ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang membawa dampak pada peningkatan kemakmuran, dimana konsekuensinya adalah semakin bertambah cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kebutuhan atas protein ini akan semakin meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan, sedang di pihak lain penyediaan sumber protein di Indonesia masih belum mencukupi. Kedelai merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tahu, tempe dan kecap. Selain itu kedelai juga merupakan bahan baku industri yang penting terutama industri makanan ternak (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Usaha peningkatan produksi kedelai nasional telah mulai dilakukan sejak tahun 1962 mencakup perluasan areal (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas (intensifikasi). Dalam kurun waktu , produksi kedelai nasional cenderung mengalami peningkatan walaupun terlihat berfluktuasi, terlihat pada Lampiran 1. Sementara itu produksi kedelai sejak tahun cenderung menurun drastis, sedangkan produksi pada tahun 2004 hanya meningkat sekitar 1.07 persen dari tahun sebelumnya. Hal yang serupa juga terlihat dalam perkembangan luas areal panen, dimana luas panen sejak tahun , terlihat berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, sedangkan sejak tahun , cenderung mengalami penurunan yang cukup

3 2 signifikan. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga riil kedelai dan adanya persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya, seperti jagung yang memiliki harga riil yang lebih tinggi daripada kedelai dan juga pemeliharaannya lebih mudah. Selain itu hal yang juga merupakan penyebab turunnya areal panen kedelai secara drastis dalam periode , adalah dari segi persaingan harga pasar, dimana harga kedelai impor jauh lebih murah daripada kedelai lokal, menyebabkan arus impor semakin deras dan berimplikasi pada menurunnya harga kedelai lokal, sehingga petani tidak bergairah untuk menanam kedelai. Sementara itu jumlah penduduk terus mengalami peningkatan, dan ditambah juga dengan semakin banyaknya industri pengolahan berbahan baku kedelai, seperti industri tahu, kecap, tempe, tauco dan lain-lain mengakibatkan permintaan terhadap kedelai tidak bisa terpenuhi oleh produksi domestik (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Usaha untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri terus dilakukan melalui implementasi berbagai program diantaranya program Supra Insus, kemudian program Operasi Khusus (Opsus) kedelai yang diterapkan pada tahun 1986, program berikutnya adalah Gema Palagung yaitu melalui salah satu cara dengan peningkatan Index Pertanaman, dan terakhir pada tahun 2004 diadakan program Bangkit Kedelai, diharapkan pada tahun 2008 Indonesia akan mencapai swasembada kedelai dengan produksi kurang lebih 2 juta ton. Walaupun produksi kedelai pada tahun meningkat namun ternyata belum bisa mengimbangi laju peningkatan konsumsi kedelai sehingga pemerintah melakukan impor kedelai yang jumlah maupun nilainya semakin meningkat setiap tahun. Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya

4 3 kebutuhan kedelai adalah konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku kedelai., sejak tahun 2000, impor kedelai meningkat secara drastis seiring dengan signifikansinya penurunan produksi pada tahun tersebut. Impor selama periode meningkat dengan laju persen per tahun, disamping itu volume impor yang meningkat ini disebabkan pula oleh rendahnya tingkat efisiensi di dalam negeri, sementara subsidi ekspor di negara eksportir tetap tinggi (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk memasok kekurangan dalam negeri, kerena dalam beberapa hal harganya lebih rendah dan kualitasnya lebih baik. Sesuai kesepakatan dengan IMF, sejak tahun pemerintah membebaskan bea masuk kedelai (BM nol persen) dan pada tahun 2004 tarif tersebut ditingkatkan menjadi sepuluh persen (Deptan, 2005). Tarif ini masih tergolong rendah sehingga relatif merugikan petani, karena harga komoditi cenderung melemah, namun di sisi lain diharapkan juga bisa memacu petani untuk mengusahakan pertanaman kedelai secara efisien dan menerapkan teknologi tepat guna. Dengan melihat alasan-alasan di atas, maka sangat diperlukan suatu kajian atau penelitian yang membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai Indonesia, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berperan penting dalam produksi dan impor, juga mengetahui hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai negeri dan bagaimana membatasi impor kedelai ke Indonesia.

5 Perumusan Masalah Pada prinsipnya penawaran kedelai tergantung kepada dua variabel, yaitu luas areal panen dan produktivitas. Berdasarkan data BPS, luas areal panen kedelai sejak tahun 2000 sampai 2004 terus mengalami penurunan. Perkembangan luas areal panen dan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai Indonesia Tahun Tahun Luas Areal Panen (hektar) Produksi kedelai (ton) Sumber : BPS, 2004 * : Produktivitas : Produksi dibagi Luas Areal Panen Selanjutnya berdasarkan tabel berikutnya, yaitu Tabel 2, penurunan luas areal panen tersebut disebabkan oleh dua faktor utama yaitu, (1) penurunan harga riil kedelai, dimana di lain pihak harga riil jagung justru meningkat yang mendorong petani untuk memilih menanam jagung, sehingga konsekuensinya, kenaikan areal jagung (sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama. (2) lebih rendahnya harga riil kedelai impor dibanding harga riil kedelai lokal, hal ini mengakibatkan arus impor kedelai semakin deras, sehingga berimplikasi pada penurunan harga kedelai lokal secara terus-menerus seiring bertambahnya jumlah impor kedelai, yang menyebabkan keengganan petani untuk bertanam kedelai (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Hal ini mengakibatkan penawaran kedelai di pasaran lokal Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Produktivitas* (ton/ha)

6 5 Tabel 2. Perkembangan harga kedelai dan komoditas pesaingnya di Indonesia, tahun Tahun Kedelai Lokal Jagung Kedelai Impor (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/Kg) Laju Peningkatan -3,21 0,98 0,75 Sumber : Puslitbang Tanaman Pangan, 2005, hal 10. Untuk variabel berikutnya, yaitu produktivitas, sampai dengan saat ini produktivitas pertanaman kedelai Indonesia masih rendah, yaitu rata-rata hanya 1,2 ton/ha, angka ini merupakan angka produktivitas yang diambil berdasarkan level Farmer Accomplishment (level produksi secara umum atau nasional). Angka produktivitas ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Brazil dan Argentina yang mampu menghasilkan di atas 2 ton kedelai per hektar. Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, belum populernya penggunaan benih bermutu dan bersertifikasi oleh kebanyakan petani, dimana harga benih yang bersertifikasi berharga Rp /kg, sedangkan harga benih biasa hanya Rp 1.400/kg, sehingga petani merasa enggan menggunakan benih unggul, karena tingkat keuntungan yang diperoleh relatif kecil. Faktor selanjutnya adalah jenis areal lahan yang mempunyai masalah masing-masing dalam hal ketersediaan air, dimana masalah kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas sampai 40 persen. Hal lain yang menjadi masalah adalah pengendalian hama penyakit yang belum baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia banyak disebabkan oleh gangguan

7 6 hama penyakit, kebanjiran atau kekeringan, waktu tanam yang tidak tepat dan belum sempurnanya penerapan teknologi oleh petani. Menurut BPS (2004), kemampuan produksi nasional kedelai pada tahun 2004 adalah sebesar 0, 723 juta ton, sedangkan jumlah konsumsi adalah 2,015 juta ton. Keadaan ini mengindikasikan bahwa produksi kedelai nasional masih sangat jauh untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri yang sangat besar, maka pemerintah melakukan impor kedelai. Volume impor kedelai mulai mengalami peningkatan yang drastis sejak tahun 2000, yang berjumlah juta ton. Volume impor kedelai turun pada tahun 2001 menjadi juta ton. Namun impor kembali naik pada tahun 2002 menjadi juta ton, setelah itu impor kedelai kembali turun pada tahun 2003 menjadi 1,192 juta ton dan untuk tahun 2004 (sampai dengan bulan juli 2004) sebesar juta ton. Negara pemasok impor kedelai terbesar adalah United States (66% dari total impor) dan pemasok terbesar kedua adalah Argentina (5% dari total impor). Tabel 3 menampilkan perkembangan volume impor kedelai berdasarkan negara asal dari tahun 2000 sampai dengan 2004.Tabel 3. Perkembangan Volume Impor Kedelai Indonesia Berdasarkan Negara Asal Tahun (dalam ton). No Negara Asal * Share United States Argentina Malaysia Canada Singapura % 5% 4% 2% 1% Lainnya % Total % Sumber : BPS, Diolah Subdit Pemasaran Internasional Tanaman Pangan, Tahun 2004 * = Data sampai bulan Juli 2004

8 7 Dengan semakin besarnya volume impor dari tahun ke tahun sangat merugikan petani, karena kedelai lokal terdesak oleh kedelai impor yang berharga murah dan berkualitas lebih baik. Walaupun konsumsi dalam negeri terpenuhi, namun kesejahteraan petani kedelai pun harus diperhatikan.. Selain itu impor kedelai merupakan impor kacang-kacangan tertinggi di Indonesia dimana setiap tahunnya menghabiskan devisa sebanyak US$ juta (Deptan, 2005). Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kedelai Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor kedelai Indonesia? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor kedelai Indonesia Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh seluruh stakeholder dalam mempertahankan dan memajukan produksi kedelai nasional, serta mengurangi ketergantungan impor kedelai. Dalam hal ini stakeholder yang terkait diantaranya mencakup tiga pihak yaitu pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pelaku ekonomi (produsen, konsumen), dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai data dasar (bench mark data) bagi penelitian selanjutnya yang terkait dalam bidang ini.

9 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keragaan Komoditi Kedelai di Indonesia Sejarah masuknya kedelai ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan besar dibawa oleh pedagang Cina pada abad ke 13. Kedelai berasal dari Cina, yang telah dibudidayakan sejak 1000 tahun sebelum masehi. Menurut Romburgh (1892) seperti dikutip oleh Manwan dan Sumarno (1996), kedelai telah menjadi tanaman pangan penting di samping padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar, serta merupakan bagian usaha pertanian yang mantap di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19. Berdasarkan catatan dan laporan yang ada, informasi perkembangan penanaman kedelai di Indonesia baru dapat diikuti mulai tahun 1918 dimana tercatat luas areal panen kedelai sebesar hektar. Masalah kurangnya produksi kedelai nasional untuk mencukupi permintaan dalam negeri telah dimulai sejak tahun 1928 dimana pada tahun itu impor kedelai mulai dilakukan dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Akibat resesi ekonomi tahun 1934, impor kedelai dilarang dan perlu diimbangi dengan upaya peningkatan produksi dalam negeri melalui perluasan areal panen. Menyadari bahwa kedelai merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat Indonesia, perluasan areal panen dan peningkatan produksi nasional dimasukkan ke dalam program pembangunan semesta pada tahun Untuk merealisasikan program tesebut, Rapat Kerja Kedelai Nasional yang dilaksanakan di Bogor pada bulan September 1964 merumuskan beberapa petunjuk bagi program pengembangan kedelai di Indonesia yang meliputi perluasan areal panen dan intensifikasi produksi (Hadipurnomo, 2000).

10 9 Memasuki era Orde Baru yang dimulai pada Pelita I tahun 1969 peningkatan produksi kedelai masih kecil karena program utama pembangunan sektor pertanian pada waktu itu lebih diprioritaskan pada peningkatan produksi beras nasional. Sampai pada Pelita III fokus peningkatan produksi pertanian masih dititikberatkan pada pencapaian swasembada beras sehingga program peningkatan produksi kedelai belum mendapatkan prioritas yang lebih baik. Meskipun demikian program peningkatan produksi kedelai sedikit demi sedikit mulai mendapat perhatian dari pemerintah sebagai upaya untuk meingkatkan produksi kedelai dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sebagai substitusi impor. Sukses dalam pencapaian swasembada beras membuka peluang yang lebih besar dalam upaya peningkatan produksi kedelai untuk perbaikan gizi dan sumber pendapatan petani. Dalam penelitian Astuti (1998), dijelaskan bahwa setelah swasembada beras tercapai pada tahun 1984 barulah para pengambil kebijakan memberikan perhatian khusus mengingat impor kedelai terus meningkat baik untuk bahan makanan utama maupun sebagai pakan ternak. Dalam Pelita IV areal panen kedelai meningkat dari ha (1984) menjadi ha (1988) dimana produksi naik dari juta ton (1984) menjadi 1.27 juta ton (1988). Peningkatan yang mencolok juga terlihat pada rata-rata produksi kedelai Pelita IV sebesar 1.05 juta ton dibandingkan pada Pelita III yang hanya juta ton. Demikian juga dengan laju pertumbuhan luas panen, produksi dan produktivitas berturut-turut sebesar 9.26 persen per tahun, 16.7 persen per tahun dan lima persen per tahun. Produktivitas rata-rata pada periode yang sama meningkat dari 0.89 ton per ha menjadi ton per ha (Lampiran 1).

11 10 Luas panen, produksi dan produktivitas rata-rata kedelai dalam Pelita V meningkat dengan laju yang cukup tinggi berturut-turut sebesar 5.30 dan 0.91 persen per tahun. Areal panen meningkat dari ha (1989) menjadi ha (1993), sedangkan produksi dalam periode yang sama meningkat dari 1.31 juta ton menjadi 1.70 juta ton dan produktivitas meningkat dari 1.09 ton per ha menjadi 1.16 ton per ha Pada Pelita VI ( ), perkembangan areal panen memiliki laju pertumbuhan sekitar -7.7 persen per tahun. Hal ini disebabkan karena luas panen dalam tahun terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dari ha (1994) menjadi ha (1998). Sedangkan produksi pada periode yang sama cenderung mengalami penurunan dari 1.56 juta ton menjadi 1.30 juta ton dengan laju pertumbuhan sekitar -5.7 persen. Sementara produktivitas kedelai memiliki laju pertumbuhan sekitar 2.05 persen per tahun. Sejak tahun 1999 sampai tahun 2004, luas panen kedelai terus mengalami penurunan, yaitu dari ha (1999) menjadi ha (2004), dengan laju pertumbuhan sekitar persen per tahun. Demikian halnya dengan produksi kedelai pada periode yang sama juga mengalami penurunan yaitu dari 1.38 juta ton menjadi juta ton, dengan laju pertumbuhan persen per tahun, sedangkan produktivitas berfluktuasi dengan laju pertumbuhan sekitar1.24 persen per tahun, dimana produktivitas tahun 1999 meningkat dari 1.2 ton per ha menjadi 1.28 ton per ha. Produksi kedelai nasional dihasilkan terutama dari tanaman usahatani rakyat yang sebagian besar berskala usaha relatif kecil dan tersebar sebagian besar di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Pada awal

12 11 pengembangan kedelai di Indonesia, pusat-pusat pertumbuhan kedelai terutama terdapat di Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke Jawa Timur dan daerah lain di Pulau Jawa. Menurut Puslitbang Tanaman Pangan dalam Hadipurnomo (2000), Pengembangan usahatani kedelai di lahan sawah dan lahan kering ditempuh melalui : (1) perluasan areal, (2) peningkatan produktivitas hasil, (3) peningkatan stabilitas hasil, (4) penekanan senjang hasil, (5) penekanan kehilangan hasil dan (6) sistem produksi kedelai yang berkelanjutan berwawasan lingkungan Konsumsi Kedelai Industri Pengguna Bahan baku Kedelai Sebagian besar konsumsi kedelai di Indonesia masih digunakan untuk bahan makanan manusia dalam bentuk olahan seperti tahu, tempe, kecap, tauco dan minuman sari kedelai. Jadi sebagian besar kedelai dikonsumsi oleh industri makanan olahan. Industri tahu dan tempe merupakan pengguna kedelai terbesar, dimana pada tahun 2002 saja, kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe mencapai 1.78 ton, atau 88 persen dari total kebutuhan nasional, sedangkan industri lainnya seperti industri tepung dan pati membutuhkan kedelai sebanyak 12 persen dari total kebutuhan nasional (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005). Kecenderungan konsumsi kedelai untuk konsumsi manusia meningkat dari tahun sebesar 7.40 persen per tahun. Pengguna kedelai kedua adalah industri ternak setelah industri tahu dan tempe. Hasil olahan kedelai untuk pakan ternak berupa bungkil kedelai (dominan) dan konsentrat. Kecenderungan

13 12 konsumsi kedelai untuk konsumsi ternak meningkat dari tahun sebesar 8.58 persen per tahun (Sudaryanto,1996). Berdasarkan data statistik badan dunia (FAO) konsumsi kedelai per kapita Indonesia dalam 15 tahun terakhir menurun dari kg pada tahun 1990 menjadi 8.97 kg pada tahun 2004, dengan laju penurunan 1.69 persen per tahun. Penurunan konsumsi terjadi sejak Selama periode konsumsi per kapita menurun dari kg pada tahun 1995 menjadi kg pada tahun 2000, dengan laju 1.57 persen per tahun. Penurunan paling tajam terjadi pada periode , dengan rata-rata 4.81 persen per tahun. Secara nasional, penurunan konsumsi kedelai jauh lebih rendah daripada penurunan produksi. Implikasinya, tanpa terobosan peningkatan produksi, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Dengan laju penurunan produksi kedelai yang lebih tajam daripada laju penurunan konsumsi, maka ke depannya impor kedelai untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005) Kondisi Pemenuhan Kebutuhan kedelai di Era Perdagangan Bebas Menurut Mankiw (2000), pada saat perdagangan internasional dibuka, maka suatu negara memiliki dua kemungkinan posisi. Misal apakah Indonesia akan menjual kedelai ke pasar internasional, ataukah sebaliknya membeli kedelai dari pasar internasional. Selanjutnya kita harus membandingkan harga kedelai yang tengah berlaku di pasar domestik dengan yang berlaku di negara-negara lain atau pasar dunia. Jika harga dunia kedelai lebih tinggi daripada harga domestik, maka ketika hubungan dagang dibuka, Indonesia akan menjadi pengekspor kedelai. Sebaliknya jika harga dunia kedelai lebih rendah daripada harga

14 13 domestik, maka ketika hubungan dagang dibuka, Indonesia akan menjadi pengimpor kedelai. Berdasarkan penelitian Hadipurnomo (2000), dijelaskan bahwa sebelum era perdagangan bebas, BULOG masih memonopoli kedelai impor. BULOG menyalurkan kedelai impor ke KOPTI (Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia), KPKD (Kelompok Pedagang Kacang Kedelai) dan industri pengolah pangan. KOPTI belum dapat memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe. Sebelum tahun 1997, pemerintah masih memberlakukan impor terbatas (kuota), sehingga tidak semua industri dapat menggunakan kedelai impor. Hal ini dilakukan agar produksi kedelai lokal dapat terlindungi, mengingat harga kedelai lokal lebih mahal daripada kedelai impor (CIF). Dalam hal ini BULOG menjual kedelai impor dengan harga lebih tertentu kepada industri tahu dan tempe sehingga selisih harga kedelai lokal tidak terlalu besar dengan kedelai impor. Harga impor yang ditetapkan telah dipertimbangkan dari segi daya beli industri sehingga petani kedelai dapat berproduksi. KOPTI dan KPKD yang mendapat jatah kedelai dari pemerintah dapat beroperasi dengan baik karena mampu bersaing harga dengan pedagang besar. Pada era perdagangan bebas, pemerintah tidak lagi membatasi impor dan BULOG tidak memonopoli kedelai lagi. Pelaku importir dalam hal ini dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta (pedagang) dan koperasi (KOPTI), sehingga terjadi persaingan. Pada saat terjadi lonjakan tajam depresiasi rupiah tahun 1998, harga kedelai impor menjadi lebih mahal daripada kedelai lokal. Hal ini mengakibatkan volume impor menurun walaupun kuota impor tidak dibatasi. Namun setelah terjadi penyesuaian-penyesuaian dalam pasar seiring dengan

15 14 berjalannya waktu, volume impor kembali meningkat bahkan melimpah. Hal ini disebabkan oleh terjadinya persaingan antar pedagang kedelai impor. Pedagang mampu menjual kedelai impor lebih murah daripada KOPTI, sehingga ada kecenderungan industri tahu dan tempe menggunakan kedelai impor dari pedagang. Harga impor menjadi semakin murah dengan adanya persaingan antar pedagang kedelai impor. Akibatnya semakin banyak industri tahu dan tempe yang menggunakan kedelai impor. Hal ini mengakibatkan lesunya produksi kedelai lokal karena kecenderungan preferensi bahan baku kedelai industri adalah kedelai impor. Produksi kedelai lokal semakin menurun, sedangkan kedelai impor semakin melimpah Kebijakan Pengembangan Kedelai di Indonesia Menyadari peranan kedelai sebagai bahan makanan penting di Indonesia, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dalam usaha mencapai swasembada kedelai. Berbagai kebijakan pemerintah antara lain kebijakan harga, kebijakan tarif dan impor kedelai, dan kebijakan khusus pengembangan kedelai. (a). Kebijakan Harga Kebijakan harga yang diterapkan dengan sasaran utama mendorong adopsi teknologi, meningkatkan produksi dan pendapatan petani adalah melalui kebijakan proteksi harga dan penetapan harga dasar. Kebijakan proteksi bertujuan untuk mengendalikan harga kedelai dalam negeri agar tetap lebih tinggi dan terisolasi dari fluktuasi harga kedelai di pasaran dunia. Hal ini dilakukan melalui pengaturan volume impor dan penetapan harga kedelai ex-impor serta pengendalian penyalurannya kepada industri pengolah dalam negeri (Rachman dkk, 1996).

16 15 Selain kebijakan proteksi harga, pemerintah juga menerapkan kebijakan harga dasar. Namun penetapan harga dasar secara umum belum mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam periode , rata-rata harga kedelai di tingkat petani sekitar persen lebih tinggi dari penetapan harga dasar (Tabel 4). Dibandingkan dengan penetapan harga pembelian kedelai oleh pemerintah, harga produsen juga masih tetap lebih tinggi yaitu sekitar persen dari harga pembelian. Nampak jelas bahwa penetapan harga dasar maupun harga pembelian kedelai oleh pemerintah adalah sangat rendah dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku. Sejak tahun 1992 pemerintah tidak lagi menetapkan harga dasar untuk komoditas kedelai. Hal ini dikarenakan penetapan harga dasar kedelai selama ini tidak efektif sebab sejak tahun 1984 pemerintah tidak lagi melakukan pengadaan kedelai dalam negeri. Pengadaan kedelai tidak lagi dilakukan pemerintah karena harga kedelai di pasaran umum sangat baik, jauh di atas harga dasar dan dianggap sudah cukup baik bagi petani untuk meningkatkan produksi (Bulog, 1995 dalam Hadipurnomo, 2000). Selain itu adanya hambatan dalam pemasaran kedelai menyebabkan Bulog kesulitan dalam melaksanakan kebijakan harga dasar. Adapun hambatan pemasaran adalah (1) produksi kedelai difokuskan pada sentrasentra kecil dan jaraknya relatif jauh satu sama lain, (2) kontrol terhadap kualitas kedelai sulit dilakukan, dan (3) kombinasi kegiatan-kegiatan pemasaran kedelai yang bersifat musiman membuat sulit dilakukannya evaluasi ekonomi. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk menetapkan harga dasar akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya peningkatan produksi kedelai itu sendiri.

17 16 Tabel 4. Perkembangan Kebijakan Harga Dasar, Harga Produsen, Harga Pembelian dan Pengadaan Kedelai oleh Bulog, Tahun Harga Dasar (Rp/kg) Harga Pembelian Harga Produsen Perbedaan terhadap harga produsen (%) (Rp/Kg) (Rp/kg) Harga dasar Harga Pembelian Sumber : Statistik Bulog Biro Gasar, Badan Urusan Logistik, Jakarta. Keterangan : Sejak 1984 sampai sekarang tidak ada lagi pengadaan kedelai dalam negeri oleh Bulog, dan setelah 1991 tidak ada lagi penetapan harga dasar. Dalam kondisi pasar kedelai seperti tersebut di atas, pedagang swasta dapat dengan baik melakukan kegiatan pembelian dan penyaluran kedelai secara efisien. Pasar kedelai Indonesia cenderung bersifat kompetitif dan efisien (Hayami, 1987 dalam Astuti, 1998). Perbedaan harga antar waktu (Peak and Off season) adalah relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pasokan, produksi saat panen raya selalu terserap tanpa diikuti penurunan harga yang berarti. Pada saat produksi langka, harga kedelai juga tidak meningkat melebihi batas toleransi, disebabkan oleh adanya penyaluran kedelai impor. Dapat dikatakan bahwa efektivitas kebijakan harga dasar ini juga terkait dengan kebijakan proteksi harga melalui pengaturan impor kedelai. (b). Kebijakan Kuota Impor (Non Tarif) Kebijakan kuota untuk proteksi harga ini diakui telah berhasil mencapai sasarannya dan berdampak positif dalam mendorong dan meningkatkan produksi kedelai domestik (Rosegrant et al, 1987, dalam Hadipurnomo, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Altemeier dan Bottema (1991) dalam Rachman,et al (1996), menunjukkan bahwa kebijakan ini juga lebih mampu mendorong produksi, adopsi teknologi pemupukan maupun penyerapan tenaga kerja daripada kebijakan subsidi

18 17 pupuk. Namun kebijakan ini menjadi tidak relevan lagi dalam era globalisasi yang menghendaki penghapusan kebijakan non tarif, dimana kebijakan kuota termasuk kebijakan non tarif. (c). Kebijakan Tarif Impor Kedelai Upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri merupakan awal munculnya kebijakan impor kedelai di Indonesia pada pertengahan dasawarsa 1980-an. Perbandingan antara impor dan produksi kedelai dalam negeri mencapai rata-rata 45 persen per tahun yang merupakan angka tertinggi dibanding dengan dasawarsa 1970-an dan 1990-an (Rachman, et al, 1996). Selain melakukan impor kedelai, untuk memenuhi permintaan di dalam negeri, pemerintah juga terus mengupayakan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Hal ini tentunya untuk mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor, karena dengan meningkatnya produksi kedelai dalam negeri dapat digunakan sebagai impor substitution (pengganti kedelai impor) dalam industri yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku produksi. Kebijakan penggunaan tarif impor kedelai dapat dipakai sebagai alternatif untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Dengan tingkat tarif bea masuk tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga kedelai lokal. Strategi ini sejalan dengan era tarifikasi yang dikehendaki dalam globalisasi perdagangan untuk menggantikan segala bentuk kebijakan non tarif. Selama ini pemerintah menerapkan kebijaksanaan pengaturan tataniaga untuk melindungi produsen dalam negeri. BULOG diserahi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut dengan dukungan penuh.

19 18 Tingkat tarif bea masuk kedelai impor perlu diterapkan agar dapat memberikan tingkat proteksi yang diperlukan untuk melindungi produsen kedelai di dalam negeri. Tarif impor kedelai yang berlaku pada tahun adalah sebesar sepuluh persen, kemudian pada tahun tarif diturunkan menjadi lima persen, dimana Indonesia telah meratifikasi kesepakatan WTO melalui UU No.7/1994, konsekuensinya adalah Indonesia dituntut untuk segera melakukan penyesuaian kebijaksanaan pertanian dan kebijaksanaan perdagangannya. Bentuk penyesuaian tersebut antara lain adalah penurunan tarif impor produk pertanian dan pengurangan subsidi input pertanian. Berdasarkan Keputusan Menteri No.444/KMK.01/1998, sejak tahun tarif yang berlaku untuk impor kedelai adalah 0 persen, sesuai dengan kesepakatan IMF yang tertuang dalam LOI (Letter of Intent), dimana Indonesia wajib sepenuhnya mematuhi ketentuan yang lebih berat dari ketentuan WTO, seperti penghapusan monopoli impor kedelai oleh Bulog dan penurunan tarif bea masuk setinggi-tingginya lima persen. Alasan pemerintah menetapkan tarif rendah adalah untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri, namun setelah mngevaluasi dampak tarif terhadap petani dalam negeri, dimana bea masuk nol persen sangat merugikan petani, maka pada tahun 2004 pemerintah menetapkan untuk menaikkan tarif impor kedelai menjadi sepuluh persen. Direncanakan tarif tersebut akan berlaku sampai dengan tahun 2010 (Deptan, 2005). Dengan berubahnya struktur proteksi akibat kebijakan baru yang diambil maka kemungkinan besar akan terjadi perubahan struktur produksi di tingkat petani. Harga yang menurun akibat rendahnya tarif impor mungkin akan mempengaruhi keuntungan dan daya saing usahatani. Apabila selama dilindungi

20 19 dengan mekanisme tarif, organisasi produksi telah ditata sedemikian rupa dengan tujuan yang sesuai dengan prinsip proteksi, maka pengurangan tarif tidak akan banyak mempengaruhi struktur produksi komoditas tersebut di dalam negeri. Namun sebaliknya bila selama diproteksi, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan untuk memperkuat daya saing, maka pengurangan tarif impor akan dapat menghancurkan produksi dalam negeri Kajian Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian Astuti (1998), dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM), usahatani kedelai pada sebelas propinsi andalan menguntungkan secara finansial yang ditunjukkan oleh keuntungan finansial yang lebih besar dari nol yakni antara Rp /kg-Rp /kg artinya usahatani layak diteruskan. Rasio Biaya Privat di sebelas propinsi andalan menunjukkan nilai kurang dari satu yakni antara , artinya pengusahaan kedelai memiliki keunggulan kompetitif. Ditinjau dari sisi ekonomi, usahatani kedelai di sebagian besar propinsi andalan layak diteruskan ditunjukkan oleh keuntungan ekonomi yang positif kecuali di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memperoleh keuntungan ekonomi negatif serta nilai Biaya Sumberdaya Domestik (BSD) di atas satu. Rachmawati (1999) melakukan penelitian mengenai perdagangan kedelai Indonesia dengan penerapan Model Armington dengan pemecahan jangka pendek dan pemecahan jangka panjang. Hasil analisis simulasi pemecahan jangka pendek dan jangka panjang menyebutkan bahwa Indonesia responsif terhadap faktor eksogen penggeser harga permintaan kedelai (perubahan, pajak ekspor dan biaya transportasi). Indonesia juga responsif terhadap pergeseran penawaran, dengan

21 20 pengaruh impor terbesar terjadi pada perubahan permintaan impor dari Amerika Serikat. Hadipurnomo (2000), meneliti mengenai dampak kebijakan produksi dan perdagangan terhadap penawaran dan permintaan kedelai di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa kebijakan produksi berdampak lebih besar pada perubahan luas areal panen, produktivitas dan produksi terutama di wilayah potensial luar Pulau Jawa daripada di Pulau Jawa. Sedangkan kebijakan perdagangan berdampak pada perubahan volume impor, harga impor dan permintaan kedelai, terutama permintaan kedelai untuk industri kecap. Kumenaung (1998) meneliti mengenai dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi perdagangan terhadap keragaan Industri komoditas kedelai Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa respon areal, produktivitas dan produksi lebih efisien dikembangkan di luar Jawa. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan yang efektif mendorong pertumbuhan produksi adalah peningkatan harga kedelai petani, penetapan tarif impor kedelai dan kombinasi kebijakan penghapusan tarif impor kedelai, peningkatan suku bunga, peningkatan GNPI dan subsidi pupuk. Kombinasi kebijakan yang memberikan dampak pertumbuhan produksi tertinggi adalah kombinasi kebijakan penghapusan tarif impor kedelai, peningkatan harga kedelai petani, peningkatan suku bunga, dan pemberian subsidi pupuk. Mahardhika (2004), dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor gula di Indonesia. Produksi gula nasional dipengaruhi oleh tiga peubah

22 21 penjelas, yaitu luas areal tanaman tebu, produktivitas hablur, dan harga riil gula domestik tahun sebelumnya. Peningkatan ketiga peubah penjelas tersebut akan meningkatkan produksi gula nasional. Sedangkan untuk model impor gula Indonesia dipengaruhi oleh empat peubah penjelas, yaitu produksi gula domestik tahun sebelumnya, konsumsi gula nasional, harga riil gula internasional, dan tarif impor. Situmorang (2005), meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras di Indonesia, dengan menggunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas areal panen padi dipengaruhi oleh harga gabah di tingkat petani, harga pupuk urea, curah hujan, dan lag luas areal panen. Semua variabel berpengaruh nyata terhadap luas areal tanaman padi. Produktivitas padi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan urea, dan lag produktivitas. Harga gabah di tingkat petani dipengaruhi oleh harga dasar gabah, harga impor beras, produksi padi, dan lag harga gabah. Impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan lag impor beras. Harga impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor. Tabel 5. Ringkasan Penelitian-penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 1.Widya Astuti Analisis Menganalisis Policy Analysis Usahatani (1998) Keunggulan keunggulan Matrix (PAM) kedelai di sebelas Kompetitif dan kompetitif dan propinsi andalan Komparatif serta Dampak Kebijaksanaan komparatif pengusahaan kedelai di menguntungkan secara finansial, dimana Pemerintah pada Indonesia serta pengusahaan Pengusahaan kedelai memiliki Kedelai di keunggulan Indonesia kompetitif. pengaruh kebijakan pemerintah pada harga output dan input terhadap perkembangan produksi kedelai di Indonesia.

23 22 2.Merry Rachmawati (1999) Analisis Perdagangan Kedelai Indonesia (Penerapan Model Armington) di Mengkaji keragaan ekonomi kedelai di Indonesia dan dunia, menganalisis penawaran ekspor kedelai dan permintaan impor di pasar internasional, dan dampak kebijakan pemerintah Indonesia dan negara pengekspor terhadap perdagangan kedelai Indonesia. Model Armington (pemecahan jangka pendek dan pemecahan jangka panjang). Indonesia responsif terhadap faktor eksogen penggeser harga permintaan kedelai (perubahan, pajak ekspor dan biaya transportasi). Indonesia juga responsif terhadap pergeseran penawaran, dengan pengaruh impor terbesar pada perubahan permintaan impor dari Amerika Serikat. 3.Tidar Hadipurnomo (2000) Dampak Kebijakan Produksi perdagangan Terhadap Penawaran Permintaan Kedelai Indonesia. dan dan di Menganalisis respon luas areal panen, produktivitas, impor, permintaan dan harga kedelai, mengevaluasi dampak kebijakan produksi dan perdagangan terhadap penawaran dan permintaan kedelai serta terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen Model Persamaan Simultan Kebijakan produksi berdampak lebih besar pada perubahan luas areal panen, produktivitas dan produksi terutama di wilayah potensial luar Pulau Jawa daripada di Pulau Jawa. Sedangkan kebijakan perdagangan berdampak pada perubahan volume impor, harga impor dan permintaan kedelai, terutama permintaan kedelai untuk industri kecap. 4.Anderson Guntur Kumenaung (2002) Dampak Kebijaka Ekonomi Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Industri dan Mengevaluasi dan meramalkan pengembangan kedelai, mengkaji dampak kombinasi kebijakan Model Persamaan Simultan Kombinasi kebijakan yang memberikan dampak pertumbuhan produksi tertinggi adalah kombinasi

24 23 Komoditas Kedelai Indonesia di ekonomi dan liberalisasi perdangangan terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi yang terlibat dalam bisnis ekonomi kebijakan penghapusan tarif impor kedelai, peningkatan harga kedelai petani, peningkatan suku bunga, dan pemberian subsidi pupuk. 5.Pranaya Yudha Mahardhika (2004). Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Gula di Indonesia. Mengetahui perkembangan produksi dan impor gula Indonesia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor gula di Indonesia Model persamaan regresi berganda linier Produksi gula nasional dipengaruhi oleh luas areal tanaman tebu, produktivitas hablur, dan harga riil gula domestik tahun sebelumnya, sedangkan model impor gula Indonesia dipengaruhi oleh produksi gula domestik tahun sebelumnya, konsumsi gula nasional, harga riil gula internasional, dan tarif impor. 6.Manris Situmorang (2005) Tua Analisis Faktorfaktor yang mempengaruhi Produksi dan Impor Beras di Indonesia. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras di Indonesia Model Persamaan Simultan Hasil analisis menunjukkan bahwa dugaan model cukup baik, dimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ) dari masingmasing persamaan strukturalberkisar antara 0,54 sampai 0,98. Selain itu nilai F umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 3,80 sampai 368,80.

25 24 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Teori Penawaran dan Permintaan Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan positif yaitu jika harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak. Adapun sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan (stok) pada waktu sebelumnya. Menurut Iswardono (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut : Q SK = f (P K, P S, P I, G, T, T X )...(3.1) dimana : Q SK P K P S P I G T T X = Penawaran komoditi = Harga komoditi yang bersangkutan = Harga komoditi substitusi dan komplementer = Harga faktor produksi = Tujuan perusahaan = Tingkat penggunaan teknologi = Pajak dan subsidi 1. P K = Harga komoditi yang bersangkutan Suatu hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa harga sejumlah komoditi mempunyai hubungan positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, cateris paribus.

26 25 Hal ini karena peningkatan harga komoditi menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. Jadi peningkatan harga dari suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi tersebut. Dengan demikian perubahan harga suatu komoditi akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran. 2. P S = Harga komoditi substitusi dan komplementer Berbagai komoditi dapat disubstitusi dan juga memiliki komoditi pendukung, baik dalam produksi maupun konsumsi. Perubahan harga pada komoditi substitusi dan komplementer akan mempengaruhi jumlah penawaran pada komoditi yang bersangkutan. Peningkatan harga komoditi substitusi akan menyebabkan berkurangnya jumlah penawaran komoditi bersangkutan. Dan sebaliknya, penurunan harga komoditi substitusi akan menyebabkan peningkatan jumlah penawaran komoditi yang bersangkutan. Sedangkan peningkatan harga komoditi komplementer akan menyebabkan peningkatan jumlah penawaran komoditi yang bersangkutan, dan sebaliknya penurunan pada harga komoditi komplementer akan menyebabkan penurunan pula pada jumlah penawaran komoditi yang bersangkutan. 3. P I = Harga faktor produksi Harga suatu faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Dengan meningkatnya harga faktor produksi maka keuntungan yang diterima perusahaan akan berkurang. Hal ini menyebabkan perusahaan akan mengurangi jumlah produksinya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu komoditi, akan menyebabkan berkurangnya jumlah komoditi yang ditawarkan.

27 26 4. G = Tujuan perusahaan Jumlah komoditi yang ditawarkan juga tergantung apa tujuan perusahaan. Tujuan suatu perusahaan tidak semata-mata memaksimumkan keuntungan saja. Jika perusahaan lebih mementingkan volume produksi, perusahaan dapat menghasilkan dan menjual lebih banyak. 5. T = Tingkat penggunaan teknologi Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Jika perusahaan menggunakan teknologi baru, fungsi produksi akan bergeser ke atas yang berarti produksi meningkat dan kurva biaya akan bergeser ke bawah yang berarti biaya produksi berkurang. Keuntungan yang akan diperoleh menjadi lebih besar. Jadi dapat disimpulkan, jumlah komoditi yang ditawarkan dipengaruhi oleh tingkat penggunaan teknologi dalam proses produksinya. 6. T X = Pajak dan Subsidi Adanya pajak seperti pajak penjualan, pajak penghasilan akan mengakibatkan kenaikan pada ongkos produksi sehingga mengurangi insentif untuk berproduksi. Maka penawaran komoditi tersebut akan berkurang. Sebaliknya, pemberian subsidi akan mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan keuntungan, sehingga penawaran komoditi tersebut akan meningkat. Dalam pasar persaingan sempurna dengan menganggap faktor-faktor lain tetap (cateris paribus) kecuali harga barang atau jasa yang bersangkutan, perubahan harga komoditi tersebut dapat menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran atau terjadi perubahan jumlah komoditi yang ditawarkan dalam biaya produksi yang diakibatkan perubahan teknologi dan faktor lainnya.

28 27 Menurut Pappas dan Hirschey (1995), permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu. sebagai berikut : Q DK = f (P K, P S, I, S, PD)...(3.2) dimana : Q DK P K P S I S PD = Permintaan Komoditi = Harga komoditi itu sendiri = Harga komoditi lain = Pendapatan = Selera = Populasi Penduduk 1. P K = Harga komoditi itu sendiri Dengan asumsi cateris paribus, peningkatan harga komoditi yang bersangkutan akan menurunkan permintaannya, dan sebaliknya. Permintaan dan harga komoditi yang bersangkutan memiliki hubungan yang negatif. 2. P S = Harga komoditi lain Perubahan harga komoditi substitusi akan mempengaruhi permintaan atas komoditi yang bersangkutan secara positif. Kenaikan harga komoditi substitusi akan meningkatkan permintaan atas komoditi yang bersangkutan, dan sebaliknya. Sedangkan perubahan harga barang komplementer dapat mengubah permintaan komoditi yang bersangkutan secara negatif. Semakin tinggi harga barang komplementer, semakin rendah permintaan atas komoditi yang bersangkutan. 3. I = Pendapatan Kenaikan pendapatan cenderung meningkatkan permintaan untuk komoditi yang berupa barang normal, dan sebaliknya.

29 28 4. S = Selera Salah satu hal yang berpengaruh terhadap permintaan adalah selera. Perubahan selera terjadi dari waktu ke waktu, dan cepat atau lambat akan meningkatkan permintaan pada periode tertentu dan tingkat harga tertentu. 5. PD = Populasi Penduduk Peningkatan jumlah penduduk dapat meningkatkan permintaan atas suatu komoditi. Hal ini diakibatkan semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak konsumen yang menginginkan suatu komoditi Elastisitas Suatu ukuran daya tanggap yang diperlukan dalam keseluruhan pengambilan keputusan manajerial adalah elastisitas, yang didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam variabel dependen Y, yang dihasilkan dari perubahan satu persen dalam nilai variabel independen X. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Elastisitas Y terhadap X = persentase perubahan dalam Y persentase perubahan dalam X Sumber : (Pappas dan Hirschey, 1995) Menurut Tomek dan Robinson (1987), elastisitas penawaran adalah persentase perubahan jumlah yang ditawarkan sebagai respon terhadap perubahan satu satuan harga dengan asumsi faktor lain dianggap konstan. Bila elastisitas bernilai nol maka jumlah yang ditawarkan tetap dan tidak ada respon kuantitas terhadap perubahan harga. Kondisi ini disebut inelastis sempurna. Sedangkan penawaran yang elastis memiliki nilai lebih dari satu dan persentase perubahan kuantitasnya lebih besar daripada persentase perubahan harganya. Penawaran komoditas pertanian pada umumnya memiliki nilai inelastis disebabkan adanya

30 29 tenggang waktu antara waktu menanam dengan waktu memanen sehingga jumlah yang ditawarkan tidak segera mengikuti perubahan harga yang terjadi. Nicholson (2002) menjelaskan, nilai elastisitas penawaran terbagi menurut rentang waktu pengambilan keputusan produsen, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek mengacu pada periode waktu dimana produsen harus mempertimbangan inputnya secara absolut bersifat tetap dalam mengambil keputusan. Sebaliknya jangka panjang merupakan periode waktu dimana produsen mempertimbangkan seluruh inputnya bersifat variabel dalam membuat keputusan. Sebagai contoh, elastisitas luas areal terhadap harga (E AP ) adalah angka yang menunjukkan persentase perubahan luas areal akibat perubahan harga sebesar satu persen. Misalnya E AP bernilai 2, berarti setiap peningkatan harga kedelai sebesar satu persen mengakibatkan perubahan peningkatan luas areal sebesar dua persen, atau setiap penurunan harga kedelai satu persen mengakibatkan penurunan luas areal sebesar dua persen. E AP bernilai -2, berarti setiap peningkatan harga kedelai sebesar satu persen mengakibatkan penurunan luas areal sebesar dua persen, atau setiap penurunan harga kedelai sebesar satu persen mengakibatkan peningkatan luas areal sebesar dua persen Teori Produksi Lipsey (1993) mengatakan bahwa produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Tidak ada produk yang dihasilkan dengan menggunakan satu input. Dalam produksi banyak digunakan input-input untuk menghasilkan output.

31 30 Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output, juga menggambarkan tingkat dimana sumberdaya diubah menjadi produk (Doll dan Orazem, 1984). Ada banyak hubungan input output dalam pertanian karena tingkat dimana input diubah menjadi output akan berbeda-beda diantara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan dan faktor lainnya. Tiap hubungan input output menggambarkan kuantitas dan kualitas dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tertentu. Lipsey (1993) juga mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input. Nicholson (2002) menyatakan bahwa fungsi produksi memeperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan Tenaga kerja (L). Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam cara yang berbeda ; dalam bentuk tertulis, menyebutkan dan menggambarkan tiap input yang berhubungan dengan output ; dengan membuat daftar input dan hasil output secara numerik dalam tabel ; dalam bentuk grafik atau diagram ; dan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X 1, X 2, X 3,...,X n )...(3.3) Dimana Y adalah output dan X 1,...X n adalah input-input yang berbeda yang terlibat dan ambil bagian dalam produksi Y. Simbol f menggambarkan bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output.

32 Respon Areal dan Produktivitas Kedelai Respon areal adalah perubahan pada areal tanam atau panen, sedangkan respon produktivitas merupakan perubahan dalam hasil per hektarnya. Perubahanperubahan tersebut tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang dinamis yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi petani dalam membuat keputusan di bidang usahataninya. Kondisi-kondisi tersebut seperti yang telah disebutkan adalah perubahan harga komoditas itu sendiri (Pq), perubahan harga komoditas alternatifnya (Pj), perubahan harga input yang berpengaruh pada biaya produksi (Pi), ketersediaan dan perkembangan teknologi (T), perubahan iklim (CH), kebijakan pemerintah (Kb), dan luas areal sebelumnya (At-1) (Tomek dan Robinson, 1987). Masing-masing variabel mempengaruhi areal tanam atau panen secara berbeda-beda. Dengan berasumsi bahwa produsen akan berperilaku rasional yaitu mengalokasikan sumberdaya produksinya untuk komoditas yang memberikan laba yang lebih besar, sehingga semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin luas areal tanam atau areal panennya, sehingga produksi akan meningkat. Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap respon areal tanam atau panen adalah harga komoditas alternatif. Komoditas alternatif dapat berupa komoditas pesaing (kompetitif) atau sebagai komoditas substitusi maupun komoditas pendukung (komplementer). Dengan semakin tingginya harga komoditas pesaing maka luas areal tanam komoditas kedelai akan semakin sempit. Sebaliknya jika harga komoditas komplementer meningkat maka luas areal tanam kedelai akan meningkat pula. Tanda elastisitas silang dari fungsi respon areal

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL ISBN : 979-3566-20-5 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Handewi P. Saliem Sri Hastuti Suhartini Adreng Purwoto Gatoet Sroe Hardono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan merupakan komoditas penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan. Indonesia merupakan negara yang sedang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya tanaman kedelai telah lama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo fuad.hsn@gmail.com Telp. 081578753458 Kedelai merupakan salah satu dari lima komoditas yang menjadi prioritas dalam swasembada dan swasembada

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci