II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau dari sisi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan atau produksi kedelai. Tinjauan lainnya membahas perkembangan salah satu industri berbahan baku kedelai yaitu industri tempe di Indonesia, serta lebih jauh meninjau pula hubungan antara berbagai skala produksi dalam suatu industri atau usaha dengan biaya produksi yang dikeluarkan produsen Peran Kedelai sebagai Sumber Pangan Pangan menjadi kebutuhan mendasar bagi penduduk dalam kehidupan suatu bangsa. Pada tahun 1990 penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 179 juta jiwa, dan meningkat menjadi lebih dari 200 juta jiwa tahun 2000 (BPS 2010). Konsekuensinya adalah semakin besarnya kebutuhan bahan pangan yang harus tersedia untuk memenuhi asupan gizi penduduk. Salah satu komponen gizi yang harus dipenuhi bagi tubuh adalah protein, baik itu protein hewani maupun nabati. Kebutuhan protein tersebut akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan. Namun demikian kebutuhan protein di Indonesia masih belum mencukupi. Banyaknya kasus anak yang mengalami gizi buruk karena kekurangan protein, baik di desa maupun di kota menjadi bukti bahwa kebutuhan protein memang masih dirasakan belum mencukupi 6. Kasus kekurangan gizi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan protein seharusnya tidak perlu terjadi, karena ada sumber protein yang murah dan mudah di dapat yaitu kedelai. Margono et al. (1993), mengungkapkan bahwa kedelai memiliki kandungan protein sebesar persen. Kandungan protein dalam kedelai bahkan lebih tinggi dibandingkan beras, jagung, dan telur ayam. Melihat kandungan protein yang dimiliki, kedelai mempunyai potensi yang amat besar sebagai sumber protein bagi penduduk Indonesia. 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10 Juni 2010]

2 Kedelai sebagai sumber protein yang relatif murah, telah lama dikenal dan diolah dalam beberapa ragam makanan, seperti tempe, tahu, kecap, tauco, susu, dan oncom. Begitu pentingnya kedelai bagi pangan, terlihat dari banyaknya kedelai (90 persen) yang digunakan sebagai bahan baku makanan olahan, seperti tahu, tempe, dan kecap (Silitonga et al. 1996). Uraian di atas menunjukkan bahwa kedelai sebagai komoditas pangan yang memiliki peran penting. Peran tersebut terkait dengan kedelai yang digunakan sebagai sumber utama protein nabati bagi tubuh dan harganya yang relatif terjangkau bagi masyarakat. Hal tersebut menjadikan kedelai dan produk turunannya sebagai salah satu komoditas pangan yang permintaannya cenderung meningkat. Sudaryanto (1996) menyebutkan bahwa elastisitas pendapatan kedelai adalah positif dan kurang dari satu, yaitu sebesar 0,4 untuk masyarakat desa dan 0,35 untuk masyarakat kota. Angka ini mengindikasikan bahwa kedelai termasuk ke dalam barang normal, sehingga apabila ada kenaikan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan atau konsumsi kedelai. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap kedelai, lebih jauh akan menimbulkan peluang semakin terserapnya tenaga kerja, baik dalam usahatani kedelai maupun industri pengolahan kedelai. Dengan demikian kedelai berperan cukup penting dalam memenuhi konsumsi pangan nasional dan lebih jauh lagi sebagai penyerapan tenaga kerja Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Uraian sebelumnya membahas peran penting kedelai dalam perekonomian nasional. Salah satunya dilihat dari kedelai sumber konsumsi pangan terutama untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat. Panganan yang dibuat dari kedelai seperti tempe dikonsumsi sebagai sumber protein nabati. Tempe merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang dibuat dengan proses fermentasi. Bahan baku tempe sangat beragam, mulai dari kedelai, biji benguk, biji lamtoro, bungkil kacang tanah, dan bungkil kelapa. Namun tempe yang terbuat dari kedelai merupakan tempe yang paling dikenal luas dan paling banyak dijadikan lauk pauk bagi masyarakat Indonesia (Sarwono 2002). 13

3 Bagi tempe kedelai, tentu yang menjadi bahan baku utama dalam membuat tempe adalah kedelai. Marliyati et al.(1992) dan Supriyono (2003) menjelaskan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam mengolah kedelai menjadi tempe adalah kedelai tidak boleh terlalu lama disimpan atau kedelai yang digunakan adalah kedelai yang baru, agar tempe yang dihasilkan tetap memiliki bau ciri khas kedelai. Hal ini menunjukkan bahwa produsen tempe tidak dapat menyimpan kedelainya terlalu lama. Akibatnya adalah produsen tempe harus membeli kedelai dalam jarak waktu yang relatif singkat. Padahal harga kedelai sangat berfluktuasi mengikuti perkembangan harga kedelai di pasar internasional setiap harinya. Dengan demikian produsen tempe mengalami harga kedelai yang berfluktuasi hampir setiap hari. Dilihat dari lama penyimpanan, tempe juga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Hardinsyah et al. (2002) menjelaskan tempe paling lama disimpan dalam lemari pendingin selama dua hingga tujuh hari. Masa simpan tempe yang relatif singkat membuat tempe dibeli hampir setiap hari oleh konsumen agar tetap mendapatkan tempe yang segar. Hal ini membuat konsumen tidak dapat menyimpan tempe sebagai persediaan lauk dalam waktu yang relatif lama. Pembelian tempe yang cenderung dilakukan setiap hari membuat konsumen juga akan terkena dampak dari kenaikan harga kedelai. Namun dampak yang dirasakan konsumen tidak langsung dirasakan dalam bentuk kenaikan harga beli tempe, melainkan dalam ukuran tempe yang dibuat lebih kecil oleh produsen atau pengrajin tempe. Di sisi lain ternyata produksi kedelai nasional belum mampu mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Akibatnya adalah pemenuhan kedelai sebagian besar (65 persen) pada tahun 2008 masih dipenuhi dari kedelai impor, dengan kata lain Indonesia mengalami kondisi ketergantungan impor kedelai yang cukup besar. Kondisi ketergantungan impor sebenarnya tidak hanya terjadi pada kedelai, melainkan juga komoditas pangan lainnya yaitu padi dan jagung. Bahkan menurut Deptan (2005) laju pertumbuhan impor bahan pangan tersebut cenderung meningkat dari tahun 1993 hingga

4 Laju pertumbuhan impor yang meningkat dapat disebabkan adanya peningkatan jumlah konsumsi pangan sedangkan produksi tetap, atau jumlah konsumsi tetap namun jumlah produksi cenderung menurun. Alasan kedua tampaknya menjadi sebab mengapa Indonesia masih mengimpor sejumlah bahan pangan utama. Badan Pusat Statistik (BPS 2010), padi mengalami laju pertumbuhan berfluktuasi dengan kisaran antara 0,6-2,4 persen dalam kurun waktu Namun secara keseluruhan jumlah padi yang diimpor masih relatif lebih rendah daripada jumlah padi yang diproduksi. Komoditas pangan lainnya yaitu jagung, mengalami peningkatan laju impor selama kurun waktu sekitar 10,46 persen per tahun. Kondisi ketergantungan impor bahan pangan paling besar terjadi pada komoditas kedelai, padahal kedelai merupakan komoditas pangan terpenting dalam pemenuhan kebutuhan protein nabati. Ketergantungan terhadap impor kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun periode sebesar 24,2 persen terus meningkat menjadi 31,14 persen per tahun periode dan meningkat lagi menjadi 57,56 persen pada periode Salah satu sebab mengapa Indonesia sangat tergantung dengan kedelai impor adalah karena kedelai bukan tanaman asli daerah tropis melainkan daerah subtropis, sehingga pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih (Komalasari 2008). Indonesia sebagai daerah tropis, bukannya tidak dapat menanam kedelai sama sekali. Hanya saja jika dibandingkan dengan negara subtropis, produksi kedelai nasional masih di bawah produksi kedelai yang dihasilkan negara subtropis. Amang et al. (1996), produksi kedelai Indonesia amat kecil yaitu tidak lebih dari 2 persen dari pangsa total produksi kedelai dunia. Dilihat dari kondisi produksi kedelai nasional, Nuryanti dan Kustiari (2007) membagi produksi kedelai nasional ke dalam dua kondisi besar yaitu pertumbuhan yang menurun dan cenderung tetap. Kondisi pertumbuhan yang menurun terjadi selama kurun waktu tahun , dengan produksi rata-rata 1,4 juta ton dengan penurunan sebesar 3,6 persen per tahun. Adapun pertumbuhan kedelai nasional yang cenderung tetap, terjadi pada kurun waktu tahun

5 Secara keseluruhan pertumbuhan produksi kedelai relatif rendah hanya 0,4 persen per tahun. Tidak hanya karena rendahnya produktivitas kedelai nasional, kebutuhan kedelai yang cenderung meningkat pun menjadi salah satu faktor ketergantungan Indonesia akan kedelai impor. Sarwono (2002) menyebutkan bahwa jumlah konsumsi kedelai meningkat rata-rata 12 persen per tahun. Hal ini ditunjukkan dengan data konsumsi kedelai pada tahun 1983 tercatat 1,2 juta ton. Tujuh tahun kemudian, sekitar tahun 1990, konsumsi kedelai meningkat menjadi 1,8 juta ton dan sekitar ton dikonsumsi dalam bentuk tempe. Darsono (2005) menjelaskan, kedelai dapat dikonsumsi dalam bentuk biji, olahan (tahu, tempe, tauco, kecap, dan lain-lain), dan industri. Dalam periode rata-rata konsumsi perkapita desa dan kota dalam bentuk biji tumbuh 0,5 persen, dalam bentuk olahan tumbuh sebesar 24,5 persen, dan untuk industri tumbuh sangat cepat sebesar 160 persen pada periode Dilihat dari kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kedelai, diperkirakan akan terus meningkat, sementara produksi kedelai nasional terbatas. Bahkan diperkirakan Indonesia akan mengalami kekurangan atau defisit kedelai sebesar 705 ribu ton untuk tahun 2010 saja (Komalasari 2008). Uraian di atas menunjukkan terdapat kesenjangan antara produksi dengan konsumsi atau kebutuhan kedelai di dalam negeri. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, pemerintah memenuhinya dengan melakukan impor kedelai. Namun jumlah kedelai yang diimpor ternyata melebihi jumlah kedelai yang diproduksi, sehingga dapat dikatakan pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri sebagian besar berasal dari kedelai impor Perkembangan Harga Kedelai Nasional Kedelai sebagai salah satu komoditas pangan yang berperan dalam perekonomian nasional, membuat pemerintah menetapkan berbagai kebijakan. Salah satu dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah mekanisme pengendalian harga kedelai terutama kedelai impor yang dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG). Bentuk mekanisme pengendalian kedelai oleh BULOG meliputi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran kedelai. Adanya 16

6 campur tangan pemerintah melalui BULOG menyebabkan harga kedelai lokal dan impor tidak menunjukkan fluktuasi yang berarti (Zulham & Yumm 1993). Adanya kebijakan tersebut membuat gejolak harga kedelai di pasar domestik dapat diredam, sehingga harga kedelai terjangkau bagi konsumen dan mampu mendorong produsen yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku untuk meningkatkan produksinya. Kebijakan pengendalian kedelai oleh BULOG ternyata hanya berlaku sampai sebelum tahun 2000, akibat adanya desakan melakukan perdagangan bebas di pasar dunia. Konsekuensinya harga kedelai mengikuti mekanisme pasar, yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan (supply demand). Pasar kedelai tersebut meliputi pasar internasional dan pasar domestik. Kondisi pasar internasional dan domestik kedelai ternyata mempengaruhi perkembangan harga kedelai nasional. Pengaruh ini disebabkan oleh besarnya ketergantungan terhadap kedelai impor dan rendahnya produksi kedelai nasional. Secara statistik, Handayani et al. (2009) mengungkapkan kenaikan harga kedelai tahun 2008 sebesar 80 persen di Amerika Serikat yang mewakili pasar internasional membuat harga kedelai dalam negeri meningkat sebesar 134 persen. Konsekuensi dari dilepaskannya perdagangan kedelai ke pasar bebas, membuat perdagangan kedelai dikuasai pihak tertentu saja. Saat ini terdapat tiga importir besar yang menguasai kedelai impor di dalam negeri. Ketiga importir tersebut yaitu PT. Gerbang Cahaya Utama yang menguasai 64 persen kedelai impor, Cargill Indonesia menguasai 18,18 persen, dan Alam Agri Perkasa yang menguasai 13 persen dari total kedelai impor dalam negeri 7. Perkembangan harga kedelai nasional tampaknya dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan kedelai oleh pemerintah. Gejolak harga kedelai khususnya di tingkat produsen pengolah kedelai cenderung dapat diredam ketika perdagangan kedelai masih dikendalikan oleh BULOG. Namun semenjak perdagangan kedelai diserahkan ke pasar bebas, harga kedelai mengikuti fluktuasi harga kedelai di pasar internasional. 7 Tiga Importir Besar. [ 15 Januari 2010] 17

7 2.4. Perkembangan Industri Tempe Industri tempe merupakan salah satu jenis industri pangan. Industri tempe terdiri dari pengrajin tempe yang biasanya tergabung dalam satu kawasan, seperti sentra industri tempe yang berada di Kelurahan Semanan, Jakarta Barat. Industri tempe yang bergabung ke dalam satu kawasan biasanya menerima harga kedelai yang tidak terlampau jauh berbeda, karena para pengrajin cenderung membeli di satu sumber yang sama. Krisdiana (2007) menjelaskan, 36 persen pengrajin tempe yang berada dalam satu kawasan industri tempe cenderung membeli kedelai di satu pasar terdekat yang sama. Tempat pengrajin memperoleh kedelai akan mempengaruhi kualitas kedelai yang dibelinya, dengan satu tempat pembelian yang sama menyebabkan pengrajin dalam satu kawasan industri cenderung memakai kedelai yang sama kualitasnya. Pengrajin tempe, baik yang tergabung dalam satu kawasan industri maupun yang tidak tergabung, diduga jumlahnya semakin meningkat. Pertambahan jumlah pengrajin tempe ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang berarti semakin bertambah pula kebutuhan pangan penduduk, dimana tempe menjadi salah satu panganan utama dalam menu pangan penduduk. Penambahan jumlah industri tempe dapat didekati dengan melihat penambahan jumlah industri pangan atau makanan, karena industri tempe termasuk ke dalam industri makanan. Hal ini terlihat pada tahun 2008 dimana industri makanan dan minuman nasional meningkat sebesar 39 persen dari tahun 2001 (BPS 2010). Perkembangan industri tempe tidak hanya dapat dilihat dari bertambahnya jumlah industri tempe secara keseluruhan, melainkan dapat pula dilihat dari bertambahnya jumlah industri tempe berdasarkan indikator tertentu. Indikator tersebut antara lain dilihat dari penggunaan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, dan modal serta teknologi. Pada akhirnya perbedaan indikator tersebut merujuk industri tempe menjadi tiga skala produksi. Skala produksi industri tempe meliputi skala produksi kecil, menengah, dan besar. Dilihat dari sisi penggunaan jumlah tenaga kerja, BPS (2010) mengelompokkan industri secara umum, termasuk industri tempe ke dalam skala kecil bila mempekerjakan kurang dari dua puluh orang tenaga kerja, sedangkan 18

8 industri tergolong ke dalam skala menengah dan besar bila memperkerjakan dua puluh orang atau lebih. Di sisi lain berdasarkan kapasitas produksinya, industri tempe juga dapat dikelompokkan menjadi industri skala kecil, menengah, dan besar. Industri skala kecil mengolah kedelai kurang dari 300 kg per hari dan industri skala besar mengolah lebih dari 300 kg kedelai per hari (Triyani 2004, diacu dalam Latifah 2006). Masih berdasarkan kapasitas produksinya, Harvita (2007) memberikan pengelompokkan industri tempe yang berbeda dengan uraian sebelumnya. Industri tempe skala kecil yaitu industri yang mengolah kurang dari 50 kg kedelai per hari, skala menengah mengolah dari 50 hingga 100 kg per hari, dan industri skala besar mengolah lebih dari 100 kg per hari. Berdasarkan penggunaan modal dan teknologinya, Hubeis (2007) mengelompokkan industri besar secara umum, termasuk industri tempe adalah industri yang memiliki ciri-ciri padat modal, teknologi tinggi, dan pengolahan modern. Berbeda halnya dengan industri skala kecil yang dicirikan dengan modal yang kecil dan umumnya menggunakan teknologi yang sederhana. Untuk menentukan besar skala produksi industri tempe memang dapat didekati dari berbagai hal seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Namun semua indikator tersebut sama-sama mengerucutkan industri tempe menjadi tiga skala produksi, yaitu skala kecil, menengah, dan besar. Perkembangan industri tempe di dalam negeri pada akhirnya pun akan mengarah pada perkembangan jumlah pengrajin tempe berdasarkan skala produksi tersebut. Tahun 1979, jumlah industri tempe di dalam negeri sebesar 99 persen merupakan industri tempe skala kecil, sisanya adalah industri skala menengah dan besar (BPS 1979, diacu dalam Amang et al. 1996). Tahun 1982, industri tempe yang termasuk ke dalam skala kecil adalah sekitar 94 persen dan sisanya sebesar 6 persen merupakan industri tempe dengan skala menengah dan besar (Simatupang 1990, diacu dalam Suharno & Mulyana 1996). Saat ini diduga jumlah presentase industri tempe yang termasuk ke dalam skala menengah dan besar akan meningkat, mengingat cukup banyak penemuan teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas pengrajin tempe. Namun peningkatan presentase industri tempe skala menengah dan besar, tidak lebih besar dari industri tempe 19

9 yang termasuk ke dalam skala kecil. Dengan kata lain presentase industri skala kecil tetap lebih besar dibandingkan industri tempe skala menengah dan besar Skala dan Biaya Produksi Adanya perbedaan skala produksi pada industri, khususnya industri tempe diduga akan mempengaruhi struktur biaya dan tingkat keuntungan pengrajin. Suharno dan Mulyana (1996), meneliti bahwa pengrajin tempe skala besar memiliki rasio keuntungan sedikit lebih besar (23,48 persen) dibandingkan rasio keuntungan yang diterima pengrajin tempe skala kecil (21,40 persen). Tingkat keuntungan yang lebih besar pada pengrajin skala besar dapat disebabkan jumlah produksi yang lebih besar atau harga jual produk yang lebih mahal karena adanya perbedaan kualitas produk yang relatif lebih baik. Dilihat dari struktur biaya yang dikeluarkan pun diduga akan terdapat perbedaan antar pengrajin tempe yang berbeda skala produksinya. Perbedaan ini tidak hanya berlaku pada industri tempe, melainkan pada beberapa industri atau usaha seperti ayam petelur, ayam pedaging, sapi perah, dan kambing perah. Hal ini terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Yusdja (1983) meneliti usaha ternak ayam petelur, Sukraeni (1985) meneliti usaha sapi perah, Rusdji (1986) meneliti usaha ayam pedaging, dan Stani (2009) meneliti usaha ternak kambing perah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang sama yaitu kecenderungan dengan semakin besar skala produksi akan semakin menurunkan biaya produksi yang dikeluarkan. Yusdja (1983), mengungkapkan terdapat kecenderungan dengan semakin besarnya skala usaha akan semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dan makanan ternak, yang pada akhirnya menurunkan biaya total per kilogram telur yang dihasilkan. Rusdji (1986), menyatakan bahwa semakin besar skala pengusahaan peternak akan menurunkan biaya pembelian obat-obatan dan tenaga kerja sehingga rata-rata biaya produksi per kilogram berat jual hidup ayam pedaging paling besar adalah pada peternak skala kecil. Sukraeni (1985), menyatakan bahwa semakin besar skala produksi akan menurunkan biaya pembelian pakan, sehingga produksi per kilogram susu semakin menurun dengan semakin meningkatnya skala usaha. Stani (2009) menyimpulkan adanya 20

10 kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha maka biaya per satuan ternak dan per liter susu semakin menurun, penurunan ini disebabkan biaya tetap (perawatan kandang) pada peternak skala kecil lebih besar dibandingkan biaya tetap pada peternak skala besar. Adanya kecenderungan biaya produksi yang semakin rendah dengan semakin besarnya produksi, dapat disebabkan karena produsen skala besar memperoleh harga pembelian input yang relatif lebih murah. Pada umumnya pemilik faktor produksi memang akan memberikan harga yang lebih murah pada pembeli yang melakukan pembelian dalam jumlah besar. Produsen skala besar biasanya membeli faktor produksinya dalam jumlah banyak untuk dipakai dalam proses produksi maupun disimpan sebagai persediaan (inventory). Berbeda dengan produsen skala kecil, pada umumnya membeli faktor produksi dalam jumlah kecil karena memang kebutuhan faktor produksi untuk setiap kali proses produksinya masih kecil dan tidak melakukan aktivitas inventory. Perbedaan jumlah pembelian faktor produksi pada produsen yang berbedabeda skala produksinya, lebih jauh akan mempengaruhi daya tahan produsen terhadap gejolak harga faktor produksi (Alim 1996). Harga faktor produksi terbentuk oleh interaksi permintaan dan penawaran di pasar. Apabila jumlah permintaan melebih jumlah penawaran, maka sesuai dengan teori supply demand, harga faktor produksi akan bergerak naik. Konsekuensi lebih jauh adalah adanya pengaruh kenaikan harga faktor produksi tertentu bagi industri dengan skala produksi yang berbeda-beda yang menjadikan faktor produksi tertentu tersebut sebagai bahan baku utamanya. Kedelai sebagai sumber pangan khususnya sebagai sumber protein nabati, membuat kedelai penting dalam menu pangan yang murah dan mudah di dapat, lebih jauh lagi peran kedelai sebagai sumber pangan akan turut berperan dalam perekonomian nasional. Peran kedelai yang penting tersebut membuat industri pengolah kedelai, salah satunya industri tempe semakin meningkat jumlahnya. Di sisi lain Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga pemenuhan kedelai dalam negeri masih sangat tergantung dengan kedelai impor. Konsekuensinya adalah harga kedelai di pasar domestik akan dipengaruhi oleh harga kedelai di pasar internasional. Bagi industri tempe akan 21

11 menjadi masalah ketika harga kedelai mengalami kenaikan. Skala produksi yang berbeda-beda membuat proporsi komponen biaya produksi yang dikeluarkan pengrajin tempe pun berbeda-beda pula, dan dari hasil tinjuan pustaka di dapat bahwa adanya kecenderungan dengan semakin meningkatnya skala produksi akan menurunkan total biaya per produksi yang dikeluarkan. 22

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DI SENTRA INDUSTRI TEMPE KELURAHAN SEMANAN JAKARTA BARAT

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DI SENTRA INDUSTRI TEMPE KELURAHAN SEMANAN JAKARTA BARAT ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI DI SENTRA INDUSTRI TEMPE KELURAHAN SEMANAN JAKARTA BARAT SKRIPSI EVY KURNIASARI H34061540 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari seluruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia tidaklah dapat dihindarkan. Indonesia merupakan negara yang sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tapi kontradiktif dalam sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dan sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, sektor industri berkaitan erat dengan sektor pertanian terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia digerakkan oleh semua komponen usaha, mulai dari usaha besar, usaha kecil dan menengah, maupun koperasi. Salah satu faktor yang mempercepat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia karena menjadi salah satu tanaman pangan penting setelah beras dan jagung, sehingga kedelai menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen di Indonesia kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup setiap manusia,

I. PENDAHULUAN. karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup setiap manusia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manuasia akan pangan merupakan hal yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup setiap manusia, baik dipandang dari segi kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung dan kaya protein nabati yang diperlukan untuk meningkatkan gizi masyarakat, aman dikonsumsi, serta

Lebih terperinci

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) P R O S I D I N G 58 Fahriyah 1*, Rosihan Asmara 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya *E-mail ria_bgl@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan konsumen pada makanan jajanan di Indonesia telah semakin meningkat dan memegang peranan penting, karena makanan jajanan juga dikonsumsi oleh golongan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan merupakan komoditas penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

Analisis usaha industri tempe kedelai skala rumah tangga di kota Surakarta

Analisis usaha industri tempe kedelai skala rumah tangga di kota Surakarta Analisis usaha industri tempe kedelai skala rumah tangga di kota Surakarta Oleh : Tri Rahayu Setyowati H0305040 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi Produksi kedelai (ton) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan salah satu makanan tradisional di Indonesia yang terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS PENDAPATAN DAN BIAYA PRODUKSI AGROINDUSTRI TAHU DI DESA PANDANSARI KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN BANYUMAS Wiji Santoso, Pujiati Utami, dan Dumasari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi untuk kebutuhan protein manusia, daging sapi digolongkan sebagai salah satu produk

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman Pangan merupakan komoditas penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia, hal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252 PENDAHULUAN Usaha pengembangan produksi ternak sapi potong di Sumatera Barat selalu dihadapi dengan masalah produktivitas yang rendah. Menurut Laporan Dinas Peternakan bekerja sama dengan Team Institute

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Kebutuhan kedelai meningkat seiring dengan meningkatkan permintaan untuk

Bab I. Pendahuluan. Kebutuhan kedelai meningkat seiring dengan meningkatkan permintaan untuk Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman pangan penting yang ditetapkan pemerintah sebagai komoditas pangan strategis disamping padi, jagung, daging dan susu. Kebutuhan kedelai

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK

WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK PERUBAHAN TINGKAT KONSUMSI DAN PARTISIPASI RUMAHTANGGA TERHADAP TELUR ITIK WAHYUNING K. SEJATI Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kehyakan Pertanian Jln. A. Yani 70, Bogor ABSTRAK Telur itik merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan komoditas yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi suatu negara, karena pangan merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Penugasan. PERUM BULOG. Ketahanan Pangan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PENUGASAN KEPADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci