Penjelasan Singkat FLEGT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penjelasan Singkat FLEGT"

Transkripsi

1 01 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apakah FLEGT? 1. Mengapa kita memerlukan FLEGT? FLEGT adalah singkatan untuk Forest Law Enforcement, Governance and Trade atau terjemahan bebasnya adalah Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan, merupakan respon masyarakat Uni Eropa terhadap masalah penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang terjadi secara global. Penebangan liar dan perdagangan produk hasil hutan ilegal merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang, dan menambah kemiskinan masyarakat pedesaan yang hidupnya tergantung kepada hasil hutan. Kerugian akibat hilangnya pendapatan negara berkembang diperkirakan antara Euro milyard per tahun (lihat Penjelasan 2). Rencana aksi FLEGT [1] mengusulkan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas negara berkembang untuk mengendalikan penebangan liar, dan pada saat yang sama mengurangi perdagangan produk hasil hutan ilegal antara negara-negara tersebut dengan Uni Eropa. 2. Latar belakang berdirinya FLEGT Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? Penebangan liar pertama kali mengemuka sebagai masalah global dalam tahun 1988 yaitu dalam pertemuan para menteri luar negeri yang tergabung dalam kelompok G8, khususnya mengenai rencana aksi kehutanan. Dalam bulan April 2002, komisi Eropa menyelenggarakan seminar internasional untuk membicarakan bagaimana negaranegara Uni Eropa seharusnya memberantas penebangan liar. Pada pertemuan puncak dunia pembangunan yang berkelanjutan (the World Summit on Sustainable Development - WSSD), di Johannesburg dalam tahun yang sama, Komisi Eropa telah menyampaikan komitmennya yang kuat untuk memberantas penebangan liar dan perdagangan hasil hutan ilegal. Komitmen ini direfleksikan dalam Rencana Aksi FLEGT yang diadopsi pada bulan Mei Rencana Aksi Rencana Aksi yang dibuat meliputi berbagai tindakan yang dimaksudkan untuk memberantas penebangan liar, termasuk: dukungan untuk meningkatkan tata kelola dan peningkatan kapasitas di negara-negara produsen; pengembangan Perjanjian Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreements) dengan negara-negara produsen kayu untuk mencegah hasil produk kayu ilegal memasuki pasar Uni Eropa; John Weber/ICRAF

2 01 upaya untuk mengurangi konsumsi kayu ilegal oleh negara-negara Uni Eropa dan mencegah investasi oleh badan-badan atau institusi yang ada di negara-negara Uni Eropa yang mungkin mendorong terjadinya penebangan liar. 3.1 Meningkatkan tata kelola Penebangan liar merupakan kegiatan yang paling banyak dijumpai di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, pengembangan kerjasama antara negara-negara tersebut dengan negara-negara Uni Eropa dapat memainkan peranan penting dalam mengatasi masalah ini (lihat Penjelasan 5). Dalam hal ini bentuk bantuan yang diperlukan pada dasarnya adalah: pengembangan sistim verifikasi yang dapat diandalkan untuk membedakan kayu legal dan kayu ilegal (lihat Penjelasan 6); dorongan untuk melakukan keterbukaan melalui penyediaan informasi yang benar mengenai kepemilikan hutan, kondisi hutan, dan perundangundangan; peningkatan kapasitas badan-badan pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya untuk menegakkan peraturan yang ada, melaksanakan reformasi tata kelola, dan menghadapi isu-isu yang kompleks yang berkaitan dengan masalah penebangan liar; penguatan penegakan peraturan melalui peningkatan koordinasi antara para aparat kehutanan, polisi, bea cukai, dan para penegak hukum; bantuan pelaksanaan reformasi kebijakan untuk menjamin adanya insentif yang memadai untuk para pengelola hutan yang baik, dan sangsi yang tegas untuk para pelanggar peraturan kehutanan. Kerjasama seperti ini seharusnya melengkapi prosesproses yang telah ada, seperti program kehutanan nasional, yang telah memasukkan isu-isu yang berkaitan dengan masalah penebangan liar. Keterlibatan masyarakat luas merupakan hal yang penting untuk keterbukaan dan untuk menjamin bahwa langkah-langkah penegakan peraturan tidak akan memberikan dampak negatif lebih lanjut terhadap masyarakat. 3.2 Perjanjian Kemitraan Sukarela Perjanjian Kemitraan Sukarela atau The Voluntary Partnership Agreements (VPA) yang diusulkan dalam Rencana Aksi sifatnya sukarela, dan merupakan perjanjian bilateral antara negara-negara produsen (Mitra negaranegara FLEGT) dan Uni Eropa. Dengan demikian VPA telah menunjukkan adanya komitmen dan rencana aksi kedua belah pihak untuk mengatasi penebangan liar (lihat Penjelasan 7). Pada saat ini tidak ada mekanisme yang dapat membantu bea cukai untuk mengenali kayu ilegal dan mencegahnya untuk tidak memasuki pasar Uni Eropa. VPA menawarkan suatu pendekatan dimana kayu-kayu yang diproduksi dan diekspor ke Uni Eropa dapat dikenali dengan menggunakan identitas yang dikeluarkan oleh mitra negara FLEGT. Mekanisme semacam ini, yang memerlukan suatu aturan Uni Eropa, akan memungkinkan lembaga pabean untuk membolehkan kayu legal yang telah diverifikasi oleh negara mitranya untuk memasuki Uni Eropa. Sementara itu, kayu-kayu yang tidak diidentifikasi (kemungkinan besar ilegal) dengan demikian tidak dapat memasuki pasar Uni Eropa. Pada mulanya, mekanisme ini hanyalah ditujukan untuk kayu bulat dan kayu gergajian saja, karena rumitnya untuk mengetahui dengan pasti asal usul produk kayu olahan (lihat Penjelasan 6). 3.3 Mengurangi konsumsi dan investasi yang mendorong terjadinya penebangan liar Dalam rencana aksi ini termasuk juga kegiatan-kegiatan untuk mendorong penggunaan kayu legal diantara negaranegara Uni Eropa (lihat Penjelasan 2). Hal ini termasuk: mendorong negara anggota Uni Eropa untuk melihat pada peraturan pengadaan barang untuk kepentingan umum yang baru-baru ini direvisi, yang menjelaskan pilihan untuk meningkatkan penggunaan kayu legal dan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari; mendorong inisiatif sektor swasta yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip tanggung jawab perusahaan terhadap masalah-masalah sosial dan lingkungan; mendorong pihak bank dan lembaga keuangan untuk mempertimbangkna aspek lingkungan dan sosial pada saat melakukan uji kelayakan (due diligence assessments) untuk investasi dibidang kehutanan. 4. Pilihan ke depan Uni Eropa akan terus melanjutkan dialog dengan negaranegara lain yang secara signifikan melakukan perdagangan kayu. Dengan cara itu, Uni Eropa dapat terus mencari kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk membatasi perdagangan kayu ilegal. Komisi Eropa juga akan mengkaji kembali tindakan lebih lanjut untuk mendukung tujuan Rencana Aksi ini, termasuk kemungkinan peraturan untuk mengendalikan impor kayu ilegal yang masuk ke pasar Uni Eropa. REFERENSI [1] Proposal FLEGT untuk Rencana Aksi Uni Eropa (FLEGT Proposal for an EU Action Plan), 21 May Komunikasi antara Komisi kepada Dewan dan Parlemen Eropa (the Commission to the Council and the European Parliament). Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

3 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE Penjelasan 02 PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 1. Mengapa negara anggota perlu memberikan perhatian? Penebangan liar menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah di negara-negara produsen kayu, dan menambah kemiskinan masyarakat pedesaan yang kehidupannya bergantung kepada sumberdaya hutan. Penebangan liar juga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi perekonomian negara-negara yang sedang berkembang. Bank Dunia memperkirakan bahwa kehilangan pendapatan pemerintah negara produsen kayu akibat kegiatan penebangan liar berkisar antara Euro milyard per tahun [1]. Jumlah ini melebihi anggaran tahunan bantuan pembangunan yang diberikan Komisi Eropa, yaitu sekitar Euro 6.5 milyard. Hukum dan peraturan yang terus menerus dikeluarkan untuk mengatur pengusahaan hutan tidak dapat bersaing dengan kayu murah hasil penebangan liar. Keadaan ini telah membuat distorsi yang amat besar bagi perdagangan kayu dan merusak bisnis perkayuan yang legal, baik diantara negara-negara Uni Eropa sendiri maupun di negara produsen kayu. Penebangan liar seringkali berkaitan erat dengan praktek-praktek korupsi, kegiatan kriminal yang terorganisir, dan dalam banyak hal dapat memperburuk konflik pada tingkat nasional maupun regional, seperti yang terjadi di Kamboja, Liberia, dan Republik Demokrasi Kongo. Penebangan liar telah mempercepat kepunahan keaneka-ragaman hayati, misalnya penebangan yang dilakukan pada kawasan lindung. Penebangan liar juga menyebabkan deforestasi yang lebih cepat, kebakaran hutan dan perburuan satwa liar secara ilegal. Bagi masyarakat, penebangan liar memberikan dampak negatif terhadap mata pencaharian penduduk lokal yang hidupnya bergantung kepada keberadaan hutan. Kelompok masyarakat seperti ini pada umumnya adalah golongan termiskin di dunia dan kebanyakan merupakan komunitas yang kehidupannya termarjinalkan. Pengaruh yang terus menerus dan menyebar luas dari kegiatan penebangan liar telah menomorduakan banyak tujuan pembangunan Komisi Eropa, seperti pendanaan sektor publik untuk pengembangan masyarakat miskin, perdamaian, keamanan, tata kelola yang baik, pemberantasan korupsi dan pengelolaan lingkungan yang lestari. Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? 2. Potensi Uni Eropa yang berpengaruh Meskipun kebanyakan perdagangan produk kayu di Eropa berlangsung diantara negara-negara anggotanya, Uni Eropa merupakan konsumen penting bagi produk kayu dari wilayah yang rawan terjadinya penebangan liar. Dilihat dari nilainya, Uni Eropa adalah importir terbesar untuk kayu bulat dan kayu gergajian dari Afrika, dan merupakan pasar terbesar kedua untuk kayu gergajian dari Asia [2]. Sebagai salah satu konsumen kayu terbesar, Uni Eropa juga turut bertanggung jawab untuk mengatasi masalah juta Asia Afrika Amerika Sel. Rusia Nilai ekspor kayu gergajian dan kayu bulat dari empat region ke Uni Eropa dan Negara-negara lainnya di dunia dalam tahun Sumber: Rencana Aksi FLEGT (FLEGT Action Plan) 2003.

4 02 penebangan liar. Upaya-upaya untuk mendukung reformasi dalam sektor perkayuan di negara produsen akan sia-sia apabila negara-negara Uni Eropa terus mau menerima kayu ilegal dari wilayah itu. Hal ini telah membuat Uni Eropa memiliki potensi dan sekaligus tanggung jawab untuk mengatasi masalah penebangan liar dan perdagangan kayu ilegal. Namun demikian, juga penting untuk bekerja sama dengan negara-negara konsumen terbesar lainnya seperti Jepang, Cina, dan Amerika Serikat karena besarnya peranan mereka dalam perdagangan kayu dunia. 3. Apa yang dapat dilakukan negara-negara anggota Uni Eropa? Banyak negara anggota Uni Eropa yang telah membantu dalam mengatasi masalah perdagangan kayu ilegal. Beberapa negara telah mengembangkan kebijakan pengadaan produk kayu untuk keperluan umum, sementara beberapa negara lainnya memberikan bantuan melalui kerjasama bilateral dalam bidang kehutanan untuk mengatasi masalah penebangan liar. Rencana Aksi FLEGT menawarkan peluang kerjasama melalui upaya-upaya tersebut. Negara-negara Uni Eropa dapat mengambil langkah positif, termasuk: pengembangan kebijakan pengadaan barang untuk kepentingan umum yang diharapkan dapat menjamin bahwa hanya kayu legal saja yang boleh dipasok. Peraturan baru Uni Eropa telah mengklarifikasi bahwa kebijakan pengadaan dapat menjelaskan proses produksinya apabila hal ini berkaitan dengan produk utama yang disebut dalam kontrak pengadaan. Sebuah buku pegangan Komisi Eropa mengenai prosedur pengadaan yang ramah lingkungan (A European Commission Handbook on Green Procurement), yang dikeluarkan dalam pertengahan tahun 2004, memberikan petunjuk bagaimana negara anggota dapat menyertakan masalah legalitas ketika melakukan pembelian kayu impor; membantu inisiatif sektor swasta yang mendorong perusahaan untuk menggunakan caranya masingmasing dalam melakukan penebangan secara benar dan legal serta melakukan pembelian kayu legal. Praktek-praktek semacam ini dapat dilengkapi oleh audit pengadaan yang independen; kajian mengenai kriteria lingkungan dan sosial untuk uji kelayakan yang dilakukan untuk investasi oleh Badan Kredit Ekspor (Export Credit Agencies) dan lembaga-lembaga pendanaan umum lainnya, dan dukungan terhadap pengembangan kriteria oleh investor swasta. Prosedur penyaringan yang dilakukan seharusnya dapat menjamin bahwa dana masyarakat tidak digunakan untuk mendukung kegiatan sektor kehutanan yang ilegal; pengujian kemungkinan untuk menerapkan undang-undang pelanggaran kriminal yang ada, seperti undang-undang pencucian uang atau penyuapan, untuk diproses lebih lanjut seperti kejahatan kriminal lainnya, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penebangan liar; koordinasi pendanaan dari negara donor untuk kegiatan kehutanan dengan kegiatan FLEGT, untuk menjamin bahwa FLEGT merupakan bagian dari pembangunan sektor kehutanan berkelanjutan yang lebih luas; jaminan bahwa berbagai peraturan dan perundangan, statistik dan pengawasan daerah perbatasan merupakan kegiatan yang telah sesuai dan saling mengisi satu sama lain. 4. Dampak kegiatan FLEGT Dengan menerapkan Rencana Aksi FLEGT diharapkan dapat diperoleh dampak di dalam maupun di luar Uni Eropa. Untuk memperoleh pengertian yang lebih baik, Komisi Eropa telah menugaskan untuk mengkaji dampak dari usulan skim lisensi secara sukarela (voluntary licensing scheme) yang dapat menjamin bahwa hanya kayu legal saja yang memasuki pasar Eropa (lihat Penjelasan 1). Hal ini termasuk: dampak dari perdagangan kayu dan industri pengolahan kayu di negara-negara anggota Uni Eropa; dampak dari alur perdagangan kayu yang terjadi antara negara mitra yang potensial dengan Uni Eropa; kelembagaan, pengembangan kapasitas dan aturan tambahan yang diperlukan serta biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan Rencana Aksi; dampak lingkungan dan sosial yang dapat terjadi di beberapa negara mitra terpilih. REFERENSI [1] Revisi Strategi Kehutanan oleh Bank Dunia (World Bank Revised Forest Strategy), [2] Usulan FLEGT untuk Rencana Aksi Uni Eropa, 21 Mei 2003, Lampiran 2. Komunikasi antara Dewan Komisi dan Parlemen Eropa (FLEGT Proposal for an EU Action Plan, 21 May 2003, Annex 2. Communication from the Commission to the Council and the European Parliament). Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

5 03 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 1. Mengapa kita memerlukan definisi? Rencana Aksi FLEGT bertujuan untuk memerangi penebangan liar, melarang kayu ilegal memasuki pasar Uni Eropa, dan mendorong penggunaan kayu legal. Ketiga tujuan tersebut tergantung pada definisi yang jelas mengenai kayu legal dan dengan definisi ini, dapat diperiksa legalitas kayu tersebut. Dengan menyepakati definisi kayu legal berarti juga menentukan aspek perundang-undangan mana akan diterapkan untuk memeriksa legalitas kayu. Apabila penebangan kayu yang dilakukan ternyata telah melanggar undang-undang atau peraturan yang berlaku, dan secara jelas disebut sebagai kegiatan ilegal, maka akan terdapat berbagai kegiatan lainnya yang ilegal berkaitan dengan penebangan dan Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? perdagangan kayu. Kondisi tersebut mendorong aspek legalitas untuk didefinisikan dengan jelas dan tidak hanya untuk kegiatan penebangan liar saja, Legalitas perlu didefinisikan pada dua aspek utama Rencana Aksi FLEGT yaitu: Berdasarkan usulan Perjanijian Kerjasama Sukarela antara Uni Eropa dengan negara produsen kayu dan wilayah regionalnya (lihat Penjelasan 7), suatu skim lisensi akan digunakan untuk mengenali kayu bulat yang diproduksi secara legal. Setiap pengiriman kayu legal ke pasar Uni Eropa akan disertai oleh surat ijin ekspor. Untuk mengetahui pengiriman kayu tersebut legal atau ilegal dibutuhkan suatu definisi yang jelas mengenai legalitas. Rencana Aksi FLEGT mendorong pemerintah negara anggotanya untuk menerapkan kebijakan pengadaan barang-barang untuk kepentingan umum dan mendukung sektor swasta agar mengadopsi kebijakan pelarangan kayu ilegal dari rantai pasokan kayu Uni Eropa (lihat Penjelasan 2). Implementasi kebijakan ini akan difasilitasi oleh definisi kayu legal yang jelas. Ian Dawson/ICRAF Definisi legalitas dan cara untuk melakukan verifikasinya (lihat Penjelasan 6) perlu disesuaikan dengan keadaan setempat dan dibicarakan oleh setiap negara mitra dengan Uni Eropa.

6 03 2. Kegiatan ilegal di sektor kehutanan Banyak persyaratan legal yang perlu dipenuhi dalam sektor kehutanan termasuk perundang-undangan dan peraturan serta petunjuk teknis di lapangan, perlindungan lingkungan, hak kepemilikan dan penggunaan, hak pekerja, kesehatan dan keamanan, dan perdagangan. Kegiatan ilegal yang terjadi di sektor kehutanan dapat terjadi di semua kegiatan mulai dari pembagian kawasan hutan sampai kegiatan ekspor produk hasil hutan. Penebangan liar mungkin bukan satu-satunya kegiatan yang bertentangan dengan peraturan tetapi masih banyak kegiatan lainnya yang dilakukan dengan melanggar aturan seperti cara memperoleh hak penebangan, penebangan tanpa ijin atau penebangan pada hutan lindung, penebangan terhadap jenis yang dilindungi, dan penebangan melebihi target yang diijinkan. Diluar kegiatan penebangan, kegiatan ilegal mungkin juga berlanjut pada pelanggaran yang lebih panjang lagi seperti: proses produksi dan ekspor yang ilegal, tidak membayar pajak dan pungutan, serta pelaporan yang tidak benar pada bea-cukai. 3. Definisi Legalitas yang dapat digunakan Implementasi Rencana Aksi FLEGT akan mensyaratkan adanya definisi yang jelas mengenai legalitas sehingga produk kayu dapat diperiksa secara obyektif serta dengan mudah dapat dilaksanakan di lapangan. Untuk itu, perlu dilakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu negara produsen sehingga definisi legalitas sesuai dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Di beberapa negara, definisi legalitas yang jelas mungkin lebih sulit dirumuskan akibat sistem perundang-undangan yang tidak memadai, saling bertentangan dan tidak sesuai. Sebagai contoh, ditemukan adanya inkonsistensi dan kontradiksi antara Undang Undang dengan Surat Keputusan Menteri pada sistem tata kelola hutan di Indonesia [1]. Lebih lanjut, pada beberapa negara, perundangundangan kehutanan yang ada telah meniadakan akses masyarakat setempat pada sumberdaya hutan sehingga memaksa masyarakat setempat mengambil hasil hutan secara ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Masalah-masalah yang perlu menjadi perhatian seperti ini harus dikomunikasikan dan didiskusikan untuk menghasilkan suatu definisi legalitas yang baik. Selama berlangsungnya diskusi pada Perjanjian Kemitraan Sukarela (lihat Penjelasan 7), Komisi Eropa dan negara-negara anggotanya perlu mendengarkan dan mengerti bagaimana pandangan negara produsen tentang aspek legalitas. Definisi legalitas yang akan digunakan oleh mitra negara produsen akan dirumuskan dalam setiap Perjanjian Kemitraan untuk setiap negara. REFERENSI [1] Nana Suparna, September Tata Kelola Hutan dan Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan di Indonesia. Makalah pada Pertemuan Menteri-menteri Asia Timur mengenai Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan dan Tata Kelola. John Weber/ICRAF Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

7 04 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 1. Untuk tujuan kelestarian? Dalam beberapa tahun terakhir banyak inisiatif yang ditujukan untuk mengembangkan mekanisme pengelolaan hutan secara lestari, namun Rencana Aksi FLEGT Uni Eropa justru lebih difokuskan pada pentingnya kayu yang diproduksi secara legal. Adalah logis jika kemudian dipertanyakan mengapa Rencana Aksi ini diarahkan pada aspek legalitas dan bukan pada produksi kayu dan pengelolaan hutan yang lestari. 2. Kelebihan aspek legalitas sebagai tolok ukur kelestarian Di banyak negara, terdapat perbedaan yang cukup besar antara praktek eksploitasi hutan yang terjadi di lapangan dengan berbagai pengertian mengenai pengelolaan hutan yang lestari. Dengan demikian persyaratan yang perlu segera dipenuhi untuk mencukupi aspek kelestarian ternyata tidak hanya sulit untuk dijelaskan, tetapi juga diluar kemampuan para pemilik dan pengelola hutan. Pemenuhan persyaratan legalitas yang merupakan komponen penting dari berbagai definisi mengenai kelestarian hutan, seharusnya merupakan target yang lebih mudah dipenuhi, dan merupakan langkah awal dalam pencapaian pengelolaan hutan yang lestari. Tidak diragukan lagi bahwa penebangan liar dan jaringan perdagangannya telah merusak upaya pencapaian pengelolaan hutan lestari (lihat Penjelasan 2). Hanya sedikit insentif untuk membayar keseluruhan biaya pengelolaan hutan lestari ketika pasar menerima kayu murah yang diproduksi secara ilegal. Dalam jangka pendek, penyelesaian masalah penebangan liar dan jaringan perdagangannya perlu ditujukan untuk mengatasi praktek-praktek perusakan hutan yang paling hebat, Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? sambil membangun suatu landasan untuk mencapai kelestarian. Rencana Aksi ini bertujuan untuk membantu perkembangan kerjasama antara Uni Eropa dengan negara produsen kayu. Dalam mengembangkan kerjasama ini, sistim hukum dan perundangundangan yang berlaku di masing-masing negara produsen sangat penting untuk diketahui. Dengan tidak adanya kesepakaatan internasional mengenai definisi pengelolaan hutan lestari, maka perhatian terhadap aspek legalitas menjadi pragmatis dan memberikan suatu peluang yang baik untuk melarang produk yang dihasilkan dari beberapa praktek perusakan hutan terparah memasuki pasar Uni Eropa. Definisi legalitas yang tepat akan dikemukakan dalam perjanjian kemitraan tersendiri antara negara anggota Uni Eropa dengan negara mitra kerjanya (lihat Penjelasan 3). Fokus pada aspek legalitas saja tidak memberikan solusi bagi masalah eksploitasi hutan yang tidak lestari. Namun demikian, Komisi Eropa mempunyai komitmen untuk mendorong pengelolaan hutan secara lestari sebagai tujuan kebijakan jangka panjangnya dalam sektor kehutanan. Rencana Aksi ini dengan demikian merupakan upaya menyeluruh Komisi Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

8

9 05 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Pendekatan bilateral, regional and multilateral 1. Perjanjian antara mitra dagang Penebangan liar dan perdagangan kayu ilegal dapat diatasi dengan menegakkan peraturan di negaranegara produsen kayu melalui cara-cara yang sifatnya sukarela untuk menjamin sumber kayu legal dan melalui pembuatan aturan yang dapat mencegah terjadinya perdagangan kayu ilegal. Agar aturan yang berkaitan dengan perdagangan ini menjadi efektif diperlukan suatu perjanjian antara Uni Eropa dengan negara-negara mitra dagangnya. Rencana Aksi FLEGT mengusulkan pembuatan perjanjian bilateral dan atau regional, dan dalam jangka panjang berupa kerangka kerja multilateral untuk kerjasama internasional. Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? 2. Pendekatan bilateral Rencana Aksi FLEGT mengusulkan Perjanjian Kemitraan Sukarela secara bilateral (lihat Penjelasan 7) antara Uni Eropa, sebagai pasar tunggal dengan batas wilayah perserikatan negara yang biasa digunakan, dan masing-masing negara produsen kayu (meskipun perjanjian kemitraan regional juga dipertimbangkan). Perjanjian ini mencakup ketentuan tentang mekanisme tertentu dimana legalitas kayu yang diekspor dari mitra negara produsen ke Uni Eropa akan diverifikasi dan setiap pengapalan yang telah diverifikasi akan disertai oleh surat ijin ekspor. Ada dua hal penting dalam pendekatan bilateral yaitu adanya komitmen antara Uni Eropa dan mitra negara produsen, dan pengiriman sinyal yang jelas pada pasar bahwa pemerintah sedang mengambil langkahlangkah untuk menghapuskan kayu ilegal dari perdagangan internasional. Namun demikian, keefektifan suatu pendekatan seperti itu kemungkinan dibatasi oleh proses pengapalan langsung atau proses lanjutan produk di negara ketiga. Oleh karena itu, perjanjian yang dibuat dengan kelompok negara produsen yang berada dalam suatu wilayah tertentu barangkali akan menjadi lebih efektif. William Hawthorne/FRP 3. Pendekatan regional Rencana Aksi FLEGT mengakui bahwa perjanjian kemitraan regional antara Uni Eropa dengan kelompok negara-negara produsen kayu mungkin akan dapat mengatasi beberapa hal-hal yang secara potensial tidak menguntungkan dari perjanjian bilateral ini. Sejauh memungkinkan, Komisi Eropa

10 05 berharap dapat membuat suatu perjanjian bilateral, dan membentuk Perjanjian Kemitraan Sukarela secara regional dengan wilayah-wilayah yang marak kegiatan penebangan liarnya dan menjadi tantangan bagi beberapa negara produsen. Jika berhasil, Uni Eropa juga akan mengembangkan pendekatan inter-regional FLEGT dalam perundingan perdagangan regional. Kerjasama regional yang efektif memerlukan suatu pemahaman bersama tentang masalah penebangan liar diantara negara-negara yang bekerjasama agar dapat membuat komitmen bersama untuk menanggulanginya. Inisiatif regional yang efektif juga memerlukan wadah kelembagaan yang mampu mencurahkan perhatiannya untuk melakukan kegiatan regional secara koordinatif, menyelenggarakan diskusi, dan pada akhirnya membuat perjanjian dengan negara-negara atau wilayah lain. 4. Pendekatan multilateral Dalam jangka panjang, perjanjian multilateral mungkin merupakan cara paling efektif dalam menaggulangi masalah perdagangan kayu ilegal. Perjanjian multilateral diharapkan dapat mengatasi masalah yang biasanya dihadapi dalam perjanjian bilateral atau regional, dan mungkin secara internasional akan menjadi landasan perumusan legalitas pengelolaan hutan. Selain itu, karena pengaruh Uni Eropa yang cukup kuat dalam pasar kayu dunia (penting, tapi tidak dominan), maka segala tindakan yang dibuat untuk kelancaran arus perdagangan termasuk di negara pengimpor utama, nampaknya merupakan pilihan pendekatan yang paling efektif. Melalui suatu penyusunan kerangka kerjasama yang komprehensif dengan negara-negara konsumen utama, Rencana Aksi ini berupaya untuk mencari caracara yang lebih tepat untuk mengatasi masalah perdagangan kayu ilegal pada tingkat internasional. Pembicaraan awal sudah dilakukan dengan Jepang dan Amerika Serikat. Pada masa yang akan datang, dialog ini akan diperluas dengan negara-negara produsen dan konsumen kayu utama lainnya. Pada akhirnya, hal tersebut mungkin sesuai untuk mengubah pendekatan selangkah demi selangkah ini menjadi suatu proses global atau perjanjian multilateral. Perjanjian-perjanjian multilateral mengenai lingkungan yang telah ada secara potensial dapat memberikan contoh dan pelajaran kerjasama multilateral untuk pemberantasan penebangan liar. Konvensi perdagangan internasional untuk satwa liar yang hampir punah (Convention on International Trade in Endangered Species - CITES) dan Konvensi Keanegaragaman Hayati; (Convention on Biological Diversity - CBD), dan beberapa perjanjian pada sektor lain dapat menawarkan contoh pelaksanaan kerjasama yang bermanfaat dalam pendekatan multilateral untuk masalah lingkungan dan perdagangan Namun demikian, karena perhatian mengenai masalah kedaulatan dan proteksi yang berlebihan, perkembangan mengenai perjanjian multilateral dalam perdagangan kayu ilegal mungkin akan berjalan agak lambat. William Hawthorne/FRP Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

11 06 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Verifikasi legalitas 1. Mengapa kita memerlukan verifikasi? Uni Eropa, sebagai salah satu konsumen penting untuk produk kayu (lihat Penjelasan 2), semakin menyadari tanggung jawabnya untuk turut serta memberantas kegiatan penebangan liar dengan tidak membiarkan berlangsungnya perdagangan produk kayu ilegal. Rencana Aksi FLEGT mengusulkan suatu sistim pemberian ijin untuk ekspor kayu yang merupakan mekanisme praktis untuk melakukan verifikasi legalitas kayu yang diekspor mitra negara FLEGT ke Uni Eropa. Peraturan Uni Eropa kemudian akan memberikan cara-cara untuk mengimplementasikan peraturan tersebut, yang membolehkan petugas perbatasan untuk mencegah kayu ilegal dari negara eksportir untuk memasuki pasar Eropa. Skim pemberian lisensi yang diusulkan akan dibicarakan dengan negara eksportir atau kelompok kawasan negara tertentu melalui Perjanjian Kemitraan Sukarela (lihat Penjelasan 7). Hal ini dimaksudkan untuk menjamin agar mitra negara produsen hanya mengekspor kayu legal saja ke Uni Eropa. Setiap pengapalan kayu legal dari negara tersebut akan dilengkapi lisensi ekspor, yang diperiksa oleh petugas bea cukai pada saat kedatangan di pelabuhan masuk Uni Eropa. Untuk membuat agar skim ini bias dilaksanakan, negara mitra perlu membangun sistim yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya untuk melakukan verifikasi terhadap legalitas kayu yang dilengkapi oleh surat ijin ekspor. 2. Apa saja yang perlu diverifikasi dan oleh siapa? Skim lisensi yang diusulkan mempertimbangkan tiga aspek pokok untuk memverifikasi legalitas kayu, yaitu: 1. Verifikasi bahwa penebangan hutan dan biaya transportasi dan pemasaran dilakukan dengan Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? memenuhi syarat dan aturan hukum yang berlaku (lihat Penjelasan 3). 2. Pelacakan balak terhadap asal usul kayu mulai dari dalam hutan sampai masuk ke Negara-negara Uni Eropa. Verifikasi lacak balak dilakukan untuk menjamin bahwa kayu legal tidak tercampur dengan kayu lain yang tidak jelas asal usulnya, dan kemungkinan merupakan kayu curian. 3. Penerbitan lisensi memperlihatkan bahwa legalitas kayu tersebut telah diverifikasi. Cara-cara melakukan verifikasi yang tepat dan aturan lengkap yang digunakan akan dimasukkan dalam Perjanjian Kemitraan Sukarela dengan negara mitra. Sistim verifikasi harus cukup fleksibel untuk dapat menyesuaikan dengan berbagai kondisi sektor kehutanan yang berbeda di setiap negara, dan lingkungan tata kelola secara keseluruhan. Sistim ini harus praktis dan dapat diterapkan baik oleh industri kehutanan maupun oleh pemerintah. Setiap Negara mitra perlu mengusulkan lembaga yang kompeten untuk melakukan verifikasi legalitas, lacak balak, dan pemberian lisensi yang menunjukkan legalitas kayu yang diekspor. Tugastugas ini dapat saja diberikan kepada berbagai lembaga yang berbeda. Apabila dipandang perlu untuk menjamin kredibilitas, dapat saja ditunjuk pemantau yang independen. Di banyak negara, verifikasi yang menunjukkan dipenuhinya semua aturan kehutanan dan lacak balak produk hasil hutan dikendalikan oleh dinasdinas kehutanan. Namun di tempat lain, pemerintah

12 06 mengontrakkannya kepada pihak swasta, walaupun kewenangan penerbitan lisensi pada umumnya tetap merupakan tanggung jawab pemerintah. Papua New Guinea, misalnya, mengointrakkan pemantauan ekspor lognya kepada sebuah perusahaan pengawasan, yaitu SGS PNG Ltd. 3. Pelacakan asal usul kayu lacak balak Istilah lacak balak ( chain of custody ) dimaksudkan sebagai suatu proses yang dilalui dari mulai pohon ditebang di dalam hutan sampai kepada pembuatan produk akhir. Skim lisensi yang diusulkan saat ini hanyalah berlaku untuk kayu bulat dan kayu gergajian, sehingga lacak balaknya lebih pendek dan sederhana dibandingkan dengan produk-produk kayu olahan lainnya. Namun demikian, walaupun dengan lacak balak yang sederhana, kayu yang ditebang, diangkut, disimpan, digergaji dan dikeringkan, ditangani oleh banyak pemilik yang berbeda sebelum sampai di perbatasan Uni Eropa. Pada setiap tahapan pelacakan balak ini, terdapat resiko tercampurnya kayu legal dengan yang ilegal. Asal usul kayu, dengan demikian perlu diverifikasi baik antara maupun diantara tahapan-tahapan proses tersebut. hutan pengangkutan kayu bulat penyimpanan dan pengolahan pengangkutan dan pengapalan Uni Eropa pelabuhan masuk Lacak balak yang sederhana Prinsip efektifitas biaya diterapkan dalam mekanisme verifikasi asal usul kayu menurut skim lisensi yang diusulkan. Tujuannya untuk menghindari biaya tambahan yang lebih besar yang diperlukan untuk melegalisasi operasi kehutanan. Dalam kaitan ini, untuk menentukan pilihan mekanisme lacak balak yang paling tepat, setiap negara mitra perlu mempertimbangkan kondisi negaranya masingmasing dan sumberdaya yang tersedia. Sistim pelacakan asal usul seperti ini juga digunakan untuk bidang lain, misalnya untuk menerapkan peraturan kesehatan lingkungan (phytosanitary) dan pengawasan perdagangan yang menyebabkan menipisnya lapisan ozon. Sistim lacak balak yang digunakan dalam bidang kehutanan termasuk: Skim sertifikasi pengelolaan hutan, dimana penilaian dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi; Verifikasi untuk mendukung pengelolaan rantai pasokan dalam merencanakan pengangkutan bahan baku kayu bulat ke industri perkayuan; Sistim pengelolaan pendapatan pemerintah dari sektor kehutanan yang saat ini digunakan untuk pengumpulan berbagai pungutan, pajak dan pungutan pajak ekspor. Bentuk pengendalian yang paling sederhana adalah memeriksa kelengkapan surat-surat yang diperlukan, yang dapat diperiksa silang (cross-checked) pada setiap tahapan lacak balak. Lembaga Penelitain Kehutanan Perancis, CIRAD-Forêt telah mengembangkan cara yang murah, dimana karakteristik kayu bulat dicatat dengan menggunakan dokumen berupa bukti palsu. Catatan pemeriksaan menyilang antara penebangan dan pengolahan membuat sulit untuk menggantikan kayu bulat legal dengan yang ilegal dalam sistim ini. Pilihan teknologi yang digunakan termasuk pemakaian kode bar (barcode), lempengan kecil (microchips) dan pemberian cat untuk mengenali produk (tracer paint) [1]. Data-data berupa catatan kayu bulat tersebut kemudian disimpan sebagai data dasar (database) di dalam komputer. REFERENSI [1] Dykstra D, Kuru G, Taylor R, Nussbaum R, Magrath W and Story J Teknik-teknik lacak balak; verifikasi dan monitoring lacak balak dan kecukupan legalitas pada industri perkayuan. Bank Dunia. (Technologies for wood tracking; verifying and monitoring the chain of custody and legal compliance in the timber industry. The World Bank.) Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

13 07 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Perjanjian Kemitraan Sukarela 1. Apakah Perjanjian Kemitraan Sukarela itu? Sebagai salah satu konsumen produk kayu terbesar, upaya dan tanggung jawab Uni Eropa untuk memberantas kegiatan penebangan liar dan perdagangan kayu ilegal bersama-sama dengan negara-negara produsen kayu lainnya semakin meningkat dan diakui. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada mekanisme praktis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengeluarkan kayu ilegal dari pasar Uni Eropa Rencana Aksi FLEGT oleh karena itu mengusulkan pengembangan Perjanjian Kemitraan Sukarela antara Uni Eropa dengan masing-masing negara produsen (negara-negara mitra FLEGT). Kayu yang diproduksi secara legal dan diekspor ke Uni Eropa akan diidentifikasi dengan cara pemberian lisensi yang dikeluarkan oleh negara mitra FLEGT. Tanpa lisensi tersebut, kayu yang berasal dari negara mitra FLEGT dan berusaha masuk ke pelabuhan impor di negaranegara Uni Eropa, akan ditolak. Untuk memungkinkan petugas bea cukai Uni Eropa menolak kayu ilegal tersebut, dan membuat Perjanjian Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? Kemitraan Sukarela ini menjadi efektif, maka diperlukan suatu peraturan Uni Eropa yang baru. 2. Apakah isi Perjanjian Kemitraan itu? Perjanjian Kemitraan Sukarela dibuat untuk memperkuat kembali kemampuan negara mitra dalam mengendalikan penebangan liar, dan menawarkan mekanisme untuk mengeluarkan kayu ilegal dari pasar Uni Eropa. Untuk menyusun perjanjian-perjanjian ini, Uni Eropa akan mendiskusikannya secara terperinci dengan negara Sampurno Bruijnzeel/FRP

14 07 mitra, dan sejauh memungkinkan, juga dengan organisasi tingkat regional. Selama pembicaraan pendahuluan, Uni Eropa akan mengumpulkan pandangan negara produsen mengenai bagaimana mendefinisikan dan memverifikasi masalah legalitas. Walaupun rincian untuk setiap Perjanjian Kemitraan berbeda-beda, sesuai dengan kondisi calon negara mitra, namun beberapa bagian perjanjian isinya lebih kurang sama. Semua negara mitra perlu menyetujui definisi legalitas (lihat Penjelasan 3) dan memiliki (atau komitmen untuk mengembangkan) struktur legal dan adminsitratif yang dapat dipercaya dengan sistim yang memadai untuk memverifikasi bahwa kayu yang diekspor adalah legal (lihat Penjelasan 6). Hal ini menunjukkan adanya komitmen untuk: menjamin bahwa undang-undang kehutanan yang berlaku adalah konsisten, dapat dimengerti, dapat ditegakkan, dan mendukung prinsipprinsip pengelolaan hutan lestari (lihat Penjelasan 3); mengembangkan sistim teknik dan administrasi yang dapat dipercaya untuk memastikan bahwa kegiatan penebangan telah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan untuk melacak kayu mulai dari lokasi penebangan sampai ke pelabuhan ekspor (lihat Penjelasan 6); mengembangkan prosedur perizinan ekspor kayu yang ditebang secara legal. Untuk memenuhi hal-hal tersebut di atas, beberapa negara mitra akan memerlukan penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas yang cukup besar. Selain itu, negara-negara mitra juga akan memerlukan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) yang sangat luas untuk menentukan undang-undang atau peraturan mana yang perlu dimasukkan dalam mendefinisikan kayu legal. Untuk membantu negara mitra memenuhi syarat-syarat tersebut, bantuan teknis dan finansial Uni Eropa dapat dimasukkan dalam Perjanjian Kerjasama. Uni Eropa juga dapat membantu negara mitra untuk sepenuhnya mengerti bahwa kegiatan yang berkaitan dengan FLEGT merupakan bagian integral yang bertujuan untuk kelestarian hutan. Sistim pemberian lisensi yang diusulkan dalam Rencana Aksi pada tahap awal hanya terbatas untuk beberapa produk kayu keras (kayu bulat dan kayu gergajian kasar). Hal ini dikarenakan kesulitan dalam memeriksa asal usul (dan oleh karenanya juga legalitas) produk kayu yang diolah. Namun demikian, sistim ini dapat diperluas untuk beberapa jenis produk lainnya, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan. 3. Apakah manfaatnya bagi negara mitra FLEGT? Dalam pelaksanaannya, Perjanjian Kemitraan Sukarela dan sistim lisensi ini akan memerlukan pengembangan kapasitas dan investasi, untuk memastikan adanya kredibilitas yang dapat diandalkan tanpa menimbulkan ekses biaya tambahan atau beban bagi usaha yang legal. Sebaliknya, beberapa keuntungan yang dapat diperoleh negara mitra FLEGT adalah termasuk: meningkatnya akses ke pasar Uni Eropa, karena kebijakan pemerintah dan swasta semakin mengharuskan penggunaan kayu legal dan tidak digunakannya kayu ilegal; meningkatnya pendapatan negara dari pajak dan pungutan yang mestinya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk pemberlakuan sistim lisensi ini; sebagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu memberantas kegiatan ilegal; sebagai dasar untuk penyusunan kerangka mekanisme yang dibuat untuk membantu sistim pelacakan dan verifikasi kayu yang disertifikasi dari hutan yang dikelola secara lestari. Kegiatan perdagangan dengan negara-negara yang tidak turut serta dalam Perjanjian Kemitraan ini tidak akan terpengaruh oleh adanya kerangka kerja yang akan dikembangkan ini. Dengan demikian, kayu ilegal akan terus masuk ke pasar Uni Eropa. Namun demikian, karena semakin meningkatnya jumlah pelanggan yang mengehendaki pembelian kayu legal, negara-negara yang mempunyai masalah penebangan liar tetapi tidak turut serta dalam Perjanjian Kemitraan ini kemungkinan akan mengalami penurunan volume penjualannya di pasar kayu Uni Eropa. Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

15 08 Penjelasan FLEGT FOREST LAW ENFORCEMENT, GOVERNANCE AND TRADE PENEGAKAN HUKUM DIBIDANG KEHUTANAN, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN Apakah implikasinya terhadap WTO? 1. Mengapa perlu memperhitungkan WTO? Rencana Aksi FLEGT menekankan perlunya suatu mekanisme yang membolehkan petugas bea cukai untuk mengidentifikasi kayu yang diproduksi secara legal, dan mengeluarkan kayu ilegal dari pasar Uni Eropa. Rencana Aksi ini mengusulkan pembuatan Perjanjian Kemitraan Sukarela, dimana kayu yang diproduksi secara legal dan diekspor ke Uni Eropa akan diketahui dan diberikan lisensi yang diterbitkan oleh negara produsen (negara mitra FLEGT). Sementara itu kayu ekspor dari negara-negara tersebut yang tidak diketahui asal usulnya akan dikeluarkan dari Uni Eropa (lihat Penjelasan 7). Karena setiap pembatasan perdagangan kemungkinan besar harus tunduk kepada aturan Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organisation WTO), timbul pertanyaan apakah skim yang diusulkan Uni Eropa ini tidak menyalahi aturan perdagangan internasional. 2. Kemungkinan adanya pertentangan diantara anggota WTO Suatu ketentuan perdagangan yang tidak bertentangan dengan aturan WTO hanya dibuat Informasi ini merupakan salah satu dari delapan judul seri Penjelasan sebagai berikut: 1. Apakah FLEGT? 2. Apa manfaat FLEGT bagi negara anggota Uni Eropa? 3. Apakah yang dimaksud dengan kayu legal? 4. Mengapa legalitas lebih penting dari kelestarian? 5. Pendekatan bilateral, regional and multilateral 6. Verifikasi legalitas 7. Perjanjian Kemitraan Sukarela 8. Apakah implikasinya terhadap WTO? bilamana suatu masalah muncul ke permukaan diantara anggota WTO itu sendiri. Dengan demikian, hal yang pertama kali perlu dilakukan dan penting untuk ditanyakan sejak awal adalah apakah usulan skim lisensi ini nantinya akan menghadapi tantangan atau tidak. Skim lisensi hanya diberlakukan untuk kayu impor yang masuk ke Uni Eropa dari negara-negara mitra FLEGT. Persyaratannya disetujui oleh kedua belah pihak secara sukarela dan sifatnya bilateral antara Uni Eropa dan setiap negara mitra FLEGT. Adalah tidak mungkin bahwa suatu negara yang turut dalam perjanjian seperti itu akan menempatkan dirinya untuk bertentangan dengan WTO. Adalah juga tidak jelas, keuntungan apa yang akan diperoleh negara ketiga untuk menentang Uni Eropa yang turut serta dalam perjanjian FLEGT. Dalam hal tidak adanya kepentingan ekonomi baik langsung Hannah Jaenicke/FRP

16 08 maupun tidak langsung, menjadi diragukan apakah negara ketiga dapat mempertentangkannya dengan aturan WTO. Oleh karena itu sangat tidak mungkin WTO akan melakukan tindakan apapun terhadap hal ini. Dengan demikian, kemungkinan adanya tantangan sangatlah kecil, bila tidak mau dikatakan tidak ada. Oleh sebab itu, pertanyaan tentang apakah ketentuan-ketentuan yang diberlakukan melalui skim FLEGT ini tidak bertentangan dengan aturan WTO, dalam kenyataannya terlalu dibesar-besarkan. 3. WTO tidak melindungi perdagangan ilegal Untuk melengkapi Rencana Aksi FLEGT, penjelasan singkat ini dapat dianggap sebagai kesesuaian antara skim FLEGT yang diusulkan dengan aturan WTO. Sistim perdagangan multilateral WTO didasarkan kepada seperangkat aturan yang disetujui para anggota WTO. Tujuan dari aturan ini adalah untuk menciptakan perdagangan bebas melalui pengurangan tariff secara progresif dan pembatasan kebijakan perlindungan perdagangan lainnya. Sudah barang tentu aturan WTO dirancang untuk melindungi perdagangan yang legal, dan tidak mendorong atau melindungi praktek-praktek ilegal seperti penyelundupan. Demikian pula, Rencana Aksi FLEGT bermaksud untuk memberantas produksi kayu ilegal dan perdagangannya. Menurut Rencana Aksi FLEGT, legalitas produksi kayu dapat ditentukan berdasarkan aturan hukum yang sah dan diterapkan di negara eksportir (lihat Penjelasan 3), dan rincian sistim ini berlaku dalam perjanjian bilateral (lihat Penjelasan 5). Jelaslah bahwa ekspor kayu yang tidak memiliki lisensi dari negara mitra FLEGT akan dianggap sebagai penyelundupan kayu ilegal; dan hal ini tidak bertentangan dengan aturan WTO dalam penerapan perjanjian bilateral yang bertujuan untuk memberantas kegiatan ilegal semacam ini. Ketentuan perdagangan yang diusulkan dan bermaksud untuk memberantas produksi kayu ilegal sifatnya sukarela, dan merupakan perjanjian bilateral. Oleh karena itu tidak ada masalah dan bertentangan dengan kebijakan WTO. Tindakan ini akan mempunyai sasaran yang tepat dilakukan terhadap produk kiriman dan bukan pada negara atau perusahaan tertentu - tujuan akhirnya adalah untuk mencegah aliran perdagangan ilegal, bukan legitimasi. Tony Simons/ICRAF Penjelasan singkat tentang FLEGT dipersiapkan oleh Komisi Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum Dibidang Kehutanan, Tata Kelola, dan Perdagangan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade FLEGT), dan sama sekali tidak merefleksikan posisi pemerintah negaranegara anggota Uni Eropa. (April 2004)

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Regulasi Kayu Uni Eropa (European Union Timber Regulation/EUTR) Regulasi Kayu

Lebih terperinci

Catatan Pengarahan FLEGT

Catatan Pengarahan FLEGT FLEGT PENEGAKAN HUKUM, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN SEKTOR KEHUTANAN Jaminan legalitas berbasis peserta pasar dan pemberian izin FLEGT Latar belakang Rencana Tindakan mengenai Penegakan Hukum, Tata Kelola

Lebih terperinci

Kota, Negara Tanggal, 2013

Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan

Lebih terperinci

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013 Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Pelatihan untuk Para Pelatih Pengantar Sumber Daya Pelatihan untuk Para Pelatih - Sumber Daya Pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and

BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and Agricultural Organization (FAO) menempatkan Indonesia di urutan kedelapan dari sepuluh negara

Lebih terperinci

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir)

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir) Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir) LEMBAR DATA 2.3 Apabila Anda seorang importir, setelah Anda mengumpulkan informasi (sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju deforestasi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 laju deforestasi sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi 1.7

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H S V L K oleh Agus Justianto Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Dibangun sejak 2003 dan melibatkan para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Pengantar Kebijakan & Konvensi Internasional yang Berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati: SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HIGH LEVEL MARKET DIALOGUE BETWEEN INDONESIA, EU, THE US AND JAPAN: MEETING MARKET DEMAND FOR LEGALLY TIMBER PRODUCT JAKARTA, 10 MARET 2011 Yth. Menteri Koordinator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejak dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan

Lebih terperinci

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda semakin memperkukuh kemitraan di antara keduanya.

Lebih terperinci

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia¹ TUJUAN & RINGKASAN Kegiatan pemantauan secara independen terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan memiliki arti penting bagi negara. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mencerminkan potensi ekonomi yang besar dan strategis bagi pembangunan nasional. Kekayaan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 &5 Agustus, 2010 SARASEHAN PELATIHAN LEGALITAS Kepedulian yang Memadai (Due Care) dan Pedoman Umum Menegakkan Legalitas

Lebih terperinci

Lacey Act: Sebuah Alat dalam Upaya AS untuk Memerangi Pembalakan Liar

Lacey Act: Sebuah Alat dalam Upaya AS untuk Memerangi Pembalakan Liar Lacey Act: Sebuah Alat dalam Upaya AS untuk Memerangi Pembalakan Liar Agustus 2010 Mengapa AS memerangi pembalakan liar? Pembalakan liar merampok negara-negara, memiskinkan komunitas-komunitas hutan dan

Lebih terperinci

bebas murni oleh pengadilan. Sementara itu vonis hukuman bagi pelaku IL di Indonesia selama ini bervariasi, yaitu antara 1 bulan sampai dengan 9

bebas murni oleh pengadilan. Sementara itu vonis hukuman bagi pelaku IL di Indonesia selama ini bervariasi, yaitu antara 1 bulan sampai dengan 9 123 IX. PEMBAHASAN UMUM Praktek Illegal logging (IL) atau pembalakan liar yang terjadi di semua kawasan hutan (hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi) merupakan salahsatu kejahatan di sektor

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34 PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT SEBAGAI UPAYA MENDORONG PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan I. PENDAHULUAN Hutan adalah sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan

Lebih terperinci

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kota, Negara Tanggal, 2013 Australian Illegal Logging Prohibition Act (AILPA)

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Ketentuan Ekspor Komoditas Kayu Ketentuan mengenai ekspor kayu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang Ketentuan Ekspor

Lebih terperinci

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa Informasi Ringkas Mei 2011 Upaya bersama untuk memastikan dan meningkatkan perdagangan kayu legal dan tata kelola yang baik pada sektor

Lebih terperinci

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS Materi Website Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS Jaminan legalitas produk kayu harus dibuktikan dengan adanya sistem

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 114 VIII. PRIORITAS KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA 8.1. Pendahuluan Upaya pemberantasan IL yang dilakukan selama ini belum memberikan efek jera terhadap pelaku IL dan jaringannya

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. Sehubungan dengan rencana Departemen Kehutanan untuk membuka keran ekspor kayu bulat di tengah

Lebih terperinci

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu : KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa untuk penduduknya sendiri. Diperlukan adanya pemasok, baik bahan baku maupun bahan pendukung

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

dari Indonesia demi Indonesia

dari Indonesia demi Indonesia dari Indonesia demi Indonesia Menjamin Kayu Legal Dari Hutan Kita: Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (Versi Stakeholder) Apakah SVLK itu? Sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa

Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa Ringkasan Kebijakan 3 EFI Apa yang dimaksud dengan kesepakatan kemitraan sukarela Pendekatan Uni Eropa Fasilitas FLEGT UE Upaya ini dibiayai oleh Uni Eropa Kebijakan 3 EFI 2009 1 Pemerintah Finlandia mendukung

Lebih terperinci

Presented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian

Presented by: M Anang Firmansyah IMF. system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian Presented by: M Anang Firmansyah IMF Dana Moneter Internasional adalah Salah satu badan khusus dalam system Perserikatan Bangsa-bangsa yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional pada tahun 1945

Lebih terperinci

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) BAB 1 PRINSIP UMUM 1.1. Standar Definisi, Standar, dan Standar

Lebih terperinci

Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource

Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource Pertanyaan-pertanyaan tentang CertiSource Panduan untuk pabrik penggergajian dan produsen kayu Paul Wilson Manajer Pengembangan Program Kantor +62 (0)881 463 8608 Ponsel +62 (0)817 0357 7555 paul@certisource.co.uk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

LOWONGAN UNTUK KETUA TIM PENILAI MONITORING DAN ANGGOTA TIM PENILAI MONITORING PENYUSUNAN BASELINE MONITORING DAMPAK IMPLEMENTASI SVLK (SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU) Latar Belakang MFP3 membuka lowongan

Lebih terperinci

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015

Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015 Ringkasan Eksekutif Kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan 2015 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, dan sebagian

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC PRESS RELEASE Jakarta, 11 Desember 2014 Pada 1 Oktober 2014, Skema Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari IFCC* secara resmi telah mendapatkan endorsement dari sistem sertifikasi terdepan dan terpercaya

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara

Lebih terperinci

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Pengenalan tentang Lacey Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Ketentuan,

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR : TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN REKOMENDASI IMPOR PRODUK KEHUTANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR : TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN REKOMENDASI IMPOR PRODUK KEHUTANAN DRAFT 20042015 (EDIT LIU TIM KECIL ) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR : TENTANG TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN REKOMENDASI IMPOR PRODUK KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA

ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA Pelaksanaan studi: pertengahan Juni akhir Nov 07 Metodologi: a) Wawancara dengan asosiasi, instansi pemerintah, perorangan, LSM b) Kajian literatur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TROPICAL RAINFOREST CONSULTANT Jl. Purwanggan No.63 C, Pakualaman, Yogyakarta Telp : 0274-8231224 e-mail : tr_consultant@yahoo.co.id www.trconsultant.weebly.com

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN Jakarta, 2 Oktober 2015 LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN RANCANGAN PERMENDAG TENTANG IMPOR PRODUK KEHUTANAN UNDANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Ekspor 1. Pengertian Ekspor Pada dasarnya ekspor adalah mengeluarkan barang dari kawasan pabean pada suatu Negara. Menurut kamus lengkap perdagangan internasional, ekspor merupakan

Lebih terperinci

Persyaratan-Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut Standar Perikanan Tangkap

Persyaratan-Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut Standar Perikanan Tangkap Persyaratan-Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Standar Perikanan Tangkap Fair Trade USA A. Pengantar Standar Perikanan Tangkap (CFS) Fair Trade USA mencakup berbagai kelompok nelayan dan fasilitasfasilitas

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

FLEGT-VPA: Ringkasan. Ringkasan dan kronologis_ind_june2009.doc 1

FLEGT-VPA: Ringkasan. Ringkasan dan kronologis_ind_june2009.doc 1 Forest Law Enforcement, Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan bidang Kehutanan - Perjanjian Kemitraan Sukarela FLEGT-VPA: Ringkasan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012

Pidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012 For more information, contact: Leony Aurora l.aurora@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)8111082309 Budhy Kristanty b.kristanty@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)816637353 Sambutan Frances Seymour, Direktur

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan Sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Direktorat Jenderal Bina Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System (TLAS) atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu Strategi 2020 Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu (Mid-Term Review/MTR) atas Strategi 2020 merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong deforestasi dan degradasi, yang menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi iklim,

Lebih terperinci

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kode Perilaku Pemasok... 3 Pendahuluan... 3 Hak Asasi Manusia dan Tenaga

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN MINAMATA CONVENTION ON MERCURY (KONVENSI MINAMATA MENGENAI MERKURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Identitas Grup Pirelli menurut sejarahnya telah terbentuk oleh seperangkat nilai-nilai yang selama bertahun-tahun telah kita upayakan dan lindungi. Selama bertahuntahun,

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI MISI NILAI-NILAI GRUP PIRELLI PENDAHULUAN PRINSIP-PRINSIP PERILAKU KERJA - SISTEM KONTROL INTERNAL PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN Pemegang saham, investor, dan komunitas

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya aktivitas perdagangan kayu internasional menjadi faktor besar yang mempengaruhi peningkatan permasalahan illegal logging di negara negara produsen kayu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci