4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Chitosan Chitosan merupakan bahan dasar yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer. Hasil analisis terhadap chitosan yang digunakan adalah nilai derajat deasetilasi (DD) dengan mempergunakan FTIR sebesar 92,83%, kadar air 14 % ± 0,58 % dan kadar abu 1,4% ± 0,10 %. Menurut Li et al. (1992), nilai derajat deasetilasi merupakan salah satu karakteristik kimia yang paling penting dan dapat mempengaruhi kinerja chitosan dalam berbagai aplikasi. Besarnya nilai derajat deasetilasi yang dipergunakan dalam pembuatan film elektrolit polimer antara lain 85% (Khiar et al. 2006), 90 % (Zhang et al. 2007), 90,2% (Zheng et al. 2001) dan 88,63% (Ni dan Zhao 2007) dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis proksimat, chitosan yang dipergunakan sudah memenuhi standar untuk pembuatan film elektrolit polimer. Tabel 4 Karakteristik kimia chitosan yang digunakan dan berbagai hasil penelitian lainnya Parameter Chitosan (%) Hasil penelitian lain (%) Nilai derajat deasetilasi 92,83 88,46 ± 2,41 a Kadar air 14 ± 0,58 < 10 b Kadar abu 1,4 ± 0,10 < 2 b Sumber : a Khiar et al. (2006); Zhang et al. (2007); Zheng et al. (2001); b Ni dan Zhao (2007) Muzzarelli (1985) Nilai kadar air chitosan yang dipergunakan lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Muzarelli (1985) yaitu sebesar 14%. Menurut Kamarulzaman et al.(2001), chitosan merupakan polimer yang bersifat hidrofilik pada suhu kamar, sehingga tingginya nilai kadar air diduga disebabkan karena masuknya uap air yang berada di lingkungan ke dalam chitosan. Hal ini terlihat dari spektra chitosan yang diuji dengan menggunakan FTIR, dapat dilihat pada Lampiran 9. Gugus OH yang terdapat dalam chitosan memiliki bilangan gelombang yang cukup lebar, yang disebabkan pembentukan OH yang besar.

2 22 Kadar abu yang dimiliki sudah sesuai dengan spesifikasi chitosan menurut Muzzarelli (1985) yaitu < Bentuk Elektrolit Polimer Chitosan Bentuk elektrolit polimer terlihat seperti lembaran plastik tipis tembus pandang dengan warna yang kekuningan-kuningan. Elektrolit polimer yang terbentuk memiliki ketebalan berkisar antara 0, millimeter. Bentuk elektrolit polimer pada berbagai penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) dapat dilihat pada Gambar 5. a b c d e f Gambar 5 Bentuk elektrolit polimer pada berbagai penambahan garam amonium nitrat (a) NH 4 NO 3 0 wt% (b) NH 4 NO 3 5 wt% (c) NH 4 NO 3 15 wt% (d) NH 4 NO 3 25wt% (e) NH 4 NO 3 35 wt% dan (f) NH 4 NO 3 45 wt% Elektrolit polimer yang terbentuk secara visual telah memperlihatkan homogenisasi yang baik antara chitosan dan PVA serta glutaraldehida yang berperan sebagai agen penaut silang (cross-linking), sehingga membentuk plastik film yang terlihat rata dan transfaran. Adapun warna kekuningan yang dominan pada bentuk elektrolit polimer ini diduga disebabkan terjadinya mailard browning yang cenderung berwarna coklat kekuningan. Namun Costa-junior (2008)

3 23 menyampaikan bahwa warna film chitosan umumnya adalah kekuningan yang terbentuk karena glutaraldehida yang berikatan silang dengan chitosan dalam formasi basa schiff. Wang et al. (2004) menyampaikan bahwa nukleofilik nitrogen dari gugus amina (-NH 2 ) menginduksi karbon dari aldehid, sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan satu molekul air dan terbentuk ikatan C=N. Formasi pembentukkan basa schiff (C=N) antara gugus amino chitosan dan gugus aldehid pada glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Formasi pembentukkan basa schiff (C=N) antara gugus amino chitosan dan gugus aldehid pada glutaraldehida (Wang et al. 2004) 4.3 Konduktivitas Ion Konduktivitas ion merupakan salah satu parameter penting dalam penetapan dari sebuah elektrolit polimer. Pengukuran ini digunakan untuk menilai kontribusi berbagai kelompok ion yang terdapat dalam campuran dari bahan yang ada. Pengaruh penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) terhadap konduktivitas ion yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Nilai konduktivitas ion elektrolit polimer chitosan dengan berbagai penambahan NH 4 NO 3

4 24 Besarnya konduktivitas ion dapat terlihat bahwa elektrolit polimer tanpa penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) memiliki nilai konduktivitas yang paling rendah, yaitu 4,8 x S cm -1. Penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) sebesar 5 wt% menghasilkan nilai konduktivitas 2,7 x 10-7 S cm -1, garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) 15 wt% menghasilkan nilai konduktivitas 1,9 x 10-6 S cm -1, garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) 25 wt% menghasilkan nilai konduktivitas 8,4 x 10-6 S cm -1, dan penambahan garam yang paling optimum adalah penambahan amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) sebesar 35 wt% yang menghasilkan nilai konduktivitas 2,2 x 10-5 S cm -1 (Nilai konduktivitas ion terhadap perbedaan komponen garam amonium nitrat dapat dilihat pada Lampiran 7). Adanya peningkatan konduktivitas ion tersebut diduga dari makin tingginya jumlah ion dan mobilitas dari ion-ion yang ada. Menurut Osman et al. (2001) konduktivitas ion pada elektrolit polimer umumnya dipengaruhi oleh jumlah ion yang bergerak dan pergerakan dari ion tersebut. Gugus amino (NH 2 ) pada chitosan dalam asam asetat menurut Xu et al. (2004) telah terprotonisasi menjadi NH + 3, dan gugus OH pada polivinil alkohol akan berkaitan dengan NH + 3 membentuk ikatan hidrogen.chitosan dalam hal ini berperan sebagai matrix polimer dan menurut Mohamed et al. (1995), ion H + dan CH 3 COO - tersebar di dalam pelarut chitosan dan dapat dimobilisasi di bawah medan listrik. Garam yang ditambahkan dalam film elektrolit polimer chitosan adalah amonium (NH 4 ) dari senyawa amonium nitrat (NH 4 NO 3 ), yang akan menyumbangkan H + terhadap sistem utama. Konsentrasi dengan penambahan garam 45 wt% menunjukkan nilai konduktivitas ion yang menurun. Lebih lengkap Majid dan Arof (2005) seperti juga Osman et al. (2001) menyampaikan bahwa konduktivitas bahan tergantung pada jumlah ion yang bergerak dan pergerakannya, namun jumlah ion yang berada di dalam polimer terlalu tinggi dapat menyebabkan mobilitas dari ion menjadi semakin menurun, karena terjadi kepadatan ion. Selanjutnya Majid dan Arof (2007) menyampaikan bahwa jarak antara ion-ion pada suatu polimer tidak boleh terlalu dekat, karena dapat terjadi penggabungan ion dan membentuk pasangan ion netral yang tidak memberikan kontribusi terhadap konduktivitas. Hal ini menjadi memungkinkan saat konsentrasi penambahan garam amonium

5 25 nitrat (NH 4 NO 3 ) sebesar 45wt%, dimana kemungkinan terjadi kepadatan ion, sehingga pergerakan ion semakin berkurang dan menyebabkan nilai kondiktivitas ion yang dihasilkan menjadi menurun. Secara keseluruhan, nilai konduktivitas yang dihasilkan lebih tinggi, dibandingkan dengan hasil penelitian Kadir et al. (2010) dengan formulasi bahan yang sama (40 wt% chitosan dan 60 wt% PVA) dan melihat dari nilai konduktivitas ion tanpa pemberian garam (0 wt% NH 4 NO 3 ), dimana untuk nilai konduktivitas yang dihasilkan Kadir et al. (2010) sebesar S cm -1, sedangkan nilai konduktivitas yang diperoleh dalam penelitian ini tanpa pemberian garam (0 wt% NH 4 NO 3 ) adalah sebesar 4,8 x S cm -1. Penggunaan garam amonium nitrat untuk menghasilkan nilai konduktivitas yang paling optimum (35 wt%) dengan nilai konduktivitas ion sebesar 2,2 x 10-5 S cm -1 di nilai juga lebih baik dibandingkan dengan penggunaan garam (40 wt%) yang telah dilakukan oleh Kadir et al. (2010) yang menghasilkan konduktivitas ion sebesar S cm 1. Adanya perbedaan nilai konduktivitas yang dihasilkan ini diduga disebabkan dari pemberian glutaraldehida dalam elektrolit polimer, sehingga dapat membuat struktur lebih amorf. Glutaraldehida dalam hal ini diduga bertindak sebagai penaut silang membentuk formasi ikatan intra dan antara jaringan (Wang et al. 2004). Ketika glutaraldehid digunakan untuk crosslinking, sebagian kecil dari gugus hidroksil dan gugus amina saling berikatan, tetapi sebagian besar gugus hidroksil dan amina masih terdapat jumlahnya untuk pertukaran proton (Smitha et al. 2006). Selain itu, reaksi polielektrolit terjadi pada gugus NH 2 yang berada pada atom C-2, dimana tingkat solubilitas chitosan terhadap asam asetat merupakan parameter yang dipengaruhi oleh derajat deasetilasi dari chitosan dan keadaan alami dari asam asetat sebagai agen pemberi proton (H + ) (Rinaudo 2006). Nilai derajat deasetilasi chitosan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu 92,83%. Hal ini pula yang menyebabkan nilai konduktivitas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan penelitian yang telah dilakukan Kadir et al. (2010). Secara umum dapat dinyatakan bahwa elektrolit polimer yang dihasilkan telah memenuhi standar, karena konduktivitas spesifik yang ditetapkan oleh Linden (2002) adalah Ω -1 cm -1. Sehingga, elektrolit polimer yang paling

6 26 optimum, yaitu penambahan garam 35 wt% dengan nilai konduktivitas 2,2 x 10-5 S cm -1 dapat diaplikasikan dalam pembentukan baterai. 4.4 Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) dilakukan untuk mengetahui morfologi dari elektrolit polimer. Analisis penampang film elektrolit polimer dengan SEM disajikan hanya pada sampel film elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang tertinggi yaitu 35 wt% NH 4 NO 3. Secara morfologi, permukaan elektrolit polimer dalam bentuk film tampak halus dan terdiri dari butir-butir yang homogen (seragam) yang tersebar di seluruh permukaan film dan tidak terlihat gumpalan-gumpalan yang terbentuk serta cenderung berpori. Hal ini menunjukkan bahwa kedua polimer, terutama chitosan dan PVA dapat larut satu sama lain serta ion tersebut berada di dalam film. Morfologi sampel elektrolit polimer dengan penambahan garam amonium nitrat terbaik (NH 4 NO 3 35wt%) dapat dilihat pada Gambar 8. Kadir et al. (2010) menyampaikan bahwa PVA yang dimodifikasi dengan chitosan akan terlihat melekat satu sama lain pada bagian permukaan struktur pori. PVA dalam hal ini diduga bertindak sebagai guest dari polimer, hal ini didasarkan atas pernyataan Zhang et al. (2007), dimana PVA terlihat seperti berinteraksi dengan chitosan melalui ikatan hidrogen antara gugus amino dan hidroksil. Sedangkan chitosan dapat bertindak sebagai host, hal ini didasarkan atas pernyataan Linden (2002), dimana mengenai ciri-ciri yang harus dimiliki oleh suatu polimer agar dapat berfungsi sebagai host pada elektrolit polimer antara lain memiliki atom atau beberapa atom yang cukup untuk mendonorkan elektron, agar dapat terjadi pembentukan ikatan yang berkoordinasi dengan kation. Pernyataan ini dapat diduga karena chitosan memiliki gugus yang bertindak sebagai donor yaitu gugus amina (NH 2 ) dan hidroksil (OH), sehingga dapat disimpulkan bahwa chitosan yang tergabung dalam pori-pori PVA dapat menghasilkan struktur yang lebih homogen.

7 27 a b c d Gambar 8 SEM film elektrolit polimer dengan bahan dasar chitosan terbaik (NH4NO3 35wt%) dengan perbesaran: a). 500x b). 5000x c) x dan d) x 4.5 X-Ray Diffraction (XRD) Dalam kimia polimer terdapat dua bentuk struktur yaitu amorfus dan kristal. Steven (2001) menyatakan bahwa amorfous merupakan suatu polimer dengan molekul-molekulnya yang tidak berurutan atau acak, sedangkan kristal merupakan suatu polimer yang memiliki keadaan dimana molekul-molekulnya memiliki susunan dan struktur yang lurus (linear). Sifat kristal atau amorf dari film elektrolit polimer dan ukuran partikel diduga akan dapat mempengaruhi kinerja dari suatu bahan dalam menghantarkan suatu ion. Selain itu dinyatakan oleh Zhang et al. (2007), perbandingan komposisi 40 wt% chitosan dan 60 wt% PVA dapat menghasilkan struktur kristalinitas bahan yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa perbandingan komposisi yang dipergunakan. Nakano et al. (2007) juga menyatakan bahwa struktur film campuran antara chitosan dan PVA yang baik terdapat pada campuran 40 wt% chitosan dan

8 28 60 wt% PVA dapat menghasilkan struktur film yang amorf dan transparan serta memiliki elongasi (perpanjangan) yang tinggi akibat dari kristalinitas PVA. Tingkat kristalinitas bahan yang rendah dapat menjadi suatu bahan host yang dapat mempercepat konduksi suatu ion karena memiliki struktur yang lebih amorf. Film elektrolit polimer tanpa penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) (0 wt%) memperlihatkan pola difraksi sinar-x dengan puncak karakteristik pada 2θ=19,8 o, pola difraksi dengan penambahan garam 25 wt% dan 35 wt% memperlihatkan puncak karakteristik yang tidak jauh berbeda, yaitu 19,3 o dan 19,2 o, sedangkan untuk film elektrolit polimer dengan penambahan 45 wt % menghasilkan sudut tertinggi sebesar 18,8 o (Sudut puncak XRD dapat dilihat pada Lampiran 8). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kadir et al. (2010), puncak pola difraksi sinar-x yang terbentuk antara film elektrolit polimer chitosan dan PVA dengan penambahan amonium nitrat diduga berasal dari garam amonium nitrat. Puncak spektrum dengan tanpa penambahan garam amonium nitrat 0 wt% terlihat agak lebih tajam dibandingkan dengan spektrum dengan penambahan garam amonium nitrat 25 wt%, 35 wt% dan 45 wt%. Spektrum analisis XRD elektrolit polimer pada berbagai penambahan garam amonium nitrat dapat dilihat pada Gambar 9. i n t e n s i t a s c d b a 2θ Gambar 9 Spektra hasil XRD elektrolit polimer dengan (a) tanpa penambahan garam (0 wt%) (b) penambahan garam 25 wt% (c) penambahan garam 35 wt% dan (d) penambahan garam 45 wt%

9 29 Struktur kristal PVA murni menurut Zhang et al. (2007) memiliki puncak kristal 11,3 o ;19,4 o; 22,8 o dan 40,6 o, sedangkan untuk chitosan murni ditemukan puncak kristal 10,3 o ; 15,2 o ; 19,8 o dan 21,9 o. Namun setelah dilakukan pencampuran antara chitosan dan PVA puncak kristalinitas menjadi menurun, hal ini disebabkan terjadi interaksi ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dari PVA dan gugus amino atau hidroksi pada chitosan. Puncak tertinggi yang muncul pada spektrum merupakan kristal yang berasal dari PVA. Selanjutnya menurut Chen et al. (2007), penambahan chitosan dengan PVA pada campuran film membuat puncak difraksi PVA menjadi lemah dan meluas, karena terjadi interaksi ikatan hidrogen antara chitosan dan PVA. Penambahan glutaraldehida sebagai agen penaut silang diduga dapat menurunkan sifat kristalinitas dari chitosan, hal ini sesuai dengan Costa-Júnior et al. (2009) dimana dinyatakan bahwa kristalinitas relatif dari film chitosan murni berkurang sekitar 23% sampai 18% ketika jaringan polimer yang berikatan silang oleh glutaraldehid. Hal ini pula yang menyebabkan kristalinitas dari sampel yang diujikan menjadi rendah. Berdasarkan hasil spektrum yang dihasilkan, terlihat bahwa pola spektrum cenderung menunjukkan puncak yang melebar, hal ini menunjukkan bahwa struktur film elektrolit polimer memiliki fasa amorf. Menurut Rohaeti dan Senam (2008) polimer dapat mengandung daerah kristalin yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram sinar-x polimer kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam, sedangkan polimer amorf cenderung menghasilkan puncak yang melebar. Spektrum film elektrolit polimer campuran chitosan dan PVA yang dihasilkan oleh Morni dan Arof (1999) memiliki puncak kristal di 2θ = 20,1 o, spektrum yang terbentuk hampir sama dengan spektrum dari sampel yang dibuat. Polimer dengan fasa amorf sangat penting dalam suatu film elektrolit polimer, karena menurut Armand (1987) bahan dengan fasa amorf dapat membuat konduktivitas ion menjadi lebih baik, sehingga transpor ion dapat terjadi dengan mudah. 4.6 Fourier Transform Infrared (FTIR) Analisis FTIR digunakan untuk menentukan nilai derajat deasetilasi dari bahan baku yaitu chitosan dan untuk melakukan pengidentifikasian keberadaan gugus fungsi yang terdapat pada permukaan film elektrolit polimer (chitosan dan

10 30 PVA). Berdasarkan perhitungan nilai derajat deasetilasi (DD) yang diperoleh dari hasil grafik spektra inframerah (dapat dilihat pada Lampiran 9) diketahui nilai DD chitosan yang digunakan adalah sebesar 92,83%. Silverstein et al. (1981) menyampaikan bahwa spektra gugus yang terbentuk polivinil alkohol pada bilangan gelombang 3439 cm -1 dan 1736 cm -1 merupakan termasuk gugus hidroksil (OH) dan keton. Mengacu kepada Chen et al. (2007), spektra chitosan murni menginformasikan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3431 cm -1 sebagai hasil dari vibrasi rentangan gugus -OH. Lebarnya serapan dan pergeseran bilangan gelombang gugus -OH pada chitosan ini disebabkan adanya tumpang tindih dengan gugus NH dari amina. Serapan pada bilangan gelombang 2918 cm -1, 2851 cm cm -1, 2139 cm -1 muncul disebabkan oleh vibrasi ulur gugus C-H dari alkana yaitu menunjukkan vibrasi ulur gugus -CH 2. Serapan uluran gugus -CH 3 dan -CH 2 - terletak di daerah cm -1, sehingga pita yang terdapat pada bilangan gelombang 2918 cm -1 dan 2852 cm -1 menunjukkan serapan uluran gugus -CH 3 dan -CH 2 -. Bilangan gelombang 1653 cm -1 menunjukkan keberadaan gugus NH 2. Pada bilangan gelombang 1424 cm -1 terbentuk gugus C=C aromatik tetapi sifatnya lemah. Terdapat gugus C-N (stretch) pada pita bilangan serapan 1320 cm -1 serta C-O pada bilangan serapan 1157 cm -1 dan 1060 cm -1. Data identifikasi gugus fungsi chitosan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Data identifikasi gugus fungsi chitosan Bilangan Gelombang (cm -1 ) , 2851, 2362, dan 1068 Identifikasi gugus fungsi OH NH 2 C-H C=C C-N C-O

11 31 garam 0 wt % garam 25 wt % %T garam 35 wt % garam 45 wt % cm-1 Gambar 10 Spektrum inframerah dari film elektrolit polimer chitosan dengan berbagai penambahan amonium nitrat (a) garam 0 wt% (b) garam 25 wt% (c) garam 35 wt% (d) garam 45 wt% Berdasarkan gugus serapan terlihat pada Gambar 10 bahwa pada gugus OH dan NH 2 dengan penambahan garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) terjadi penurunan bilangan gelombang. Menurut Zhang et al. (2007), penurunan bilangan gelombang terjadi akibat terbentuknya interaksi antara makromolekul chitosan dan PVA. Penurunan bilangan gelombang gugus OH hingga penambahan 35 wt% diduga dikarenakan telah terjadi ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari chitosan dan dari PVA. Penurunan bilangan gelombang gugus amina dan hidroksida yang terjadi sesuai dengan pernyataan Kadir et al. (2011) bahwa gugus NH 2 dan OH sampai penambahan optimum 40 wt% NH 4 NO 3 akan menurunkan bilangan gelombang. Hasil pengujian FTIR elektrolit polimer dapat dilihat pada Tabel 6.

12 32 Tabel 6 Gugus serapan FTIR dari film elektrolit polimer chitosan Gugus OH NH 2 Chitosan murni a 1653 Film Chitosan a Film PVA 3343 a - PVA murni 3354 a : Chitosan dan PVA+ 0 wt% 3337 a a 1648 Chitosan dan PVA + 25 wt% Chitosan dan PVA + 35 wt% Chitosan dan PVA+ 45 wt% Keterangan : a Kadir et al.(2011) Pada garam amonium nitrat (NH 4 NO 3 ) terbentuk gugus N-H pada bilangan gelombang 3115 cm -1 dan 3024 cm -1 (Silverstein et al.1981). Selain itu terbentuk pula gugus NO 3 pada bilangan gelombang 825 cm -1. Pada penambahan garam 45 wt% gugus N-H yang terbentuk mengalami peningkatan bilangan gelombang dibandingkan dengan N-H dari garam amonium nitrat. Menurut Kadir et al. (2011), hal ini menunjukkan terjadi penggabungan kembali pada ion garam membentuk sepasang ion netral. Hal ini yang menyebabkan konduktivitas dengan penambahan garam 45 wt% menjadi menurun. Selanjutnya Kadir et al. (2011) menyampaikan bahwa gugus yang berinteraksi dengan PVA dan chitosan dan NH 4 NO 3 (garam tambahan) adalah gugus amina dan hidroksil. Anion NO 3 tidak berinteraksi dengan film elektrolit polimer campuran chitosan dan PVA. Film elektrolit polimer yang dihasilkan Hashmi et al.(1990) yaitu dengan menggunakan PEO sebagai polimer dan amonium klorida (NH 4 ClO 4 ) sebagai dopan (garam tambahan), menunjukkan bahwa yang bertindak sebagai konduksi yaitu ion H + yang berasal dari ion amonium, konduksi yang terjadi melalui mekanisme Grotthus. Buraida et al. (2009) berpendapat pada chitosan dan NH 4 I kompleks, kation dari NH 4 I berkoordinasi dengan atom N pada gugus amina di chitosan. Kation NH 4 + memiliki struktur tetrahedral. Salah satu dari empat atom hidrogen dari ion NH 4 + lebih lemah ikatannya dan dapat terpisah dengan mudah di bawah pengaruh medan berlistrik. Menurut Hashmi et al. (1990) dan Buraida et al. (2009) ion H + ini dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mengisi daerah yang kosong dengan ion H +.

13 Karakteristik Baterai dan Stabilitas Baterai Elektroda negatif (anoda) yang dipergunakan dalam pembentukan baterai yaitu seng dan elektroda positif (katoda) berupa berupa karbon. Elektrolit polimer dengan penambahan garam 35 wt% ammonium nitrat (NH 4 NO 3 ) diletakkan diantara karbon dan seng. Pengujian karakteristik baterai yang dibuat dilakukan dengan menggunakan sirkuit voltase terbuka, dimana baterai tidak disambungkan dengan alat elektronik, pengukuran dilakukan setiap 1 jam sekali selama 24 jam. Tegangan merupakan beda potensial atau selisih nilai antara dua elektroda (Linden 2002). Nilai tegangan keluaran yang dihasilkan baterai cenderung stabil yaitu sebesar 0,95 V hingga 0,9 V dengan arus sebesar 0,7 ma. Grafik nilai tegangan dapat dilihat pada Gambar 11. Nilai tegangan baterai yang dihasilkan memiliki nilai tegangan yang relatif masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai tegangan yang ditetapkan oleh BSN (2004) untuk baterai karbon-seng yaitu sebesar 1,5 V. Rendahnya nilai tegangan yang dihasilkan ini diduga diakibatkan dari nilai konduktivitas ion elektrolit polimer yang masih rendah sehingga jumlah ion yang bergerak serta pergerakan ion dalam polimer masih sedikit serta perangkaian baterai yang dilakukan masih secara manual sehingga kerapatan baterai masih belum baik, karena menurut Linden (2002), desain dari baterai dapat mempengaruhi hasil dari tegangan serta arus baterai. Akan tetapi, baterai dengan elektrolit polimer ini memiliki kelebihan yaitu bersifat lebih ramah lingkungan karena menggunakan chitosan dan PVA sebagai bahan dasar elektrolit polimer sehingga dapat terdegradasi oleh alam serta sifatnya yang lebih fleksibel. Gambar 11 Karakteristik tegangan baterai dengan penggunaan elektrolit polimer terbaik (35 wt% NH 4 NO 3 ) pada sirkuit voltase terbuka

14 34 Baterai cerdas disusun secara seri (2 baterai) yang kemudian dilakukan pengukuran melalui sirkuit voltase terbuka yang disambungkan dengan alat elektronik berupa LED hingga menyala. Nilai tegangan awal yang dihasilkan baterai yang disusun secara seri sebesar 1,85 V dan arus listrik sebesar 1,4 ma (0,0014 A). Sedangkan tegangan dan arus listrik baterai komersil (dengan 1 baterai) sebesar 1,5 V dan 2,25 ma (0,00225A). Grafik perbandingan tegangan dan arus listrik baterai komersil dengan baterai cerdas dapat dilihat pada Gambar 12. Tegangan (V) dan Arus (ma) Jam ke- Tegangan baterai komersil (V) Arus baterai komersil (ma) Tegangan baterai cerdas (V) Arus baterai cerdas (ma) Gambar 12 Perbandingan tegangan dan arus baterai komersil dan baterai cerdas Besarnya daya listrik baterai diperoleh dari hasil perkalian nilai tegangan dengan arus listrik baterai (Hambitzer et al. 1999). Kestabilitasan baterai dilakukan untuk mengetahui daya tahan baterai selama penggunaan terhadap alat elektronik. Pemakain baterai secara terus menerus yang dihubungkan terhadap alat elektronik memberikan dampak terjadinya penurunan daya listrik yang dihasilkan. Nilai awal daya listrik baterai cerdas yaitu sebesar 0,0026 watt sedangkan daya listrik baterai komersil sebesar 0,0034 watt (nilai tegangan, arus listrik dan daya listrik baterai dapat dilihat pada Lampiran 10). Stabilitas baterai berdasarkan nilai daya listrik baterai cerdas lebih lama dibandingkan dengan stabilitas baterai komersial. Nilai daya listrik baterai komersial yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan baterai cerdas, akan tetapi penurunan daya listrik baterai komersil lebih cepat dibandingkan dengan baterai cerdas. Pada baterai

15 35 komersil jam ke-6 daya listrik baterai sudah sangat lemah sebesar 0,00095 watt, berbeda dengan baterai cerdas memiliki stabilitas yang lebih lama yaitu sebesar 0,0012 watt. Hal ini diduga karena bahan elektrolit pada baterai komersil yang dipergunakan seluruhnya berupa bahan kimia, sehingga proses reaksi reduksi oksidasi berlangsung lebih cepat. Menurut Gray (1997), keunggulan dari elektrolit polimer adalah memiliki kestabilan kimia, sehingga kestabilitasan baterai cerdas lebih lama. Perbandingan kestabilitasan baterai komersil dengan baterai cerdas berdasarkan nilai daya listrik dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Stabilitas baterai dengan bahan elektroli polimer dan perbandingannya dengan baterai komersil Penurunan nilai daya baterai ini ternyata dapat dilihat juga melalui perubahan salah satu komponen baterai yaitu elektrolit polimer berupa perubahan warna yang semakin memudar. Perubahan warna yang diamati selama 4 jam sekali terlihat warna cenderung memudar yang berbanding lurus dengan semakin menurunnya daya baterai. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 14. Perubahan warna elektrolit polimer terjadi karena perubahan suhu lingkungan yang terjadi akibat reaksi reduksi oksidasi dalam mekanisme baterai, karena menurut Sotzing (2006) polimer dapat berubah warna jika terjadi perubahan dalam lingkungannya yang disebabkan terjadi konjugasi polimer.

16 36 Jam ke-0 1,8 V 0,0026 Jam ke-4 1,7 V 0,0013 watt Jam ke-8 1,65 V 0,0012 watt Jam ke-13 1,55 V 0,001 watt Gambar 14 Perubahan warna baterai dengan elektrolit polimer chitosan setelah pemakaian

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Anoda (seng) Gambar 1 Komponen utama baterai (Linden dan Reddy 2002) Katoda (batang grafit) Pasta dari MnO 2, NH 4 Cl dan karbon

2 TINJAUAN PUSTAKA. Anoda (seng) Gambar 1 Komponen utama baterai (Linden dan Reddy 2002) Katoda (batang grafit) Pasta dari MnO 2, NH 4 Cl dan karbon 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baterai Baterai merupakan sumber energi yang utama pada berbagai peralatan elektronik portabel (Manthiram 2008). Baterai merupakan sebuah sarana yang mengubah energi kimia yang terkandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan alat )

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan alat ) 3 3 METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 200 sampai Maret 20. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab IV ini akan menjelaskan kajian dari efek fotoinisiator yang akan mempengaruhi beberapa parameter seperti waktu pemolimeran, kelarutan poly tetrahydrofurfuryl

Lebih terperinci

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Skala ph dan Penggunaan Indikator Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ELEKTROLIT POLIMER KITOSAN/PVA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BATU BATERAI

ELEKTROLIT POLIMER KITOSAN/PVA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BATU BATERAI ELEKTROLIT POLIMER KITOSAN/PVA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BATU BATERAI Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia oleh Lysa Setyaningrum 4311411048

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUJIAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Pengujian struktur kristal SBA-15 dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction dan hasil yang di dapat dari pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 lapisan (N) dengan melihat spektrum difraksinya. Persamaan yang digunakan dalam penentuan ciri fisika-kimia diatas adalah: 2d sin L L c 002 a 100 N L K / cos K / cos Ket : d = Jarak antar lapisan (nm)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal

Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna

Lebih terperinci

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi

Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin. Oleh : Agus salim Suwardi Studi Efek Pendadah Berbagai Asam dan Temperatur Terhadap Konduktivitas Polibenzidin Oleh : Agus salim Suwardi Pendahuluan Polimer elektroaktif telah menjadi objek penelitian yang menarik bagi kalangan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus 4 untuk pengukuran perpanjangan putus. Kemudian sampel ditarik sampai putus dengan kecepatan 1 mm/menit sehingga dapat diketahui besarnya gaya maksimum dan panjang sampel saat putus. Pengukuran dilakukan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT BAB 6 LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Standar Kompetensi Memahami sifat-sifat larutan non elektrolit dan elektrolit, serta reaksi oksidasi-reduksi Kompetensi Dasar Mengidentifikasi sifat larutan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan energi dan munculnya kesadaran mengenai dampak lingkungan dari penggunaan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang penyimpanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 10 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Juli 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Bab VI Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Sumber: Dokumentasi Penerbit Air laut merupakan elektrolit karena di dalamnya terdapat ion-ion seperti Na, K, Ca 2, Cl, 2, dan CO 3 2. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permintaan kebutuhan energi listrik akan terus mengalami peningkatan secara pesat sehingga untuk mentransmisikan energi yang besar digunakan sistem tegangan tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik BAB IV HASIL DA PEMBAHASA Pada penelitian ini telah disintesis tiga cairan ionik berbasis garam benzotriazolium yaitu 1,3-metil oktadesil-1,2,3-benzotriazolium bromida 1, 1,3- metil heksadesil-1,2,3-benzotriazolium

Lebih terperinci

BAB 7. ASAM DAN BASA

BAB 7. ASAM DAN BASA BAB 7. ASAM DAN BASA 7. 1 TEORI ASAM BASA 7. 2 TETAPAN KESETIMBANGAN PENGIONAN ASAM DAN BASA 7. 3 KONSENTRASI ION H + DAN ph 7. 4 INDIKATOR ASAM-BASA (INDIKATOR ph) 7. 5 CAMPURAN PENAHAN 7. 6 APLIKASI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA) PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan Kitosan adalah salah satu senyawa turunan dari kitin. Kitin adalah polimer alami (biopolimer) terbesar kedua yang terdapat di alam setelah selulosa dengan rumus molekul

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pelapisan Elektrode dengan Polipirol Dalam penelitian ini dibuat elektrode kawat emas terlapis polipirol dengan tiga jenis ionofor untuk penentuan surfaktan ads,

Lebih terperinci

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A 2011 11030234016 Pengertia n Konduktometri Metode analisis yang memanfaatkan pengukuran daya hantar listrik, yang dihasilkan dari sepasang elektroda

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Kadar Air Pada pengukuran inframerah dari pelumas ini bertujuan untuk membandingkan hasil spektra IR dari pelumas yang bebas air dengan pelumas yang diduga memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci