Key words: impor, tarif, keuntungan usahatani, keseimbangan pasar.
|
|
- Ridwan Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL Sri Nuryanti dan Reni Kustiari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70, Bogor dan Abstract The imbalance between production and consumption of soyabean triggers import dependency. World market of soyabean is concentrated in several developed countries which highly support their farmers. International market structure of soyabean is oligopolistic. It causes high risk on instability of supply and price to importer countries, such as Indonesia. Tariff is one of effective policy to protect domestic soyabean-farmer from import surge and price depression. By using cost structure data and macro parameters of soyabean, partial equilibrium of domestic soyabean market is analyzed. The aim of this analysis is to know farming s profit at the current import duty of soyabean, the optimum level of import duty at certain level of farming s profit by 25 percent and the impact on domestic market equilibrium. The current level of import duty 5 percent provides farming s profit by percent The optimum import duty of soyabean is 22.3 percent. Even it can offer higher farming s profit by 25 percent, it most probably decrease social welfare by Rp. 147 billions. Key words: import, tariff, farming s profit, market equilibrium. Abstrak Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional menjadi pemicu ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor. Kedelai di pasar dunia terkonsentrasi di beberapa negara maju yang memberi bantuan kepada petaninya. Struktur pasar internasional kedelai yang oligopolistik menyebabkan negara importir seperti Indonesia berisiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor. Indonesia perlu melindungi petani kedelai, salah satu cara adalah kebijakan tarif. Tarif merupakan mekanisme perlindungan pasar dari ancaman serbuan impor kedelai murah. Data struktur ongkos dan peubah makro ekonomi kedelai digunakan dalam analisa keseimbangan pasar domestik secara parsial. Tujuannya untuk mengetahui tingkat keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif saat ini, tingkat tarif optimal dengan tingkat keuntungan usahatani 25 persen, dan dampak keseimbangan pasar domestik atas kenaikan tarif impor kedelai optimal. Keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif impor 5 persen adalah 18,85 persen. Tingkat tarif impor optimal untuk kedelai adalah 22,3 persen yang akan meningkatkan keuntungan usahatani menjadi 25 persen. Secara agregat, peningkatan tarif impor kedelai justru akan mengakibatkan kehilangan kesejahteraan sosial sebesar Rp. 147 milyar. Key words: impor, tarif, keuntungan usahatani, keseimbangan pasar. 1
2 I. PENDAHULUAN Berkembangnya industri pangan dan pakan berbahan baku kedelai, disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam. Di lain pihak, produksi dalam negeri cenderung menurun, sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini membuat Indonesia makin tergantung pada kedelai impor. Produksi dan ekspor kedelai dunia terkonsentrasi pada sedikit negara maju. Amerika Serikat (AS) memegang kendali produksi dan ekspor yang melebihi separuh dari total perdagangan dunia. Hampir separuh impor kedelai Indonesia pun berasal dari AS. Struktur pasar internasional kedelai lebih mendekati pasar oligopoli, sehingga negara importir seperti Indonesia akan berisiko tinggi terhadap instabilitas pasokan dan harga kedelai impor. Hal itu menjadi amat penting manakala dikaitkan dengan peran kedelai sebagai salah satu pangan penting sumber protein untuk masyarakat Indonesia. Kalaupun Indonesia mengimpor kedelai, yang harus dihindari adalah ketergantungan impor yang terlalu besar pada satu negara, seperti AS. Karena AS sering menggunakan instrumen impor untuk menekan negara yang tidak sejalan terhadap politik dan kepentingannya. Negara maju tetap memberi bantuan pada petaninya, terutama kelompok OECD. Petani kedelai di negara OECD memperoleh 30% dari total pendapatan usahatani kedelai dari bantuan pemerintah. Berbagai bentuk bantuan, mulai dari dukungan harga, pembayaran berdasarkan produksi atau luas usaha, atau berdasarkan penggunaan input dan sebagainya. Oleh karena itu, harga kedelai di pasar dunia tidak menggambarkan tingkat efisiensi. Harga kedelai di pasar telah terdistorsi oleh berbagai subsidi. Adalah bijaksana, apabila Indonesia melindungi petani kedelai dengan berbagai cara. Salah satu yang terbaik adalah melalui kebijakan tarif pada tingkat yang wajar, yaitu mendekati tarif yang disepakati dalam AoA-WTO (27%). Indonesia juga harus memiliki mekanisme untuk melindungi diri dalam waktu sementara dari ancaman serbuan impor kedelai murah dari luar negeri. Perlindungan itu haruslah sederhana dan fleksibel. Diharapkan SSM dapat dipakai oleh Indonesia, apabila nantinya disepakati (Husein Sawit et al., 2006). Menurut Swastika et al. (2007) hambatan impor yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah peningkatan tarif. Oleh karena itu, masalah efektivitas penerapan tarif menjadi amat penting. Infrastruktur dan SDM haruslah disiapkan sedemikian rupa, sehingga perlindungan melalui tarif menjadi pengaruhtif, bukan sebagai sumber pencari rente, seperti selama ini. Karena kita tidak 2
3 mungkin kembali ke perlindungan industri dalam negeri dengan cara-cara primitif, seperti pelarangan impor. Kita harus mampu melaksanakan perlindungan melalui kebijakan tarif. Sesuai aturan WTO dimana tiap negara diperkenankan menerapkan applied tariff maksimal sama dengan bound tariff dalam Schedule yang didaftarkan. Namun dengan pertimbangan antara lain daya beli masyarakat Indonesia, maka tahun 1998 Pemerintah Indonesia menerapkan tarif impor jauh di bawah bound tariff (0%-5%), termasuk kedelai. Oleh karena itu, analisa ini dilakukan untuk mengetahui besaran keuntungan usahatani kedelai dengan tingkat tarif impor terkini dan menghitung tingkat tarif impor kedelai pada tingkat keuntungan optimal. Definisi optimal berdasarkan asumsi keuntungan usahatani 35%. Selain itu akan dikaji dampak kenaikkan tarif impor kedelai. II. MATERI DAN METODA A. Materi Analisa dampak tarif terhadap keseimbangan pasar domestik dilakukan dengan menggunakan peubah-peubah, antara lain harga produsen, perdagangan besar, konsumen, harga dunia, produksi, dan permintaan impor. Data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh dari publikasi maupun dokumentasi berbagai instansi di dalam dan luar negeri. Instansi-instansi tersebut antara lain FAO, BPS, Bulog, dan Departemen Pertanian. B. Metoda Analisa dilakukan pada tingkat usahatani dan makro. Analisa mikro dengan menggunakan data I-O diturunkan dari data struktur ongkos rata-rata Indonesia Penerapan tarif impor akan meningkatkan harga eceran di pasar domestik. Melalui proses transmisi harga, peningkatan harga eceran di pasar domestik akan ditransmisikan ke harga jual di tingkat petani. Dengan kerangka analisa seperti ini dapat ditentukan tingkat harga jual tertentu di pasar domestik, sehingga dapat memberi peningkatan keuntungan bersih di tingkat petani. Analisa tingkat makro menggunakan partial welfare analysis untuk memahami dampak penerapan tarif optimal terhadap harga komoditas di pasar domestik, produksi, permintaan, penawaran dan impor, serta dampaknya terhadap kesejahteraaan produsen, konsumen dan penerimaan pemerintah (Gambar 1). Analisa makro untuk memahami dampak perubahan tarif terhadap keseimbangan pasar domestik dilakukan dengan menggunakan asumsi (1) Indonesia adalah negara kecil (small economy) dan (2) Nilai tukar yang digunakan adalah sebesar Rp 9.100/US$. 3
4 S l P w +t 1 P w +t 0 h i j k b c d e f g P w a D Q S0 Q S1 Q d1 Q d0 Q Gambar 1. Ilustrasi Dampak Peningkatan Tarif Impor Standar analisa parsial digunakan untuk menghitung pengaruh kesejahteraan yang terkait dengan konsumen, produsen dan pemerintah. Diasumsikan bahwa pemerintah perlu meningkatkan tarif dari t 0 ke t 1. Peningkatan tarif akan mengakibatkan inefisiensi ekonomi (deadweight loss) yang lebih besar, yang ditunjukkan area (d+f+i+k), dibandingkan area (c+g) jika pemerintah memberlakukan tarif sebesar t 0. Inefisiensi yang lebih besar ini karena konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi dan harus menanggung biaya ekonomi yang lebih besar, yaitu area (h+i+j+k). Sebaliknya, produsen mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar area (h) dan pemerintah area (j-d-f) akibat peningkatan tarif dari t 0 ke t 1. Penerimaan dari tarif turun karena penurunan jumlah barang yang diimpor sebagai dampak dari kenaikan produksi dalam negeri akibat peningkatan harga di tingkat petani. Pengaruh dari peningkatan tarif impor dirangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Peningkatan Tarif Terhadap Tingkat Kesejahteraan Surplus Tarif t 0 Tarif t 1 Perubahan Konsumen h+i+j+k+l l -(h+i+j+k) Produsen a+b a+b+h H Pemerintah d+e+f e+j j-d-f Kesejahteraan neto -(d+f+i+k) 4
5 A. Hasil 1. Produksi III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kedelai, perkembangan produksinya dapat dibagi dalam dua periode besar, yaitu pertumbuhan yang menurun dan stagnant. Pertumbuhan menurun terjadi selama Produksi rata-rata mencapai 1,4 juta ton dan menurun sebesar 3,6 %/Th. Produksi stagnant terjadi pada , produksi menurun drastis dari periode sebelumnya dan bergerak lambat pada angka 742 ton. Pertumbuhan produksi pun demikian rendah, hanya 0,4 %/Th. Pertumbuhan produksi tidak sejalan dengan gencarnya program bangkit kedelai. Persentase produksi terhadap kedelai dunia mengecil (Tabel 2). Ini mengindikasikan ada penghambat produksi kedelai dalam negeri yang belum terpecahkan. Tabel 2. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Dunia Tahun Tahun Produksi Kedelai (Ton) Indonesia Dunia Persentase , , , , , , , , , , , , , , , , ,34 Sumber: BPS diolah 2. Konsumsi Kedelai Konsumsi kedelai per kapita per tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 terjadi penurunan 2% dari tahun sebelumnya. Selanjutnya konsumsi meningkat, rata-rata 6,3 %/Th, sehingga pada tahun 2006 mencapai 8,31 kg/kap/th. Kondisi konsumsi ini kontradiktif dengan produksi. Pada satu sisi produksi demikian rendah, pada sisi lain konsumsi tumbuh meningkat sebesar 4,3 %/Th. Indikasi peningkatan ketergantungan impor telah muncul dengan perbedaan fenomena pertumbuhan produksi dan konsumsi kedelai domestik. 5
6 Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun Tahun Konsumsi kg/kapita/th Pertumbuhan (%) , , ,93-2% ,22 4% ,78 8% ,31 7% Sumber: Neraca Bahan Makanan, BPS. 3. Ekspor dan Impor Produksi kedelai domestik tidak sepesat pertumbuhan konsumsi kedelai. Pemenuhan konsumsi lebih banyak berasal dari kedelai impor. Selain harga kedelai impor lebih murah keberlanjutan pasokan kedelai impor lebih terjamin dibanding kedelai nasional. Setiap tahunnya rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta ton ( ). Separuh diantaranya impor kedelai berasal dari negara maju. Amerika Serikat bahkan mendominasi ekspor kedelai ke Indonesia, mencapai hampir 50 % dari total impor kedelai Indonesia setiap tahunnya (Husein Sawit et al., 2006). Volume dan nilai impor kedelai masing-masing tumbuh sebesar 8,4 dan 7,9 %/Th ( ). Volume ekspor dari tumbuh rendah, 1,7 %/Th. Namun nilai ekspor tumbuh tinggi, 8 %/Th (Tabel 4). Ini menunjukkan kedelai yang diekspor adalah produk olahan, sehingga mengalami peningkatan nilai tambah tinggi. Tabel 4. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kedelai Indonesia, Impor Ekspor Tahun Volume (ton) Nilai (000 USD) Volume (ton) Nilai (000 USD) NA NA Sumber: BPS Impor kedelai dari negara berkembang didominasi oleh tiga eksportir yaitu India, Brazilia, dan Argentina. Pertumbuhan impor kedelai dari negara maju dan negara berkembang setiap tahunnya, masing-masing mencapai 8 % dan 9% (Husein Sawit et al., 2006). Meskipun pemerintah telah berulang kali merancang program swasembada untuk 6
