BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.I Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya disektor pajak, pemerintah melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan tersebut dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Kebijakan perpajakan, tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam kebijakan tersebut. Adanya faktor penguatan daya saing dan insentif perpajakan yang lebih dapat menarik bagi investor domestik maupun investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kesejahteraan dan keadilan bersama. Selain mempunyai tujuan diatas, perubahan dilakukan juga bertujuan untuk memberikan fasilitas perpajakan yang memadai, dan menyempurnakan, serta memperbaharui kebijakan-kebijakan perpajakan yang ada (grey area), agar tidak disalahgunakan oleh wajib pajak sebagai penghindaran pajak. Perubahan kebijakan tersebut tentunya harus memperhatikan asas-asas perpajakan yang berlaku sehingga kebijakan itu tidak mejadi timpang. Karena ketimpangan tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perubahan kebijakan itu sendiri. Tetapi sebaiksebaiknya kebijakan perpajakan yang dibuat akan memperoleh hasil yang nihil, jika tidak didukung dengan pengolahan pemasukan pajak yang baik pula (pemerataan pembangunan). Dari pengertian pajak yang menyebutkan bahwa tidak adanya jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung, dapat dilihat berhasilnya sektor 100

2 pemasukan pajak, tergantung dari kepercayaan wajib pajak atas tanggungan penghasilan yang seharusnya menjadi miliknya dipotong dengan secara sukarela. Tentu akan terjadi kesinambungan jika kebijakan perpajakan yang baik diikuti dengan pengelolaan pemasukan pajak yang adil. Nantinya wajib pajak dengan senang hati dalam membayar pajak sebagai kewajibannya dan tidak perlu melakukan pengindaran pajak atau penggelapan pajak. Dalam perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tentunya dipengaruhi dengan faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dipengaruhi lebih kepada kondisi keuangan yang ada di perusahaan sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya yaitu perubahan peraturan pajak. Untuk itu mengetahui pasal-pasal mana saja yang berubah merupakan suatu hal yang wajib untuk diketahui oleh wajib pajak berhubungan dengan dunia perpajakan agar dapat dilakukan tax planning. Berikut ini, penulis akan menjabarkan perubahan Pajak Penghasilan dari Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 yang akan disesuaikan dengan ruang lingkup objek penelitian sebagai berikut. Tabel IV.8 Biaya Pengurang Penghasil Bruto No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 2. Biaya Promosi dan Penjualan Biaya Promosi dan Penjualan dapat dijadikan sebagai biaya. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah 49

3 Perubahan ini dimaksudkan bahwa biaya promosi dan penjualan dapat muncul dalam berbagai bentuk yang tergantung dengan usaha wajib pajak. Dapat diakui sebagai biaya fiskal jika wajib pajak menyertakan daftar nominatif yang telah ditentukan dan dilampirkan saat penyampaian SPT. Ketentuan ini diatur dengan PMK No. 104/PMK.03/2009 dan diperbaharui dengan PMK No. 2/PMK.03/2010 dan SE No. 9/PJ/2010. Yang dicantumkan pada Pasal 6 (1) huruf a angka 7. Tabel IV.9 Penghasilan Tidak Kena Pajak No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 3. Perubahan PTKP Diri Sendiri Diri Sendiri Rp.13,2 juta Rp.15,84 juta Tambahan WP Kawin Tambahan WP Kawin Rp. 1,2 juta Rp. 1,32 juta Tambahan Istri Bekerja Tambahan Istri Bekerja Rp.13,2 juta Rp.15,84 juta Tambahan Tanggungan Tambahan Tanggungan Rp. 1,2 juta Rp. 1,32 juta (Maksimal 3 orang) (Maksimal 3 orang Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan PTKP tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan adanya perkembangan ekonomi di Indonesia. Perubahan ini juga bertujuan untuk mengangkat pengaturan PTKP dari KMK No. 137/PMK.03/2005 menjadi UU No. 36/2008 pada Pasal 7 (1). Tabel IV.10 Perubahan Tarif Pajak penghasilan No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 4. Perubahan Tarif Pajak pada Wajib Pajak Orang Pribadi -S.d 25jt. 5% ->25jt.-50jt 10% ->50jt.-100jt 15% ->100jt.-200jt. 25% S.d 50jt. 5% ->50jt.-250jt. 15% -> jt. 25% ->500jt. 30% 50

4 Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan tarif WP OP ini dimaksudkan untuk menurunkan tarif tertinggi PPh WP OP dapat diturunkan, yang disesuaikan dengan adanya penurunan tarif PPh Badan. Diharpakan dengan adanya penurunan tarif PPh ini akan lebih dapat meningkatkan daya saing negara Indonesia terhadap negara-negara lain dalam menari investor asing. Yang dicantumkan dalam Pasal 17 (1) huruf a. ->200jt 35% Tarif tertinggi PPh OP sebesar 35% turun menjadi 30% pada tahun pajak Tabel IV.11 Perubahan tarif Pajak Penghasilan No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 4. Perubahan Tarif -S.d 50jt. 10% -Tarif Tunggal 30% Pajak pada Wajib ->50jt.-100jt. 15% -Diturunkan menjadi 28% Pajak Badan ->100jt. 30% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah -WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka memperoleh penurunan tarif sebesar 5% dari tarif WP badan yang berlaku sepanjang memenuhi syarat. Perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal dimaksudkan untuk menerapkan prinsip netralitas dan prinsip kesederhanaan serta mengikuti pekembangan perubahan tarif PPh negara lain. 51

5 Perubahan tarif ini diharapkan akan lebih meningkatkan daya saing negara Indonesia terhadap negara-negara lain dalam menarik investor asing dan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa, sehingga akan meningkatkan good corporate covernance. Sedangkan penurunan tarif sebesar 5% pada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang memenuhi syarat paling sedikit 40% kepemilikan saham disetor dan diperdagangkan di BEI. Penurunan tarif PPh ini diharapkan akan lebih meningkatkan jumlah perseroan terbuka yang ikut serta aktif dalam kegiatan Bursa Efek Indonesia sehingga meningkatkan peranan pasar modal Indonesia sebagai sumber pembiayaan usaha. Tabel IV.12 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 5. Tarif Pemotongan/ Jenis Pot/Put (Non NPWP) Pemungutan PPh 21 20% lebih tinggi PPh % lebih tinggi PPh % lebih tinggi Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan dengan adanya pengenaan tarif PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak ber-npwp bertujuan untuk mendorong WP tersebut mendaftarkan dan memiliki NPWP. 52

6 Tabel IV.13 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 5. Ketentuan Saat Terutang PPh Pasal 23/26 Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah -Ketentuan Saat Terutang PPh Pasal 23/26 pada saat dibebankan dalam pembukan. Perubahan ini dimaksudkan bahwa pengakuan beban biaya dalam pembukuan, tidak menjadikan timbulnya kewajiban pembayaran atau hak atas suatu penghasilan. Tabel IV.14 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan usaha di bidang lain. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan bahwa pembelian barang yang tergolong sangat mewah, mencerminkan potensi kemampuan ekonomis yang sangat besar. Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan. Ketentuan ini diatur dalam PMK No. 253/PMK.03/ Ketentuan Sat Terutang PPh Pasal 23/26 menjadi saat dibayarkan, serta saat pembayaran telah jatuh tempo. No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 5. Perluasan Objek PPh Pasal 22 -Bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; -Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan Diusulkan Tambahan: -Wajib Pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. -Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan. 53

7 Tabel IV.15 Pembedaan Tarif Pemotongan/Pemungutan No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 5. Perubahan Tarif PPh Semula semua tarif Diubah menjadi sebagai Pasal 23 disamaratakan hanya 15%. berikut: -15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya; -2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, jasa manajemen, jasa. Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman, dan kesederhanaan dalam pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto, dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Diharapkan dengan berlakunya tarif PPh yang lebih rendah akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ketentuan ini diatur dengan PMK No. 244/PMK.03/2008. Tabel IV.16 Fasilitas Perpajakan Bagi UMKM No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan 6. Fasilitas Perpajakan Bagi UMKM -WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. (Pasal 31E) Sumber: UU PPh No. 36 Tahun 2008, diolah 54

8 Perubahan ini dimaksudkan bahwa fasilitas ini diberikan untuk mendukung progam pemerintah dalam pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang diharapkan dapat bersaing di pasar global. Kebijakan ini juga untuk mengurangi beban pajak bagi Wajib Pajak Badan Berbasis UMKM akibat dari penerapan tarif tunggal Badan. IV.2 Analisis Dampak Perubahan Peraturan Pajak Penghasilan Dalam Perencanaan Pajak Pada Periode Tahun 2008, 2009, 2010 Dalam penelitian, penulis memilih objek keuangan perusahaan pada periode 2008, 2009, 2010 karena melihat pada periode tersebut terdapat pergantian peraturan pajak, khususnya pajak penghasilan yaitu perubahan pajak penghasilan dari Peraturan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 menjadi Peraturan Undangundang Pajak Penghasilan No. 36 tahun Antara lain yaitu perubahan tarif pajak. Dengan perubahan Undang-undang Pajak penghasilan dari tarif PPh Badan progresif menjadi tarif tunggal. Tarif tunggal tersebut dimaksudkan sebagai fasilitas kesederhanaan tarif bagi wajib pajak Badan. Kebijakan ini tentu menguntungkan sebagian wajib pajak Badan, tetapi sekaligus juga dirasakan kurang adil bagi sebagian wajib pajak Badan lainnya, utamanya kepada wajib pajak Badan skala kecil. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan bagi wajib Badan berskala kecil, yaitu UMKM dengan pemberian fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal untuk peredaran bruto samapai dengan Rp. 4,8 miliar. Pengenaan tarif pajak akan sangat berpengaruh pada jumlah pajak terutang yang didapat oleh wajib pajak. 55

9 Pada perubahan peraturan tersebut dapat dilihat terjadi perubahan tarif pajak penghasilan Badan dari pengenaan Tarif Progresif menjadi pengenaan Tarif Tunggal (tarif berlaku surut). Penulis membandingkan keuangan perusahaan selama tiga tahun berturut-turut, untuk melihat seberapa besar dampak yang terjadi, kaitannya dengan adanya perubahan peraturan pajak yang terjadi pada periode tahun tersebut. Perbandingan jumlah pajak terutang pada periode tahun , penulis jabarkan sebagai berikut. Tabel IV.17 Perbandingan Laporan Laba Rugi Keterangan Tahun Total Penjualan Bersih Total Harga Pokok Penjualan Laba (Rugi) Kotor Total Beban Operasional Laba (Rugi) Usaha Total Pendapatan Lain Laba (Rugi) Sebelum Pajak Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah Atas kebijakan perubahan tarif PPh Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal yang diikuti dengan pemberian fasilitas berupa pengurangan tarif PPh atas peredaran bruto sebesar 50% dari tarif normal, berdampak positif bagi PT. BNU sebagai perusahaan skala menengah yang memanfaatkan pemberian fasilitas tersebut dengan meningkatnya peredaran bruto perusahaan 2x lipat dari tahun sebelumnya. 56

10 IV.2.1 Analisis Perubahan Tarif Pajak Tahun 2008 dan 2009 Tabel IV.18 Analisis Perbandingan Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Keterangan Tahun Laba/Rugi Komersial Total Fikal Positif Total Fiskal Negatif ( ) ( ) Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) 10%,15%,30% 28% 10% x I : % x x = % x II = (50% x 28%) x % x Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah Dari data diatas, dapat dikatakan bahwa perubahan tarif pajak Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal sangat berpengaruh pada jumlah pajak terutang yang diperoleh perusahaan pada periode tahun 2008 ke tahun Perubahan tersebut juga dikarenakan adanya pengenaan fasilitas perpajakan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang diatur dalam undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 31E. 57

11 Jika pada tahun 2009 dikenakan tarif progresif, maka pajak terutang yang didapat pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: PKP: Rp % x Rp % x Rp % x Rp Rp Berdasarkan perhitungan diatas, tentu jumlah pajak terutang angka lebih tinggi (tarif progresif) bila dibandingkan dengan pengenaan tarif pajak tunggal dan fasilitas perpajakan pengurangan tarif 50% dari tarif normal bagi UMKM. Dengan perubahan kebijakan diatas, perusahaan dapat memperoleh penurunan jumlah pajak yaitu, Rp Rp = Rp ,-. Artinya perusahaan dapat tax saving hampir sekitar 50% dari pengenaan tarif PPh sebelumnya. Sehingga berdampak positif pada perolehan bruto usaha ditahun berikutnya. Perubahan tarif PPh yang disertai dengan penurunan tarif PPh secara bertahap, membuat PT. BNU melakukan perencanaan laporan keuangannya ulang, yaitu dengan melakukan pengakuan pendapatan peredaran bruto usaha diakhir tahun 2009 dipindahkan pengakuan pendapatannya ke awal tahun Hal ini untuk melakukan tax saving atas penurunan tarif PPh secara bertahap, 28% menjadi 25%. Artinya perusahaan dapat meminimalkan beban pajak sebesar 3% yang dapat membantu cash flow perusahaan nantinya. 58

12 IV.2.2 Analisis Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tahun 2009 dan 2010 Tabel IV.19 Analisis Perbandingan Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Tahun Keterangan Laba/Rugi Komersial Total Fikal Positif Total Fiskal Negatif ( ) ( ) Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang (Tarif) 28% 25% I : I : x = x = II II = = (50% x 28%) x % x (50% x 25%) x % x Jumlah Pajak Terutang Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah Perubahan peraturan perpajakan atas tarif pajak Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, melalui dua tahap penurunan yaitu pada tahun 2009 pengenaan tarif pajak berlaku diberlakukan tarif tunggal sebesar 28%, sedangkan pada tahun 2010 sampai tahun ini turun menjadi 25%. Perubahan tarif pajak tunggal diseimbangkan dengan pemberian fasilitas perpajakan sebesar 50% dari tarif normal bagi UMKM. 59

13 Meskipun terjadi penurunan tarif tunggal pada tahun 2009 ke tahun 2010, jumlah pajak terutang antara tahun 2009 dengan 2010 terdapat perbedaan jumlah yang sangat jauh yang disebabkan oleh adanya kenaikan penghasilan bruto pada tahun 2010 yaitu kenaikannya hampir sebesar 50% dari tahun Jika pada tahun 2010 pengenaan tarif tunggal sebesar 28%, maka jumlah pajak terutang akan sedikit lebih besar, yaitu: PKP I (RP : Rp ) x Rp = Rp PKP II Rp Rp = Rp Tarif Pajak: I. (28% x 50%) x Rp = Rp II. 28% x Rp = Rp = Rp Dari perhitungan diatas, jumlah pajak terutang tahun 2010 lebih tinggi jika dikenakan tarif tarif tunggal sebesar 28%, dibandingkan pengenaan tarif tunggal sebesar 25%. Terlebih melihat dari kenaikan penghasilan bruto pada tahun 2010, di pihak perusahaan diuntungkan atas penurunan tarif PPh badan. Penurunan tarif PPh Badan, yaitu Rp Rp = Rp ,-. Sehingga perusahaan masih dapat tax saving. Maka dapat disimpulkan atas perbandingan perubahan tarif diatas, mempunyai dampak positif dan negatif bagi Pemerintah dan Perusahaan yaitu: 1. Pihak Pemerintah Meskipun kebijakan Pemerintah yang menurunkan tarif pajak penghasilan dari tarif progresif ke tarif tunggal berdampak pada penurunan pendapatan negara atas pajak, tetapi kebijakan ini di respon dengan baik oleh wajib pajak Badan 60

14 yang dikuti dengan naiknya penghasilan bruto yang dapat meningkatkan daya saing sektor ekonomi yang sehat bagi perusahaan, khususnya bagi UMKM. 2. Pihak Perusahaan Kebijakan Pemerintah yang merubah tarif pajak penghasilan Badan dari tarif pajak progresif menjadi tarif tunggal, sangat membantu perekonomian perusahaan untuk mengembangkan kegiatan usahanya dan berdampak pada adanya peningkatan pendapatan perusahaan. Tarif tunggal pajak penghasilan Badan terbukti sangat efektif diterapkan untuk menghemat jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak, bila dibandingkan pengenaan tarif progresif yang akan menyebabkan jumlah pajak terutang akan lebih besar. Pengenaan perubahan tarif tunggal ini akan dirasakan tidak adil bagi perusahaan yang berskala menengah apabila tidak diberikan fasilitas perpajakan sebesar 50% dari tarif normal yang betujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi, sehingga secara garis besar penerimaan negara dari sektor pajak pada akhirnya akan meningkat. Tetapi perubahan tarif tunggal yang disertai fasilitas perpajakan tersebut tidak berpengaruh positif dan dirasakan kurang adil bila kebijakan ini diterapkan kepada perusahaan kecil (WPOP). Hal ini dapat dilihat dari analisa sederhana dibawah ini. Perusahaan Skala Kecil : PKP < Rp ,- yang sebelumnya bila dikenakan tari PPh tarif progresif hanya sekitar 7,5%, ((5%+15%)/2) tetapi bila diterapkan ke tarif tunggal akan meningkat sekitar 12,5%. 61

15 IV.3 Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal PT. BNU Tahun 2008, 2009, 2010 Tabel IV.20 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Keterangan Tahun 2008 Komersial Koreksi Fiskal Penjualan Retur Penjualan Penjualan Bersih Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan Laba (Rugi) Kotor Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman ( ) - Biaya Jamuan ( ) - Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya PPh Pasal ( ) - Biaya Lain-Lain ( ) - Biaya PBB & Asuransi

16 Biaya Perijinan Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat ( ) - Biaya Depresiasi Total Beban Operasional Laba (Rugi) Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Bunga Bank ( ) - Pajak Bunga Bank ( ) - Total Pendapatan Lain ( ) - Laba (Rugi) Sebelum Pajak Sumber: Bagian Keuangan PT. BNU, diolah Tabel IV.21 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Tahun 2009 Keterangan Komersial Koreksi Fiskal Penjualan Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan Laba (Rugi) Kotor Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet

17 Beban Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman ( ) - Biaya Jamuan ( ) - Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya Lain-Lain ( ) - Biaya PBB Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat ( ) - Biaya Depresiasi Total Beban Operasional Laba (Rugi) Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain: Pendapatan Bunga Bank ( ) - Pajak Bunga Bank ( ) - Total Pendapatan Lain ( ) - Laba (Rugi) Sebelum Pajak Sumber: Bagian Keuangan PT.BNU, diolah 64

18 Tabel IV.22 Rekonsiliasi Fiskal Wajib Pajak Tahun 2010 Keterangan Akun Komersial Koreksi Fiskal Penjualan Harga Pokok Penjualan: Persediaan Awal Pembelian Tersedia Untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Penjualan Laba (Rugi) Kotor Beban Operasional: Biaya Gaji Karyawan Biaya Sewa Tempat Usaha Biaya Rekening Listrik Biaya Rekening Telepon Biaya Internet Biaya Konsultan Biaya Transportasi Biaya Keperluan Kantor Biaya ATK Biaya Pos & Materai Biaya Fotocopy & Cetakan Biaya Pemeliharaan Biaya Makanan dan Minuman ( ) - Biaya Jamuan ( ) - Biaya Promosi Biaya Ekspedisi Biaya Kuli Biaya Lain-Lain ( ) - Biaya PBB Biaya Administrasi Bank Biaya PPh Pasal 4 Ayat ( ) - Beban Depresiasi

19 Total Beban Operasional Laba (Rugi) Usaha Pendapatan (Beban) Lain-lain Pendapatan Jasa Giro ( ) - Pajak Jasa Giro ( ) - Total Pendapatan Lain ( ) - Laba (Rugi) Sebelum Pajak Sumber: Bagian Keuangan PT.BNU, diolah Berdasarkan rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan atas laporan laba rugi yang dikenakan koreksi fiskal, baik koreksi fiskal positif maupun fiskal negatif, penulis jelaskan sebagai berikut: a. Koreksi Fiskal Positif 1. Biaya PPh 21 Sesuai dengan Peraturan Perpajakan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 bahwa Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto kecuali Pajak Bumi dan Bangunan. PT. BNU mengalokasikan biaya PPh Pasal 21 ke beban perusahaan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp ,-. Oleh karena itu biaya PPh Pasal 21 harus dikoreksi fiskal positif. 2. Biaya PPh Pasal 4 (2) Atas penyewaan tempat, PT.BNU dikenakan pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 huruf d, bahwa persewaan tanah dan/atau 66

20 bangunan dikenakan pajak besrsifat final. Rincian jumlah pemungutan pajak adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- Beban ini dikoreksi fiskal positif karena beban pajak penghasilan kecuali Pajak Bumi dan Bangunan tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto. 3. Biaya Makanan dan Minuman PT. BNU melakukan koreksi fiskal positif pada beban makanan dan minuman sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- Peusahaan perlu melakukan koreksi positif karena pengeluaran biaya ini jika dilihat dari sisi perpajakan, biaya ini tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto karena jika tidak disertai bukti berupa daftar nominatif dikoreksi sebagai pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan oleh pemberi kerja. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 huruf e, Menurut penulis biaya, ini tidak perlu dilakukan koreksi fiskal positif karena penyedian makanan dan minuman bagi seluruh pegawai dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto jika disertai dengan daftar nominatifnya. 67

21 4. Biaya Jamuan Biaya Entertaiment berupa biaya jamuan makan yang diberikan kepada para mitra kerja dan klien-klien perusahaan. Perusahaan perlu melakukan koreksi positif karena perusahan tidak menyertakan bukti berupa daftar nominatif, sehingga biaya ini tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto. Adapun rincian jumlah biaya jamuan periode tahun adalah sebagi berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- 5. Biaya Lain-lain PT. BNU melakukan koreksi fiskal positif atas biaya lain-lain dengan jumlah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- Biaya lain-lain perlu dilakukan koreksi positif karena pengeluaran biaya ini merupakan biaya non-operasional perusahaan. Biaya dapat dijadikan biaya fiskal (deductible expense), apabila biaya tersebut jika didukung dengan bukti yang kuat yaitu berupa daftar nominatifnya. Maka agar biaya lain-lain tidak masuk ke koreksi fiskal positif, PT. BNU harus menyertakan buktibukti secara formal atas biaya tersebut sehingga biaya lain-lain dapat dijadikan sebagai beban fiskal. 68

22 b. Koreksi Fiskal Negatif 1. Pendapatan Bunga Bank/Jasa Giro Pendapatan lain-lain yaitu yang berupa pendapatan bunga bank ataupun pendapatan jasa giro, harus dilakukan koreksi fiskal negatif karena pendapatan tersebut merupakan objek pajak penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 4 (2) yang bersifat final dengan tarif sebesar 20% yang dipotong langsung oleh bank. Sesuai dengan Peraturan Undang-undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 Huruf a bahwa pendapatan berupa bunga bank dan jasa giro merupakan pendapatan pajak final. Pengenaan koreksi negatif ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda. Adapun koreksi fiskal negatif pada pendapatan lain-lain periode tahun adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- Secara keseluruhan Koreksi Positif dan Koreksi Negatif yang dilakukan oleh perusahaan dalam rekonsiliasi fiskal sudah sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan Undang-undang No.36 Tahun Tetapi setelah penulis melakukan evaluasi kembali terhadap rekonsiliasi fiskal perusahaan, penulis menemukan koreksi lebih dalam rekonsiliasi fiskal tersebut sebagai berikut. 69

23 a. Koreksi Positif 1. Biaya Pemeliharan Aktiva Biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai perbaikan aktiva perusahaan seperti Komputer, mesin Tik dan lain-lain serta pembelian suku cadang kendaraan perusahaan. Penulis melakukan koreksi pada biaya perbaikan dan pembelian suku cadang kendaraan motor perusahaan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp Karena biaya pemeliharaan ini, pengakuan biayanya dicampur dengan perbaikan kendaraan motor yang dimiliki oleh salah satu karyawan tertentu, atas jasanya. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 220/PJ/2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas kendaraan perusahaan yang dikeluarkan untuk pegawai tertentu karena pekerjaan atau jabatannya hanya dapat diakui pengeluaran perbaikan hanya sebesar 50%. Biaya ini harus dipisahkan dan dikoreksi sebesar 50% pada pengeluaran perbaikan kendaraan motor. Karena keterbatasan penulis dalam memperoleh data yang akurat dalam pengeluaran biaya ini (etika dalam melampirkan bukti transaksi tersebut), maka penulis tidak dapat menjabarkan berapa besar biaya tersebut di koreksi sebesar 50%. 2. Biaya Rekening Telepon Atas evaluasi ini, penulis melihat selisih antara jumlah angka yang tertera di rekening telepon dengan jumlah angka yang dimasukkan ke dalam laporan laba rugi. Penulis melakukan wawancara dengan pihak manajemen tetapi 70

24 pihak manajemen tidak memberi jawaban yang relevan tentang selisih angka tersebut. Disini penulis mengasumsikan bahwa selisih angka tersebut dikarenakan jumlah biaya rekening telepon digabungkan dengan biaya pulsa telepon salah satu pihak karyawan yaitu bagian salesman. Bagian penjualan menggunakan biaya pulsa telepon ini digunakan untuk komunikasi dengan para klien/mitra perusahaan jika tidak sedang dikantor. Biaya pulsa telepon ini termasuk deductable expense tetapi perlakuan pengeluaran biaya ini hanya sebesar 50% saja. Selisih biaya rekening dengan biaya pulsa telepon adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- Biaya pulsa telepon selular tersebut harus dikoreksi sebesar 50%. Ketentuan biaya ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 220/PJ/2002 tentang perlakuan PPh atas biaya pemakaian pulsa telepon selular. 3. Biaya Promosi Untuk Memperkenalkan dan memperlancar setiap penjualan produk-produk mesinnya, PT.BNU setiap tahunnya mengeluarkan biaya penjualan seperti, biaya pemasangan iklan, potongan harga-harga produk tertentu, serta pemberian sampel produk uji coba. Sesuai dengan Peraturan Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 bahwa biaya pengeluaran biaya promosi tidak dapat dijadikan biaya fiskal (tidak tercantum pada Pasal 6). 71

25 Tetapi mulai tahun 2009 biaya fiskal ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto bila pengeluarannya disertai bukti daftar nominatif. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, PMK-104/PMK.03/2009 tentang biaya promosi yang dapat dijadikan biaya fiskal. Peraturan ini diperkuat dengan penambahan Pasal 6 (1) huruf a angka 7 dalam Peraturan UU No. 36 Tahun Tetapi Pada biaya ini, penulis melihat grey area pada peraturan UU PPh. Biaya promosi dan penjualam dapat dikategorikan dalam 3M (Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara Penghasilan) jadi biaya penjualan dan promosi itu artinya deductable expense. Pada perubahan peraturan diatas, penulis mengartikan itu sebagai pemerjelas aturan yang ada sebelumnya, yang pengeluaran biaya promosi dan penjualan harus disertai dengan bukti daftar nominatif. Karena pengeluaran biaya ini berbentuk tidak sama, tergantung dengan suatu bidang usaha perusahaan. Jadi untuk tahun berikutnya perusahaan harus menyertakan daftar nominatif dalam pengeluaran biaya ini. Rincian jumlah biaya promosi periode tahun adalah sebagai berikut: - Tahun 2008: Rp ,- - Tahun 2009: Rp ,- - Tahun 2010: Rp ,- 4. Biaya Gaji Pegawai Pada biaya gaji pegawai untuk tahun 2008 yaitu sebesar Rp ,- merupakan biaya gaji yang sudah ditambahkan dengan tunjangan pajak 72

26 sebesar Rp ,-. Tetapi setelah dilakukan evaluasi kembali, perhitungan tunjangan pajak tersebut salah hitung. Disini penulis terlebih dahulu akan memisahkan perhitungan gaji pegawai sebelum ditambah tunjangan pajak yaitu sebesar Rp ,-. Pada subbab selanjutnya penulis akan menghitung jumlah tunjangan pajak menggunakan metode gross up yang benar. Atas evaluasi kembali yang dilakukan oleh penulis pada rekonsiliasi fiskal PT. BNU, maka penulis akan membandingkan rekonsiliasi fiskal yang telah dilakukan koreksi kembali yang akan dijabarkan sebagai berikut. Tabel IV.23 Perbandingan Rekonsiliasi Fiskal yang Telah Dikoreksi Keterangan Tahun Rekonsiliasi Wajib Pajak Sebelum Dikoreksi Rekonsiliasi Wajib Pajak Sesudah Dikoreksi Naik Dampak Yang Terjadi Sumber: Rekonsiliasi Fiskal PT.BNU, diolah Naik Naik Dari tabel diatas dapat disimpulkan, bahwa terdapat penambahan Penghasilan Neto Fiskal akibat dari adanya penambahan koreksi fiskal positif pada periode Dengan adanya peningkatan laba fiskal tersebut maka secara langsung akan menambah perolehan jumlah pajak. 73

27 IV.4 Penerapan Perencanaan Pajak Yang Dapat Dilakukan Untuk Meminimalkan Beban Pajak Atas evaluasi yang dilakukan oleh penulis, penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. BNU belum dilakukan secara maksimal. Hal ini diantara lain dapat dilihat dari rekonsiliasi fiskal atas laporan laba ruginya. Penulis akan membuat perencanaan pajak yang baru dan memberikan alternatif-alternatif perencanaan pajak yang dapat diterapkan oleh perusahaan sehingga beban pajak dapat diminimalkan. Misalnya untuk meminimalkan beban pajak dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan pajak penghasilan yang terbaru, yang dapat menguntungkan perusahaan yaitu dari beban yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (non deductible expense), dialihkan atau dialokasikan untuk pembayaran lain yang lebih bermanfaat bagi perusahaan dan dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (deductible expense). Banyak alternatif cara untuk merencanakan pajak secara maksimal, tentunya cara yang dilakukan tidak melanggar Undang-undang perpajakan. Dalam memberikan alternatif perencanaan pajak, penulis sesuaikan dengan keadaan keuangan serta ruang lingkup perusahaan yang akan dijabarkan pada subbab-subbab berikut ini. IV.4.1 Perencanaan Pajak Atas Pajak Penghasilan karyawan PPh Pasal 21 Perencanaan pajak yang dimaksudkan adalah dengan memberikan tunjangan pajak di mana perusahaan tidak dalam kondisi rugi. Karena meskipun tunjangan pajak tersebut dapat dibiayakan (deductible) dalam perhitungan laba rugi fiskal, tetapi penambahan biaya deductible tersebut hanya akan memperbesar kerugian perusahaan saja. 74

28 Sebelumnya, PT. BNU dalam perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode gross, jika metode perhitungannya berubah menjadi metode gross up, maka dampaknya bagi peningkatan motivasi kerja karyawan sangat positif, karena dengan perubahan kebijakan ini, perusahaan akan memberikan tunjangan beban pajak penghasilan karyawan dan secara tidak langsung perusahaan telah menaikkan gaji karyawan. Dari uraian diatas, maka akan terciptalah suatu win-win solution atas perubahan kebijakan antara pihak perusahaan dengan pihak karyawan. Bagi perusahaan beban pajak keseluruhannya akan turun, sedangkan bagi karyawan take home pay akan lebih besar. Untuk memberikan penjelasan bagaimana perhitungan metode gross up diatas dalam perencanaan pajak PPh Pasal 21, dibawah ini penulis akan membuat perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan rumus gross up pada penghasilan kena pajak karyawan untuk menghitung berapa jumlah tunjangan pajak yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Pada subbab ini, penulis juga akan membandingkan rekapitulasi perhitungan PPh Pasal 21 PT. BNU menggunakan rumus gross up. Setelah dilakukan evaluasi oleh penulis, untuk perhitungan PPh Pasal 21 pada tahun 2008, PT. BNU salah dalam menghitung biaya gaji pegawai yang disajikan dalam laporan keuangan. Hal ini berdampak juga dalam melaporkan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Perusahaan membebankan biaya gaji pegawai sebesar Rp ,- diperoleh dari biaya gaji pegawai yang ditambah dengan tunjangan pajak. Tetapi perhitungan jumlah tunjangan pajak yang dilakukan oleh perusahaan salah sehingga mengakibatkan pada pemotongan PPh Pasal 21 pada tahun 2008 tidak tepat. 75

29 Penulis memisahkan terlebih dahulu penghasilan kena pajak pegawai sebelum ditambah tunjangan pajak dan menghitung ulang tunjangan pajak yang sesuau metode gross up yang benar. Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2008, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: = ) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = ) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 76

30 = ) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *U.P, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 77

31 = *Inisial Nama Pegawai Tabel IV.24 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2008 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** Gaji & Tunjangan Lainnya Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto /- Biaya Jabatan Penghasilan Neto Setahun /- PTKP Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 Terutang Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan Sumber: PPh Pasal 21 PT. BNU, diolah **Hasil Jumlah Perhitungan Seluruh Pegawai Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: 78

32 = ) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = ) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 79

33 = ) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = *Inisial Nama Pegawai Tabel IV.25 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2009 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** Gaji & Tunjangan Lainnya Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto _Biaya Jabatan Penghasilan Neto Setahun _PTKP Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 Terutang Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan Sumber: PPh Pasal 21 PT BNU, diolah **Hasil Perhitungan Jumlah Seluruh Pegawai Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2010, Metode Gross Up: 1) *H.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 80

34 = ) *H.Y, Tunjangan Pajak Pasa PPh 21: = ) *R.M, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 = ) *A.H, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *N.A, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: 81

35 = ) *R.K, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = ) *Y.S, Tunjangan Pajak PPh Pasal 21: = Tabel IV.26 Rekapitulasi Analisis Perbandingan PPh Pasal 21 Pada PT. BNU Tahun 2010 Uraian Ditanggung Pegawai (Metode Gross)** Ditanggung Pemberi Kerja (Metode Net)** Metode Gross Up** Gaji & Tunjangan Lainnya Tunjangan PPh Jumlah Penghasilan Bruto _Biaya Jabatan Penghasilan Neto Setahun _PTKP Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 Terutang Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 Yang Dipotong dari Penghasilan Karyawan Sumber: PPh Pasal 21 PT. BNU, diolah 82

36 *Inisial Nama Pegawai **Hasil Perhitungan Jumlah Seluruh Pegawai Dari analisis diatas pada periode tahun , memang metode gross up akan memberikan dampak PPh Pasal 21 yang lebih besar bila dibandingkan dengan 2 metode lainnya. Hal ini dapat dilihat dimana perusahan harus memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp ,- (2008), Rp ,- (2009), Rp ,- (2010) dibandingkan metode lainnya (net/gross) yaitu sebesar Rp ,- (2008), Rp ,- (2009), Rp ,-. Tetapi bila dilihat dari segi laporan laba rugi fiskal, perusahaan akan mendapatkan keuntungan dalam pembebanan biaya gaji pegawai karena biaya gaji pegawai yang dihitung dengan menggunakan metode gross up diatas akan lebih besar bila dibandingkan dengan perhitungan metode net/gross. Hal ini secara tidak langsung, perusahaan akan mendapatkan tax saving dimana PPh Badan sekitar 25%, di split ke gaji pegawai dengan tarif pajak pada umunya sekitar 5%. IV.4.2 Perencanaan Pajak Atas PPh Pasal 22 dan PPh Pasal PPh Pasal 22 Sebagai distributor, PT. BNU mengimpor sendiri kebutuhan barang purna jualnya. Sesuai Peraturan Undang-undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 22 Impor Barang merupakan objek PPh Pasal 22. Pengenaan Impor juga diatur dalam KMK-254/KMK/.03/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 08/PMK/

37 Karena PT. BNU tidak mempunyai API (angka pengenal impor), maka dalam melakukan impor barang perusahaan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain yang mempunyai fasilitas API ini. Hal ini dapat menekan beban PPh Pasal 22 ini sebesar 5% yang tadinya 7,5% (tanpa adanya API) menjadi 2,5%. 2. PPh Pasal 23 PT. BNU melayani jasa pemasangan dan perawatan dari seluruh produkproduknya. Tetapi dalam pelaporan keuangannya perusahaan masih menggabungkan antara penjualan produk, jasa pemasangan, dan jasa perawatan menjadi satu bagian. Yang seharusnya transaksi tersebut dapat dijadikan PT. BNU sebagai kredit pajak PPh Pasal 23 (karena transaksi tersebut akan dipungut pajaknya oleh PKP lain atas kewajiban dalam memotong PPh). Sebagai contoh untuk membuat perencanaan pajak pada PPh Pasal 23, penulis hanya dapat membuat perhitungan pada biaya jasa konsultan pada periode tahun 2010 yaitu sebesar Rp ,-. Karena dalam perjanjian nilai transaksi Rp ,- sudah termasuk pajak dan atas transaksi ini perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 maka perusahaan dapat menaikkan harga perolehan transaksi tersebut dengan menggunakan metode gross up sebagai berikut. a. Nilai Transaksi pada jasa konsultan Rp ( ) = Rp ,- (angka ini dapat dibiayakan sebagai pengurang bruto). Jadi perusahaan membebankan biaya jasa konsultan sebesar Rp ,- sudah termasuk pajak. Keuntungannya bagi perusahaan 84

38 dapat menjalankan kewajibannya sebagai pemotong pajak dengan benar, sehingga terhindar dari sanksi perpajakan serta membiayakan jumlah biaya yang di mark up itu sebagai deductible expense. Perhitungan gross up pada PPh Pasal 23 sebesar 97,5% diperoleh dari tarif jasa profesional orang pribadi yaitu 50% x 5% (5% merupakan tarif progresif PPh Pasal 21 dari pengenaan Dasar Pengenaan Pajak atas transaksi sebesar Rp ,-), sedangkan 50% merupakan tarif jasa profesional orang pribadi. IV.4.3 Maksimalkan Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan Dengan Penghasilan Bruto dan Percepat Pembebanan Biaya Dalam pembukuan perusahaan, seringkali menggunakan istilah-istilah yang kurang tepat untuk biaya-biaya tertentu sehingga pada waktu dilakukan oleh pemeriksaan oleh fiskus biaya-biaya tersebut dapat dikoreksi positif dan tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Disamping itu perusahaan juga kurang cermat dengan tidak mencantumkan bukti formal berupa daftar nominatifnya saat penyampaian SPT, sehingga biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto. Selanjutnya wajib pajak Badan, pada akhir tahun fiskal harus melakukan evaluasi untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Dengan cara-cara diatas secara langsung akan dapat meminimalkan beban pajak tahun berjalan. Dibawah ini adalah biaya-biaya pada PT.BNU yang dapat dimaksimalkan dalam perencanaan pajaknya. 85

39 1. Biaya Makanan dan Minuman Dari evaluasi yang telah penulis lakukan sebelumnya, perusahaan memasukkan biaya makanan dan minuman yang diberikan untuk karyawan ke dalam koreksi fiskal positif. Menurut penulis hal ini perusahaan tidak perlu memasukkan biaya tersebut kedalam koreksi fiskal positif karena sesuai dengan Peraturan Undangundang Perpajakan No.36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat 1 Huruf biaya makanan dan minuman yang diberikan untuk seluruh karyawan dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto. Dengan ketentuan perusahaan harus menyertakan bukti nominatif untuk keperluan biaya tersebut. Maka untuk meminimalkan beban pajak yang diperoleh dan memaksimalkan perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk tahun berikutnya pada biaya ini, perusahaan tidak perlu melakukan koreksi fiskal. Dengan menggunakan jasa catering, merupakan cara untuk menyakinkan fiskus dalam pembebanan biaya ini sebagai biaya fiskal. Adapun rincian jumlah biaya makanan dan minuman pada periode tahun adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,- 2. Biaya Penyusutan Adanya perbedaan timing different antara menurut akuntansi (PSAK) dan menurut Perpajakan (Fiskal) menyebabkan perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Salah satunya pengakuan beban penyusutan. Perbedaan ini pula menyebabkan perhitungan beban penyusutan antara keduanya 86

40 mempunyai perbedaan metode Sehingga perusahaan harus tepat dalam memilih metode mana yang akan digunakan nantinya digunakan untuk menghitung beban penyusutan. PT. BNU menggunakan metode penyusutan saldo menurun. Dengan asumsi perusahaan sedang mengalami kenaikan laba yang menghasilkan penghasilan kena pajak tinggi. Dengan begitu menggunakan metode saldo menurun lebih efektif. 3. Biaya Jamuan Biaya ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto dan tidak dikoreksi positif apabila pengeluaran biaya ini didukung dengan daftar nominatif sesuai format perpajakan. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang biaya Entertaiment dan Sejenisnya. Ditegaskan bahwa biaya entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Tentu perusahaan wajib membuat bukti berupa daftar nominatif yang nantinya dilampirkan wajib pajak dalam penyampaian SPTnya. Untuk Rincian jumlah biaya inipada periode tahun adalah sebagai berikut: - Tahun 2008: Rp ,- - Tahun 2009: Rp ,- - Tahun 2010: Rp ,- Dibawah ini merupakan contoh lampiran format daftar nominatif untuk biaya entertaiment berisi sebagai berikut: a. Nomor urut. 87

41 b. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. c. Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. - Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan. d. Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi : - Nama - Posisi - Nama perusahaan - Jenis usaha 4. Biaya Promosi Untuk menghindari biaya ini dikoreksi positif oleh fiskus dalam setiap pengeluaran biaya ini harus dibuat bukti formal berupa daftar nominatif agar pengeluaran biaya ini dapat menyakinkan fiskus sebagai biaya fiskal. Biaya ini dapat dibiayakan, dengan syarat disertai lampiran daftar nominatif. Berikut ini adalah contoh lampiran daftar nominatif biaya promsi yang harus dipenuhi perusahaan yang berisi: a. Dalam hal promosi diberikan dalam bentuk sample produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok. 88

42 b. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan besarnya biaya yang dikeluarkan. 5. Biaya Lain-lain Biaya lain-lain dikoreksi fiskal positif karena biaya ini merupakan biaya nonoperasional perusahaan dan dapat dianggap merupakan pengeluaran perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham atau anggota perusahaan lainnya. Menurut penulis, untuk menghindari biaya ini dikoreksi positif dan supaya biaya ini dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto, jika perusahaan dapat menyertakan bukti formal berupa daftar nomintif biaya-biaya tersebut. Perusahaan harus mengklasifikasikan secara rinci biaya lain-lain ini, dialokasikan ke dalam biaya yang memenuhi ketentuan dengan 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan). Sehingga biaya lain-lain ini selain dapat bermanfaat bagi perusahaan juga sudah sesuai dengan biaya fiskal yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (deductible expense). Pada periode tahun biaya lain-lain adalah sebagai berikut: - Tahun 2008 : Rp ,- - Tahun 2009 : Rp ,- - Tahun 2010 : Rp ,500,- 6. Biaya Konsultan Pajak PT. BNU belum konsisten dalam perencanaan pajaknya, ini dapat dilihat dari penggunaan jasa konsultan pajak profesional. Pada periode tahun saja, PT. BNU hanya menggunakan jasa konsultan pajak di tahun 2010 yaitu 89

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT Artha Daya Coalindo Perbedaan antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 25/29 MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PERENCANAAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Abadi Karya Mulia Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT Abadi Karya Mulia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI Pajak merupakan salah satu beban yang sangat material. Oleh karena itu, manajemen pajak harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY Pada bab ini penulis akan mengevaluasi atas keadaan perpajakan seperti yang telah diuraikan dalam Bab 3. Evaluasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning Pada PT. XYZ Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ tidak dapat dipisahkan dengan upayaupaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat PT. Kencana Megah Logistik PT. Kencana Megah Logistik didirikan oleh Ibu Anggrek Meice pada tahun 2005 dan mulai menjalankan bisnis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan: BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, perhitungan, dan pembahasan terhadap Laporan Keuangan dan pelaksanaan perencanaan pajak yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Dalam Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Prima Multi Mineral 1. Rekonsiliasi Laporan keuangan dan Laporan fiskal Pendapatan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan untuk kepentingan umum. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV PEMBAHASAN Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisien PT.KBI, penulis akan menguraikan perencanaan pajak yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT ABS Industri Indonesia Pajak merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

MODUL V REKONSILIASI FISKAL MODUL V REKONSILIASI FISKAL A. Dosen memberikan pengantar sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan ( S. A. P.) yang menjelaskan secara umum sebagai berikut : 1. Definisi Rekonsiliasi (koreksi) Fiskal. 2.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis penerapan perencanaan pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima karyawan dengan menggunakan metode net dan gross up 1. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri PT Cipta Sukma Mandiri merupakan wajib pajak badan sesuai yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 36 Pasal 2 ayat 1

Lebih terperinci

By Afifudin PSP FE Unisma 2

By Afifudin PSP FE Unisma 2 Pengertian Beban dan Kompensasi Kerugian sesuai SAK dan UU Pajak Rekonsiliasi Laporan Keuangan. Beda Tetap dan Beda Waktu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif By Afifudin PSP FE Unisma 2 MEKANISME/SIKLUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena pajak merupakan salah sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi atas pelaksanaan perencanaan pajak penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda Mahayasa Nusantara Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. Yusonda Mahayasa Nusantara tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA PERUSAHAAN PT. RKA 4.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perhitungan Pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi alat laboratorium, reagen kimia klinik dan seluruh perlengkapan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC PT ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa safety. PT ABC telah menerapkan perencanaan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan. BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pembahaasan Masalah 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan. Bagi negara semakin besar jumlah pajak

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Trillion Glory International Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja dari sektor privat. Agar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning pada PT. Makro Rekat Sekawan Dalam implementasi tax planning pada PT. Makro Rekat Sekawan strategi yang digunakan untuk penghematan pajak

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT. BM Menurut UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 58 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Nutricircle World Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan pembukuan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) IV.1 Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. Hal paling utama dalam melaksanakan perencanaan pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan 37 BAB III PEMBAHASAN A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Berikut ini akan disajikan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 dengan metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net),

Lebih terperinci

L5

L5 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 Pokok-pokok Perubahan Ke Empat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yaitu Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 62 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Komersial dalam Penentuan Penghasilan Kena Pajak Laporan keuangan yang dibuat oleh PT. Madani Securities bertujuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Salah satu subjek pajak adalah badan. Wajib pajak badan dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA IV.1 Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan UU PPh no. 17 Tahun 2000, setiap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk Penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Multi Indocitra Tbk, tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA IV. 1 Penerapan Akuntansi dalam Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak yang Terutang Laba adalah selisih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA IV.1 Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Berikut adalah analisis dari hasil temuan yang didapatkan oleh penulis selama penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi Laporan laba/rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis tentang pelaksanaan perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT. Artha Pumatex, dapat

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT DICKSEN Villa Kapuk Mas Blok F4 no12a, 08988093877, biohazartswt@yahoo.com Yunita Anwar, SE., MM., BKP ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4, maka dapat disimpulkan: 1. Alternatif perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang paling efisien

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah 29 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah Tax Planning merupakan langkah awal dalam pengelolaan pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Perencanaan Pajak Tahun 2002 Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan penerima honorarium 4.277 orang. Biaya yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal untuk Penentuan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan Pada PT. Bijama Makmur Laporan Laba Rugi yang terdiri dari penerimaan dan pengeluaran,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal sebagai dasar Penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. DEF. Laporan Keuangan yang dibuat oleh PT. DEF bertujuan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant Management dimana wajib pajak badan ini bergerak di bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS IV.1 Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PPh Pasal 21 PT BPR WS Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen.

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Marantha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Marantha ABSTRAK Salah satu pajak yang merupakan penerimaan negara dan berasal dari pendapatan rakyat adalah Pajak Penghasilan (PPh). Sebagian besar perusahaan bertujuan untuk memperoleh laba setinggi mungkin dengan

Lebih terperinci

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya, BAB. V SIMPULAN DAN SARAN V. 1. Simpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan suatu kesimpulan dari Perusahaan PI, sebagai berikut: 1. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Dasar Perpajakan Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA

EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. RKA VANESSA FARAH Lourdes Garden Apartment 32H, 082122888133, vanessa.farah@ymail.com Drs. Hanggoro Pamungkas, M.Sc ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

ANALISIS TAX PLANNING SEBAGAI PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PADA PT. BAHANA NUSANTARA

ANALISIS TAX PLANNING SEBAGAI PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PADA PT. BAHANA NUSANTARA ANALISIS TAX PLANNING SEBAGAI PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PADA PT. BAHANA NUSANTARA NAMA : NURSSELLA SIDAURUK NPM : 25211377 JURUSAN : AKUNTANSI / S1 PEMBIMBING : NOVA ANGGRAINIE, SE, MMSI. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Akuntansi PPN PT. Biro ASRI PT. Biro ASRI dalam menjalankan operasi perusahaan selain berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun 2015 PT. Semar Jaya Indah salah satu klien Badan Usaha Kantor Konsultan Pajak Darriono Prajetno. PT. Semar Jaya Indah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekarang ini ada banyak upaya yang dijalankan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi yang sedang terjadi. Salah satu upaya yang dijalankan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung

Lebih terperinci

Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS

Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS Elindia Farahiya Adani Komplek Cipulir Permai Blok N No. 11 Jakarta Selatan, 081294630023, el_farahi@ymail.com Drs. Hery Gunawan, M.M. ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. XPRESS CLEAN BER$SAUDARA berdiri pada tahun 1995 dengan direktur bernama FENNY PHITOYO yang beralamat di jalan HR. Muhammad 373-383

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, maka organisasi-organisasi maupun perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Misalnya: a. Usaha apotek; b. Rumah makan; c. Toko *) dapat bersifat final apabila memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013) Penghasilan

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato. BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato. Selain dalam pelaksanaan pembukuan yang sudah menggunakan komputer, dalam pembayaran atas pajak-pajak

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO 1 ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO NUR ENDANG FATRAH KATILI Jurusan Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci