V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN
|
|
- Bambang Tedjo
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan indeks RCA dan model CMSA sebagai berikut Analisis Keunggulan Komparatif Analisis keunggulan komparatif menggunakan indeks RCA dibandingkan antara periode tahun dengan periode , untuk mengetahui perubahan daya saing setelah pergantian varietas udang yang dibudidayakan dari sebelumnya mayoritas memelihara udang windu menjadi udang vaname. Tahun 2004 dipilih sebagai tahun pemisah/dasar, karena sejak tahun tersebut data produksi udang vaname mulai disajikan pada buku Statistik Perikanan Budidaya, walaupun introduksi udang vaname itu sendiri sudah dimulai sejak tahun Penggantian udang vaname disebabkan pengembangan udang windu terkendala serangan penyakit. Hasil perhitungan RCA untuk Indonesia dan Thailand dalam mengekspor tiga produk udang (segar, beku, dan olahan) ke tiga pasar utama (Jepang, AS, dan EU-27) disajikan pada Tabel 18. Berdasarkan data pada Tabel 18, pada dua periode yang diteliti, Indonesia dan Thailand mempunyai keunggulan komparatif dalam mengekspor tiga jenis produk udang ekspor ke tiga pasar utama yang diindikasikan dengan nilai indeks RCA lebih dari satu, kecuali ekspor udang segar Indonesia ke Jepang pada periode yang nilainya kurang dari satu. Selanjutnya, Tabel 18 juga menunjukkan bahwa keunggulan komparatif Indonesia dan
2 144 Thailand di pasar Jepang pada ketiga jenis produk udang (segar, beku, dan olahan) mengalami penurunan. Thailand walaupun menurun akan tetapi mempunyai nilai RCA jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Tabel 18. Nilai Rata-Rata Indeks RCA Tiga Produk Udang Indonesia dan Thailand di Tiga Pasar Utama, Periode Tahun dan Tahun Produk Dari Indonesia Thailand udang Tujuan Udang Jepang Segar AS UE Udang beku Jepang AS UE Udang Olahan Jepang AS UE Sumber: UNComtrade (diolah) Berikut disajikan beberapa indikasi dari data yang disajikan pada Tabel 18. Pertama, terjadi penurunan di pasar Jepang untuk Indonesia dan Thailand serta nilai RCA yang lebih rendah dari satu untuk udang segar Indonesia. Hal tersebut diduga terkait dengan perubahan komposisi produk ekspor yang mayoritas menjadi vaname. Menurut Briggs et al., (2005) salah satu kelemahan udang vaname dibandingkan udang windu adalah ukuran panen lebih kecil sehingga harganya relatif lebih murah. Sebaliknya, udang vaname mempunyai beberapa kelebihan antara lain: produktivitas lebih tinggi karena dapat dipelihara pada padat tebar tinggi ( ekor/m 2 bahkan sampai 400 ekor/m 2 ) dibandingkan padat penebaran udang windu yang hanya ekor/m 2, lebih toleran terhadap salinitas rendah, kandungan protein pakan yang dibutuhkan lebih rendah (20-35% dibandingkan 36-42% untuk windu),
3 145 kandungan daging lebih tinggi yaitu 66-68% dibandingkan udang windu yang hanya 62% dan relatif tahan penyakit. Di sisi lain, Jepang merupakan pasar tradisional ekspor udang Indonesia dan Thailand karena letak geografisnya relatif dekat dibandingkan ke AS dan UE-27, serta harga yang diterima juga relatif baik. Meskipun terjadi penurunan di pasar Jepang, hal positif dari pergantian varietas dari udang windu ke udang vaname adalah bahwa Indonesia masih berada pada posisi sebagai eksportir utama udang di dunia. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan pangsa pasar di Jepang maka perlu mendorong pengembangan budidaya udang windu dengan menyiapkan benur unggul dan induk bermutu. Implikasinya, broodstock center dan riset perlu didorong dan didukung anggaran memadai. Indonesia lebih diuntungkan dengan udang windu karena induk udang windudi perairan Indonesia termasuk yang terbaik di dunia. Kedua, keunggulan komparatif mengekspor udang segar Indonesia pada tiga pasar ekspor utama menurun pada periode dibandingkan periode Sebaliknya, keunggulan komparatif Indonesia meningkat di pasar AS dan UE-27 untuk udang beku dan olahan. Peningkatan lebih besar di pasar AS, diduga karena konsumen AS lebih menyukai udang berukuran kecil. Hasil studi di atas didukung hasil studi lain seperti Cong Sach (2003) yang menganalisis keunggulan komparatif udang tambak periode menggunakan RCA. Hasilnya, nilai RCA udang tambak Indonesia menurun dari menjadi 8.50, sedangkan Thailand meningkat dari menjadi
4 Vietnam walaupun menurun dari ke akan tetapi nilainya masih jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Menggunakan metode yang sama, Munandar et al., (2006) menganalisis udang Indonesia dan memprediksi 10 tahun ke depan. Dengan skenario perekonomian stabil, udang masih mempunyai daya saing, walaupun menurun dengan presentase penurunan 13.4% per tahun. Tingkat persaingan ekspor secara statistik signifikan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, upah, pendapatan per kapita negara domestik, pendapatan per kapita negara importir, dan prosentase anggaran untuk diferensiasi produk, sedangkan harga produk ikan olahan dan produktivitas modal tidak berpengaruh signifikan. Hutabarat et al., (2000) menganalisis daya saing menggunakan pendekatan nilai Biaya Manfaat Sosial (BMS) untuk tambak di Sulawesi Selatan. Nilai yang diperoleh berturut-turut 0.62, 0.63, dan 0.57 untuk sistem tradisional, semi-intensif, dan intensif. Artinya, udang tambak di Sulawesi Selatan masih mempunyai daya saing karena bernilai < 1. Kusumastanto dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) IPB (2007) menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), hasilnya menunjukkan bahwa udang Indonesia berada pada kondisi pertumbuhan ke kematangan. Ketiga, keunggulan komparatif Thailand jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, namun terjadi penurunan indeks daya saing Thailand. Hal tersebut mengindikasikan bahwa persaingan sesama produsen semakin ketat. Diantara tiga produk udang ekspor, Thailand mempunyai keunggulan pada produk udang olahan dibandingkan udang beku dan udang segar. Mengacu pada Kagawa dan Bailey (2003), tingginya diferensiasi produk udang Thailand
5 147 antara lain disebabkan pengaruh letak geografis. Thailand berada di daerah semi periphery sehingga mempunyai biaya lebih tinggi dibandingkan Vietnam yang berada di daerah periphery. Oleh karena itu Thailand lebih fokus memproduksi udang bermutu tinggi, sekaligus mengantisipasi penurunan harga akibat kelebihan penawaran (the Nation, 2008). Keempat, Indonesia dan Thailand mempunyai kesamaan pada udang segar yaitu keunggulan komparatif udang segar menurun di ketiga pasar. Penurunan tersebut diduga karena udang segar memerlukan penanganan lebih cepat dibandingkan udang beku dan olahan sehingga diperlukan infrastruktur seperti jaringan pengapalan/pengiriman, kemasan, dan transportasi yang lebih baik. Berbeda dengan Leung dan Cai (2005) yang menganalisis berdasarkan negara tujuan ekspor periode 1990 sampai dengan awal 2000, nilai RCA Indonesia untuk pasar AS menurun dan untuk pasar UE nilai RCA lebih rendah, akan tetapi pertumbuhannya positif. Senada dengan hal tersebut, Aisya et al., (2005b) ekspor Indonesia masih tergantung pada udang segar (SITC 34) dengan RCA mencapai 7.18 di tahun 2004, namun harga udang segar lebih rendah dibandingkan dengan udang olahan (SITC 37). Upaya mendorong ekspor produk udang olahan menjadi penting, namun terkendala oleh nilai RCA udang olahan yang hanya Artinya, perlu kerja keras dari pemerintah untuk mendorong peningkatan ekspor udang olahan. Swaranindita (2005), menggunakan teori Berlian Porter, Herfindahl Index dan RCA untuk pasar AS, menghasilkan bahwa struktur pasar udang beku yang dihadapi Indonesia tahun dan 2000 berbentuk pasar
6 148 persaingan monopolistik dan pada tahun berbentuk pasar oligopoli. Selanjutnya, struktur pasar pada perdagangan udang segar adalah oligopoli untuk periode 1984 sampai dengan 1999 dan pasar persaingan monopolistik pada periode Dalam hal ini, posisi Indonesia adalah market follower. Cai dan Leung (2006) menyebutkan bahwa tingkat persaingan di ketiga pasar utama makin kompetitif pada tahun 2000 dibandingkan Market power makin kurang terkonsentrasi di ketiga pasar tersebut. Udang di pasar Jepang didominasi oleh pengekspor dari negara-negara Asia Fasifik, di pasar AS oleh Amerika Latin, sedangkan untuk UE tidak nampak adanya dominasi regional. Ringkasnya, faktor penentu tingkat keunggulan komparatif dari negara produsen di Asia adalah biaya oportunitas dari biaya operasional dan harga yang diterima di pasar internasional. Keunggulan komparatif dapat ditingkatkan melalui perbaikan pajak, pinjaman pada tingkat bunga rendah, pengurangan tarif impor tepung ikan, dan bahan pembuat pakan lainnya. Selain itu, penting melakukan koordinasi dibidang ekspor dan pemasaran terkait aturan internasional, pengembangan produk, informasi pasar karena fluktuasi harga udang di pasar internasional Constant Market Share Analysis Analisis RCA selanjutnya dilengkapi dengan menggunakan model CMSA dan hasilnya disajikan pada Tabel 19 (nilai ekspor) dan Tabel 20 (kuantitas ekspor). Berdasarkan Tabel 19, perubahan nilai ekspor Indonesia dan Thailand bernilai positif. Hasil dekomposisi tahap pertama udang
7 149 Indonesia berdaya saing, tercermin dari nilai efek kompetitif yang bernilai positif. Nilai efek kompetitif yang positif menunjukkan perubahan ekspor terkait dengan perubahan daya saing negara pengekspor. Sebaliknya Thailand bernilai negatif. Kontribusi negatif efek kompetitif menunjukkan menurunnya kinerja ekspor suatu negara karena turunnya daya saing. Tabel 19. Dekomposisi CMSA Perubahan Nilai Ekspor Indonesia dan Thailand, Tahun dan Unsur Dekomposisi Indonesia Thailand Nilai (US$) % Nilai (US $) % Perubahan Nilai Ekspor Dekomposisi Tahap-Pertama - Efek Struktural Efek Kompetitif Efek Ordo-kedua Dekomposisi Tahap-Kedua - Efek Pertumbuhan Efek Distribusi Pasar Efek Komposisi Komoditas Efek Interaksi Efek Kompetitif Umum Efek Kompetitif Spesifik Efek Orde Kedua Murni Struktural Dinamik Akan tetapi apabila dilanjutkan dengan dekomposisi tahap pertama dan tahap kedua, nampak perbedaan. Hasil dekomposisi tahap kedua, menunjukkan bahwa efek struktural Indonesia yang positif tersebut disebabkan oleh efek pertumbuhan perdagangan dunia. Artinya, negara Indonesia mendapat manfaat dari pertumbuhan impor dunia. Sebaliknya, efek komposisi komoditas dan efek
8 150 distribusi pasar bernilai negatif. Artinya, Indonesia kurang memperhatikan komposisi produk (segar, beku, olahan) karena mayoritas ekspor didominasi udang beku. Efek distribusi pasar yang negatif menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor ke negara-negara yang pertumbuhan impor rendah. Meskipun terjadi penurunan di pasar Jepang, hal positif dari pergantian varietas dari udang windu ke udang vaname adalah bahwa Indonesia masih berada pada posisi sebagai eksportir utama udang di dunia. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan pangsa pasar di Jepang maka perlu mendorong pengembangan budidaya udang windu dengan menyiapkan benur unggul dan induk bermutu. Implikasinya, broodstock center dan riset perlu didorong dan didukung anggaran memadai. Menggunakan model Constant Market Share Analysis (CMSA), daya saing ekspor Indonesia ternyata lebih disebabkan karena efek daya saing spesifik, yaitu mengekspor spesifik produk (udang beku) ke spesifik pasar (Jepang dan AS). Implikasi dari ketergantungan yang tinggi pada produk dan tujuan ekspor tertentu akan berbahaya jika terjadi guncangan pada produk udang yang diekspor dan ketidakstabilan pasar tersebut. Thailand mempunyai keunggulan komparatif pada ketiga produk udang yang diekspor di ketiga pasar. Berdasarkan nilainya angka indeks RCA Thailand jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka indeks RCA Indonesia. Selain itu, Thailand memiliki efek komoditas dan distribusi pasar yang lebih baik. Meskipun demikian, indeks daya saing Thailand mengalami penurunan, artinya persaingan sesama produsen udang makin ketat
9 151 Efek daya saing khusus Indonesia nilainya lebih besar dibandingkan efek daya saing umum. Efek daya saing umum yang negatif menunjukkan bahwa perubahan pangsa pasar Indonesia terhadap total ekspor produk udang dalam pasar dunia mengalami penurunan. Efek daya saing spesifik udang Indonesia yang bernilai positif, artinya bahwa keunggulan daya saing udang Indonesia lebih karena mengekspor produk spesifik (udang beku) ke pasar spesifik (AS dan Jepang). Implikasi dari ketergantungan yang tinggi pada satu produk dan pada pasar tertentu berpotensi mengancam capaian target ekspor jika terjadi terjadi gangguan di pasar tersebut. Delgado et al., (2003) menambahkan bahwa diversifikasi tujuan pasar diperlukan karena kecenderungan perdagangan udang akan bergeser dari South ke North menjadi South ke South. Berbeda dengan Indonesia, Thailand mempunyai efek distribusi pasar dan efek komposisi komoditas yang bernilai positif. Artinya diferensiasi produk dan diversifikasi pasar telah dilakukan dengan baik oleh Thailand. Kondisi di atas didukung oleh hasil studi Aisya et al., (2006) yang menggunakan metode CMSA, efek pasar dari udang segar bertanda negatif, artinya terdistribusi pada jenis-jenis komoditas yang permintaannya relatif lambat di negara tujuan ekspor utama, dan sebaliknya udang olahan. Ditinjau dari efek daya saing udang segar tandanya positif, artinya memiliki daya saing yang kuat. udang olahan (SITC 37) mempunyai tanda positif. Artinya, naiknya pertumbuhan dunia mengakibatkan ekspor komoditas udang olahan Indonesia meningkat. Udang olahan yang nilai tambahnya lebih tinggi, efek pertumbuhan dan daya saingnya menguntungkan, akan tetapi masih kalah dibanding dengan
10 152 udang segar. Hasil agak berbeda apabila analisis didasarkan pada perubahan kuantitas ekspor seperti ditunjukkan oleh Tabel 20. Tabel 20. Dekomposisi CMSA Perubahan Kuantitas Ekspor Indonesia dan Thailand, Tahun dan Unsur Dekomposisi Indonesia Thailand Kuantitas (ton) % Kuantitas (ton) % Perubahan Ekspor Dekomposisi Tahap-Pertama - Efek Struktural Efek Kompetitif Efek Ordo-kedua Dekomposisi Tahap-Kedua - Efek Pertumbuhan Efek Distribusi Pasar Efek Komposisi Komoditas Efek Interaksi Efek Kompetitif Umum Efek Kompetitif Spesifik Efek Orde Kedua Murni Struktural Dinamik Berdasarkan Tabel 20, hasil dekomposisi tahap pertama, Indonesia dan Thailand mempunyai efek kompetitif yang bernilai positif, namun Thailand mempunyai nilai lebih tinggi. Terjadinya perbedaan hasil analisis berdasarkan nilai ekspor dan berdasarkan kuantitas (terutama untuk Thailand) mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan komposisi ekspor. Semula, mayoritas yang diekspor adalah udang windu menjadi udang vaname yang rata-rata berukuran relatif lebih kecil, sehingga dari sisi kuantitas meningkat dan dari sisi nilai relatif stabil.
11 Rangkuman 1. Berdasarkan angka indeks RCA, Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam mengekspor udang bentuk segar, beku, dan olahan di ketiga pasar (UE-27, Jepang, dan AS). Namun demikian, ekspor udang segar ke Jepang periode mengalami penurunan dan tidak mempunyai keunggulan komparatif di pasar tersebut. Tidak hanya terjadi pada udang segar, keunggulan komparatif Indonesia juga mengalami penurunan pada periode untuk udang beku dan udang olahan di pasar Jepang. Penurunan tersebut diduga terkait dengan komposisi produk yaitu pergantian varietas dari udang windu ke udang vaname yang relatif berukuran lebih kecil. Di lain pihak, konsumen di Jepang lebih menyukai udang yang berukuran relatif besar. 2. Meskipun terjadi penurunan di pasar Jepang, hal positif dari pergantian varietas dari udang windu ke udang vaname adalah bahwa Indonesia masih berada pada posisi sebagai eksportir utama udang di dunia. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan pangsa pasar di Jepang maka perlu mendorong pengembangan budidaya udang windu dengan menyiapkan benur unggul dan induk bermutu. Implikasinya, broodstock center dan riset perlu didorong dan didukung anggaran memadai. 3. Menggunakan model Constant Market Share Analysis (CMSA), daya saing ekspor Indonesia lebih disebabkan karena efek daya saing spesifik, yaitu mengekspor spesifik produk (udang beku) ke spesifik pasar (Jepang dan AS). Implikasi dari ketergantungan yang tinggi pada produk dan
12 154 tujuan ekspor tertentu akan berbahaya jika terjadi guncangan pada produk udang yang diekspor dan ketidakstabilan pasar tersebut. 4. Thailand mempunyai keunggulan komparatif pada ketiga produk udang yang diekspor di ketiga pasar. Berdasarkan nilainya angka indeks RCA Thailand jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka indeks RCA Indonesia. Selain itu, Thailand memiliki efek komoditas dan distribusi pasar yang lebih baik. Meskipun demikian, indeks daya saing Thailand mengalami penurunan, artinya persaingan sesama produsen udang makin ketat.
IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan
IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1) Simpulan 1) Perdagangan Tuna Indonesia di Pasar Dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan : a. Peringkat Indonesia sebagai eksportir tuna baik secara total maupun berdasarkan
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan
Lebih terperinciVIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang
VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki
Lebih terperinciVII. STRUKTUR PASAR KARET ALAM DI PASAR INTERNASIONAL. besarnya penguasaan pasar oleh masing-masing negara eksportir. Penguasaan
VII. STRUKTUR PASAR KARET ALAM DI PASAR INTERNASIONAL 7.1. Pangsa Pasar Karet Alam Dalam rangka mengetahui struktur pasar karet alam yang terbentuk dalam perdagangan karet alam di pasar internasional,
Lebih terperinciAGRITECH : Vol. XVI No. 1 Juni 2014 : ISSN :
AGRITECH : Vol. XVI No. 1 Juni 2014 : 60 66 ISSN : 1411-1063 STRUKTUR PASAR DAN KEDUDUKAN INDONESIA PADA PERDAGANGAN TUNA OLAHAN DI PASAR DUNIA, JEPANG DAN USA Sri Hidayati Akademi Pertanian HKTI Banyumas
Lebih terperinciStruktur Pasar Dan Peringkat Indonesia Pada Perdagangan Tuna Segar Dan Beku Di Pasar Dunia, Jepang, USA, Dan Korea Selatan
Struktur Pasar Dan Peringkat Indonesia Pada Perdagangan Tuna Segar Dan Beku Di Pasar Dunia, Jepang, USA, Dan Korea Selatan Sri Hidayati Akademi Pertanian HKTI Banyumas Email : hidayati_sree@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciVI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS
65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang
Lebih terperinciDETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN
P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan
Lebih terperinciPERNYATAAN ORISINALITAS...
Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM
Lebih terperinci1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia
Lebih terperinciSTRUCTURE OF THE MARKET AND INDONESIA S STATUS AS FRESH AND FROZEN TUNA S EXPORTER IN WORD MARKETS, WHICH ARE JAPAN, USA, AND REP OF KOREA
STRUCTURE OF THE MARKET AND INDONESIA S STATUS AS FRESH AND FROZEN TUNA S EXPORTER IN WORD MARKETS, WHICH ARE JAPAN, USA, AND REP OF KOREA STRUKTUR PASAR DAN PERINGKAT INDONESIA PADA PERDAGANGAN TUNA SEGAR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb
13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan internasional. Dalam era perdagangan bebas saat ini, daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang besar untuk memperoleh sumberdaya ikan dan udang (KKP, 2009). Pemanfaatan sumberdaya alam melalui
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan
III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)
Lebih terperinciV. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA
59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu. makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan salah satu makanan sumber protein hewani yang banyak digemari masyarakat baik dalam maupun luar negeri, karena udang windu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan mengenai daya saing ekspor komoditas kopi di Indonesia dan faktor-faktor pendorong dan penghambatnya, maka dapat
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia
41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey
Lebih terperinciBAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi
BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia
58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA
VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN
P R O S I D I N G 134 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Tartila Fitri 1) Suhartini 1) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang PENDAHULUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciKOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA
JURNAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ISSN : 2337-9572 MARKET INTELLIGENCE KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA
V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA 5.1. Perdagangan Internasional Hasil Perikanan Selama lebih dari beberapa dekade ini, sektor perikanan dunia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan
Lebih terperinci: Arief Budiman Npm : Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen Dosen Pemb : Sri Kurniasih Agustin, SE., MM
ANALISIS ANALISIS STRATEGI DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL STRATEGI DAYA SAING IKAN HIAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Nama : Arief Budiman Npm : 1910703 Fakultas : Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.
Lebih terperinciVII. PRODUKTIVITAS TAMBAK TAHUN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY
207 VII. PRODUKTIVITAS TAMBAK TAHUN 1990-2008 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY Bahasan pada Bab VII ini merupakan bagian dalam rangka menjawab tujuan penelitian ke dua yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. yang terdiri dari data time series tahunan ( ). Data sekunder diperoleh
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan (2000-2010). Data sekunder diperoleh dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciDAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman
Lebih terperinciOUTLINE PENDAHULUAN METODOLOGI PERKEMBANGAN PRODUKSI IKAN TUNA PANGSA PASAR KOMODITAS TUNA DINAMIKA DAYA SAING SIMPULAN
OUTLINE PENDAHULUAN METODOLOGI PERKEMBANGAN PRODUKSI IKAN TUNA PANGSA PASAR KOMODITAS TUNA DINAMIKA DAYA SAING SIMPULAN 2 PENDAHULUAN Industri perikanan tuna memiliki kontribusi signifikan terhadap perikanan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditas Udang di Pasaran Internasional Komoditas udang dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan istilah shrimp. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI
ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT
V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (competitiveness) menjadi topik yang banyak diperdebatkan. Fagerberg (1988)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang ekonomi internasional, diskusi mengenai daya saing (competitiveness) menjadi topik yang banyak diperdebatkan. Fagerberg (1988) menyatakan bahwa pengukuran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori perdagangan internasional Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN,
RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN, Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha Industri Sayur Beku Olahan Pada PT. Kemfarm Indonesia. Dibawah bimbingan DJONI TANOPRUWITO dan SRI HARTOYO. PT. Kemfarm
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODOLOGI 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir Arahan Strategi Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Unggulan yang Berdaya saing di Kabupaten Indramayu sebagai kawasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pasca krisis ekonomi global tahun 2008 yang melanda dunia, perekonomian dunia mengalami berbagai penurunan ekspor non migas. Beberapa negara di dunia membatasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinci