BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN"

Transkripsi

1 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi; (ii) jenis dan jumlah emulgator, polimer dan zat aktif; dan (iii) profil pengerasan partikel (penguapan pelarut) (Gupta, 2006). Faktor kritis yang menentukan keberhasilan proses pembuatan nanocarrier (ukuran dan morfologinya) yang diteliti pada studi ini adalah kecepatan dan jenis alat untuk emulsifikasi, jenis polimer, jenis dan konsentrasi emulgator, fase organik, dan pengisian zat aktif. Pada penelitian ini, kecepatan yang digunakan adalah rpm. Peningkatan kecepatan homogenisasi akan mengakibatkan nanocarrier mengendap dan menempel pada alat (Homogeniser Ultra-Turrax T23). Kecepatan pengadukan mempengaruhi ukuran globul polimer yang teremulsi. Semakin tinggi kecepatan homogenisasi maka ukuran globul akan semakin kecil. Proses homogenisasi dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan dan membantu memperbesar luas permukaan globul sehingga didapatkan ukuran globul yang lebih kecil. kan tetapi masalah yang timbul akibat pengecilan ukuran globul yang luar biasa adalah terjadinya aglomerasi. Dua buah globul akan mengalami koalesensi jika jarak antara kedua globul tersebut kurang dari 1 nm (Gupta, 2006). Oleh karena itu, selain pengaturan kecepatan homogenisasi secara optimal, pengecilan globul juga harus distabilkan dari proses koalesensi. eberapa cara yang dapat dilakukan adalah menambahkan zat penstabil, dalam penelitian ini digunakan PV, atau dengan mempercepat proses pembentukan nanocarrier (kecepatan penguapan fase organik). Penambahan surfaktan pada sistem ini akan menurunkan tegangan permukaan. Dengan demikian dengan energi yang sama, yang berasal dari proses homogenisasi, diharapkan dapat diperoleh ukuran partikel yang lebih kecil. Sedangkan mempercepat proses pembentukan nanocarrier atau meningkatkan kecepatan penguapan fase organik memiliki mekanisme yang berbeda. ila penguapan fase organik 25

2 26 dapat dipercepat, maka diharapkan globul yang masih berukuran kecil dapat mengeras terlebih dahulu sebelum berkoalesensi dengan globul lainnya. Hal ini lebih menguntungkan karena suspensi dengan nanocarrier yang telah memadat secara fisik stabil walaupun tanpa menggunakan zat penstabil (Niwa et al., 1993). 4.1 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55 Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari aseton, metanol dan diklorometan. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.1, 4.2, dan 4.3. Gambar 4.1 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan (). Gambar 4.2 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan ().

3 27 Gambar 4.3 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 tanpa menggunakan diklorometan () dan dengan menggunakan diklorometan (). HPMCP hanya mengembang dan tidak dapat larut didalam diklorometan (Rowe et al., 2006). Tetapi diklorometan perlu digunakan dalam fase organik untuk membentuk globul stabil sehingga nanocarrier yang diperoleh dapat berbentuk sferis. seton merupakan pelarut yang baik bagi HPMCP HP-55 karena HPMCP mudah larut baik didalamnya, begitu juga dalam pelarut campur aseton-metanol (1:1) (Rowe et al., 2006). Tetapi penggunaan fase organik hanya aseton-metanol meningkatkan polaritas fase organik menyebabkan fase organik bercampur dengan air sehingga tidak dihasilkan globul yang sferis dan nanocarrier yang dihasilkan pun berbentuk nonsferis. Peningkatan diklorometan sebagai fase organik menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier akibat dari terjadinya pengembangan HPMCP HP-55 dan bukan pelarutan yang diharapkan. Penambahan metanol akan meningkatkan polaritas fase organik sehingga tegangan permukaan antar fase berkurang dan ketercampuran dengan air semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan diperolehnya globul yang lebih kecil. Tetapi metanol merupakan pelarut yang berbahaya dan titik didihnya yang relatif tinggi menyebabkan fase organik lebih sulit diuapkan. Sehingga penggunaan diklorometan dan metanol lebih sedikit dari aseton. 4.2 Pengaruh Emulgator terhadap Karakteristik Nanocarrier HPMCP HP-55 Pada penelitian ini dibandingkan dua emulgator yaitu Tween 80 dan polivinilalkohol (PV). Pengamatan pengaruh emulgator terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.4, 4.5, dan 4.6.

