitosan (AOAC 1999) Penentuan kadar abu kitosan dilakukan dengan metode gravimetri. Cawan porselen dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tanur untuk menghilangkan sisasisa kotoran yang menempel dalam cawan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbanag. Sebanyak ± 1,000 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dibakar dalam tanur pengabuan dengan suhu 650 C sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu kitosan dihitung dengan persamaan berikut: = 100%

71 45 No Bobot (g) Cawan Cawan + kitosan Cawan + abu 1 21, , , , , , , , ,5624 No Bobot (g) Kadar abu kitosan abu (%) 1 0,9015 0,0088 0,98 2 0,9028 0,0025 0,28 3 0,9007 0,0052 0,58 Rata-rata 0,61 Jadi kadar abu pada kitosan yang digunakan adalah 0,61%. c. Derajat deasetilasi kitosan Po Po P P Penentuan derajat deasetilasi kitosan digunakan metode base line pada spektrum FTIR kitosan. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbans dihitung dengan menggunakan persamaan: = Perbandingan antara absorbans pada bilangan gelombang 1646,73 cm -1 (serapan pita amida I) dengan absorbans pada bilangan gelombang 3567,90 cm -1 (serapan gugus hidroksil). Deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh nilai A 1646,73 =1,33. Pengukuran nilai absorbans pada puncak yang terkait derajat N- deasetilasi dapat dihitung dengan persamaan:

72 46 % = 1,, 1 100% 1,33 Dari spektrum FTIR diatas dapat ditentukan nilai derajat deasetilasi (% DD) kitosan sebagai berikut:, =, = = 21,8 17,2 17,2 15,2 = 2,2018 = 22 19,4 19,4 15,2 = 0,6659 % = 1, 1 100%, 1,33 % = 1 0,6659 2, % 1,33 % = (1 [0,2274]) 100% = 77,26% d. Bobot molekul kitosan Bobot molekul kitosan ditentukan dengan menggunakan metode viskometri. Sebanyak 0,1 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 0,5 M, kemudian diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald- Cannon-Fenske untuk ditentukan waktu alirnya. Pengukuran juga dilakukan untuk beberapa konsentrasi lainnya dan waktu alir dibaca sebanyak 3 kali ulangan. Viskositas relatif : = Viskositas spesifik : = 1 Viskositas kinematik : = Dimana k kin : koefisien kinematik viskometer Ostwald (0, cst perdetik) Viskositas intrinsik : [ ] = Bobot molekul kitosan dihitung dengan menggunakan persamaan Mark-Houwink: = Dengan = 3,5 10 = 0,76

73 47 Dimana t : waktu alir zat Konsentrasi kitosan (mg/l) To : waktu alir pelarut η : viskositas zat η o : viskositas pelarut M : bobot molekul zat Waktu alir (s) Rerata waktu (s) Viskositas relatif Viskositas spesifik η 0 71,15 70, ,46 70,76 0,02 80,68 80,57 1,14 0,14 1,93 80,70 80,32 0,04 88,73 88,76 1,25 0,25 1,85 89,31 88,24 0,06 98,56 98,56 1,39 0,39 1,88 99,02 98,11 0,08 124,30 123,86 1,75 0,75 2,24 124,23 123,05 0,1 155,53 155,60 2,20 1,20 2,48 155,92 155,34 3,00 2,50 ln ηsp/c 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 y = 7,458x + 1,628 R² = 0, ,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 Konsentrasi (mg/l)

74 48 Dari kurva hubungan antara η dengan c diperoleh persamaan: η = + = [η] + [η] Dengan menggunakan persamaan regresi linear diperoleh persamaan : = 7, ,628 = 1,628 = (3,5 10 ), = ,3978 g mol = 3 x 10 g mol Berdasarkan data-data diatas kitosan niaga yang digunakan memiliki kadar air 9,94%, kadar abu 0,61 %, derajat deasetilasi 77,26 %, dan bobot molekul 3 x 10 5 g/mol sesuai dengan parameter mutu kitosan niaga yang terdapat pada Tabel 1.

75 49 Lampiran 2: Optimasi formula PO a. Kodisi ultrasonikasi dan turbiditas formula PO Formula ultrasonikasi Turbiditas (NTU) t (menit) A E (Joule) T0 Ta Tb PO ,00 141,80 121,60 PO ,00 145,00 124,60 PO ,00 149,20 127,80 T0: Turbiditas setelah homogenisasi Ta: Turbiditas setelah ultrasonikasi Tb: Turbiditas setelah sentrifugasi b. Foto formula PO (a) (b) Keterangan: (a) formula PO setelah ultrasonikasi, (b) formula PO setelah sentrifugasi c. Tingkat kestabilan turbiditas formula PO. Formula Penyimpanan (hari) PO1 121,60 130,20 167,10 209,20 PO2 124,60 135,00 172,70 211,40 PO3 127,80 137,90 177,80 215,10

76 50 Lampiran 3: Optimasi formula PP a. Kodisi ultrasonikasi dan turbiditas formula PP Formula ultrasonikasi Turbiditas (NTU) t (menit) A E (Joule) T0 Ta Tb PP ,22 41,04 30,09 PP ,22 38,24 29,81 PP ,22 36,70 28,02 PP ,22 39, PP ,22 35,60 27,77 PP ,22 35,02 27,25 PP ,22 37,68 11,72 PP ,22 36,18 10,64 PP ,22 31,02 9,54 PP ,96 34,94 11,22 PP ,96 34,72 10,56 PP ,96 33,14 7,88 PP ,96 34,34 10,88 PP ,96 33,44 10,13 PP ,96 31,30 6,68 b. Foto formula PP Keterangan: formula PP setelah ultrasonikasi

77 51 Lampiran 4: Perbandingan formula PO dan formula PP a. Foto perbandingan turbiditas formula Po dengan formula PP secara visual (a) (b) Keterangan: (a) formula PP7 dan PO1 setelah proses ultrasonikasi dengan amplitudo 20 selama 30 menit (b) formula PP9 dan PO5 setelah proses ultrasonikasi dengan amplitudo 40 selama 30 menit b. Grafik distribusi ukuran partikel berdasarkan perbedaan surfaktan, ampitudo dan waktu ultrasonikasi Number (%) PO1 (t=30 mnt, A=20, asam oleat) PP7 (t=30 mnt, A= 20, poloxamer 188) PP9 (t=30 mnt, A= 40, poloxamer 188) PP15 (t=60 mnt, A=40, poloxamer 188) Diameter (nm)

78 52 Lampiran 5: Pembuatan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen a. Viskositas (cp) Formula V0 Va Vb P1 14,24 14,19 14,05 P2 14,24 14,04 14,00 P3 14,24 14,10 13,98 A1 12,93 12,77 12,53 A2 12,93 12,70 12,64 A3 12,93 12,86 12,47 B1 12,95 12,79 12,38 B2 12,95 12,83 12,47 B3 12,95 12,90 12,49 Viskositas rata-rata (cp) Formula V0 Va Vb P 14,24 14,11 14,01 A 12,93 12,78 12,55 B 12,95 12,84 12,45 keterangan: V0: Viskositas awal Va: Viskositas setelah ultrasonikasi Vb: Viskositas setelah sentrifugasi b. Kondisi ultrasonikasi Ultrasonikasi Formula t E A (mnt) (Joule) P P P A A A B B B Ē (Joule) SD

79 53 c. Turbiditas (NTU) For mula T0 Ta Tb Penyimpanan (hari) P1 36,96 32,21 6,66 7,11 7,29 7,35 7,36 7,68 7,94 8,17 8,53 8,94 9,02 P2 36,96 30,09 6,73 7,14 7,38 7,37 7,48 7,82 7,99 8,09 8,41 8,65 8,97 P3 36,96 31,59 6,64 7,07 7,05 7,27 7,29 7,36 7,53 8,08 8,32 8,54 8,89 A1 33,67 25,56 5,89 7,83 8,54 9,21 9,63 10,41 10,56 11,17 11,50 12,01 12,42 A2 33,67 25,51 5,84 7,60 8,15 9,13 9,60 10,30 10,50 10,70 11,40 11,90 12,23 A3 33,67 25,90 5,97 8,38 8,67 9,38 9,73 10,50 11,10 11,90 12,40 12,54 12,78 B1 28,79 21,57 5,31 6,49 6,68 7,19 7,26 7,62 7,95 8,42 8,97 9,43 9,72 B2 28,79 22,64 5,44 6,51 6,72 7,28 7,43 7,88 8,21 8,49 9,17 9,58 9,84 B3 28,79 23,04 5,51 6,69 7,21 7,41 7,72 7,93 8,41 8,90 9,67 9,87 10,04 Turbiditas rata-rata For Penyimpanan (hari) T0 Ta Tb mula P 36,96 31,30 6,68 7,11 7,24 7,33 7,38 7,62 7,82 8,11 8,42 8,71 8,96 A 33,67 25,66 5,90 7,94 8,45 9,24 9,65 10,40 10,72 11,26 11,77 12,15 12,48 B 28,79 22,42 5,42 6,56 6,87 7,29 7,47 7,81 8,19 8,60 9,27 9,63 9,87

80 54 Lampiran 6: Hasil SEM formula B Keterangan: (a) perbesaran 2.000, (b) perbesaran , (c) perbesaran dan (d) perbesaran

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006). TINJAUAN PUSTAKA Ketoprofen Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C 16 H 14 O 3 ; Mr=254,3 g mol -1 ] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat asam propionat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO

CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN DWI WAHYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid Ekstak kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi 1 kg serbuk temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA IPB, di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015, 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015, dengan tahapan kegiatan, yaitu: proses deasetilasi bertingkat, penentuan derajat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80

ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80 MAKARA, SAINS, VOL. 4, NO. 2, NOVEMBER 200: 07-2 ENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN KITOSAN-ALGINAT BERDASARKAN JENIS DAN RAGAM KONSENTRASI TWEEN 80 DAN SPAN 80 Purwantiningsih Sugita *), Napthaleni, Mersi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA

PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA 1 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI MEMBRAN KITOSAN-GOM GUAR FERI NATA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 PERILAKU DIFUSI KETOPROFEN MELALUI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 PLA hasil sintesis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 PLA hasil sintesis 3 ke dalam 50 ml bufer fosfat ph 7.2. Campuran tersebut disaring dan filtratnya diencerkan sebanyak 10 kali. Setelah itu, filtrat dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 15 Juli 2017 Waktu : 19.00-21.30 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara Tema Diskusi Moderator Notulis Time Keeper Jumlah Peserta :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurnal Teknologi Kimia Unimal 2:2 (November 2013) 68-79 Jurnal Teknologi Kimia Unimal homepage jurnal: http://ft.unimal.ac.id/jurnal_teknik_kimia Jurnal Teknologi Kimia Unimal PENGARUH VISKOSITAS KITOSAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

OPTIMASI NANOKAPSUL ASPIRIN YANG TERSALUT KITOSAN GOM GUAR YANG DIPAUT SILANG DENGAN NATRIUM TRIPOLIFOSFAT

OPTIMASI NANOKAPSUL ASPIRIN YANG TERSALUT KITOSAN GOM GUAR YANG DIPAUT SILANG DENGAN NATRIUM TRIPOLIFOSFAT OPTIMASI NANOKAPSUL ASPIRIN YANG TERSALUT KITOSAN GOM GUAR YANG DIPAUT SILANG DENGAN NATRIUM TRIPOLIFOSFAT Surya Ningsi, Isriany Ismail, Andi Ulfiana Utari Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Formulasi dan Karakterisasi Nanokapsul Asiklovir Tersalut Kitosan- Alginat yang Dipaut Silang dengan Natrium Tripolifosfat

Formulasi dan Karakterisasi Nanokapsul Asiklovir Tersalut Kitosan- Alginat yang Dipaut Silang dengan Natrium Tripolifosfat Formulasi dan Karakterisasi Nanokapsul Asiklovir Tersalut Kitosan- Alginat yang Dipaut Silang dengan Natrium Tripolifosfat Isriany Ismail, Hasriani, Surya Ningsi Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3). 51 o CH 2 H H o CH 2 H H CNa H H CNa H H NH 2 NH 2 H H H H KITSAN NATRIUM ALGINAT ionisasi ionisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberian obat dengan cara per oral adalah rute yang paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Namun demikian, ketersediaan hayati obat secara per oral

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana 34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kode Sampel A1 A2 A3 A4 8 serbuk terlarut tersebut yang kemudian disonikasi kembali selama 30 menit. Larutan ekstrak temulawak tersebut, dikeringkan dengan menggunakan spray dry agar diperoleh sampel dalam bentuk serbuk. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berjudul PENGGUNAAN BIOPOLIMER POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT) SEBAGAI PENYALUT DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL

KATA PENGANTAR. berjudul PENGGUNAAN BIOPOLIMER POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT) SEBAGAI PENYALUT DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul PENGGUNAAN BIOPOLIMER POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT)

Lebih terperinci