III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT
|
|
- Utami Fanny Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 8 x 2 1 Subproblem 1 x 1 = 11,33; x 2 = 1,2; z = 40,11 (batas atas) t = 1 x 2 2 Subproblem 2 x 1 = 11,6; x 2 = 1; z = 39,8 t = 2 Subproblem 3 x 1 = 9; x 2 = 2; z = 37 t = 9 x 1 11 Subproblem 4 x 1 = 11; x 2 = 1; z = 38 (batas bawah) x 1 12 t = 3 Subproblem 5 x 1 = 12; x 2 = 0,67; z = 39,33 t = 4 x 2 0 x 2 1 Subproblem 6 x 1 = 12,8; x 2 = 0; z = 38,4 Subproblem 7 t = 5 t = 8 Masalah takfisibel x 1 12 x 1 13 Subproblem 8 x 1 = 12; x 2 = 0; z = 36 t = 6 Subproblem 9 Masalah takfisibel t = 7 Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI. III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT Bab ini akan membahas deskripsi pengoperasian BRT, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian in Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika terhadap permasalahan tersebut. 3.1 Perumusan Masalah BRT Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian BRT ialah tagihan biaya operasional bus yang harus dibayar pihak pengelola kepada operator lebih besar bila dibandingkan dengan subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan dari penjualan tiket. Tentu saja ini mengakibatkan pihak pengelola sulit untuk membayar, lalu pihak operator mengalami defisit sehingga pelayanan yang diberikan operator kepada penumpang kurang maksimal. Permasalahan lain ialah saat banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak yang mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, agar frekuensi, nilai utilitas dan jarak (dalam km) yang akan ditempuh pada setiap busnya dapat optimal, dan dapat meminimumkan biaya operasional. Penulis melakukan analisis pengaruh banyaknya penumpang yang diangkut dan banyaknya bus yang dikeluarkan pada periode waktu tertentu (slot waktu), sehingga penjadwalan bus dapat meminimumkan biaya yang harus dibayar. Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT, maka digunakan beberapa asumsi antara lain: 1. adanya sterilisasi jalan, tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus yang dapat menghambat perjalanan, 2. lama waktu pengisian bahan bakar dan waktu berhenti pada lampu lalu lintas tidak diperhatikan, 3. jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas bus sama dan kecepatan bus selalu konstan, 4. penumpang yang tidak terbawa tidak dihitung untuk periode waktu selanjutnya,
2 9 5. perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu, 6. bus yang dioperasikan dalam satu slot waktu yang sama akan melewati rute yang sama pula, 7. jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi pada slot waktu yang berbeda tidak selalu sama, 8. pergerakan penumpang hanya dihitung satu arah dan tidak sebaliknya, 9. jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan, 10. setiap bus dapat beroperasi lebih dari satu putaran dalam satu har 3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika Berdasarkan data yang didapatkan maka permasalahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk pemrograman linear integer. Bentuk formulasi masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Indeks i = slot waktu, i = 1,2,, M j = shelter awal, j = 1,2,, N-1 k = shelter tujuan, k > j Paramater K=kapasitas bus, C=biaya operasional bus per kilometer dalam satu koridor, Km(i)=jarak yang ditempuh setiap bus (dalam kilometer) dari titik keberangkatan pada slot waktu kei, B=banyaknya bus yang tersedia di suatu koridor Variabel Keputusan KT (, i j ) = kapasitas total bus yang diberangkatkan dari shelter j pada slot waktu i, PE( i, j ) = banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di Ti (, jk, ) = banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i, PEA( i, j ) = banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i, Ai (, j ) = banyaknya penumpang yang naik di Bi (, j ) = banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, Zi (, j ) = banyaknya bus yang dioperasikan di DB(, i j ) = banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter j pada slot waktu i, Xij (, ) BL(, i j ) = kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di = kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di Wij (, ) = banyaknya penumpang yang menunggu/tidak terangkut, di Uij (, ) = nilai utilitas bus saat keberangkatan di shelter j pada slot waktu Fungsi Objektif Fungsi objektif pada permasalahan ini ialah meminimumkan biaya operasional dengan cara mengatur banyaknya bus yang dioperasikan pada slot waktu tententu di shelter pertama, dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi, yaitu: M min C* Zi (,1) * Km( i) Kendala Kendala pada permasalahan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut : 1. Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu naik di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 dengan shelter tujuan k pada slot waktu N Ai (,1) = T( i,1, k), 1,2,.., M k = 2 naik pada saat slot waktu i di shelter j ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu N A(, i j) = T(, i j, k),dani j k = 2
3 10 2. Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu turun di shelter 1 pada saat slot waktu i sama dengan nol. Bi (,1) = 0 turun di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan tujuan shelter k pada slot waktu M 4 Bii (,) = Ti (, jk, ), k= 2 M 3 Bii (, 1) = Ti (, jk, ), k= 3 M 2 Bii (, 2) = Ti (, jk, ), k= 4 M 1 Bii (, 3) = Ti (, jk, ), k= 4 M Bii (, 4) = Ti (, jk, ), k= 5 M Bii (, 5) = Ti (, jk, ), k= Bii (, ( M 2)) = Tii (, ( M 2),2). 3. Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu seharusnya dialokasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 yang naik pada slot waktu PE( i,1) = A( i,1) seharusnya dialokasikan di shelter j pada saat slot waktu 1 ialah banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu 1. PE(1, j) = A(1, j) dialokasikan di shelter dan pada slot waktu tertentu sama dengan banyaknya penumpang di shelter pada slot waktu sebelumnya dikurangi dengan banyaknya penumpang yang turun, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter dan slot waktu tersebut. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang di shelter dan slot waktu tertentu ditentukan dari banyaknya penumpang tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. PE(, i j) = PE( i 1, j 1) B(, i j) + A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i 4. Banyaknya bus yang harus dikeluarkan pada setiap slot waktu merupakan banyaknya bus yang akan dikeluarkan dikalikan dengan kapasitas bus harus lebih besar dari 80% banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan. Z(1,1)* K 0.8* max PE( i, i), i 24 Z(2,1)* K 0.8* max PE( i + 1, i), i Z(23,1)* K 0.8*max PE(23, i), i Kapasitas total bus di shelter j pada slot waktu i merupakan perkalian antara banyaknya bus yang dioperasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i dengan kapasitas bus. KT (, i j) = Z(,1)* i K, idan 1, 2,.. M Banyaknya penumpang yang diangkut oleh bus di shelter j pada saat slot waktu Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i lebih besar atau sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu A( i,1) KT ( i,1) PEA( i,1) = KT ( i,1) Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu
4 11 Ai (,1) < KT( i,1) PEAi (,1) = Ai (,1) Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter 1 pada slot waktu i, sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu 1. X ( i,1) = KT ( i,1), untuk j = 1 Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i dikurangi dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, lalu ditambahkan dengan banyaknya penumpang yang turun pada slot waktu i di shelter j. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena kapasitas bus yang tersedia ketika sampai di shelter j pada slot waktu i ditentukan dari banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. X(, i j) = KT(, i j) DB( i 1, j 1) + Bi (, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan kapasitas total di maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu X(, i j) KT(, i j) X(, i j) = KT(, i j), shelter j pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter j pada slot waktu i, maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X(, i j) < KT(, i j) X(, i j) = X(, i j), shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu X( i, j) A(1, j) PEA( i, j) = A( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 kurang dari banyaknya penumpang yang naik di maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum slot waktu X( i, j) < A(1, j) PEA( i, j) = X( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 7. Banyaknya penumpang yang berada di dalam bus. Banyaknya penumpang dalam bus di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu DB( i,1) = PEA( i,1) Banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, dikurangi banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang
5 12 diangkut di shelter j pada slot waktu Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i ditentukan oleh banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya. DBi (, j) = DBi ( 1, j 1) Bi (, j) + PEA( i, j), untuk 2,3,.., M; j = 2,3,.., N 1 i Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i kurang dari atau sama dengan nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan nol. DB(, i j) 0 DB(, i j) = 0, i j. Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i lebih dari nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu DB(, i j) > 0 DB(, i j) = DB(, i j), i j 8. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i merupakan selisih dari kapasitas yang tersedia dalam shelter j pada slot waktu i dan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu BL(, i j) = X (, i j) PEA(, i j), i j bus setelah penumpang naik di lebih dari atau sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) KT(, i j) BL(, i j) = KT(, i j), untuk i j. bus setelah penumpang naik di kurang dari kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j. BL(, i j) < KT(, i j) BL(, i j) = BL(, i j), untuk i j. 9. Banyaknya penumpang yang menunggu atau tidak terangkut di shelter j pada slot waktu i ialah selisih antara banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu W(, i j) = A(, i j) PEA(, i j), j 10. Kendala keberlanjutan bus dalam keberangkatan slot waktu yang sama, dipastikan akan melewati shelter yang sama dan jarak antarbus diabaikan. Hal ini karena terdapat asumsi jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan pada kendala in Zij (, ) = Z(1,1), j Zii (, 1) = Z(2,1), 2 < i ( M 4) Zii (, 2) = Z(3,1), 3 < i ( M 3) Zii (, 3) = Z(4,1), 4 < i ( M 2) Zii (, 4) = Z(5,1), 5 < i ( M 1) Zii (, 5) = Z(6,1), 6 < i M Zii (, 6) = Z(7,1), 7 < i M... Zii (, ( M 2)) = Z( M 1,1), ( M 1) < i M 11. Kendala nilai utilitas bus di shelter j, pada slot waktu i merupakan pembagian antara banyaknya penumpang dalam bus dan kapasitas total di setiap shelter j dan slot waktu DB(, i j) Uij (, ) =, KT (, i j) untuk 2,3,.., M 1; j = 2,3,.., N Bus yang dioperasikan tidak melebihi banyaknya bus yang tersedia dalam satu koridor. Zi (,1) B, 1,2,.., M
6 Kendala banyaknya bus yang dioperasikan di shelter j pada slot waktu i, yaitu Z(i,j), merupakan bilangan bulat taknegatif. 14. Kendala ketaknegatifan, memastikan bahwa: seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. PE(, i j) 0 naik di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol. Ai (, j) 0 turun di lebih besar atau sama dengan nol. Bi (, j) 0 Nilai utilitas bus saat keberangkatan di lebih besar atau sama dengan nol. Uij (, ) 0
IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1
14 IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini ialah DKI Jakarta dan khususnya jalur busway Koridor 1 Blok M Kota. Berikut ialah rute
Lebih terperinciPENJADWALAN BUS TRANSJAKARTA UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL NURISMA
PENJADWALAN BUS TRANSJAKARTA UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL NURISMA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK NURISMA. Penjadwalan
Lebih terperinciLampiran 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemrograman Linear dengan Metode Branch-and-Bound beserta Hasil yang Diperoleh
LAMPIRAN 26 27 Lampiran 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemrograman Linear dengan Metode Branch-and-Bound beserta Hasil yang Diperoleh 1) LP-relaksasi masalah (6) Max z = 3x1+ 5x2
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tingginya mobilitas penduduk di suatu negara terutama di kota besar tentulah memiliki banyak permasalahan, mulai dari kemacetan yang tak terselesaikan hingga moda
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah penentuan rute bus karyawan mendapat perhatian dari para peneliti selama lebih kurang 30 tahun belakangan ini. Masalah optimisasi rute bus karyawan secara matematis
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI. suatu fungsi dalam variabel-variabel. adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk himpunan konstanta,.
II LANDASAN TEORI Pada pembuatan model penjadwalan pertandingan sepak bola babak kualifikasi Piala Dunia FIFA 2014 Zona Amerika Selatan, diperlukan pemahaman beberapa teori yang digunakan di dalam penyelesaiannya,
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI (ITDP 2007)
2 II LADASA EORI Untuk membuat model optimasi penadwalan bus ransakarta diperlukan pemahaman beberapa teori. erikut ini akan dibahas satu per satu. 2.1 Penadwalan 2.1.1 Definisi Penadwalan Penadwalan merupakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kamar darurat (Emergency Room/ER) adalah tempat yang sangat penting peranannya pada rumah sakit. Aktivitas yang cukup padat mengharuskan kamar darurat selalu dijaga oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Riset Operasi Masalah pengoptimalan timbul sejak adanya usaha untuk menggunakan pendekatan ilmiah dalam memecahkan masalah manajemen suatu organisasi. Sebenarnya kegiatan yang
Lebih terperinciBAB 3 LINEAR PROGRAMMING
BAB 3 LINEAR PROGRAMMING Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini sebagai landasan berpikir untuk melakukan penelitian ini dan mempermudah pembahasan hasil utama pada bab selanjutnya. 3.1 Linear Programming
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming
4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar elakang Sepak bola merupakan olahraga yang populer di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sepak bola sebenarnya memiliki perangkat-perangkat penting yang harus ada dalam penyelenggaraannya,
Lebih terperincisejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat
sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif nilai variabel-variabel keputusannya memenuhi suatu himpunan kendala yang berupa persamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan interupsi signifikan terhadap kegiatan operasional sehari-hari yang bersifat normal dan berkesinambungan. Interupsi ini dapat menyebabkan entitas
Lebih terperinciInteger Programming (Pemrograman Bulat)
Integer Programming (Pemrograman Bulat) Pemrograman bulat dibutuhkan ketika keputusan harus dilakukan dalam bentuk bilangan bulat (bukan pecahan yang sering terjadi bila kita gunakan metode simpleks).
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
8 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu instansi atau industri maupun perusahaan, adanya penentuan jumlah produksi yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting. Sistem penentuan jumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan
Lebih terperinciIII MODEL PENJADWALAN
3 Ax = B N x B x = Bx B + Nx N = b. (5) N Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) x B dapat dinyatakan sebagai: x B = B 1 b B 1 Nx N. (6) Kemudian fungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Graf merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang dapat digunakan dalam membantu persoalan diberbagai bidang seperti masalah komunikasi, transportasi, distribusi,
Lebih terperinciIII RELAKSASI LAGRANGE
III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode
Lebih terperinciIII DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH RUTE DAN JADWAL PESAWAT UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN PENUMPANG
t = 1 SUBPROBLEM 1 x 1 = 3,75, x 2 = 2, 25, z = 41, 25 x 1 4 x 1 3 t = 2 SUBPROBLEM 2 x 1 = 4, x 2 = 1, 8, z = 41 SUBPROBLEM 3 t = 7 x = x 3, z = 39, LB = 40 1 2 = x 2 2 x 2 1 SUBPROBLEM 4 t = 3 TAK FISIBEL
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Menurut Aminudin (2005), program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier
Lebih terperinciIV STUDI KASUS. sebagai stasiun awal. Rute 5 meliputi stasiun. 3, 9, 13, 14, 15, 16, 17 dengan stasiun 3. 4, 10, 15, 18, 19, 22, 23 dengan stasiun 4
0 IV STUDI KASUS Misalkan pada suatu daerah terdapat jaringan rel kereta. Jaringan rel kereta tersebut memiliki 3 stasiun dengan 3 edge antarstasiun. Gambar jaringan dapat dilihat pada Gambar 6. Angka
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan pemotongan kayu sering dialami oleh industri yang memproduksi batangan-batangan kayu menjadi persediaan kayu dalam potonganpotongan yang lebih
Lebih terperinciOleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih (2) Husty Serviana Husain (2) ABSTRAK
MODEL OPTIMASI PENJADWALAN KERETA API (Studi Kasus pada Jadwal Kereta Api di PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 2 Bandung Lintasan Bandung-Cicalengka) Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama
Lebih terperinciMODEL PENJADWALAN KEBERANGKATAN BUS DENGAN STRATEGI ALTERNATING DEADHEADING: STUDI KASUS DI PO RAYA
MODEL PENJADWALAN KEBERANGKATAN BUS DENGAN STRATEGI ALTERNATING DEADHEADING: STUDI KASUS DI PO RAYA R. A. CAHYADI 1, A. AMAN 2, F. HANUM 2 Abstrak Penjadwalan keberangkatan bus merupakan salah satu hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dunia ini terdapat 3 jenis jalur transportasi, transportasi melalui darat, laut dan udara. Transportasi dari setiap jalur juga mempunyai banyak jenis, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Kereta api merupakan salah satu angkutan darat yang banyak diminati masyarakat, hal ini dikarenakan biaya yang relatif murah dan waktu tempuh yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sukarelawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya tanpa mengharapkan imbalan. Sukarelawan
Lebih terperinciDAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... LEMBAR PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... LEMBAR PERNYATAAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... INTISARI... ABSTRACT...
Lebih terperinciProf. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi
Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi Merupakan salah satu bentuk dari model jaringan kerja (network). Suatu model yang berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan UKM dalam negeri didominasi oleh industri makanan, salah satunya produk roti yang menunukan bahwa minat masyarakat terhadap produk ini terus bertambah.
Lebih terperinciStudi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah
Lebih terperinciMASALAH GROUND-HOLDING DENGAN DUA TERMINAL DALAM PENGENDALIAN LALU LINTAS UDARA
MASALAH GROUND-HOLDING DENGAN DUA TERMINAL DALAM PENGENDALIAN LALU LINTAS UDARA W. PRASETYO 1, F. HANUM 2, P. T. SUPRIYO 2 Abstrak Setiap maskapai penerbangan memiliki strategi untuk meminimumkan biaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pesawat terbang merupakan salah satu sarana angkutan umum yang sering digunakan banyak orang, dikarenakan lebih mengefisiensi waktu dalam bepergian. Faktanya,
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Angkutan umum dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan Teknologi Informasi yang selalu berkembang menuntut perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada teknologi komputerisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana
IV-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat tergantung pada sarana transportasi laut sebagai sarana penghubung utama antara pulau. Distribusi barang antara
Lebih terperinciOPT.IMASI ALAT ANGKUT PENGIRIMAN BERAS (Studi Kasus pada PT. Umbul Berlian Semarang)
2012 Enty Nur Hayati 58 OPT.IMASI ALAT ANGKUT PENGIRIMAN BERAS (Studi Kasus pada PT. Umbul Berlian Semarang) Enty Nur Hayati Dosen Fakultas Teknik Universitas Stikubank Semarang DINAMIKA TEKNIK Vol. VI,
Lebih terperinciOptimasi Kendaraan Pengangkut Sampah di Kecamatan Kertapati Menggunakan Pemrograman Bilangan Bulat Biner 0 dan 1
Optimasi Kendaraan Pengangkut di Kecamatan Kertapati Menggunakan Pemrograman Bilangan Bulat Biner 0 dan 1 Eka Susanti Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sriwijaya Jl. Palembang Prabumulih Km.32
Lebih terperinciPROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1
PROGRAMA INTEGER 10/31/2012 1 Programa linier integer (integer linear programming/ilp) pada intinya berkaitan dengan program-program linier dimana beberapa atau semua variabel memiliki nilai-nilai integer
Lebih terperinciOptimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming
Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming Dwi Sutrisno 1, M. Adha Ilhami 2, Evi Febianti 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil tersebut
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Manajemen operasi suatu industri penerbangan merupakan suatu permasalahan Operations Research yang kompleks Secara umum, perusahaan dihadapkan pada berbagai persoalan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TARIF BATAS ATAS DAN TARIF BATAS BAWAH ANGKUTAN PENUMPANG ANTAR KOTA DALAM PROVINSI KELAS EKONOMI DENGAN MOBIL BUS UMUM DI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data
BAB III METODOLOGI 3.1. Metodologi Pemecahan Masalah Di dalam pemecahan masalah kita harus membuat alur-alur dalam memecahkan masalah sehingga tersusun pemecahan masalah yang sistematis. Berikut ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melayani 10 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah TransJakarta merupakan salah satu alat tranportasi dijakarta dengan jumlah armada atau kendaraan busway yang beroperasi di Jakarta sebanyak 278 unit. Sementara
Lebih terperinciPENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV.
PENENTUAN JALUR DISTRIBUSI DAGING SAPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SARI JAYA MANDIRI SKRIPSI Oleh : DEDI INDRA GUNAWAN 0632010087 JURUSAN TEKNIK
Lebih terperinciAPLIKASI PROGRAM INTEGER PADA PERUMAHAN BUMI SERGAI DI SEI RAMPAH
Saintia Matematika Vol. 2, No. 1 (2014), pp. 13 21. APLIKASI PROGRAM INTEGER PADA PERUMAHAN BUMI SERGAI DI SEI RAMPAH ERLINA, ELLY ROSMAINI, HENRY RANI SITEPU Abstrak. Kebutuhan akan rumah merupakan salah
Lebih terperinciDynamic Programming. Pemrograman Dinamis
Pemrograman Dinamis Pemrograman dinamis merupakan suatu teknik analisa kuantitatif untuk membuat tahapan keputusan yang saling berhubungan. Teknik ini menghasilkan prosedur yang sistematis untuk mencari
Lebih terperinciMASALAH PENENTUAN KORIDOR BUS DALAM MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL IMAM EKOWICAKSONO
MASALAH PENENTUAN KORIDOR BUS DALAM MEMINIMUMKAN BIAYA OPERASIONAL IMAM EKOWICAKSONO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK IMAM
Lebih terperinciIMPLEMENTASI FLEET SIZE AND MIX VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS PADA PENDISTRIBUSIAN KORAN
IMPLEMENTASI FLEET SIZE AND MIX VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS PADA PENDISTRIBUSIAN KORAN Maya Widyastiti *), Farida Hanum, Toni Bakhtiar Departemen Matematika FMIPA, Institut Pertanian Bogor
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat
Lebih terperinciMatematika Bisnis (Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM.
(Linear Programming-Metode Grafik Minimisasi) Dosen Febriyanto, SE, MM. www.febriyanto79.wordpress.com - Linear Programming Linear programing (LP) adalah salah satu metode matematis yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan dewasa ini memberikan dampak yang sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya yaitu meningkatnya pula pergerakan orang
Lebih terperinciOPTIMASI HEADWAY DAN KECEPATAN BUS (Studi Kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1) LILI SURYANI WIDIYASTUTI
OPTIMASI HEADWAY DAN KECEPATAN BUS (Studi Kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1) LILI SURYANI WIDIYASTUTI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi didefenisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu
Lebih terperinciBAB 2 PROGRAM INTEGER. Program linear merupakan metode matematika untuk mengalokasikan sumber
BAB 2 PROGRAM INTEGER 2.1 Program Linear Program linear merupakan metode matematika untuk mengalokasikan sumber daya yang biasanya terbatas supaya mencapai hasil yang optimal, misalnya memaksimumkan keuntungan
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, manusia sering dihadapi oleh permasalahan melibatkan optimasi tujuan ganda (multi-objective), contohnya dalam hal perencanaan atau peramalan pasar yang
Lebih terperinciPROGRAMA INTEGER. Model Programa Linier : Maks. z = c 1 x 1 + c 2 x c n x n
PROGRAMA INTEGER Model Programa Linier : Maks. z = c 1 x 1 + c 2 x 2 +. + c n x n d. k. a 11 x 1 + a 12 x 2 +.a 1n x n < b 1.. a m1 x 1 + a m2 x 2 +.a mn x n < b m x 1 ; x 2 ;.x n > 0 Semua variabel keputusan
Lebih terperinciJurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya 1* Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya 2,3
PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) DENGAN METODE BRANCH AND BOUND (Aplikasi Permasalahan Pengangkutan Barang Kantor Pos Palembang) (SOLVING THE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) USING BRANCH
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada
BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pendekatan Analisis Optimasi pada tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem dimana pola operasi adalah optimum bila frekwensi perjalanan kereta api mendekati
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Produk Menurut Daryanto (2011:49) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau dikonsumsi dan
Lebih terperinciManajemen Angkutan Umum Perkotaan
Manajemen Angkutan Umum Perkotaan Latar Belakang 2 Angkutan Umum sebagai Obat Mujarab Permasahalan Transportasi Perkotaan 1 3 Singapura di Tahun 1970-an 4 2 Singapura Saat Ini 5 Jakarta Tempoe Doeloe 6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju, termasuk di bidang transportasi. Namun seiring dengan kemajuannya muncul pula
Lebih terperinciBAB 2 TEORI-TEORI PENDUKUNG
BAB 2 TEORI-TEORI PENDUKUNG Untuk lebih memahami isi dari tulisan ini dibutuhkan beberapa pengetahuan tentang konsep, formula, dan definisi yang berhubungan dengan rancangan jaringan distribusi. Secara
Lebih terperinci12/15/2014. Apa yang dimaksud dengan Pemrograman Bulat? Solusi yang didapat optimal, tetapi mungkin tidak integer.
1 PEMROGRAMAN LINEAR BULAT (INTEGER LINEAR PROGRAMMING - ILP) Apa yang dimaksud dengan Pemrograman Bulat? METODE SIMPLEKS Solusi yang didapat optimal, tetapi mungkin tidak integer. 2 1 INTEGER LINEAR PROGRAMMING
Lebih terperinciSOFTWARE LINDO I KOMANG SUGIARTHA
SOFTWARE LINDO I KOMANG SUGIARTHA PENGERTIAN LINDO LINDO (Linear Interaktive Discrete Optimizer) merupakan software yang dapat digunakan untuk mencari penyelesaian dari masalah pemrograman linear. Prinsip
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kriteria Kinerja Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum yang sudah memenuhi kinerja yang baik apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang merupakan kajian ilmu geografi yang meliputi seluruh aspek darat, laut maupun udara. Alasan mengapa ruang menjadi kajian dari geografi, karena ruang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era modern sekarang ini dengan biaya hidup yang semakin meningkat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era modern sekarang ini dengan biaya hidup yang semakin meningkat, berakibat beberapa perusahaan mengalami peningkatan biaya pendistribusian produk. Pendistribusian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kemacetan merupakan masalah utama yang sering dihadapi oleh sejumlah perkotaan di Indonesia. Kemacetan transportasi yang terjadi di perkotaan seolah olah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengiriman produk kepada pelanggan harus memiliki penentuan rute secara tepat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk dapat melakukan pengiriman produk secara tepat kepada pelanggan. Ketepatan pengiriman produk kepada
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu teknik penyelesaian optimal atas suatu problema keputusan dengan cara menentukan terlebih dahulu fungsi tujuan (memaksimalkan atau meminimalkan)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk perkembangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 KEMENHUB. Jaringan Pelayanan. Lintas Pelayanan. Perkeretaapian. Tata Cara. Penetapan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9 TAHUN 2014
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 UMUM Masalah yang dihadapi oleh perusahaan jasa angkutan adalah merencanakan dan menentukan rute yang optimal untuk dioperasikan didalam wilayah kajian. Wilayah kajian dapat dikarakteristikkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat kota Padang dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sangat tinggi. Salah satunya adalah tranportasi untuk menjalankan mobilitas sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
121 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan permasalahan, tujuan, sasaran serta analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dari studi ini, yaitu : 1. Kondisi Performansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jadwal mata kuliah merupakan hal yang penting dalam proses perkuliahan. Setiap jurusan pada universitas memiliki jadwal mata kuliah yang disusun sedemikian rupa untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka
Lebih terperinciTERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI
TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul
Lebih terperinciModel Transportasi /ZA 1
Model Transportasi 1 Model Transportasi: Merupakan salah satu bentuk dari model jaringan kerja (network). Suatu model yang berhubungan dengan distribusi suatu barang tertentu dari sejumlah sumber (sources)
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Program Linier Program linier merupakan suatu model matematika untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber yang tersedia. Kata linier digunakan untuk menunjukkan
Lebih terperinci4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI
24 4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI 4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kegiatan distribusi roti Sari Roti di daerah Bekasi dan sekitarnya yang dilakukan setiap
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
249 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari uraian uraian sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan serta memberikan rekomendasi terhadap hasil studi. Adapun kesimpulan dan rekomendasi
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan optimasi kombinatorial yang terkenal dan sering dibahas adalah traveling salesman problem. Sejak diperkenalkan oleh William Rowan Hamilton
Lebih terperinci