I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong
|
|
- Deddy Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong deforestasi dan degradasi, yang menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi iklim, dan tata kelola hutan yang buruk (Pohnan & Stolen, 2013). Pembalakan liar yang terus meningkat menimbulkan beragam reaksi dari berbagai kalangan untuk perbaikan pengelolaan hutan di Indonesia. Masyarakat sipil menuntut adanya pemberantasan pembalakan liar dan pembatasan eksploitasi hutan. Pasar kayu internasional terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa juga menuntut jaminan kelestarian dan legalitas produk kayu dari Indonesia (Kurnianingsih et al., 2011). Amerika Serikat dengan kebijakan Lacey Act memberikan batasan yang tegas tentang produk hasil hutan yang dapat masuk ke negaranya untuk mengurangi pembalakan liar. Pada awal Juli 2010, parlemen Uni Eropa dengan kebijakan EU Timber Regulation (EUTR) mensyaratkan agar importir menghindari impor kayu ilegal (Cashore & Stone, 2012). Pandangan yang kurang baik dunia internasional terhadap Indonesia mengenai kurang maksimalnya pemberantasan pembalakan liar berakibat pada penolakan beberapa negara terhadap perdagangan kayu Indonesia di pasar internasional (Sudarsono, 2009). Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2009 menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi 1
2 Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak (Purnomo et al., 2011). Sistem legalitas kayu dikembangkan untuk memerangi illegal logging dan illegal trade, memperbaiki tata kelola kehutanan (forest governance), dan mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan (Darmawan et al., 2012). Sertifikasi legalitas kayu diharapkan dapat mengurangi pasokan kayu ilegal, insentif harga premium (Cashore & Stone, 2012), meningkatkan akses pasar, dan reputasi perusahaan setelah sertifikasi (Bouslah et al., 2009). Verifikasi legalitas memiliki fokus yang relatif sempit dan sederhana dibandingkan dengan sertifikasi hutan lestari yang diharapkan dapat memperbaiki tata kelola hutan global. Pendekatan verifikasi legalitas dirancang untuk ruang lingkup permasalahan penebangan kayu ilegal dan tidak mencakup yang lebih luas dari standar lingkungan dan sosial seperti halnya yang ditawarkan oleh sertifikasi hutan lestari (Cashore & Stone, 2012). Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pemanfaatan Hutan (BUK) Kementerian Kehutanan telah mewajibkan semua unit pengelolaan hutan baik di wilayah hutan negara atau hutan rakyat untuk menerapkan kebijakan legalitas kayu pada tahun 2013 (Mulyaningrum et al., 2013). SVLK diharapkan dapat melindungi hutan rakyat dari oknum nakal yang memanfaatkan kemudahan proses pemanfaatan kayu rakyat menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang kini menjadi sasaran baru pembalakan dan perdagangan kayu ilegal (Sugiharto, 2013). Menurut Yanadrian (2014), kayu-kayu yang dinyatakan berasal dari hutan rakyat di Sumatera Utara, patut dicurigai terkait modus perdagangan kayu ilegal. 2
3 Penerapan SVLK pada hutan rakyat menjadi sangat penting karena membantu memastikan keabsahan kayu yang diperdagangkan, memotong mata rantai perdagangan kayu dengan memotong jalur perantara, meningkatkan posisi tawar para petani serta membuka peluang pasar yang lebih luas bagi produk kayu hutan rakyat (Setyowati, 2012). Selain itu penerapan SVLK pada hutan rakyat diharapkan dapat membentuk kelembagaan masyarakat yang berkomitmen pada pengelolaan hutan yang berkelanjutan (Setyowati, 2012; Siddik, 2013). Namun kebijakan legalitas kayu tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat karena masyarakat merasa terbebani dengan biaya untuk memperoleh sertifikat legalitas kayu. Banyak pihak yang meragukan kemanfaatan kebijakan legalitas kayu dapat dirasakan oleh pemilik hutan rakyat, sehingga mengemuka pemikiran kritis seberapa jauh kebijakan SVLK ini benar-benar dapat mencapai tujuannya yaitu pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management, SFM) (Mulyaningrum, 2013). Hasil penelitian sebelumnya pada Unit Manajemen Hutan Rakyat (UMHR) Koperasi Wana Lestari Menoreh (KWLM) di Kulonprogo, Yogyakarta, setelah mendapatkan sertifikat hijau Forest Stewardship Council (FSC), terjadi peningkatan permintaan dan harga kayu bersertifikat sebanyak 30 % (Mulyaningrum, 2013). Untuk kayu tropis bersertifikat Skema FSC di Sabah Malaysia juga mengalami peningkatan permintaan pasar ekspor dan mencapai harga premium sebesar 27 % - 56 % tergantung pada kelompok jenis (Kollert & Lagan, 2007). Namun bagaimana dengan kayu hutan rakyat bersertifikat legalitas 3
4 kayu apakah juga mengalami peningkatan permintaan pasar dan mencapai harga premium?. Peningkatan akses pasar yang lebih baik dan insentif harga premium tentunya sangat diharapkan bagi UMHR, namun peningkatan akses pasar ini dapat meningkatkan intensitas penebangan. Ada semacam kekhawatiran dengan peningkatan intensitas penebangan akan dapat mempengaruhi kelestarian hutan rakyat. Menurut Widayanti (1999), Jaminan kelestarian hasil hutan rakyat akan menurun sebanding dengan bertambahnya intensitas penebangan. Peningkatan intensitas penebangan hutan rakyat terjadi seiring dengan meningkatnya peranan hutan rakyat sebagai pemasok bahan baku industri perkayuan. Bertitik tolak dari banyaknya keraguan akan kemanfaatan SVLK pada hutan rakyat dan kekhawatiran terhadap penurunan kelestarian hutan rakyat, maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui perubahan permintaan dan harga kayu bersertifikat, serta menganalisis pengaruh peningkatan permintaan kayu terhadap kelestarian produksi kayu hutan rakyat. 1.2 Rumusan Masalah SVLK merupakan salah satu kebijakan hutan berbasis pasar yang bertujuan untuk memberantas pembalakan liar dan sebagai instrumen perbaikan tata kelola kehutanan yang baik (Setyowati, 2012). SVLK memastikan agar industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan cara legal dari sebuah sistem pengelolaan sumberdaya hutan (SDH) yang lestari, yang mengindahkan aspek 4
5 legalitas, pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management, SFM), dan tata kelola pemerintah yang transparan dan akuntabel (Darmawan et al., 2012). Sistem Verifikasi Legalitas Kayu memberi kepastian bagi pasar di Eropa, Amerika, Jepang, dan negara-negara tetangga untuk produk kayu Indonesia sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan akses pasar. Dengan SVLK, para petani hutan rakyat diharapkan dapat menaikan posisi tawar dalam perdagangan kayu dan konsumen tidak perlu merisaukan keabsahhan hasil kayunya (LEI, 2009). Akan tetapi, dengan adanya peningkatan akses pasar akan meningkatkan intensitas penebangan yang dikawatirkan dapat menurunkan kelestarian hutan rakyat. Menurut Awang et al., (2002), bahaya utama dari kelestarian hutan rakyat adalah jika terjadi pemanenan secara berlebihan terhadap hasil kayu di dalam hutan rakyat. Disamping itu, ada kecenderungan pengelola hutan lebih mendahulukan keuntungan daripada kelestarian hutannya (Setyowati, 2012). Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terjadi perubahan permintaan dan harga kayu setelah UMHR mendapatkan sertifikat legalitas kayu? 2. Bagaimana pengaruh permintaan kayu terhadap kelestarian produksi kayu hutan rakyat setelah UMHR mendapatkan sertifikat legalitas kayu? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui perubahan permintaan dan harga kayu setelah UMHR mendapatkan sertifikat legalitas kayu, 5
6 2. Mengetahui pengaruh permintaan kayu terhadap kelestarian produksi kayu hutan rakyat setelah UMHR mendapatkan sertifikat legalitas kayu. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi ilmu pengetahuan dapat menambah informasi tentang pengaruh peningkatan akses pasar terhadap kelestarian hutan rakyat. 2. Bagi pengelola hutan rakyat dapat memberikan informasi terkait kondisi tegakan hutan rakyat terkini guna pengelolaan hutan rakyat yang lebih optimal. 3. Bagi pengambil kebijakan dapat memberikan data dan informasi tentang kemanfaatan SVLK yang diperoleh petani hutan rakyat sehingga dapat menentukan kebijakan yang akan diambil selanjutnya. 4. Bagi masyarakat dapat memberikan pengetahuan, pemahaman dan mungkin dorongan minat untuk mengadopsi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam pengelolaan hutan rakyatnya. 1.5 Batasan Penelitian Pembatasan ruang lingkup penelitian bertujuan agar penelitian dapat lebih fokus dan terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu dilakukanlah pembatasan terhadap ruang lingkup penelitian ini yaitu: 1. Kemanfaatan penerapan SVLK pada unit manajemen hutan rakyat yang dimaksud adalah peningkatan permintaan dan harga kayu sertifikasi legalitas kayu. 6
7 2. Kelestarian hutan rakyat yang dimaksud adalah kelestarian produksi kayu yang ditunjukkan melalui penebangan yang tidak over cutting. 1.6 Keaslian Penelitian Kajian-kajian yang terkait dengan SVLK berupa makalah maupun kajian ilmiah lainnya telah banyak dilakukan dan dilaporkan. Namun kajian tersebut dalam bentuk thesis maupun desertasi belum banyak dilakukan, hal ini mungkin dikarenakan kebijakan legalitas kayu baru diterbitkan tahun Penelusuran yang dilakukan, baik melalui perpustakaan maupun internet, mendapatkan referensi pustaka terkait dengan tema dan lokasi penelitian yang disajikan pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Hasil-hasil penelitian terkait dengan SVLK, kelestarian hutan rakyat dan lokasi penelitian di Kabupaten Gunungkidul, DI. Yogyakarta. Nama dan Judul Lokasi dan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Agus Sunardi, Lokasi: Kabupaten Perhitungan riap hutan rakyat Kajian Potensi Kayu dan Wonogiri, Jawa dengan luas ha (luas Kelestarian Hutan Rakyat Tengah. produktif) di Kab. Wonogiri di Kabupaten Wonogiri sebesar ,366 m3/ tahun, Sebagai Suplai Bahan Deskriptif. atau 8,462 m3/ha/tahun. Produksi Baku Industri kayu hutan rakyat yang Pengelolaan Kayu, diperkenankan untuk dipanen Tesis, adalah ,08 m3/tahun untuk menjaga kelestariannya. Jumlah industri pengolahan kayu di Kabupaten Wonogiri sebanyak 120 unit dengan kebutuhan bahan baku industri kayu sebanyak m3/tahun. 7
8 Dyah Nurhandayani, Lokasi: Desa Putat, Mayoritas anggota KTHR adalah Evaluasi Kelestarian Kecamatan Patuk, petani, tiap keluarga memiliki 4-5 Hutan Rakyat Berbasis Kabupaten orang anggota keluarga. Kegiatan Partisipasi Masyarakat Gunungkidul, berkelompok lebih memotivasi (Desa Putat, Kec. Patuk, DI. Yogyakarta. untuk membangun keberhasilan Kab. Gunungkidul), hutan rakyat. Tesis, Evaluasi Kualitatif. Nur Rohman, Lokasi: Desa Pemberian sertifikasi PHBML Kajian Dampak Girisekar, Dengok memberikan dampak positif Sertifikasi Pengelolaan dan Kedungkeris, terhadap peningkatan pendapatan Hutan Berbasis Kabupaten masyarakat sebesar 1,94 %, Masyarakat Lestari Gunungkidul, DI. peningkatan kapasitas masyarakat (PHBML) Terhadap Yogyakarta. sebesar 52,76 % dan peningkatan Pengelolaan Hutan tutupan hutan sebesar 3,38 %. Rakyat (Studi Kasus Deskriptif. Pemberian sertifikasi belum Pengelolaan Hutan menguntungkan secara ekonomi. Rakyat oleh Koperasi Akan tetapi pemberian sertifikasi Wana Manunggal Lestari, menguntungkan secara sosial dan Gunungkidul, Provinsi lingkungan. DI. Yogyakarta, Tesis, Indrawan, Strategi Lokasi: Jabotabek dan Strategi untuk mendorong Implementasi Sistem Yogyakarta. industri furniture segera Verifikasi Legalitas Kayu mendapatkan sertifikat SVLK (SVLK) pada Industri Deskriptif kualitatif. yaitu strategi insentif berupa Furniture di Indonesia, bantuan biaya kepada perusahaan Tesis, yang termasuk dalam kategori UKM, sedangkan untuk industri besar insentif yang diberikan dapat berupa kemudahan dalam proses ekspor dan proses pengurusan perijinan 8
9 Firman Dermawan Yuda, Lokasi: Desa Dengok, Pengelolaan hutan pada kedua Manajemen Hutan Kecamatan Playen jenis hutan rakyat tersebut Rakyat: Perbandingan,Kabupaten bersifat individual action dimana Hutan Rakyat Gunungkidul, DI. proses perencanaan, Bersertifikasi Lestari Yogyakarta, dan Desa pengorganisasian, pelaksanaan Dengan Hutan Rakyat Mekargalih, dan pengawasan dilakukan dan Belum Bersertifikasi Kecamatan menjadi tanggungjawab petani (Studi Kasus Hutan Cikalongkulon, sebagai pengelola hutan rakyat. Rakyat di Kabupaten Kabupaten Cianjur, Antara hutan rakyat bersertifikasi Gunungkidul dan Jawa Barat. lestari dan belum bersertifikasi, Kabupaten Cianjur), pada aspek ekonomi dan Tesis, Survei lingkungan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada aspek sosial terdapat perbedaan dalam kelembagaan. Pada kedua daerah telah terbentuk lembaga yang menaungi petani hutan rakyat. Depi Susilawati, The Lokasi: Kabupaten Peran Asosiasi komunitas dalam Indonesian Timber Blora, Wonosobo mengimplementasikan Indo- Legality Assurance Provinsi Jawa Tengah, TLAS menunjukkan signifikan. System (Indo-TLAS) in dan Kabupaten Ini berarti efektivitas the Community Forest: Gunungkidul, Provinsi kelembagaan tinggi. Pengetahuan, An Evaluation of DI. Yogyakarta. keahlian dan pengalaman dari Mandatory Timber petani setempat telah meningkat, Verification and Local kualitatif. dan jaringan dan reputasi mereka Practice, Thesis, telah tumbuh. Sementara itu, praktek-praktek tradisional penebangan kayu dan pemasaran sampai saat ini tetap tidak berubah. Selain itu, harga premium untuk kayu rakyat legal belum ada. 9
10 Mulyaningrum, Lokasi: Kabupaten Faktor penentu tipologi hutan Tinjauan Kritis Lampung Tengah rakyat di lokasi penelitian yang Kebijakan Legalitas Provinsi Lampung, dominan adalah terbentuknya Kayu di Hutan Rakyat Konawe Selatan harga pasar dan kapasitas (Kasus di Kabupaten Provinsi Sulawesi organisasi. Pemerintah, negara Lampung Tengah, Tenggara, Buleleng mitra, dan lembaga donor yang Konawe Selatan, Provinsi Bali, dan kuat mengakibatkan narasi Buleleng, dan Kulonprogo Provinsi legalitas sebagai pembentuk Kulonprogo), Desertasi, Yogyakarta. diskursus command and control mendominasi proses pembuatan Deskriptif kuantitatif kebijakan dan mengalahkan dan kualitatif. narasi harga premium pembentuk diskursus economic incentives. Penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, hal tersebut dapat dijelaskan melalui 3 faktor pembeda yaitu fokus, lokasi, dan metode penelitian sebagai berikut: Fokus penelitian : Dampak Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu pada Kelestarian Produksi Kayu Hutan Rakyat. Lokasi Penelitian : Desa Dengok, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta. Metode Penelitian : Metode kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian, penelitian ini masih relevan untuk dilaksanakan, sehingga keaslian penelitian tentang Dampak Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Terhadap Kelestarian Produksi Kayu Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul, DI. Yogyakarta masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 10
BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) menempatkan Indonesia di urutan kedelapan dari sepuluh negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. tingkat lokal (tanah adat) (Suhardjito & Darusman, 1998). Jenis hutan ini terbukti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun di atas tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju deforestasi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 laju deforestasi sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi 1.7
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan memiliki arti penting bagi negara. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mencerminkan potensi ekonomi yang besar dan strategis bagi pembangunan nasional. Kekayaan
Lebih terperinciMengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum
Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan
Lebih terperinciMengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013
Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Pelatihan untuk Para Pelatih Pengantar Sumber Daya Pelatihan untuk Para Pelatih - Sumber Daya Pelatihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejak dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan
Lebih terperinciBeberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:
SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HIGH LEVEL MARKET DIALOGUE BETWEEN INDONESIA, EU, THE US AND JAPAN: MEETING MARKET DEMAND FOR LEGALLY TIMBER PRODUCT JAKARTA, 10 MARET 2011 Yth. Menteri Koordinator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
Lebih terperinciKERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :
KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)
Lebih terperinciDirektorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan
Sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Direktorat Jenderal Bina Produksi
Lebih terperinci5 TIPOLOGI KESESUAIAN SERTIFIKASI DI HUTAN RAKYAT
5 TIPOLOGI KESESUAIAN SERTIFIKASI DI HUTAN RAKYAT Sertifikasi di Hutan Rakyat Permenhut P. 38/Menhut-II/2009 merupakan salah satu pedoman SVLK pada pemegang izin maupun pada hutan rakyat, dimana mulai
Lebih terperinciKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H S V L K oleh Agus Justianto Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Dibangun sejak 2003 dan melibatkan para pemangku kepentingan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.
PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 A. Dasar Kebijakan
Lebih terperinciKota, Negara Tanggal, 2013
Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan tanaman di Jawa, khususnya oleh Perum Perhutani merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari penanaman, pemeliharaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan hak atau sering disebut sebagai hutan rakyat yang merupakan lahan milik dengan hasil utama berupa kayu merupakan barang milik pribadi (private good) dari petani hutan
Lebih terperinciKONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU
KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa untuk penduduknya sendiri. Diperlukan adanya pemasok, baik bahan baku maupun bahan pendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) menempatkan Indonesia di urutan kedelapan dari sepuluh negara
Lebih terperinciPengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS
Materi Website Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS Jaminan legalitas produk kayu harus dibuktikan dengan adanya sistem
Lebih terperinciLegalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013
Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Regulasi Kayu Uni Eropa (European Union Timber Regulation/EUTR) Regulasi Kayu
Lebih terperinciKemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia
Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia Kondisi Hutan Rakyat Luas hutan di kabupaten Gunungkidul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.
Lebih terperinciKONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU
KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........ xvi DAFTAR GAMBAR........ xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix I. PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah. 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian....
Lebih terperinciPemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir)
Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir) LEMBAR DATA 2.3 Apabila Anda seorang importir, setelah Anda mengumpulkan informasi (sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan
Lebih terperinciPROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34
PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT SEBAGAI UPAYA MENDORONG PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan I. PENDAHULUAN Hutan adalah sumber daya
Lebih terperinciLAPORAN KELANGKAAN PERUSAHAAN KONSULTASI DAN JASA SERTIFIKASI UNTUK VERIFIKASI ASAL- USUL BAHAN BAKU (VLO)
LAPORAN KELANGKAAN PERUSAHAAN KONSULTASI DAN JASA SERTIFIKASI UNTUK VERIFIKASI ASAL- USUL BAHAN BAKU (VLO) JULI 2008 KOORDINATOR TEKNIS SENADA LAPORAN INI DIBUAT UNTUK DIKAJIAN OLEH BADAN PEMBANGUNAN INTERNASIONALL
Lebih terperinciRoyal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas
Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara optimal. Pengelolaan hutan di Negara Indonesia sepenuhnya diatur dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Pengelolaan hutan di Negara Indonesia sepenuhnya diatur dan dikontrol oleh negara,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciLegalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013
Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Pengantar Kebijakan & Konvensi Internasional yang Berdampak pada Perdagangan
Lebih terperinciCATATANKEBIJAKAN. Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan. No. 02, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti.
No. 02, 2013 CATATANKEBIJAKAN Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan (Program: Working Toward Including Forestry Revenues in the Indonesia EITI
Lebih terperinciPRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC
PRESS RELEASE Jakarta, 11 Desember 2014 Pada 1 Oktober 2014, Skema Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari IFCC* secara resmi telah mendapatkan endorsement dari sistem sertifikasi terdepan dan terpercaya
Lebih terperinciPertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource
Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource Panduan untuk pabrik penggergajian dan produsen kayu Paul Wilson Manajer Pengembangan Program Kantor +62 (0)881 463 8608 Ponsel +62 (0)817 0357 7555 paul@certisource.co.uk
Lebih terperinciLaporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar
Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias
Lebih terperinciSISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU
SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DR. IR. HADI DARYANTO D.E.A Badan Akreditasi Independen (Komite Akreditasi Nasional) (KAN) SVLK Monitoring Independen : (LSM atau Masyarakat Sipil ) Sertitifikat LK Lembaga
Lebih terperinciEkspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam
Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta
Lebih terperinciPUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia
PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta Bada Pusat Statistik. 2009. BPS Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik Klaten. 2015. Klaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada
Lebih terperinciSERTIFIKASI HUTAN DAN PERAN ORGANISASI NON PEMERINTAH (ORNOP) MATERI DASAR DISIAPKAN OLEH DR. AGUS SETYARSO
SERTIFIKASI HUTAN DAN PERAN ORGANISASI NON PEMERINTAH (ORNOP) MATERI DASAR DISIAPKAN OLEH DR. AGUS SETYARSO APRIL 2009 Pengantar Tulisan ini disusun melalui pertimbangan bahwa semakin lama aktivitas sertifikasi
Lebih terperinciIDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO
RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca
BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Perlindungan terhadap hutan tentunya menjadi sebuah perioritas di era pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca di beberapa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Penilaian. Kinerja. Verifikasi. Legalitas. Pemegang Izin. Pedoman.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Penilaian. Kinerja. Verifikasi. Legalitas. Pemegang Izin. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.38/Menhut-II/2009
Lebih terperincidari Indonesia demi Indonesia
dari Indonesia demi Indonesia Menjamin Kayu Legal Dari Hutan Kita: Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (Versi Stakeholder) Apakah SVLK itu? Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Ketentuan Ekspor Komoditas Kayu Ketentuan mengenai ekspor kayu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Ketentuan Ekspor
Lebih terperinciKAJIAN DAMPAK SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT LESTARI (PHBML) TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT
KAJIAN DAMPAK SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT LESTARI (PHBML) TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Studi Kasus Pengelolaan Hutan Rakyat Oleh Koperasi Wana Manunggal Lestari, Gunungkidul,
Lebih terperinciANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA
ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA Pelaksanaan studi: pertengahan Juni akhir Nov 07 Metodologi: a) Wawancara dengan asosiasi, instansi pemerintah, perorangan, LSM b) Kajian literatur,
Lebih terperinci6 LANDASAN DISKURSIF PENETAPAN KEBIJAKAN LEGALITAS KAYU DI HUTAN RAKYAT
6 LANDASAN DISKURSIF PENETAPAN KEBIJAKAN LEGALITAS KAYU DI HUTAN RAKYAT Sejarah Perkembangan Legalitas Kayu di Hutan Rakyat Legalitas kayu diturunkan dari kebijakan atau hukum internasional legalitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal. balik antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dan lingkungan hidupnya bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
Lebih terperinciK E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.75/Dik-2/2011. t e n t a n g
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.75/Dik-2/2011
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam (SDA) yang memiliki peran sangat strategis dan vital sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainnya, yaitu dengan
Lebih terperinciCatatan Pengarahan FLEGT
FLEGT PENEGAKAN HUKUM, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN SEKTOR KEHUTANAN Jaminan legalitas berbasis peserta pasar dan pemberian izin FLEGT Latar belakang Rencana Tindakan mengenai Penegakan Hukum, Tata Kelola
Lebih terperinciKONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA
Hadirin sekalian, penulis berpendapat, beberapa permasalahan besar di muka sangatlah penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan hutan, akan tetapi pembahasan terhadap konsep-konsep dasar ilmu kehutanan
Lebih terperinciFocus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO
Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi
Lebih terperinciDapatkah SVLK Mendorong Tata Kelola Kehutanan ke Arah yang Lebih Baik? Sebuah kajian nilai tambah sistem verifikasi legalitas kayu
Dapatkah SVLK Mendorong Tata Kelola Kehutanan ke Arah yang Lebih Baik? Sebuah kajian nilai tambah sistem verifikasi legalitas kayu Satria Astana, Krystof Obidzinski, Wahyu Fathurrahman Riva, Gladi Hardiyanto,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara
Lebih terperinciBAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT
BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perubahan Institusi Kehutanan Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam perubahan undang-undang no 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciPenjelasan Singkat FLEGT
01 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apakah FLEGT? 1. Mengapa kita memerlukan FLEGT? FLEGT adalah singkatan untuk
Lebih terperinciKebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015
Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Adam, N. S., Jusoh, I., Ishak, N. D., 2012, Growth Characteristics of Acacia mangium Plantation in Sarawak, Paper, International Plantation Industry Conference and Exhibition, Serawak. Aminudin,
Lebih terperinciRantai Perdagangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System (TLAS) atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas
Lebih terperinciSISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) SEBAGAI SYARAT EKSPOR PRODUK KAYU
SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) SEBAGAI SYARAT EKSPOR PRODUK KAYU SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. dunia internasional akan meningkatkan kemakmuran. Kemakmuran nasional
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar internasional yang semakin liberal menuntut Indonesia meningkatkan daya jual produk-produk yang dihasilkan industrinya agar mampu bersaing di pasar global.
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA KUNJUNGAN RENCANA KAWASAN INDUSTRI DESA BALONG DALAM RANGKAIAN FESTIVAL KARTINI IV TAHUN 2016 DI KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH 16 APRIL 2016 Yang terhormat,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMEGANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan
Lebih terperinciPersyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS
Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu lapis merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir yang menggunakan bahan baku kayu log. Produk ini merupakan komoditi hasil pengembangan industri
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan lingkungan mulai menjadi perhatian global sejak Konferensi Stokhlom 1972 yang merupakan forum internasional yang berfokus pada lingkungan hidup dan manusia dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejakdekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan pengelolaan
Lebih terperinciVIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA
114 VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 8.1. Pendahuluan Upaya pemberantasan IL yang dilakukan selama ini belum memberikan efek jera terhadap pelaku IL dan jaringannya
Lebih terperinciKebijakan Fiskal Sektor Kehutanan
Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan Prof. Dr. Singgih Riphat Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan PENYUMBANG EMISI CO 2 TERBESAR DI DUNIA Indonesia menempati urutan ke 16 dari 25 negara penyumbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penegakan hukum yang lemah, dan in-efisiensi pelaksanaan peraturan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hutan di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak. Penyebabnya adalah karena over eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan, konversi lahan
Lebih terperinciSintesis Penelitian Integratif 25. Bogor, 19 Maret 2015
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN www.dephut.litbang.puspijak.go.id atau www.puspijak.org
Lebih terperinciPENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN
PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan
Lebih terperinciK E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 126 /Dik-2/2012 KURIKULUM DIKLAT PENDAMPINGAN SVLK BAGI PENYULUH
KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 126 /Dik-2/2012
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN J A K A R T A
KEMENTERIAN - 1 - KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN J A K A R T A Yth. 1. Para Pemegang IUPHHK-HA/HT/RE dan Hak Pengelolaan; 2. Para Pemegang IUPHHK-HKm/HTR/HD/HTHR, IPK; 3. Para Pemegang
Lebih terperinciLegalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat
Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Australian Illegal Logging Prohibition Act (AILPA)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan
Lebih terperinciLacey Act: Sebuah Alat dalam Upaya AS untuk Memerangi Pembalakan Liar
Lacey Act: Sebuah Alat dalam Upaya AS untuk Memerangi Pembalakan Liar Agustus 2010 Mengapa AS memerangi pembalakan liar? Pembalakan liar merampok negara-negara, memiskinkan komunitas-komunitas hutan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kehutanan saat ini telah melampaui kemampuan sumber daya alam dalam memproduksi kayu secara lestari, apalagi pertumbuhan
Lebih terperinci2 Mengingat : kembali penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak; c. ba
No. 883, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Produksi Lestari. Legalitas Kayu. Pengelolaan. Penilaian Kinerja. Pemegang Izin. Hutan Hak. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak manfaat yang dapat diambil dari pohon bambu, hal ini terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Setiap
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PT GREEN GARDEN FURNITURE INDUSTRY
Mayapada Tower 11th Floor Jl. JendralSudirmanKav 28, Jakarta 12920, Indonesia Phone: +62 (21) 5289 7466 Fax: +62 (21) 5795 7399 www.scsglobalservices.com RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PT
Lebih terperinciMedia Briefing. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mengingkari Undangundang Kehutanan dan Keterbukaan Informasi Publik
Media Briefing Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mengingkari Undangundang Kehutanan dan Keterbukaan Informasi Publik Sebagai Lembaga Publik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wajib
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
Lebih terperinci