4 28 C Gambar 4.4 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (), PV 0,1% (), dan PV 0,5 % (C). C Gambar 4.5 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% (), PV 0,1% (), dan PV 0,5 % (C). Gambar 4.6 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 menggunakan Tween 80 1% () dan PV 0,1% (). Pengembangan formulasi dengan Tween 80 tidak dilanjutkan karena bentuknya yang cair menyebabkan partikel sulit untuk dikeringkan sedangkan tujuan akhir perolehan nanocarrier pada penelitian ini adalah dalam keadaan kering. Selain itu untuk

5 29 mendapatkan suspensi dengan penampilan yang benar-benar baik diperlukan konsentrasi Tween 80 yang tinggi hingga 10% yang tidak efektif dari aspek formulasi. PV dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan konsentrasi lebih rendah. Pada konsentrasi 0.5%, PV mengganggu dalam proses pengeringan sehingga konsentrasi PV diturunkan hingga 0,1% dan masih memberikan hasil yang sama dilihat dari kejernihan suspensi dan pengamatan mikroskop cahaya. Pemberian emulgator dalam fase air tidak mempengaruhi ukuran partikel secara langsung tetapi emulgator dapat menstabilkan globul-globul yang terbentuk pada saat emulsifikasi sehingga tidak bersatu kembali. Hal ini yang menyebabkan partikel yang terbentuk dapat terjaga tetap lebih kecil, selain itu persentase perolehan kembali (dengan cara sentrifugasi) akan meningkat pula (Niwa et al., 1993). Jenis emulgator yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada persentase pengisian obat (Gupta, 2006). 4.3 Pengaruh Fase Organik terhadap Karakteristik Nanocarrier Eudragit RL PO Fase organik yang digunakan pada pembuatan nanocarrier HPMCP HP-55 terdiri dari diklorometan dan aseton. Pengamatan pengaruh fase organik terhadap karakteristik nanocarrier Eudragit RL PO ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8. Gambar 4.7 Suspensi nanocarrier Eudragit RL PO tanpa menggunakan aseton () dan dengan menggunakan aseton ().

6 30 Gambar 4.8 Pengamatan mikroskopik nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier Eudragit RL PO tanpa menggunakan aseton () dan dengan menggunakan aseton (). seton ditambahkan untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase air dan fase organik karena sifatnya yang dapat bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan antara fase air dan organik menjadi kecil sehingga ukuran globul dapat diperkecil. Pada penelitian sebelumnya, penambahan aseton kedalam fase organik yang berupa diklorometan dapat mengurangi ukuran partikel hingga nm (Niwa et al., 1993). 4.4 Pengaruh Jenis Polimer terhadap Karakteristik Nanocarrier Polimer yang dibandingkan adalah HPMCP HP-55 dan Eudragit RL PO. Pengamatan pengaruh jenis polimer terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.9, 4.10, dan Gambar 4.9 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 () dan suspensi nanocarrier Eudragit RL PO ().

7 31 Gambar 4.10 Pengamatan mikroskopik suspensi nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 () dan nanocarrier Eudragit RL PO (). Gambar 4.11 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 () dan nanocarrier Eudragit RL PO (). Hasil pengamatan nanocarrier menunjukkan bahwa kedua polimer dapat menghasilkan nanocarrier dengan karakteristik fisik yang baik. Nanocarrier dari HPMCP HP-55 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan Eudragit RL PO. Sifat Eudragit RL PO yang mudah membentuk film menyebabkan Eudragit RL PO bersifat lebih lengket ketika dalam keadaan larut. Hal ini menyebabkan kecenderungan penggabungan globul pada nanocarrier Eudragit RL PO mudah terjadi sehingga ukuran partikel relatif lebih besar. Jenis polimer yang digunakan, selain mempengaruhi karakteristik nanocarrier, juga perolehan kembali obat dan kandungan obat dalam nanocarrier. Hal ini ada hubungannya dengan kelarutan polimer dalam fase dimana polimer tersebut dilarutkan. Kelarutan polimer yang rendah pada fase organik juga mempengaruhi perolehan kembali nanocarrier (Niwa et al., 1993) 4.5 Pengaruh Zat ktif terhadap Karakteristik Nanocarrier Pengembangan formula yang terbaik dari kedua polimer dilanjutkan dengan penambahan zat aktif. Zat aktif hidrofilik yang digunakan sebagai model adalah INH dan papain.

8 Pengaruh Penambahan INH terhadap Karakteristik Nanocarrier INH digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang larut pada fasa organik. Pengamatan pengaruh penambahan INH terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.12, 4.13 dan Gambar 4.12 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH () Gambar 4.13 Pengamatan mikroskopik menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH () Gambar 4.14 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung INH () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung INH ().

9 33 Penamb ahan obat ke dalam nanocarrier menyebabkan peningkatan ukuran nanocarrier secara signifikan yang dapat diamati baik dari suspensi yang menjadi lebih keruh ataupun dari pengamatan secara mikroskopik. INH dapat larut baik didalam fase organik maupun fase air. Hal ini menyebabkan risiko tinggi adanya kebocoran zat aktif yang diisikan ke dalam nanocarrier. Ditambah lagi kelarutan INH dalam air yang cukup besar. Hal ini dapat dicegah dengan mengatur ph fase air sehingga kelarutan zat aktif dalam air berkurang. Selain mencegah kebocoran, pengaturan ph juga dapat meningkatkan kandungan obat dalam nanocarrier (Niwa et al., 1993) Pengaruh Penambahan Papain terhadap Karakteristik Nanocarrier Papain digunakan sebagai model zat aktif hidrofilik yang tidak larut pada fasa organik. Pengamatan pengaruh penambahan papain terhadap karakteristik nanocarrier ditunjukkan pada gambar 4.15, 4.16, dan Gambar 4.15 Suspensi nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung papain () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain (). Gambar 4.16 Pengamatan mikroskopik nanocarrier menggunakan mikroskop cahaya (perbesaran 1000x + 4x (zoom kamera)) nanocarrier HPMCP HP-55 mengandung papain () dan nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain ().

10 34 Gambar 4.17 Pengamatan mikroskopik nanocarrier dengan scanning electron microscopy (SEM) nanocarrier Eudragit RL PO mengandung papain. Papain digunakan sebagai model untuk protein terapeutik. Penambahan papain dalam nanocarrier dilakukan menggunakan cara emulsi ganda sehingga globul yang terbentuk sangat besar. Variasi proses dengan emulsi ganda (air/organik/air) digunakan untuk zat aktif yang hanya larut pada air dan tidak bisa larut dalam fase organik. Jumlah emulgator pada emulsi pertama (air/organik) harus jauh lebih besar dibandingkan dengan emulsi kedua (air/organik/air) karena ukuran globul dari emulsi pertama perlu agar jauh lebih kecil dari pada globul dari emulsi bagian luar kedua (Gupta, 2006). Pada penelitian ini, emulsi pertama tidak menggunakan emulgator sehingga didapatkan partikel yang relatif sangat besar. 4.6 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pembentukan Nanocarrirer Selain faktor diatas, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan nanocarrier antara lain intensitas dan durasi homogenisasi, dan kecepatan penguapan pelarut organik Pengaruh Intensitas dan Durasi Homogenisasi terhadap Pembentukan Nanocarrier Intensitas dan durasi homogenisasi berpengaruh langsung terhadap ukuran globul yang dihasilkan. Proses homogenisasi akan mengurangi ukuran globul. Peningkatan intensitas homogenisasi akan menurunkan ukuran globul hingga pada ukuran tertentu ukuran globul akan mencapai nilai stabil walaupun intensitas homogenisasi dinaikkan (Gupta, 2006). Pada penelitian ini peningkatan kecepatan emulsifikasi dari rpm hingga rpm tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Penambahan kecepatan emulsifikasi justru menimbulkan aglomerasi yang mengakibatkan polimer mengendap dan menempel pada alat. Hal ini disebabkan pada awal emulsifikasi, proses homogenisasi dengan cara pengadukan dengan kecepatan tinggi akan mempercepat penguapan pelarut hingga

11 35 konsentrasi polimer dalam fase dalam meningkat yang menyebabkan meningkatnya viskositas globul. Dalam keadaan ini globul menjadi lengket (Gupta, 2006) sehingga mudah menempel pada globul lain atau pada permukaan wadah dan alat. Selain dengan pengadukan, homogenisasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan tekanan. Homogeniser tekanan tinggi menggunakan tekanan tinggi untuk memaksa cairan melalui kanal berukuran mikro dengan konfigurasi tertentu dan proses emulsifikasi terjadi melalui kombinasi mekanisme pelubangan, penyobekan dan benturan yang memperlihatkan efesiensi yang sempurna dalam proses emulsifikasi. Dalam penggunaan homogeniser tekanan tinggi, proses homogenisasi dapat dilakukan dalam beberapa kali putaran (multyple cycle) hingga didapatkan ukuran globul emulsi yang diinginkan (Gupta, 2006). Pada penelitian ini, diduga penggunaan jenis homogeniser yang kurang tepat pada proses emulsifikasi menyebabkan nanocarrier yang dihasilkan masih berukuran mikro. Diperlukan alat homogeniser yang memiliki intensitas lebih besar agar didapatkan ukuran globul dalam rentang nanometer Pengaruh Kecepatan Penguapan Pelarut terhadap Pembentukan Nanocarrier Kecepatan penguapan pelarut mempengaruhi proses pemadatan globul. Pada awal proses, globul masih cair dan berkoalesensi bila globul-globul berdekatan hingga kurang dari 1nm. Ketika sebagian pelarut menguap, globul akan lengket hingga pada saat sebagian besar pelarut menguap dan globul akan memadat. Sifat lengket ini berasal dari interaksi antara pelarut, polimer dan zat aktif (Gupta, 2006). ila proses penguapan berlangsung lambat, terdapat kemungkinan globul-globul akan menempel satu sama lain kembali. Pertumbuhan partikel terus berlangsung sebagai akibat dari koalesensi selama pelarut belum seluruhnya menguap hingga partikel tidak lengket. Selain itu proses penguapan yang lama dapat memungkinkan zat aktif yang dapat larut dalam fase luar untuk berpindah dari fase dalam ke fase luar.untuk mempercepat penguapan pelarut organik dapat dilakukan beberapa cara antara lain mengurangi tekanan udara dengan cara dilakukan pemvakuman atau menggunakan pelarut organik yang sangat mudah menguap seperti CO 2 superkritik.

12 Pengeringan Nanocarrirer Teknik pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kering beku (freeze-drying) atau liofilisasi. Liofilisasi dilakukan pada formula yang menggunakan tween 80 dan PV. Liofilisasi formula menggunakan tween 80 menghasilkan padatan transparan yang menempel pada dinding labu bundar. Disebabkan karena wujud tween 80 berupa cairan sehingga tidak bisa dikeringkan. Liofilisasi formula manggunakan PV menghasilkan suatu padatan liat dan ringan yang menyerupai spon. Hal ini disebabkan oleh rekristalisasi PV. Ketika konsentrasi PV diturunkan dan suspensinya dikeringkan dengan metode kering beku, massa liat yang terbentuk berkurang hingga menyerupai batu yang berongga dan porus. Disimpulkan bahwa teknik pengeringan yang telah diterapkan pada percobaan belum berhasil. Untuk mengatasi masalah ini diusulkan menggunakan emulgator lain yang lebih sesuai atau menambahkan cryoprotectant yang tepat. Penambahan cryoprotectant dapat mencegah penggumpalan partikel selama proses pembekuan (bdelwahed, 2006).

DIAN PERDANA DARMAWAN PENGEMBANGAN AWAL SISTEM PEMBAWA OBAT POLIMERIK BERBASIS NANOPARTIKEL PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

DIAN PERDANA DARMAWAN PENGEMBANGAN AWAL SISTEM PEMBAWA OBAT POLIMERIK BERBASIS NANOPARTIKEL PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI DIAN PERDANA DARMAWAN 10702037 PENGEMBANGAN AWAL SISTEM PEMBAWA OBAT POLIMERIK BERBASIS NANOPARTIKEL PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2 0 0 7 Pada kutipan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PERBAA DA PEMBAASA Faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik mikrokapsul yang diteliti adalah kecepatan pengadukan, perbandingan konsentrasi ibuprofen dan gelatin, serta waktu pengerasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan formulasi pelet ekstrak air sambiloto (Andrographis paniculata) yang disalut dengan Eudragit E-100 untuk menutupi rasa pahit sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material komposit merupakan suatu materi yang dibuat dari variasi penggunaan matrik polimer dengan suatu substrat yang dengan sengaja ditambahkan atau dicampurkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan diantaranya deksametason natrium fosfat farmasetis (diperoleh dari Brataco), PLGA p.a (Poly Lactic-co-Glycolic

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair. 2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi. 3. Menghitung neraca massa proses

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

4. Emulsifikasi dan homogenisasi

4. Emulsifikasi dan homogenisasi Minggu 4 4. Emulsifikasi dan homogenisasi 4.. Emulsi Emulsi adalah suatu larutan yang terdiri dari fase disperse dan fase continue. Ada dua tipe emulsi yaitu air dalam lemak dan lemak dalam air. Contoh

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH) OLEH: NAMA : RAMLAH NIM : F1F1 12 071 KELOMPOK KELAS ASISTEN : III : B : FAISAL

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

F L U I D A S U P E R K R I T I K. Nosy Awanda Amrina Malahati Wilujeng Sulistyorini A

F L U I D A S U P E R K R I T I K. Nosy Awanda Amrina Malahati Wilujeng Sulistyorini A F L U I D A S U P E R K R I T I K Nosy Awanda 191338 Amrina Malahati 191338 Wilujeng Sulistyorini 19133862A Samsiyati Andriani 19133863A Fluida superkritik ialah keadaan fluida ketika berada pada temperatur

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan kristal merupakan persoalan serius dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati lubang jarum suntik dan rasa sakit yang ditimbulkan pada saat disuntikkan.

Lebih terperinci

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE BAB III METODE 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, neraca analitik, blender, saringan, botol, heater, rotary evaporator, freeze dryer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Pada pelayanan kefarmasian ada berbagai macam bentuk sediaan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien, baik berupa sediaan jadi ataupun sediaan racikan. Di Indonesia bentuk sediaan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata)

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata) BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata) 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah nanopartikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana 34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM Dhadhang Wahyu Laboratorium Farmasetika Unsoed

DRUG DELIVERY SYSTEM Dhadhang Wahyu Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 DRUG DELIVERY SYSTEM Dhadhang Wahyu Kurniawan @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed RUTE PENGHANTARAN OBAT YANG UMUM DIGUNAKAN 2 TEKNOLOGI MIKROENKAPSULASI -- PENDAHULUAN Teknologi mikroenkapsulasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N KONSEP DASAR PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan konsep dasar pengeringan dan proses Sub Pokok Bahasan Konsep dasar pengeringan Proses

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Ibuprofen merupakan golongan obat anti-inflamasi nonsteroid, bersifat asam dan mempunyai sifat kohesif yang lebih besar daripada sifat adhesif, sehingga sulit kontak dengan zat lain terutama

Lebih terperinci

TUGAS INDUSTRI TEACHING

TUGAS INDUSTRI TEACHING TUGAS INDUSTRI TEACHING Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Practical Teaching Di susun oleh : Abdullah Aisyah Nurjanah Asep Yayan Deasy Wijayanti Iis Nuraisah Rini Sri puspasari Saefudin

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 PERCOBAAN VIII PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT DENGAN REKRISTALISASI Tanggal Praktikum : 4 Maret 2014 Tanggal Pengumpulan : 13 Maret 2014 Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Pengolahan Pangan. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Kajian Keamanan Pangan (Center for Study on Food Safety) Universitas Udayana

Prinsip Dasar Pengolahan Pangan. Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Kajian Keamanan Pangan (Center for Study on Food Safety) Universitas Udayana Prinsip Dasar Pengolahan Pangan Nyoman Semadi Antara, Ph.D. Pusat Kajian Keamanan Pangan (Center for Study on Food Safety) Universitas Udayana Mengapa Makanan Penting? Untuk Hidup Untuk Kesehatan Untuk

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Rimpang Temulawak dan Hasil Pencirian Kurkuminoid Ekstak kurkuminoid diperoleh dengan mengekstraksi 1 kg serbuk temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci