Pengaruh Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Terhadap Industri Ekspor Furniture Kayu Indonesia di Solo Raya, Jawa Tengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Terhadap Industri Ekspor Furniture Kayu Indonesia di Solo Raya, Jawa Tengah"

Transkripsi

1 Pengaruh Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Terhadap Industri Ekspor Furniture Kayu Indonesia di Solo Raya, Jawa Tengah Abstract Indonesia has a large forested areas, will benefit for the country. However, illegal logging has been the main problem which is also the world spotlight. As consumer countries, EU governments implement policies that regulate the circulation of timber products in Europe that only legal wood is traded. Indonesia as the country's manufacturers often export wood products to the EU to create and develop policies SVLK (Timber Legality Verification System) which follows the rules in Europe that FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). With SVLK all wood products exported must be licensed V-Legal which shows that there has been use legal timber. This rule is executed in partnership with European Union governments. Therefore, the purpose of this research is to know how the implementation of SVLK in companies engaged in the export of furniture, especially in the region of Solo Raya. This study uses three companies that have implemented SVLK, namely PT Wisanka, CV A Class Furniture and UD Furniture Rivalve. This research is qualitative descriptive. Methods of data collection are done using library research and field research with interviews to obtain primary and secondary data, observation, and literature. This research will use multitrack diplomacy concept, the concept of standardization and paragidma mercantilism to analyze the phenomenon. Keywords: SVLK, FLEGT Action plan, Furniture

2 A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati pada urutan kedua setelah Brazil, Indonesia sebagai negara megabiodiversitas keanekaragaman hayati dunia. 10% hutan hujan dunia terletak di wilayah Indonesia.1 Sumber daya alam yang melimpah dan terletak di garis ekuator maka Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang subur dengan cakupan wilayah yang luas. Tidak heran jika salah satu potensi terbesarnya selain di sektor migas adalah di sektor perhutanan. Industri kayu menjadi angin segar yang telah cukup lama ada sebagai alternatif perdagangan internasional, seperti yang telah tertera pada gambar 1, berikut: Tabel 1.1 : Sumbangan Sektor Kehutanan Terhadap Perolehan Devisa Indonesia, (US$ Juta) 2 Dari gambar 1, dapat diketahui bahwa Indonesia telah sejak lama mengandalkan hasil hutan sebagai penghasil devisa negara. Hasil hutan yang di ekspor cukup beragam, mulai dari jenis kayu mentah, kayu setengah jadi, hingga dalam bentuk barang jadi berupa furnitur kayu. Adanya daya saing yang tercipta antar indusrti kayu baik itu di tingkat nasional maupun internasional dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Persaingan industri mebel khususnya di Asia terbilang cukup ketat, sebagai negara yang berpotensi, Indonesia bisa unggul di Asia Tenggara dengan bahan baku yang melimpah, tenaga terampil

3 yang memadai, dan desain produk yang tidak kalah dibandingkan mebel dari negaranegara lain justru kalah saing dengan Malaysia dan Vietnam. Nilai ekspor kedua negara tetangga ini lebih besar di bandingkan Indonesia. Berdasarkan data Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), produksi panel kayu Indonesia yang pernah mencapai sekitar 7 juta meter kubik pada periode juga merosot menjadi 3,5 juta meter kubik tahun Padahal, Malaysia diperkirakan masih memproduksi panel kayu hingga 4 juta meter kubik. 120 pabrik kayu lapis di Indonesia, pabrik yang sampai saat ini tercatat masih berproduksi dan mengekspor hasil produksinya tinggal 52 pabrik. Tetapi, pabrik ini rata-rata berproduksi dengan kapasitas terpakai kurang dari 50% kapasitas normal. 3 Dalam persaingan internasional yang semakin tajam, Indonesia perlu memiliki strategi yang lebih jitu untuk menanggulanginya. Pasalnya, dalam gambar 2 dapat kita lihat bahwa Indonesia masih kalah saing dengan beberapa negara, yaitu: Gambar 1.1 : Nilai Ekspor Mebel Indonesia dan Negara-negara Pesaing di Asia, 2005 (US$ miliar) 4 Pada tahun 2015 ekspor mebel Indonesia tercatat USD1,902 miliar atau setara Rp24,859 triliun (mengacu kurs Rp per USD). Angka ini meningkat 1,3 persen dibandingkan Sayangnya kenaikan tersebut masih relatif kecil jika dibandingkan dengan negara lain, khususnya Malaysia dan Vietnam. Vietnam berada di posisi ketujuh dunia dengan nilai ekspor mebel 5,3 miliar dolar AS. Padahal, 10 tahun lalu nilainya hanya 20 juta dolar AS. Sementara, Malaysia kini berada di urutan ke sebelas dengan nilai ekspor 2,3 miliar dolar AS. 6 Ini terjadi karena berbagai faktor,

4 salah satunya adalah regulasi dari pemerintah yang dirasa masih sulit, sedangkan di Vietnam, pemerintah memberikan kemudahan dalam regulasi ekspor mebel sehingga pengusaha dengan mudah melakukan ekspor. Sebagai salah satu negara dengan industri kayu terbesar, Indonesia memiliki target ekspor yang besar di beberapa negara di dunia, salah satu yang terbesar adalah di kawasan eropa. Seperti pada data yang ada pada gambar 3 berikut: Gambar 1.2 : 10 Negara Tujuan Utama Ekspor Mebel Indonesia 2005 (%) 7 Dari gambar 3.1, kita dapat melihat bahwa sejak tahun 2005, Eropa dan AS merupakan mangsa pasar yang besar bagi Indonesia dan jumlah tersebut akan terus bertambah setiap tahunnya. Di Indonesia, terkenal dengan ukiran-ukiran kayu seperti dari Jepara. Industri mebel berbahan kayu sangat berkembang pesat di wilayah pulau Jawa. Beberapa yang terkenal berasal dari Jepara, Semarang, Solo, dan Surabaya. Persaingan yang semakin besar ini jelas terjadi karena adanya peningkatan permintaan dari konsumen, baik dalam maupun luar negeri. Hal ini menyebabkan beberapa masalah, salah satunya adalah kerusakan hutan yang menyebabkan pemenasan global karena banyak penebangan liar. Isu lingkungan hidup telah menjadi angenda global memasuki abad 21, baik dikalangan pemimpin politik, pejabat pemerintah, ilmuan, industrialis, LSM maupun warga negara. Ini menunjukkan bahwa persoalan lingkungan hidup, seperti energi dan pemanasan global sebelumnya hanya dianggap sebatas pada wilayah low politics

5 kemudian mulai berkaitan dengan berbagai isu-isu sentral politik dunia. Isu lingkungan kini menjadi isu global yang dianggap sangat penting dalam agenda politik internasional, yakni terkait isu keamanan dan ekonomi. Menurut Homer Dixon, penyebab krisis lingkungan mencakup 6 sumber, yaitu perubahan iklim yang disebabkan oleh efek rumah kaca, penipisan ozon, degradasi dan hilangnya tanah pertanian yang subur, penggundulan hutan, pengurangan dan polusi suplai air bersih dan penipisan daerah penangkapan ikan. 8 Para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (Potsdam-Institut fur Klimafolgenforschung/PIK) di Jerman mangatakan bahwa musim dingin ekstrem yang terjadi berturut-turut di benua Eropa dalam 10 tahun terakhir adalah akibat mencairnya lapisan es dikawasan Artik, dekat Kutub Utara, akibat pemenasan global. 9 Dengan kesadaran berbagai pihak akan isu lingkungan hidup terutama pemanasan global, maka berbagai negara berusaha melakukan aksinya untuk mengurangi dampak dari kerusakan lingkungan. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah pemanasan global. Di tingkat negara, sudah ada beberapa bidang yang menjadi fokus utama penyelesaian, yaitu bidang pertanian, bidang peternakan, bidang energi, bidang manajemen sumber air, bidang kehutanan, dan gaya hidup masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya lingkungan hidup, mulai menciptakan dan menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan. Permintaan masyarakat akan barang ramah lingkungan akhirnya membuat pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung. Uni Eropa mengeluarkan kebijakan, yaitu Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) untuk mengurangi ilegal logging, namun siklus perdagangan khususnya berupa kayu tetap berjalan. Aksi nyatanya adalah perjanjian bilateral antara Uni Eropa dengan negara-negara penghasil kayu, yaitu FLEGT Voluntary Partnership Agreement (VPA). Indonesia dan UE telah melakukan perjanjian perdagangan terkait penjualan kayu dan mebel. Sehingga kayu dari Indonesia harus sudah bersertifikasi. Oleh karena itu di Indonesia saat ini ada kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

6 Di Indonesia, SVLK sudah ada sejak tahun 2009, namun mulai diimplementasikan secara menyeluruh pada produk kayu baik itu kayu mentah, setengah jadi, maupun jadi seperti furniture scara pada tahun 2013, tepatnya setelah indonesia menandatangani perjanjian FLEGT-VPA dengan Uni Eropa. Namun sayangnya tujuan yang baik bagi perdagangan Indonesia ini masih harus melalui tantangan yang cukup berat. Pasalnya, walaupun sudah hampir seluruh industri furniture Indonesia memiliki dokumen V-Legal, tetap saja ada ketidak sinkronan antar pemerintah. Dibawah kementrian kehutanan sebagai pembuat kebijakan telah mewajibkan seluruh hasil produk kayu termasuk furniture untuk menggunakan SVLK sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.P.6/VI- BPPHH/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilain Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi dan Verifikasi Legalitas Kayu. 10 Namun sayangnya, muncul ketentuan yang berlainan, yakni ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 89 tahun Berdasarkan ketentuan yang terbit pada akhir tahun 2015 itu, terdapat 15 golongan produk kayu dalam kelompok furniture dan kerajinan dibebaskan dari kewajiban penggunaan V-legal. Sehingga dalam pengimplementasiannya masih terjadi kebingungan di pelaku industri kayu ekspor apakah harus segera menggunakan SVLK atau tidak. Pemerintah sebagai pengendali negara dan pembuat keputusan seharusnya juga memperhatiakan kendala-kendala yang bisa terjadi. Dengan adanya permendag 89, seperti menjadi umpan balik terhadap tuntutan kebijakan awal yang sebelumnya yang telah dihasilkan. Sehingga pemerintah perlu meninaju ulang kebijakan yang ada terkait SVLK ini agar dalam pengimplementasiannya menjadi lebih baik. Sehingga SVLK sempat dicabut, namun saat ini justru diwajibkan apabila ingin melakukan ekspor. Peneliti tertarik untuk melihat bagaimana para pelaku industri bisnis furniture dalam menjalankan ekspornya dengan menggunakan SVLK di Indonesia. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari adanya SVLK ini terhadap hubungan kerjasama perdagangan kayu antara Indonesia dan Uni Eropa.

7 B. ISI a. Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Action Plan Pada tahun 2003, European Commission (EC) membuat Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Action Plan yang merupakan adopsi dari konferensi tentang Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) atau Penegakan Hukum dan Tata Kelola (FLEG) bersama dengan negara-negara G8, Bank Dunia, Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID UK), dan Departemen Luar Negeri AS tentang Penegakan Hukum untuk Asia Timur. 11 Perbedaan utama dari proses FLEG dengan FLEGT Action Plan adalah penambahan masalah perdagangan yang memberikan fokus baru. Elemen pertama FLEGT Action Plan adalah membangun Kesepakatan Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA) dengan negara-negara pengekspor produk kayu. VPA mencakup proses kerjasama bilateral untuk menetapkan undang-undang dan penegakannya. Elemen kedua dari FLEGT Action Plan adalah Peraturan Kayu Uni Eropa (EUTR). Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) Action Plan (2003) Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan Voluntary Partnership Agreement (VPA) Europan Union Timber Regulation (EUTR) 1. Perjanjian perdagangan bilateral antara Uni Eropa dengan negara-negara produsen kayu 2. Tidak mengikat secara hukum, hanya berupa kemitraan sukarela 3. Ketika sudah diratifikasi, maka menjadi peraturan yangmengikat 1. Fokus importir di negara- negara anggota Uni Eropa 2. Aturan legislatif yang mengikat Gambar 1.1 : Instrumen dan fokus utama FLEGT Action Plan 12 FLEGT Action Plan mendorong reformasi kebijakan, transparansi, dan berbagi informasi. Singkatnya, FLEGT Action Plan fokus pada 7 bidang, yaitu: 13

8 1. Dukungan untuk produk kayu negara pengekspor, termasuk tindakan untuk mempromosikan solusi yang adil untuk masalah pembalakan liar. 2. Kegiatan untuk mempromosikan perdagangan kayu legal, termasuk tindakan untuk mengembangkan dan melaksanakan Perjanjian Kemitraan Sukarela antara Uni Eropa dan negara-negara kayu ekspor. 3. Promosi kebijakan pengadaan publik, termasuk tindakan yang memandu kontrak pemerintah tentang cara untuk berurusan dengan legalitas ketika menentukan kayu dalam prosedur pengadaan. 4. Dukungan untuk inisiatif sektor swasta, termasuk tindakan untuk mendorong inisiatif sektor swasta untuk praktek yang baik di sektor kehutanan, termasuk penggunaan kode etik sukarela bagi perusahaan swasta untuk sumber kayu legal. 5. Perlindungan untuk pembiayaan dan investasi, termasuk tindakan untuk mendorong bank dan lembaga keuangan investasi di sektor kehutanan untuk mengembangkan prosedur perawatan karena saat pemberian kredit. 6. Penggunaan instrumen legislatif yang ada atau adopsi undang-undang baru untuk mendukung Rencana, termasuk Peraturan Kayu Uni Eropa. 7. Mengatasi masalah konflik kayu. 1. FLEGT Voluntary Partnership Agreement (VPA) VPA adalah perjanjian perdagangan bilateral antara Uni Eropa dan negara-negara penghasil produk kayu yang melakukan ekspor ke wilayah Uni Eropa. Di bawah VPA, satu negara diharapkan untuk mengembangkan sistem untuk memverifikasi bahwa ekspor produk kayu yang legal. Legalitas ini perlu diverifikasi melalui sistem jaminan legalitas (LAS). VPA ini bersifat sukarela bagi negara-negara pengekspor produk kayu. Namun, sekali VPA telah diratifikasi, maka secara hukum mengikat kedua belah pihak. 14 VPA berisi tentang prinsip-prinsip dasar perjanjian yang mencakup mengenai berjalannya perjanjian, seperti bagaimana dasar hukum yang akan diberlakukan untuk mengawasi berjalannya perjanjian dengan baik dan teknis

9 dari sistem verifikasi yang akan diterapkan di negara tersebut. Pelaksanaan VPA dikoordinasikan melalui Komite Pelaksana Bersama. Meskipun tujuan keseluruhan dari VPA telah jelas, namun bagaimana penerapannya mungkin agak berbeda dari negara yang satu dengan negara lainnya. Kesepakatan dalam definisi legalitas dan sistem yang nantinya akan dikembangkan atau digunakan di suatu negara adalah hasil dari setiap proses nasional negara mitra tersebut. 2. European Union Timber Regulation (EUTR) EUTR atau aturan kayu Uni Eropa mrupakan langkah penting yang diambil untuk mendukung dan meningkatkan efektivitas FLEGT Action Plan. Peraturan ini ada sejak 2010 dan mulai berlaku penuh pada Maret Persyaratan EUTR diarahkan pada sisi permintaan atau impor. EUTR mewajibkan produk kayu importir (operator) untuk mengambil langkahlangkah yang memadai untuk meminimalkan risiko mengimpor produk kayu ilegal ke Uni Eropa. Adanya sistem Due Diligence memberikan beberapa kewajiban kepada para operator atau pihak pertama pengimpor kayu dan Internal Trader atau pihak kedua dan seterusnya yang memperdagangkan kayu di pasar UE harus bertanggung jawab atas produk yang mereka perdagangkan di dalam Uni Eropa dan wajib menggunakan sistem due diligence yang didasarkan pada dokumentasi yang memadai dan penilaian risiko untuk menilai asal hukum dari produk kayu yang diimpor. 15 b. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan jawaban dari pemerintah atas penebangan liar yang kerap terjadi di Indonesia, kebijakan ini menyangkut legalitas kayu yang akan di ekspor oleh Indonesia, khusunya ke negara-negara di Eropa. Pemerintah bekerjasama dengan pihak Uni Eropa yang telah terlebih dahulu mencanangkan penolakannya terhadap penebangan hutan secara liar demi kelangsungan ekosistem hidup dan mengurangi dampak dari pemenasan global.

10 FLEGT VPA diadopsi oleh Indonesia pada 2005, dan pelaksanaannya pada 2009, yang memungkinkan adanya kontrol untuk setiap kayu yang masuk ke Uni Eropa dari negara-negara yang telah melakukan perjanjian atau bisa dikatakan mitra FLEGT. Mereka menandatangani Kesepakatan Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreements (VPA) dengan Uni Eropa. Setelah setuju, VPA mencakup komitmen dan tindakan dari kedua belah pihak untuk menghentikan perdagangan kayu ilegal, terutama dengan skema lisensi untuk memferivikasi legalitas kayu yang diekspor ke Uni Eropa. Perjanjian ini juga mempromosikan penegakan hukum yang lebih baik untuk kelangsungan hutan dan mempromosikan pendekatan inklusif yang melibatkan masyarakat sipil dan sektor swasta. 16 Indonesia setuju mengikuti Voluntary Partnership Agreemen (VPA) dengan tujuan menaikan pamor Indonesia di mata dunia sebagai negara yang cinta lingkungan, produksi kayunya terjamin ramah lingkungan sehingga khualitas kayu juga lebih terjamin. Secara langsung berimbas pada peningkatkan ekspor furniture kayu Indonesia. 15 November 2016, Forest Law Enforcement, Governance, and Trade License atau FLEGT License telah berlaku. Dengan lisensi ini, Indonesia menjadi negara pertama dan baru satu-satunya di dunia yang memperoleh Lisensi FLEGT dari Uni Eropa. Hal itu merupakan pengakuan internasional terhadap legalitas kayu Indonesia yang telah menerapkan sistem verivikasi legalitas kayu (SVLK). Dengan penerapan FLEGT License ini, produk kayu dan turunannya dari Indonesia yang masuk ke UE akan memperoleh perlakuan green lane yang berarti tidak perlu lagi melalui proses due-diligence (uji tuntas). FLEGT License merupakan hasil dari perjanjian FLEGT Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA) yang ditandatangani pada tanggal 30 September 2013 dan berlaku sejak 1 Mei Indonesia meratifikasi FLEGT VPA melalui Peraturan Presiden RI No. 21 Tahun 2014 dan Parlemen Uni Eropa pada bulan Maret Pencapaian kesepakatan diperoleh melalui proses perundingan yang panjang. 17

11 Dalam proses penerapannya jelas akan ada beberapa perbedaan, mengingat SVLK merupakan aturan yang dibuat untuk mengikuti standardisasi produk oleh Eropa namun aturannya telah disesuaikan dengan sistem undangundang yang berlakudi Indonesia. Sedangkan, FLEGT bisa dibilang suatu kebijakan yang lebih besar pengaruhnya, tidak hanya bagi negara-negara anggota Uni Eropa sendiri, melainkan terhadap beberapa negara lain yang terkait didalamnya. Sesuai pada penjelasan sebelumnya mengenai FLEGT Action Plan yang terbagi menjadi 2 kebijakan lagi yaitu FLEGT VPA dan EUTR. Terlebih lagi Uni Eropa merupakan mangsa pasar bagi banyak negara dengan penghasil produk kayu sehingga dapat dikatakan bahwa Uni Eropa merupakan konsumen terbesar, sedangkan Indonesia atau negara lain yang tergabung dalam VPA merupakan para pelaku atau produsen yang melakukan ekspor produk kayu ke wilayah Uni Eropa. Sebagai negara konsumen terbesar, secara tidak langsung UE jelas tidak ingin disalahkan apabila banyak produk kayu baik itu furniture atau lainnya yang banyak masuk ke wilayah UE, karena mungkin saja kayu yang masuk merupakan kayu illegal. Selain menjalin hubungan bilateral dengan negara produsen kayu, Eropa juga mulai menerapkan aturan kayu khusus bagi seluruh importir di Eropa, dimana aturan tersebut kita kenal dengan EUTR. SVLK merupakan bentuk kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Uni Eropa dalam sektor kayu yang mengatur tata kelola dan juga perdagangan kayu yang legal. Hal ini sebenarnya juga merupakan wujud dari multitrack diplomacy yang diupayakan pemerintah Indonesia melalui kegiatan bisnis berupa perdagangan produk furniture kayu karena dapat memperlihatkan bahwa khualitas produk Indonesia tidak kalah dengan negara lain. Maka kedepannya pemerintah mengharapkan langkah ini akan memberikan keuntungan lebih, baik dari segi produksi dan penjualan barang serta salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menciptakan nation branding.

12 Wilayah Eropa memang menjadi salah satu mangsa pasar yang besar bagi Indonesia karena mereka memang menyukai produk furniture berbahan kayu dimana mereka tidak memiliki sumber daya yang bisa mencukupi seluruh kebutuhan penduduknya akan furniture kayu. Sehingga sebenarnya Indonesia memiliki kesempatan yang besar jika bisa memanfaatkannya dengan baik. Pemerintah memiliki peranan yang besar dalam hal ini karena kekayaan Indonesia khususnya mengenai hutan telah diatur oleh pemerintah untuk dikelola sesuai dengan kepentingan negara, pemerintahlah yang mengontrol penebangan kayu, kita mengetahui bahwa area hutan tertentu tidak dapat ditebang seperti di area hutan lindung atau taman nasional. Sektor kehutanan dengan hasil hutannya memang memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia karena menjadi salah satu penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Pada kenyataannya SVLK saat ini telah wajib bagi seluruh industri yang melakukan ekspor produk kayu baik itu furniture atau lainnya, baik itu ke wilayah Eropa maupun ke negara lainnya. Sehingga pada bulan November lalu, pemerintah Uni Eropa resmi memberikan FLEG Lisence nya untuk Indonesia sehingga produk Indonesia lebih mudah masuk ke pasar Eropa tanpa diberlakukannya due-diligence. Hal ini membuktikan bahwa SVLK yang diterapkan di Indonesia memang sudah sesuai dengan FLEGT. Namun karena lisensi ini masih sangat awal maka belum bisa dipastikan apakah berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ataukah berdampak besar bagi para pelaku Industri yang terlibat secara langsung didalamnya. c. Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Terhadap Industri 1. PT Wirasindo Santakarya (Wisanka) PT Wirasindo Santakarya (Wisanka) yang berlokasi di Jalan Solo Daleman no.41, Baki, Sukoharjo. Berdiri sejak 1993, perusahaan berskala besar di Solo Raya. Ibu Dewi di bagian dokumen ekspor mengungkapkan bahwa

13 perusahaan bisa melakukan ekspor barang rata-rata mencapai 3 kontainer dalam 1 minggu, dalam 1 bulan mencapai rata-rata 15 kontainer atau lebih dengan harga rata-rata perkontainer mencapai US$ Jumlah pekerja sekitar 500 orang. Wisanka tidak memproduksi barang dari bahan mentah sampai dengan bahan jadi, Wisanka hanya menerima bahan setengah jadi. Sejak 2015 awal atau jalan 2 tahun hinggga saat ini telah memiliki sertifikasi SVLK, dengan waktu 3 bulan untuk persiapan dokumen-dokumen untuk pengajuan menggunkan SVLK. Tidak memiliki staff khusus untuk membuat kelengkapan dokumen SVLK setiap kali ekspor karena tugas ini sudah bisa ditangani oleh kepala unit yang juga sebagai koordinator untuk kelengkapan dokumen SVLK. Sejauh ini tidak ada masalah mengenai hal itu, perusahaan justru memperoleh keuntungan tersendiri. Dengan menggunakan SVLK perusahaan mendapatkan keuntungan yakni perusahaan-perusahaan luar negeri mengakui produk Indonesia dengan kayu yang legal dan khualitas yang baik, sehingga buyer lebih mengakui khualitas dari furniture yang di ekspor. Ekspornya ke Eropa, Amerika, Timur Tengah dan Asia, namun dari pihak buyer sendiri tidak meminta SVLK kerena ini memang aturan dalam negeri dari pemerintah Indonesia. Sebelum menggunakan SVLK perusahaan ini melakukan prosedur ekspor secara umum sesuai dengan aturan yang ada pada saat itu. Setelah menggunakan SVLK, secara operasional memang ada sedikit ada perbedaan, terutama dalam pengurusan dokumen karena ada dokumen SVLK khusus untuk memperoleh izin ekspor. Adanya sertfikasi ini memang membuat perusahaan harus membuat beberapa dokumen lebih untuk setiap kali ekspornya, hal ini memang cukup rumit namun tidak ada masalah yang berarti mengingat ini memang aturan yang dibuat dari pemerintah dan memang perusahaan sudah mapan dengan struktur organisasi yang kuat dan memadai.

14 2. CV A Class Furniture Berlokasi di Jalan Parang Parung II no.1, Sondakan, Laweyan, Surakarta. Industri berskala menengah yang telah berdiri sejak tahun 2001 dan eksporny telah mendunia yakni ke Eropa, USA, Canada, Australia, Jepang. jumlah pekerja kurang lebih sebanyak 200 orang. Dalam 1 bulan bisa melakukan ekspor sebanyak 2-4 kali pengiriman per kontainer. Bapak Rahman Haryanto selaku direktur utama dari industri A Class Furniture mengungkapkan bahwa sampai saat ini SVLK sendiri tidak begitu berarti bagi pelaku industri, pasalnya buyer atau pembeli dari luar negeri sampai sekarang tidak ada yang meminta SVLK baik itu dari Eropa maupun Amerika bahkan Pemerintah negara lain seperti Spanyol, Belanda, Itali belum meminta. Namun pemerintah Indonesia mewajibkan penggunaan SVLK apabila melakukan ekspor, sehingga pada bulan november 2016 A Class Furniture resmi menggunakan SVLK. Sebelum Menggunakan SVLK, untuk tahapan dalam proses eskpor perusahaan ini melakukan hal yang sama sesuai dengan prosedur normal dalam ekspor. Setelah menggunakan SVLK maka dalam proses ekspor, perusahaan harus melakukan pengajuan V-Legal sebelum terbit Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) nya. Dan untuk mempersiapkan dokumen tambahan untuk pengajuan V-legal tersebut memerlukan waktu paling cepat 1 hari kerja dan paling lama 2 hari kerja. Maka kita memerlukan staff khusus untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut dengan biaya atau gajinya sebesar Rp /dokumen untuk setiap kali akan melakukan eskpor. 18 Biaya sebesar ini dirasa cukup memberatkan bagi perusahaan. Mengingat sebenarnya SVLK ini tidak berpengaruh terhadap harga jual, sehingga tidak ada kenaikan harga. Sampai saat ini tidak belum ada dampak positif yang dirasakan setelah menggunakan SVLK selain dari bisa melakukan ekspor.

15 3. UD Rivalve Furniture Perusahaan Rivalva Furniture terletak di Dukuh Jamur Rt 01/08, Trangsan, Gatak, Sukoharjo. Merupakan industri berskala kecil. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2015, sehingga baru berusia 1 tahun ini dengan jumlah pekerja sekitar 20 orang dan telah melakukan ekspor hingga ke Ausrtia, New Zaeland, dan Australia. Secara administrasi belum ada susunan staff khusus untuk perusahaan ini, semua urusan administrasi masih dikerjakan langsung oleh pemilik perusahaan, yakni Bapak Aris Nugroho. Bapak Aris mengungkapkan SVLK ini masih dibilang sulit untuk dilakukan terutama bagi industri kecil karena dokumennya yang rumit dan biayanya yang cukum mahal. Dalam melakukan proses ekspor, perusahaan ini melakukan prosedur yang sama dan secara umum dilakukan oleh para eksportir lainnya. Mengingat ekspornya yang masih minim sebenarnya perusahaan ini tidak menginginkan menggunakan SVLK namun jika tidak menggunakan SVLK maka perusahaan ini tidak akan bisa ekspor. Akhirnya perusahaan ini menggunakan SVLK karena mendapat bantuan dana yang disalurkan melalui HIMKI Solo Raya, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya sedikitpun untuk pengajuan awal sertifikasi SVLK ini. Setelah menggunakan SVLK sebenarnya perusahaan merasa lebih terbebani, mulai dari persiapan dokumen-dokumen yang menjadi sangat banyak dan harus dilakukan secara teliti untuk setiap kali ekspor, management perusahaan yang harus dilakukan secara lebih mendetail karena nantinya akan ada audit yang dilakukan dari lemabaga pemberi lisensi V-Legal. Perusahaan ini juga masih belum sanggup untuk mempekerjakan karyawan khusus yang akan mengurus dokumen-dokumen V-Legal, dokumen tambahan tersebut dilakukan sendiri oleh pemilik perusahaan, hal ini sebenarnya berdampak pada proses ekspor yang bisa menghambat atau memperlambat proses ekspor karena harus menunggu semua dokumen-dokumen lengkap.

16 Sampai saat ini tidak belum ada dampak positif yang dirasakan setelah menggunakan SVLK selain dari bisa melakukan ekspor. Pihak buyer pun belum ada yang meminta lisensi semacam ini, Jika bisa memilih maka perusahaan ini memilih untuk tidak menggunakan SVLK. Dari segi harga juga sebenarnya sama-sekali tidak berpengaruh, tidak ada kenaikan harga barang karena buyer juga menghendaki harga barang yang relatif murah. Dengan dokumennya yang rumit justru bisa menghambat perusahaan yang juga berdampak pada penurunan jumlah ekspor. Sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh. C. PENUTUP Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia, khusunya wilayah Solo Raya yang mengambil 3 sample perusahaan dengan latar belakang yang berbeda. Tiga perusahaan tersebut berskala besar, kecil dan menengah. Hal ini dipilih agar bisa memaksimalkan penelitian yang dilakukan. Sesuai dengan analisis dan penjelasan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa: 1. Sistem Verifikasi Legalitas kayu (SVLK) merupakan suatu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan perpedoman pada FLEGT Action Plan, khususnya FLEGT VPA yang sudah disepakati bersama antara Indonesia dan Uni Eropa. Kebijakan ini diterapkan karena beberapa alasan, yaitu: a. Keseriusan dan konsistensi pemerintah dalam mengurangi pembalakan liar yang terjadi di Indonesia sebagai perwujudan dari dukungan Indoneia terhadap kelestarian lingkungan. b. Memperbaiki citra Indonesia di mata dunia yang pernah dianggap sebagai salah satu negara dengan tingkat pembalakan liar yang cukup tinggi. c. Membuka peluang kerjasama antara Indonesia-Uni Eropa dalam hal perdagangan internasional khususnya mengenai perdagangan kayu

17 dengan berbagai jenis. hal ini sesuai dengan kekayaan alam Indonesia yang juga menjadi milik negara dan dikelola oleh pemerintah. d. Mendorong pelaku industri di Indonesia agar mampu bersaing dengan produk dari negara lain dan meningkatkan ekspor kayu Indonesia terutama mengenai furniture karenatelah memiliki penambahan nilai sehingga harga jualnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan kayu mentah atau kayu setengah jadi. 2. Sebagai negara penghasil produk kayu, Indonesia memang memerlukan aturan tersendiri untuk mengatur management kayu agar tidak ada lagi pembalakan liar. Namun proses pembentukan kebijakan ini perlu diperhatikan, banyaknya pihak yang terkait tidak menjamin bahwa implementasinya akan berjalan sempurna karena akan semakin banyak pihak-pihak yang memiliki kepetingan didalamnya. 3. Setelah milikili V-legal, perusahaan tetap harus mengurus dokumen tambahan untuk setiap kali ekspor dan mempersiapakannya untuk audit. 4. Dalam SVLK tidak hanya sebagai syarat ekspor produk kayu, tetapi juga terdapat tata kelola kayu yang harus dipatuhi oleh semua pelaku industri furniture dan aturan tambahan ini membuat proses ekspor menjadi sedikit rumit dan sebenarnya tidak menjamin kenaikan harga, seperti: a. Pada perusahaan besar dengan sistem yang sudah lebih tersturktur, SVLK ini tidak menjadi masalah. Tidak ada dampak signifikan yang terjadi di perusahaan baik itu dalam hal dokumen, harga jual barang maupun tingkat penjualan barang. b. Pada perusahaan menengah, SVLK cukup memberatkan karena perlu menambah karyawan yang khusus mengangani dokumen SVLK di setiap kali ekspornya dan biaya tambahan yang dikeluarkan untuk karyawan dan dokumen tidak sesuai dengan harga penjualan barang karena harga barang memang tidak mengalami kenaikan.

18 c. Pada perusahaan kecil, SVLK sangat memberatkan bahkan bisa menjadi penghambat untuk melakukan ekspor. Pembuatan dokumen yang rumit harus dilakukan sendiri oleh pemilik perusahaan karena perusahaan berskala kecil belum memiliki staff di bidang manajemen dan administrasi. Serta biaya tambahan yang cukup mahal. Sehingga banyak permasalahan yang terjadi, seperti keuntungan yang tidak sesuai dengan biaya tambahan yang diperlukan untuk pengurusan dokumen SVLK. 5. Secara keseluruhan sebenarnya para pelaku industri ini mendukung adanya SVLK untuk mengurangi pembalakan liar. Namun dalam implementasinya sebenarnya perlu dikaji ulang, tidak perlu semua elemen wajib menggunakan SVLK, sehingga diterapkan di industri hulu atau hilir saja. Dan persyaratannya perlu lebih disederhanakan agar pengusaha kecil dapat lebih mudah menjalankannya.

19 1 Danang Cahyadi, Hutan Indonesia: Kekayaan & Kompleksitas Masalah, Diakses pada 5 Mei 2016, 2 Tulus Tambunan, Perkembangan dan Daya Saing Meubel Kayu Indonesia, Diakses pada 4 Mei, 2016http:// NAN/Pusat%20Studi/Working%20Paper/WP5.pdf 3 Ibid 4 Ibid 5 Dhera Arizona Pratiwi, 2015, Ekspor Mebel Indonesia Capai Rp24,8 Triliun, Diakses pada 6 Mei 2016, triliun 6 Kemenperin, Industri Mebel Indonesia Kalah Saing dengan Malaysia, Diakses pada 6 Mei 2016, Malaysia 7 Tulus Tambunan, Op.cit, hal.10 8 Budi Winarno, Dinamika isu-isu Global Kontemporer, Caps, Yogyakarta, 2007, Hal Ibid, hal Dephut, Apa dan Bagaimana SVLK, Diakses pada 5 Mei 2016, 11 Multistakeholder Forestry Programme: Indonesia-EU, Op.cit. hal European Forest Institute, Op.cit. hal 6 13 Ibid 14 Ibid 15 European Forest Institute, Op.cit. hal 7 16 European Commission, FLEGT-Voluntary Partnership Agreements (VPAs),Diakses pada 1 Oktober 2016, 17 Kementrian Luar Negeri, Indonesia dan Uni Eropa Terbitkan FLEGT Lisence, Diakses pada 17 November 2016, License.aspx. 18 Wawancara dengan Bp.Rahman Haryanto

20 Daftar Pustaka Danang Cahyadi, Hutan Indonesia: Kekayaan & Kompleksitas Masalah, Diakses pada 5 Mei 2016, Tulus Tambunan, Perkembangan dan Daya Saing Meubel Kayu Indonesia, Diakses pada 4 Mei, 2016http:// %20TULUS%20TAMBUNAN/Pusat%20Studi/Working%20Paper/WP5.pdf Dhera Arizona Pratiwi, 2015, Ekspor Mebel Indonesia Capai Rp24,8 Triliun, Diakses pada 6 Mei 2016, ekspor-mebel-indonesia-capai-rp24-8-triliun Kemenperin, Industri Mebel Indonesia Kalah Saing dengan Malaysia, Diakses pada 6 Mei 2016, Indonesia-Kalah-Bersaing-dengan-Malaysia Budi Winarno, Dinamika isu-isu Global Kontemporer, Caps, Yogyakarta, 2007, Hal. 141 Dephut, Apa dan Bagaimana SVLK, Diakses pada 5 Mei 2016, European Commission, FLEGT-Voluntary Partnership Agreements (VPAs),Diakses pada 1 Oktober 2016, Kementrian Luar Negeri, Indonesia dan Uni Eropa Terbitkan FLEGT Lisence, Diakses pada 17 November 2016, FLEGT-License.aspx. Wawancara dengan Bp.Rahman Haryanto selaku Direktur utama dari A Class Furniture

BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and

BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) menempatkan Indonesia di urutan kedelapan dari sepuluh negara

Lebih terperinci

Kota, Negara Tanggal, 2013

Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Regulasi Kayu Uni Eropa (European Union Timber Regulation/EUTR) Regulasi Kayu

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H S V L K oleh Agus Justianto Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Dibangun sejak 2003 dan melibatkan para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013 Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Pelatihan untuk Para Pelatih Pengantar Sumber Daya Pelatihan untuk Para Pelatih - Sumber Daya Pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan memiliki arti penting bagi negara. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mencerminkan potensi ekonomi yang besar dan strategis bagi pembangunan nasional. Kekayaan

Lebih terperinci

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir)

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir) Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir) LEMBAR DATA 2.3 Apabila Anda seorang importir, setelah Anda mengumpulkan informasi (sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan

Lebih terperinci

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda semakin memperkukuh kemitraan di antara keduanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju deforestasi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 laju deforestasi sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi 1.7

Lebih terperinci

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati: SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HIGH LEVEL MARKET DIALOGUE BETWEEN INDONESIA, EU, THE US AND JAPAN: MEETING MARKET DEMAND FOR LEGALLY TIMBER PRODUCT JAKARTA, 10 MARET 2011 Yth. Menteri Koordinator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System (TLAS) atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........ xvi DAFTAR GAMBAR........ xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix I. PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah. 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian....

Lebih terperinci

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com

Lebih terperinci

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Pengantar Kebijakan & Konvensi Internasional yang Berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource

Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource Panduan untuk pabrik penggergajian dan produsen kayu Paul Wilson Manajer Pengembangan Program Kantor +62 (0)881 463 8608 Ponsel +62 (0)817 0357 7555 paul@certisource.co.uk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2013

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2013 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JERMAN PERIODE : JANUARI - JULI 2013 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Jerman 1. Neraca perdagangan Jerman pada periode Januari-Juli 2013 tercatat surplus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa untuk penduduknya sendiri. Diperlukan adanya pemasok, baik bahan baku maupun bahan pendukung

Lebih terperinci

BAB III PASAR EROPA SEBAGAI TUJUAN INVESTASI PERDAGANGAN. ekonomi dunia, kekuatan-kekuatan ekonomi ini membuat community atau forum

BAB III PASAR EROPA SEBAGAI TUJUAN INVESTASI PERDAGANGAN. ekonomi dunia, kekuatan-kekuatan ekonomi ini membuat community atau forum BAB III PASAR EROPA SEBAGAI TUJUAN INVESTASI PERDAGANGAN LUAR NEGERI Perubahan zaman pada terakhir ini terjadi suatu pergeseran kekuatan ekonomi dunia, kekuatan-kekuatan ekonomi ini membuat community atau

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA

ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA Pelaksanaan studi: pertengahan Juni akhir Nov 07 Metodologi: a) Wawancara dengan asosiasi, instansi pemerintah, perorangan, LSM b) Kajian literatur,

Lebih terperinci

Catatan Pengarahan FLEGT

Catatan Pengarahan FLEGT FLEGT PENEGAKAN HUKUM, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN SEKTOR KEHUTANAN Jaminan legalitas berbasis peserta pasar dan pemberian izin FLEGT Latar belakang Rencana Tindakan mengenai Penegakan Hukum, Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa Informasi Ringkas Mei 2011 Upaya bersama untuk memastikan dan meningkatkan perdagangan kayu legal dan tata kelola yang baik pada sektor

Lebih terperinci

Penjelasan Singkat FLEGT

Penjelasan Singkat FLEGT 01 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apakah FLEGT? 1. Mengapa kita memerlukan FLEGT? FLEGT adalah singkatan untuk

Lebih terperinci

LOWONGAN UNTUK KETUA TIM PENILAI MONITORING DAN ANGGOTA TIM PENILAI MONITORING PENYUSUNAN BASELINE MONITORING DAMPAK IMPLEMENTASI SVLK (SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU) Latar Belakang MFP3 membuka lowongan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejak dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan

Lebih terperinci

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC PRESS RELEASE Jakarta, 11 Desember 2014 Pada 1 Oktober 2014, Skema Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari IFCC* secara resmi telah mendapatkan endorsement dari sistem sertifikasi terdepan dan terpercaya

Lebih terperinci

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS Materi Website Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS Jaminan legalitas produk kayu harus dibuktikan dengan adanya sistem

Lebih terperinci

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012 For more information, contact: Leony Aurora l.aurora@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)8111082309 Budhy Kristanty b.kristanty@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)816637353 Sambutan Frances Seymour, Direktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Peran Sektor Bisnis Dalam Penandatanganan Voluntary Partnership Agreement On Forest Law Enforcement Governance And Trade

Peran Sektor Bisnis Dalam Penandatanganan Voluntary Partnership Agreement On Forest Law Enforcement Governance And Trade Peran Sektor Bisnis Dalam Penandatanganan Voluntary Partnership Agreement On Forest Law Enforcement Governance And Trade (Vpa-Flegt) antara Indonesia dan Uni Eropa Indrawati, MA Abstrak Tulisan ini akan

Lebih terperinci

FLEGT-VPA: Ringkasan. Ringkasan dan kronologis_ind_june2009.doc 1

FLEGT-VPA: Ringkasan. Ringkasan dan kronologis_ind_june2009.doc 1 Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan bidang Kehutanan - Perjanjian Kemitraan Sukarela FLEGT-VPA: Ringkasan

Lebih terperinci

dari Indonesia demi Indonesia

dari Indonesia demi Indonesia dari Indonesia demi Indonesia Menjamin Kayu Legal Dari Hutan Kita: Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (Versi Stakeholder) Apakah SVLK itu? Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Laporan Tahunan. Penerapan Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT Indonesia Uni Eropa

Laporan Tahunan. Penerapan Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT Indonesia Uni Eropa Indonesia dan Uni Eropa Laporan Tahunan Mei 2014 April 2015 Penerapan Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT Indonesia Uni Eropa Upaya bersama untuk menjamin dan mempromosikan perdagangan kayu legal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal. balik antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal. balik antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dan lingkungan hidupnya bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia¹ TUJUAN & RINGKASAN Kegiatan pemantauan secara independen terhadap sektor

Lebih terperinci

Proposal Usaha Kerajinan Rotan

Proposal Usaha Kerajinan Rotan Proposal Usaha Kerajinan Rotan DISUSUN OLEH ASEP SOPYAN, SP.,M.Si Penata Tk.I Nip. 19650720 199303 1 007 No. Hp 081321782532 1 A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 A. Dasar Kebijakan

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong deforestasi dan degradasi, yang menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi iklim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jabodetabek, dan lain-lain. kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring,

BAB I PENDAHULUAN. Jabodetabek, dan lain-lain. kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN RENCANA KAWASAN INDUSTRI DESA BALONG DALAM RANGKAIAN FESTIVAL KARTINI IV TAHUN 2016 DI KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH 16 APRIL 2016 Yang terhormat,

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan Sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Direktorat Jenderal Bina Produksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya aktivitas perdagangan kayu internasional menjadi faktor besar yang mempengaruhi peningkatan permasalahan illegal logging di negara negara produsen kayu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu : KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA

BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA Hubungan kerjasama Ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa dalam bidang Perdagangan Internasional dilakukan dengan dua jalan, yaitu hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat penting dan merupakan suatu indikator penentu kemajuan suatu Negara. Peningkatan pembangunan dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Australian Illegal Logging Prohibition Act (AILPA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL Oleh: NANI TUARSIH 0810512064 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa

Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa Ringkasan Kebijakan 3 EFI Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa Fasilitas FLEGT UE Upaya ini dibiayai oleh Uni Eropa Kebijakan 3 EFI 2009 1 Pemerintah Finlandia mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rotan merupakan sumber devisa yang sangat besar bagi negara karena Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu rotan dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Analis Faktor Supply & Demand Driven Terhadap Insistensi Indonesia Dalam Mewujudkan Perjanjian Kerjasama FLEGT-VPA

Analis Faktor Supply & Demand Driven Terhadap Insistensi Indonesia Dalam Mewujudkan Perjanjian Kerjasama FLEGT-VPA Analis Faktor Supply & Demand Driven Terhadap Insistensi Indonesia Dalam Mewujudkan Perjanjian Kerjasama FLEGT-VPA 2007-2011 Clarissa Diva C. Savirra 070912103 Program Studi S1 Hubungan Internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 14 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan P No.783, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Nama Jabatan dan Kelas Jabatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG NAMA JABATAN DAN KELAS

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS MEBEL

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS MEBEL KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS MEBEL NAMA : MUHAMMAD REZA PALLEVI RHAMADHAN NIM : 11.12.5534 KELAS : 11-S1 SI-03 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya tulis ini dibuat sebagai inspirasi untuk orang orang

Lebih terperinci

Agus P Djailani, MBA Technical Assistant for SME, MFP Simposium CIFOR - Bogor, 14 Februari 2013

Agus P Djailani, MBA Technical Assistant for SME, MFP Simposium CIFOR - Bogor, 14 Februari 2013 Agus P Djailani, MBA Technical Assistant for SME, MFP Simposium CIFOR - Bogor, 14 Februari 2013 Kebijakan Pemerintah dlm Perdagangan Kayu 1986 s/d 1997: Larangan ekspor kayu bulat & gergajian. Pengembangan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 97/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 97/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 97/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN Jakarta, 18 Mei 2016 Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta Bada Pusat Statistik. 2009. BPS Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik Klaten. 2015. Klaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. dunia internasional akan meningkatkan kemakmuran. Kemakmuran nasional

BAB I. PENDAHULUAN. dunia internasional akan meningkatkan kemakmuran. Kemakmuran nasional BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar internasional yang semakin liberal menuntut Indonesia meningkatkan daya jual produk-produk yang dihasilkan industrinya agar mampu bersaing di pasar global.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri furnitur Indonesia masih memiliki pamor yang mengkilap di perdagangan internasional. Dalam acara pameran tunggal yang bertajuk Indonesia Paviliun yang berlangsung

Lebih terperinci

Perihal: Pengembangan Sistem Data Base dan Informasi MFP3 Referensi:

Perihal: Pengembangan Sistem Data Base dan Informasi MFP3 Referensi: Mekanisme : Purchase Order Tanggal Diterbitkan : 13 Agustus 2015 Tanggal Penutupan : 21 Agustus 2015 (6 hari kerja setelah tanggal diterbitkan) Waktu Penutupan : 17.00 WIB Perihal: Request for Quotation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan 6th UNEP TUNZA Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting Youth Statement pertemuan Panel Tingkat Tinggi di Bali pada kemitraan / kerjasama global (25-27 Maret, 2013) 26 Maret 2013 Pemuda

Lebih terperinci

DAMPAK PERJANJIAN FOREST LAW ENFORCEMENT GOVERNANCE AND TRADE - VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT TERHADAP EKSPORTIR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA

DAMPAK PERJANJIAN FOREST LAW ENFORCEMENT GOVERNANCE AND TRADE - VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT TERHADAP EKSPORTIR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA DAMPAK PERJANJIAN FOREST LAW ENFORCEMENT GOVERNANCE AND TRADE - VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT TERHADAP EKSPORTIR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA Oleh Amelia Nugroho Ningrum 1 ; Setyasih Harini 2 ; Halifa

Lebih terperinci

PENGARUH REGULASI ECO LABELLING DI UNI EROPA TERHADAP REGULASI EKSPOR PRODUK KAYU DI INDONESIA

PENGARUH REGULASI ECO LABELLING DI UNI EROPA TERHADAP REGULASI EKSPOR PRODUK KAYU DI INDONESIA PENGARUH REGULASI ECO LABELLING DI UNI EROPA TERHADAP REGULASI EKSPOR PRODUK KAYU DI INDONESIA Masitha Tismananda Kumala Fakultas Hukum Universitas Airlangga e-mail: masitha@gmail.com ABSTRAK Uni Eropa

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Indonesia yang kaya akan budaya dan hasil alamnya memiliki banyak industri yang menggantungkan usahanya pada hasil alam tersebut. Salah satu industri yang menggabungkan

Lebih terperinci

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia.

1. Yulianty Widjaja (Direktur DAVINCI); dan 2. Para Hadirin Sekalian Yang Berbahagia. Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA PEMBUKAAN PAMERAN 22 TAHUN DAVINCI DI INDONESIA JAKARTA, 14 OKTOBER 2015 Yang Saya Hormati: 1. Yulianty Widjaja (Direktur

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

Dampak Krisis Ekonomi Global Tahun 2008 Terhadap Ekspor Batubara di Indonesia (Studi Literatur di Negara Kawasan Asia Timur)

Dampak Krisis Ekonomi Global Tahun 2008 Terhadap Ekspor Batubara di Indonesia (Studi Literatur di Negara Kawasan Asia Timur) Dampak Krisis Ekonomi Global Tahun 2008 Terhadap Ekspor Batubara di Indonesia (Studi Literatur di Negara Kawasan Asia Timur) Sugiarti Sugiarti676@ymil.com Sri Rahayu Budiani srbudiani@yahoo.com Batubara

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT (VPA) TERHADAP PENINGKATAN EKSPOR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA

PENGARUH VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT (VPA) TERHADAP PENINGKATAN EKSPOR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA PENGARUH VOLUNTARY PARTNERSHIP AGREEMENT (VPA) TERHADAP PENINGKATAN EKSPOR KAYU INDONESIA KE UNI EROPA Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional

Lebih terperinci

Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 &5 Agustus, 2010 SARASEHAN PELATIHAN LEGALITAS Kepedulian yang Memadai (Due Care) dan Pedoman Umum Menegakkan Legalitas

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34 PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT SEBAGAI UPAYA MENDORONG PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan I. PENDAHULUAN Hutan adalah sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekspor, serta 17% sisanya digunakan untuk penggunaan lainnya. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. ekspor, serta 17% sisanya digunakan untuk penggunaan lainnya. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dijuluki paru-paru dunia, Indonesia memiliki hutan seluas 133,6 juta ha dari 181,2 juta ha luas wilayahnya yang dapat digunakan sebagai wadah untuk

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, KOMPILASI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMEGANG IZIN ATAU PADA HUTAN HAK Nomor: P.38/Menhut-II/2009

Lebih terperinci