INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin"

Transkripsi

1 Lampiran

2 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN (Analisis Deskriptif) Human Development Index Of Banjarmasin 2013

3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN 2013 (Analisis Deskriptif) Human Development Index of Banjarmasin 2013 Nomor Publikasi/Publication Number Katalog BPS/BPS Catalogue Naskah/Manuscript Seksi Statistik Sosial Section of Statistics Social Gambar Kulit/Cover Design Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Section of Integration Processing and Dissemination Statistics Diterbitkan Oleh/Published By BPS Kota Banjarmasin/BPS-Statistics of Banjarmasin City Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference to the source

4 WALIKOTA BANJARMASIN JALAN R.E. MARTADINATA NO.1 TELP , , FAX. (0511) KOTAK POS : 79 BANJARMASIN KATA SAMBUTAN Assalamualaikum, wr.wb. Segala puji dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, atas kembali terbitnya laporan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Sebagai salah satu dari dokumen resmi pemerintah, publikasi ini mempunyai peran penting dalam memantau capaian pembangunan manusia di Kota Banjarmasin, khususnya selama periode 2011 sampai dengan Sambutan hangat dan apresiasi yang sebesar-besarnya saya berikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi atas penerbitan publikasi ini. Visi Kota Banjarmasin saat ini adalah, Terwujudnya masyarakat Banjarmasin yang mandiri, harmonis, religius, beriman dan bertaqwa Tahun Pada kata mandiri termaksud keinginan yang kuat bagi Pemerintah Kota Banjarmasin untuk mewujudkan kemandirian sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mempunyai integritas, kekuatan ekonomi dan sosial, pendidikan dan kesehatan, untuk mencapai kehidupan yang adil dan sejahtera bagi seluruh lapisan masyarakat. Guna mewujudkan visi tersebut diperlukan pemantauan hasil pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan. Agar manfaat dari publikasi ini dapat optimal, Saya berpesan kepada seluruh stake holder pemerintah Kota Banjarmasin khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian memperhatikan dengan seksama hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dan menjadikan acuan untuk penyusunan program-program strategis pembangunan manusia di Kota Banjarmasin Akhirnya Saya ucapkan terima kasih kepada tim penyusun publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun Saya berharap kualitas penyajian publikasi terus ditingkatkan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menjadi dasar pijakan untuk mempercepat capaian pembangunan manusia Kota Banjarmasin. Wassalamualaikum, wr.wb. Banjarmasin, November 2014 WALIKOTA H. MUHIDIN

5

6 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Kata Sambutan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup... 6 BAB II. METODOLOGI Konsep dan Definisi Pembangunan Manusia Demografi Prinsip Dasar Penyusunan Acuan Rancangan Prinsip-Prinsip Dasar Kerangka Landasan Analisis Pengertian Beberapa Indikator Metodologi Penyusunan Penentuan Lokasi Kegiatan Metode Pendekatan dan Tahapan Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) v

7 Daftar Isi BAB III. POTENSI SUMBER DAYA Sejarah Kota Banjarmasin Keadaan Geografi Demografi Kegiatan Ekonomi Ketenagakerjaan BAB IV. SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA Kesehatan Derajat Kesehatan Masyarakat Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Aksesibilitas Sanitasi, Air Minum Layak dan Perumahan Pendidikan Ketimpangan Distribusi Pendapatan BAB V. STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA Umur Harapan Hidup Angka Melek Hidup Rata-Rata Lama Sekolah Konsumsi Rill Per Kapita Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Upaya Pencapaian IPM Kota Banjarmasin BAB VI. PENUTUP Rekomendasi dan Intervensi Kinerja Bidang Kesehatan Rekomendasi dan Intervensi Kinerja Bidang Pendidikan Rekomendasi dan Intrevensi Kinerja Bidang Ekonomi LAMPIRAN Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) vi

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Indikator Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Tabel 3.1. Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Kota Banjarmasin Menurut Kecamatan Tahun Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Tahun Tabel 3.3 Penduduk Kota Banjarmasin Menurut Kelompok Umur Tahun Tabel 3.4 Penduduk Kota Banjarmasin Menurut Kelompok Usia Produktif Tahun Tabel 3.5 Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun Tabel 3.6. Kondisi Ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Banjamasin dan Provinsi Kalimantan Selatan Agustus Agustus Tabel 4.1. Angka Kesakitan dan Rata-Rata Lama Sakit Penduduk Kota Banjarmasin Tahun Tabel 4.2. Jumlah Sarana Kesehatan per Kecamatan Tahun Tabel 4.3. Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Cara Pengobatan dan Jenis Kelamin Tahun Tabel 4.4. Persentase Penduduk Yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Obat Yang Digunakan Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) vii

9 Daftar Tabel Tabel 4.5. Persentase Frekuensi Berobat Jalan Masyarakat Menurut Tempat / Cara Berobat dan Jenis Kelamin Tahun Tabel 4.6. Persentase Persalinan Bayi Yang Ditolong Tenaga Medis di Kota Banjarmasin Tahun Tabel 4.7. Persentase Balita Yang Pernah Diberi ASI Menurut Jenis Kelamin di Kota Banjarmasin di Tahun Tabel 4.8. Persentase Balita Yang Pernah Diberi Imunisasi Dasar Menurut Jenis Kelamin di Kota Banjarmasin Tahun Tabel 4.9. Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun Tabel Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta Menurut Tingkat Pendidikan per Kecamatan Tahun Tabel Jumlah Sekolah, Murid, Guru, dan Kelas Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Banjarmasin Tahun Tabel Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia di Kota Banjarmasin Tahun Tabel Angka Partisipasi Kasar Menurut Usia di Kota Banjarmasin Tahun Tabel Angka Partisipasi Murni Menurut Kelompok Usia di Kota Banjamasin Tahun Tabel Rasio Siswa SLTA Sederajat dan Penduduk Usia Tahun di Kota Banjarmasin Tahun Tabel Koefisien Gini dan Distribusi Pendapatan di Kota Banjarmasin Tahuun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) viii

10 Daftar Tabel Tabel 5.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup di Kota Banjarmasin Tahun Tabel 5.2. Persentase Penduduk Melek Huruf Usia 15 Tahun Keatas di Kota Banjarmasin Tahun Tabel 5.3. Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin Tahun Tabel 5.4. Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Jenis Pengeluaran di Kota Banjarmasin Tahun Tabel 5.5. Indeks Komponen Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun Tabel 5.6. Status Pembangunan Manusia Berdasarkan Nilai Indeks Pembangunan Manusia Tabel 5.7. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Tabel 5.8. Perbandingan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan SelatanTahun Tabel 5.9. Reduksi Shortfall Per Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun Tabel Perbandingan Peringkat Reduksi Shotfall IPM Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 ke Tahun Tabel Ilustrasi Perlakuan(Treatment) Pencapaian IPM Kota Banjarmasin Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) ix

11 Daftar Grafik DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Status Pembangunan Manusia Gambar 3.1. PDRB ADHK Kota Banjarmasin Tahun Gambar 3.2. Pertumbuhan Ekonomi Kota Banjarmasin Tahun Gambar 3.3. Struktur Perekonomian Kota Banjarmasin Tahun Gambar 4.1. Analisis Derajat Kesehatan (Konsep Hendrik L. Blum) Gambar 4.2. Persentase Wanita menurut Kelompok Umur Perkawinan Pertama di Kota Banjarmasin Tahun Gambar 4.3. Aksesibilitas Sanitasi dan Air Minum Layak di Kota Banjarmasin Tahun Gambar 4.4. Status Kepemilikan Rumah dan Luas Lantai Per Kapita di Kota Banjarmasin Tahun Gambar 4.5. APS SLTA Sederajat/Usia Tahun Menurut Kuintil Pendapatan Di Kota Banjarmasin Tahun Gambar 4.6. Rata-Rata Lama Sekolah Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kuintil Pendapatan Di Kota Banjarmasin Gambar 4.7. Koefisien Gini Kota Banjarmasin Tahun 2013 Menurut Kurva Lorenz Gambar 5.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup di Kota Banjarmasin Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) x

12 Daftar Grafik Gambar 5.2. Perbandingan Persentase Penduduk Melek Huruf Usia 15 Tahun Ke Atas Kota Banjarmasin Tahun Gambar 5.3. Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun KeAtas Kota Banjarmasin Tahun Gambar 5.4. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Kota Banjarmasin Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) xi

13 Daftar Grafik DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 2 Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 3 Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 4 Pengeluaran Riil Perkapita Yang Disesuaikan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 5 Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 6 Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 7 Indeks Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 8 Indeks Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 9 Indeks Pengeluaran Riil Perkapita Yang Disesuaikan Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Lampiran 10 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) xii

14 Daftar Grafik Lampiran 11 Peringkat Angka Harapan Hidup Ibukota Provinsi dan Kab/Kota se-indonesia Tahun Lampiran 12 Peringkat Angka Melek Huruf Ibukota Provinsi dan Kab/Kota se- Indonesia Tahun Lampiran 13 Peringkat Rata-Rata Lama Sekolah Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun Lampiran 14 Peringkat Pengeluaran Riil Per Kapita Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun Lampiran 15 Peringkat Indeks Pembangunan Manusia Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) xiii

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam menghadapi era perdagangan bebas, diperlukan iklim investasi yang kondusif serta peningkatan kualitas manusia sebagai bangsa Indonesia yang bersaing di era globalisasi. Regulasi pembangunan yang berpegang teguh prinsip dan konsep pembangunan manusia mutlak diperlukan dimana manusia ditempatkan sebagai tujuan akhir pembangunan. Cara pandang yang lebih luas ini memungkinkan pemerintah dapat memenuhi hak-hak warga negara serta dapat menjamin pertumbuhan ekonomi yang kuat dan mantap dalam jangka panjang. Oleh karena itu periode , ditetapkan 11 prioritas nasional yaitu : (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; serta (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi. Berbagai upaya pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama telah meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, antara lain ditandai dengan membaiknya derajat kesehatan dan taraf pendidikan penduduk yang didukung oleh meningkatnya ketersediaan dan kualitas pelayanan sosial dasar bagi seluruh rakyat Indonesia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ditandai oleh makin Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 1

16 Bab I Pendahuluan membaiknya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang merupakan indikator komposit dari tiga dimensi dasar kebutuhan manusia, yaitu angka harapan hidup, yang mereferensikan status kesehatan masyarakat, taraf pendidikan yang diukur dari melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta dari sisi ekonomi, yang ditunjukkan oleh kemampuan daya beli masyarakat. Sumber daya manusia (SDM) adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif (UNDP, Human Development Report 2000). Pembangunan Manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi pembangunan. Keberhasilan pembangunan manusia dapat dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar di masyarakat dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi kemiskinan, pengangguran, gizi buruk dan buta huruf. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: (1) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai fokus pembangunan (People Centered Development); (2) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people s choices), tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; (3) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal; Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 2

17 Bab I Pendahuluan (4) Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; serta (5) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia tidak hanya berfokus pada besarnya pertumbuhan ekonomi melainkan lebih ditekankan pada struktur dan kualitas dari pertumbuhan yang dapat dijadikan jaminan untuk mendukung perbaikan kesejahteraan manusia baik sekarang maupun di masa akan datang. Dalam perspektif pembangunan manusia pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir tetapi alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan bagi manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia. Dalam jangka pendek, dengan pengeluaran publik yang teratur suatu negara dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembangunan manusia, walaupun tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup berarti. Meskipun demikian adalah pandangan yang keliru untuk menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai arti penting bagi pembangunan manusia. Dalam jangka panjang tidak akan ada kemajuan yang berkelanjutan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia melihat secara simultan isu-isu yang terdapat di masyarakat, mencakup pertumbuhan ekonomi, ketenagakerjaan, perdagangan, kebebasan politik, nilai-nilai kultural, dan juga gender. Menurut HDR 1995, halaman 12, terdapat empat komponen utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu: Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 3

18 Bab I Pendahuluan 1. Produktivitas. Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan produktivitasnya dan berpartisipasi penuh dalam proses mencari penghasilan dan lapangan kerja. 2. Ekuitas/Pemerataan. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan sehingga semua orang dapat berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang yang tersedia. 3. Keberlanjutan. Akses terhadap peluang/kesempatan harus tersedia bukan hanya untuk generasi sekarang tapi juga untuk generasi mendatang. Semua bentuk sumberdaya, baik fisik, manusia dan alam harus dapat diperbaharui. 4. Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh semua orang, bukan sematamata dilakukan untuk semua orang. Semua orang, baik laki-laki maupun perempuan harus berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan sangat luas melingkupi hampir seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari kebebasan menyatakan pendapat, mencapai kesetaraan gender, untuk memperoleh pekerjaan, untuk menjaga gizi anak, untuk bisa baca tulis dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di lain pihak mempunyai cakupan yang lebih sempit, meskipun IPM mencoba mengukur tingkat pembangunan manusia. Indeks ini hanya mampu mengukur sebagian saja. Hal ini disebabkan karena berbagai aspek seperti tingkat partisipasi masyarakat atau kesehatan mental, sangat sulit diukur atau dikumpulkan datanya. Jadi konsep pembangunan manusia jauh lebih luas dari sekedar IPM. Tidak mungkin memperoleh satu ukuran yang komprehensif, karena Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 4

19 Bab I Pendahuluan banyak dimensi pembangunan manusia yang tidak tersedia ukurannya. Namun demikian IPM merupakan langkah yang jauh lebih maju dari pada langkah yang terdahulu yang hanya terkonsentrasi pada tingkat pendapatan saja (pertumbuhan ekonomi) TUJUAN DAN SASARAN Tujuan penyusunan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) menyajikan analisis deskriptif perkembangan pembangunan manusia selama tahun Publikasi ini memberikan gambaran capaian pembangunan manusia di Kota Banjarmasin dan perubahan-perubahan komponen penting penghitungan Indeks Pembangunan Manusia yang secara rinci bertujuan untuk: (1) Menggambarkan situasi pembangunan manusia khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan di Kota Banjarmasin selama tahun 2009 hingga 2013; (2) Mengamati perkembangan IPM Kota Banjarmasin dan masing-masing komponen IPM pada tahun 2009 hingga 2013; (3) Mengetahui posisi relatif capaian IPM Kota Banjarmasin terhadap capaian IPM Kabupaten/Kota lain di Provinsi Kalimantan Selatan; serta (4) Merumuskan kebijakan pembangunan terkait isu-isu penting pembangunan manusia di Kota Banjarmasin. Sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 adalah: (1) Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Kota Banjarmasin secara kesinambungan. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 5

20 Bab I Pendahuluan (2) Tersedianya sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. (3) Tersedianya rujukan ilmiah bagi masyarakat pendidikan khususnya di Kota Banjarmasin dan Provinsi Kalimantan Selatan RUANG LINGKUP MATERI Ruang lingkup materi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi kondisi geografis, sejarah, dan potensi sumber daya manusia di Kota Banjarmasin. 2. Identifikasi tiga variabel dimensi dasar pembangunan manusia yaitu 1. Sehat dan berumur panjang (longevity); 2. Berilmu pengetahuan (knowledge) dan; 3. Standar hidup yang layak (decent living). 3. Analisis situasi pembangunan manusia di Kota Banjarmasin. 4. Inventarisasi pola kebijakan dalam rangka program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat; Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 6

21 BAB II METODOLOGI 2.1 KONSEP DAN DEFINISI PEMBANGUNAN MANUSIA Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihanpilihan bagi manusia (UNDP, 1990:1). Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat komprehensif. Pembangunan manusia mencakup aspek yang lebih luas daripada pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi (biasa diukur dari PDRB). Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara komprehensif yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang menyangkut tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yaitu peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living). Nilai Indeks Pembangunan Manusia berkisar antara Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 7

22 Bab II Metodologi Komponen IPM terdiri dari 4 (empat) indikator, yaitu: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, paritas daya beli. Definisi dari masingmasing komponen IPM tersebut adalah sebagai berikut: (1) Angka harapan hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. (2) Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin dan huruf lainnya. (3) Rata-rata lama sekolah (Means Year School-MYS ) adalah rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalaninya. (4) Paritas daya beli (Purchasing Power Parity-PPP) adalah ukuran daya beli penduduk dalam memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dan non-makanan. PPP memungkinkan dilakukannya perbandingan harga-harga riil antar wilayah, mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi per kapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu wilayah memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil perkapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal DEMOGRAFI Istilah demografi pertama kali dipakai oleh Achille Guillard dalam karangannya yang berjudul Elements de Statistique Humanie on Demografic Compares pada tahun Sejak saat itu ilmu demografi berkembang seiring dengan fenomena dan dinamika kehidupan di masyarakat. Moh. Yasin dalam Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 8

23 Bab II Metodologi tulisannya tentang Arti dan Tujuan Demografi tahun 1981 menyimpulkan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan perubahanperubahan penduduk yang dipengaruhi oleh komponen-komponen perubahan seperti kelahiran, kematian, dan migrasi. Dari komponen perubahan tersebut akan didapat suatu keadaan dan komposisi yang menggambarkan keadaan penduduk di suatu wilayah. Penduduk merupakan modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan, karena penduduk merupakan subyek maupun obyek yang menjadi sasaran dalam perbaikan pembangunan, baik dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi dari hasil yang telah dicapai. Pembangunan kependudukan di Indonesia selama ini telah mempercepat terjadinya transisi demografi yang ditandai dengan peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kelahiran serta kematian. Hal ini mengakibatkan turunnya angka ketergantungan, disebut bonus demografi, yaitu menurunnya proporsi jumlah penduduk usia dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas terhadap jumlah penduduk usia kerja atau produktif (15-64 tahun). Rasio ketergantungan diperkirakan turun dari 50,1 persen pada tahun 2005 menjadi 45,6 persen pada tahun Rasio ketergantungan terendah yaitu sebesar 45,3 persen, diperkirakan terjadi pada tahun 2022 dan Terjadinya penurunan angka ketergantungan tersebut merupakan jendela peluang (window of opportunity) untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar jendela peluang dapat bermanfaat adalah : (1) meningkatnya kualitas sumber daya manusia sehingga mempunyai kompetensi dan daya saing tinggi; (2) tersedianya kesempatan kerja produktif, agar penduduk usia kerja yang jumlahnya besar dapat bekerja untuk meningkatkan tabungan rumah tangga; (3) diinvestasikannya tabungan rumah tangga untuk menciptakan kesempatan kerja produktif; dan (4) meningkatnya pemberdayaan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 9

24 Bab II Metodologi perempuan untuk memasuki pasar kerja. Di Indonesia jendela peluang tersebut diperkirakan hanya akan terjadi sekali sepanjang sejarah, dengan periode kejadian yang sangat pendek yaitu pada tahun PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembangunan manusia yang representatif pada level kabupaten sampai dengan wilayah eks kawedanan. Sehingga untuk mendapatkan ukuran kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang harus segera terwujud bisa terkaji dan terevaluasi secara terus menerus Acuan Rancangan Studi ini mengacu pada sebuah konsep yang dikembangkan oleh badan dunia The United Nations Development Programe (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Yang kemudian dibuat sebagai acuan rancangan dalam mengevaluasi program pembangunan manusia di Kota Banjarmasin khususnya di bidang pembangunan pendidikan, kesehatan dan daya beli pada tahun Prinsip-Prinsip Dasar Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin tahun 2013 (Analisis Deskriptif) yaitu : a. Akurat dalam memberikan rekomendasi dan intervensi apa yang perlu mendapatkan prioritas ketika program pembangunan itu diimplementasikan; Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 10

25 Bab II Metodologi b. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan dan mempunyai kesinambungan dalam mengukur pembangunan manusia khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli Kerangka Landasan Analisis Kerangka landasan analisis yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif), berupa analisis statistik sederhana atau lazimnya disebut dengan statistik deskriptif PENGERTIAN BEBERAPA INDIKATOR Untuk mendapatkan pemahaman yang sama, maka perlu disusun berbagai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Indeks Pembangunan Manusia. Pengertian dimaksud telah disesuaikan dengan rumus matematis yang digunakan dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia, adalah sebagai berikut: a. Indeks secara matematis didefinisikan sebagai rasio penghitungan periode tahun tertentu terhadap periode tahun sebelumnya dikalikan seratus. Dan biasanya periode tahun sebelumnya dimaksud disepakati sebagai tahun dasar. Tahun dasar adalah tahun yang dijadikan tahun konstan bernilai seratus dan setiap tahun berjalan sesudahnya pada saat menghitung indeksnya mengacu ke tahun dasar tersebut. b. Pembangunan Manusia adalah pembangunan manusia seutuhnya, bernilai hakiki dan sangat kompleks arti harfiahnya. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembangunan manusia adalah upaya-upaya menciptakan manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 11

26 Bab II Metodologi ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. c. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks Pembangunan Manusia akan mempunyai makna apabila hasil penghitungan indeks kompositnya yang berupa besaran tertentu dipadukan kedalam tabel standar yang berisi ukuran status atau klasifikasi. Artinya berapa besar IPM Kota Banjarmasin dan dalam tabel standard besaran IPM dimaksud berada atau jatuh pada kolom status pembangunan manusia yang bagaimana atau klasifikasinya apa. d. Indeks pendidikan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indeks pendidikan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks pendidikan merupakan derajat pendidikan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang pendidikan. e. Indeks kesehatan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Indeks kesehatan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks kesehatan merupakan derajat kesehatan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan. f. Indeks daya beli didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ekonomi. Indeks daya beli juga merupakan besaran Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 12

27 Bab II Metodologi kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks daya beli merupakan derajat kesejahteraan sosial ekonomi yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang ekonomi. g. Shortfall Reduction dihitung dan didefinisikan sebagai tingkat kemajuan dari kinerja pembangunan manusia dari tahun ke tahun. Seperti halnya semua besaran indeks yang dihitung dalam kajian ini, Shortfall Reduction juga mempunyai intepretasi semakin tinggi angkanya semakin cepat pula kinerja pembangunan manusia menuju sasaran ideal. Yang dimaksud dengan sasaran ideal adalah terciptanya manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk memperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Manusia yang berpengetahuan diukur dengan menggunakan indikator pendidikan, hidup sehat dan berusia panjang diukur dengan indikator kesehatan dan pemenuhan hidup yang layak diukur dengan indikator daya beli METODOLOGI PENYUSUNAN Metodologi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif), disusun berdasarkan kaidah teknis sampling dengan mekanisme sebagai berikut : Penentuan Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan yang berupa sumber data utama untuk penyusunan publikasi ini menggunakan data primer hasil observasi lapangan secara sampel. Observasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 13

28 Bab II Metodologi dilakukan pada rumahtangga yang secara acak terpilih sebagai sampel. Karena keterbatasan anggaran, jumlah sampel yang diambil ditentukan hingga memenuhi Minimum Sample Size untuk menghasilkan estimasi data pada level kabupaten/kota. Dalam survei ini wilayah pencacahan yang digunakan sebagai unit sampling bukanlah desa/kelurahan ataupun RT/RW, melainkan blok sensus. Blok sensus adalah bagian dari desa/kelurahan yang dibatasi oleh batas jelas (bisa batas alam seperti sungai maupun batas buatan misalnya jalan). Satu blok sensus biasanya terdiri dari rumahtangga, satu desa/kelurahan terbagi habis dalam beberapa Blok Sensus. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam survei adalah Pengambilan Sampel Dua Tahap (Two Stage Random Sampling) : 1. Tahap pertama, dari kerangka sampel Blok Sensus diambil sejumlah Blok Sensus secara probability proporsional to size, dengan size banyaknya rumah tangga; 2. Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih diambil 10 (sepuluh) rumahtangga secara stratified random sampling (pengambilan sampel berstrata) dengan strata golongan pendidikan kepala rumah tangga Metode Pendekatan dan Tahapan Penyusunan Untuk memperoleh data yang akurat dengan tingkat validitasi yang tinggi dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) ini, pendekatan yang digunakan adalah metode wawancara langsung dengan responden. Setelah seluruh dokumen dari responden terpilih sampel diolah dan dianalisis, selanjutnya dilakukan penghitungan secara matematis terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 yang dapat diilustrasikan sebagai berikut : Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 14

29 Bab II Metodologi Tahap pertama dari penghitungan IPM ialah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (harapan hidup, pendidikan dan standar hidup layak) dengan formula sebagai berikut : I (i) = X (i) X (i) min X (i) max X (i) min (1) di mana : I(i) : Indeks X(i); (i=1,2,3) X(i) Maks : Nilai maksimum X(i) (lihat Tabel 3.1) ; X(i) Min : Nilai minimum X(i) (lihat Tabel 3.1) ; Formula di atas akan menghasilkan nilai 0 Xi 1 ; untuk mempermudah cara membaca skala ini dinyatakan dalam 100. Untuk menstandarkan nilai maksimum dan nilai minimum di suatu daerah harus disepakati berapa besar nilai maksimum dan minimumnya sehingga bisa dipakai untuk membandingkan dengan daerah lain. Tabel 2.1. Indikator Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Komponen IPM [=X i] Satuan Nilai Maks Nilai Min Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) Angka Harapan Hidup Tahun Standar global (UNDP) Angka Melek Huruf % Standar global (UNDP) Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 15 0 Standar global (UNDP) menggunakan combined gross enrolment ratio Konsumsi per Kapita yang Disesuaikan Rupiah Keterangan : perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018, penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 15

30 Bab II Metodologi Tahap kedua, ialah dengan menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks X(i). Formula untuk menghitung rata-rata ini adalah sebagai berikut: IPM = 1 3 (X 1 + X 2 + X 3 ) (2) dimana : X(1) : Indeks harapan hidup; X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf)+1/3 (indeks rata-rata lama sekolah); X(3) : Indeks hidup layak. Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan. Seperti angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali sudah memenuhi kriteria dari program Wajib Belajar Sembilan Tahun serta tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat besaran IPM suatu wilayah terhadap angka 100 akan semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran pembangunan manusia seutuhnya. UNDP membagi tingkat status pembangunan manusia suatu wilayah ke dalam tiga golongan yaitu rendah (apabila IPM kurang dari 50), sedang atau menengah (IPM antara 50 dan 80) dan tinggi (IPM di atas 80). Untuk keperluan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 16

31 Bab II Metodologi perbandingan antar wilayah kabupaten/kota golongan menengah dipecah lagi menjadi dua yaitu menengah atas (antara 66 dan 80) dan menengah bawah (antara 50 dan kurang dari 66). Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek. Pertama, untuk perbandingan antarwilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode disebut shortfall reduction per tahun. Penghitungannya dengan formula sebagai berikut : r = [ IPM t1 IPM t0 x 100] IPM ref IPM t0 1 t (3) dimana : IPMt0 = IPM tahun dasar IPMt1 = IPM tahun terakhir IPMref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100 Semakin besar shortfall reduction per tahun semakin besar kemajuan yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Dengan menggunakan shortfall reduction Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 17

32 Bab II Metodologi per tahun ini maka dapat dilihat seberapa besar kemajuan pencapaian pembangunan manusia tiap tahun di semua wilayah, sehingga akan diketahui wilayah-wilayah mana yang maju lebih cepat dibanding dengan wilayah lainnya. Kriteria Shortfall Reduction ( r ): 1. Sangat lambat : r <1,30 2. Lambat : 1,30 r <1,50 3. Menengah : 1,50 r <1,70 4. Cepat : r 1,70 Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 18

33 BAB III POTENSI SUMBER DAYA 3.1 SEJARAH KOTA BANJARMASIN Asal mula nama kota Banjarmasin berasal dari sejarah panjang Kerajaan Banjar. Pada saat itu dikenal istilah Banjarmasih. Sebutan ini diambil dari nama salah seorang Patih yang sangat berjasa dalam pendirian kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih, yang berasal dari Desa Oloh Masih yang dalam bahasa Ngaju berarti Orang Melayu atau Kampung Orang Melayu. Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi Kampung Bandar Masih. Patih Masih bersama dengan beberapa patih lainnya sepakat mengangkat Pangeran Samudera menjadi Raja. Pangeran Samudera ini adalah seorang putera Kerajaan Daha yang terbuang dan mengasingkan diri di Desa Oloh Masih. Sejak itu terbentuklah Kerajaan Banjar. Pangeran Samudera kemudian menaklukkan Muara Bahan dan kerajaan kecil lainnya serta menguasai jalur-jalur sungai sebagai pusat perdagangan pada waktu itu. Kemajuan Kerajaan Banjar ini tentu saja mengusik kekuatan Pangeran Temenggung, Raja Daha yang juga paman Pangeran Samudera. Sehingga terjadi penyerbuan oleh Daha. Peperangan yang berlarut-larut menyebabkan Pangeran Samudera terdesak, dan meminta bantuan Kerajaan Demak yang merupakan Kerajaan Islam Pertama dan terbesar di Nusantara. Demak bersedia membantu Kerjaan Banjar, dengan syarat raja dan rakyatnya masuk Islam. Pangeran Samudera setuju dan tentara Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 19

34 Bab III Potensi Sumber Daya Demak datang bersama Khatib Dayan yang kemudian Meng-Islam-kan rakyat. Sejak itulah Pangeran Samudera berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Dengan bantuan Demak, Banjar menyerbu Daha dan mengalahkannya. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 24 September 1526, sehingga tanggal tersebut dijadikan sebagai : 1. Hari Kemenangan Pangeran Samudera, dan cikal bakal Kerajaan Islam Banjar. 2. Penyerahan Kerajaan Daha kepada Kerajaan Banjar. 3. Hari jadi Kota Bandjarmasih sebagai ibukota kerajaan baru yang menguasai sungai dan daratan Kalimantan Selatan. Nama Banjarmasih inilah kemudian disebut orang Belanda Banjarmasih. Sampai dengan tahun 1664 surat-surat Belanda ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut kerajaan Banjarmasin dalam ucapan Belanda Bandzermash. Setelah tahun 1664 sebutan itu berubah menjadi Bandjarmassingh, dan pertengahan abad 19, sejak jaman Jepang kembali disebut Bandjarmasin atau dalam ejaan baru bahasa Indonesia menjadi Banjarmasin. 3.2 KEADAAN GEOGRAFI Kota Banjarmasin terletak antara lintang selatan dan terletak antara bujur timur serta berada pada ketinggian rata-rata 0,16 m di bawah permukaan laut dengan kondisi daerah berpaya-paya dan relatif datar. Kota Banjarmasin secara geografis berbatasan dengan dua wilayah Kabupaten dalam wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Selatan. Di sebelah utara dan barat Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 20

35 Bab III Potensi Sumber Daya berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala serta berbatasan dengan Kabupaten Banjar di sebelah timur dan selatan. Sebagai ibukota provinsi maka Kota Banjarmasin merupakan salah satu muara mengalirnya pengembangan aspek ekonomi dan sosial budaya baik di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan maupun wilayah provinsi lainnya, terutama Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Dalam MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), dalam koridor ekonomi Kalimantan, Kota Banjarmasin dan 3 (tiga) Ibukota Provinsi Kalimantan ditetapkan sebagai pusat ekonomi, dengan tema pembangunan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Dengan posisi ini maka ke depan, denyut nadi dan perekonomian Kota Banjarmasin semakin hidup, sebagai ibukota provinsi adalah juga pusat pemerintahan dalam menjalankan roda pembangunan Kalimantan Selatan dengan dukungan berbagai sarana dan prasana yang memadai. Guna memberikan akses yang lebih cepat dalam pelayanan kepada masyarakat dan mempercepat proses pembangunan Kota Banjarmasin, berdasarkan wilayah administrasi saat ini Kota Banjarmasin dibagi menjadi 5 wilayah kecamatan dan 52 wilayah kelurahan. Luas Kota Banjarmasin data terdahulu tercatat 72,00 km 2, dengan pemetaan terbaru via satelit, ternyata luas Kota Banjarmasin sebenarnya seluas 98,46 km 2 dengan Kecamatan terluas adalah Kecamatan Banjarmasin Selatan dengan luas sekitar 38,87 persen terhadap luas wilayah Kota Banjarmasin. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Banjarmasin Tengah dengan luas wilayah hanya 6,66 km 2 atau sekitar 6,76 persen dari luas wilayah Kota Banjarmasin. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 21

36 Bab III Potensi Sumber Daya Tabel 3.1. Jumlah Kelurahan dan Luas Wilayah Kota Banjarmasin Menurut Kecamatan Tahun 2013 Kecamatan Jumlah Kelurahan Luas (km 2 ) (1) (2) (3) Banjarmasin Selatan 12 38,27 Banjarmasin Timur 9 23,86 Banjarmasin Barat 9 13,13 Banjarmasin Tengah 12 6,66 Banjarmasin Utara 10 16,54 Kota Banjarmasin 52 98,46 Sumber : BPS Kota Banjarmasin Sesuai dengan kondisinya Kota Banjarmasin mempunyai banyak sungai dan anak sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi dan penggunaan lainnya seperti mandi, cuci dan lainnya, selain penggunaan jalan darat yang sudah ada DEMOGRAFI Penduduk Kota Banjarmasin pada pertengahan tahun 2013 tercatat berjumlah jiwa, terdiri dari laki-laki dan perempuan (berdasarkan angka hasil proyeksi). Berdasarkan data tersebut rasio jenis kelamin penduduk kota Banjarmasin tahun 2013 sebesar 99,99. Artinya jumlah penduduk jenis kelamin lakilaki sama dengan jenis kelamin perempuan. Jika dibandingkan dengan angka revisi proyeksi penduduk tahun 2012 sebesar jiwa, angka laju pertumbuhan penduduk tahun diperkirakan berada pada kisaran 1,45 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 22

37 Bab III Potensi Sumber Daya Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013 Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk/Km 2 (1) (2) (3) (4) (5) Banjarmasin Selatan Banjarmasin Timur Banjarmasin Barat Banjarmasin Tengah Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Proyeksi Penduduk Tahun 2013) Melihat persebaran jumlah penduduk per kecamatan maka terlihat bahwa penyebaran penduduk Kota Banjarmasin cenderung relatif merata. Penduduk terbanyak (23,33 persen) terdapat di Kecamatan Banjarmasin Selatan yakni jiwa, populasi penduduk terendah di Kecamatan Banjarmasin Tengah yaitu jiwa atau sekitar 14,38 persen dari jumlah penduduk Kota Banjarmasin. Kecamatan Banjarmasin Selatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di antara lima kecamatan lainnya, namun kepadatan penduduknya rendah, karena kecamatan ini memiliki luas wilayah yang cukup luas bila dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kota Banjarmasin. Berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah setiap kecamatan, maka Kecamatan Banjarmasin Tengah memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tertinggi, yaitu sebesar jiwa per km 2. Hal ini disebabkan Kecamatan Banjarmasin Tengah Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 23

38 Bab III Potensi Sumber Daya merupakan wilayah dengan luasan lahan yang paling kecil (hanya 6,66 km 2 ), sementara dihamparannya merupakan pusat-pusat bisnis dan perkantoran, sehingga pemukiman penduduk yang beraktivitas ekonomi umumnya juga tinggal disekitarnya. Wilayah ini merupakan pusat perkantoran, bisnis dan pusat perdagangan (merupakan lokasi keberadaan Pasar Besar dan Pusat Perbelanjaan) sehingga pemukiman penduduk sebagian besar, beralih fungsi menjadi pusat bisnis dan kegiatan perdagangan, ditambah dengan program pembebasan bantaran sungai dari bangunan, maka sebagian besar rumah penduduk telah dibebaskan. Hal ini berimbas kepada relatif rendahnya pertumbuhan populasi penduduk di Kecamatan Banjarmasin Tengah. Dari kelompok umur dapat dilihat gambaran komposisi penduduk Kota Banjarmasin, apakah termasuk dalam kelompok umur muda atau tua. Bila dilihat dari tabel di bawah nampak populasi terbesar penduduk Kota Banjarmasin pada kelompok umur 0-4 tahun sampai dengan kelompok umur tahun, sehingga dapat dikatakan secara umum termasuk kelompok umur muda. Tabel 3.3. memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2013 penduduk Kota Banjarmasin kelompok umur 0-4 tahun lebih besar jika dibandingkan kelompok umur di atasnya (5-9 tahun). Jumlah penduduk menurut kelompok usia produktif (15-64 tahun) terbesar terdapat pada kelompok umur tahun sebesar jiwa (9,56%). Kondisi ini mengambarkan komposisi penduduk yang dominan pada usia produktif. Agar jendela peluang (window of opportunity) dari bonus demografi di tahun bisa dimanfaatkan secara maksimal maka pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia usia muda baik dari segi kesehatan maupun pendidikan, sehingga mempunyai kompetensi dan daya saing tinggi. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 24

39 Bab III Potensi Sumber Daya Tabel 3.3. Penduduk Kota Banjarmasin Menurut Kelompok Umur Tahun 2013 Kelompok Umur Bjm Selatan Bjm Timur Kecamatan Bjm Barat Bjm Tengah Bjm Utara Banjarmasin (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,245 11,792 14,877 8,607 15,706 67, ,588 10,232 13,351 7,576 13,265 59, ,419 9,267 12,057 7,030 11,960 53, ,425 9,682 12,367 7,640 13,200 56, ,053 11,141 13,532 9,072 14,989 62, ,959 10,712 12,975 8,671 13,356 58, ,983 10,408 13,266 8,226 12,721 57, ,594 9,708 12,934 7,598 11,863 54, ,578 8,836 11,810 7,013 10,637 49, ,596 7,388 9,621 6,069 8,696 41, ,655 6,020 7,494 5,204 6,850 33, ,819 4,732 5,573 4,282 5,172 25, ,261 2,735 3,082 2,538 2,957 14, ,263 1,899 2,100 1,813 2,056 10, ,403 1,118 1,253 1,128 1,184 6, ,413 1,056 1,190 1,193 1,044 5,896 Total 153, , ,482 93, , ,778 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Proyeksi Penduduk Tahun 2013) Menurut usia produktif maka penduduk Kota Banjarmasin dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok usia belum produktif (0-14 tahun) sebanyak 27,40 persen, kelompok usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 69,23 persen dan kelompok usia lanjut (65 tahun lebih) sebanyak 3,37 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 25

40 Bab III Potensi Sumber Daya Tabel 3.4. Penduduk Kota Banjarmasin Menurut Kelompok Usia Produktif Tahun 2013 Kelompok Umur Jumlah Persen (%) (1) (2) (3) Usia Muda (0-14 tahun) ,40 Usia Produktif (15-64 tahun) ,23 Usia Lanjut (65+ tahun) ,37 Jumlah ,00 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Proyeksi Penduduk Tahun 2013) Berdasarkan kelompok umur dapat dihitung besarnya Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang belum produktif (umur di bawah 15 tahun) dan kelompok umur sudah dianggap tidak produktif (65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk kelompok usia produktif (umur tahun). Dari tabel di atas diperoleh Angka Ketergantungan Penduduk Kota Banjarmasin pada tahun 2013 sebesar 44,44 persen. Ini berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif harus menanggung orang usia tidak produktif. Komposisi penduduk menurut struktur umur dapat menjadi dasar atau panduan untuk perencanaan, evaluasi dan penyusunan program pembangunan dari berbagai aspek seperti pendidikan, penciptaan lapangan kerja dan sarana kesehatan masyarakat serta beberapa perencanaan untuk pelayanan jasa publik. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 26

41 Bab III Potensi Sumber Daya 3.4. KEGIATAN EKONOMI Pembangunan bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan di berbagai bidang dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, pembangunan bidang ekonomi harus dilaksanakan secara sinergi dengan bidang-bidang lain. Dalam rangka penciptaan peningkatan kesejahteraan rakyat, dalam RPJM Nasional kondisi utama yang harus diciptakan adalah (1) pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; (2) penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh; serta (3) pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi suatu negara, yang akan mendorong terbukanya kesempatan kerja baru, alih dan penguasaan teknologi akan meningkat, serta terbentuknya akumulasi modal (baik fisik maupun sumber daya manusia) yang akan berdampak positif pada produktivitas. Dalam rangka terwujudnya pertumbuhan yang berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dalam tahun diharapkan meningkat rata-rata 6,3-6,8 persen per tahun. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan investasi sebesar 9,1-10,8 persen, pertumbuhan ekspor sebesar 10,7-11,6 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,3-5,4 persen serta pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 10,6-11,7 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian rata-rata sebesar 3,6-3,7 persen dan pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar rata-rata 5,5-6,0 Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 27

42 Bab III Potensi Sumber Daya persen per tahun. Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh, stabilitas harga dan stabilitas nilai tukar rupiah harus dapat dijaga, inflasi diharapkan berada pada kisaran rata-rata 4,0-6,0 persen per tahun, serta terjaganya volatilitas nilai tukar rupiah, dan seiring dengan itu cadangan devisa negara terus menaik atau meningkat. Dalam rangka terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, pada tahun 2014 tingkat kemiskinan diharapkan dapat diturunkan menjadi sekitar 8,0-10,0 persen, dan tingkat pengangguran dapat diturunkan menjadi 5,0-6,0 persen. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat suatu wilayah ditentukan oleh kondisi alam serta pola pikir masyarakat di wilayah tersebut. Interaksi dari faktor tersebut dan faktor luar seperti kebijakan pemerintah yang menentukan corak kehidupan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Salah satu corak yang terbentuk dari interaksi faktor tersebut adalah sektor pekerjaan masyarakat pada wilayah tersebut. Berdasarkan kondisi wilayah dan pola kehidupan maka penduduk Kota Banjarmasin telah mengalami pergeseran dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang perekonomiannya bertumpu pada sektor sekunder dan tersier. Sektor yang menjadi lapangan usaha masyarakat Kota Banjarmasin, seperti pada sektor bangunan/ konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor bank dan lembaga keuangan lainnya termasuk jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Hal ini mengakibatkan sektor primer yaitu pertanian semakin menurun kontribusinya dalam perekonomian Kota Banjarmasin. Sesuai dengan statusnya sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, maka sebagian besar lahan difungsikan sebagai lahan non pertanian, terbesar adalah untuk pemukiman penduduk. Sehingga konversi lahan pertanian ke non pertanian sangat cepat, akibatnya lahan bagi usaha pertanian semakin terbatas ditambah keengganan tenaga kerja usia muda memasuki sektor Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 28

43 Bab III Potensi Sumber Daya primer ini menyebabkan semakin berkurangnya produksi dan nilai tambah yang mampu dihasilkan sektor pertanian dalam denyut perekonomian Kota Banjarmasin. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) Kota Banjarmasin pada tahun 2013 mencapai 5,99 trilyun rupiah, kecenderungan dari tahun ke tahun terus menaik, pada tahun 2011 sebesar 5,26 trilyun rupiah menjadi 5,59 trilyun rupiah pada tahun Dengan PDRB sebesar itu, pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin pada tahun 2013 sebesar 7,17 persen, cenderung meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2012 yang mencapai 6,31 persen. PDRB per kapita atas dasar harga konstan penduduk Kota Banjarmasin juga kecenderungannya terus meningkat bila pada tahun 2011 sebesar Rp ,- pada tahun 2012 naik menjadi Rp ,- dan pada tahun 2013, sebesar Rp ,- Ditinjau dari sisi pendapatan regional tanpa minyak bumi, gas dan pertambangan batubara maka sektor angkutan dan komunikasi adalah sektor penyumbang terbesar dalam pembentukan pendapatan regional daerah Banjarmasin tahun 2013 sebesar 22,77 persen, sektor Perdagangan, Restoran dan Perhotelan sebesar 21,29 persen dan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan sebesar 16,41 persen. Selama 3 tahun ini ada kecenderungan peningkatan kontribusi pada Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 29

44 Bab III Potensi Sumber Daya Sektor Konstruksi; Sektor Perdagangan, Restoran dan Perhotelan; Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Sektor Jasa-Jasa. Sedangkan sektor lainnya mengalami kecenderungan penurunan kontribusi dalam proporsi penurunan yang berbeda. Inflasi di Kota Banjarmasin pada tahun 2013 sebesar 6,98 persen, lebih tinggi dibandingkan yang dicatat pada tahun 2012 yang mencapai 5,96 persen dan tahun 2011 yang hanya mencapai 3,98 persen. Inflasi Kota Banjarmasin tahun 2013 sebesar 6,98 persen tercatat lebih rendah dari inflasi nasional yakni sebesar 8,38 persen. Sedangkan dua tahun sebelumnya inflasi Kota Banjarmasin cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi nasional pada tahun 2011 dan tahun 2012 yang masingmasing sebesar 3,79 persen, dan 4,30 persen. Peningkatan angka inflasi di tahun 2013 disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa hampir disemua paket komoditas sebagai dampak dari kebijakan pemerintah per tanggal 22 Juni 2013 mengurangi subsidi BBM, dari harga Rp 4.500/liter menjadi Rp liter untuk jenis premium Ron 88 dan Rp 4.500/liter menjadi Rp 5.500/liter untuk jenis bahan bakar solar. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 30

45 Bab III Potensi Sumber Daya 3.5. KETENAGAKERJAAN Komposisi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha, memberikan gambaran roda perekonomian Kota Banjarmasin. Seperti terlihat pada Tabel 3.5 menunjukkan sektor perdagangan, dan sektor jasa adalah lapangan usaha yang banyak menyerap lapangan pekerjaan. Persentase penduduk Kota Banjarmasin usia 15 tahun ke atas yang bekerja terbesar di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 38,13 persen, sektor jasa-jasa dan lainnya sebesar 31,47 persen. Tabel 3.5 Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Lapangan Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) 01. Pertanian 1,83 0,58 2, Pertambangan & Energi 0,87 0,10 0, Industri Pengolahan 5,60 1,64 7, Listrik dan Gas 0,19 0,00 0, Konstruksi 8,11 0,58 8, Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,27 17,86 38, Angkutan & Komunikasi 8,20 0,29 8, Keuangan 1,45 0,97 2, Jasa-Jasa dan Lainnya 17,09 14,38 31,47 Jumlah 63,61 36,40 100,00 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 31

46 Bab III Potensi Sumber Daya Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Kota Banjarmasin pada Agustus 2013 berada di kisaran angka sebesar 62,77 persen, dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja mencapai orang pada tahun Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2013 (Agustus 2013) sebesar 5,04 persen, dengan jumlah penganggur (penduduk usia kerja atau 15 tahun ke atas) sekitar orang. Tabel 3.6. Kondisi Ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan Agustus Agustus 2013 Kondisi Ketenagakerjaan Banjarmasin Agustus 2012 Agustus 2013 Kalimantan Selatan Banjarmasin Kalimantan Selatan (1) (2) (3) (4) (5) Bekerja (jiwa) Pengangguran (jiwa) Angkatan Kerja (jiwa) TPAK (%) 66,96 72,01 62,77 69,31 TPT (%) 7,01 5,14 5,04 3,66 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Selatan (Angka Revisi Hasil Backcasting) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 32

47 BAB IV SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA 4.1. KESEHATAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2010 tentang Kesehatan mencantumkan azas pembangunan kesehatan adalah perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan nondiskriminasi dan norma-norma agama. Sedangkan tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian status kesehatan dan gizi masyarakat merupakan kinerja sistem kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah serta berbagai komponen masyarakat. Kinerja pembangunan kesehatan dicapai melalui pendekatan enam sub sistem dalam sistem kesehatan nasional (SKN), yaitu sub sistem : (1) upaya kesehatan; (2) pembiayaan kesehatan; (3) sumber daya manusia kesehatan; (4) sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan; (5) manajemen dan informasi kesehatan; (6) pemberdayaan masyarakat. Ke enam sub sistem tersebut saling terkait dengan berbagai sistem lain diluar SKN antara lain sistem pendidikan, sistem ekonomi, dan sistem budaya. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 33

48 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Untuk mencapai hal tersebut diperlukan upaya-upaya melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan dan pemukiman, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Strategi yang ditempuh melalui pengelolaan kesehatan terpadu yaitu dikembangkannya upaya-upaya yang lebih mendorong peran serta masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan, baik yang berkaitan dengan jangkauan maupun kemampuannnya agar masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah dapat menikmati pelayanan yang berkualitas, terus memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran secara serasi dan bertanggung jawab, pengadaan dan peningkatan kualitas sarana kesehatan, kemampuan dan persebaran tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan lainnya. Sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN di bidang kesehatan diantaranya adalah : (1) pemberian imunisasi dasar pada 90 persen balita pada 2014; (2) akses air bersih 67 persen penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas 75 persen penduduk sebelum 2014; (3) angka kematian ibu sebesar 118 per 100 ribu kelahiran dan angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup pada 2014, untuk wilayah Kalimantan Selatan angka kematian bayi diharapkan dari 34 pada tahun 2011 menjadi 30 pada tahun 2014; (4) penerapan asuransi kesehatan nasional untuk seluruh keluarga miskin 100 persen pada 2012 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara ; (5) peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah dan swasta selama Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 34

49 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Derajat Kesehatan Masyarakat Menurut Henrik L. Blum ( peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduk dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu: faktor-faktor lingkungan (45 persen), perilaku kesehatan (30 persen), pelayanan kesehatan (20 persen), dan kependudukan/keturunan (5 persen). Hubungan derajat kesehatan dengan keempat faktornya digambarkan Henrik L.Blum dalam Gambar 2.4. Berdasarkan teori tersebut faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan seseorang yaitu faktor lingkungan. Sepertinya memang sulit mewujudkan kehidupan yang sehat jika tinggal di lingkungan yang tidak sehat. Kondisi lingkungan di Indonesia sendiri tampaknya belum seluruhnya mencerminkan lingkungan yang sehat. Gambar 4.1 Analisis Derajat Kesehatan (Konsep Henrik L. Blum) LINGKUNGAN (45 persen) KETURUNAN (5 persen) DERAJAT KESEHATAN Morbiditas dan Mortalitas PELAYANAN KESEHATAN (20 persen) PERILAKU KESEHATAN (30 persen) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 35

50 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Berdasarkan data Susenas tahun 2010, masih terdapat 18,54 persen rumah tangga di Indonesia yang tidak memiliki tempat buang air besar. Kemudian sebanyak 39,13 persen tidak memiliki sumber air minum bersih dan 11,50 persen jenis lantai rumahnya masih tanah. Tentu hal ini perlu mendapat perhatian yang besar karena jika masih banyak rumah tangga yang tinggal di lingkungan yang kurang sehat maka harapan untuk mencapai kondisi penduduk Indonesia dengan derajat kesehatan yang baik mungkin akan sulit tercapai. Sebagai dampaknya pada kualitas pembangunan manusia adalah lambatnya peningkatan komponen kesehatan. Jika dilihat berdasarkan usia maka kelompok yang paling rentan terkena gangguan kesehatan adalah balita terutama pada kelompok umur di bawah 1 tahun (bayi) karena daya tahan tubuh mereka masih belum sempurna. Angka kematian balita (AKBA) memiliki hubungan yang erat dan terbalik dengan AHH karena di dalam AKBA tercakup pula angka kematian bayi (AKB) yang merupakan komponen input dalam penghitungan AHH (metode tidak langsung). Artinya, bahwa semakin rendah AKBA maka semakin tinggi AHH. Penurunan AKBA sebesar dua per tiga dari tahun merupakan salah satu poin target Millenium Development Goals ( MDG s) dalam bidang kesehatan. Hasil Riskesdas 2013, proporsi kehamilan umur tahun di Indonesia adalah 2,68 persen, di perkotaan (2,8%) lebih tinggi dibanding perdesaan (2,55%). Pola kehamilan berbeda menurut kelompok umur dan tempat tinggal. Di antara penduduk perempuan umur tahun tersebut, terdapat kehamilan pada umur sangat muda (<15 tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%), terutama terjadi di perdesaan (0,03%). Proporsi kehamilan pada umur remaja (15-19 tahun) adalah 1,97 persen, perdesaan (2,71%) lebih tinggi dibanding perkotaan (1,28%). Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 36

51 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per kelahiran hidup. SDKI 2007 angka kematian bayi sebesar 35 kematian, angka kematian balita sebesar 45 kematian per kelahiran hidup. Sama dengan pola SDKI 2007, lebih dari tiga perempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus (bulan pertama setelah lahir = 0 28 hari). Semakin menurunnya AKBA di Indonesia merupakan dampak dari semakin meningkatnya kesadaran penduduk untuk bersalin dengan pertolongan tenaga medis. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir persentase kelahiran balita yang ditolong oleh tenaga medis semakin meningkat. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan Kementerian Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan ibu sebagai upaya untuk menurunkan kematian ibu (Factsheet Ditjen Bina Kesehatan Ibu). Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu indikator MDGs target kelima. Tenaga kesehatan yang kompeten sebagai penolong persalinan (linakes) menurut PWS-KIA adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Kementerian Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 (Depkes, 2000c). Setiap ibu hamil menghadapi risiko terjadinya kematian, sehingga salah satu upaya menurunkan tingkat kematian ibu adalah meningkatkan status kesehatan ibu hamil sampai bersalin melalui pelayanan ibu hamil sampai masa nifas. Pada Riskesdas 2013, indikator cakupan pelayanan ibu hamil sampai masa nifas diperoleh dari Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 37

52 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia informasi riwayat kehamilan berdasarkan kelahiran yang terjadi pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara. Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1) dan frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah 83,5 persen. Adapun untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama pada trimester pertama adalah 81,6 persen dan frekuensi ANC atau K4 (minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester3) sebesar 70,4 persen. Tenaga yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%) dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%). Proses persalinan dihadapkan pada kondisi kritis terhadap masalah kegawatdaruratan persalinan, sehingga sangat diharapkan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hasil Riskesdas 2013, persalinan di fasilitas kesehatan adalah 70,4 persen dan masih terdapat 29,6 persen di rumah/lainnya. Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (dokter spesialis, dokter umum dan bidan) mencapai 87,1 persen, namun masih bervariasi antar provinsi. Pada tahun 2005 masih 70,46 persen balita yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya persentasenya terus meningkat dengan capaian berturut-turut sebesar 72,41 persen, 77,34 persen dan 83,36 persen untuk tahun 2006, 2009, dan Jika persentase ini mampu untuk terus ditingkatkan maka tingkat kematian balita bisa terus ditekan. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 38

53 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular disebabkan oleh masih buruknya kondisi kesehatan lingkungan, perilaku masyarakat yang belum mengikuti pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan belum optimalnya upaya-upaya penanggulangan penyakit. Faktor risiko utama pada penyakit tidak menular, antara lain, pola makan yang tidak sehat, kegiatan fisik yang kurang/tidak aktif, dan kebiasaan merokok (29,2 persen). Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun ,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun Ditemukan 1,4 persen perokok umur tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum improved 62,0 persen tahun 2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari yang terendah di Kep. Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi improved juga meningkat dari 40,3 persen (2007) menjadi 59,8 persen (2013), walaupun masih ada provinsi yang hanya 30,5 persen (NTT dan Papua). Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan ditandai dengan rumah tangga yang memiliki akses kepada air bersih non perpipaan, baru mencapai 57,2 persen, sedangkan rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak sebesar 69,3 Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 39

54 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia persen (Laporan MDGs, 2008). Kondisi ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang memicu meningkatnya beberapa faktor resiko penyakit menular. IPM Provinsi Kalimantan Selatan yang berada pada posisi 26 se-indonesia, dipengaruhi oleh salah satu indikator pembentuk IPM yang juga relatif rendah yaitu Angka Harapan Hidup. Hal ini didukung oleh data pembanding hasil Riskesdas 2013 oleh Kemenkes yang menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan berada pada: 1. Posisi 5 tertinggi untuk proporsi bayi lahir pendek (<48 cm) dan berat badan kurang (<2500 kg). 2. Posisi 5 tertinggi untuk proporsi balita gizi kurang dan balita pendek. 3. Posisi 6 tertinggi untuk period prevalence ispa semua umur. 4. Posisi 5 tertinggi untuk prevalensi asma semua umur. 5. Posisi 2 tertinggi untuk prevalensi hipertensi semua umur. 6. Posisi 9 tertinggi untuk prevalensi stroke. 7. Posisi 6 tertinggi untuk pevalensi disabilitas penduduk >=15 tahun. 8. Posisi 2 tertinggi untuk prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut. 9. Posisi 4 terendah untuk prevalensi penduduk bermasalah gigi dan mulut yang menerima perawatam/pengobatan. 10. Posisi 3 terendah untuk proporsi art 10 tahun yang berprilaku benar cuci tangan. 11. Posisi 2 tertinggi untuk rata-rata jumlah batang rokok yang diisap per hari. 12. Posisi 1 tertinggi untuk proporsi penduduk 10 tahun yang kurang konsumsi sayur-buah. 13. Posisi 2 tertinggi untuk proporsi penduduk yang mengobati diri sendiri sebulan terakhir. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 40

55 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Memiliki generasi penerus yang berkualitas bukanlah perkara yang mudah untuk direalisasikan. Perlu pengetahuan dan kesiapan yang matang untuk mencapainya. Di beberapa daerah, masih terdapat budaya kawin muda dan merupakan sebuah kebanggaan apabila seorang perempuan sudah menikah dalam usia muda. Jika dilihat lebih dalam, budaya seperti ini dapat membawa dampak buruk terhadap kualitas kesehatan baik pada pelaku nikah muda maupun pada generasi yang dilahirkan. Dampak terhadap pelaku nikah muda pada umumnya lebih banyak terjadi pada pihak perempuan. Seperti yang telah diungkapkan bahwa pernikahan usia muda dapat meningkatkan risiko perempuan mengalami gangguan pada organ reproduksi. Dan apabila hamil dan melahirkan pada usia yang terlalu muda maka akan meningkatkan risiko terjadi gangguan kehamilan maupun gangguan persalinan. Berdasarkan data Susenas 2012 yang dirilis oleh BPS RI, bahwa Provinsi Kalimantan Selatan berada pada posisi tertinggi se-indonesia untuk rata-rata wanita usia perkawinan muda (dibawah 16 tahun), yakni tercatat sekitar 16 dari 100 wanita. Masih rendahnya rata-rata umur kawin pertama wanita Kalimantan Selatan di yakini menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian dimensi umur panjang dan sehat. Gambar 4.2 Persentase Wanita menurut Kelompok Umur Perkawinan Pertama di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 41

56 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Di tahun 2013 Kota Banjarmasin, perkawinan pertama tercatat sekitar 9-10 dari 100 wanita terkategori sebagai kawin muda (usia kurang dari 16 tahun). Sebagian besar dari wanita atau sekitar 77 dari 100 wanita melakukan perkawinan pertama pada usia antara tahun, sedangkan sisanya melakukan perkawinan pertama diatas 25 tahun. Salah satu indikator yang dapat mengindikasikan derajat kesehatan penduduk adalah angka kesakitan (Morbidity Rate). Meningkatnya derajat kesehatan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas penduduk sehingga dapat pula meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, status kesehatan memberikan pengaruh pada tingkat produktivitas. Oleh karena itu, untuk mengukur status kesehatan salah satu indikatornya adalah angka kesakitan (morbiditas) yang menunjukkan banyaknya penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional di Kota Banjarmasin tahun 2013 memperlihatkan adanya angka kesakitan (Morbidity Rate) masyarakat. Tabel 4.1 menunjukkan penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari pada tahun 2013 sebesar 8,36 persen dari total penduduk Kota Banjarmasin. Angka ini cenderung menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana angka morbiditas penduduk Kota Banjarmasin pada tahun 2012 sebesar 17,91 persen. Kemudian, pada tabel 4.1, selama tahun penduduk Kota Banjarmasin yang mengalami keluhan kesehatan dan berakibat terganggunya aktivitas sehari-hari dengan rata-rata lama sakit sekitar 5-6 hari. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 42

57 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Tabel 4.1. Angka Kesakitan dan Rata-Rata Lama Sakit Penduduk Kota Banjarmasin Tahun Indikator (1) (2) (3) (4) Keluhan Kesehatan (persen) 34,35 34,67 30,17 Angka Kesakitan/Morbiditas (persen) 11,80 17,91 8,36 Rata-Rata Lama Sakit (Hari) 4,94 3,79 5,11 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting SUSENAS ) Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Secara nasional proporsi ruta mengetahui keberadaan RS pemerintah sebanyak 69,6 persen, sedangkan RS swasta 53,9 persen. Ruta yang mengetahui keberadaan RS pemerintah tertinggi Bali (88,6%) sedangkan terendah Nusa Tenggara Timur (39,6%). Pengetahuan tentang keberadaan RS swasta tertinggi DI Yogyakarta (82,4%) dan terendah Sulawesi Barat (15,1%). Pengetahuan tentang keberadaan praktek bidan atau rumah bersalin secara nasional adalah 66,3 persen, tertinggi di Bali (85,2%) dan terendah di Papua (9,9%). Pengetahuan tentang keberadaan posyandu sebanyak 65,2 persen, tertinggi di Jawa Barat (78,2%) dan terendah di Bengkulu (26,0%). Proporsi ruta yang menggunakan berbagai moda transportasi sepeda motor menuju RS pemerintah di perkotaan 53,6 persen dan perdesaan 46,5 persen. Untuk penggunaan kendaraan umum di perkotaan 28,0 persen dan perdesaan 35,5 persen. Sedangkan yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi di perkotaan 8,5 persen sedangkan di perdesaan 11,4 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 43

58 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Waktu tempuh ruta menuju fasilitas kesehatan ke RS pemerintah lebih dari 60 menit sebanyak 18,5 persen, sedangkan ke RS swasta sebanyak 12,4 persen. Berbeda dengan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan ke puskesmas atau pustu, praktek dokter atau klinik, praktek bidan atau rumah bersalin, poskesdes atau poskestren, polindes dan posyandu hanya membutuhkan waktu 15 menit atau kurang. Biaya transportasi paling banyak sejumlah Rp ,- atau kurang untuk menuju RS pemerintah (63,6%), RS swasta (71,6%), puskesmas atau pustu (91,3%), dokter praktek atau klinik (90,5%) dan praktek bidan atau rumah bersalin (95,2%). Demikian juga biaya transportasi ke poskesdes atau poskestren (97,4%), polindes (97,8%) dan posyandu (97,8%). Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat, namun aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas. Pada tahun 2008, rasio puskesmas terhadap penduduk adalah 3,6 per penduduk, selain itu jumlah puskesmas pembantu dan puskesmas keliling terus meningkat. Akses masyarakat dalam mencapai sarana pelayanan kesehatan dasar cukup baik, yaitu 94 persen masyarakat dapat mengakses sarana tersebut kurang dari 5 kilometer (RISKESDAS, 2008). Akses masyarakat terhadap upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) seperti : Posyandu, Poskesdes, dan Polindes cukup baik, ditandai dengan 78,9 persen rumah tangga berada kurang dari satu kilometer dari fasilitas UKBM tersebut. Walaupun akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dan jaringannya sudah cukup baik, kualitas pelayanan masih perlu ditingkatkan, terutama pelayanan kesehatan preventif dan promotif. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 44

59 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat adalah dengan meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas serta sarana kesehatan. Dengan demikian masyarakat mendapat pelayanan kesehatan yang mudah dan murah yang mampu dijangkau untuk seluruh lapisan masyarakat. Indikator pemanfaatan fasilitas dan pelayanan kesehatan salah satunya adalah banyaknya penduduk yang mengalami keluhan kesehatan yang berobat jalan (mengunjungi) ke fasilitas kesehatan. Tabel 4.2. Jumlah Sarana Kesehatan per Kecamatan Tahun 2013 Sarana Kesehatan B.masin Selatan B.masin Timur B.masin Tengah B.masin Barat B.masin Utara Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. R.S. Umum R.S. Jiwa R.S. Bersalin R.S. THT Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling BKIA Apotek Balai Pengobatan Klinik Posyandu Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 45

60 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Untuk mempermudah akses masyarakat ke fasilitas kesehatan maka pemerintah bersama pihak swasta telah membangun berbagai sarana kesehatan yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan. Agar dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan mampu menjangkau semua masyarakat dan seluruh lapisan sosial maka pemerintah telah membangun 26 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) baik berstatus puskesmas utama maupun puskesmas pembantu. Secara keseluruhan terdapat 26 puskesmas dan 34 puskesmas pembantu yang tersebar diseluruh wilayah kecamatan. Kemudian didukung dengan Puskesmas Keliling sebanyak 26 unit. Tabel 4.3. Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Cara Pengobatan dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Cara Pengobatan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) Hanya Mengobati Sendiri 63,33 58,78 61,01 Langsung Berobat Jalan 17,91 19,28 18,60 Mengobati Sendiri dan Berobat Jalan 14,76 17,19 16,00 Tidak Berobat Sama Sekali 4,00 4,75 4,38 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Dalam kesehariannya mayoritas masyarakat Kota Banjarmasin cenderung mengambil tindakan untuk mengatasi keluhan kesehatannya melalui pengobatan sendiri sebelum atau bahkan tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil Susenas tahun 2013 memperlihatkan bahwa dari 30,17 Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 46

61 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia persen penduduk yang mengeluh sakit sebanyak 61,01 persen berinisiatif melakukan pengobatan sendiri tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Sedangkan penduduk mengeluh sakit yang langsung berobat jalan tanpa mengobati sendiri hanya 18,60 persen. Bahkan ada 4,38 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tetapi sama sekali tidak melakukan pengobatan. Pada tabel 4.4 berikut menyajikan persentase penduduk yang berobat sendiri dan jenis obat yang digunakan. Tabel 4.4 Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Obat yang Digunakan Tahun Tahun Jenis Obat yang Digunakan Tradisonal Modern Lainnya (1) (3) (2) (4) ,93 97,57 2, ,07 96,34 2, ,83 95,08 1,54 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Penggunaan obat modern merupakan pilihan utama sebagai salah satu alternatif untuk mengobati sendiri keluhan kesehatannya. Semakin banyaknya produk obat modern yang secara langsung mudah didapat masyarakat baik distribusi obat yang merata dan pengenalan produk melalui penggunaan media seperti iklan adalah faktor yang membantu memberikan pilihan kepada masyarakat dalam menentukan cara mengobati keluhan kesehatan. Hal ini terlihat dari cara pengobatan yang dilakukan masyarakat dengan pengobatan sendiri yang lebih memilih untuk Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 47

62 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia menggunakan obat modern sebanyak 95,08 persen. Akan tetapi pengobatan sendiri ini juga bisa berdampak negatif terhadap kesehatan yang bersangkutan karena salah dalam menangani keluhan kesehatannya. Hal ini didukung dengan data Riskesdas 2013, bahwa Provinsi Kalimantan Selatan berada pada peringkat ke-2 tertinggi mengenai proporsi penduduk yang menangani keluhan kesehatannya dengan cara mengobati sendiri. Sejumlah 35,2 persen rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi, dengan proporsi tertinggi RT di DKI Jakarta (56,4%) dan terendah di Nusa Tenggara Timur (17,2%). Rerata sediaan obat yang disimpan hampir 3 macam. Dari 35,2 persen RT yang menyimpan obat, proporsi RT yang menyimpan obat keras 35,7 persen dan antibiotika 27,8 persen. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Terdapat 81,9 persen RT menyimpan obat keras dan 86,1 persen RT menyimpan antibiotika yang diperoleh tanpa resep. Jika status obat dikelompokkan menurut obat yang sedang digunakan, obat untuk persediaan jika sakit, dan obat sisa maka 32,1 persen RT menyimpan obat yang sedang digunakan, 47,0 persen RT menyimpan obat sisa dan 42,2 persen RT yang menyimpan obat untuk persediaan. Obat sisa dalam hal ini adalah obat sisa resep dokter atau obat sisa dari penggunaan sebelumnya yang tidak dihabiskan. Seharusnya obat sisa resep secara umum tidak boleh disimpan karena dapat menyebabkan penggunaan salah (misused) atau disalah gunakan atau rusak/kadaluarsa. Rumah tangga yang pernah mendengar atau mengetahui mengenai Obat Generik (OG) secara nasional sebanyak 31,9 persen. 82 persen RT mempunyai persepsi OG sebagai obat murah, 71,9 persen obat program pemerintah, 42,9 persen OG berkhasiat sama dengan obat bermerek dan 21,0 persen OG adalah obat tanpa merek Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 48

63 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia dagang. Sumber informasi tentang OG di perkotaan maupun perdesaaan paling banyak diperoleh dari tenaga kesehatan (63,1%). Oleh karena itu masih sangat perlu promosi mengenai obat generik secara strategik terutama di era Jaminan Kesehatan Nasional. Pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad) terdiri dari 4 jenis, yaitu ramuan, keterampilan dengan alat, keterampilan tanpa alat, dan keterampilan dengan pikiran. Sejumlah dari (30,4%) RT di Indonesia memanfaatkan yankestrad dalam 1 tahun terakhir dan proporsi RT yang memanfaatkan yankestrad tertinggi di Kalimantan Selatan (63,1%) dan terendah di Papua Barat (5,9%). Jenis yankestrad yang dimanfaatkan oleh RT terbanyak adalah keterampilan tanpa alat (77,8%) dan ramuan (49,0%). Alasan utama RT memanfaatkan yankestrad terbanyak secara umum adalah untuk menjaga kesehatan/kebugaran, kecuali yankestrad keterampilan dengan pikiran alasan pemanfaatannya berdasarkan tradisi/kepercayaan. Tabel 4.5 Persentase Frekuensi Berobat Jalan Masyarakat Menurut Tempat/Cara Berobat dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Tempat Berobat Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) RS Pemerintah 8,42 6,80 7,55 RS Swasta 3,34 1,38 2,28 Praktek Dokter/Poliklinik 28,16 29,18 28,71 Puskesmas/Pustu 42,49 39,8 41,05 Praktek Tenaga Kesehatan 20,23 22,61 21,51 Batra/Lainnya 4,43 4,87 4,66 Berobat Jalan 28,95 34,23 31,69 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 49

64 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Pada tabel 4.5 disajikan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan menurut tempat/cara berobat. Dari sejumlah masyarakat Kota Banjarmasin yang mengeluh sakit, sebanyak 31,69 persen memilih cara berobat jalan ke fasilitas kesehatan. Kemudian dari penduduk yang berobat jalan ke fasilitas kesehatan, mayoritas lebih memilih ke puskesmas (41,05 persen) dan praktek dokter (28,71 persen). Kemudahan akses bagi masyarakat mencapai puskesmas dan pelayanan dengan jaminan kesehatan berupa Jamkesmas/BPJS Non PBI, BPJS PBI, Jamkesda serta semakin bertambahnya tenaga kesehatan menyebabkan masyarakat lebih memilih puskesmas dan praktek dokter (fasilitas kesehatan Tk.I) sebagai pilihan utama untuk berobat. Indikator lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemanfaatan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan adalah jenis tenaga penolong proses persalinan yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan ibu dan bayinya. Penanganan proses persalinan dengan tenaga medis sebagai bagian kebijakan pembangunan di bidang kesehatan lebih menjamin keselamatan dalam proses kelahiran. Tabel 4.6 Persentase Persalinan Bayi yang Ditolong Tenaga Medis di Kota Banjarmasin Tahun Persalinan Bayi yang Ditolong Tenaga Medis (1) (2) (3) (4) Persalinan Awal 95,50 94,55 97,84 Persalinan Akhir 96,00 97,05 97,84 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 50

65 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Secara umum dari tabel 4.6 diperoleh gambaran peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya tenaga medis sebagai tenaga penolong proses kelahiran pertama dan penolong persalinan akhir. Pada tahun 2013 dari proses persalinan akhir yang ditolong tenaga medis sebesar 97,84 persen. Tetapi masih terdapat perbedaan sekitar 2,16 persen dimana penolong persalinan akhir masih ditangani oleh pihak bukan medis. Masih adanya pemahaman bahwa proses persalinan hanya perlu ditangani oleh tenaga medis apabila adanya suatu keadaan yang sangat mendesak juga merupakan suatu hal yang menyebabkan masih terdapat ketidaksamaan persentase penolong persalinan awal dan persentase penolong persalinan akhir. Persentase penolong persalinan medis terus membaik dengan angka persentase yang cukup baik, untuk itu perlu ditingkatkan pula upaya pra kelahiran sehingga tumbuh kembang ibu dan janin bisa dipantau secara baik. Disamping itu terus diupayakan usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar seluruh persalinan baik dari awal proses persalinan hingga akhir persalinan ditolong oleh tenaga medis. Hal ini merupakan bagian dalam usaha mengurangi angka kematian ibu dan bayi disebabkan proses kelahiran yang tidak steril. Masih adanya kepercayaan masyarakat kepada tenaga dukun tradisional selain dari sisi pengalaman juga dikarenakan adanya perbedaan biaya dalam proses persalinan antara tenaga medis dan jenis penolong proses kelahiran seperti dukun tradisional. Sekitar lima juta anak lahir di Indonesia setiap tahunnya. Asupan makanan, pola asuh dan kesehatan yang diperoleh ibu dan anak-anaknya memiliki dampak besar bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka di masa mendatang. Masalah kurang gizi, termasuk stunting atau pendek, kurus, dan kekurangan gizi mikro dapat menyebabkan kerusakan yang permanen. Hal ini terjadi bila seorang anak kehilangan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 51

66 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia berbagai zat gizi penting untuk tumbuh kembangnya, untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya, serta untuk perkembangan otak yang optimum. Kesadaran, bahkan kemauan saja tak cukup bagi ibu yang ingin memberikan ASI Eksklusif. Ternyata ada persyaratan yang harus dipenuhi agar keinginan menciptakan anak cerdas dengan ASI, terpenuhi. Syarat itu ialah: 1. Hanya memberikan ASI saja sampai enam bulan 2. Menyusui dimulai 30 menit setelah bayi lahir 3. Tidak memberikan cairan atau makanan lain selain ASI, kepada bayi yang baru lahir 4. Menyusui sesuai kebutuhan bayi 5. Berikan kolostrum (ASI yang keluar pada hari pertama yang mempunyai nilai gizi tinggi) 6. Cairan lain yang boleh diberikan hanya vitamin, mineral obat dalam bentuk drop atau sirup Hasil penelitian dari Oxford University dan Institute for Social and Economic Research sebagaimana dilansir Daily Mail, menyebutkan bahwa anak bayi yang mendapat ASI Eksklusif akan tumbuh menjadi anak yang lebih pintar dalam membaca, menulis, dan matematika. Salah satu peneliti, Maria Iacovou mengemukakan asam lemak rantai panjang (long chain fatty acids) yang terkandung di dalam ASI membuat otak bayi berkembang Indikator lainnya yang juga dapat memberikan gambaran tentang kesehatan bayi adalah pemberian air susu ibu dan lamanya pemberian air susu ibu. Air susu ibu merupakan makanan yang paling direkomendasikan oleh para ahli untuk diberikan kepada bayi. Peraturan Pemerintah RI No.32 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 52

67 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3 persen (Riskesdas 2010) menjadi 30,2 persen (Riskesdas 2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013). Persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan makanan prelakteal pada umur 6 bulan sebesar 30,2 persen. Inisiasi menyusu dini kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 34,5 persen, tertinggi di Nusa Tenggara Barat, yaitu sebesar 52,9 persen dan terendah di Papua Barat (21,7%). Tabel 4.7 Persentase Balita Yang Pernah Diberi ASI Menurut Jenis Kelamin di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Pemberian ASI Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) Pernah 91,34 82,11 86,46 ASI Eksklusif 50,99 30,73 40,27 Non Eksklusif 40,35 51,37 46,18 Tidak Pernah 8,66 17,89 13,54 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Di Kota Banjarmasin balita yang pernah diberi ASI cukup tinggi yakni sekitar 86,46 persen. Akan tetapi persentase balita di kota Banjarmasin yang mengkonsumsi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 53

68 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia ASI eksklusif hanya sekitar 40,27 persen. Pemahaman terhadap pentingnya ASI eksklusif harus terus disosialisasikan kepada masyarakat luas, sehingga peningkatan gizi yang baik terhadap tumbuh kembangnya fisik dan kualitas anak di masa depan. Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap penyakit tertentu. Imunisasi tidak hanya menciptakan kekebalan tubuh tetapi juga bisa memutus mata rantai penularan penyakit pada anak maupun orang orang di sekitarnya. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan anak. Sekitar 5 persen kematian pada anak balita diakibatkan oleh PD3I. Oleh karena itu, upaya imunisasi perlu menjadi salah satu kegiatan prioritas untuk menekan angka kesakitan dan kematian tersebut. Saat ini, imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan. Ini adalah salah satu bentuk kegiatan preventif serta bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak dan ibu. Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot. Untuk kesehatan anak, cakupan imunisasi dasar lengkap semakin meningkat jika dibandingkan tahun 2007, 2010 dan 2013 yaitu menjadi 58,9 persen di tahun Persentase tertinggi di DI Yogyakarta (83,1%) dan terendah di Papua (29,2%). Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 54

69 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013, gambaran bayi yang pernah mendapatkan imunisasi di Kota Banjarmasin tahun 2013 terlihat pada tabel dibawah ini. Tampak bahwa, imunisasi campak/morbili pada balita berada pada kisaran 77,49 persen dan sedangkan imunisasi BCG mencakup 90,76 persen. Tabel 4.8 Persentase Balita Yang Pernah Diberi Imunisasi Dasar Menurut Jenis Kelamin di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Imunisasi Dasar Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) BCG 88,94 92,38 90,76 DPT 83,02 91,49 87,50 Polio 84,42 86,05 85,28 Campak/Morbili 77,63 77,37 77,49 Hepatitis B 83,43 80,78 82,03 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Saat ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program imunisasi. Termasuk, negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85 %. Pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah ketimbang mengobati seseorang yang terlanjur jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dengan terhindarnya anak dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 55

70 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Aksesibilitas Sanitasi, Air Minum Layak, dan Perumahan. Salah satu indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang memiliki keterkaitan dengan masalah gizi adalah akses terhadap sanitasi dan air minum layak. Dalam laporan UN MDG s, kriteria akses terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis leher angsa (latrine) dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Sedangkan kriteria air minum layak menurut UN MDG s adalah rumah tangga yang sumber air minumnya berasal dari leding, air hujan, dan pompa/sumur bor, sumur terlindung, mata air terlindung dengan jarak >= 10 m dari penampungan tinja. Untuk air minum kemasan (bermerk/isi ulang) tidak dikategorikan ke dalam perhitungan air minum layak, sehingga dihitung dalam kelompok tersendiri. Proporsi RT yang memiliki akses terhadap sumber air minum improved di Indonesia adalah sebesar 66,8 persen (perkotaan: 64,3%; perdesaan: 69,4%). Lima provinsi dengan proporsi tertinggi untuk RT yang memiliki akses terhadap air minum improved adalah Bali (82,0%), DI Yogyakarta (81,7%), Jawa Timur (77,9%), Jawa Tengah (77,8%), dan Maluku Utara (75,3%); sedangkan lima provinsi terendah adalah Kepulauan Riau (24,0%), Kalimantan Timur (35,2%), Bangka Belitung (44,3), Riau (45,5%), dan Papua (45,7%). Secara kualitas fisik, masih terdapat RT dengan kualitas air minum keruh (3,3%), berwarna (1,6%), berasa (2,6%), berbusa (0,5%), dan berbau (1,4%). Berdasarkan provinsi, proporsi RT tertinggi dengan air minum keruh adalah di Papua (15,7%), berwarna juga di Papua (6,6%), berasa adalah di Kalimantan Selatan (9,1%), berbusa dan berbau adalah di Aceh (1,2%, dan 3,8%). Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 56

71 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Proporsi RT yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved (kriteria JMP WHO Unicef) di Indonesia adalah sebesar 58,9 persen. Lima provinsi tertinggi proporsi RT yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved adalah DKI Jakarta (78,2%), Kepulauan Riau (74,8%), Kalimantan Timur (74,1%), Bangka Belitung (73,9%), dan Bali (75,5%). Gambar 4.3 Aksesibilitas Sanitasi dan Air Minum Layak di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Hasil Susenas 2013 menunjukkan, ternyata rumah tangga yang mempunyai akses sanitasi layak di kota Banjarmasin sebanyak 75,30 persen. Hal ini dikarenakan relatif banyak yang masih tinggal di bantaran sungai. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan air minum kemasan (bermerk/isi ulang) sebanyak persen 22,00 persen dan aksesibilitas air minum layak sekitar 77,38 persen. Sehingga rumah tangga yang masih belum menikmati akses terhadap air minum layak masih sekitar 0,62 persen. Untuk penampungan air limbah RT di Indonesia umumnya dibuang langsung ke got (46,7%). Hanya 15,5 persen yang menggunakan penampungan tertutup di pekarangan dengan dilengkapi SPAL, dan 13,2 persen menggunakan penampungan terbuka di pekarangan, dan 7,4% ditampung di luar pekarangan. Sedangkan dalam hal pengelolaan sampah RT umumnya dilakukan dengan cara dibakar (50,1%) dan hanya 24.9 persen yang diangkut oleh petugas. Cara lainnya dengan cara ditimbun dalam Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 57

72 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia tanah, dibuat kompos, dibuang ke kali/parit/laut dan dibuang sembarangan. Lima provinsi dengan proporsi RT yang mengelola sampah dengan cara dibakar tertinggi adalah Gorontalo (79,5%), Aceh (70,6%), Lampung (69,9%), Riau (66,4%), dan Kalimantan Barat (64,3%). Proporsi RT di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri adalah 76,2 persen, milik bersama sebanyak 6,7 persen, dan fasilitas umum adalah 4,2 persen. Masih terdapat RT yang tidak memiliki fasiltas BAB/BAB sembarangan, yaitu sebesar 12,9 persen. Lima provinsi tertinggi RT yang tidak memiliki fasilitas BAB/BAB sembarangan adalah Sulawesi Barat (34,4%), NTB (29,3%), Sulawesi Tengah (28,2%), Papua (27,9%), dan Gorontalo (24,1%). Gambar 4.4 Status Kepemilikan Rumah dan Persentase Luas Lantai Per Kapita di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Grafik 4.3 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 24,01 persen rumah tangga yang status kepemilikan rumahnya adalah sewa/kontrak, sebagai indikasi bahwa mobilitas penduduk di Kota Banjarmasin cukup tinggi. Di samping itu terdapat sekitar 22,32 persen yang penduduknya bertempat tinggal di rumah dengan luas lantai perkapita kurang dari 9 m 2. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 58

73 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia 4.2. PENDIDIKAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pembangunan pendidikan berperan penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena akan berdampak positif pada upaya meningkatkan kemakmuran masyarakat dan kemajuan bangsa. Melalui pembangunan pendidikan, pemerintah berikhtiar untuk menunaikan amanat UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Sebagaimana ditegaskan dalam konstitusi, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga sangat penting untuk membangun basis sosial yang kuat dan menciptakan lapisan masyarakat terpelajar, yang menjadi prasyarat terbentuknya bangsa yang maju, mandiri, demokratis, dan sejahtera. Implementasi dari UU tersebut di atas dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang memuat tentang rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program: a. wajib belajar; b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi; c. penuntasan pemberantasan buta aksara; d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat; e. peningkatan status guru sebagai profesi; f. peningkatan mutu dosen; g. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 59

74 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia standarisasi pendidikan; h. akreditasi pendidikan; i. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global; j. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; dan k. Penjaminan mutu pendidikan nasional. Pendidikan juga merupakan instrumen pembangunan ekonomi dan sosial, termasuk diantaranya untuk mendukung upaya mengentaskan kemiskinan, meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender, serta memperkuat nilai-nilai budaya. Dalam konteks lebih luas, pendidikan merupakan dasar utama bagi keseluruhan upaya implementasi prioritas tertinggi kebijakan pembangunan sumber daya manusia dalam kerangka pembangunan nasional yang komprehensif, misalnya : pendidikan dasar dikaitkan dengan upaya penanggulangan kemiskinan; pendidikan menengah diarahkan untuk meningkatkan potensi kebekerjaan (employment); dan pendidikan tinggi diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, pembangunan dan penyelenggaraan layanan pendidikan nasional perlu dilakukan dengan pendekatan komprehensif, holistik serta mengedepankan cara pandang anak didik sebagai manusia utuh. Selain itu, berbagai kesepakatan internasional khususnya Millenium Development Goals (MDGs), yang menetapkan bahwa sebelum tahun 2015 semua anak baik laki-laki maupun perempuan menyelesaikan pendidikan dasar, dan deklarasi UNESCO tentang Education for All (EFA) telah pula menjadi dasar pelaksanaan pembangunan pendidikan di Indonesia. Sampai dengan tahun 2011, beberapa sasaran MDGs telah dicapai, sebagian besar akan dapat dicapai pada tahun 2015, sedangkan sebagian lagi memerlukan upaya keras untuk dapat mencapainya di bidang pendidikan : Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 60

75 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Tujuan MDG 3, dengan target rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan terhadap laki-laki SMA/MA/Paket C dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki umur tahun telah dicapai, Tujuan MDG 2, dengan target APM SD, proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar, serta angka melek huruf penduduk usia tahun, diperkirakan dapat dicapai pada tahun 2015, pada tahun 2011 capaian adalah : APM SD 95,55%, Proporsi murid kelas 1 yang berhasil tamat sekolah dasar 96,58% dan Angka Melek Huruf penduduk usia tahun mencapai 98,78%. Pada periode tahun Indonesia diperkirakan akan mengalami rasio ketergantungan penduduk terendah yang lazim disebut window of opportunity. Periode jendela kesempatan ini harus dimanfaatkan sebagai peluang besar bagi kemajuan bangsa melalui pendidikan yang merata dan berkualitas sehingga menjadi tenaga kerja dengan produktivitas tinggi dan berpotensi mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, apabila pendidikan tidak merata dan berkualitas, bangsa ini memiliki resiko menghadapi beban penduduk kelompok usia pendidikan dasar yang memasuki usia kerja pada periode Pembangunan pendidikan telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah dari 7,1 tahun pada tahun 2003 menjadi sebesar 7,5 tahun pada tahun 2009, menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 10,21 persen pada tahun 2004 menjadi 5,97 persen pada tahun 2009, serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan. Sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di bidang pendidikan diantaranya adalah : (1) angka partisipasi murni Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 61

76 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia (APM) pendidikan dasar dari 95 persen pada 2010 menjadi 96 persen pada 2014; (2) APM SMP sederajat dari 73 persen pada 2010 menjadi 76 persen pada 2014; (3) angka partisipasi kasar (APK) SMTA sederajat dari 69 persen pada tahun 2010, menjadi 75 persen pada 2014, APK Pendidikan Tinggi pada tahun 2010 sebesar 18 persen menjadi 25 persen pada tahun 2014; Rata-rata lama sekolah di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2011 selama 7,68 tahun dan diharapkan menjadi 7,96 tahun pada Serta memastikan pada 2014, rasio guru murid sebesar 1 : 32 untuk tingkat SD sederajat, serta 1 : 40 untuk SMTP sederajat. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa masih ada sebesar 9,61 persen penduduk Kota Banjarmasin berusia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah SD. Tetapi angka 9,61 persen ini lebih disebabkan masih rendahnya kesadaran pendidikan pada kelompok usia tua (kelompok umur lebih dari 40 tahun sebesar 73,00 persen). Tabel 4.9 Persentase Penduduk Kota Banjarmasin Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Pendidikan Laki-laki Perempuan L+P (1) (2) (3) (4) Tidak punya Ijazah SD 4,08 5,53 9,61 SD sederajat 9,76 9,49 19,25 SLTP sederajat 9,23 9,96 19,19 SLTA sederajat 19,39 18,09 37,47 Perguruan Tinggi 7,12 7,36 14,48 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Usaha untuk mencapai keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan tidak terlepas dukungan dari semua pihak, terutama orang tua dan masyarakat, dalam hal Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 62

77 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia ini peran orang tua sangat penting serta upaya serius pemerintah dan pihak swasta dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta bermutu sangat diperlukan. Pada tabel 4.10 dan tabel 4.11 dapat dilihat ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan formal di Kota Banjarmasin. Tabel 4.10 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta Menurut Tingkat Pendidikan per Kecamatan Tahun 2013 Kecamatan SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat (1) (2) (3) (4) Banjarmasin Selatan Banjarmasin Timur Banjarmasin Barat Banjarmasin Tengah Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin Rasio Murid : Sekolah Rasio Murid : Guru Rasio Murid : Kelas Sumber : Dinas Pendidikan & Kementerian Agama Kota Banjarmasin Hingga tahun 2013 terdapat sebanyak 304 buah sekolah dasar sederajat baik sekolah negeri maupun sekolah yang didirikan oleh pihak swasta. Selain itu juga terdapat 90 buah sekolah lanjutan pertama yang menjadi bagian dari program pemerintah mengenai pendidikan dasar 9 tahun, serta terdapat 58 buah sekolah lanjutan tingkat atas sederajat. Sebaran sarana sekolah dasar dan menengah di masing- Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 63

78 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia masing kecamatan diantara 16,85 persen sampai 26,52 persen. Kecamatan Banjarmasin Selatan adalah wilayah yang tingkat penyebaran sarana sekolah tertinggi yaitu sebesar 26,33 persen. Disusul Banjarmasin Barat sebesar 19,69 persen, kemudian di Kecamatan Banjarmasin Tengah sebesar 18,36 persen, Banjarmasin Utara 19,25 persen. Sedangkan yang terkecil penyebarannya berada di Kecamatan Banjarmasin Timur sebesar 16,37 persen. Berdasarkan jenjang pendidikan terlihat bahwa pada tingkat sekolah dasar terdapat sebanyak 304 buah sekolah yang terdiri dari 211 SD/MI Negeri sederajat dan 93 SD/MI Swasta sederajat. Jumlah murid dapat ditampung sebanyak murid yang tersebar pada SD/MI Negeri sederajat sebanyak murid dan murid pada SD/MI Swasta. Jumlah tenaga pendidik sebanyak orang guru, dengan perincian orang guru pada sekolah SD/MI Negeri dan pada SD/MI Swasta. Dari kondisi di atas dapat dilihat beban sekolah maupun beban tugas yang diemban seorang guru. Berdasarkan rasio murid sekolah maka pada satu sekolah terdapat 238 murid yang mesti dididik. Perbandingan antara guru dan murid adalah 1 orang guru memiliki tanggung jawab pendidikan kepada 17 orang murid. Pada Tabel 4.11 dapat dilihat pula ketersediaan sarana dan prasarana pada sekolah tingkat menengah pertama. Terlihat pada tahun 2013 ketersediaan Sekolah Lanjutan Pertama dan Madrasah Tsanawiyah sederajat adalah sebanyak 90 buah sekolah yang terdiri dari 37 sekolah negeri dan 53 Swasta. Seluruh sekolah di atas menampung sebanyak orang murid yang tersebar pada SLTP/MTs sederajat Negeri sebanyak orang murid dan orang murid pada SLTP/MTs sederajat Swasta. Jumlah guru yang tersedia pada jenjang pendidikan lanjutan pertama ini adalah sebanyak orang guru yang tersebar pada SLTP/MTs Negeri sebanyak Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 64

79 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia orang guru dan 808 orang guru pada SLTP/MTs sederajat Swasta. Beban sekolah pada jenjang SLTP adalah 347 orang murid pada satu sekolah dan 14 murid untuk satu orang guru. Tabel 4.11 Jumlah Sekolah, Murid, Guru dan Kelas Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Sekolah Murid Guru Kelas (1) (2) (3) (4) (5) SD/MI Sederajat Negeri Swasta SLTP/MTs Sederajat Negeri Swasta SLTA/MA Sederajat Negeri Swasta Sumber : Dinas Pendidikan & Kementerian Agama Kota Banjarmasin Untuk jenjang menengah atas (SLTA sederajat) dapat dilihat bahwa ketersediaan sarana belajar mengajar serta tenaga pendidik lebih sedikit dibandingkan jenjang dibawahnya. Tahun 2013 Sekolah Menengah Atas sederajat adalah sebanyak 58 buah sekolah yang terdiri dari 21 SLTA/MA sederajat Negeri dan 37 buah SLTA/MA sederajat Swasta. Jumlah sekolah tersebut menampung murid yang tersebar pada SLTA/MA sederajat Negeri sebanyak murid dan murid pada sekolah Swasta. Jumlah guru yang tersedia pada jenjang ini adalah sebesar Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 65

80 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia guru yang tersebar pada sebanyak guru SLTA/MA negeri dan 998 guru pada sekolah SLTA/MA swasta. Beban sekolah yang terjadi pada jenjang menengah atas ini adalah 430 orang murid pada satu sekolah dan 11 murid untuk satu orang guru. Satu indikator untuk mengetahui banyaknya anak yang mengikuti pendidikan formal pada jenjang tertentu pada suatu wilayah digunakan Angka Partisipasi Sekolah. Angka Partisipasi Sekolah atau lebih singkat disebut Angka Partisipasi (AP) didefinisikan sebagai keikutsertaan membantu. AP dirumuskan sebagai angka perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah anak. Ada beberapa jenis Angka Partisipasi seperti Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APS, APK dan APM dinyatakan dengan persen. Sistem pendidikan formal di Indonesia menganut sistem struktur persekolahan 6-3-3, yang artinya 6 tahun SD, 3 tahun SLTP, 3 tahun SLTA. Berdasarkan ketentuan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, persyaratan mengenai umur anak yang dapat diterima SD diatur sebagai berikut : Prioritas pertama diberikan kepada anak yang telah berumur 7 tahun; Prioritas kedua diberikan kepada anak yang berumur antara 8-12 tahun; Bila masih ada tempat, dapat diterima anak umur 6 tahun. Karena umur masuk SD yang diprioritaskan 7 tahun dan struktur persekolahannya 6-3-3, maka umur murid jenis sekolah dikelompokkan menjadi : SD sederajat SLTP sederajat : 7-12 tahun : tahun SLTA sederajat : tahun APS merupakan suatu alat untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah pada suatu kelompok umur sekolah di jenjang pendidikan tertentu. APS memberikan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 66

81 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia gambaran secara umum banyaknya anak kelompok umur tertentu yang sedang bersekolah tanpa memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang diikuti. APS SD merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia 7-12 tahun yang masih bersekolah dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun. APS SLTP merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia tahun yang masih bersekolah dengan jumlah penduduk usia tahun. APS SLTA merupakan perbandingan antara jumlah penduduk usia tahun yang masih bersekolah dengan jumlah penduduk usia tahun. Tabel Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan L+P (1) (2) (3) (4) 7-12 (SD) 98,14 100,00 98, (SLTP) 92,34 95,23 93, (SLTA) 70,70 71,07 70, (PT) 30,50 40,59 36,15 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Berdasarkan Tabel 4.4 di atas terlihat angka partisipasi sekolah (APS) pada kelompok usia 7-12 tahun adalah sebesar 98,99 artinya dari 100 penduduk usia 7-12 tahun terdapat 1-2 orang yang sudah tidak/belum bersekolah. Untuk kelompok usia tahun dari 100 orang kelompok usia tersebut hanya orang yang masih mengikuti pendidikan di bangku sekolah. Dari tabel di atas nampak bahwa belum seluruh anak usia 7-15 tahun mendapat pelayanan pendidikan dasar, sebagian diantaranya sama sekali belum pernah terlayani oleh sistem pendidikan, putus sekolah, Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 67

82 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia atau tidak melanjutkan ke jenjang SLTP sederajat. Pada kelompok usia tahun hanya orang dari 100 orang pada kelompok usia tersebut yang tetap menimba ilmu di pendidikan formal. APK merupakan indikator untuk mengukur proporsi anak sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK SD merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SD semua umur dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun. APK SLTP merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SLTP semua umur dengan jumlah penduduk usia tahun. APK SLTA merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SLTA semua umur dengan jumlah penduduk usia tahun. Tabel 4.13 Angka Partisipasi Kasar Menurut Kelompok Usia di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan L+P (1) (2) (3) (4) 7-12 (SD) 103,34 105,50 104, (SLTP) 81,93 97,13 88, (SLTA) 70,08 62,28 66, (PT) 38,60 47,56 43,61 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Pada Tabel 4.13 disajikan APK di Kota Banjarmasin pada jenjang pendidikan dasar sampai dengan menengah atas pada tahun APK untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar adalah sebesar 104,33 persen. Kondisi ini menyiratkan bahwa dari 100 murid SD terdapat 4-5 murid SD yang berusia di luar kelompok umur 7-12 tahun. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 68

83 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Sedangkan APK pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA sederajat cenderung lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua lulusan sekolah pada jenjang yang lebih rendah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. APM merupakan indikator yang menunjukan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM membatasi usia murid sesuai dengan usia sekolah dan jenjang pendidikan. APM SD merupakan perbandingan antara jumlah jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SD berumur 7-12 tahun dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun. APM SLTP merupakan perbandingan antara jumlah jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SLTP berumur tahun dengan jumlah penduduk usia tahun. APM SLTA merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang bersekolah di tingkat SLTA berumur tahun dengan jumlah penduduk usia tahun. Tabel 4.14 Angka Partisipasi Murni Menurut Kelompok Usia di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Kelompok Usia Laki-laki Perempuan L+P (1) (2) (3) (4) 7-12 (SD) 95,41 97,99 96, (SLTP) 73,71 88,79 79, (SLTA) 58,41 53,01 55, (PT) 28,62 37,34 33,50 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Backcasting Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) APM di tingkat sekolah dasar adalah sebesar 96,59 persen. Angka ini menunjukkan terdapat orang anak usia 7-12 tahun dari 100 penduduk Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 69

84 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia kelompok usia 7-12 sedang mengikuti pendidikan sekolah dasar. Pada jenjang pendidikan lanjutan pertama APM sebesar 79,81 persen, menunjukkan hanya orang anak usia tahun dari 100 orang sedang mengikuti pendidikan pada jenjang tersebut. Pada jenjang pendidikan lanjutan atas APM sebesar 55,59 persen menyiratkan hanya sebanyak orang dari 100 penduduk usia tahun yang mengikuti pendidikan di bangku SLTA. Dari tabel 4.12 s.d tabel 4.14 tersebut dapat dilihat pula bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka APS, APK ataupun APM semakin rendah. Banyak sebab hal ini terjadi, kemungkinan dipengaruhi oleh meningkatnya biaya pendidikan seiring dengan bertambah tinggi jenjang pendidikan dan keterbatasan akses terhadap sarana dan prasarana pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu dengan masih tingginya perbedaan antara APM dan APK menyiratkan masih banyak anak yang bersekolah di luar program kelompok usia belajar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Kecenderungan ini dimungkinkan anak yang masuk sekolah pada usia sebelum batas umur yang telah ditentukan dalam program pemerintah, dan juga disebabkan keterlambatan murid dalam menyelesaikan jenjang pendidikan dalam masa pendidikan yang seharusnya diselesaikan. Bila dibedakan menurut jenis kelamin terlihat bahwa partisipasi penduduk laki-laki lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan formal dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini disebabkan masih terdapatnya perbedaan perlakuan dalam rumahtangga untuk memberikan prioritas keikutsertaan untuk mendapatkan pendidikan formal, yaitu masih adanya pola pikir dalam masyarakat bahwa anak lakilaki akan menjadi pencari nafkah dan sebagai aset (tenaga kerja) keluarga dalam Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 70

85 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia pemenuhan kebutuhan perekonomian keluarga. Persamaan gender untuk mendapatkan pendidikan formal (Education for All) dalam setiap kelompok umur penduduk usia 7-18 tahun yang dicerminkan oleh angka-angka di atas dalam setiap kelompok umur merupakan salah satu tantangan yang perlu menjadi perhatian tambahan seluruh pihak khususnya pemerintah dalam usaha peningkatan akses kepada masyarakat untuk mengecap pendidikan setinggi-tingginya. Bila dibandingkan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2014 (RPJMN ) maka untuk APM pendidikan dasar, yang dicapai Kota Banjarmasin pada tahun 2013 sudah melebihi target yaitu 96,59 persen. Untuk APM SMP sederajat yang dicapai Kota Banjarmasin pada tahun 2013 melebihi 96 persen target nasional 2014 dengan jarak sekitar 3,81 persen. Sedangkan APK SMA sederajat yang dicapai pada tahun 2013 masih relatif jauh tertinggal dari sasaran 75 persen yang ditetapkan RPJMN yakni sekitar 9,00 persen. Sementara untuk rata-rata lama sekolah penduduk usia 5 tahun ke atas Kota Banjarmasin pada tahun 2013 telah mencapai 10,06 tahun, telah jauh lebih tinggi dibandingkan sasaran yang ditetapkan untuk wilayah Kalimantan Selatan yang sebesar 7,96 tahun pada Sejalan dengan rendahnya angka partisipasi sekolah di jenjang SLTA sederajat (usia 16 sd 18 tahun), tabel 4.15 menunjukkan bahwa rasio siswa terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Kota Banjarmasin dan penduduk usia tahun jenjang SLTA sederajat (SMA, MA, dan SMK negeri/swasta) juga masih relatif rendah yaitu sekitar 74,15 persen. Dari 58 sekolah SLTA sederajat yang tersebar di Kota Banjarmasin, hanya terdaftar siswa, padahal jumlah penduduk usia 16 sampai dengan 18 tahun di Kota Banjarmasin tahun 2013 sebanyak jiwa atau ada selisih sebanyak jiwa. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 71

86 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Tabel 4.15 Rasio Siswa SLTA sederajat dan Penduduk Usia Tahun di Kota Banjarmasin Tahun 2013 Kecamatan Sekolah Siswa Penduduk Usia tahun Rasio Siswa : Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) 010 Banjarmasin Selatan , Banjarmasin Timur , Banjarmasin Barat , Banjarmasin Tengah , Banjarmasin Utara , Kota Banjarmasin ,15 Sumber : Dinas Pendidikan & Kementerian Agama Kota Banjarmasin Ada beberapa faktor yang menyebabkan relatif rendahnya rasio murid dan penduduk usia tahun, antara lain: 1. Masih tingginya siswa tamat SLTP sederajat yang tidak melanjutkan ke jenjang SLTA sederajat (putus lanjut) 2. Masih adanya penduduk usia tahun yang tidak bersekolah dan atau putus sekolah dasar maupun menengah pertama. 3. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, putus lanjut maupun putus sekolah ke jenjang SLTA lebih disebabkan karena relatif mahalnya biaya sekolah dan biaya operasional menuju sekolah (uang saku dan transport). 4. Relatif sedikit dan belum meratanya sebaran sarana sekolah jenjang SLTA sederajat di tingkat kecamatan. Berdasarkan Survei Potensi Desa/Kelurahan 2014, ada Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 72

87 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia beberapa kelurahan yang penduduk usia cenderung tinggi tetapi belum memiliki fasilitas/sarana sekolah jenjang SLTA sederajat. 5. Untuk beberapa kelurahan, relatif jauhnya sekolah yang dituju, menyebabkan biaya operasional menuju sekolah cenderung besar, sehingga orang tua siswa yang berpenghasilan menengah ke bawah cenderung untuk tidak melanjutkan anaknya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Tabel 4.15 menggambarkan bahwa Kecamatan Banjarmasin Selatan menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Kota Banjarmasin untuk segera menambah sarana pendidikan di jenjang SLTA sederajat, karena rasio murid dan penduduk usia tahun hanya mencapai 33,54 persen. Sebaliknya di Kecamatan Banjarmasin Tengah rasio murid dan penduduk usia tahun mencapai 147, 98 persen, yang berarti bahwa fasilitas sekolah jenjang SLTA terpusat di Banjarmasin Tengah. Penambahan jumlah sekolah yang tersebar proporsional akan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan angka partisipasi sekolah. Dari sisi sosial ekonomi masyarakat, dan tata ruang perkotaan juga sangat berpengaruh, misalnya: mengurangi kemacetan, dan menekan tingginya biaya operasional menuju sekolah. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 73

88 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Keberhasilan pembangunan bidang pendidikan tidak dapat tercapai secara optimal apabila tidak dapat diakses oleh seluruh penduduk, termasuk penduduk berkategori miskin. Kondisi tersebut disajikan secara jelas pada Gambar 4.3. Pada level pendapatan terendah (kuintil 1), masih terdapat 46,22 persen penduduk usia tahun yang anaknya tidak bersekolah. Persentase tersebut menurun seiring kenaikan kelompok pendapatan. Demikian pula rata-rata lama sekolah di kuintil 1, rata-rata penduduk usia 15 tahun ke atas hanya bersekolah sampai di kelas 1-2 SMP saja (7,72 tahun). Masih terdapatnya anak yang belum mendapat akses pendidikan tersebut, mengindikasikan bahwa program wajib belajar pendidikan 12 tahun belum mampu mencakup seluruh anak dari keluarga miskin. Sehingga, pemerintah Kota Banjarmasin perlu melakukan intervensi kebijakan dalam upaya peningkatan akses pendidikan bagi kelompok miskin, baik berupa dana tambahan untuk menunjang operasional sekolah yang dikenal sebagai Biaya Operasional Sekolah (BOS), dan Bantuan Siswa Miskin/Kartu Indonesia Pintar ataupun penyediaan sarana sekolah yang lebih merata. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 74

89 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia 4.3. KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik perhatian utama kita pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan harta kekayaan (assets), namun hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah ketidakmerataan yang lebih luas di negara sedang berkembang. Misalnya ketidakmerataan kekuasaan, prestise, status, kepuasan kerja, kondisi kerja, tingkat partisipasi, kebebasan untuk memilih, dan lain-lain (Ekonomi Pembangunan, Lincolin Arsyad, 2004). Secara umum apa yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang, Irma Adelman & Cynthia Taft Morris (Dalam Ekonomi Pembangunan, Lincolin Arsyad, 2004) mengemukakan 8 (delapan) sebab yaitu : 1. pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita. 2. inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang 3. ketidakmerataan pembangunan antar daerah 4. investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek padat modal (capital intensive), sehingga pengangguran bertambah 5. rendahnya mobilitas sosial 6. pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga barang hasil industri untuk melindungi usaha golongan kapitalis 7. memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju, sebagai akibat inelastisitas permintaan negaranegara terhadap barang ekspor negara sedang berkembang Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 75

90 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia 8. hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain. Pembangunan selama ini mengacu kepada upaya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Walaupun demikian, pertumbuhan ekonomi belum menjamin adanya pemerataan pendapatan di antara kelompok masyarakat yang menikmatinya. Terjadinya kesenjangan pendapatan antara masyarakat telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia. Membicarakan masalah pemerataan pendapatan sama halnya bila kita membicarakan dengan ketimpangan pendapatan. Berbagai alat ukur yang digunakan untuk mengetahui ketimpangan pendapatan banyak dikemukakan oleh para peneliti. Ukuran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik adalah model Koefisien Gini dan Kriteria Bank Dunia. Angka Koefisien Gini berkisar antara nol (kemerataan absolut) dan satu (hanya satu orang yang memiliki semuanya). Apabila Koefisien Gini semakin mendekati 0 (nol) berarti ketimpangan pendapatan semakin rendah, sebaliknya bila angka ini semakin mendekati 1 (satu) berarti semakin tinggi tingkat ketimpangan pendapatan (jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar). Kriteria ketimpangan menggunakan koefisien gini yaitu jika nilai Koefisien Gini antara 0,30 sampai dengan 0,49 maka distribusi pendapatan suatu wilayah cukup merata, sedangkan jika nilai Koefisien Gini lebih dari 0,50 maka tingkat ketimpangan pendapatan cukup serius. Sementara itu Bank Dunia membagi penduduk ke dalam tiga kelompok pendapatan yaitu : persen kelompok penduduk berpendapatan rendah persen kelompok penduduk berpendapatan sedang Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 76

91 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia persen kelompok penduduk berpendapatan tinggi Kriteria Bank Dunia dalam mengukur tingkat ketimpangan berdasarkan bagian pendapatan yang diterima kelompok penduduk berpendapatan rendah. 1. Ketimpangan Tinggi (High Inequality), apabila 40 persen dari penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12 persen dari seluruh pendapatan. 2. Ketimpangan Sedang (Moderate Inequality), apabila 40 persen dari penduduk berpendapatan rendah menerima antara persen dari seluruh pendapatan. 3. Ketimpangan Rendah (Low Inequality), apabila 40 persen dari penduduk berpendapatan rendah menerima 17 persen atau lebih dari seluruh pendapatan. Tabel 4.16 Koefisien Gini dan Distribusi Pendapatan di Kota Banjarmasin Tahun Tahun Koefisien Gini Kriteria Bank Dunia 40% Penduduk Pendapatan Rendah Menikmati Pendapatan Sebesar (1) (2) (3) ,193 22, ,229 23, ,232 23, ,382 17, ,413 16, ,370 18,09 Sumber : BPS Kota Banjarmasin (Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013) Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa antara tahun di Kota Banjarmasin distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat masih dapat dikatakan cukup merata. Hal ini terlihat dari Koefisien Gini pada tahun 2013 yang tercatat Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 77

92 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia sebesar 0,370. Gambaran ini juga sejalan dengan teori tingkat ketimpangan kriteria Bank Dunia yang pada tahun 2013 hanya sekitar 18,09 persen distribusi pendapatan telah dinikmati oleh 40 persen masyarakat yang berpendapatan rendah, sehingga tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kota Banjarmasin termasuk dalam kelompok ketimpangan sedang. Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian serius dari pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan daerah terutama untuk golongan masyarakat berpendapatan rendah. Angka koefisien Gini untuk wilayah perkotaan memang cenderung berfluktuasi. Kenyataan ini bisa dimengerti, karena jika dilihat dari sisi pendekatan pengeluaran konsumsi, penduduk diperkotaan pada umumnya sangat bervariasi, baik dari nilai maupun jenis komoditinya. Sementara sering terjadi masalah diperkotaan bahwa, kenaikan pendapatan golongan menengah ke bawah, tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan perlindungan terhadap usaha mikro kecil, pasar-pasar tradisional juga harus terus ditingkatkan, sehingga tidak tergerus oleh kaum kapitalis yang padat modal, yang dapat mengakibatkan jurang pemisah antara golongan kaya dan miskin semakin melebar. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambar pada sumbu vertikal. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 78

93 Bab IV Situasi Pembangunan Manusia Dalam Kurva Lorenz, Garis Diagonal OE merupakan garis kemerataan sempurna karena setiap titik pada garis tersebut menunjukkan persentase kumulatif penduduk yang sama dengan persentase kumulatif pendapatan. Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan luas segitiga OPE. Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya. Pada kasus ekstrim, jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik akan terletak pada garis diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya pada ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, luas A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien gininya adalah satu (1). Jadi suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai koefisien gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai koefisien gininya mendekati satu. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 79

94 BAB V STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA Kemajuan kinerja pembangunan manusia bukan hanya sekedar tujuan yang penting untuk dicapai, tetapi juga akan menjadi pondasi untuk demokrasi yang kuat dan mampu mempersatukan bangsa. Pembangunan manusia juga akan mendukung proses transisi menuju sistem ekonomi pasar yang berlandaskan hukum, yang akan menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Untuk negara Indonesia yang tidak hanya sangat luas tetapi juga terdiri dari beragam suku dan budaya, kemajuan pembangunan manusia hanya akan tercapai melalui proses konsultasi yang berlangsung terus menerus di tingkat nasional dan di tingkat daerah, menuju tercapainya konsensus baru dan komitmen bersama untuk pembangunan manusia. Pembangunan manusia dalam arti sebenarnya tidak hanya mengacu pada, misalnya, standar kesehatan atau pendidikan yang lebih baik. Definisi standar dari pembangunan manusia adalah suatu proses memperbanyak pilihan bagi orangorang. Tentu saja ini berarti memperbesar kemampuan mereka untuk menjalani hidup yang panjang dan sehat, untuk tumbuh dan berkembang dengan pengetahuan dan pemahaman yang memadai, dan untuk mampu mencapai suatu standar hidup yang layak. Namun pembangunan manusia tidak berhenti sampai disitu saja. Orang memiliki berbagai kebutuhan dan aspirasi. Mereka ingin hidup dalam lingkungan yang aman dan mereka ingin mewujudkan hak asasi mereka untuk berpartisipasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 80

95 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia secara bebas dan aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan mereka. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 atas kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Kementerian Kesehatan menyebutkan, sepanjang periode kasus kematian ibu melonjak cukup tajam. Diketahui, pada 2012, AKI mencapai 359 per 100 ribu penduduk atau meningkat sekitar 57 persen bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, yang hanya sebesar 228 per 100 ribu penduduk. Tetapi IPM hanya menggambarkan sebagian saja, karena seperti juga kebanyakan indeks, IPM hanya dapat mengukur hal-hal yang dapat dikuantifikasikan. IPM dapat menunjukkan angka harapan hidup dan tingkat pendidikan. Sayangnya IPM tidak dapat mencerminkan tingkat pelaksanaan hak asasi dan kebebasan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga kemampuan dasar tersebut adalah umur panjang dan sehat yang diukur dengan Indeks Kesehatan (IK), pengetahuan dan keterampilan yang diukur dengan Indeks Pendidikan (IP), serta akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak yang diukur dengan Indeks Daya Beli (IDB). Indikator dampak sebagai komponen yang dibutuhkan untuk perhitungan IPM adalah angka harapan hidup waktu lahir, pencapaian pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran konsumsi per kapita yang disesuaikan. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 81

96 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia 5.1. UMUR HARAPAN HIDUP Sebagai salah satu indikator kesehatan, umur harapan hidup digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia, cermin dari dimensi sehat dan berumur panjang. Angka harapan hidup pada waktu lahir (e o) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka harapan hidup diartikan sebagai umur yang mungkin dicapai seseorang yang lahir pada tahun tertentu. Tahun 2013 umur harapan hidup di Kota Banjarmasin tercatat 66,66 tahun, yang berarti rata-rata umur yang mungkin dicapai dari sejak lahir sampai meninggal dunia penduduk Kota Banjarmasin diantara 66 sampai 67 tahun. Rata-rata umur harapan hidup penduduk Kota Banjarmasin pada tahun 2013, dapat dikatakan sama panjangnya dibanding umur harapan hidup tahun 2012 yang tercatat 66,58 tahun. Umur harapan hidup penduduk Kota Banjarmasin nampak terus membaik, pada tahun 2008 umur harapan hidup hanya mencapai 65,92 tahun, sehingga dalam jangka waktu 5 (lima) tahun umur harapan hidup, naik mendekati 1 (satu) tahun. Umur harapan hidup penduduk Kota Banjarmasin periode tahun 2008 sampai tahun 2013, selalu lebih tinggi dibandingkan umur harapan hidup Provinsi Kalimantan Selatan. Umur harapan hidup Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2008 sepanjang 63,10 tahun menjadi 64,82 tahun pada tahun Kabupaten Tanah Laut merupakan daerah dengan umur harapan hidup tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan sepanjang tahun 2008 sampai 2013, yaitu mencapai 67,90 tahun pada tahun 2008, dan naik menjadi 69,29 tahun pada tahun Sedangkan daerah dengan umur harapan hidup terendah pada tahun 2013, adalah Kabupaten Balangan yaitu mencapai 62,50 tahun. Berdasarkan umur harapan hidup tahun 2013, di Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin berada pada Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 82

97 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia posisi nomor urut 4 (empat) setelah Tanah Laut, Banjarbaru, dan Tapin. Umur harapan hidup yang dicapai oleh Kota Banjarmasin dan Provinsi Kalimantan Selatan, masih jauh dari sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN yaitu mencapai 69,79 tahun pada tahun Tabel 5.1 Perbandingan Angka Harapan Hidup di Kota Banjarmasin Tahun Tahun Angka Harapan Hidup (1) (2) , , , , , ,66 Sumber: BPS Kota Banjarmasin Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup maka sangat diperlukan persiapan terhadap peningkatan jumlah penduduk dalam kelompok usia tua (kelompok tidak produktif). Usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat prioritas utama. Hal ini disebabkan keeratan hubungan derajat kesehatan yang sangat mempengaruhi besaran angka harapan hidup. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 83

98 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Peningkatan derajat kesehatan memiliki kaitan yang sangat erat dengan faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan genetik. Faktor terbesar yang menentukan tingkat derajat kesehatan dari keempat faktor tersebut adalah faktor perilaku masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat terlihat dari pola pikir dalam hal kesehatan yang terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari seperti keadaan rumah untuk tempat tinggal, kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas buang air besar, dan lainnya. Perencanaan dalam kehidupan berkeluarga sangat mempengaruhi kualitas kehidupan di masa depan, misalnya pembatasan umur minimal kawin pertama dan penggunaan alat kontrasepsi. Semakin muda usia seorang wanita memasuki jenjang perkawinan maka semakin panjang masa reproduksinya dan semakin besar kemungkinannya untuk memiliki anak lebih banyak. Usia perempuan kawin muda juga memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang berakibat kepada rendahnya angka harapan hidup. Pemerintah telah menentukan umur minimum melangsungkan perkawinan untuk wanita adalah 20 tahun dan untuk pria adalah 25 tahun. Hal ini berdasarkan pada usia tersebut baik laki-laki dan perempuan diharapkan sudah siap secara fisik dan mental untuk menjalani perkawinan. Dihubungkan dengan kesehatan maka pada usia tersebut wanita telah siap untuk melahirkan. Berdasarkan penelitian bahwa angka kematian bayi dan ibu sebagian besar berada pada kelompok usia ibu di bawah 20 tahun. Penggunaan alat kontrasepsi berguna untuk mengatur jumlah anak yang dimiliki dan jarak anak yang dilahirkan. Dengan jumlah anak yang terbatas sesuai Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 84

99 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia anjuran pemerintah 2 anak lebih baik akan membuat orang tua lebih mampu memberikan kesempatan dari sisi kualitas maupun kuantitas kepada anak, baik dari segi pendidikan, pemberian gizi dan sisi lainnya yang tentu berbanding terbalik seiring dengan jumlah anak yang lebih banyak. Pelayanan, ketersediaan dan akses ke fasilitas kesehatan memiliki kontribusi tidak kalah pentingnya terhadap umur harapan hidup seseorang. Dengan meningkatnya pelayanan kesehatan diharapkan makin banyak penduduk yang mengalami keluhan kesehatan mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengobati penyakitnya ANGKA MELEK HURUF. Keberhasilan pembangunan juga dapat dilihat dari segi pendidikan. Salah satu indikatornya yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang melek huruf. Oleh sebab itu pemerintah telah mencanangkan program pemberantasan buta huruf. Persentase buta huruf banyak ditemukan pada usia tua, sedangkan penduduk usia muda jarang ditemukan penduduk yang buta huruf. Angka melek huruf penduduk 15 tahun keatas di Kota Banjarmasin pada tahun 2013 adalah 98,91 persen. Dibanding tahun 2012 (98,80 persen), pencapaian melek huruf di Kota Banjarmasin cenderung mengalami peningkatan. Angka melek huruf Kota Banjarmasin (98,91 persen) ini merupakan yang tertinggi kedua di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kota Banjarbaru yang mencapai 99,54 persen. Pada tahun 2013, kabupaten dengan melek huruf terendah adalah Kabupaten Barito Kuala, yaitu sebesar 94,19 persen, sementara angka melek huruf untuk Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 97,18 persen. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 85

100 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.2 Persentase Penduduk Melek Huruf Usia 15 Tahun ke Atas di Kota Banjarmasin Tahun Tahun Melek Huruf (1) (2) , , , , , ,91 Sumber : BPS Kota Banjarmasin 5.3. RATA-RATA LAMA SEKOLAH Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu ratarata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti. Untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 12 tahun atau pendidikan menengah hingga tingkat SLTA. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 86

101 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Rata-rata lama sekolah yang disajikan disini adalah rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas. Hal ini dikarenakan rata-rata lama sekolah sangat dipengaruhi umur dan adanya program wajib belajar 12 tahun. Pada penduduk usia 15 tahun ke bawah masih banyak penduduk yang masih bersekolah. Namun karena rata-rata lama sekolah yang dipakai mencakup penduduk usia tua yang sebagian besar tidak menamatkan SD. Rata-rata lama sekolah di Kota Banjarmasin tahun 2013 menurut penghitungan sebesar 10,06 tahun, yang berarti pada umumnya penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Banjarmasin rata-rata sudah menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama hingga sampai tingkat SLTA kelas 1. Selama tahun rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan yakni dari 9,27 tahun menjadi 10,06 tahun. Dari Tabel 5.3 nampak bahwa rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 di Kota Banjarmasin semakin baik dan terus bertambah. Pada tahun 2013, rata-rata lama sekolah di Kota Banjarmasin, merupakan ke dua tertinggi setelah Kota Banjarbaru yang mencapai 10,68 tahun, sementara Kabupaten Balangan merupakan Kabupaten dengan angka terendah, yaitu 7,05 tahun (lihat Lampiran 3). Rata-rata lama sekolah tingkat Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 mencapai 8,01 tahun, dengan angka tersebut hasil yang dicapai Kota Banjarmasin, 2 (dua) tahun lebih tinggi dari angka Provinsi Kalimantan Selatan. Rata-rata lama sekolah Kota Banjarmasin, telah melebihi dari sasaran yang ingin dicapai untuk wilayah Kalimantan Selatan dalam RPJMN yang ditetapkan sebesar 7,96 tahun. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 87

102 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Partisipasi sekolah terus dipacu peningkatannya dalam mendukung pencapaian yang lebih baik. Hal ini perlu upaya strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kota Banjarmasin. Program wajib belajar 12 tahun seyogyanya diupayakan lebih serius bagi penduduk putus sekolah yang belum mengenyam pendidikan menengah khususnya SLTA. Tahun Tabel 5.3 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kelamin Tahun Rata-rata Lama Sekolah (1) (2) , , , , , ,06 Sumber : BPS Kota Banjarmasin 5.4. KONSUMSI RIIL PER KAPITA. Konsumsi riil per kapita memberikan gambaran tingkat daya beli masyarakat. Sebagai salah satu komponen yang digunakan dalam melihat status pembangunan manusia di suatu wilayah, variabel ini sangat penting karena dapat mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 88

103 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia derajat kesehatan untuk meningkatkan umur harapan hidup serta kemampuan menyekolahkan anak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil per kapita, yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama. Pada periode terjadi kenaikan nominal pada pengeluaran konsumsi per kapita setahun. Tahun 2013, konsumsi riil per kapita di Kota Banjarmasin sebesar rupiah per kapita per bulan. Dibandingkan pada tahun 2012 yang sebesar rupiah maka terjadi kenaikan sebesar 0,51 persen. Pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan pada tahun 2013, tertinggi di Kabupaten Kotabaru yaitu mencapai Rp ,- per kapita/bulan, terendah adalah Kabupaten Balangan yang mencapai Rp ,- per kapita/bulan. Sementara untuk tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, rata-rata sebesar Rp ,- per kapita/bulan. Selain kuantitas pengeluaran perkapita sebagai salah satu ukuran tingkat standar hidup layak maka perlu diperhatikan pola pengeluaran rumah tangga dalam suatu wilayah. Salah satu indikator kesejahteraan di masyarakat adalah persentase pengeluaran rumah tangga yang dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran non makanan. Umumnya pada negara berkembang pola pengeluaran rumah tangga masih terkonsentrasi pada kelompok makanan. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang baik maka pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi makanan lebih rendah dibandingkan untuk kelompok non makanan. Diantara pengeluaran non makanan yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia adalah pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan serta kebutuhan sekunder lainnya cenderung lebih besar dari kelompok makanan. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 89

104 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.4 Persentase Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Jenis Pengeluaran di Kota Banjarmasin Tahun Tahun Makanan Bukan Makanan (1) (2) (3) ,85 57, ,92 52, ,74 51, ,68 56, ,25 56, ,29 57,71 Sumber : BPS Kota Banjarmasin Pada tahun 2009 sebanyak 47,92 persen pendapatan yang diperoleh rumah tangga di Kota Banjarmasin habis digunakan untuk pengeluaran kelompok makanan. Besarnya angka ini mengindikasikan masih sangat terbatasnya pendapatan/ pengeluaran masyarakat yang dialokasikan untuk peningkatan kualitas hidup seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pada gambar 5.4 nampak selama tahun 2008 sampai 2013 ada kecenderungan proporsi pengeluaran kelompok makanan menurun dan pada kelompok non makanan cenderung meningkat. Pada tahun 2008 pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan sebesar 57,15 persen dan pada tahun 2013 menjadi 57,71 persen dari seluruh pengeluaran rumah tangga Kota Banjarmasin. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 90

105 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Pengeluaran bukan makanan pada tahun 2013 mengalami peningkatan dibanding tahun Salah satu faktor yang mempengaruhi karena meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat tertentu sehingga cenderung mampu untuk memenuhi kebutuhan seperti perumahan, pendidikan dan kesehatan, dll, sehingga proporsi pengeluaran rumah tangga bisa dialihkan kepada konsumsi non makanan. Faktor lain yang mempengaruhi juga karena inflasi yang cenderung stabil dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yakni hanya 5,96 persen pada tahun 2012 dan 6,98 persen pada tahun Salah satu upaya untuk meningkatkan IPM adalah dengan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat lebih tinggi dan memperoleh nilai tambah yang besar, sehingga pendapatan per kapita meningkat dan konsumsi per kapita jelas akan mengikutinya. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka pilihan-pilihan untuk bisa hidup sehat, memperoleh pendidikan yang baik, dan kebutuhan lainnya sebagai manusia dapat dipenuhi. Usaha-usaha itu dapat dilakukan dengan adanya investasi baik oleh pemerintah melalui Government Expenditure (APBN dan APBD) serta munculnya entrepreneurship baru dalam aktivitas ekonomi INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN Dimasukkannya konsep pembangunan manusia ke dalam kebijakan pembangunan sama sekali tidak berarti meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu. Hal ini bertujuan untuk melengkapi gambaran/indikator kondisi masyarakat sehingga kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat lebih terarah dan berdampak lebih cepat. Perbedaan yang diperlihatkan melalui IPM adalah Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 91

106 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia sudut pandang pembangunan manusia. Semua tujuan yang disebutkan di atas diletakkan dalam kerangka untuk mencapai tujuan utama, yaitu memperluas pilihanpilihan manusia. Dari waktu ke waktu, berbagai laporan pembangunan manusia di tingkat global memberikan usulan kebijakan baik dalam skala internasional maupan agenda nasional. Tujuan utama dari usulan tingkat dunia adalah untuk memberi masukan bagi paradigma baru pembangunan manusia yang berkelanjutan dan berlandaskan pada keamanan manusia (human security)., kemitraan baru antara negara berkembang dan negara maju, bentuk kerjasama internasional yang baru, serta kesepakatan global yang baru. Di sisi lain, usulan tingkat nasional meletakan titik berat pada keutamaan manusia dalam proses pembangunan, pada keutuhan akan kemitraan baru antara negara dan pasar, serta bentuk kerjasama baru antara pemerintah, institusi masyarakat madani, komunitas dan rakyat. Konsep pembangunan manusia juga telah menarik perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia. Dibandingkan dengan pendekatan ekonomi tradisional yang lebih memperhatikan peningkatan produksi dan produktivitas, pendekatan pembangunan manusia dianggap lebih mendekati tujuan utama pembangunan sebagaimana yang dikemukakan dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Indeks pembangunan manusia juga menyajikan ukuran kemajuan pembangunan yang lebih memadai dan menyeluruh dibandingkan ukuran tunggal pertumbuhan PDB perkapita. Namun demikian IPM bukan satu-satunya indikator yang mampu menjelaskan pembangunan manusia secara menyeluruh. IPM adalah Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 92

107 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia suatu ringkasan yang tidak dapat menggantikan arti dari perspektif pembangunan manusia yang sangat kaya makna sehingga bukan merupakan suatu ukuran komprehensif dari pembangunan manusia. Publikasi Indeks Pembangunan Manusia yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) di tingkat provinsi telah menyita banyak perhatian. Perbandingan antar provinsi memperlihatkan bahwa propinsi-propinsi yang secara ekonomi lebih maju ternyata mempunyai tingkat pembangunan manusia yang relatif lebih rendah. Kontroversi ini berhasil memicu kesadaran daerah akan keterbatasan pendekatan ekonomi tradisional terhadap pembangunan dan lebih mengarahkan perhatian daerah pada pembangunan yang berpusat pada manusia. Pada tahun 2013 IPM Kota Banjarmasin tercatat sebesar 75,28. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan IPM pada tahun 2012 sebesar 74,83. Kenaikan ini disebabkan adanya peningkatan pada ketiga komponen pembentuk IPM, yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan. Indeks Kesehatan tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 69,30 dan 69,43 ini menunjukkan pada komponen ini, terjadi kenaikan umur harapan hidup dibanding tahun sebelumnya. Indeks pendidikan mengalami peningkatan antara tahun 2012 dan Indeks pendidikan tahun 2013 sebesar 88,29 dipengaruhi oleh indeks melek huruf dan indeks rata-rata lama sekolah yang meningkat antara tahun 2012 dan Kenaikan kuantitas pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan dari rupiah pada tahun 2012 menjadi rupiah tahun 2013 mengakibatkan peningkatan pada indeks pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan yakni 68,13. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 93

108 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia IPM Kota Banjarmasin pada tahun 2013 (75,28), merupakan tertinggi ke dua setelah Kota Banjarbaru yang mencapai 76,86. Sementara IPM Provinsi Kalimantan Selatan mencapai 71,74 dan bila dibandingkan provinsi lainnya, posisi Kalimantan Selatan di urutan 26 dari 34 Provinsi. Sepanjang tahun 2008 sampai 2013, IPM Kota Banjarmasin berada pada posisi kedua setelah Kota Banjarbaru. Daerah dengan IPM terendah di Provinsi Kalimantan Selatan adalah Kabupaten Balangan, dengan angka IPM sebesar 68,30. Tabel 5.5 Indeks Komponen Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Indeks Kesehatan 68,20 68,38 68,57 68,93 69,30 69,43 Indeks Pendidikan 85,89 86,74 87,04 87,09 87,83 88,29 - Indeks Melek Huruf 97,94 98,28 98,70 98,72 98,80 98,91 - Indeks Rata-rata Lama Sekolah 61,80 63,67 63,73 63,82 65,90 67,04 Indeks Pengeluaran Riil Perkapita yang disesuaikan Sumber : BPS Kota Banjarmasin 64,45 65,35 65,91 66,70 67,35 68,13 Indeks Pembangunan Manusia 72,85 73,49 73,84 74,24 74,83 75,28 Status pembangunan manusia di suatu wilayah yang digambarkan dengan angka IPM dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu rendah untuk wilayah dengan IPM kurang dari 50, menengah untuk wilayah dengan IPM antara 50 hingga 80 dan tinggi untuk wilayah dengan IPM di atas 80. Untuk keperluan perbandingan antar Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 94

109 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Kota/Kabupaten maka tingkat status menengah dipecah menjadi dua yaitu menengah bawah dan menengah atas dengan kriteria seperti terlihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Status Pembangunan Manusia Berdasarkan Nilai Indeks Pembangunan Manusia No Nilai Tingkatan Status (1) (2) (3) 1. < 50 Rendah IPM < 66 Menengah Bawah IPM < 80 Menengah Atas Tinggi Sumber : Konsep UNDP (United Nations Development Programme) Salah satu kegunaan IPM selain untuk mengukur tingkat pembangunan manusia juga digunakan untuk mengetahui perbandingan pembangunan manusia antar wilayah. Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat sejauh mana posisi pencapaian pembangunan manusia di wilayah Kalimantan Selatan. Berdasarkan kriteria tersebut maka secara umum dapat diperoleh suatu gambaran bahwa pembangunan manusia di Kota Banjarmasin hingga tahun 2013 termasuk dalam kelompok menengah atas (nilai IPM antara 66-80) dengan nilai IPM sebesar 75,28. IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan (13 Kabupaten/Kota) berada dalam golongan menengah atas, dari terendah 68,30 dan tertinggi 76,86. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 95

110 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.7 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tanah Laut 70,40 70,62 71,16 72,00 72,75 73,46 Kotabaru 70,52 70,86 71,20 71,69 72,43 73,15 Banjar 70,16 70,52 70,94 71,28 71,96 72,30 Barito Kuala 66,09 66,80 67,54 68,36 68,92 69,31 Tapin 69,79 70,13 70,58 71,00 71,71 72,18 Hulu Sungai Selatan 70,11 70,50 70,83 71,20 71,64 72,00 Hulu Sungai Tengah 70,00 70,46 70,77 71,19 71,67 72,21 Hulu Sungai Utara 67,86 68,45 68,89 69,45 69,92 70,58 Tabalong 68,98 69,45 70,00 70,45 71,05 71,56 Tanah Bumbu 68,80 69,24 69,74 70,41 71,09 71,82 Balangan 65,60 66,06 66,74 67,35 67,71 68,30 Kota Banjarmasin 72,85 73,49 73,84 74,24 74,83 75,28 Kota Banjarbaru 74,09 74,43 74,74 75,43 76,28 76,86 Kalimantan Selatan 68,72 69,30 69,92 70,44 71,08 71,74 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Untuk mempercepat peningkatan kapabilitas manusia di Kota Banjarmasin diperlukan modal dan investasi yang besar. Investasi tersebut diperlukan dalam rangka meningkatkan capaian atas dimensi mendasar dalam pembangunan manusia. Hal tersebut terwujud dalam bentuk perbaikan status kesehatan, pendidikan dan produktivitas penduduk. Investasi yang besar akan diperoleh melalui laju pertumbuhan PDRB per kapita yang pesat. Selanjutnya, produk dari pembangunan manusia yang Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 96

111 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia berhasil adalah terlahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. SDM yang berkualitas merupakan modal utama dalam mengerakkan dan mempercepat laju roda perekonomian. Tabel 5.8 Perbandingan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten/Kota Peringkat Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tanah Laut Kotabaru Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Tanah Bumbu Balangan Banjarmasin Banjarbaru Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Di wilayah Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin menduduki peringkat 2 berada di bawah Kota Banjarbaru. Perlunya perhatian serius bagi pembangunan sumber daya manusia agar peringkat Kota Banjarmasin dapat meningkat, tetapi yang Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 97

112 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia penting adalah terus terjadinya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat Kota Banjarmasin, sekaligus dengan upaya agar peringkat dapat meningkat dan minimal bertahan pada posisi tersebut. Indikator lain perlu diperhatikan adalah perbedaan laju perubahan IPM selama periode waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan rata-rata reduksi shortfall per tahun. Nilai shortfall mengukur keberhasilan dipandang dari segi jarak antara apa yang telah dicapai dengan apa yang harus dicapai, yaitu jarak dengan nilai tertinggi yang bisa dicapai oleh IPM. Kondisi ideal tertinggi yang dapat dicapai oleh IPM sebesar 100. Nilai reduksi shortfall yang besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa laju perubahan IPM tidak bersifat linear, tetapi laju perubahan cenderung melambat pada IPM yang lebih tinggi. Formula penghitungan reduksi Shortfall adalah: r IPM IPM t n ideal IPMt IPM t X100 1 n dimana: IPM t = IPM pada tahun t IPM t+n = IPM pada tahun t+n IPM ideal = 100 Kecepatan perkembangan IPM yang dicapai oleh Kota Banjarmasin memiliki trend penurunan. Pada periode kecepatan pembangunan manusia Kota Banjarmasin mencapai 2,28 dan kurun waktu kecepatan pembangunan manusia Kota Banjarmasin melambat menjadi hanya sebesar 1,81. Besaran reduksi shortfall ini merupakan upaya maksimal yang telah dicapai dalam pengelolaan sumber daya manusia di Kota Banjarmasin dan diperlukan waktu dan perhatian bersama untuk pencapaian yang lebih maksimal. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 98

113 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.9 Reduksi Shortfall Per Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun Tahun Reduksi Shortfall (1) (2) , , , , , ,55 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Laju Pencapaian IPM (reduksi shortfall) digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu. Laju Pencapaian IPM menunjukkan kecepatan pengurangan jarak suatu IPM terhadap IPM ideal. Reduksi shortfall per tahun (annual reduction in shortfall) menunjukkan perbandingan antara pencapaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Selama periode , reduksi shortfall menunjukkan angka rata-rata 1,55 per tahun. Dengan asumsi situasi kondisi pelaksanaan pembangunan manusia di Kota Banjarmasin mendatang stabil dengan asumsi perlakuan (treatment) sama dengan rata-rata tahun maka Kota Banjarmasin akan mencapai titik IPM ideal dalam kurun waktu 21 (dua puluh satu) tahun mendatang dari sekarang. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 99

114 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.10 Perbandingan Peringkat Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Tahun 2012 ke Tahun 2013 Kabupaten/Kota Reduksi Shortfall Peringkat (1) (2) (3) Tanah Laut 2,62 1 Kotabaru 2,59 2 Banjar 1,18 13 Barito Kuala 1,28 11 Tapin 1,66 10 Hulu Sungai Selatan 1,27 12 Hulu Sungai Tengah 1,91 6 Hulu Sungai Utara 2,17 5 Tabalong 1,76 9 Tanah Bumbu 2,54 3 Balangan 1,82 7 Banjarmasin 1,81 8 Banjarbaru 2,45 4 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Laju perubahan yang dicapai IPM selama periode 5 tahun ( ) sebesar 1,55 menunjukkan adanya peningkatan baik dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan hidup di Kota Banjarmasin sebesar 1,55 per tahun. Periode reduksi shortfall tahunan menunjukkan angka 1,81 artinya terjadi peningkatan dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan hidup sebesar 1,81 selama setahun terakhir. Pencapaian ini melambat jika dibandingkan dengan periode tahun yang mencapai 2,28. Reduksi shortfall Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 100

115 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia yang dicapai Kota Banjarmasin merupakan peringkat ke delapan dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Selatan seperti terlihat pada tabel Pencapaian ini dengan asumsi situasi kondisi pelaksanaan pembangunan manusia di Kota Banjarmasin mendatang stabil dengan asumsi perlakuan (treatment) sama dengan selama tahun (seperti setahun terakhir) maka Kota Banjarmasin akan mencapai titik IPM ideal (100) dalam kurun waktu 16 (enam belas) tahun mendatang dari sekarang UPAYA PENCAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJARMASIN Pencapaian peningkatan IPM Kota Banjarmasin selama kurun waktu mengalami peningkatan yang cukup maksimal, hal ini tergambar pada Reduksi Shortfall. Pencapaian ini merupakan upaya keras dari Pemerintah Kota Banjarmasin dan peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan atau upaya yang dilaksanakan dalam perbaikan pembangunan manusia. Reduksi Shortfall yang dicapai pada tahun sebesar 1,81 mengambarkan pencapaian IPM ideal (IPM=100) dimungkinkan 16 (enam belas) tahun lagi akan dicapai, namun upaya ini tidak semudah yang diharapkan. Kinerja dari tiga komponen indeks penghitungan IPM sangat dipengaruhi kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam merencanakan dan menjalankan programprogram pembangunan yang mengarusutamakan pembangunan sumber daya manusia, selain itu terpenting peran serta masyarakat untuk terlibat dalam proses yang terjadi, serta dilengkapi dengan konsensus bersama baik eksekutif, legislatif dan masyarakat, bahwa pembangunan manusia adalah yang utama dan menjadi sasaran prioritas untuk dicapai. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 101

116 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Pencapaian indeks kesehatan seperti usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat prioritas utama. Hal ini disebabkan keeratan hubungan derajat kesehatan yang sangat mempengaruhi besaran angka harapan hidup. Peningkatan derajat kesehatan memiliki kaitan yang sangat erat dengan faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan genetik. Faktor terbesar yang menentukan tingkat derajat kesehatan dari keempat faktor tersebut adalah faktor perilaku masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat terlihat dari pola pikir dalam hal kesehatan yang terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari seperti keadaan rumah untuk tempat tinggal, kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas buang air besar, dan lainnya. Sebaik apapun program dari pemerintah dalam upaya peningkatan indeks kesehatan tanpa didukung kesadaran masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan hasil yang dicapai tidak akan maksimal. Peningkatan indeks ini (karena merupakan indikator dampak/impact) cenderung memerlukan waktu lama karena banyak indikator lain yang menyertai dan ikut mempengaruhi, misalnya dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarat dari sisi pola hidup untuk mengikuti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu proses, dan keterkaitan dengan sektor/bidang pendidikan, perumahan, lingkungan, sanitasi, ketersediaan infrastruktur, bahkan ekonomi. Upaya peningkatan indeks pendidikan di Kota Banjarmasin perlu usaha yang secara kontinyu dan berkesinambungan, karena indeks ini harus melalui proses yang memakan waktu, indeks pendidikan ini dipengaruhi oleh angka melek huruf dan ratarata lama sekolah. Peningkatan melek huruf dapat dilakukan dengan program Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 102

117 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia pemerintah pengentasan buta aksara, namun untuk angka rata-rata lama sekolah tidak bisa hanya dalam satu atau dua tahun kedepan saja untuk melihat hasilnya. Program peningkatan rata-rata lama sekolah dapat difokuskan kepada peningkatan sarana prasarana sekolah tingkat menengah, yakni SMA/MA/SMK dengan distribusi pemerataan infrastruktur yang merata di setiap kelurahan dengan proporsi jumlah daya tampung sekolah dan jumlah penduduk usia tahun. Hal ini berkaitan juga dengan capaian Angka Partispasi Kasar jenjang SLTA yang masih jauh dari target RPJMD Provinsi Kalsel Upaya peningkatan indeks standar hidup layak ini dipengaruhi oleh konsumsi riil per kapita masyarakat. Peningkatan indeks ini cukup signifikan bagi daerah perkotaan karena roda perekonomian yang baik akan memberikan kontribusi. Terkendalinya angka inflasi dan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat akan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan daya beli masyarakat. Iklim usaha dan investasi yang kondusif, sistem perizinan tanpa birokrasi kompleks, serta percepatan pembangunan dan perbaikan kualitas infrastruktur seperti PLN yang tidak byar pet dan jalan/jembatan yang mulus sampai ke tingkat Kelurahan, juga sudah pasti akan meningkatkan geliat ekonomi daerah. Meningkatnya perekonomian Kota Banjarmasin berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya konsumsi masyarakat juga meningkat. Untuk daerah perkotaan upaya peningkatan IPM dengan mengoptimalkan indeks standar hidup layak akan lebih efektif, dibandingkan dengan indeks kesehatan dan indeks pendidikan yang memerlukan proses dalam upaya peningkatan pembangunan manusia pada umumnya. Peningkatan ketiga indeks mempengaruhi IPM dapat dilihat dari ilustrasi upaya pencapaian pada tabel 5.11 dibawah ini. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 103

118 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia Tabel 5.11 Ilustrasi Perlakuan (Treatment) Pencapaian IPM Kota Banjarmasin Uraian Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Standar Hidup Layak IPM Reduksi Shortfall Capaian IPM Ideal (tahun) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Indeks Komponen Pembangunan Manusia ,43 88,29 68,13 75,28 1,81 16 Perlakuan (Treatment) I Perlakuan (treatment) II Perlakuan (treatment) III Salah satu dari tiga Indeks Meningkat 1,00 Dua indeks dari tiga indeks meningkat masing-masing 1,00 Ketiga Indeks Meningkat masingmasing 1,00 75,62 1, ,95 2, ,28 4,05 7 Ilustrasi upaya perlakuan dalam peningkatan IPM Kota Banjarmasin tergambar melalui perlakuan I dimana salah satu indeks meningkat 1,00, baik indeks kesehatan, pendidikan maupun standar hidup layak akan memperoleh IPM tahun berikutnya sebesar 75,62. Reduksi Shortfall yang dihasilkan sebesar 1,35 yang berarti adanya peningkatan dari salah satu sisi kesehatan atau pendidikan maupun kesejahteraan hidup sebesar 1,35 persen, dengan pencapaian IPM ideal selama 21 tahun. Upaya peningkatan IPM Kota Banjarmasin dengan perlakuan II, dimana dua dari tiga indeks meningkat masing-masing 1,00 akan memperoleh IPM tahun berikutnya sebesar 75,95. Reduksi Shortfall yang dihasilkan sebesar 2,70 yang berarti adanya peningkatan dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan hidup sebesar 2,70 persen, dengan pencapaian IPM ideal selama 11 tahun. Pencapaian IPM dalam ilustrasi pencapaian IPM dengan perlakuan III memberikan gambaran peningkatan yang cukup berarti dimana ketiga indeks mengalami peningkatan masing-masing sebesar 1,00 akan memperoleh IPM tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 104

119 Bab V Status dan Kinerja Pembangunan Manusia berikutnya sebesar 76,28 dan besaran reduksi shortfall sebesar 4,05 yang menunjukan peningkatan dari semua sisi, baik kesehatan, pendidikan maupun kesejahteraan hidup sebesar 4,05 persen dan mengambarkan pencapaian IPM ideal selama 7 tahun. Pencapaian peningkatan IPM ini akan sangat berarti bila semua pihak, baik pemerintah sebagai pemegang regulasi/kebijakan program pembangunan maupun masyarakat saling mendukung dalam melakukan upaya-upaya pencapaian. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 105

120 BAB VI PENUTUP Pencapaian pembangunan manusia di Kota Banjarmasin, terus menerus membaik, yang ditunjukkan oleh terus naiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu sebesar 72,58 pada tahun 2008 menjadi 75,28 pada tahun Artinya bahwa status pembangunan manusia kota Banjarmasin berada pada kelompok menengah atas (66,00-80,00). Keterbandingan antar wilayah kabupaten/kota, posisi IPM Kota Banjarmasin berada di peringkat 2 dan berada di atas rata-rata IPM Provinsi Kalimantan Selatan yang angka IPMnya pada tahun 2013 mencapai level 73,46. Akan tetapi, jika dicermati mengenai posisi peringkat reduksi shortfall Kota Banjarmasin pada tingkat kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013, maka perlu komitmen, konsistensi dan upaya yang komprehensif dalam melaksanakan prioritas program pembangunan yang berkorelasi kuat terhadap percepatan capaian pembangunan manusia, sehingga berada pada posisi ideal dan mencapai target RPJM Provinsi Kalimantan Selatan REKOMENDASI DAN INTERVENSI KINERJA BIDANG KESEHATAN Peningkatan indeks terjadi pada semua komponennya, dimana angka harapan hidup terus membaik setiap tahun, bila pada tahun 2008 sebesar 66,03 tahun, maka pada tahun 2013 menjadi 66,66 tahun. Artinya bahwa rata-rata umur yang mungkin dicapai dari sejak lahir sampai meninggal dunia penduduk Kota Banjarmasin diantara 66 sampai 67 tahun. Umur harapan hidup yang dicapai oleh Kota Banjarmasin dan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 106

121 Bab VI Penutup Provinsi Kalimantan Selatan, masih jauh dari sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN yaitu mencapai 69,79 tahun pada tahun Berkaitan dengan kondisi Umur Harapan Hidup di atas yang masih belum mencapai target, maka perlu komitmen kuat dan berkelanjutan pada upayaupaya/kebijakan strategis, antara lain: 1. Pelaksanaan akselerasi perbaikan gizi melalui SUN (Scaling Up Nutrition) Movement atau Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Gerakan 1000 HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitive. Kegiatan inetrvensi gizi spesifik bersifat jangka pendek berupa: imunisasi, PMT ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu hamil, promosi ASI Ekslusif, MP-ASI, dsb. Sedangkan kegiatan intervensi gizi sensitif bersifat jangka panjang berupa: penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, keseteraan gender, dll. 2. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) dari Pemerintah, harus disosialisasikan secara masif, pembangunan sanitasi yang layak dan sehat tentunya perlu terus ditingkatkan dan dipetakan dengan cermat. 3. Revitalisasi dan Pemberdayaan pos pelayanan terpadu (Posyandu) di Kelurahan dan pemukiman-pemukiman warga untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Revitalisasi posyandu diharapkan mampu memonitor bagaimana kondisi generasi akan datang : karena sasaran dari kegiatan ini yaitu : ibu hamil, bayi sampai usia 2 tahun dan remaja putri (wanita usia subur) yang siap menikah, ibu menyusui. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 107

122 Bab VI Penutup 4. Upaya terpadu dan komprehensif serta berkesinambungan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (UU.No. 36 Tahun 2010 tentang Kesehatan Pasal 46). Meningkatkan upaya paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. 5. Peningkatan implementasi punishment bagi pelanggar Perda Kota Banjarmasin No.7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini berkaitan dengan data Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa Provinsi Kalsel berada pada posisi no.2 tertinggi se-indonesia tentang Rata-Rata Batang Rokok yang dihisap per hari. 6. Peningkatan pola pikir masyarakat melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Misalnya : pemahaman tentang resiko/dampak Usia Perkawinan Muda kepada masyarakat, peningkatan efektifitas program Saya Suami Siaga (Siap Antar Jaga), peningkatan kualitas Sanitasi Layak melalui SPAL, dan pembangunan MCK Komunal di wilayah kumuh, pengurangan mengkonsumsi makanan yang rendah gizi dan tidak sehat, dsb. 7. Alokasi anggaran bidang kesehatan untuk program yang mendorong pencapaian angka harapan hidup yang lebih baik, menjadi prioritas dan mendapat alokasi yang memadai REKOMENDASI DAN INTERVENSI KINERJA BIDANG PENDIDIKAN Komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, angka melek huruf pada tahun 2008 sebesar 98,28 persen meningkat menjadi 98,91 persen pada tahun 2013, sementara pada periode yang sama rata-rata lama sekolah juga cenderung meningkat dari 9,55 tahun menjadi 10,06 tahun. Meskipun selalu berada diatas angka Provinsi Kalimantan Selatan dan sudah melebihi target RPJMN tahun Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 108

123 Bab VI Penutup terutama untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta melek huruf, akan tetapi dari Kota Banjarmasin selalu berada di peringkat 2, di bawah kota Banjarbaru yang pada tahun ini Angka Melek Hurufnya berada pada posisi 99,54 persen dan rata-rata lama sekolahnya menembus level 10,68 tahun. Berkaitan dengan kondisi indikator pendidikan tersebut diatas, maka perlu adanya perubahan perilaku/mindset bagi semua stakeholder dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan strategis, antara lain: 1. Transparansi dan akuntabilitas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) baik dari APBN maupun APBD agar bisa dikontrol bersama oleh masyarakat sehingga penyimpangan yang terjadi dapat ditekan secara maksimal. 2. Penetapan sasaran Bantuan Siswa Miskin/Program Kartu Indonesia Pintar dapat disosialiasikan secara transparan kepada semua pihak, agar masyarakat dapat mengetahui berapa dan siapa yang seharusnya berhak menerima. 3. Tersedianya basis data nama dan alamat yang akurat dan mutakhir tentang penduduk usia 7-18 tahun yang tidak/belum bersekolah dan putus sekolah pendidikan dasar dan menengah, dan penduduk semua usia yang mengalami buta huruf, sehingga program percepatan pencapaian pembangunan manusia di bidang pendidikan lebih tepat manfaat dan tepat sasaran. 4. Mengimplementasikan Program Wajib Belajar 12 Tahun, mengingat kondisi Angka Partisipasi jenjang SLTA yang masih rendah. 5. Meningkatkan akses sarana pendidikan terutama SLTA di kecamatan/kelurahan yang belum/masih sedikit ketersediaan SLTA guna mendukung Program Wajib Belajar 12 Tahun tesebut di atas, seperti kelurahan dengan status kewilayahan perdesaan (misal: kelurahan Mantuil). Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 109

124 Bab VI Penutup 6. Peningkatan kompetensi guru dalam hal cara mendidik dan mengajar siswa agar bermoral baik dan berotak cerdas, dibarengi dengan pengawasan intensif dari pihak terkait. 7. Butir ke-8 Nawacita Jokowi-JK untuk rakyat Indonesia, adalah melakukan revolusi karakter bangsa (Revolusi Mental). Salah satu prinsip Revolusi Mental adalah nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur kehidupan sosial (moralitas publik) bukan mengatur moralitas privat. Berkaitan dengan hal tersebut, para guru diminta untuk lebih intens lagi dalam mendidik (bukan hanya sekedar mengajar) dan memperhatikan para siswanya untuk mengatasi krisis akhlak dan kebiasaan buruk di masyarakat yang sekarang sedang marak (misal: bullying, mengelem) yang mudah sekali mempengaruhi dan merusak mental para anak dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa di masa depan. 8. Sosialisasi kebiasaan gemar membaca kepada masyarakat guna menambah pengetahuan umum dan menjadikan masyarakat berwawasan luas, didukung dengan penyediaan fasilitas seperti perpustakaan keliling, taman bacaan, pemberian buku ke panti asuhan, anak jalanan, rumah tahanan, dll REKOMENDASI DAN INTERVENSI KINERJA BIDANG EKONOMI Pada periode terjadi kenaikan nominal pada pengeluaran konsumsi per kapita setahun. Tahun 2013, konsumsi riil per kapita di Kota Banjarmasin sebesar rupiah per kapita per bulan. Dibandingkan pada tahun 2012 yang sebesar rupiah maka terjadi kenaikan sebesar 0,51 persen. Selama tahun 2008 sampai 2013 ada kecenderungan proporsi pengeluaran kelompok makanan menurun dan pada kelompok non makanan cenderung meningkat. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 110

125 Bab VI Penutup Pada tahun 2008 pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan sebesar 57,15 persen dan pada tahun 2013 menjadi 57,71 persen dari seluruh pengeluaran rumah tangga Kota Banjarmasin. Berkaitan dengan kondisi indikator ekonomi tersebut diatas, maka perlu adanya kebijakan makro ekonomi dan mendorong investasi oleh Pemerintah Kota Banjarmasin berupa kebijakan-kebijakan strategis, antara lain: 1. Membuka wawasan pemuda untuk lebih berpikir membuka lapangan kerja sendiri dengan menjadi entrepreneur sehingga iklim usaha, investasi, dan bisnis menjadi lebih kondusif dengan mengadakan banyak seminar wirausaha, kemudahan pencarian modal usaha, insentif biaya izin investasi, pembangunan infrastruktur yang merangsang pertumbuhan usaha, pemberian Tax Holiday, dan kejelasan birokrasi perizinan, serta didukung dengan penegakan hukum dan suasana kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta keamanan yang kondusif dan terkendali. 2. Menjaga kestabilan harga-harga komoditas terutama bahan kebutuhan pokok, seperti bahan makanan, makanan jadi, perumahan, kesehatan, pendidikan, dll yang sangat berpengaruh terdapat tingkat daya beli masyarakat guna mengendalikan laju inflasi akibat pengurangan subsidi BBM, seperti dengan melakukan operasi pasar. 3. Mendukung program pengentasan kemiskinan dengan terjun langsung mengawal pemberian Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS) agar lebih tepat sasaran. 4. Mendidik masyarakat untuk lebih menerapkan ilmu ekonomi dalam mengatur pengeluaran agar tidak lebih besar pasak daripada tiang dan mendahulukan pemenuhan kebutuhan primer daripada kebutuhan tersier. Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 111

126 Lampiran Lampiran 1 Angka Harapan Hidup (tahun) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 68,14 68,39 68,75 69,11 69,29 Kotabaru 65,22 65,46 65,81 66,15 66,45 Banjar 64,93 65,25 65,68 66,12 66,18 Barito Kuala 61,52 61,86 62,31 62,76 63,04 Tapin 67,07 67,22 67,48 67,73 68,03 Hulu Sungai Selatan 63,68 63,95 64,32 64,69 64,87 Hulu Sungai Tengah 64,91 65,28 65,65 66,03 66,43 Hulu Sungai Utara 62,68 63,07 63,47 63,87 64,17 Tabalong 62,91 63,08 63,36 63,64 63,72 Tanah Bumbu 64,63 64,94 65,36 65,68 65,86 Balangan 61,55 61,73 62,02 62,32 62,50 Kota Banjarmasin 66,03 66,14 66,36 66,58 66,66 Kota Banjarbaru 67,31 67,48 67,76 68,04 68,32 Kalimantan Selatan 63,45 63,81 64,17 64,52 64,82 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 112

127 Lampiran Lampiran 2 Angka Melek Huruf (persen) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 93,28 93,89 95,12 96,44 96,77 Kotabaru 94,02 94,03 94,05 95,33 96,73 Banjar 96,02 96,03 96,06 96,37 96,73 Barito Kuala 92,19 93,03 94,15 94,15 94,19 Tapin 94,22 95,70 95,72 96,87 96,87 Hulu Sungai Selatan 96,59 96,77 96,80 96,80 96,83 Hulu Sungai Tengah 97,41 97,42 97,43 97,49 97,50 Hulu Sungai Utara 95,87 95,99 96,02 96,02 96,73 Tabalong 95,93 96,01 96,47 97,17 97,82 Tanah Bumbu 94,27 94,72 94,75 95,25 96,59 Balangan 94,91 94,92 95,66 95,66 96,73 Kota Banjarmasin 98,28 98,70 98,72 98,80 98,91 Kota Banjarbaru 98,10 98,22 98,95 99,06 99,54 Kalimantan Selatan 95,41 95,94 96,14 96,43 97,18 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 113

128 Lampiran Lampiran 3 Rata-Rata Lama Sekolah (tahun) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 6,62 6,88 7,26 7,27 7,65 Kotabaru 7,03 7,03 7,07 7,09 7,10 Banjar 7,16 7,25 7,26 7,32 7,33 Barito Kuala 6,81 7,07 7,15 7,25 7,27 Tapin 7,11 7,12 7,15 7,26 7,36 Hulu Sungai Selatan 7,34 7,35 7,36 7,37 7,40 Hulu Sungai Tengah 7,43 7,44 7,47 7,50 7,61 Hulu Sungai Utara 7,23 7,27 7,48 7,49 7,57 Tabalong 7,83 8,14 8,15 8,16 8,25 Tanah Bumbu 7,09 7,12 7,33 7,56 7,73 Balangan 6,48 6,97 7,00 7,01 7,05 Kota Banjarmasin 9,55 9,56 9,57 9,88 10,06 Kota Banjarbaru 9,74 9,85 10,06 10,66 10,68 Kalimantan Selatan 7,54 7,65 7,68 7,89 8,01 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 114

129 Lampiran Lampiran 4 Pengeluaran Riil Per Kapita Yang Disesuaikan (Ribu Rupiah) Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 632,86 633,74 634,93 638,23 641,54 Kotabaru 650,97 653,60 656,99 660,40 663,33 Banjar 641,64 643,94 644,99 649,27 652,07 Barito Kuala 632,30 634,53 637,93 640,99 643,78 Tapin 626,90 627,15 630,54 633,52 636,41 Hulu Sungai Selatan 647,02 648,81 650,70 653,63 656,68 Hulu Sungai Tengah 634,39 635,57 638,16 641,15 644,16 Hulu Sungai Utara 630,85 632,92 635,19 638,34 641,95 Tabalong 636,13 638,85 641,15 644,97 648,21 Tanah Bumbu 633,00 635,59 639,13 641,92 644,72 Balangan 617,80 620,65 624,05 626,51 629,42 Kota Banjarmasin 642,78 645,20 648,60 651,44 654,79 Kota Banjarbaru 644,38 645,87 648,59 651,57 655,46 Kalimantan Selatan 634,59 637,46 640,73 643,66 646,77 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 115

130 Lampiran Lampiran 5 Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 71,90 72,32 72,92 73,52 73,82 Kotabaru 67,03 67,44 68,02 68,58 69,08 Banjar 66,55 67,08 67,80 68,53 68,63 Barito Kuala 60,87 61,43 62,18 62,93 63,41 Tapin 70,12 70,37 70,80 71,22 71,72 Hulu Sungai Selatan 64,47 64,91 65,53 66,15 66,45 Hulu Sungai Tengah 66,52 67,13 67,75 68,38 69,05 Hulu Sungai Utara 62,80 63,46 64,12 64,78 65,28 Tabalong 63,18 63,47 63,93 64,40 64,54 Tanah Bumbu 66,05 66,57 67,27 67,80 68,11 Balangan 60,92 61,22 61,70 62,20 62,50 Kota Banjarmasin 68,38 68,57 68,93 69,30 69,43 Kota Banjarbaru 70,52 70,80 71,27 71,73 72,20 Kalimantan Selatan 64,08 64,68 65,28 65,87 66,37 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 116

131 Lampiran Lampiran 6 Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 76,90 77,89 79,54 80,44 81,51 Kotabaru 78,30 78,31 78,42 79,30 80,27 Banjar 79,92 80,14 80,17 80,51 80,77 Barito Kuala 76,59 77,74 78,66 78,88 78,96 Tapin 78,61 79,62 79,69 80,71 80,94 Hulu Sungai Selatan 80,70 80,85 80,90 80,92 81,00 Hulu Sungai Tengah 81,45 81,48 81,55 81,65 81,91 Hulu Sungai Utara 79,98 80,15 80,65 80,67 81,30 Tabalong 81,35 82,10 82,43 82,90 83,55 Tanah Bumbu 78,60 78,97 79,46 80,30 81,56 Balangan 77,67 78,76 79,33 79,35 80,14 Kota Banjarmasin 86,74 87,04 87,09 87,83 88,29 Kota Banjarbaru 87,04 87,36 88,32 89,73 90,10 Kalimantan Selatan 80,36 80,97 81,16 81,82 82,58 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 117

132 Lampiran Lampiran 7 Indeks Melek Huruf Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 93,28 93,89 95,12 96,44 96,77 Kotabaru 94,02 94,03 94,05 95,33 96,73 Banjar 96,02 96,03 96,06 96,37 96,73 Barito Kuala 92,19 93,03 94,15 94,15 94,19 Tapin 94,22 95,70 95,72 96,87 96,87 Hulu Sungai Selatan 96,59 96,77 96,80 96,80 96,83 Hulu Sungai Tengah 97,41 97,42 97,43 97,49 97,50 Hulu Sungai Utara 95,87 95,99 96,02 96,02 96,73 Tabalong 95,93 96,01 96,47 97,17 97,82 Tanah Bumbu 94,27 94,72 94,75 95,25 96,59 Balangan 94,91 94,92 95,66 95,66 96,73 Kota Banjarmasin 98,28 98,70 98,72 98,80 98,91 Kota Banjarbaru 98,10 98,22 98,95 99,06 99,54 Kalimantan Selatan 95,41 95,94 96,14 96,43 97,18 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 118

133 Lampiran Lampiran 8 Indeks Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 44,13 45,88 48,38 48,44 50,98 Kotabaru 46,87 46,88 47,14 47,24 47,35 Banjar 47,73 48,36 48,40 48,79 48,84 Barito Kuala 45,40 47,15 47,67 48,34 48,50 Tapin 47,40 47,47 47,64 48,40 49,08 Hulu Sungai Selatan 48,93 49,01 49,10 49,16 49,33 Hulu Sungai Tengah 49,53 49,60 49,79 49,98 50,74 Hulu Sungai Utara 48,20 48,47 49,90 49,97 50,44 Tabalong 52,20 54,26 54,36 54,37 55,01 Tanah Bumbu 47,27 47,48 48,88 50,41 51,50 Balangan 43,20 46,44 46,68 46,74 46,98 Kota Banjarmasin 63,67 63,73 63,82 65,90 67,04 Kota Banjarbaru 64,93 65,64 67,05 71,06 71,22 Kalimantan Selatan 50,27 51,03 51,19 52,60 53,37 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 119

134 Lampiran Lampiran 9 Indeks Pengeluaran Per Kapita Yang Disesuaikan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 63,06 63,26 63,53 64,30 65,06 Kotabaru 67,24 67,85 68,63 69,42 70,10 Banjar 65,09 65,62 65,86 66,85 67,50 Barito Kuala 62,93 63,44 64,23 64,94 65,58 Tapin 61,68 61,74 62,52 63,21 63,88 Hulu Sungai Selatan 66,33 66,74 67,18 67,86 68,56 Hulu Sungai Tengah 63,41 63,68 64,28 64,97 65,67 Hulu Sungai Utara 62,59 63,07 63,60 64,32 65,16 Tabalong 63,81 64,44 64,97 65,86 66,61 Tanah Bumbu 63,09 63,69 64,51 65,15 65,80 Balangan 59,58 60,24 61,02 61,59 62,26 Kota Banjarmasin 65,35 65,91 66,70 67,35 68,13 Kota Banjarbaru 65,72 66,06 66,69 67,38 68,28 Kalimantan Selatan 63,46 64,12 64,87 65,55 66,27 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 120

135 Lampiran Lampiran 10 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Kabupaten / Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanah Laut 70,62 71,16 72,00 72,75 73,46 Kotabaru 70,86 71,20 71,69 72,43 73,15 Banjar 70,52 70,94 71,28 71,96 72,30 Barito Kuala 66,80 67,54 68,36 68,92 69,31 Tapin 70,14 70,58 71,00 71,71 72,18 Hulu Sungai Selatan 70,50 70,83 71,20 71,64 72,00 Hulu Sungai Tengah 70,46 70,77 71,19 71,67 72,21 Hulu Sungai Utara 68,46 68,89 69,45 69,92 70,58 Tabalong 69,45 70,00 70,45 71,05 71,56 Tanah Bumbu 69,25 69,74 70,41 71,09 71,82 Balangan 66,06 66,74 67,35 67,71 68,30 Kota Banjarmasin 73,49 73,84 74,24 74,83 75,28 Kota Banjarbaru 74,43 74,74 75,43 76,28 76,86 Kalimantan Selatan 69,30 69,92 70,44 71,08 73,46 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 121

136 Lampiran Lampiran 11 Peringkat Angka Harapan Hidup Ibukota Provinsi dan Kab/Kota se-indonesia Tahun 2013 Ibukota Provinsi AHH Peringkat Ibukota Peringkat Provinsi Kab/Kota (1) (2) (3) (4) KOTA MAKASSAR 74, KOTA YOGYAKARTA 73, KOTA PALANGKA RAYA 73, KOTA DENPASAR 73, KOTA KUPANG 73, KOTA AMBON 73, BULUNGAN 73, KOTA MANADO 72, KOTA SAMARINDA 72, KODYA JAKARTA PUSAT 72, KOTA SEMARANG 72, KOTA MEDAN 72, KOTA SURABAYA 72, KOTA PEKANBARU 71, KOTA BANDA ACEH 71, KOTA BANDAR LAMPUNG 71, KOTA PALEMBANG 71, KOTA TERNATE 71, KOTA PADANG 71, KOTA PANGKAL PINANG 70, KOTA BENGKULU 70, KOTA PALU 70, KOTA JAMBI 70, KOTA BANDUNG 70, KOTA TANJUNG PINANG 69, KOTA KENDARI 69, MAMUJU 69, KOTA JAYAPURA 68, MANOKWARI 68, KOTA MATARAM 68, KOTA PONTIANAK 67, KOTA GORONTALO 67, KOTA BANJARMASIN 66, KOTA SERANG 66, Sumber : (diolah kembali) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 122

137 Lampiran Lampiran 12 Peringkat Angka Melek Huruf Ibukota Provinsi dan Kab/Kota se-indonesia Tahun 2013 Ibukota Provinsi Angka Melek Peringkat Ibukota Peringkat Huruf Provinsi Kab/Kota (1) (2) (3) (4) KOTA MANADO 99, KOTA PEKANBARU 99, KOTA JAYAPURA 99, KOTA BANDUNG 99, KOTA AMBON 99, KOTA GORONTALO 99, KOTA MEDAN 99, KODYA JAKARTA PUSAT 99, KOTA TERNATE 99, KOTA PALANGKA RAYA 99, KOTA PADANG 99, KOTA BENGKULU 99, KOTA BANDA ACEH 99, KOTA PALU 99, KOTA JAMBI 99, KOTA SAMARINDA 98, KOTA PALEMBANG 98, KOTA BANJARMASIN 98, KOTA BANDAR LAMPUNG 98, KOTA TANJUNG PINANG 98, KOTA KENDARI 98, KOTA KUPANG 98, KOTA YOGYAKARTA 98, KOTA SURABAYA 98, KOTA PANGKAL PINANG 98, KOTA DENPASAR 97, KOTA MAKASSAR 97, KOTA SEMARANG 97, KOTA SERANG 97, KOTA PONTIANAK 96, BULUNGAN 95, KOTA MATARAM 93, MAMUJU 91, MANOKWARI 89, Sumber : (diolah kembali) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 123

138 Lampiran Lampiran 13 Peringkat Rata-Rata Lama Sekolah Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Ibukota Provinsi Rata-Rata Lama Peringkat Ibukota Peringkat Sekolah Provinsi Kab/Kota (1) (2) (3) (4) KOTA BANDA ACEH 12, KOTA YOGYAKARTA 11, KOTA PEKANBARU 11, KOTA KENDARI 11, KOTA AMBON 11, KOTA KUPANG 11, KOTA BENGKULU 11, KOTA TERNATE 11, KOTA JAYAPURA 11, KOTA PALU 11, KOTA DENPASAR 11, KOTA PADANG 10, KOTA MANADO 10, KOTA MEDAN 10, KOTA PALANGKA RAYA 10, KOTA MAKASSAR 10, KODYA JAKARTA PUSAT 10, KOTA BANDUNG 10, KOTA JAMBI 10, KOTA SAMARINDA 10, KOTA SEMARANG 10, KOTA PALEMBANG 10, KOTA BANDAR LAMPUNG 10, KOTA GORONTALO 10, KOTA TANJUNG PINANG 10, KOTA SURABAYA 10, KOTA PANGKAL PINANG 10, KOTA BANJARMASIN 10, KOTA PONTIANAK 9, KOTA MATARAM 9, MANOKWARI 8, KOTA SERANG 8, BULUNGAN 8, MAMUJU 7, Sumber : (diolah kembali) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 124

139 Lampiran Lampiran 14 Peringkat Pengeluaran Riil Per Kapita Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Ibukota Provinsi Pengeluaran Riil Peringkat Ibukota Peringkat Per Kapita Provinsi Kab/Kota (1) (2) (3) (4) KOTA SURABAYA 665, KOTA SAMARINDA 664, KOTA YOGYAKARTA 658, KOTA MAKASSAR 657, KOTA BENGKULU 656, KOTA PADANG 656, KOTA SEMARANG 655, KODYA JAKARTA PUSAT 655, KOTA PEKANBARU 655, KOTA BANJARMASIN 654, KOTA MATARAM 653, KOTA JAMBI 653, KOTA DENPASAR 652, KOTA PANGKAL PINANG 651, KOTA JAYAPURA 650, KOTA MANADO 650, KOTA PALANGKA RAYA 649, KOTA BANDUNG 648, KOTA PALU 648, KOTA PALEMBANG 648, KOTA PONTIANAK 647, KOTA AMBON 647, KOTA MEDAN 646, KOTA TERNATE 646, BULUNGAN 646, KOTA SERANG 645, KOTA BANDA ACEH 643, KOTA TANJUNG PINANG 643, KOTA KENDARI 643, KOTA BANDAR LAMPUNG 641, KOTA KUPANG 638, KOTA GORONTALO 636, MAMUJU 632, MANOKWARI 592, Sumber : (diolah kembali) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 125

140 Lampiran Lampiran 15 Peringkat Indeks Pembangunan Manusia Ibukota Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Ibukota Provinsi IPM Peringkat Ibukota Peringkat Provinsi Kab/Kota (1) (2) (3) (4) KOTA YOGYAKARTA 80, KOTA MAKASSAR 80, KOTA AMBON 79, KOTA PALANGKA RAYA 79, KOTA PEKANBARU 79, KOTA DENPASAR 79, KODYA JAKARTA PUSAT 79, KOTA MANADO 79, KOTA BANDA ACEH 79, KOTA SURABAYA 78, KOTA PADANG 78, KOTA SAMARINDA 78, KOTA BENGKULU 78, KOTA MEDAN 78, KOTA KUPANG 78, KOTA SEMARANG 78, KOTA TERNATE 78, KOTA PALU 77, KOTA PALEMBANG 77, KOTA JAMBI 77, KOTA BANDUNG 77, KOTA PANGKAL PINANG 77, KOTA BANDAR LAMPUNG 77, KOTA JAYAPURA 77, KOTA KENDARI 77, BULUNGAN 76, KOTA TANJUNG PINANG 76, KOTA BANJARMASIN 75, KOTA GORONTALO 74, KOTA PONTIANAK 74, KOTA MATARAM 74, KOTA SERANG 73, MAMUJU 71, MANOKWARI 68, Sumber : (diolah kembali) Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjarmasin Tahun 2013 (Analisis Deskriptif) 126

141 Lampiran

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu:

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu: BAB II METODOLOGI 2. 1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) RINGKASAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi bupati dan wakil bupati pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator kinerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manusia merupakan harta atau aset yang sangat berharga bagi kelanjutan ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu negara, pengembangan kualitas akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 28/05/63/Th.XXI/5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yang disebut dengan garis regresi. Garis regresi ada yang berbentuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 33/06/63/Th. XX/15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Selatan pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

Katalog BPS: 4102002.1274 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI Jl. Gunung Leuser No. Telp (0621) 21733. Fax (0621) 21635 Email: bps1274@mailhost.bps.go.id BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI STATISTICS

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 36/06/17/II, 2 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM PROVINSI BENGKULU TAHUN TERMASUK KATEGORI SEDANG Pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... ix Daftar Isi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

Lokasi: Dermaga Desa Kota Batu, Kec.Warkuk Ranau Selatan. suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai titik

Lokasi: Dermaga Desa Kota Batu, Kec.Warkuk Ranau Selatan. suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai titik LATAR BELAKANG Pembangunan manusia merupakan perwujudan jangka panjang dari masyarakat itu sendiri, yaitu meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan 1 Lokasi:

Lebih terperinci

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017 PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun 2017-2022 Wates, 27 September 2017 1 PDRB PER KAPITA MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI D.I. YOGYAKARTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU, 2012-2016 (JUTA RUPIAH) 1 PERSENTASE PENDUDUK

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i iii vii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum... I-2 1.3 Maksud dan Tujuan... I-4 1.4 Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Konsep Pembanguanan Manusia dan Pengukurannya UNDP mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan BAB II. Gambaran Umum Kondisi Daerah BAB III. Gambaran Pengeloaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan

DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan BAB II. Gambaran Umum Kondisi Daerah BAB III. Gambaran Pengeloaan Keuangan Daerah Serta Kerangka Pendanaan DAFTAR ISI BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum I-2 1.3. Hubungan Dokumen RPJMD dengan Dokumen Perencanaan I-5 Lainnya 1.4. Sistematika Penulisan I-8 1.5. Maksud dan Tujuan Penyusunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/05/33.08/Th. I, 04 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN MAGELANG 2016 1. Perkembangan IPM Kabupaten Magelang, 2010-2016 Pembangunan manusia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.13.04 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : xviii + 109 Naskah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR KAJIAN TENTANG PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Baiq Kisnawati 1), Irianto 2) 1,2) Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. (RPJPD) Provinsi Riau , maka Visi Pembangunan

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. (RPJPD) Provinsi Riau , maka Visi Pembangunan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 9 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau 2005-2025, maka Visi Pembangunan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA

VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA 2015-2020 Oleh DRS. HASAN ACHMAD, M.Si KAIMANA, 2015 VISI DAN MISI 1. Visi Visi merupakan uraian berkenan dengan subtansi kualitas kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 25/05/15/Th.XI, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Jambi Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Jambi pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci