Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstrak. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23. Abstract"

Transkripsi

1 1 Pelaksanaan Pajak dan Exposur Pajak, Studi Kasus pada PT ABC Tahun 2012 Melinda Ardhias Debby Fitriasari Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Abstrak Skripsi ini menganalisis pelaksanaan pajak dan eksposur pajak pada PT ABC. Berdasarkan analisis, PT ABC sudah berusaha mengikuti peraturan perpajakan, namun pelaksanaan PPh pasal 21 masih belum optimal. Selain itu, masih terdapat eksposur pajak terkait PPh pasal 23 sehubungan dengan kesalahan perusahaan dalam memotong supplier perusahaan yang tidak memiliki NPWP. Untuk mengoptimalkan PPh pasal 21, diberikan alternatif kebijakan untuk memasukkan asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh pasal 21 dan penggunaan metode pajak ditanggung perusahaan. Kata Kunci: Eksposur Pajak; Pajak Ditanggung Perusahaan; PPh pasal 21; PPh Pasal 23 Abstract This paper analyzes the implementation of taxes and tax exposure on PT ABC. Based on the analysis, PT ABC had tried to follow the tax laws, but the implementation of income tax article 21 is still not optimal. In addition, there are tax exposures related to income tax article 23 in connection with the company's mistake in cutting tax for suppliers that do not have a Tax Registration Number. To optimize the Income Tax Article 21, given the alternative to the company for health insurance to be included in the calculation of income tax article 21 and using net method in the company. Keyword: Net Method; Tax Article 21; Tax Article 23; Tax Exposure

2 2 1.1 Pendahuluan Sejak tahun 1984 hingga saat ini dengan adanya pembaruan sistem pemungutan pajak, Indonesia telah menggunakan self assessment system. (Waluyo, 2010: 24). Pada self assessment system ini para wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, serta melaporkan sendiri pajaknya, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, sehingga penentuan besarnya pajak yang disetor dipercayakan kepada wajib pajak itu sendiri, melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkannya ke kantor pajak. Adanya self assessment system dalam penghitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak sebenarnya dapat menguntungkan bagi wajib pajak, karena dengan begitu, wajib pajak dapat membuat perencanaan (tax planning) dan mengoptimalkan pengeluaran pajaknya dengan lebih baik. Sehubungan dengan hal diatas, maka menarik untuk diteliti sejauh mana suatu wajib pajak badan telah melaksanakan self assessment system atas perhitungan pajaknya secara benar. Untuk itu penulis akan mengambil contoh kasus PT ABC, yang merupakan sebuah perusahaan penyedia jasa konsultansi bisnis dan marketing. Sesuai dengan undangundang pajak penghasilan yang berlaku saat ini, maka PT ABC memiliki beberapa kewajiban pajak yang harus disetor dan dilaporkan kepada negara setiap bulannya. PT ABC juga merupakan perusahaan yang taat pajak, dan selalu berusaha melakukan kewajiban pajaknya secara tepat waktu. Namun ketaatan tersebut belum cukup, karena ternyata pelaksanaan pajak di PT ABC masih belum optimal. Kurang optimalnya pelaksanaan pajak terkait dengan perhitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan bukan pegawai pada PT ABC sebenarnya dapat diatasi dengan perencanaan pajak yang lebih matang, misalkan dengan memasukkan tanggungan premi asuransi kesehatan sebagai penghasilan, dan memilih metode yang tepat untuk perhitungan PPh pasal 21 tanpa melanggar undang-undang. Disamping itu, PT ABC menanggung PPh 21 untuk semua penerima penghasilan bukan pegawai, baik untuk bukan pegawai yang berkesinambungan maupun bukan pegawai yang tidak berkesinambungan. Selain itu pada PT ABC masih terdapat eksposur pajak pada pelaksanaan PPh pasal 23 dimana terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan pajak tersebut dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan PT ABC menghadapi risiko hutang pajak dan risiko berupa sanksi administrasi atas kurang bayar penyetoran pajak.

3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka: 1. Apakah perhitungan PPh 21 untuk pegawai tetap pada PT ABC di tahun 2012 sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, bagaimanakah seharusnya perhitungan dan perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan? 2. Manakah alternatif yang lebih baik untuk PT ABC, apakah dengan memasukkan premi asuransi kesehatan untuk pegawai tetap atau tidak dalam perhitungan PPh pasal 21? 3. Metode apakah yang paling optimal dalam perhitungan PPh 21 yang dilakukan PT ABC? Apakah dengan menggunakan metode gross up atau metode net? 4. Apakah perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan pada PT ABC di tahun 2012 sudah sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, bagaimanakah seharusnya perhitungan dan perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan? 5. Apakah perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan pada PT ABC di tahun 2012 sudah optimal atau belum? Bila belum optimal, bagaimanakah solusi untuk mengoptimalkannya? 6. Apakah perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 23 pada PT ABC sudah sesuai dengan undang-undang? Apabila belum, apakah eksposur pajak yang mungkin terjadi? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan kewajiban pajak PT ABC untuk PPh pasal 21, baik untuk pegawai tetap maupun untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan dari PT ABC, apakah perhitungannya sudah sesuai menurut undang-undang. Selain itu penulis juga memberikan alternatif perhitungan PPh pasal 21 dengan memasukkan asuransi kesehatan untuk pegawai tetap dan penggunaan metode net (pajak ditanggung perusahaan). Sedangkan untuk bukan pegawai, penulis memberikan cara optimalisasi untuk PT ABC terkait dengan PPh pasal 21. Kemudian penulis menganalisis eksposur pajak pada PT ABC untuk PPh pasal 23, seberapa besar ekposur pajaknya dan solusi untuk meminimalisir adanya eksposur pajak tersebut.

4 4 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008, PT ABC wajib melakukan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur, dan imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. Dalam menghitung PPh pasal 21, perusahaan dapat memilih kebijakan yang dapat digunakan, antara lain dengan melakukan pemotongan langsung terhadap penghasilan karyawan, yang disebut metode gross. Dengan metode ini, perusahaan tidak menanggung maupun menunjang beban atas PPh 21 karyawan, karena PPh 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan. Metode lainnya yaitu dengan memberikan tunjangan PPh 21 kepada penerima penghasilan, yang disebut metode gross up. Dengan metode ini, perusahaan menunjang PPh 21 karyawan dengan jumlah yang sama dengan beban PPh 21 terutang, dan tidak mengurangi pendapatan karyawan tersebut. Kemudian metode terakhir ialah dengan menanggung beban PPh pasal 21 karyawan, yang disebut metode net. Dengan metode ini, beban PPh pasal 21 akan lebih kecil, namun atas beban ini dianggap sebagai natura, sehingga harus mengalami koreksi fiskal positif pada saat rekonsiliasi fiskal dalam perhitungan PPh tahunan badan. 2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23 Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 Tahun 2008, PT ABC sebagai pihak yang membayar penghasilan merupakan subjek pajak badan dalam negeri yang melakukan pemotongan PPh pasal 23. Tarif dan objek pemotongan PPh pasal 23 pada PT ABC yaitu sebesar 2% dari penghasilan bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan

5 5 imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 2.3 Manajemen Pajak Salah satu cara untuk mewujudkan optimalisasi pajak adalah dengan melakukan manajemen pajak. Menurut Sophar Lumbantoruan (1994: 354) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Pajak yang dikutip oleh Erly Suandy dalam bukunya yang berjudul Perencanaan Pajak, secara umum pengertian manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi ketentuan perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan, dengan tujuan untuk menerapkan peraturan perpajakan yang benar, melakukan efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya, membayar pajak menurut hukum dan peraturan yang berlaku, serta untuk menghindari kerugian yang tidak diinginkan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui fungsi utama manajemen pajak yang terdiri dari 3 hal, yaitu perencanaan pajak (Tax Planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan (Tax Implementation), dan pengendalian pajak (Tax Control). Untuk melakukan perencanaan pajak, perusahaan terlebih dahulu perlu mengetahui biaya-biaya apa sajakah yang dapat dikurangkan maupun yang tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak penghasilan badannya. Sesuai dengan pasal 9 Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (4) mengenai besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang tidak boleh dikurangkan, yaitu salah satunya adalah premi asuransi kesehatan. Terkait dengan studi kasus PT ABC, perusahaan menanggung premi asuransi kesehatan untuk pegawai tetapnya, dan membiayakannya dalam laporan laba-rugi komersial. Sesuai undang-undang ini, beban premi asuransi kesehatan tersebut harus mengalami koreksi fiskal positif, karena untuk premi asuransi kesehatan tidak boleh dikurangkan kecuali jika premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain, premi asuransi kesehatan dapat dibiayakan oleh perusahaan jika premi tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan PPh pasal 21 sebagai tunjangan untuk pegawai.

6 6 Setelah mengetahui tentang penghasilan yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan, perusahaan perlu manganalisis pilihan manakah yang dapat menghasilkan beban pajak yang paling optimal. Sehubungan dengan PPh pasal 21, perusahaan dapat memilih apakah akan menunjang PPh pasal 21 karyawannya, atau dengan menanggung PPh 21 tersebut. Tunjangan merupakan manfaat lebih yang dapat dinilai dengan uang, yang diberikan oleh pemberi kerja kepada penerima penghasilan selain gaji. Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan, maka tunjangan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan, sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, tunjangan tersebut ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. (Waluyo, 2011: 226). Sehingga besarnya tunjangan ini jika ditambahkan ke dalam gaji akan menambah kewajiban PPh pasal 21 yang harus dibayar oleh wajib pajak. Walaupun begitu, jika PPh pasal 21 ditunjang oleh wajib pajak dalam hal perusahaan, maka atas tunjangan tersebut boleh dikurangkan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak perusahaan. Penghasilan yang diterima dari pemberi kerja juga dapat berupa tanggungan. Menurut Waluyo, dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Indonesia tahun 2011, bedanya antara tunjangan dengan tanggungan ialah, untuk tunjangan perhitungannya ditambahkan ke dalam penghasilan, sedangkan untuk tanggungan, termasuk dalam pengertian imbalan atau penghasilan berupa kenikmatan yang tidak dipotong PPh pasal 21, sehingga dalam perhitungan PPh pasal 21 atas gaji pegawai yang bersangkutan, jumlah penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut tidak ditambahkan pada penghasilan pegawai yang bersangkutan. Tanggungan tersebut dibiayakan oleh pemberi penghasilan sebagai beban, dan atas perlakuan tersebut, ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK.03/2008 pasal 8 ayat 2 bahwa pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, yaitu penerimaan penghasilan dalam bentuk natura. Sehingga atas tanggungan ini sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1 huruf e, wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak boleh mengurangkan tanggungan ini sebagai beban pada perhitungan penghasilan kena pajak badan. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah nomor 94 Tahun 2010, pada pasal 13 huruf b, yang menyebutkan bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.

7 7 Dari penelitian sebelumnya terkait perencanaan pajak atas transasksi yang dilakukan PT Bank Perkreditan Rakyat X yang ditulis oleh RA. Chinta Citra (Tahun 2010), disebutkan bahwa bentuk pemberian kepada karyawan merupakan alternatif yang harus disesuaikan dengan perlakuan perpajakan perusahaan. Bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Final, bentuk pemberian kepada karyawan sebaiknya dalam bentuk natura. Sebab pemberian dalam bentuk cash akan mempertinggi PPh 21 yang terhutang dan biaya yang dikeluarkan tidak dapat dibebankan kepada penghasilan bruto perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan yang penghasilannya merupakan objek PPh Badan, akan lebih menguntungkan dalam bentuk cash sebab dapat menjadi beban dalam penghitungan PPh Badan yang terhutang. 3 Gambaran Umum Perusahaan 3.1 Bidang Usaha dan Kegiatan Bisnis Perusahaan PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan bisnis dan marketing yang berdiri di Indonesia sejak tahun Dipimpin oleh seorang direktur utama, seorang direktur dan seorang komisaris non aktif, sejak berdirinya PT ABC telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), serta memiliki izin usaha lengkap untuk menjalankan usahanya di Indonesia. Pendapatan utama PT ABC berasal dari jasa marketing, dimana perusahaan menyediakan tenaga pencari dana (fund raiser) untuk klien-nya yang merupakan yayasanyayasan sosial. Selain itu, PT ABC juga menyediakan fasilitas pelayanan (customer service) untuk para donatur yang ingin menyumbangkan dana, dimana sebelum seorang donatur benar-benar menyumbangkan dananya, tim customer service akan melakukan verifikasi data terlebih dahulu guna mendapatkan konfirmasi dari para calon donatur untuk menghindari kesalahpahaman. Data-data para donatur ini akan disimpan di dalam database untuk di maintain oleh tim khusus, sehingga para donatur akan terus ter-update mengenai kegiatankegiatan yayasan, dan untuk apa sajakah dana dari para donatur tersebut digunakan. Dalam melakukan penggalangan dana, PT ABC melangsungkan event mingguan di berbagai tempat di Indonesia, mulai dari gedung-gedung perkantoran, perumahan, hingga di pusat-pusat perbelanjaan, maupun ikut serta dalam berbagai eksebisi. Untuk kelangsungan event ini, PT ABC harus menyewa tempat ke berbagai gedung dan tidak jarang pula menggunakan jasa penyelenggara acara (event organizer). Adapun untuk pengaturan internal terkait dengan anggaran biaya event, perizinan, jadwal, penempatan tenaga penggalang dana,

8 8 serta pemesanan tempat penyelenggaraan event dilakukan oleh tim khusus yang menangani event. Sedangkan untuk tenaga penggalang dana (field representative) merupakan tenaga alih daya (outsource) yang saat ini berjumlah lebih dari seratus orang, dan diatur oleh bagian administrasi. 3.2 Kewajiban Pajak Terkait Bisnis Perusahaan Perhitungan pajak yang dilakukan PT ABC adalah Pajak Penghasilan pasal 21/26, Pajak Penghasilan pasal 23, Pajak Penghasilan pasal 25, Pajak Penghasilan final pasal 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Tahunan Badan pasal 29. Oleh karena banyaknya transaksi pajak setiap bulan dan perhitungan pajak yang masih dilakukan secara manual, ternyata dari perhitungan tersebut masih terdapat risiko hutang pajak yang dihadapi perusahaan, serta masih ada celah bagi perusahaan untuk lebih menghemat pengeluaran pajaknya. 4 Pembahasan 4.1 Perhitungan PPh 21 untuk Pegawai Tetap Alternatif Perhitungan PPh 21 dengan Memasukkan Asuransi Kesehatan Penghasilan untuk direktur utama dan 26 pegawai tetap pada PT ABC terdiri dari gaji pokok dan tunjangan Jamsostek. Pada awal tahun 2010, perusahaan juga membayarkan premi asuransi kesehatan untuk semua pegawai tetapnya, yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan jumlah tanggungan. Namun, penghasilan-penghasilan selain gaji pokok, tunjangan PPh pasal 21 dan tunjangan jamsostek tidak dimasukkan di dalam perhitungan gaji, sehingga atas penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh pasal 21. Adapun pendapatan lainnya untuk karyawan ialah premi asuransi kesehatan yang dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya namun tidak dimasukkan dalam perhitungan PPh pasal 21. Apabila premi asuransi kesehatan tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan, menyebabkan adanya koreksi fiskal positif yang menyebabkan laba fiskal perusahaan menjadi lebih besar dan pajak tahunan badan pun menjadi lebih tinggi. Penulis membuat perhitungan ulang PPh 21 selama tahun 2012 dengan metode gross up untuk gaji pegawai tetap bila premi asuransi dimasukkan ke dalam penghasilan, dan membandingkannya dengan total gaji pegawai tetap jika perhitungan tidak memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan. Hasil perhitungan dapat dilihat di tabel 4.1.

9 9 Tabel 4.1: Perbandingan dan Pengaruh Perhitungan PPh 21 dan PPh 29 pada PT ABC tanpa Premi Asuransi Kesehatan dan dengan Premi Asuransi Kesehatan Keterangan Tunjangan PPh pasal 21 Tunjangan Premi Asuransi Kesehatan PPh Badan Pasal 29 Perhitungan PT ABC (Tanpa Memperhitungkan Premi Asuransi Kesehatan) Usulan Penulis (Dengan Memperhitungkan Premi Asuransi Kesehatan) Rp Rp Rp Rp Rp Selisih Rp Rp (Rp ) Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali Jika dibandingkan antara hasil perhitungan PPh 21 PT ABC dengan perhitungan penulis yang memperhitungkan tunjangan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan, menghasilkan efek sebagai berikut: 1. PPh pasal 21 menjadi lebih tinggi sebesar Rp jika memperhitungkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan pegawai tetap. 2. PPh tahunan badan pasal 29 menjadi lebih rendah dengan selisih sebesar Rp jika memperhitungkan premi asuransi kesehatan ke dalam penghasilan pegawai tetap. Hal tersebut dikarenakan jumlah tunjangan premi asuransi kesehatan sebesar Rp tidak perlu mengalami koreksi fiskal positif, karena tunjangan tersebut masuk ke dalam perhitungan penghasilan, dan tidak dianggap sebagai natura. 3. Sehingga jika premi asuransi kesehatan diperhitungkan ke dalam penghasilan pegawai, maka akan menghemat beban pajak perusahaan sebesar Rp Rp = Rp Atas perhitungan tersebut, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan penghasilan pegawai tetapnya Alternatif Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Menggunakan Metode Net (Pajak Ditanggung Perusahaan) Perusahaan dapat melakukan perencanaan pajaknya dengan mempertimbangkan alternatif lain dalam penghitungan PPh 21, misalkan dengan mengganti metode perhitungan

10 10 PPh 21 yang sebelumnya menggunakan metode gross up, menjadi metode net. Metode net merupakan metode dimana perusahaan menanggung pajak karyawan dan mencatatnya sebagai beban. Berikut adalah perbandingan hasil perhitungan PPh 21 dengan metode gross up dan metode net pada tabel 4.2. Dari tabel perbandingan 4.2, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan memperhitungkan premi asuransi kesehatan sebagai tunjangan, PPh pasal 21 akan lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode net, dengan selisih sebesar Rp jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode gross up. 2. Dengan memperhitungkan premi asuransi kesehatan sebagai tunjangan, PPh badan pasal 29 terutang lebih besar jika perhitungan menggunakan metode net, dengan selisih sebesar Rp jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode gross up. 3. Walaupun PPh badan pasal 29 yang terutang lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode gross up, namun PPh 21 untuk pegawai tetap juga akan lebih kecil jika perhitungan menggunakan metode net. Sehingga jika menggunakan metode net dalam perhitungan PPh 21 untuk penghasilan pegawai tetap, maka akan menghemat beban pajak perusahaan sebesar Rp Selisih ini juga akan semakin besar jika perusahaan menaikkan gaji pegawai tetapnya, terutama untuk pegawai dengan pendapatan kena pajak disetahunkan lebih dari Rp yang dikenakan tarif hingga lapis kedua, yaitu sebesar 15% berdasarkan tarif pph pasal 17 undang-undang nomor 36 tahun Tabel 4.2: Perbandingan dan Pengaruh Perhitungan PPh 21 dan PPh 29 pada PT ABC dengan Metode Gross Up dan Metode Net Metode yang Digunakan PPh 21 Pegawai Tetap PPh Badan Pasal 29 Efek Total Terhadap Perusahaan (1) (2) (3) (4) = (2)+(3) Gross up Rp Rp Rp Net Rp Rp Rp Selisih (Rp ) Rp (Rp ) Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali

11 11 Berdasarkan analisis tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan penghasilan pegawai tetap dan menggunakan metode net dalam penghitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetapnya. 4.2 Analisis Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan Selain pegawai tetap, di PT ABC juga terdapat tenaga kerja lainnya yang direkrut oleh perusahaan dan digolongkan sebagai bukan pegawai penerima penghasilan, yang jumlahnya berkisar 100 orang setiap tahunnya, dimana PT ABC menanggung PPh 21 atas pendapatan untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan. Penerima penghasilan tersebut digolongkan berkesinambungan jika telah bekerja lebih dari satu bulan, apabila kurang dari satu bulan, maka digolongkan sebagai tidak berkesinambungan. Untuk contoh perhitungan pajaknya, dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4. Tabel 4.3: Contoh Perhitungan PPh 21 Untuk Bukan Pegawai yang Tidak Berkesinambungan dan Memiliki NPWP Bulan Penghasilan Bruto 50% dari Penghasilan Bruto PKP Sebulan Tarif psl. 17 UU PPh PPh psl. 21 (1) (2) (3) (4) (5) (6) = (4)x(5) Maret 5,000,000 2,500,000 2,500,000 5% 125,000 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali Tabel 4.4: Contoh Perhitungan PPh 21 Untuk Bukan Pegawai yang Tidak Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP Bulan Penghasilan Bruto 50% dari Penghasilan Bruto PKP Sebulan Tarif psl. 17 UU PPh Tidak Memiliki NPWP PPh psl. 21 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) = (4)x(5)x(6) Maret 5,000,000 2,500,000 2,500,000 5% 120% 150,000 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali

12 12 Dari perbandingan perhitungan pada tabel 4.3 dan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak memiliki NPWP maka beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp , sedangkan jika tidak memiliki NPWP maka beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp Selisih beban PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan jika wajib pajak memiliki NPWP dengan tidak memiliki NPWP sebesar Rp Selisih tersebut merupakan salah satu contoh jumlah beban yang dapat dihemat oleh perusahaan jika menanggung PPh 21 untuk bukan pegawai yang bersifat tidak berkesinambungan namun memiliki NPWP. Kemudian pada tabel 4.5 dan tabel 4.6 adalah contoh perbandingan perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan yang berkesinambungan dan memiliki NPWP, dengan bukan pegawai yang menerima penghasilan yang berkesinambungan dan tidak memiliki NPWP di PT ABC. Tabel 4.5: Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai yang Berkesinambungan dan Memiliki NPWP Bulan Penghasilan Bruto 50% dari Penghasilan Bruto PTKP Sebulan PKP Sebulan PKP Kumulatif Tarif psl. 17 UU PPh PPh psl. 21 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) = (5)x(7) Maret 5,000,000 2,500,000 1,320,000 1,180,000 2,440,000 5% 59,000 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali Tabel 4.6: Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai yang Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP Bulan Penghasilan Bruto 50% dari Penghasilan Bruto PKP Sebulan PKP Kumulatif Tarif psl. 17 UU PPh Tidak Memiliki NPWP PPh psl. 21 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)=(4)x(6)x(7) Maret 5,000,000 2,500,000 2,500,000 6,400,000 5% 120% 150,000 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali

13 13 Dari perbandingan perhitungan pada tabel 4.5 dan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp Sedangkan jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan tidak memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan sebesar Rp Selisih PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp Jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat besar, yang seharusnya dapat dihemat oleh perusahaan jika semua tenaga kerjanya memiliki NPWP. Lebih lanjut, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-57/PJ/2009 Jo PER-31/PJ/2009 pasal 1 ayat 22 menyebutkan bahwa imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Sehingga, penulis berpendapat bahwa untuk bukan pegawai yang telah bekerja lebih dari satu kali, meskipun belum lebih dari satu bulan, sudah dapat digolongkan sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. Dari perhitungan pada tabel 4.3 atas PPh 21 untuk bukan pegawai yang tidak berkesinambungan dan memiliki NPWP dengan tabel 4.5 atas PPh 21 untuk bukan pegawai yang berkesinambungan dan memiliki NPWP, penulis dapat menyimpulkan bahwa beban pajak akan lebih kecil jika tenaga kerja digolongkan sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan bersifat berkesinambungan dan memiliki NPWP, karena dalam memperhitungkan PPh 21 terlebih dahulu penghasilan brutonya dikurangkan dengan PTKP. Sedangkan untuk bukan pegawai yang tidak memiliki NPWP, perhitungan PPh 21 diperlakukan sama, baik untuk penghasilan yang berkesinambungan maupun tidak berkesinambungan. Dari contoh perbandingan perhitungan pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan tidak berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp Sedangkan jika wajib pajak merupakan penerima penghasilan berkesinambungan dan memiliki NPWP, total PPh 21 yang ditanggung perusahaan sebesar Rp Selisih PPh 21 yang ditanggung perusahaan jika sebesar Rp Jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat besar, yang seharusnya dapat dihemat oleh perusahaan jika penerima penghasilan bukan pegawainya digolongkan sebagai penerima penghasilan bukan pegawai yang berkesinambungan dan memiliki NPWP.

14 14 Tabel 4.7: Perbandingan Perhitungan PPh 21 untuk Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan yang Memiliki NPWP dengan Bukan Pegawai Berkesinambungan yang Memiliki NPWP Penggolongan Penerima Penghasilan Bukan Pegawai Pada PT ABC PPh Pasal 21 Tidak Berkesinambungan dan Memiliki NPWP Rp Berkesinambungan dan Memiliki NPWP Rp Selisih Rp Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali Dari perhitungan PPh 21 untuk bukan pegawai pada PT ABC, menurut penulis apabila PT ABC mempekerjakan tenaga bukan pegawai dan menanggung pajaknya, sebaiknya tenaga kerja tersebut memiliki NPWP, dan digolongkan sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan jika orang tersebut telah bekerja lebih dari sekali untuk PT ABC meskipun belum lebih dari sebulan, guna menghemat pengeluaran pajak yang ditanggung oleh perusahaan. 4.3 Pelaksanaan Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 23 PT ABC melakukan pemotongan PPh pasal 23 untuk beberapa pembayaran yang dilakukannya, antara lain untuk penyewaan mesin photo copy, penyewaan kendaraan operasional kantor, jasa konsultan, dan jasa untuk penyelenggara kegiatan (Event Organizer). Kondisi yang ada pada PT ABC terkait pemotongan PPh pasal 23 adalah sebagai berikut: 1. Untuk penyedia jasa penyewaan mesin photo copy, penyewaan kendaraan dan jasa konsultan, semua supplier telah memiliki NPWP, sehingga atas penggunaan jasa tersebut, PT ABC memotong PPh pasal 23 sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak yang tertera di dalam invoice dari supplier. 2. Selain itu, PT ABC juga menggunakan jasa event organizer (EO) untuk mengikuti berbagai event untuk keperluan penggalangan dana seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. PT ABC wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 2% atas tagihan dari EO yang memiliki NPWP, yang dilakukan pada saat melakukan pembayaran kepada EO. Tarif sebesar 2% tersebut dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (dalam hal ini yaitu nilai penjualan yang tertera di dalam invoice dari EO), sehingga kas yang diterima oleh

15 15 EO tidak sama dengan nilai yang ditagihkan di dalam invoice-nya. Sebagai gantinya, PT ABC akan memberikan bukti pemotongan atas PPh pasal 23 tersebut kepada EO yang bersangkutan, sebagai bukti bahwa telah dilakukan pemotongan pajak atas jasa yang diberikan oleh EO kepada PT ABC. 3. PT ABC selalu menyetorkan PPh 23 tepat waktu dalam suatu masa pajak yaitu maksimal setiap tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya Kesalahan dalam Pemotongan PPh Pasal 23 yang Terjadi Pada PT ABC Sesuai dengan undang-undang pajak penghasilan pasal 23, disebutkan bahwa dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun PT ABC tetap mengalikan 2% dari nilai yang tertera di dalam invoice, dan pembayaran kepada EO tersebut tidak dipotong PPh 23 karena bukti potongnya tidak diberikan kepada EO tersebut. Kekeliruan ini dapat menyebabkan adanya risiko hutang pajak yang besar, karena banyaknya transaksi dengan EO yang belum memiliki NPWP, dan akan dikenakannya sanksi administratif atas keterlambatan penyetoran pajak. Berikut perhitungan kurang bayar PPh pasal 23 PT ABC untuk tahun 2012 seperti pada tabel 4.8. Tabel 4.8: Perhitungan Kurang Bayar PPh 23 PT ABC Untuk Tahun 2012 Masa Pajak (Tahun 2012) Invoice EO (tidak memiliki NPWP) PPh 23 yang seharusnya dibayar PPh 23 yang telah dibayar Kurang Bayar PPh 23 Januari 53,825,000 2,153,000 1,076,500 1,076,500 Februari 38,925,000 1,557, , ,500 Maret 36,850,000 1,474, , ,000 April 65,457,233 2,618,289 1,309,145 1,309,145 Mei 53,325,000 2,133,000 1,066,500 1,066,500 Juni 46,490,000 1,859, , ,800 Juli 65,625,000 2,625,000 1,312,500 1,312,500 Agustus 54,900,000 2,196,000 1,098,000 1,098,000 September 58,275,000 2,331,000 1,165,500 1,165,500 Oktober 83,747,000 3,349,880 1,674,940 1,674,940 November 75,700,000 3,028,000 1,514,000 1,514,000 Desember 94,850,000 3,794,000 1,897,000 1,897,000 Total 727,969,233 29,118,769 14,559,385 14,559,385 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali

16 16 Jika PT ABC menghitung PPh 23 dengan tarif yang sesuai untuk EO yang tidak memiliki NPWP sebesar 4%, maka seharusnya PT ABC membayar PPh pasal 23 untuk jasa EO yang tidak memiliki NPWP selama tahun 2012 sebesar Rp , sehingga PT ABC mengalami kurang bayar sebesar Rp Selain itu, PT ABC juga harus membayar sanksi administrasi berupa bunga atas kekurangan dan keterlambatan pembayaran PPh pasal 23 ini Perhitungan Eksposur Pajak Berupa Sanksi Administrasi atas Kesalahan Pemotongan PPh Pasal 23 Seperti telah dibahas pada sub bab sebelumnya, atas kesalahan perhitungan PPh pasal 23 selama tahun 2012 menyebabkan PT ABC mengalami kurang bayar. Meskipun belum mendapatkan surat tagihan dari kantor pajak, namun sebaiknya PT ABC mengantisipasi adanya sanksi administrasi berupa bunga atas kesalahan tersebut. Penulis menghitung perkiraan sanksi administrasi yang dikenakan pada PT ABC selama tahun 2012, jika asumsi pembetulan dilakukan pada bulan Februari 2013 seperti pada tabel 4.9. Tabel 4.9: Perhitungan Kurang Bayar PPh 23 PT ABC Untuk Tahun 2012, dan Perkiraan Sanksi Administrasi Berupa Bunga Sanksi Masa Pajak Kurang Bayar PPh Bulan Total Sanksi yang Administrasi (Tahun 2012) 23 (lihat tabel 4.7) Keterlambatan Dikenakan berupa Bunga Januari 1,076,500 2% ,360 Februari 778,500 2% ,270 Maret 737,000 2% ,400 April 1,309,145 2% 9 235,646 Mei 1,066,500 2% 8 170,640 Juni 929,800 2% 7 130,172 Juli 1,312,500 2% 6 157,500 Agustus 1,098,000 2% 5 109,800 September 1,165,500 2% 4 93,240 Oktober 1,674,940 2% 3 100,496 November 1,514,000 2% 2 60,560 Desember 1,897,000 2% 1 37,940 Total 14,559,385 1,673,024 Total Kurang Bayar dan Sanksi 16,232,409 Sumber: data PT ABC yang telah diolah kembali

17 Solusi Terkait PPh Pasal 23 pada PT ABC Dari perhitungan pada tabel 4.9, jika PT ABC segera melakukan pembetulan di bulan Februari 2013 atas SPT Masa PPh pasal 23 selama tahun 2012, maka perusahaan harus membayar kekurangan pajak sebesar Rp untuk disetorkan ke kas negara, dan segera dilaporkan ke kantor pajak, beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp yang akan dibayarkan setelah mendapat Surat Tagihan Pajak (STP). Berdasarkan hal tersebut, solusi yang dapat disarankan penulis adalah agar PT ABC dapat melakukan pembetulan sesegera mungkin sebelum pengenaan sanksi menjadi semakin besar. Selain itu, PT ABC juga disarankan agar menggunakan EO yang memiliki NPWP untuk mengurangi beban pajak perusahaan di kemudian hari. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan terhadap pelaksanaan penghitungan pajak tahun 2012 PT ABC, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Perusahaan telah melakukan kewajiban pajak penghasilan pasal 21 untuk pegawai tetap sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, dengan menggunakan metode gross up dalam perhitungannya, dan membebankan premi asuransi kesehatan sebagai tanggungan perusahaan untuk pegawai tetapnya. Dari analisis penulis, kewajiban pajak penghasilan pasal 21 pada PT ABC dapat lebih dioptimalkan dengan menggunakan metode net (pajak ditanggung perusahaan), serta dengan memasukkan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh pasal Pada perhitungan PPh pasal 21 untuk bukan pegawai yang menerima penghasilan, PT ABC memiliki kebijakan untuk menanggung PPh 21 tersebut, dimana sebagian besar penerima penghasilan bukan pegawai tersebut belum memiliki NPWP. Menurut penulis, PT ABC dapat lebih mengoptimalkan bebannya apabila penerima penghasilan bukan pegawai tersebut memiliki NPWP. 3. Terdapat eksposur pajak berupa sanksi administrasi berkaitan dengan PPh pasal 23, dimana perusahaan hanya memotong sebesar 2% atas tagihan dari vendor yang tidak memiliki NPWP.

18 Saran Penulis Dari pembahasan yang telah dilakukan, penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk lebih mengoptimalkan PPh pasal 21 pegawai tetap, sebaiknya perusahaan memasukkan perhitungan premi asuransi kesehatan ke dalam perhitungan PPh 21-nya dan menggunakan metode net (pajak ditanggung perusahaan), karena dengan metode ini perusahaan akan dapat menghemat pengeluaran kas-nya. 2. Untuk tenaga kerja bukan pegawai yang menerima penghasilan dari PT ABC, penulis menyarankan agar perusahaan dapat membuatkan NPWP untuk semua tenaga kerja tersebut, guna melakukan penghematan pengeluaran kas atas beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan, dan juga menggolongkan tenaga kerja yang sudah lebih dari sehari bekerja sebagai bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan. 3. Terkait risiko hutang pajak yang terjadi pada kewajiban PPh pasal 23, penulis menyarankan agar perusahaan dapat secepatnya melakukan pembetulan SPT Masa PPh pasal 23 dan dapat memilih vendor yang sudah memiliki NPWP. Daftar Referensi Undang-undang Pajak Penghasilan nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Peraturan Menteri Keuangan nomor 252/PMK/.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Citra, RA. Chinta (2010). Analisis Perencanaan Pajak dalam Upaya Mencapai Efisiensi Beban Pajak pada PT Bank Perkreditan Rakyat X. Skripsi. Suandy, Erly.2011.Perencanaan Pajak Edisi 10.Jakarta: Salemba Empat. Waluyo Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk Indonesia. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, baik secara materiil maupun spiritual melalui

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi atas pelaksanaan perencanaan pajak penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK 2011 Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, maka organisasi-organisasi maupun perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena pajak merupakan salah sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan Penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sosial suatu bangsa diwujudkan karena adanya sumber pendanaan yang tetap. Sampai saat ini sumber pendanaan dan pembiayaan serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis penerapan perencanaan pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima karyawan dengan menggunakan metode net dan gross up 1. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di Indonesia disamping sumber minyak bumi dan gas alam yang sangat penting peranannya bagi kelangsungan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS IV.1 Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PPh Pasal 21 PT BPR WS Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen.

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekarang ini ada banyak upaya yang dijalankan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi yang sedang terjadi. Salah satu upaya yang dijalankan pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

Berdasarkan data penghasilan karyawan selama setahun pada tabel 4.1 dan tabel

Berdasarkan data penghasilan karyawan selama setahun pada tabel 4.1 dan tabel Berdasarkan data penghasilan karyawan selama setahun pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, gaji karyawan selama setahun sebesar Rp 1.042.272.000,00 dan pada tabel 4.2 diperhitungkan adanya tunjangan hari raya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia membutuhkan sumber dana yang pasti setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara. Sumber dana tersebut dapat diperoleh dari pendapatan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4, maka dapat disimpulkan: 1. Alternatif perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang paling efisien

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG Nurlela Mohamad S1 Akuntansi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor 24/2006. Yang

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor 24/2006. Yang BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan PT. Ragam Anugerah Mandiri didirikan pada tanggal 20 April 2006 dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan sampai saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan negara yang terbesar dan paling dominan sampai saat ini adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara wajib melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI)

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI) ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN 2010-2012 (STUDI KASUS: PERUM PERURI) Anggraini Larasati, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO

ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO 1 ANALISIS PEMBERIAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DALAM MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA CV. ZANUR LINAS MANDIRI GORONTALO NUR ENDANG FATRAH KATILI Jurusan Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan bertugas memberikan layanan kesehatan kepada pasien dalam rangka membantu menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terus menerus dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terus menerus dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terus menerus dilakukan secara berkesinambungan oleh pemerintah. Dalam mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual (Waluyo, 2013:2). Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual (Waluyo, 2013:2). Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha yang semakin bersaing saat ini, banyak perusahaan yang berusaha semaksimal mungkin untuk bersaing dengan strategi-strategi tertentu.

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan: BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, perhitungan, dan pembahasan terhadap Laporan Keuangan dan pelaksanaan perencanaan pajak yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPh 21 SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT Z)

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPh 21 SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT Z) ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPh 21 SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT Z) Nyimas Nisrina Nabilah Yuniadi Mayowan Niken Nindya Hapsari (PS Perpajakan, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar berasal dari Pajak dengan presentase 74,6 % dalam APBN terakhir tahun 2016 (www.kemenkeu.go.id).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,

BAB II LANDASAN TEORI. Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Jenis Pajak Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, antara lain : Feldmann yang diterjemahkan oleh Resmi (2003) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan terbesar negara. Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 sebagai perubahan keempat atas Undang- Undang Nomor 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari setiap negara termasuk Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melakukan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak bagi pemerintah merupakan sumber pendapatan yang digunakan untuk kepentingan bersama. Semakin besar pajak yang dibayarkan perusahaan maka pendapatan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA IV.1 Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan UU PPh no. 17 Tahun 2000, setiap

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT DICKSEN Villa Kapuk Mas Blok F4 no12a, 08988093877, biohazartswt@yahoo.com Yunita Anwar, SE., MM., BKP ABSTRAK Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi SKB CV. MMC Sehubungan dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 CV. MMC merupakan perusahaan dalam bidang jasa konsultan bisnis yang berdiri pada tahun 2005. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

2

2 2 3 4 5 6 7 8 JAWABAN SOAL 1: a. Pajak final adalah pajak yang terutang dan dibayarkan seketika saat penghasilan diperoleh atau diterima, serta pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak

Lebih terperinci

Abstrak. Kata-kata kunci: PPh Pasal 21, gross up, PPh terutang. vii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Kata-kata kunci: PPh Pasal 21, gross up, PPh terutang. vii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Didalam melakukan pembayaran pajak, perusahaan selalu berkeinginan untuk membayar pajak sekecil mungkin. Perusahaan dapat melakukan penghindaran

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan Sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

Diasumsikan perusahaan melakukan pembayaran denda kurang bayar pada Januari 2016 dan harus membayar Rp

Diasumsikan perusahaan melakukan pembayaran denda kurang bayar pada Januari 2016 dan harus membayar Rp BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Dengan menyesuaikan laporan PPh Pasal 21 CV. K sesuai dengan undang-undang perpajakan yaitu memasukkan biaya jabatan pada laporan PPh Pasal 21 CV.K

Lebih terperinci

Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti ABSTRAK

Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti ABSTRAK Hal 35-41 ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21 TERUTANG ANTARA NET BASIS METHODE DENGAN GROSS UP METHODE TERHADAP BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. ABC DI GRESIK Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

Judul : Evaluasi Kewajiban Perpajakan Pasal 21 PT ABC Studi Kasus di Kantor Sopindo Consulting Nama : Juniar Tigva Boru NIM : ABSTRAK

Judul : Evaluasi Kewajiban Perpajakan Pasal 21 PT ABC Studi Kasus di Kantor Sopindo Consulting Nama : Juniar Tigva Boru NIM : ABSTRAK Judul : Evaluasi Kewajiban Perpajakan Pasal 21 PT ABC Studi Kasus di Kantor Sopindo Consulting Nama : Juniar Tigva Boru NIM : 1406043078 ABSTRAK PT ABC merupakan wajib pajak badan yang wajib melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT Artha Daya Coalindo Perbedaan antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 1 ANALISIS MANAJEMEN PAJAK DALAM UPAYA MENCAPAI EFISIENSI BEBAN PAJAK PADA PT. IPS Novani Budiarti, SE Dahlia Sari, SE., M.Si Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Abstrak Skripsi ini membahas

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang sangat penting artinya bagi pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

Penerapan Tax Review atas Pajak Penghasilan Pada PT Indo

Penerapan Tax Review atas Pajak Penghasilan Pada PT Indo JURNAL ONLINE INSAN AKUNTAN, Vol.2, No.2 Desember 2017, 271-282 E-ISSN: 2528-0163 271 Penerapan Tax Review atas Pajak Penghasilan Pada PT Indo Leny Rismawaty 1, Indra Wijaya 1,* 1 Akuntansi; Akademi Akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. BAB IV PEMBAHASAN Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada perusahaan ini memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya telah diatur dalam UU PPh

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan implementasi tax planning pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) untuk meminimalkan pajak penghasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda menegenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang berada dalam masa pembangunan, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang berada dalam masa pembangunan, Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara berkembang yang berada dalam masa pembangunan, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menyelenggarakan pemerintahan dan membiayai

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PT JAYA MESTIKA INDONESIA. Dewi Indriati

ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PT JAYA MESTIKA INDONESIA. Dewi Indriati Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 6, Nomor 8, Agustus 2017 ISSN : 2460-0585 ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PT JAYA MESTIKA INDONESIA Dewi Indriati dewi.indriati@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT ABS Industri Indonesia Pajak merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENCATATAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT X

ANALISIS PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENCATATAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT X JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 19, No. 1a, November 2017, Issue 4, Hlm. 266-273 http://jurnaltsm.id/index.php/jba ANALISIS PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENCATATAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x. 1.1 Latar Belakang...1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x. 1.1 Latar Belakang...1 ABSTRAK Didalam menjalankan usahanya, suatu perusahaan diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 21 terhadap pegawai-pegawainya. Berdasarkan Undangundang Perpajakan No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan 37 BAB III PEMBAHASAN A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Berikut ini akan disajikan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 dengan metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net),

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun 2015 PT. Semar Jaya Indah salah satu klien Badan Usaha Kantor Konsultan Pajak Darriono Prajetno. PT. Semar Jaya Indah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Abadi Karya Mulia Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT Abadi Karya Mulia tidak dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014 ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA TAHUN 2014 Oleh : Santi Endriani * Abstrak Penghasilan adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peraturan dan ketetapan, baik itu perubahan dari peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peraturan dan ketetapan, baik itu perubahan dari peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaan kegiatan pembangunan telah diupayakan agar sumber dananya diperoleh sebagian dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin diandalkan dalam kepentingan pembangunan serta pembiayaan pemerintah adalah pajak. Pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci