Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar"

Transkripsi

1 dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar sampai 1000x dan 4000x. Adapun sampel yang akan dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah sampel A3 dengan perbesaran 2500x. Uji Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan berdasarkan standar ISO/R866. Sampel yang diuji, yaitu 6 sampel scaffold, masing-masing diletakkan di atas permukaan yang rata. Di bagian atas sampel diletakkan alat uji kekerasan Shore A. Kemudian di atas alat tersebut diletakkan baja bermassa 1 kg selama 15 detik dan dibaca nilai kekerasan yang ditunjukkan pada alat. Nilai kekerasan ini berkisar antara Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar Pola difraksi serbuk cangkang kerang hijau yang dikarakterisasi menggunakan XRD diperlihatkan pada Gambar 5(a). Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa fasa kristalin utama cangkang kerang hijau berupa CaCO 3. Fasa ini hadir dalam dua bentuk mineral, yaitu kalsit (2θ = 28,06 o ) dan aragonit (2θ = 33,21 o ). Namun, mineral yang lebih mendominasi adalah aragonit. Fasa lain juga muncul dalam jumlah kecil, yaitu SiO 2 (silika, 2θ = 42,59 o ). 14 Kalsinasi pada cangkang kerang hijau menghilangkan sekitar 50,29% massa mula-mula, sehingga massa hasil kalsinasi yang terbentuk sebesar 35,22 gr (perhitungan terdapat pada Lampiran 3). Kalsinasi mengakibatkan warna pada cangkang kerang hijau berubah menjadi putih. Hasil kalsinasi yang dikarakterisasi menggunakan XRD ditunjukkan oleh Gambar 5(b). Pada gambar tersebut, tampak bahwa hasil kalsinasi membentuk fasa tunggal CaO, yang ditandai dengan puncak tertinggi pada 2θ = 37,22 o. Terjadi peningkatan bobot massa setelah CaO dibiarkan selama seminggu di ruangan yang lembab, yaitu sebesar 42,32 gr (Lampiran 3). Dari Gambar 5(c) terlihat bahwa peningkatan massa ini disebabkan adanya pengikatan H 2 O oleh CaO, sehingga terbentuk Ca(OH) 2 yang dicirikan oleh 2θ = 34,04 o dan memiliki puncak yang lebar. Namun, CaO belum mengikat H 2 O sampai batas jenuhnya karena pola difraksi yang terbentuk masih mengindikasikan adanya CaO. Sintesis Sintesis BCP Dari total 25,00 gr massa campuran CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5 yang melewati tahap milling dan sintering, BCP yang dihasilkan sebanyak 24,50 gr. Pola difraksi sampel BCP I dan BCP II ditunjukkan oleh Gambar 6(a) dan (b). Berdasarkan gambar tersebut, BCP yang terbentuk terdiri dari fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2. Posisi 2θ dilihat dari puncak tertinggi masing-masing fasa diperlihatkan oleh Tabel 5. HAp memiliki struktur kristal heksagonal. β-tcp dan Ca(OH) 2 keduanya berstruktur trigonal, namun parameter kisinya heksagonal. Penentuan indeks Miller terdapat pada Lampiran 6.2 dan perhitungan parameter kisi pada Lampiran 6.3. Parameter kisi database ditunjukkan oleh Tabel 6, sedangkan parameter kisi BCP I dan BCP II tunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 5 Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP BCP Fasa Posisi 2θ I HAp 31,68 o β-tcp 30,98 o Ca(OH) 2 54,26 o II HAp 31,87 o β-tcp 31,13 o Ca(OH) 2 18,07 o

2 10 Gambar 5 Pola difraksi (a) serbuk cangkang kerang hijau, (b) serbuk hasil kalsinasi cangkang kerang hijau, (c) hasil kalsinasi setelah dibiarkan selama seminggu Gambar 6 Pola difraksi (a) BCP I, (b) BCP II

3 11 Tabel 6 Parameter kisi JCPDS Fasa No. a (Å) c (Å) Database (= b) HAp ,418 6,884 β-tcp ,42 37,38 Ca(OH) ,593 4,909 Tabel 7 Parameter kisi fasa pada BCP BCP Fasa a (Å) Ketepatan (= b) (%) I HAp 9,577 98,31 β-tcp 10,38 99,62 Ca(OH) 2 3,893 91,64 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 7,016 98,08 β-tcp 37,19 99,50 BCP Ca(OH) 2 5,507 87,81 a (Å) Ketepatan Fasa (= b) (%) II HAp 9,436 99,81 β-tcp 10,44 99,77 Ca(OH) 2 3,590 99,92 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 6,906 99,68 β-tcp 37,45 99,81 Ca(OH) 2 4,911 99,95 Nilai ketepatan parameter kisi fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP II lebih tinggi dibandingkan dengan BCP I. Ini berarti bahwa BCP II memiliki struktur kristal yang lebih mendekati struktur kristal database. Perhitungan fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 dalam BCP I dan BCP II dengan menggunakan metode perbandingan langsung disajikan dalam Lampiran 7. Komposisi BCP I dan BCP II terdapat pada Tabel 8. Dari data pada tabel tersebut, terlihat adanya perbedaan komposisi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada kedua BCP. Semakin banyak β-tcp yang terbentuk, komposisi HAp akan menurun dan komposisi Ca(OH) 2 akan meningkat. BCP I mengandung komposisi HAp yang lebih sedikit, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang lebih banyak dibandingkan dengan BCP II. Tabel 8 Fraksi berat HAp, β-tcp dan Ca(OH) 2 pada BCP I dan BCP II BCP Fasa % Fraksi Berat I HAp 44,56 β-tcp 43,48 Ca(OH) 2 11,96 II HAp 47,80 β-tcp 44,60 Ca(OH) 2 7,600 BCP yang dipilih untuk proses selanjutnya adalah BCP II karena parameter kisi pada fasa BCP II lebih mendekati nilai parameter kisi database. Selain itu juga karena BCP II mengandung Ca(OH) 2 yang lebih sedikit daripada BCP I. Ca(OH) 2 dapat dianggap sebagai impuritas karena kehadirannya diketahui dapat menimbulkan tekanan internal yang mengakibatkan terjadinya cracking ketika sampel digunakan. 6 Sampel BCP II menjadi lebih halus setelah disonikasi. Namun secara kasat mata, perubahan ini tidak dapat diamati meskipun diberi variasi waktu sonikasi. Ukuran BCP II akan diukur dari pengamatan mikrograf SEM. Sintesis BCP-HDPE Scaffold Scaffold yang disintesis melalui tahap milling dan kompaksi menghasilkan dua replikat berbentuk pellet masing-masing bermassa 2,500 gr dengan diameter 2,500 cm dan tebal sekitar 0,300 cm untuk masing-masing sampel. Scaffold yang terbentuk diperlihatkan oleh Gambar 7. Gambar 7 BCP-HDPE Scaffold

4 12 Karakterisasi BCP-HDPE Scaffold Karakterisasi Menggunakan XRD Pola difraksi scaffold A1, A2, dan A3 yang mengandung 70% BCP dan 30% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 8, dan scaffold B1, B2, dan B3 dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 9. Posisi 2θ untuk HDPE tidak diketahui secara pasti karena hanya dibandingkan dengan posisi puncak pada Gambar 2. Namun dua puncak tertinggi HDPE terletak pada 2θ antara 20 o 25 o. Adapun posisi 2θ untuk masing-masing puncak tertinggi HAp, β- TCP, Ca(OH) 2 diperlihatkan oleh Tabel 9. Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9, tampak bahwa variasi waktu sonikasi serta variasi komposisi BCP dan HDPE tidak mengakibatkan terjadinya perubahan fasa pada scaffold. Akan tetapi terdapat perbedaan posisi 2θ pada HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang menunjukkan bidang-bidang yang berbeda. Perbedaan ini tidak mempengaruhi kualitas fasa yang terbentuk karena fasa tersebut memang mengandung bidang-bidang ini. Tabel 9 Kode Sampel Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada scaffold Posisi 2θ pada Fasa puncak tertinggi A1 HAp 31,66 o β-tcp 29,50 o Ca(OH) 2 47,52 o A2 HAp 31,94 o β-tcp 29,78 o Ca(OH) 2 59,09 o A3 HAp 31,81 o β-tcp 29,59 o Ca(OH) 2 47,09 o B1 HAp 31,73 o β-tcp 29,56 o Ca(OH) 2 18,02 o B2 HAp 31,90 o β-tcp 29,62 o Ca(OH) 2 18,08 o B3 HAp 31,78 o β-tcp 29,51 o Ca(OH) 2 18,07 o Karakterisasi Menggunakan SEM Sampel yang dikarakterisasi menggunakan SEM adalah A1, A3, B1, dan B3. Permukaan sampel diamati pada perbesaran 1000x dan 4000x. Gambar 10 menunjukkan mikrograf SEM pada perbesaran 1000x. Dari gambar terlihat adanya perbedaan topografi pada permukaan sampel. Bahkan pada beberapa bagian tertentu, permukaan tersebut tampak seperti mengalami penggumpalan. SEM menghasilkan citra gambar dalam skala abu-abu. Oleh karena itu, diperlukan pengelompokan bahan berdasarkan tingkat ketajaman warna. Pengelompokan ini didasarkan pada bobot atomnya. Semakin besar bobot atom, maka warna yang dihasilkan akan semakin tajam. 22 Dengan demikian, BCP yang memiliki bobot atom terbesar ditunjukkan oleh warna terang; HDPE dengan bobot atom lebih kecil dibandingkan dengan BCP ditunjukkan oleh warna abu; dan pori ditunjukkan oleh warna gelap. Dari mikrograf sampel, tampak bahwa variasi waktu sonikasi mempengaruhi homogenitas ukuran BCP. 12 Pada BCP yang disonikasi selama 3 jam (Gambar 10 (b), (d)), ukuran BCP terlihat sedikit lebih homogen dibandingkan dengan BCP yang disonikasi selama 1 jam (Gambar 10 (a), (c)). Dari perbesaran 1000x ini pula terlihat bahwa BCP telah terikat secara homogen pada matriks HDPE. Homogenisasi merupakan konsekuensi dari proses milling. Terdapatnya pori diakibatkan oleh terjerapnya udara di dalam campuran BCP dan HDPE saat kedua bahan ini dikompaksi. 19 Jumlah pori yang terbentuk dipengaruhi oleh banyaknya komposisi HDPE yang ditambahkan. Karena bentuk HDPE yang fleksibel, maka selama proses kompaksi, keberadaan sebagian pori terisi oleh HDPE. Jumlah pori scaffold dengan komposisi 30% HDPE dan 70% BCP (Gambar 10 (a, b)) lebih sedikit dibandingkan dengan komposisi 20% HDPE dan 80% BCP (Gambar 10 (c, d)).

5 13 Gambar 8 Pola difraksi 70% BCP-30% HDPE scaffold (a) A1, (b) A2, dan (c) A3 Gambar 9 Pola difraksi 80% BCP-20% HDPE scaffold (a) B1, (b) B2, dan (c) B3

6 14 Gambar 10 (a) (b) (c) (d) Mikrograf SEM perbesaran 1000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3 Gambar 11 merupakan mikrograf sampel dengan perbesaran 4000x. Dari gambar tersebut, pengukuran diameter BCP dan pori dapat dilakukan. BCP dan pori dipilih secara acak sebanyak 5 buah, kemudian dilingkari dengan warna yang berbeda untuk kemudian dihitung diameter rata-ratanya. BCP diberi warna hijau dan pori diberi warna merah. Pengukuran diameter BCP dan pori disajikan pada Lampiran 8. Sementara itu, data ukuran diameter rata-rata BCP tercantum pada Tabel 10 dan diameter rata-rata pori pada Tabel 11. Menurut data pada Tabel 10, ukuran diameter rata-rata BCP semakin kecil untuk sampel yang disonikasi selama 3 jam. Namun pada sampel B1, diameternya sama dengan diameter ratarata sampel B3. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas frekuensi sonikator berjenis bath masih cukup rendah sehingga belum dapat mereduksi ukuran BCP menjadi lebih homogen untuk waktu sonikasi yang lebih lama. Akibatnya ukuran diameter BCP belum menunjukkan suatu perbedaan yang signifikan. Variasi sonikasi selama 3 jam bahkan belum dapat membuat BCP berskala nano. Pada Tabel 11, diameter pori rata-rata tidak menunjukkan suatu pola ukuran yang signifikan. Akibatnya, pengaruh variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan belum dapat diamati. Tabel 10 Ukuran diameter rata-rata BCP pada scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,880 A3 2,280 B1 2,610 B3 2,610 Tabel 11 Ukuran diameter rata-rata pori scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,270 A3 3,400 B1 2,960 B3 2,710

7 15 (a) (b) (c) Karakterisasi Menggunakan SEM- EDXA Sampel yang dipilih untuk dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah A3. Melalui karakterisasi ini, komposisi unsur pada scaffold dapat diketahui. Karena scaffold harus memiliki karakteristik seperti tulang, maka komposisi unsur yang penting untuk diketahui adalah Ca dan P. Dengan menghitung perbandingan mol Ca/P, dapat dipelajari kualitas scaffold yang telah disintesis. Mikrograf sampel dapat dilihat pada Gambar 12 dengan perbesaran 2500x, perhitungan Ca/P dapat dilihat pada Lampiran 10, dan nilai perbandingan Ca/P sendiri dirangkum pada Tabel 12. Liu, et al 24 menyebutkan bahwa Ca/P untuk fasa tunggal β-tcp antara 1 1,33. Jika sejumlah kecil HAp hadir pada fasa dominan β-tcp, perbandingan Ca/P menjadi sekitar 1,5. Jika Ca/P sebesar 1,67, maka fasa HAp lebih dominan. Untuk Ca/P sebesar 2 2,50, fasa CaO mulai terbentuk pada fasa dominan HAp. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa Ca/P sampel berada pada kisaran 1,244 2,723. Perbandingan ini cukup besar karena dari keterangan Corbridge 25, perbandingan Ca/P untuk tulang bervariasi antara 1 sampai dengan 1,67. Ini artinya, scaffold yang telah disintesis belum tepat digunakan sebagai implan tulang. Hal tersebut merupakan konsekuensi terbentuknya Ca(OH) 2 (sebagai bentuk transformasi CaO) pada reaksi pembentukan BCP. Tabel 12 Perbandingan Ca/P pada sampel A3 Wilayah Ca/P I 2,520 II 2,360 III 1,891 IV 1,244 V 2,723 Gambar 11 (d) Mikrograf SEM perbesaran 4000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3

8 16 I II III IV V Gambar 12 Mikrograf SEM-EDX sampel A3 dengan perbesaran 2500x Uji Kekerasan Scaffold Nilai kekerasan scaffold dipengaruhi oleh bahan dan proses sintesisnya. Bahan yang digunakan tetap, yaitu BCP dan HDPE. Proses sintesisnya meliputi proses non-variatif dan variatif. Dilakukannya sintesis non-variatif bertujuan untuk menghasilkan tingkat kekerasan yang tinggi dan serupa akibat diberikannya perlakuan yang sama pada tiap sampel scaffold. Sintesis non-variatif meliputi empat proses. Pertama, melalui milling CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5. Proses ini mengakibatkan ukuran partikel tereduksi, sehingga luas permukaan totalnya meningkat. 9 Peningkatan luas permukaan ini sebanding dengan nilai kekerasannya. 19 Kedua, proses sintering setelah milling mengakibatkan terjadinya pemadatan partikel BCP yang terbentuk disertai dengan penyusutan ukuran pori. 26 Hal tersebut mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Semakin padat partikel yang terbentuk, tingkat kekerasannya pun semakin meningkat. 26 Ketiga, melalui milling BCP dan HDPE. Proses ini bertujuan agar BCP terikat secara homogen pada HDPE. Homogenitas BCP pada matriks ini dapat mempengaruhi distribusi tingkat kekerasan scaffold. 19 Terakhir, melalui kompaksi. Kompaksi merupakan proses pemadatan yang dapat meningkatkan nilai kekerasan scaffold. 19 Pada sintesis variatif, terdapat variasi perlakuan pada sampel, sehingga perubahan nilai kekerasan pun dapat diamati. Variasi ini terdiri dari lamanya waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan. Data uji kekerasan terlampir pada Lampiran 11. Data tersebut dihitung nilai rata-ratanya dan kemudian diolah dalam bentuk grafik seperti disajikan pada Gambar 13. Skala Shore A Gambar 13 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Nilai kekerasan pada masing-masing sampel scaffold

9 Dari grafik tersebut, perbedaan nilai kekerasan pada tiap sampel tidak menunjukkan angka yang signifikan, baik dengan divariasikannya waktu sonikasi, maupun dengan divariasikannya komposisi BCP dan HDPE. Namun secara umum, nilai kekerasan sampel semakin meningkat dengan semakin ditingkatkannya waktu sonikasi. Ini ditunjukkan oleh sampel A1, A2, B2, dan B3, berturut-turut memberikan nilai kekeras-an 96,50; 97,00; 97,00; dan 97,50. Semakin lama BCP disonikasi, maka ukuran partikelnya semakin kecil dan seragam. Akibatnya, luas permukaan partikel pun semakin meningkat. Karena luas permukaan berbanding lurus dengan nilai kekerasan, maka untuk partikel yang ukurannya lebih kecil, nilai kekerasannya semakin meningkat. 19 Penyimpangan nilai kekerasan terjadi pada sampel A3 dan B1. Sampel A3 memiliki nilai kekerasan terkecil, yaitu 90,00; sedangkan nilai kekerasan untuk sampel B1 sama dengan B2, yaitu 97,00. Penyimpangan ini diduga karena saat dilakukan uji kekerasan, bagian yang diuji adalah bagian yang rapuh, sehingga nilai kekerasannya pun rendah. Nilai kekerasan juga meningkat pada scaffold yang memiliki BCP lebih banyak, yaitu B3 dengan nilai kekerasan 97,50. Karena BCP merupakan bahan kristal, sementara HDPE merupakan bahan semi-kristalin, maka nilai kekerasan untuk komposisi 80% BCP dan 20% HDPE lebih besar dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Dari mikrograf SEM, scaffold dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE memiliki jumlah pori yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Porositas mempengaruhi tingkat kekerasan. Semakin banyak pori yang terbentuk, maka tingkat kekerasannya semakin menurun. 19 Sampel B3 memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi, padahal pori yang terbentuk lebih banyak. Namun perlu diperhatikan bahwa pori yang terbentuk adalah pori dalam satuan mikro, sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik pori dengan ukuran tersebut tidak terlalu mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Darmanis 23 menyebutkan bahwa nilai kekerasan tulang rawan jika diukur dengan menggunakan Shore A, yaitu sekitar 95. Ini sesuai dengan nilai kekerasan scaffold BCP-HDPE yang telah disintesis. Namun dengan nilai kekerasan tersebut, scaffold belum dapat digunakan sebagai matriks penumbuh tulang keras. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut: - Cangkang kerang hijau dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis BCP melalui proses kalsinasi. - BCP yang dihasilkan melalui metode kering meliputi fasa HAp dan β-tcp serta impuritas Ca(OH) 2. Karena Hap terdekomposisi membentuk β-tcp dan Ca(OH) 2, maka fraksi berat HAp semakin menurun dan fraksi berat β-tcp dan Ca(OH) 2 semakin meningkat. Struktur kristal BCP telah mendekati struktur pada database. Sampel BCP yang disonikasi menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Semakin lama waktu sonikasi, maka ukuran BCP semakin homogen. - BCP-HDPE scaffold yang dikarakterisasi memiliki karakter, yakni: (1) variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE pada scaffold tidak mempengaruhi pola difraksi yang terbentuk; (2) diameter BCP semakin menurun saat BCP diberi variasi sonikasi yang lebih lama; (3) melalui proses milling, tampak bahwa BCP telah terikat secara homogen di dalam matriks HDPE; (4) semakin banyak HDPE dan semakin sedikit BCP yang terdapat pada scaffold, maka pori yang terbentuk akan semakin sedikit,

SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI

SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRACT RIFKA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN IV.1 Karakterisasi Serbuk Alumina Hasil Milling Menggunakan SEM Proses milling ditujukan untuk menghaluskan serbuk sehingga diperoleh gradasi ukuran partikel yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

WULAN NOVIANA ( )

WULAN NOVIANA ( ) PENGARUH VARIASI WAKTU DAN MASSA SINTESIS APATITE DARI TULANG SAPI MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG MIKRO DAYA 900 WATT WULAN NOVIANA (2710100097) DOSEN PEMBIMBING: YULI SETIYORINI ST, M.Phil L/O/G/O Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD 9 Hasil XRD HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan difraktometer sinar-x bertujuan untuk mengetahui fasa kristal yang terdapat dalam sampel, mengetahui parameter kisi dan menentukan ukuran kristal.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

Hubungan kristalinitas sampel CaO sintesis, CaO pada CaOZnO 0,08 dan CaO pada CaOZnO 0,25

Hubungan kristalinitas sampel CaO sintesis, CaO pada CaOZnO 0,08 dan CaO pada CaOZnO 0,25 Hubungan kristalinitas sampel CaO, CaO pada 0,08 dan CaO pada 0,25 Sampel 2 ( o ) Tinggi Puncak, I (counts) I/Io % Kristalinitas Kristalinitas CaO > CaO pada 0,25 > CaO pada 0,08 CaO 37,34 1248,68* 1 100

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Struktur Mikro Menggunakan Optical Microsope Fe- Mn-Al pada Baja Karbon Rendah Sebelum Heat Treatment Hasil karakterisasi cross-section lapisan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP :

Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP : Pengaruh Konsentrasi NaOH/Na 2 CO 3 Pada Sintesis CaOMgO Menggunakan Metode Kopresipitasi TUGAS AKHIR Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP : 1409100015 Dosen Pembimbing : Dr. Didik Prasetyoko., M.Sc. TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang di gunakan dalam pembuatan sampel bata skala lab adalah : 1. Lumpur Sidoarjo yang sudah dipasahkan dan dikeringkan dari airnya, 2. Lempung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus 4 untuk pengukuran perpanjangan putus. Kemudian sampel ditarik sampai putus dengan kecepatan 1 mm/menit sehingga dapat diketahui besarnya gaya maksimum dan panjang sampel saat putus. Pengukuran dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh waktu annealing terhadap diameter dan jarak antar butir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh waktu annealing terhadap diameter dan jarak antar butir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh waktu annealing terhadap diameter dan jarak antar butir katalis Au Perubahan morfologi katalis telah dilihat melalui pengujian SEM, gambar 4.1 memperlihatkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit [Ca 10 (PO 4 ) 3 (OH)] merupakan material biokeramik yang banyak digunakan sebagai bahan pengganti tulang. Salah satu alasan penggunaan hidroksiapatit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt% BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(peo)/tio 2, ada beberapa proses yang harus dilewati.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan Bab ini memaparkan hasil dari sintesis dan karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit Sr 2 Mg 1-X Fe x MoO 6-δ dengan x = 0,2; 0,5; 0,8; dan

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini secara umum adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Tahapan Penelitian 3.2 Bahan dan Peralatan Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Sampel Pada proses preparasi sampel terdapat tiga tahapan utama, yaitu proses rheomix, crushing, dan juga pembentukan spesimen. Dari hasil pencampuran dengan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying

SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying -ب س م الله ال رح من ال رح يم - SIDANG TUGAS AKHIR Pengaruh Waktu Milling dan Temperatur Sintering Terhadap Pembentukan PbTiO 3 dengan Metode Mechanical Alloying Oleh : Febry Nugroho 2709 100 016 Dosen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit (HA) merupakan salah satu bahan biokeramik yang digunakan untuk biomedik karena komponen mineral yang terdapat didalamnya sama dengan komponen mineral

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMURNIAN BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X

IDENTIFIKASI KEMURNIAN BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X IDENTIFIKASI KEMURNIAN BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X SAHRIAR NUR AULIA H 1105 100 026 PEMBIMBING : Drs. SUMINAR PRATAPA, M.Sc., P.hD. Page 2 PENDAHULUAN TUJUAN Mengetahui

Lebih terperinci