BAB IV. EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh BADAN PT PATRA JASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh BADAN PT PATRA JASA"

Transkripsi

1 BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PPh pasal 23 dan PPh BADAN PT PATRA JASA Dari data yang telah diperoleh, penulis menilai bahwa PT Patra Jasa dapat dikatakan telah melakukan suatu bentuk perencanaan atas laporan keuangannya, hal ini terlihat dari laporan laba ruginya yang dijabarkan secara lebih terperinci dalam profit and loss comparative report dimana banyak dilakukan koreksi-koreksi positif dan negatif yang keduanya berpengaruh terhadap perolehan Penghasilan Kena Pajaknya. Namun perencanaan pajak yang dilakukan masih ada yang belum sesuai dengan peraturan perpajakan untuk pajak penghasilan, oleh karena itu penulis akan mencoba melakukan evaluasi atas pelaksanaan dan perencanaan terhadap kewajiban pajaknya yaitu PPh pasal 23 dan PPh Badan. IV.1 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan pasal 23 (PPh pasal 23) Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan) dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal

2 Sepanjang tahun 2005 PT Patra Jasa melakukan transaksi-transaksi yang berhubungan dengan PPh pasal 23, transaksi tersebut adalah transaksi yang dilakukan dimana PT Patra Jasa bertindak sebagai pemotong atas transaksi jasa yang diberikan dari pihak penjual. Transaksi jasa yang dilakukan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 antara lain penggunaan jasa akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan, pemakaian jasa pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva yang dimiliki, pemakaian jasa konstruksi, jasa instalasi, katering, termit, cleaning service, sewa, penyediaan tenaga kerja, dan jasa pengacara. Dari analisa yang dilakukan penulis terhadap data PPh pasal 23-nya, penulis berpendapat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan perencanaan yang lebih maksimal atas pajak ini. Selama ini PT Patra Jasa telah berusaha untuk sedapat mungkin mematuhi seluruh kewajibannya sebagai wajib pajak dan pemotong dengan cara membayarkannya ke KPP dimana PT Patra Jasa terdaftar dengan tepat waktu yaitu pada tanggal 10 setiap bulannya, dengan melakukan pembayaran yang tepat waktu maka likuiditas perusahaan tidak terganggu. Lain halnya jika PT Patra Jasa tidak melakukan pemotongan dan pembayaran atas transaksi jasa yang telah diterima secara taat, perusahaan akan berisiko untuk terkena sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan. Hal seperti ini akan mengganggu likuiditas perusahaan karena non deductible expense perusahaan bertambah. 65

3 Dari hasil evaluasi yang dilakukan penulis mendapatkan bahwa di dalam laporan keuangan laba-rugi perusahaan terdapat pengeluaran biaya atas transaksi jasa yang dibebankan sebagai biaya dalam pelaporan Laba/Rugi dalam beban operasi hotel/motel 1. Jasa Profesional Hotel/Motel menggunakan jasa profesional untuk pelaksanaan kegiatan audit dari akuntan publik Drs. Santoso Harsokusumo, Irwan dan rekan. Selain itu dikeluarkan sejumlah dana untuk Biaya Legal (Legal Fee) untuk masalah perijinan, dan outsourcing fee yang bertujuan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu yang bertujuan untuk perluasan bisnis perusahaan. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa profesional ini adalah sebesar Rp Peraturan telah menetapkan bahwa jasa profesional dikenakan tarif sebesar 50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa ini dibayarkan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara terperinci biaya untuk jasa profesional dapat diuraikan sebagai berikut : Audit Fee Rp ,00 Legal Fee Rp ,00 Outsourcing Fee Rp ,00 total Rp ,00 2. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi. 66

4 Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang sebagian besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di bidang hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi besar untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan (repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan dan sistem dan unsur-unsur penunjang gedung. Total pengeluaran PT Patra Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah sebesar Rp atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan untuk PPh pasal 23 dengan dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan pemotongan PT Patra Jasa juga menyetorkannya ke KPP tepat waktu. 3. Hotel/Motel Patra Jasa juga melakukan kegiatan sewa yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja para karyawan dan keperluan usaha. Biaya atas kegiatan sewa terdiri dari penyewaan tempat, sewa mesin fotocopy, dan sewa fasilitas sistem teknologi informasi. Biaya dari item sewa adalah sebesar Rp Kantor pusat juga mengeluarkan biaya atas transaksi jasa. Jenis biaya yang dikeluakan juga hampir sama dengan yang dikeluarkan oleh Hotel/Motel, yaitu : 1. Kantor pusat menggunakan jasa profesonal untuk penyediaan laporan keuangan, jasa konsultasi hukum/pengacara dan legal untuk masalah perijinan, jasa aktuaria untuk penghitungan dana pensiun. 67

5 Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembayaran jasa-jasa profesioanal ini adalah sebesar Rp ,89 Atas jasa profesional ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa profesional sebesar 50% dari jumlah obyek pajaknya, PPh pasal 23 untuk jasa ini dibayarkan pada bulan diterimanya transaksi itu. Secara terperinci biaya untuk jasa ini dapat diuraikan sebagai berikut : Legal Fee Rp ,00 Consultant Fee Rp ,26 Audit Fee Rp ,63 total Rp ,89 2. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan perusahaan yang berpusat di Jakarta dan unit-unit usaha yang berada di daerah diperlukan sistem on-line yang memadai dan program komputer yang mendukung kerja para staf. Oleh karena itu PT Patra Jasa melakukan instalasi program software tertentu pada komputer setiap karyawannya, PT Patra Jasa mendapatkan jasa ini dari PT IBM Indonesia dan untuk penggunaan software tersebut PT Patra Jasa membayar sewa sebesar Rp ,47 Sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23 PT Patra Jasa melakukan pemotongan atas jasa yang diterimanya ini dengan tarif sebesar 40% 3. Aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan dapat terus digunakan jika dilakukan perawatan/pemeliharaan sehingga aktiva tersebut tetap dapat 68

6 digunakan untuk mendukung operasi perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik lagi. Begitupun dengan PT Patra Jasa, aktiva yang dimiliki perusahaan yang sebagian besar berupa bangunan mengingat bidang usahanya yang bergerak di bidang hospitality juga membutuhkan perawatan yang baik yang berpotensi besar untuk menarik minat para tamu untuk menginap dengan tingkat kenyamanan yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu PT Patra Jasa melakukan perbaikan dan perawatan (repair and maintenance) atas aktivanya, tidak hanya pada bangunan yang dimiliki namun pada semua aktiva termasuk didalamnya kendaraan perusahaan, komputer dan mesin-mesin penunjang kerja. Total pengeluaran PT Patra Jasa untuk biaya perbaikan dan perawatan ini adalah sebesar Rp ,73 atas jasa ini PT Patra Jasa melakukan pemotongan untuk PPh pasal 23 dengan dasar tarifnya sebesar 40%, selain melakukan pemotongan PT Patra Jasa juga melaporkannya ke KPP tepat waktu. Dari hal-hal tersebut telah terlihat bahwa PT Patra Jasa belum melakukan perencanaan yang lebih maksimal terhadap pemenuhan kewajiban PPh pasal 23-nya, karena selama ini PT Patra Jasa hanya memenuhi kewajibannya sebagai pemotong yang menyetorkan pajaknya tepat waktu. Perencanaan atas PPh pasal 23 PT Patra Jasa dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan beban-beban tersebut dengan metode gross up. Berikut ini adalah perhitungan gross up untuk perencanaan PPh pasal 23 (dari Hotel/Motel dan kantor pusat) yang dibebankan dalam PPh Badan 69

7 Perencanaan Sebelum 1 Jasa profesional Audit Fee Rp 8,667, Legal Fee Rp 1,950, Sesudah 2 Outsourcing Fee Rp 360,000, Repair & Maintenance Furniture Rp 69,083, Curtain Rp 11,589, Elevator/escavator Rp 24,695, Building Rp 394,491, Plumbing Rp 146,668, Carpentry Rp 46,34, Pest cont Rp 75,650, Water treatment Rp 146,199, Wall paper Rp 105, Vehicle Rp 48,499, Sewa Space rental Rp 75,923, Photocopy machine Rp 3,186, System facility/it Rp 462,489, gross up 1 Jasa Profesional Audit fee = 7.5% x Rp 8,667,458.00/0.925 Rp 9,370, Legal fee = 7.5% x Rp 1,950,000.00/0.925 Rp 2,108, Outsourcingt fee = 6% x Rp 360,000,000.00/0.94 Rp 382,978, Repair & maintenance Furniture = 6% x Rp 69,083,006.00/0,94 Rp 73,492, Curtain = 1.5% x Rp 11,589,250.00/0.985 Rp 11,765, Elevator/escavator = 6% x Rp 24,695,000.00/0.94 Rp 26,271, Building = 6% x Rp 394,491,433.00/0.94 Rp 419,671, Plumbing = 6% x Rp 146,668,320.00/0.94 Rp 156,030, Carpentry = 6% x Rp 46,314,200/0.94 Rp 49,270, Pest cont = 1.5% x Rp 75,650,977.00/0.985 Rp 76,803, Water treatment = 6% x Rp 146,199,606.00/0.94 Rp 155,531, Wall paper = 6% x Rp 105,000.00/0.94 Rp 111, Vehicle = 6% x Rp 48,499,840.00/0.94 Rp 51,595,

8 3 Sewa Space Rental = 6% x Rp 75,923,042.00/0.94 Rp 80,769, Photocopy machine = 6% x Rp 3,186,010.00/0.94 Rp 3,389, System facility/it = 6% x Rp 462,489,504.00/0.94 Rp 492,010, TOTAL Rp 1,875,512, Rp 1,991,169, PPh pasal 23 yang harus dibayar 1 Jasa profesional Audit fee = 7.5% Rp 650, Rp 702, Legal fee = 7.5% Rp 146, Rp 158, Outsourcing fee = 6% Rp 21,600, Rp 22,978, Repair & maintenance Furniture = 6% Rp 4,144, Rp 4,409, Curtain = 10% Rp 173, Rp 176, Elevator/escavator = 6% Rp 1,481, Rp 1,576, Building = 6% Rp 23,669, Rp 25,180, Plumbing = 6% Rp 8,800, Rp 9,361, Carpentry = 6% Rp 2,778, Rp 2,956, Pest cont = 1.5% Rp 1,134, Rp 1,152, Water treatment = 6% Rp 8,771, Rp 9,331, Wall paper = 6% Rp 6, Rp 6, Vehicle = 6% Rp 2,909, Rp 3,095, Sewa Space Rental = 6% Rp 4,555, Rp 4,846, Photocopy machine = 6% Rp 191, Rp 203, System facility/it = 6% Rp 27,749, Rp 29,520, PPh pasal 23 yang disetor Rp 108,764, ,656, Pengurangan PPh badan akibat biaya Rp 1,875,512, ,991,169, Selisih kurang PPh Badan (Rp 1,991,169,391 - Rp 1,875,512,646) x 30% Rp 34,697, Selisih lebih pembayaran PPh 23 Rp (6,892,535.00) Penghematan beban pajak Rp 27,804, Tabel

9 Penulis juga melakukan penghitungan atas kegiatan jasa kantor pusat yang dibebankan perusahaan dalam Laporan Laba/Rugi Perencanaan Sebelum 1 Jasa profesional Legal fee Rp 9,362, Consultant Fee Rp 349,905, Audit Fee Rp 103,579, Sesudah 2 Sewa (sotware programme) Rp 739,714, Perbaikan dan perawatan Rp 83,074, gross up 1 Jasa Profesional Legal fee = 7.5% x Rp 9,362,100.00/0.925 Rp 10,121, Consultant fee = 7.5% x Rp 349,905,208.26/0.925 Rp 378,275, Audit fee = 7.5% x Rp 103,579,485.63/0.925 Rp 111,977, Sewa (software programme) 6% x Rp 739,714,686.47/0.94 Rp 786,930, Perbaikan dan perawatan 6% x Rp 83,074,399.73/0.94 Rp 88,377, TOTAL Rp 1,285,635, Rp 1,375,682, PPh pasal 23 yang harus dibayar 1 Jasa profesional Legal fee = 7.5% Rp 702,158 Rp 759,089 Consultant fee = 7.5% Rp 26,242,891 Rp 28,370,693 Audit fee = 7.5% Rp 7,768,461 Rp 8,398,337 2 Sewa (software programme) = 6% Rp 44,382,881 Rp 47,215,831 3 Perbaikan dan perawatan = 6% Rp 4,984,464 Rp 5,302,621 PPh pasal 23 yang disetor Rp 84,080,855 Rp 90,046,571 Pengurangan PPh badan akibat biaya Rp 1,285,635, Rp 1,375,682,450 Selisih kurang PPh Badan (Rp 1,375,682,450 - Rp 1,285,635,880.09) x 30% Rp 27,013,971 72

10 Selisih lebih pembayaran PPh 23 Rp (5,965,716) Penghematan beban pajak Rp 21,048,255 Tabel 4.2 Dari perhitungan yang dilakukan dengan penggunaan metode gross up telah terlihat perbedaan terhadap PPh pasal 23-nya, selain itu terlihat adanya penghematan atas beban pajak terhadap PPh badan sebesar Rp Selain itu penulis juga melakukan pemeriksaan ulang atas daftar bukti pemotongan PPh pasal 23 dengan mengambil sample salah satu bukti pada bulan Mei Dalam hal ini penulis menguji ketepatan penetapan dasar tarif dan jumlah yang disetorkan atas terjadinya transaksi menurut Keputusan Dirjen Pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18 april 2001 yang berlaku mulai tanggal 1 Mei 2001, transaksi-transaksi tersebut adalah : a) Jasa di bidang profesional hukum Patra Jasa menggunakan Purbadi Hardjoprajitno, SH sebagai pengacara. Biaya atas jasa ini dilaporkan sebesar Rp dengan tarif 15% x 50% b) Untuk jasa konstruksi pengeluaran dilaporkan sebesar Rp dengan tarif 15% x 13.33% c) Atas aktiva yang dimiliki PT Patra Jasa melakukan pemeliharaan/perawatan dengan pengeluaran sebesar Rp dengan tarif 15% x 40% d) Pengeluaran untuk jasa cleaning service sebesar Rp dengan tarif 15% x 10% e) Transaksi atas jasa catering adalah sebesar Rp dengan tarif 15% x 10% 73

11 f) Biaya penyediaan tenaga kerja dikeluarkan sebesar Rp tarif sebesar 15% x 40% g) Jasa untuk teknologi informasi dikeluarkan sebesar Rp tarifnya sebesar 15% x 40% h) Biaya penyewaan kendaraan dan tanaman adalah Rp dikenakan tarif sebesar 15% x 40% i) Jasa laundry/pencucian dikeluarkan PT Patra Jasa sebesar Rp yang dikenakan tarif sebesar 15% x 10% j) Jasa sipil/rancang bangun dikeluarkan sebesar Rp dikenakan tarif sebesar 15% x % Sebelumnya tercantum pada perhitungan bahwa besarnya PPh pasal 23 bulan Mei 2005 yang harus disetorkan PT Patra Jasa adalah sebesar Rp namun setelah penulis lakukan pemeriksaan dan penghitungan ulang atas data transaksinya, terdapat kesalahan jumlah pada besarnya pajak pasal 23 atas beberapa transaksinya, yang seharusnya sejumlah Rp ,22 yaitu : CV Cahaya Mandiri, nilai transaksi sebesar Rp , menurut Keputusan Dirjen pajak no. Kep-305/PJ/2001 tanggal 18 April 2001 bahwa transaksi atas jasa konstruksi dikenakan tarif sebesar 15% x 13.33% dari jumlah brutonya. Dari transaksi ini terdapat selisih sebesar Rp dengan uraian sebagai berikut: Perhitungan menurut perusahaan ( 15% x 13.33% ) x Rp = Rp Perhitungan yang benar ( 15% x 13.33% ) x Rp = Rp Selisih ( kurang bayar ) Rp

12 Transaksi-transaksi lainnya terdapat kesalahan pembulatan, namun tidak terlalu material Tidak terdapat kesalahan terhadap ketepatan objek pemotongan, dasar pengenaan tarif pemotongan serta perhitungan yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan hasil analisa tersebut penulis menyimpulkan bahwa kesalahan yang terjadi bukan merupakan kesalahan penghitungan namun kesalahan penulisan yang mengakibatkan kurang bayar secara total sebesar Rp ,22 sehingga jumlah PPh pasal 23 bulan Mei yang harusnya dibayarkan adalah sebesar Rp ,22 Atas kurang bayar ini perusahaan dapat dikenakan sanksi administrasi yaitu bunga sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan. Berikut ini adalah uraian atas penghitungan PPh pasal 23 menurut perusahaan yang didalamnya terkandung kesalahan dan penghitungan yang telah dilakukan pembetulan. 75

13 Transaksi Jasa sepanjang bulan Mei 2005 JENIS-JENIS JASA Nilai Transaksi 1 Profesional Hukum Rp 25,000, Konstruksi Rp 176,441, Pemeliharaan/perawatan Rp 67,970, Cleaning Service Rp 100,587, Catering Rp 536,625, Penyedia Tenaker Rp 482, Teknologi Informasi Rp 143,575, Sewa kendaraan Rp 7,550, Laundry Rp 9,564, Sipil/rancang bangun Rp 44,892, Sewa tanaman Rp 936, TOTAL Rp 1,113,624, PPh pasal 23 yg harus disetor perhitungan menurut persh. perhitungan yang benar 1 Profesional Hukum 7.5% Rp 1,875, Rp 1,875, Konstruksi 2% Rp 3,474, Rp 3,528, Pemeliharaan/perawatan 6% Rp 4,078, Rp 4,078, Cleaning Service 1.5% Rp 1,508, Rp 1,508, Catering 1.5% Rp 8,049, Rp 8,049, Penyedia Tenaker 6% Rp 28, Rp 28, Teknologi Informasi 6% Rp 8,614, Rp 8,614, Sewa kendaraan 3% Rp 226, Rp 226, Laundry 1.5% Rp 143, Rp 143, Sipil/rancang bangun 2% Rp 897, Rp 897, Sewa tanaman 6% Rp 56, Rp 56, Rp 28,953, Rp 29,007, Perhitungan menurut perusahaan Rp 28,953, Perhitungan yang benar Rp 29,007, Selisih ( kurang bayar) Rp (53,975.22) 76

14 IV.2 EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN Penyajian laporan keuangan komersial yang disusun atas dasar PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tidak dapat dijadikan dasar penghitungan PPh Badan yang pada akhir periode, yang telah ditetapkan oleh negara harus dilaporkan ke KPP dan disetorkan besarnya pajak yang terutang ke bank. Laporan Laba Rugi Fiskal merupakan laporan yang menjadi dasar dilakukannya penghitungan PPh Badan, untuk menghasilkan Laporan Keuangan (Laba-Rugi) Fiskal sebelumnya perlu dilakukan rekonsiliasi. Dalam Laporan rekonsiliasi dilakukan koreksi baik koreksi negatif maupun positif, demikian juga dengan laporan-laporan keuangan PT Patra Jasa. Koreksi positif banyak dilakukan atas laporan keuangan PT Patra Jasa khususnya pada laporan laba-ruginya yang berpotensi menurunkan laba kena pajaknya, berikut ini penjelasan yang penulis dapat berikan atas koreksi-koreksi fiskal dan negatif yang dilakukan oleh PT Patra Jasa sepanjang periode tahun 2005 : 1. Koreksi Fiskal Negatif a. Pendapatan PT Patra Jasa sepanjang tahun 2005 berasal dari hotel/motel, unit perumahan, dan perkantoran dengan total keseluruhan pendapatan sebesar Rp Berdasarkan pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Dirjen Pajak no. Kep-227/PJ/2002 yang ditetapkan 23 April 2002 dan berlaku mulai 1 Mei 2002 bahwa pendapatan yang berasal dari hasil persewaan tanah dan bangunan pajak penghasilannya diatur tersendiri yaitu dengan tarif final sebesar 10%. 77

15 Hal ini dikarenakan perbedaan sumber asal dan kriteria pendapatan. Pendapatan dari sewa atas tanah dan bangunan diperlakukan berbeda dengan tarif umum. Atas pendapatan ini PT Patra Jasa telah melaporkannya ke KPP dan menyetorkannya ke bank yang telah ditunjuk tanggal 10 setiap bulannya. Karena telah dibayarkan dan dilaporkan, maka dilakukan koreksi negatif terhadap pendapatan yang berasal dari unit perumahan dan perkantoran dengan jumlah total koreksi dari kedua pendapatan tersebut sebesar Rp yang sangat mempengaruhi perolehan laba bersihnya. Sehingga pendapatan yang menjadi penghasilan bruto PT Patra Jasa tahun 2005 hanya berasal dari pendapatan hotel yaitu sebesar Rp b. PT Patra Jasa mendapatkan penerimaan bunga atas giro dan simpanan yang berada di bank dalam bentuk deposito. Pendapatan bunga yang diterima tahun 2005 adalah sebesar Rp Menurut pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh dan Keputusan Menteri Keuangan no. 51/KMK.04/2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa pendapatan atas bunga yang berasal dari tabungan dan deposito pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah yang dikenakan tarif 20%. Karena penerimaan bunga merupakan pendapatan yang bersifat final dan diatur tersendiri menurut peraturan perpajakan maka perusahaan melakukan pembayaran atas pendapatan ini dan melaporkannya ke KPP. Karena pendapatan tersebut pajaknya sudah dibayarkan maka perusahaan melakukan koreksi negatif atas item ini sehingga tidak dapat menambah penghasilan brutonya. Pajak penghasilan atas pendapatan bunga dari bank yang harus dibayar oleh PT Patra Jasa adalah sebesar : 78

16 PPh final = 20% x Rp = Rp c. Selain koreksi fiskal yang telah dijelaskan sebelumnya, PT Patra Jasa juga melakukan koreksi fiskal tambahan. Koreksi fiskal tambahan ini tercantum pada SPT PPh 1771-I Lampiran-I dengan jumlah koreksi sebesar Rp yang dapat dirinci sebagai berikut : Total Deffered Charged Hotel Rp Total Deffered Charged Head Office Rp Proporsional biaya non deductable ( 43.26% x Rp ) (Rp ,05) Biaya deductable Head office Rp ,95 Total Deffered Charged Rp Pada dasarnya deffered charged adalah beban yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk hotel dan kantor pusat (head office) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja para karyawan dan urusan legalisasi, misalnya pemasangan sistem teknologi informasi dan permasalahan sertifikasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000, ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya yang berkaitan dengan pendapatan yang bersifat final dihitung dengan menggunakan angka proporsional. 79

17 Hal ini dikarenakan asal sumber pendapatan yang bersifat final yang menyebabkan biaya yang dapat dikurangi hanya sebagian dari besarnya biaya yang dikeluarkan. Karena menggunakan angka proporsi maka besarnya biaya yang layak dikurangkan dan diakui sebagai biaya pengurang/deductible expense hanya sebesar 56.74% dari total deeffered ofiice Rp , sehingga besarnya biaya atas deffered charged Head Office adalah sebesar Rp ,95 d. Perusahaan menggunakan penghitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan angka proporsional sebesar 43.26% untuk biaya non deductiblenya. Namun pada biaya training, seminar and recruitment-ext dan outsourcing-outsource untuk biaya non deductable-nya dihitung dengan menggunakan proporsional sebesar 44.65% Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 ditetapkan pada 21 Desember 2000 bahwa biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bersifat final tidak dapat dibebankan seluruhnya namun dihitung dengan menggunakan angka proporsional. Hal ini dikarenakan kesalahan atas penghitungan biaya tersebut terhadap penggunaan angka proporsional. Karena pada dasarnya angka proporsional 44.65% adalah proporsional pengurang atas biaya non deductible periode tahun Kesalahan ini memang tidak terlalu fatal, namun pada akhirnya membuat terjadinya perbedaan pada total penghitungan. Dan atas kedua biaya ini 80

18 dilakukan penghitungan kembali sehingga terjadi koreksi fiskal negatif dengan total sebesar Rp ,99 Pada dasarnya hal ini adalah kesalahan penghitungan, namun dapat terhindar apabila sebelum dilaporkan, penyusun laporan ini dapat melakukan penghitungan ulang dan pemeriksaan terhadap penghitungan biayanya yang menggunakan angka proporsional. Karena kesalahan ini pada laporan laba-rugi dilakukan penambahan biaya (koreksi negatif) atas biaya training, seminar and recruitment-ext sebesar Rp ,61 dan biaya outsourcing-outsource Rp ,37 2. Koreksi Fiskal positif a. Beban kepegawaian untuk karyawan hotel terdapat beban medical expense dan meal expense sebesar Rp Menurut pasal 9 huruf 1e UU no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, biaya yang dikeluarkan perusahaan atas kedua beban tersebut merupakan suatu bentuk kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya dan tidak termasuk ke dalam biaya fiskal. Beban ini timbul karena perusahaan memberikan fasilitas kesehatan dan pemberian makan yang semuanya ditanggung oleh perusahaan. Karena kedua pembayaran atas beban tersebut ditanggung oleh perusahaan, maka menurut fiskal beban tersebut bukanlah termasuk dalam biaya fiskal sehingga harus dikoreksi fiskal positif. 81

19 Pada dasarnya biaya untuk pemberian makan pegawai merupakan bentuk natura yang diberikan oleh perusahaan yang termasuk dalam golongan biaya komersil sehingga harus dikoreksi. Namun pengecualian diberikan untuk biaya pemberian makan, sehingga biaya ini boleh dijadikan biaya fiskal. Sedangkan untuk biaya kesehatan pada dasarnya memang murni suatu bentuk natura, yang tidak boleh dijadikan biaya fiskal. Oleh karena itu agar dapat dijadikan biaya, penulis merekomendasikan agar perusahaan dapat memberikan suatu bentuk tunjangan kesehatan keapada pegawai hotel tersebut, yang dapat dijadikan biaya fiskal bagi perusahaan sebagai pihak pemberi kerja.. c. Penghitungan atas beban usaha kantor pusat secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan angka proporsional yang berasal dari : d. PROPORSI PENDAPATAN USAHA REVENUE HOTEL/MOTEL REVENUE 71,967,284, Deductable HOUSING REVENUE 19,953,525, Non Deductable OFFICE REVENUE 34,916,570, Non Deductable TOTAL REVENUE 126,837,380, Pendapatan Deductable / Total Pendapatan Pendapatan Non Deductable / Total Pendapatan

20 Berdasarkan Peraturan Pemerintah no.138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan yang pengenaan pajaknya bersifat final dihitung dengan menggunakan angka proporsional tertentu. Hal ini dikarenakan sektor Head Office yang memperoleh pendapatan dari sewa, membuat biaya-biaya operasi perusahaan yang dikeluarkan tidak dapat diakui seluruhnya sebagai biaya fiskal/deductible expense. Karena menggunakan angka proporsional maka besarnya biaya operasi perusahaan yang diakui menurut fiskal hanya sebesar 56.74% dan sisanya sebesar 43,26% menjadi non deductible expense yang hanya dilaporkan dalam Laporan Laba/Rugi. c. Tahun 2005 PT Patra Jasa mencatat adanya biaya dari bank (bank charges) atas dimilikinya sejumlah simpanan sebesar Rp Berdasarkan pasal 6 Undang-undang PPh tahun 2000 biaya ini bukanlah biaya fiskal yang dilayakan untuk mengurangi penghasilan bruto. Hal ini dikarenakan bank charges merupakan biaya yang dikeluarkan atas kegiatan 3M untuk pendapatan yang bersifat final, selain itu juga sebagai konsekuensi dimilikinya suatu rekening bank. 83

21 Biaya ini secara otomatis sudah dipotong dan dilaporkan oleh pihak bank yang bersangkutan sehingga perusahaan tidak dapat membebankan item ini sebagai biaya fiskal sehingga harus dikoreksi fiskal positif sebesara Rp d. Penyisihan biaya pesangon (severance expense) merupakan beban yang dibentuk sebagai cadangan biaya untuk mengantisipasi pembayaran pesangon bagi karyawan yang telah memasuki masa pensiun. Penghitungan untuk biaya ini digunakan jasa aktuaria. Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh pembentukan dana cadangan bukan biaya pengurang penghasilan bruto. Peraturan perpajakan tidak mengenal pembentukan dana cadangan pensiun dan pembentukan dana ini bukanlah biaya fiskal. Atas dasar tersebut perusahaan melakukan koreksi fiskal positif terhadap biaya penyisihan pesangon ini sebesar Rp e Dalam periode tahun 2005, PT Patra Jasa membentuk dana penyisihan piutang ragu-ragu. Besarnya penyisihan atas piutang ragu-ragu yang dibentuk adalah Rp Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf c tentang Pajak Penghasilan, bahwa dana cadangan piutang tak tertagih hanya diijinkan dibentuk untuk jenis usaha bank, sewaguna usaha, asuransi, dan pertambangan. Hal ini dikarenakan biaya penyisihan atas piutang tak tertagih yang dibentuk oleh perusahaan pada dasarnya bukanlah biaya fiskal selain itu jenis usaha yang berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah bagi perusahaan pembentuk dana cadangan. 84

22 Atas dasar peraturan perpajakan tersebut maka biaya penyisihan piutang tak tertagih yang dibentuk PT Patra Jasa harus dilakukan koreksi positif Rp f. Dalam others expense terdapat rincian bahwa perusahaan memiliki item tax penalties sebesar Rp Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000 segala sanksi mengenai perpajakan tergolong dalam biaya non fiskal. Tax penalties merupakan suatu bentuk hukuman perpajakan yang biasanya berupa denda atas sejumlah uang terhadap kewajiban perpajakannya. Denda mengenai perpajakan pada umumnya timbul disebabkan karena kurangnya pemahaman yang sempurna wajib pajak, dalam hal ini yang dilakukan oleh staf pajak perusahaan terhadap kewajiban-kewajiban perpajakan. Oleh karena itu perusahaan harus secepatnya melakukan pembayaran atas dendanya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk menghindari bertambahnya akumulasi denda yang berpotensi menganggu likuiditas perusahaan. Oleh kaena itu perusahaan melakukan koreksi sebesar Rp Tax penalties pada dasarnya dapat dihindari apabila perusahaan dalam hal ini staff pajaknya juga memiliki pemahaman atas peraturan perpajakan dan dipenuhinya seluruh ketentuan-ketentuan sebagai wajib pajak dalam pelaksanaan kewajibannya. g. Dalam beban operasi dari sektor hotel terdapat pengeluaran sejumlah uang yaitu donasi/sumbangan sebesar Rp

23 Menurut pasal 9 ayat 1 Undang-undang PPh sumbangan bukanlah termasuk ke dalam golongan biaya fiskal. Hal ini dikarenakan kelalaian dan kurangnya pemahaman staf pajak boleh jadi merupakan penyebab dimasukannya item sumbangan sebagai biaya fiskal. Karena tidak dilakukan koreksi maka perusahaan menempatkan sumbangan sebagai biaya fiskal, oleh karena itu perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas sumbangan ini. Kesalahan dalam penghitungan seperti ini dapat dihindari jika staff keuangan dan pajak melakukan penghitungan ulang, karena kesalahan kecil seperti ini juga berpengaruh dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak-nya sehingga perusahaan dapat terhindar dari hukuman pajak. h. Perusahaan mengeluarkan sejumlah dana office expense pada head office untuk pembayaran berlangganan koran dan majalah sebesar Rp ,84 Berdasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-undang PPh tahun 2000, biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan koran dan majalah tidak termasuk biaya fiskal. Masuknya biaya berlangganan koran dan majalah sebagai biaya fiskal hanya dikarenakan kebutuhan pihak kantor pada informasi yang diberikan tentang bisnis, namun pada dasarnya hal ini tidak ada kaitannya dengan kegiatan operasi perusahaan secara langsung. Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif. Karena perlakuan atas biaya ini yang dijadikan biaya fiskal membuat pendapatan yang diperoleh semakin kecil, disamping itu tidak ada kriteria yang terkandung dalam biaya ini untuk dijadikan biaya fiskal, dilakukan koreksi positif atas biaya ini sebesar Rp

24 Untuk melakukan koreksi yang tepat, penyusun laporan rekonsiliasi setidaknya memahami kriteria-kriteria tertentu atas biaya fiskal khususnya yang berkaitan dengan kegiatan 3M secara langsung. i. PT Patra Jasa mengeluarkan biaya kepegawaian head office untuk biaya medical sebesar Rp dan sepenuhnya dibebankan sebagai biaya fiskal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 138 tahun 2000 yang ditetapkan tanggal 21 Desember tahun 2000 bahwa segala biaya yang digunakan untuk kegiatan 3M bagi penghasilan yang bersifat final digunakan angka proporsi. PT Patra Jasa menempatkan biaya ini sebagai biaya fiskal karena perusahaan memiliki hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit PERTAMINA untuk memberikan tunjangan kesehatan kepada pegawainya, sehingga perusahaan menanggung besarnya biaya perawatan rumah sakit pegawainya. Biaya ini tidak boleh dibebankan seluruhnya sebagai biaya fiskal dan perusahaan harus mengikuti prosedur yang telah dilakukan sebelumnya dimana seluruh biaya deductible yang dikeluarkan oleh head office dihitung dengan menggunakan proporsi sebesar 56.74% Oleh karena itu biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp ,43 karena angka tersebut merupakan besarnya biaya medikal yang tidak dapat dikurangi. Sehingga biaya yang diakui sebagai biaya fiskal menjadi hanya sebesar Rp ,57 Pada dasarnya seluruh biaya fiskal head office dihitung dengan menggunakan angka proporsi, dan dalam hal ini perusahaan dituntut untuk konsisten dalam melaporkan dan mengurangi biaya-biaya fiskalnya secara keseluruhan dengan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. 87

25 IV.3 REKONSILIASI SEBELUM DAN SESUDAH PERENCANAAN Rekonsiliasi fiskal penting dilakukan perusahaan untuk mengetahui besarnya Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar penghitungan besarnya pajak terutang perusahaan. Rugi fiskal perusahaan pada tahun 2005 tercatat sebesar (Rp ,11) dengan koreksi fiskal yang dilakukan sebesar (Rp ,36) Namun setelah dilakukan pemeriksaan dan penghitungan atas perencanaan pajak PT Patra Jasa maka terjadi perubahan atas besarnya rugi fiskal yang mengalami kenaikan sebesar Rp ,71 sehingga total rugi fiskal setelah perencanaan adalah sebesar Rp ( ,82) dengan uraian atas penjelasan perencanaan sebagai berikut: a. Biaya kesehatan dan biaya makan yang ditanggung oleh perusahaan dapat dijadikan sebagai biaya fiskal dengan mengganti pengeluaran biaya tersebut sebagai tunjangan kesehatan dan tunjangan makan. Karena menurut peraturan yang berlaku segala bentuk tunjangan merupakan biaya fiskal bagi pemberi kerja dan objek penghasilan yang diperhitungakan dalam pajak penghasilannya. Tunjangan kesehatan yang diberikan perusahaan adalah sebesar Rp dan Rp bagi tunjangan makan. b. Kesalahan perusahaan yang menempatkan sumbangan sebagai biaya mengharuskan perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut sebesar Rp

26 c. Biaya pasal 23 untuk biaya profesional yang dibebankan dalam pelaporan biaya fiskal dihitung dengan gross up (tabel 4.1). Dengan metode penghitungan tersebut biaya-nya mengalami kenaikan sebesar Rp d. Biaya atas sewa juga merupakan biaya pasal 23, dengan penghitungan gross up (tabel 4.1) biaya sewa meningkat dengan total Rp e. Biaya atas perawatan dan perbaikan atas aset yang dimiliki perusahaan juga mengalami penghitungan gros up (tabel 4.1) sehingga mengakibatkan biayanya meningkat dengan total Rp f. Biaya medical (head office) seharusnya dihitung dengan angka proporsional sebesar 56.74%, namun untuk biaya ini perusahaan belum mengenakan penghitungan berdasarkan proporsional, oleh karena itu perusahaan harus melakukan koreksi positif sebesar Rp g. Biaya training, seminar and recruitment-ext mengalami kesalahan penghitungan dengan angka proporsional yang mengakibatkan non deductible expense-nya berbeda dari yang seharusnya. Oleh karena itu dilakukan koreksi negatif sebesar Rp ,61 h. Biaya berlangganan koran dan majalah bukanlah biaya yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan. Atas dasar itu dilakukan koreksi positif sebesar Rp ,84 i. Biaya profesional atas head office dilakukan perencanaan pajak dengan penghitungan gross up (tabel 4.2), sehingga biayanya meningkat sebesar Rp j. Biaya sewa software komputer juga mengalami penghitungan gross up (tabel 4.2) sehingga mengalami kenaikan sebesar Rp

27 k. Biaya outsourcing-outsource mengalami kesalahan penghitungan karena angka poroporsional yang salah sehingga dilakukan koreksi negatif sebesar Rp ,37 l. Biaya perbaikan yang merupakan biaya pasal 23 dilakukan penghitungan dengan gross up (tabel 4.2) yang mengakibatkan biayanya meningkat sebesar Rp

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dilakukan penghitungan perencanaan pajak atas pajak penghasilannya yang dijelaskan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dilakukan penghitungan perencanaan pajak atas pajak penghasilannya yang dijelaskan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 SIMPULAN Setelah dilakukan pembahasan atas laporan keuangan dan SPT PT Patra Jasa serta dilakukan penghitungan perencanaan pajak atas pajak penghasilannya yang dijelaskan pada

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT Artha Daya Coalindo Perbedaan antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi atas pelaksanaan perencanaan pajak penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan: BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, perhitungan, dan pembahasan terhadap Laporan Keuangan dan pelaksanaan perencanaan pajak yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI Pajak merupakan salah satu beban yang sangat material. Oleh karena itu, manajemen pajak harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 25/29 MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PERENCANAAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA PERUSAHAAN PT. RKA 4.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perhitungan Pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah 29 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah Tax Planning merupakan langkah awal dalam pengelolaan pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Abadi Karya Mulia Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT Abadi Karya Mulia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant Management dimana wajib pajak badan ini bergerak di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Akuntansi PPN PT. Biro ASRI PT. Biro ASRI dalam menjalankan operasi perusahaan selain berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 62 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Komersial dalam Penentuan Penghasilan Kena Pajak Laporan keuangan yang dibuat oleh PT. Madani Securities bertujuan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Salah satu subjek pajak adalah badan. Wajib pajak badan dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV PEMBAHASAN Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisien PT.KBI, penulis akan menguraikan perencanaan pajak yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT ABS Industri Indonesia Pajak merupakan salah satu

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract

Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract 1 Pelaksanaan Pajak dan Exposur Pajak, Studi Kasus pada PT ABC Tahun 2012 Melinda Ardhias Debby Fitriasari Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Abstrak Skripsi ini menganalisis pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY Pada bab ini penulis akan mengevaluasi atas keadaan perpajakan seperti yang telah diuraikan dalam Bab 3. Evaluasi

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT DICKSEN Villa Kapuk Mas Blok F4 no12a, 08988093877, biohazartswt@yahoo.com Yunita Anwar, SE., MM., BKP ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa. sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa. sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa Periode akuntansi yang diterapkan di PT Persada Aman Sentosa adalah tahun takwim, yaitu periode yang dimulai

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning pada PT. Makro Rekat Sekawan Dalam implementasi tax planning pada PT. Makro Rekat Sekawan strategi yang digunakan untuk penghematan pajak

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda Mahayasa Nusantara Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. Yusonda Mahayasa Nusantara tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri PT Cipta Sukma Mandiri merupakan wajib pajak badan sesuai yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 36 Pasal 2 ayat 1

Lebih terperinci

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

MODUL V REKONSILIASI FISKAL MODUL V REKONSILIASI FISKAL A. Dosen memberikan pengantar sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan ( S. A. P.) yang menjelaskan secara umum sebagai berikut : 1. Definisi Rekonsiliasi (koreksi) Fiskal. 2.

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA IV. 1 Penerapan Akuntansi dalam Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak yang Terutang Laba adalah selisih

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) IV.1 Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. Hal paling utama dalam melaksanakan perencanaan pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi. Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Setiap entitas selalu berusaha agar entitas dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Keuangan Komersial PT. XYZ. Laporan keuangan yang dibuat oleh PT. XYZ, bertujuan sebagai alat informasi untuk memberikan gambaran keuangan perusahaan. Selain

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk Penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Multi Indocitra Tbk, tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan Penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sosial suatu bangsa diwujudkan karena adanya sumber pendanaan yang tetap. Sampai saat ini sumber pendanaan dan pembiayaan serta

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis tentang pelaksanaan perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT. Artha Pumatex, dapat

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA

EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA VANESSA FARAH Lourdes Garden Apartment 32H, 082122888133, vanessa.farah@ymail.com Drs. Hanggoro Pamungkas, M.Sc ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG Pajak penghasilan tangguhan timbul akibat perbedaan temporer

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Perencanaan Pajak Tahun 2002 Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan penerima honorarium 4.277 orang. Biaya yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat PT. Kencana Megah Logistik PT. Kencana Megah Logistik didirikan oleh Ibu Anggrek Meice pada tahun 2005 dan mulai menjalankan bisnis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Dalam Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Prima Multi Mineral 1. Rekonsiliasi Laporan keuangan dan Laporan fiskal Pendapatan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG Nurlela Mohamad S1 Akuntansi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan 5.1 Pengertian PPh Badan PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning Pada PT. XYZ Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ tidak dapat dipisahkan dengan upayaupaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan BAB IV PEMBAHASAN IV.I Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya disektor pajak, pemerintah melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja dari sektor privat. Agar

Lebih terperinci

Oleh Iwan Sidharta, MM.

Oleh Iwan Sidharta, MM. KOREKSI FISKAL Oleh Iwan Sidharta, MM. Terdapatnya perbedaan dalam Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan. Perbedaan tersebut sehubungan dengan pengakuan penghasilan dan biaya. Perbedaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Trillion Glory International Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. : Pajak Penghasilan, Laporan Keuangan Komersial, Laporan Keuangan Fiskal, Rekonsiliasi Fiskal.

ABSTRAK. : Pajak Penghasilan, Laporan Keuangan Komersial, Laporan Keuangan Fiskal, Rekonsiliasi Fiskal. Judul : Nama : Rekonsiliasi Fiskal Sebagai Dasar Untuk Menentukan Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus Usaha Dagang Wajib Pajak Orang Pribadi Tuan X Tahun Pajak 2016) I Gede Irvan Prabowo NIM : 1406043077

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 58 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Nutricircle World Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan pembukuan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT. BM Menurut UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC PT ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa safety. PT ABC telah menerapkan perencanaan

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi Laporan laba/rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato. BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato. Selain dalam pelaksanaan pembukuan yang sudah menggunakan komputer, dalam pembayaran atas pajak-pajak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi alat laboratorium, reagen kimia klinik dan seluruh perlengkapan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. XPRESS CLEAN BER$SAUDARA berdiri pada tahun 1995 dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR. Muhammad 373-383

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri sangatlah penting serta mempunyai kedudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam negeri sangatlah penting serta mempunyai kedudukan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan dalam negeri sangatlah penting serta mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Roda pemerintahan

Lebih terperinci

SISTEMATIKA. Konsep Rekonsiliasi. Rincian Item Rekonsiliasi. Kasus dan Ilustrasi

SISTEMATIKA. Konsep Rekonsiliasi. Rincian Item Rekonsiliasi. Kasus dan Ilustrasi 1 SISTEMATIKA 1. 2. 3. Konsep Rekonsiliasi Rincian Item Rekonsiliasi Kasus dan Ilustrasi 3 Bagan Pajak Perusahaan Dipotong PPh 23 atas penghasilan jasa Penghitungan Pajak Perusahaan Penghasilan XXX Beban

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan. BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahaasan Masalah 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan. Bagi negara semakin besar jumlah pajak

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya, BAB. V SIMPULAN DAN SARAN V. 1. Simpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan suatu kesimpulan dari Perusahaan PI, sebagai berikut: 1. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI IV.1 Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI Sebagai wajib pajak, PERUM DAMRI relatif telah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan sampai saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan sampai saat ini adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara wajib melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL 1 PENDAHULUAN Masa akuntansi atau periode adl jangka waktu tertentu yang digunakan sbg dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu perush. Laporan keuangan dibuat

Lebih terperinci

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS)

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS) PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS) Pengajar : Drs.Agust Mujoko, M.Ak, Ak (AM Materi : Pertemuan ke 8 dan 9 8. Penerapan PSAK 46 sebagai pelaporan PPh a. Kewajiban melampirkan laporan keuangan dlm SPT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 72 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesiapan Wajib Pajak saat dilakukan Pemeriksaan Pajak 1. Kelengkapan dokumen umum, dokumen perpajakan dan dokumen pembukuan. Kelengkapan dokumen umum, dokumen

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peraturan dan ketetapan, baik itu perubahan dari peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peraturan dan ketetapan, baik itu perubahan dari peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaan kegiatan pembangunan telah diupayakan agar sumber dananya diperoleh sebagian dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor dengan tujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor dengan tujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pemerintah secara terus-menerus melakukan pembangunan di berbagai sektor dengan tujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membangun infrastruktur dan fasilitas umum yang dapat

Lebih terperinci