7 sejumlah komoditas penting seperti beras maupun kedelai. Hasilnya belum cukup memuaskan, sehingga sering direvisi dan diundurkan targetnya. Itu terjadi sejak pemerintahan Habibie sampai pemerintahan SBY sekarang ini. 4. Harga Harga kedelai dunia yang lebih rendah dari harga domestik merupakan faktor pendorong melajunya kedelai impor. Meskipun demikian di pasar domestik, harga kedelai bergerak positip. Harga produsen dan perdagangan besar masing-masing tumbuh sebesar 8,2 dan 4,19 %/Th ( ). Tidak serempaknya pertumbuhan harga perdagangan besar karena perdagangan besar selain dipengaruhi harga produsen domestik (8,2 %/Th) juga produsen internasional (6,25 %/Th). Perbedaan transmisi harga dari kedua produsen ke perdagangan besar domestik menghasilkan pertumbuhan harga grosir yang lebih kecil dari harga produsen. Ini mempengaruhi pertumbuhan harga konsumen yang tumbuh lebih tinggi dari harga produsen, tetapi lebih rendah dari harga produsen, yaitu 5,8 %/Th (Tabel 5). Tabel 5. Perkembangan Harga Dalam Negeri Ditingkat Petani, Perdagangan Besar, dan Eceran dan Harga Internasional Harga Dalam Negeri (Rp/Kg) Soybean (US) CIF Tahun Perdagangan Rotterdam Produsen* Konsumen* Besar* (US$/Ton) , , , , , , , , ,09 211, , , ,02 195, , , ,26 212, , , ,96 264, , , ,89 306, NA NA 4.628,88 274, NA NA 4.977,85 268,42 Sumber : * Bulog, ** 5. Struktur Ongkos Menurut data struktur ongkos usahatani kedelai tahun 2006, dengan tarif bea masuk impor kedelai 5% (setara spesifik Rp. 140,3/Kg), petani kedelai domestik telah memperoleh keuntungan usahatani sekitar 18,85% (Tabel 6). Penentuan tingkat tarif impor kedelai yang optimal agar petani mendapatkan keuntungan layak dan tidak memberatkan konsumen, simulasi dilakukan dengan asumsi keuntungan usahatani 25%. Berdasarkan pembahasan tarif impor optimal untuk pencapaian keuntungan usahatani 25 persen, tarif impor kedelai harus diubah dari 5% menjadi 22,3%. Kenaikan bea masuk kedelai yang mencapai lebih dari 200% tentunya akan berdampak pada 7
8 keseimbangan pasar. Sebagai komoditas impor, maka pasar yang terpengaruh pertama kali adalah perdagangan besar baru diikuti berikutnya sampi tingkat eceran (konsumen). Tabel 6. Struktur Ongkos Produksi Kedelai Tahun 2006 Kedelai Struktur Ongkos dengan Tarif Impor 5% Struktur Ongkos dengan Tarif Impor 22,3% Base 2006 Profit 25% Quantity Price Nilai % Quantity Price Nilai % (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) Gross Revenue Seed Fertilizer , ,85 Urea/Za TSP/DAP , ,82 Others(KCL) , ,90 Pest-Insecticides , ,91 Human labor (man Hours) 0 0 Rents of tools and Animal Traction , ,22 Other costs , ,74 Land rent Others 0 0,00 0 0,00 Total Working Capital 0 0 Cost of Capital , ,70 Total cost , ,63 Profit , ,77 Unit cost (Rp/Kg) , , , , , , Sumber: Analisa Data Sekunder (2007). Selain diperkirakan mampu menjamin keuntungan usahatani sebesar 25 persen, dari sisi keseimbangan pasar peningkatan tarif impor kedelai akan berdampak pada produsen, permintaan, penawaran termasuk impor, dan kesejahteraan sosial (Tabel 7) seperti lazimnya pengaruh perubahan harga, maka akan menciptakan keseimbangan pasar baru. Harga perdagangan besar akan naik sebesar kenaikan tarif spesifik (Rp. 485,2), dari semula Rp /Kg menjadi Rp ,2/Kg atau naik 10,7%. Peningkatan persentase keuntungan menyebabkan harga di tingkat produsen naik 8,8% atau sebesar Rp. 363/Kg. Hal ini menyebabkan harga berubah dari Rp /Kg menjadi Rp /Kg. Kenaikan harga domestik karena kenaikan harga lokal maupun impor menyebabkan permintaan berkurang sebesar 7%. Permintaan kedelai turun dari 1,88 juta ton menjadi 1,75 juta ton. Peningkatan harga kedelai lokal mendorong peningkatan penawaran domestik sebesar 1,9%. Atau meningkat 14 ribu ton menjadi 761,6 ribu ton dari sebelumnya 747,6 ribu ton. Kenaikan harga impor karena tarif menyebabkan impor turun sebanyak 145,7 ribu ton, sehingga volume impor turun dari 1,32 juta ton menjadi 986,3 ribu ton. Kenaikan harga akan menurunkan kesejahteraan konsumen, dicerminkan oleh turunnya surplus konsumen sebesar Rp. 880 milyar. Namun, kenaikan harga akan menguntungkan produsen, sehingga surplus produsen naik Rp. 274 milyar. Karena tarif ditingkatkan, maka penerimaan pemerintah dari bea masuk impor naik. Penerimaan 8
9 pemerintah akan naik sebesar Rp. 458 milyar. Secara agregat perekonomian kedelai nasional akan memburuk. Ditunjukkan oleh defisit surplus total sebesar Rp. 148 milyar, yaitu kesejahteraan yang hilang tidak dapat dinikmati masyarakat. Tabel 7. Hasil Analisa Dampak Kenaikan Tarif Impor Kedelai Tarif impor Saat ini Optimal Specific (Rp/kg) Rp/kg 140,3 625,5 Advalorem (%) % 5,0 22,3 Harga dunia FOB(US$/ton)2006 PW Data 268,4 Nilai tukar (Rp/US$) ER Data 9.100,0 Harga Border (US$/ton) CIF PW+$40 308,4 Harga paritas impor Border (Rp/kg) PCIF CIF*ER/ ,4 Harga paritas wholesale impor pada t0(rp/kg) Pw0 (PCIF+T0)* ,7 Harga wholesale aktual (Rp/kg)2006 Pwa0 Data 4.540,0 Harga produsen pada t0 (Rp/kg)2006 PP0 Data 4.116,0 Produksi (000ton) 2006 Qs0 Data 747,6 Impor (000ton)2006 Qmo Data 1.132,0 Permintaan (000ton) Qd0 Qs0+Qm ,6 Elastisitas permintaan Ed Regresi -0,7 Elastisitas penawaran Es Regresi 0,2 Elastisitas Transmisi harga wholesale ke produsen Ep Regresi 0,8 Efek perubahan tarif Perubahan tarif (Rp/kg) dt T1-T0 485,2 Perubahan harga wholesale (Rp/kg) dpw dt 485,2 harga wholesale pada t1 (Rp/kg) Pw1 Pwa0+dPw 5.025,2 % perubahan harga wholesale (%) %dpw dpw/pw0*100% 10,7 %Perubahan harga produsen (%) %dpp %dpw*ep 8,8 Perubahan harga produsen (Rp/kg) dpp %dpp*ppo 363,0 Harga produsen pada t1(rp/kg) PP1 PP0+dPP 4.479,0 Efek terhadap permintaan (%) %dqd %dpw*ed -7,0 Perubahan jumlah permintaan (000ton) dqd %dqd*qdo -131,7 Permintaan pada t1(000ton) Qd1 Qdo+dQd 1.747,9 Efek terhadap penawaran (%) %dqs %dpp*es 1,9 Perubahan jumlah penawaran (000ton) dqs %dqs*qs0 14,0 Penawaran pada t1(000ton) QS1 Qs0+dQs 761,6 Jumlah impor pada t1(000ton) Qm1 Qd1-QS1 986,3 Efek terhadap jumlah impor (000ton) dqm Qm1-Qm0-145,7 Efek terhadap surplus konsumen (juta Rp) dcs dpw*(qd1-dqd/2) ,2 Efek terhadap surplus produsen (juta Rp) dps dpp*(qs1+dqs/2) ,6 Efek terhadap penerimaan pemerintah(juta Rp) dgr (Qm1*t1)-(Qm0*t0) ,4 Efek terhadap surplus bersih (juta Rp) dns dcs+dps+dgr ,2 Sumber: Analisa Data Sekunder (2007). 9
10 B. Pembahasan Berdasarkan perhitungan besaran keuntungan usahatani optimal 25 persen, petani kedelai nasional harus mencapai harga jual Rp /Kg. Kondisi ini sangat sulit, karena harga kedelai domestik menjadi tidak dapat bersaing dengan kedelai impor. Satu-satunya solusi untuk memberi insentif produksi kedelai domestik adalah jaminan harga jual kedelai dengan tingkat keuntungan pasti. Berdasarkan asumsi harga pokok produksi Rp /Kg, tarif bea masuk kedelai saat ini 5%, untuk memperoleh keuntungan usahatani 25% tarif bea masuk yang diterapkan (Most Favoured Nation, MFN) harus dinaikkan menjadi 22,3% (ad valorem) atau Rp. 625,5/Kg (specific tariff). Tarif yang diikat untuk kedelai adalah 27%. Artinya masih ada peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan menjamin keuntungan usahatani 25% dengan menetapkan tarif impor baru sebesar 22,3%. Hal penting yang harus dipertimbangkan adalah beban konsumen kedelai di sektor hilir, yaitu sektor peternakan dan industri pakan ternak. Karena sebagian besar konsumen kedelai impor di dalam negeri adalah kedua sektor tersebut. Sementara untuk konsumsi rumah tangga (pangan) lebih banyak menggunakan kedelai produksi lokal. Penting untuk mensosialisasikan tarif impor MFN kedelai yang baru kepada semua stakeholder untuk mencapai nilai optimal yang disepakati. Kajian teknis dan matematis saja kurang bijaksana tanpa mempertimbangkan dampak positip/negatip bagi semua pihak yang berkepentingan di dalamnya. Harga kedelai impor saat ini (Rp ,4/Kg) masih lebih rendah dibandingkan harga pokok produksi kedelai lokal (Rp /Kg). Tidak berlebihan apabila Husein Sawit dan Rusastra (2005) pernah memprediksi impor kedelai Indonesia akan semakin besar pada tahun-tahun mendatang karena kemudahan tataniaga impor berupa dihapusnya monopoli Bulog sebagai importir tunggal serta dibebaskannya bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPn kedelai). Selain itu, negara eksportir kedelai terbesar dunia, seperti AS juga menyediakan kredit ekspor dengan bunga subsidi, sehingga merangsang importir kedelai Indonesia untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Keadaan ini harus dicari penyelesaiannya, mengingat selain untuk konsumsi pangan, kedelai maupun bungkilnya banyak dimanfaatkan sektor industri pakan ternak domestik. Ketergantungan impor kedelai akan menimbulkan kerentanan sektor peternakan domestik dan dampak yang terkait akan lebih meresahkan lagi, yaitu masalah pengangguran. Liberalisasi perdagangan, revolusi transportasi, dan teknologi 10
11 informasi menyebabkan sektor tanaman pangan mengalami proses globalisasi dan terintegrasi kuat dengan pasar global. Fluktuasi harga produk pangan dan sarana produksi usahatani di pasar global akan ditransmisikan ke semua tingkat harga, termasuk produsen lokal. Namun tidak semua sistem dan saluran pemasaran komoditas pangan di pasar domestik bersaing sempurna. Hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga di tingkat pedagang besar ke produsen lokal sebesar 0,8 (Tabel 7) menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat petani lebih kecil dibandingkan laju perubahan di tingkat pedagang besar atau pun pelaku pemasaran berikutnya (eceran/konsumen). Artinya, pasar yang dihadapi pelaku pemasaran kedelai domestik adalah pasar persaingan tidak sempurna, sistem pemasaran yang berlangsung tidak efisien. Kesejahteraan sosial merupakan cerminan dari pencapaian pembangunan ekonomi dalam bidang ketahanan pangan, pembangunan perdesaan, dan ketahanan ekonomi rumah tangga. Insentif usahatani dengan sendirinya akan menciptakan perbaikan ekonomi rumah tangga petani tersebut. Secara agregat kekuatan ekonomi perdesaan akan menyusun kekuatan guna mendorong pembangunan. Inti dari keberhasilan pembangunan persedaan setempat adalah terjaminnya ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga, perdesaan, sampai tingkat nasional. Ini menunjukkan bahwa kebijakan makro agregat, dalam hal ini tarif bea masuk impor, berpengaruh besar pada kesejahteraan mikro. IV. KESIMPULAN Pada tingkat tarif impor saat ini sebesar 5%, keuntungan usahatani kedelai adalah 18,85%. Tarif impor optimal untuk kedelai adalah 22,3%. Tingkat tarif ini akan meningkatkan keuntungan usahatani kedelai menjadi 25%. Tarif impor kedelai optimal 22,3% masih di bawah tarif yang diikat yang terdaftar dalam Schedule Indonesia di WTO (Schedule XXI), sehingga masih mungkin untuk diterapkan sebagai tarif MFN baru. Apabila kebijakan tarif impor optimal untuk kedelai diterapkan maka masyarakat Indonesia justru akan kehilangan surplus bersih/kesejahteraan sosial sebesar Rp. 147 milyar. Kebijaksanaan tarif impor yang realistik, khususnya untuk komoditas kedelai dipandang sangat relevan untuk merangsang petani untuk tetap berproduksi. Namun kebijakan proteksi harga hanya akan pengaruh positip bilamana ada potensi peningkatan produktivitas, dan respon harga yang cukup serta sistem pemasaran yang efisien. Indonesia 11
12 sepantasnya tetap memelihara dan pengembangkan produksi pertanian disertai dukungan kebijaksanaan insentif yang memadai bagi petani, melalui peningkatan tarif bea masuk produk yang paritasnya dihasilkan petani domestik. Selain itu, penting mempertimbangkan kelayakan operasional peningkatan tarif bea masuk kedelai impor untuk mencapai keuntungan usahatani 25 persen. Karena sistem pemasaran kedelai nasional yang tidak efisien, sasaran yang diharapkan tidak tercapai dan menguntungkan pihak di luar target yang tidak menjadi sasaran kebijakan. Karena pasar pasar tidak mencerminkan kekuatannya. DAFTAR PUSTAKA Husein Sawit, M. dan I. W. Rusastra (2005), Globalisasi dan Ketahanan Pangan di Indonesia, Laporan akhir dari bagian laporan penelitian Road Map Memperkuat Kembali Ketahanan Pangan, LPEM UI, Jakarta. Husein Sawit, M., Sjaiful Bachri, Sri Nuryanti, dan Frans B.M. Dabukke (2006), Fleksibelitas Penerapanan Special Safeguard Mechanism (SSM) dan Kaji Ulang Kebijakan Domestik Support (DS) untuk Special Product (SP) Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. OECD (2005), Producer and Consumer Support Estimates, OECD Database , pse full zip/. Swastika, DKS, Sri Nuryanti, dan M. Husein Sawit (2007), Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai, dalam Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan, Edisi Sumarno et al., Puslitbang Tanaman Pangan, Balitbang Pertanian. 12
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI DENGAN KEBIJAKAN TARIF OPTIMAL Sri Nuryanti dan Reni Kustiari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani 70, Bogor. 16161 Abstract The imbalance
Lebih terperinciPROTEKSI TARIF OPTIMAL UNTUK KEDELAI DI INDONESIA PROTECTION FOR OPTIMUM TARIFF OF SOYBEAN IN INDONESIA
Agros Vol. 15 No.1, Januari 2013: 148-159 ISSN 1411-0172 PROTEKSI TARIF OPTIMAL UNTUK KEDELAI DI INDONESIA PROTECTION FOR OPTIMUM TARIFF OF SOYBEAN IN INDONESIA ABSTRACT Reni Kustiari dan Saktyanu K. Dermoredjo
Lebih terperinciSimulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu
Simulasi Pajak Ekspor Kelapa, Kakao, Jambu Mete dan Tarif Impor Terigu 1. Kelapa Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia dalam dua tahun terakhir cenderung stabil. Jumlah kelapa yang terserap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciTugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGENAAN TARIF BEA MASUK IMPOR PADA PRODUK HORTIKULTURA (STUDI KASUS TERHADAP KOMODITAS BAWANG MERAH)
Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK PENGENAAN TARIF BEA MASUK IMPOR PADA PRODUK HORTIKULTURA (STUDI KASUS TERHADAP KOMODITAS BAWANG MERAH) SISTEM AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Dosen : Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim,
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KETERSEDIAAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI DALAM NEGERI : Pendekatan Produsen dan Konsumen Surplus
J. Agrisains 6 (3) : 143-148, Desember 2005 ISSN : 1412-3657 PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP KETERSEDIAAN MINYAK SAWIT MENTAH (CPO) DI DALAM NEGERI : Pendekatan Produsen dan Konsumen Surplus Oleh
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 FLEKSIBILITAS PENERAPAN SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM DAN KAJI ULANG KEBIJAKAN DOMESTIC SUPPORT UNTUK SPECIAL PRODUCT INDONESIA Oleh : M. Husein Sawit Sjaiful Bahri Sri Nuryanti
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI
KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciIMPOR JAGUNG: PERLUKAH TARIF IMPOR DIBERLAKUKAN? JAWABAN ANALISIS SIMULASI
IMPOR JAGUNG: PERLUKAH TARIF IMPOR DIBERLAKUKAN? JAWABAN ANALISIS SIMULASI Erwidodo 1), Hermanto 2) dan Herena Pudjihastuti 2) 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani
Lebih terperinciIMPOR JAGUNG: PERLUKAH TARIF IMPOR DIBERLAKUKAN? JAWABAN ANALISIS SIMULASI
IMPOR JAGUNG: PERLUKAH TARIF IMPOR DIBERLAKUKAN? JAWABAN ANALISIS SIMULASI Erwidodo 1), Hermanto 2) dan Herena Pudjihastuti 2) 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani
Lebih terperinciMateri Minggu 2. Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 10 Materi Minggu 2 Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi Dari materi sebelumnya, kita mengerti bahwa Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciKINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN
KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciKedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai
Kedudukan Indonesia dalam Perdagangan Internasional Kedelai Dewa K.S. Swastika, Sri Nuryanti, dan M. Husein Sawit Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor PENDAHULUAN Kedelai merupakan
Lebih terperinciVII. KESIMPULAN DAN SARAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya
Lebih terperinci@ 2005 Rustam Abd. Rauf Makalah Falsafah Sains (PPs 702 Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2005
@ 2005 Rustam Abd. Rauf Makalah Falsafah Sains (PPs 702 Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Maret 2005 Dosen : 1. Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) 2. Prof. Dr. Ir. Zahrial
Lebih terperinciIII. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,
III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat
Lebih terperinciAdreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.
KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar
Lebih terperinciPERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG
67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi
Lebih terperinciPUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN
PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN 1. Pemerintah atas permintaan sebagian perusahaan pengolah kakao yang tergabung dalam Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) sedang mempertimbangkan untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam
219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA
V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10
II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciVI. SIMPULAN DAN SARAN
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan
Lebih terperinciKEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN
KEBIJAKAN IMPOR SUSU: MELINDUNGI PETERNAK DAN KONSUMEN (Policy on Imported Milk: Protection to Producer and Consumen) RENI KUSTIARI 1, ATIEN PRIYANTI 2 dan ERWIDODO 3 1 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Lebih terperinciVIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO
VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri
Lebih terperinciJUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH
JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia
Lebih terperinciOPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS
OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN TARIF, SUBSIDI DAN KUOTA TERHADAP IMPOR GULA DI INDONESIA.
2004 Safrida Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk
Lebih terperinciKAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL
LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber
Lebih terperinciTabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara
III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan
Lebih terperinciDAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL
ISBN : 979-3566-20-5 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Handewi P. Saliem Sri Hastuti Suhartini Adreng Purwoto Gatoet Sroe Hardono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. Kebutuhan kedelai meningkat seiring dengan meningkatkan permintaan untuk
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman pangan penting yang ditetapkan pemerintah sebagai komoditas pangan strategis disamping padi, jagung, daging dan susu. Kebutuhan kedelai
Lebih terperinciKINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005
KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 A. Produk Domestik Bruto Pertanian Dua fenomena besar, yaitu krisis ekonomi dan El-nino, yang melanda Indonesia telah menimbulkan goncangan pada hampir semua sektor
Lebih terperinciANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA Apriyani Barus *), Satia Negara Lubis **), dan Sri Fajar Ayu **)
ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA Apriyani Barus *), Satia Negara Lubis **), dan Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciPeranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi
329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh
Lebih terperinciDAMPAK KEBIJAKAN PROTEKSI TERHADAP EKONOMI GULA INDONESIA
DAMPAK KEBIJAKAN PROTEKSI TERHADAP EKONOMI GULA INDONESIA Prajogo U. Hadi dan Sri Nuryanti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor 66 ABSTRACT Since the agreements
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena
Lebih terperincisesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,
RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.
Lebih terperinciPerkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009
Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan
Lebih terperinciAnalisis Penyebab Kenaikan Harga Beras
Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang berkeinginan
Lebih terperinci