BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN"

Transkripsi

1 BAB 5 DESAIN DAN ANALISIS SAMBUNGAN Ba ini akan memahas kapasitas samungan rangka aja ringan terhadap gaya-gaya dalam yang merupakan hasil analisis struktur rangka aja ringan pada pemodelan a seelumnya. 5.1 DESAIN SAMBUNGAN RANGKA ATAP Gamar 5.1 menjelaskan lokasi joint-joint yang akan dianalisis. Joint-joint terseut dipilih untuk mewakili lokasi-lokasi lain yang sejenis Gamar 5.1 Lokasi joint samungan aja ringan yang akan dianalisis Samungan pada Joint 1 Pada joint 1, terdapat huungan samungan antara atang tekan A1 dengan atang tarik B1. Bentuk huungan samungan terseut diilustrasikan dalam gamar erikut : Sandi Nurjaman ( ) 5-1

2 Gamar 5.2 Samungan pada joint 1 Contoh desain samungan dierikan pada gamar 5.3 Gamar 5.3 Contoh samungan pada agian heel Desain Samungan Sekrup 1. Kapasitas Geser Batang Tekan A1 Peluangan dengan sekrup t 2 / t 1 = 1,0 1,0 Sandi Nurjaman ( ) 5-2

3 3 = 4,2 ( 2 *6,3)*550 = 16399, 373 V N V = 2,7*2*6,3*550 = N V = 2,7*2*6,3*550 = N Yang menentukan adalah kondisi tilting, maka V = N φ V = 0,5* = 8199,69 N Kapasitas geser desain sekrup disyaratkan seesar 1,25*8199,69 = 10249,61 N Kuat geser self-drilling screw no.14 tipe CSD = 0,6*18900 N = N 10249,61 N OK! Jumlah sekrup yang diutuhkan n s = Pu φ V n s = = 4,78 5sekrup 10249,61 cek kapasitas geser sekrup 5 * 10249,61 N 49640,6 N 51248,05 N 49640,6 N OK! Batang Tarik B1 Peluangan dengan sekrup t 2 / t 1 = 1,0 1,0 3 = 4,2 ( 2 *6,3)*550 = 16399, 373 V N V = 2,7*2*6,3*550 = N V = 2,7*2*6,3*550 = N Yang menentukan adalah kondisi tilting, maka V = N φ V = 0,5* = 8199,69 N Kapasitas geser desain sekrup disyaratkan seesar 1,25*8199,69 = 10249,61 N Sandi Nurjaman ( ) 5-3

4 Kuat geser 1 self-drilling screw no.14 = N 10249,61 N Jumlah sekrup yang diutuhkan n s = Pu φ V 30809,68 n s = = 3,006 4 sekrup 10249,61 OK! Jumlah sekrup yang diperlukan pada joint 1 seanyak 5 uah sekrup no.14. tipe CSD Cek Kapasitas Samungan Ns * 10249,61 N > N 5 * 10249,61 N > N 51248,04 N > N 2. Kapasitas tarik sekrup Batang Tekan A1 a. Pull Out N ou = 0,85*2*6,3*550 = 5890,5 N. Pull Over N ov = 1,5*2*12,7*550 = 10477,5 N Pull Out leih menentukan sehingga N t = 5890,5 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 5890,5 N = 2945 N Kuat tarik desain sekrup disyaratkan seesar 1,25 x 2945 = 3681,25 N Batang Tarik B1 a. Pull Out Sandi Nurjaman ( ) 5-4

5 N ou = 0,85*2*6,3*550 = 5890,5 N. Pull Over N ov = 1,5*2*12,7*550 = 10477,5 N Pull Out leih menentukan sehingga N t = 5890,5 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 5890,5 N = 2945 N Kuat tarik desain sekrup disyaratkan seesar 1,25 x 2945 = 3681,25 N 3. Kapasitas Tarik elemen pada agian samungan Batang Tarik B1 N u L = 30809,68 N = 1278 mm 30809,68 r 5 f = = r f = ,3 N t N t 2,5 * ,3 = 1,0 0, = 0,975 * 550 * N =141693,48 N t * t N = 0,65 *141693,48 = 92100,96 N N u = 30809,68 N OK! 4. Persyaratan jarak pemasangan sekrup a. Jarak antar sekrup (ctc) Jarak antar pusat sekrup didesain seragam seesar 25 mm > 3d (18,9 mm) OK!. Jarak pusat sekrup dengan tepi elemen (tranversal) Jarak pusat sekrup dengan tepi elemen didesain paling pendek adalah 12 mm > 1,5d (9,45 mm) Sandi Nurjaman ( ) 5-5

6 Detail pemasangan sekrup pada joint 1 digamarkan seagai erikut : Gamar 5.4 Detail pemasangan sekrup pada joint 1 Sandi Nurjaman ( ) 5-6

7 5.1.2 Samungan pada Joint 2 Pada joint 2, terdapat huungan samungan antara atang tekan A9, atang tekan A10, atang we C16, dan atang we C17. Bentuk huungan samungan terseut diilustrasikan dalam gamar erikut : Gamar 5.5 Samungan pada joint 2 Untuk mengondisikan agar titik kumpul gaya aksial ertemu pada satu titik, gusset plate dipakai pada joint 2. Samungan di atas erentuk simetris sehingga analisis akan dilakukan pada salah satu sisi samungan. Samungan yang akan dianalisis adalah samungan antara atang tekan A9 dengan we C16 atau samungan atang tekan A10 dengan we C17. Gaya dalam maksimum yang terjadi antara kedua sisi samungan tidak jauh ereda. Pada atang tekan A9 dan A10 diperoleh gaya tekan seesar 28841,2 N dan 28803,4 N. Sedangkan pada we C16 dan C17 diperoleh gaya dalam maksimum seesar 9061,9 N dan 9024,3 N. Nilai gaya dalam yang dipakai dalam analisis kapasitas samungan adalah gaya dalam yang leih esar. Sisi samungan yang akan didesain adalah joint pada atang tekan A10 dengan we C17. Sandi Nurjaman ( ) 5-7

8 1. Kapasitas Geser Pada saat mendesain samungan sekrup pada joint ini nilai t 2 (ketealan gusset plate) elum ditentukan. Joint 2 didesain sedemikian rupa sehingga kapasitas geser ditentukan oleh earing pada profil paling atas (C17 t 1 =0,8 mm) Batang Tekan A10 Peluangan dengan sekrup t 2 / t 1 > 1 (asumsi) dengan demikian kondisi tilting tidak menentukan Kapasitas geser ditentukan oleh earing pada atang tekan A10. V = 2,7*1,6*6,3*550 = 14968, 8 N φ V = 0,5*14968,8 = 7484,4 N Kekuatan geser sekrup disyaratkan seesar 1,25*7484,4 = 9355,5 N Kuat geser self-drilling screw no.14 = N 9355,5 N OK! Jumlah sekrup yang diutuhkan n s = Pu φ V 28841,2 n s = = 3,083 4 sekrup 9355,5 Cek kapasitas samungan 4 * 9355,5 N 28841,2 N N 28841,2 N OK! Joint atang tekan A10 dan A9 dengan gusset plate memerlukan 4 uah sekrup no 14 tipe CSD. Sandi Nurjaman ( ) 5-8

9 We C17 Peluangan dengan sekrup t 2 / t 1 > 2,5 mode kegagalan samungan didesain sedemikian rupa sehingga kapasitas earing pada we 17 yang menentukan. V = 2,7*0,8*6,3*550 = 7484, 4 N φ V = 0,5*7484,4 = 3742,2 N Kekuatan geser sekrup disyaratkan seesar 1,25*3742,2 = 4677,75 N Kuat geser self-drilling screw no.14 tipe CSD = N 4677,75 N OK! Jumlah sekrup yang diutuhkan n s = Pu φ V 8869,3 n s = = 1,86 2 sekrup 4677,75 Cek kapasitas geser sekrup 2 * 4677,75 N 9061,9 N 9355,5 N 9061,9 N OK! Joint atang tekan We C16 dan We C17 dengan gusset plate memerlukan 2 uah sekrup no 14 tipe CSD. 2. Kapasitas Tarik Sekrup Batang Tekan A10 a. Pull Out N ou = 0,85*2*6,3*550 = 5890,5 N. Pull Over N ov = 1,5*2*12,7*550 = N Sandi Nurjaman ( ) 5-9

10 Pull Out leih menentukan sehingga N t = 5890,5 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 5890,5 N = 2945,25 N Kuat tarik sekrup disyaratkan seesar 1,25 x 2945,25 = 3681,56 N We C17 a. Pull Out N ou = 0,85*0,8*6,3*550 = 2356,2 N. Pull Over N ov = 1,5*0,8*12,7*550 = 8382 N Pull Out leih menentukan sehingga N t = 2356,2 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 2356,2 N = 1178,1 N Kuat tarik sekrup disyaratkan seesar 1,25 x 1178,1 = 1472,62 N 3. Kapasitas tarik pelat pada samungan We C17 N u = 9061,9 N (tarik) L = 2216 mm r f N t N t = 9061, ,28 = 0,154 2,5* 0,151 4,80 = 1,0 0, ,0 = 0,92 * 550 * N = 41561,82 N t * t N = 0,65 * 41561,82 = 27015,05 N N u = 9061,9 N (OK!) Sandi Nurjaman ( ) 5-10

11 (a) () Gamar 5.6 (a) Detail pemasangan sekrup pada joint 2 () Area whitmore pada joint 2 Sandi Nurjaman ( ) 5-11

12 Desain Gusset Plate pada Joint 2 a. Kapasitas leleh area Whitmore gusset plate dan Fraktur pada net area 1. Batang tekan A9 dan A10 (28841,2 N tekan) Kondisi tekan L gw = 2x20 tan 30 o ,3 = 54,4 mm (gamar 5.6 ()) φ t T n N u 0,85 * L gw * t g * 345 > 28841,2 N(tekan) 0,85 * 54,4 * t g * 345 > 28841,2 N t g > 1,807 mm 1,9 mm Fraktur φ t T n N u 0,75 * L gw 2x6,3 * t g * 345 > 28841,2 N(tekan) 0,75 * 41,8 * t g * 414 > 28841,2 N t g > 2,22 mm 2,3 mm 2. We C16 dan C ,9 N (tarik) L gw = 2x20 tan30 o + 6,3 = 29,4 (gamar 5.6 ()) Kondisi tarik φ t T n N u 0,9 * L gw * t g * 345 > 9061,9 N (tarik) 0,9 * 29,4 * t g * 345 > 9061,9 N t g > 0,99 mm 1 mm Kondisi tekan φ t T n N u 0,85 * L gw * t g * 345 > 9061,9 N (tekan) Sandi Nurjaman ( ) 5-12

13 0,85 * 29,4 * t g * 345 > 9061,9 N t g > 1,05 mm 1,1 mm Fraktur φ t T n N u 0,75 * 29,4 6.3 * t g * 414 > 9061,9 N (tarik) 0,75 * 23,1 * t g * 414 > 9061,9 N t g > 1,26 mm 1,3 mm Dari perhitungan kapasitas leleh dan fraktur pada net area Whitmore pada gusset plate, diperoleh ketealan gusset plate yang diperlukan seesar 2,3 mm.. Buckling pada gusset plate Penghitungan ketealan gusset plate erdasarkan kegagalan tekuk 1. Batang tekan A9 dan A10 disamung erhimpitan. Gaya aksial disalurkan tidak melalui gusset plate (Jarak kolom uckle gusset plate =0 mm). Kegagalan tekuk ditentukan oleh kapasitas tekan profil A9 dan A We C16 dan We C17 (jarak ke titik pusat gaya ke ujung elemen C9 = C8 = 72,6 mm). Asumsi yang diamil, gaya tekan yang dialami = 9061,9 N 2 π E P cr = 2 ( KL / r ) Agw dengan, K = 1,2 L = 72,6 mm t = 2,3 mm A = 25,4 x 2,3 = 58,42 mm 2 I = 1 / 12 x 25,4 x 2,3 3 = 25,72 mm 4 Sandi Nurjaman ( ) 5-13

14 r = I = 25,72 = 0, 66 58,42 A gw 2 3, P cr =. 58, 42 2 (1,2.72,6 / 0,66 ) = 6611,54 N < 9061,9 N Not OK! Ketealan gussetplate ditingkatkan menjadi 2,6 mm t = 2,6 mm A = 25,4 x 2,6 = 66,04 mm 2 I = 1 / 12 x 25,4 x 2,6 3 = 37,2 mm 4 r = I = 37,2 = 0, 75 66,04 A gw 2 3, P cr =. 66, 04 2 (1,2.72,6 / 0,75 ) = 9651,24 N > 9061,9 N OK! Setelah ketealan gusset plate ditingkatkan menjadi 2,6 mm, ketealan terseut memenuhi persyaratan minimal erdasarkan mode kegagalan tekuk pada gusset plate. Sandi Nurjaman ( ) 5-14

15 Gamar 5.7 dimensi kolom uckle gusset plate pada joint 2 c. Buckling pada agian tepi gusset plate Pada joint 2 tidak terdapat tepi eas. Oleh karena itu, ketealan gusset plate seesar 2,6 mm memiliki kapasitas yang cukup untuk menyamung keempat elemen terseut. Sandi Nurjaman ( ) 5-15

16 5.1.3 Samungan pada Joint 3 Pada joint 3, terdapat huungan samungan antara atang tekan A5, atang tekan A6, atang we C8, atang we C9, dan atang horizontal D1. Bentuk desain awal samungan terseut diilustrasikan dalam gamar erikut : Gamar 5.8 Desain awal joint 3 Batang A5, Batang C8, dan C9 disusun sedemikian rupa sehingga menjadi samungan dengan irisan ganda. 1. Kapasitas Geser Sekrup dipasang dengan kepala sekrup memiliki kontak dengan atang C8 dan penetrasi terakhir pada atang tekan A5. Dengan demikian, ketealan atang C8 dianggap seagai t 1 dan ketealan atang tekan A5 seagai t 2. Profil Batang C9 merupakan profil atang C8 yang ditumpuk dan memiliki gaya dalam maksimum seesar 5274,4 N (tarik) untuk atang C8 dan 2839,58 N (tekan) untuk atang C9. Batang tekan A5 (profil 2-74x33Z10) gaya dalam maksimum 49743,4 N (tekan). Sandi Nurjaman ( ) 5-16

17 Batang tekan A5, We C8, dan We C9 t 2 / t 1 2,5 (mode kegagalan earing yang menentukan) 3 V = 4,2 ( 2 * 6,3) * 550 = 16399, 37 N (tilting) V = 2,7*0,8*6,3*550 = 7484, 4 N (earing 1 atang C8) V = 2,7 *1,6*6,3*550 = 14968, 8 N (earing 1 atang C9) V = 2,7 * 2*6,3* N (earing 2) = A5 Kondisi earing 1 yang menentukan sehingga V = 7484, 4 N φ V = 0,5* 7484, 4 = 3742,2 N Kapasitas geser desain sekrup disyaratkan seesar 1,25 * 3742,2 = 4677,75 N Kuat geser self-drilling screw no.14 tipe CSD = 0,6*18900 = N 4677,75 N OK! Jumlah sekrup yang diutuhkan a. Gaya dalam pada we C8 n s = Pu φ V 5274,4 n s = = 1,13 2 sekrup 4677,75. Gaya dalam pada we C9 n s = Pu φ V 2839,58 n s = = 0,607 2 sekrup 4677,75 Sandi Nurjaman ( ) 5-17

18 c. Gaya dalam pada atang tekan A5 n s = Pu φ V, 49743,4 n s = = 10,63 11sekrup 4677,75 Cek Kapasitas Samungan Ns * 4677,75 N > 49743,4 N 11 * 4677,75 N > 49743,4 N 51455,25 N > 49743,4 N OK! Syarat jarak pemasangan sekrup Syarat jarak pemasangan antar pusat sekrup adalah 3d = 3 x 6,3 mm = 18,9 m Syarat jarak pemasangan antara pusat sekrup dengan tepi elemen adalah 1,5d = 1,5 x 6,3 = 9,45 mm Jumlah sekrup yang diutuhkan mencapai 11 uah dengan menggunakan sekrup erdiameter 6,3 mm. Ruang yang tersedia untuk pemasangan sekrup pada samungan tiga elemen terseut tidak dapat memenuhi persyaratan jarak pemasangan. Sehingga diperlukan gusset plate untuk pemasangan sekrup terseut Batang Horizontal D1 dan Batang tekan A6 t 2 / t 1 = 2,5 t 2 /t 1 2,5 (mode kegagalan earing leih menentukan) 3 = 4,2 ( 2 *6.3)*550 = 16399, 37 V N (V tilting ) V = 2,7 *0,8*6,3*550 = 7484, 4 N (V earing1 ) V = 2,7 * 2*6,3* N (V earing2 ) = A6 Nilai V yang menentukan ada pada kondisi earing 1 Sandi Nurjaman ( ) 5-18

19 φ V = 0,5 * 7484,4 N = 3742,2 N Kekuatan geser sekrup disyaratkan seesar 1,25 * 3742,2 N = 4677,75 N Kuat geser self-drilling screw no.14 tipe CSD = N N OK! V yang menentukan adalah V earing 1 = 4677,75 N Jumlah sekrup yang diutuhkan a. Gaya dalam pada atang horizontal D1 (memakai sekrup no.8) n s = Pu φ V 9345,58 n s = = 1,99 2 sekrup 4677,75. Gaya dalam pada atang tekan A6 n s = Pu φ V 37255,1 n s = = 7,96 8sekrup 4677,75 Syarat jarak pemasangan sekrup Syarat jarak pemasangan antar pusat sekrup adalah 3d = 3 x 6,3 mm = 18,9 m Syarat jarak pemasangan antara pusat sekrup dengan tepi elemen adalah 1,5d = 1,5 x 6,3 = 9,45 mm Jumlah sekrup yang diutuhkan mencapai 9 uah sekrup no 14 tipe CSD. Ruang yang tersedia untuk pemasangan sekrup pada samungan terseut dapat memenuhi persyaratan jarak pemasangan. Sandi Nurjaman ( ) 5-19

20 2. Kapasitas Tarik Sekrup We C8, We C9, dan Batang Tekan A5 c. Pull Out Nilai t c diamil seesar ketealan minimal penetrasi sekrup pada joint 3 (0,8mm) N ou = 0,85*0,8*6,3*550 = 2356,2 N/sekrup d. Pull Over N ov = 1,5*0,8*12,7*550 = 8382 N/sekrup Pull Out leih menentukan sehingga N t = 2356,2 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 2356,2,2 N = 1178,1 N/sekrup Kuat tarik sekrup desain disyaratkan seesar 1,25 x 1178,1 = 1472,62 N Batang Horizontal D1 dan Batang Tekan A6 a. Pull Out N ou = 0,85*0,8*6,3*550 = 2356,2 N/sekrup. Pull Over N ov = 1,5*0,8*12,7*550 = 8382 N/sekrup Pull Out leih menentukan sehingga N t = 2356,2 N/sekrup φ = 0,5 φ N t = 0,5*2356,2 N = 1178,1 N Kuat tarik sekrup disyaratkan seesar 1,25 x 1178,1 = 1472,62 N Sandi Nurjaman ( ) 5-20

21 3. Kapasitas tarik elemen pada agian samungan We C8 N u = 5274,4 N (tarik) L = 2351 mm r f N t N t = 5274, ,3 = 0,089 2,5*0,089 6,3 = 1,0 0, = 0,98*550 * N = 44256,63 N t * t N = 0,65* 44256,63 = 28766,81 N N u = 5274,4 N (OK!) Desain samungan dengan gusset plate pada joint 3 Pelat samung yang digunakan adalah pelat aja ASTM 572 grade 50 (Fy = 345 MPa;Fu = 414 MPa). Jumlah sekrup yang diperlukan sudah diketahui sehingga langkah erikutnya adalah menentukan ketealan gusset plate untuk menyamung 5 elemen (atang A5, A6, C8, C9,dan D1). a. Kapasitas leleh area Whitmore gusset plate dan Fraktur pada net area 1. Batang tekan A5 (49743,4 N tekan) Kondisi tekan L gw = 2x60 tan 30 o + 2x20 + 6,3 = 115,6 mm (dari gamar 5.9) φ t T n N u 0,85 * L gw * t g * 345 > 49743,4 N(tekan) 0,85 * 115,6 * t g * 345 > 49743,4 N Sandi Nurjaman ( ) 5-21

22 t g > 1,47 mm 1,5 mm Fraktur φ t T n N u 0,75 * L gw 3x6,3 * t g * 345 > 49743,4 N(tekan) 0,75 * 96,7 * t g * 414 > 49743,4 N t g > 1,66 mm 1,7 mm Sandi Nurjaman ( ) 5-22

23 Gamar 5.9 Samungan dengan gusset plate pada joint 3 Sandi Nurjaman ( ) 5-23

24 Gamar 5.10 Detail samungan dengan gusset plate pada joint 3 Sandi Nurjaman ( ) 5-24

25 Gamar 5.11 Area Whitmore pada joint 3 Sandi Nurjaman ( ) 5-25

26 2. Batang tekan A6 (37255,1 N tekan) Kondisi tekan L gw = 2 x 80 tan 30 o + 19, ,3 = 138,2 mm (gamar 5.9) φ t T n N u 0,85 * L gw * t g * 345 > 37255,1 N (tekan) 0,85 * 138,2 * t g * 345 > 37255,1 N t g > 0,94 mm 1 mm Fraktur φ t T n N u 0,75 * L gw 3x6,3 * t g * 414,4 > 37255,1 N (tekan) 0,75 * 99,3 * t g * 414 > 37255,1 N t g > 1,21 mm 1,3 mm 3. We C8 dan C9 5274,4 N (tarik) dan 2839,58 N (tekan) L gw = 2x20 tan30 o + 6,3 = 29,4 (dari gamar 5.9) Kondisi tarik φ t T n N u 0,9 * L gw * t g * 345 > 5274,4 N (tarik) 0,9 * 29,4 * t g * 345 > 5274,4 N t g > 0,57 mm Kondisi tekan φ t T n N u 0,85 * L gw * t g * 345 > 2839,58 N (tekan) 0,85 * 29,4 * t g * 345 > 2839,58 N t g > 0,33 mm Sandi Nurjaman ( ) 5-26

27 Fraktur φ t T n N u 0,75 * 29,4 6.3 * t g * 414 > 5274,4 N (tarik) 0,75 * 23,1 * t g * 414 > 5274,4 N t g > 0,73 mm Dari perhitungan kapasitas leleh dan fraktur pada net area Whitmore pada gusset plate, diperoleh ketealan gusset plate yang diperlukan seesar 1,7 mm.. Buckling pada gusset plate Penghitungan ketealan gusset plate erdasarkan kegagalan tekuk 3. Batang tekan A5 dan A6 disamung erhimpitan. Gaya aksial disalurkan tidak melalui gusset plate (Jarak kolom uckle gusset plate=0 mm). Kegagalan tekuk ditentukan oleh kapasitas tekan profil A5 dan A6. 4. We C9 (jarak ke titik pusat gaya ke ujung elemen C9 = 50,5 mm) 2 π E P cr = 2 ( KL / r ) Agw dengan, K = 1,2 L = 50,5 mm t = 1,7 mm A = 25,4 x 1,7 = 43,18 mm 2 I = 1 / 12 x 25,4 x 1,7 3 = 10,39 mm 4 r = I = 10,39 = 0, 49 43,18 A gw 2 3, P cr =. 43, 18 2 (1,2.50 / 0,49 ) = 5678,86 N > 2839,58 N OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-27

28 5. We C8 (jarak ke titik temu gaya = 96,9 mm) 2 π E P cr = 2 ( KL / r ) Agw dengan, K = 1,2 L = 96,9 mm t = 1,7 mm A = 25,4 x 1,7 = 43,18 mm 2 I = 1 / 12 x 25,4 x 1,7 3 = 10,39 mm 4 r = I = 10,39 = 0, ,18 A gw 2 3, P cr =. 43, 18 2 (1,2.96,9 / 0,49 ) = 1512,0 N < 2839,58N Not OK! Ketealan gusset plate ditingkatkan hingga t g = 2,1 mm t = 2,1 mm A = 25,4 x 2,1 = 53,34 mm 2 I = 1 / 12 x 25,4 x 2,1 3 = 19,6 mm 4 r = I = 19,6 = 0, ,34 A gw 2 3, P cr =. 53, 34 2 (1,2.96,9 / 0,606 ) = 2858,84 N > 2839,58 N OK! Teal gusset plate erdasarkan kegagalan uckling adalah 2,1 mm. c. Buckling pada agian tepi gusset plate L ft = 41,1 mm (gamar 5.13) L t ft 0,75 E = F y 41,1 2,1 0, Sandi Nurjaman ( ) 5-28

29 19,57 18,06 Not OK! Naikkan nilai t g menjadi 2,3 mm 41,1 2,3 0, ,86 18,06 OK! Ketealan gusset plate seesar 2,3 mm memiliki kapasitas yang cukup untuk menghindari terjadinya tekuk pada agian free edge gusset plate. Sandi Nurjaman ( ) 5-29

30 Gamar 5.12 Kolom uckle atang C9 Gamar 5.13 Kolom uckle atang C8 Sandi Nurjaman ( ) 5-30

31 5.4 Samungan pada Joint 4 Pada joint 4, terdapat huungan samungan antara atang tarik B16, atang tarik B17, atang we C31, dan atang we C32. Bentuk huungan samungan terseut diilustrasikan dalam gamar erikut Gamar 5.14 Samungan pada joint 4 Berikut adalah gamar contoh desain samungan tipikal dengan joint 4 Gamar 5.15 Contoh samungan tipikal dengan joint 4 Sandi Nurjaman ( ) 5-31

32 1. Kapasitas Geser We C31 dan Batang tarik B16 t 2 / t 1 = 2,5 t 2 /t 1 2,5 3 = 4,2 ( 2 * 6,3) *550 = 16399, 37 V N (tilting tidak menentukan) V = 2,7 * 0,8* 6,3* , 4 N (earing 1) = 1 V = 2,7 * 2 * 6,3* N (earing 2) 2 = Nilai V earing yang menentukan adalah V earing 1 = 7484,4 N φ V = 0,5*7484,4 = 3742,2 N Kekuatan tumpu pelat pada sekrup disyaratkan seesar 1,25 * 3742,2 = 4677,75 N Kuat geser 1 self-drilling screw no. 14 tipe CSD = N 4677,75 N OK! Jumlah sekrup yang diutuhkan a. Gaya dalam pada we C31 n s = Pu φ V 7465,4 n s = = 1,596 2 sekrup 4677,75. Gaya dalam pada atang tarik B16 n s = Pu φ V, 37184,97 n s = = 7,95 8sekrup 4677,75 Samungan antara atang tarik B16 dan we C31 memutuhkan 8 uah sekrup no.14 tipe CSD Sandi Nurjaman ( ) 5-32

33 We C32 dan Batang tarik B17 t 2 / t 1 = 2,5 t 2 /t 1 2,5 3 = 4,2 ( 2 * 6,3) *550 = 16399, 37 V N (tilting tidak menentukan) V = 2,7 * 0,8* 6,3* , 4 N (earing 1) = 1 V = 2,7 * 2 * 6,3* N (earing 2) 2 = Nilai V earing yang menentukan adalah V earing 1 = 7484,4 N φ V = 0,5*7484,4 = 3742,2 N Kekuatan tumpu pelat pada sekrup disyaratkan seesar 1,25 * 3742,2 = 4677,75 N Kuat geser 1 self-drilling screw no. 8 tipe CSD = 5076 N 4677,75 N OK! V yang menentukan adalah V = 4677,75 N Jumlah sekrup yang diutuhkan a. Gaya dalam pada we C32 n s = Pu φ V 1702,34 n s = = 0,364 2 sekrup 4677,75. Gaya dalam pada atang tarik B17 n s = Pu φ V, n s = = 6,63 7 sekrup 4677,75 Samungan antara atang tarik B17 dan we C32 memutuhkan 6 uah sekrup no.8 tipe CSD Sandi Nurjaman ( ) 5-33

34 2. Kapasitas Tarik Sekrup We C31 a. Pull Out N ou = 0,85*2*6,3*550 = 5890,5 N. Pull Over N ov = 1,5*0,8*12,7*550 = 8382 N Pull Out leih menentukan sehingga N t = 5890,5 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 5890,5 N = 2945,25 N Kuat tarik sekrup desain disyaratkan seesar 1,25 x 2945,25 = 3681,56 N We C32 c. Pull Out N ou = 0,85*2*6,3*550 = 5890,5 N d. Pull Over N ov = 1,5*0,8*12,7*550 = 8382 N Pull Out leih menentukan sehingga N t = 5890,5 N φ = 0,5 φ N t = 0,5 * 5890,5 N = 2945,25 N Kuat tarik sekrup desain disyaratkan seesar 1,25 x 2945,25 = 3681,56 N Sandi Nurjaman ( ) 5-34

35 3. Kapasitas tarik pelat pada agian samungan We C32 N u = 1702,34 N (tarik) L = 447 mm 1702,34 r 7 f = = 0,008 r f = 0, ,3 N t N t 2,5*0,008 6,3 = 1,0 0, ,0 = 0,99 * 550 * N = 44894,1 N t * t N = 0,65 * 44894,1 = 29181,3 N N u = 1702,4 N OK! B16 N u = 37184,97 N (tarik) 37184,97 r 8 f = = 0,05 r f = 0, ,3 N t N t 2,5 * 0,05 6,3 = 1,0 0, ,0 = 0,98 * 550 * N =142555,2 N t * t N = 0,65 *142555,5 = 92660,86 N N u = 37184,97 N OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-35

36 Gamar 5.16 Detail pemasangan sekrup pada joint 4 Sandi Nurjaman ( ) 5-36

37 5.1.5 Samungan pada Joint 5 Pada joint 5, terdapat samungan antara atang we C23, atang horizontal D14, dan atang horizontal D15. Bentuk huungan samungan terseut diilustrasikan dalam gamar erikut : Gamar 5.17 Samungan pada joint 5 Pada joint ini, samungan hanya erfungsi seagai pengikat. Untuk itu digunakan jumlah aut minimum. Jumlah sekrup yang direncanakan pada joint 5 adalah 3 uah, dengan lokasi pemasangan sekrup diilustrasikan dalam gamar erikut : Gamar 5.18 Detail pemasangan sekrup pada joint 5 Sandi Nurjaman ( ) 5-37

38 5.2 DESAIN SAMBUNGAN RANGKA ATAP TANPA MEMPERHITUNGKAN BEBAN GEMPA Pada pemodelan rangka aja yang sama, analisis struktur dilakukan tanpa memasukkan ean gempa statik ekivalen yang telah dihitung pada a 4 ke dalam kominasi pemeanan. Hasil yang diperoleh ditampilkan pada lampiran. Gaya dalam maksimum yang diperoleh pada tiap elemen memiliki nilai yang sama ila ean gempa dimasukkan. Bean gempa yang dihitung dengan metode statik ekivalen tidak memerikan pengaruh yang signifikan terhadap desain profil maupun samungan. Desain pada a ini, desain samungan memasukkan ean gempa dalam kominasi pemeanan. Gaya dalam maksimum yang diperoleh dari analisis software SAP menghasilkan gaya dalam maksimum yang sama dengan pemodelan yang tidak memperhitungkan ean gempa. Bean gempa statik ekivalen pada zona 4 tidak mempengaruhi desain samungan maupun desain profil. Bean gempa statik ekivalen dihitung dengan rumus C I = R V 1 W t Dari persamaan terseut, nilai yang paling mempengaruhi adalah W t (massa total struktur). Pemodelan yang dipakai dalam laporan ini erupa satu ay portal dua dimensi rangka aja ringan sehingga massa struktur yang ikut diperhitungkan tidak terlalu esar. Nilai ean gempa statik ekivalen zona 4 hingga zona 6 erkisar antara 473,692 kg hingga 609,033 kg. Sandi Nurjaman ( ) 5-38

39 5.3 M ODE KEGAGALAN SAMBUNGAN Pada a ini ditampilkan proses desain samungan rangka atang dengan menggunakan sekrup no.14 (φ 6,3 mm) tipe CSD. Rangkuman desain samungan sekrup dengan variasi diameter (sekrup no.10 sampai dengan no.14) ditampilkan pada tale 6.1 hingga tale 6.4. Dari tael terseut dapat dilihat ahwa hampir semua desain samungan memiliki kapasitas geser yang ditentukan oleh kapasitas earing pelat yang langsung kontak dengan kepala sekrup (fungsi dari t 1 ). Hanya joint 1 yang memiliki kapasitas geser yang ditentukan oleh mode kegagalan tilting (fungsi dari t 2 ). Karakteristik joint 1 erada pada agian kurva yang erupa garis lengkung. Berdasarkan gamar 6.1, mode kegagalan ini dicapai ila nilai t 2 relatif kecil atau diameter sekrup yang dipakai terlalu kecil. Nilai V erdasarkan mode kegagalan tilting dihitung menurut persamaan erikut: 3 V tilting = 4,2 t 2. d. Fu 2 (pers. 6.1) Gamar 5.19 Mode kegagalan tilting dan earing dengan peningkatan nilai t 2 Dari persamaan terseut diketahui ahwa peruahan nilai t 2 leih erpengaruh daripada peruahan diameter sekrup. Mode kegagalan yang diinginkan adalah mode kegagalan earing pada pelat yang disamung. Pada mode kegagalan ini, nilai kapasitas geser desain yang didapat leih esar daripada nilai yang diperoleh dari mode kegagalan tilting sehingga jumlah sekrup yang diperlukan leih sedikit. Dengan demikian, pemasangan sekrup leih leluasa untuk memenuhi persyaratan jarak pemasangan sekrup. Ketealan profil seharusnya ditingkatkan (t 2 ) agar mode kegagalan yang dicapai adalah kegagalan Sandi Nurjaman ( ) 5-39

40 earing pada pelat yang disamung. Dengan persamaan terseut, t 2 harus diperteal hingga mencapai 2,2 mm agar mode kegagalan yang dicapai adalah kegagalan earing pelat. Tael 5.1 Mode Kegagalan Samungan erdasarkan nilai t 2 t2 Joint Pns (N) (mm) Mode Joint Tilting Joint earing 1 Joint earing 1 Joint earing P ENGARUH PENINGKATAN DIAMETER SEKRUP Diameter yang makin esar jelas mengurangi jumlah sekrup yang diperlukan dalam samungan. Namun, pengurangan jumlah sekrup yang diperlukan cukup signifikan pada elemen rangka atang yang menerima gaya dalam yang cukup esar. Dalam studi kasus ini terlihat pada joint 3 dan joint 4 Joint 3 Batang A5 dengan N u = 49743,4 N φ 4,8 mm 14 sekrup φ 5,4 mm 13 sekrup φ 6,2 mm 11 sekrup Joint 4 Batang B16 dengan N u = 37184,97 N φ 4,8 mm 11 sekrup φ 5,4 mm 10 sekrup φ 6,2 mm 8 sekrup Pada elemen-elemen rangka atang yang menerima gaya dalam yang relatif leih kecil, peruahan diameter sekrup tidak terlalu erpengaruh pada jumlah sekrup yang diutuhkan. Kapasitas geser samungan masih ditentukan oleh kapasitas earing pelat yang disamung (t 1 ). Bahkan, pada elemen yang menerima gaya dalam yang cukup kecil, peningkatan diameter sekrup tidak menghasilkan pengurangan jumlah sekrup yang diperlukan. Sandi Nurjaman ( ) 5-40

41 Tael 5.2 Desain samungan sekrup pada joint 1 dengan variasi diameter Joint 1 t1 t2 t2/t1 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain Mode 1,25 f V Vs mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) Vs > Vdesain Nu/V n sekrup A earing Not OK! ~ ~ earing Not OK! ~ ~ tilting OK! B earing Not OK! ~ ~ earing Not OK! ~ ~ tilting OK! Tael 5.3 Desain samungan sekrup pada joint 2 dengan variasi diameter Joint 2 t1 t2 t2/t1 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain Mode 1,25 f V Vs mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) Vs > Vdesain Nu/V n sekrup A earing Not OK! ~ ~ earing OK! earing OK! A earing Not OK! ~ ~ earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-41

42 Tael 5.4 Desain samungan sekrup pada joint 3 dengan variasi diameter Joint 3 t1 t2 t2/t1 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain Mode 1,25 f V Vs mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) Vs > Vdesain Nu/V n sekrup A earing OK! earing OK! earing OK! A earing OK! earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! D earing OK! earing OK! earing OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-42

43 Tael 5.5 Desain samungan sekrup pada joint 4 dengan variasi diameter Joint 4 t1 t2 t2/t1 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain Mode 1,25 f V Vs mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) Vs > Vdesain Nu/V n sekrup B earing OK! earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! B earing OK! earing OK! earing OK! C earing OK! earing OK! earing OK! Keterangan : t1 = ketealan pelat yang kontak langsung dengan kepala sekrup t2 = ketealan pelat yang tidak erhuungan langsung dengan kepala sekrup Nu = gaya dalam ultimit (Newton) d = diameter sekrup V desain = Nilai minimum dari V tilting dan V earing V s = kuat geser sekrup (0,6 x Fu sekrup ) n sekrup = jumlah sekrup yang diperlukan Sandi Nurjaman ( ) 5-43

44 5.5 P EMILIHAN PROFIL DOUBLE-Z DAN DOUBLE-C Profil rangka atang yang digunakan untuk ottom chord dan top chord adalah profil doule z. Profil doule z dipasang dengan cara menumpuk profil z tepat di atas profil yang sama sehingga diperoleh ketealan dua kali lipat dari satu section z. Profil kominasi terseut disamung dengan sekrup. Profil yang anyak dipakai seagai elemen rangka aja ringan adalah profil C dan doule C (ox). Sedangkan, profil z anyak dipakai seagai gording yang menerima ean merata dari atap. Profil C atau doule-c memudahkan proses penyamungan dengan sekrup karena tidak memerlukan anyak pemotongan flange untuk menyesuaikan dengan desain samungan. Profil doule C (ox) dengan dimensi tertentu mungkin mempunyai kapasitas tarik, tekan, dan lentur yang sama dengan profil doule Z. Namun, ketealan pelat yang diperoleh untuk keperluan desain samungan tidak menjadi dua kali lipat seperti pada profil doule Z. Berdasarkan kesimpulan seelumnya, kapasitas samungan ditentukan oleh kapasitas earing pelat. Semakin teal pelat, kapasitas gesernya makin esar sehingga jumlah sekrup yang diperlukan leih sedikit. Tael 6.5 hingga tael 6.8 menggamarkan rangkuman desain samungan aja ringan ila dipakai profil doule C. Pada joint 2 dan joint 3 dianggap tidak menggunakan gusset plate, sehingga t 2 (ottom chord, top chord) adalah ketealan pelat atang tarik atau atang tekan. Asumsi yang diamil, profil C atau doule- C yang dipakai memiliki karakteristik penampang yang cukup (dimensi we dan flange disesuaikan) agar dapat menerima gaya dalam maksimum. Namun, ketealan profil diuat sama (t 1 = 0,8 mm dan t 2 = 1mm) Menurut perhitungan, kapasitas geser tiap samungan ditentukan oleh mode kegagalan tilting. Penurunan t 2 hingga separuh nilai awal (doule-z) memuat samungan erada pada kurva lengkung perandingan tilting dengan earing (gamar 5.19). Dengan penurunan kapasitas geser samungan maka jumlah sekrup yang diutuhkan jadi leih anyak. Perandingan jumlah sekrup yang diperlukan pada pemakaian profil C atau doule-c dengan profil doule-z ditampilkan pada tael 6.5 hingga tael 6.8 Sandi Nurjaman ( ) 5-44

45 Tael 5.6 Desain samungan sekrup pada profil C atau doule-c pada joint 1 Joint 1 t1 t2 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain 1,25 f V Vs Vs > n sekrup nsekrup t2/t1 Mode Nu/V Vdesain mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) profil C Profil Z A tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! B tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! Tael 5.7 Desain samungan sekrup pada profil C atau doule-c pada joint 2 Joint 2 t1 t2 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain 1,25 f V Vs Vs > n sekrup nsekrup t2/t1 Mode Nu/V Vdesain mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) profil C Profil Z A tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! tilting OK! A tilting OK! ~ ~ ~ tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-45

46 Tael 5.8 Desain samungan sekrup pada profil C atau doule-c pada joint 3 Joint 3 t1 t2 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain 1,25 f V Vs Vs > n sekrup nsekrup t2/t1 Mode Nu/V Vdesain mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) profil C Profil Z A tilting OK! tilting OK! tilting OK! A tilting OK! tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! D tilting OK! tilting OK! tilting OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-46

47 Tael 5.9 Desain samungan sekrup pada profil C atau doule-c pada joint 4 Joint 4 t1 t2 Nu D V tilting V 1 V 2 Vdesain 1,25 f V Vs Vs > n sekrup nsekrup t2/t1 Mode Nu/V Vdesain mm mm (N) mm (N) (N) (N) (N) (N) (N) profil C Profil Z B tilting OK! tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! B tilting OK! tilting OK! tilting OK! C tilting OK! tilting OK! tilting OK! Sandi Nurjaman ( ) 5-47

48 5.6 P ENGGUNAAN FAKTOR RESISTANSI φ AKIBAT PEMBEBANAN DINAMIK Dari gaya dalam yang diperoleh diketahui ahwa dengan penamahan ean gempa peruahan gaya dalam tidak terlalu esar, ahkan pada eerapa elemen terdapat pengurangan gaya dalam. Namun dengan ditamahkannya ean gempa erarti desain harus menggunakan faktor keamanan Ф seesar 0,5 yang erarti kekuatan samungan erkurang seesar 50 % diandingkan kekuatan samungan ketika memikul ean statis. Pengurangan kekuatan samungan yang signifikan terseut sangatlah erahaya jika untuk wilayah gempa tinggi seperti Indonesia desain yang diterapkan adalah desain untuk pemeanan statis. 5.7 J UMLAH MAKSIMUM ELEMEN YANG DISAMBUNG Pada joint 1 dan joint 4, elemen yang disamung secara langsung erjumlah tidak leih dari dua elemen. Pada desain awal joint 3, terdapat empat elemen yang ditumpuk dalam satu samungan. Jumlah sekrup yang diperlukan seanyak 11 uah sekrup no.14 tipe CSD. Samungan ini memerlukan gusset plate karena konfigurasi sekrup tidak memenuhi syarat jarak pemasangan. Bila jumlah elemen yang disamung leih dari tiga, samungan dengan sekrup harus menggunakan gusset plate. Pada samungan ini, penggunaan aut leih aik daripada sekrup seagai pengencang (fastener). Kapasitas geser aut leih tinggi daripada sekrup sehingga jumlah pengencang yang diutuhkan leih sedikit. Dengan demikian, syarat jarak pemasangan dapat terpenuhi tanpa menggunakan gusset plate. Sandi Nurjaman ( ) 5-48

49 5.8 K APASITAS SAMBUNGAN Kapasitas samungan rangka aja ringan ditampilkan dalam tael Kapasitas samungan ini mematasi esarnya gaya dalam yang dapat ditahan oleh elemen-elemen anggota samungan. Hampir seluruh profil didesain memiliki kapasitas tarik yang cukup esar (kapasitas tarik profil doule-z = 94 kn ; kapasitas tarik profil Z = 47 kn). Pada atang tarik rangka aja ringan (atang B), kapasitas tarik profil dapat diturunkan dari 94 kn menjadi sekitar 50 kn agar tidak terlalu oros. Tael 5.10 Kapasitas samungan Joint Elemen Jumlah Vdesain Kapasitas Joint Nu yang disamung Sekrup (N) Tn (N) (N) Tn > Nu Joint 1 A1,B OK! A10, C17 dan Joint 2 A9, C OK! Joint 3 A5, C8, C OK! A6, D OK! Joint 4 B16, C OK! B17, C OK! Namun pada Tugas Akhir ini, gaya dalam yang ekerja pada samungan menjadi faktor utama dalam mendesain samungan. Oleh karenanya pada eerapa samungan kekuatan elemen yang disamung jauh leih kuat daripada kekuatan samungan. Sandi Nurjaman ( ) 5-49

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( ) BAB 4 STUDI KASUS Struktur rangka baja ringan yang akan dianalisis berupa model standard yang biasa digunakan oleh perusahaan konstruksi rangka baja ringan. Model tersebut dianggap memiliki performa yang

Lebih terperinci

STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM

STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM A COMPARATIVE STUDY OF PLATE STRUCTURE ANALYSIS USING STRIP METHOD, PBI 71, AND FEM Guntara M.

Lebih terperinci

I. Kombinasi momen lentur dengan gaya aksial tarik

I. Kombinasi momen lentur dengan gaya aksial tarik VII. BALOK KOLOM Komponen struktur seringkali menderita kominasi eerapa macam gaya secara ersama-sama, salah satu contohnya adalah komponen struktur alok-kolom. Pada alok-kolom, dua macam gaya ekerja secara

Lebih terperinci

PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON

PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON Wiratman Wangsadinata 1, Hamdi 2 1. Pendahuluan Dalam analisis struktur eton, pengaruh peretakan eton terhadap kekakuan unsurunsurnya menurut SNI

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 13

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 13 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Samungan Baut Pertemuan - 13 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur aja eserta alat samungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Konstruksi Rangka Batang

Konstruksi Rangka Batang Konstruksi Rangka atang Salah satu sistem konstruksi ringan yang mempunyai kemampuan esar, yaitu erupa suatu Rangka atang. Rangka atang merupakan suatu konstruksi yang terdiri dari sejumlah atang atang

Lebih terperinci

Pertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka Batang

Pertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka Batang ahan jar Statika Mulyati, ST., MT ertemuan XI, XII, XIII VI. Konstruksi Rangka atang VI. endahuluan Salah satu sistem konstruksi ringan yang mempunyai kemampuan esar, yaitu erupa suatu Rangka atang. Rangka

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI STRUKTUR

BAB IV ESTIMASI STRUKTUR BAB IV ESTIMASI STRUKTUR 4.1 Perancangan Balok Perancangan alok induk dan alok anak perlu memperhatikan eanean pada agian luasan yang didukung (triutary area) oleh komponen struktur terseeut. Balok Anak

Lebih terperinci

PERANCANGAN BALOK BETON PROFIL RINGAN UNTUK PEMASANGAN LANTAI BANGUNAN BERTINGKAT YANG EFEKTIF

PERANCANGAN BALOK BETON PROFIL RINGAN UNTUK PEMASANGAN LANTAI BANGUNAN BERTINGKAT YANG EFEKTIF PERANCANGAN BALOK BETON PROFIL RINGAN UNTUK PEMASANGAN LANTAI BANGUNAN BERTINGKAT YANG EFEKTIF Jamiatul Akmal 1, a *, Ofik Taufik Purwadi 2,, Joko Pransytio 3, c 1,3) Jurusan Teknik Mesin, UNILA, Bandar

Lebih terperinci

BAB VI DEFLEKSI BALOK

BAB VI DEFLEKSI BALOK VI DEFEKSI OK.. Pendahuluan Semua alok akan terdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya apaila tereani. Dalam struktur angunan, seperti : alok dan plat lantai tidak oleh melentur terlalu erleihan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv

BAB II. PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv. DAN PENYULANG 20 kv BAB II PROTEKSI TRAFO 60 MVA 150/20 kv DAN PENYULANG 20 kv 2.1. Transformator Daya Transformator adalah suatu alat listrik statis yang erfungsi meruah tegangan guna penyaluran daya listrik dari suatu rangkaian

Lebih terperinci

4. Mononom dan Polinom

4. Mononom dan Polinom Darpulic www.darpulic.com 4. Mononom dan Polinom Sudaratno Sudirham Mononom adalah pernataan tunggal ang erentuk k n, dengan k adalah tetapan dan n adalah ilangan ulat termasuk nol. Fungsi polinom merupakan

Lebih terperinci

V. DEFLEKSI BALOK ELASTIS: METODE-LUAS MOMEN

V. DEFLEKSI BALOK ELASTIS: METODE-LUAS MOMEN V. DEFEKSI BOK ESTIS: METODE-US MOMEN Defleksi alok diperoleh dengan memanfaatkan sifat diagram luas momen lentur. Cara ini cocok untuk lendutan dan putaran sudut pada suatu titik sudut saja, karena kita

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Berat sendiri plat = 288 kg/m 2. Beratplafon = 11 kg/m 2. Berat penggantung = 7 kg/m 2. Spesi = 0.42 kg/m 2. Berat keramik = 0.

LAMPIRAN. Berat sendiri plat = 288 kg/m 2. Beratplafon = 11 kg/m 2. Berat penggantung = 7 kg/m 2. Spesi = 0.42 kg/m 2. Berat keramik = 0. LAMPIRAN I. Perhitungan Bean akiat Gaya Gravitasi 1. Plat Lantai a. Bean mati (DL) Berat sendiri plat = 88 kg/m Beratplafon = 11 kg/m Berat penggantung = 7 kg/m Spesi = 0.4 kg/m Berat keramik = 0.4 kg/m

Lebih terperinci

ANALISIS TEGANGAN BAUT PENGUNCI GIRTH-GEAR KILN

ANALISIS TEGANGAN BAUT PENGUNCI GIRTH-GEAR KILN No.33 Vol.1 Thn.XVII April 010 ISSN : 0854-8471 ANALISIS TEGANGAN BAUT PENGUNCI GIRTH-GEAR KILN Devi Chandra 1, Gunawarman 1, M. Fadli 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING)

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING) PERHITUGA TUMPUA (BEARIG) BASE PLATE DA AGKUR [C]2011 : M. oer Ilh f ht h Pu Mu f a 0.95 ht a Vu f f B L J 1. DATA TUMPUA BEBA KOLOM DATA BEBA KOLOM Gaya aksial akiat ean terfaktor, P u = 206035 Momen

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik Penelitian mengenai sistem rangka bracing tipe v terbalik sudah pernah dilakukan oleh Fauzi (2015) mengenai perencanaan ulang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perkuatan struktur umumnya dilakukan apaila angunan terseut mengalami kegagalan desain, peruahan desain, peruahan fungsi angunan, kegagalan pada saat pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI TEGANGAN PADA GELAGAR BERLUBANG MENGGUNAKAN PEMODELAN DAN EKSPERIMEN

ANALISIS KONSENTRASI TEGANGAN PADA GELAGAR BERLUBANG MENGGUNAKAN PEMODELAN DAN EKSPERIMEN NLISIS KONSENTRSI TEGNGN PD GELGR BERLUBNG MENGGUNKN PEMODELN DN EKSPERIMEN khmad aizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang E-mail: faizin_poltek@yahoo.com strak Belum diketahuinya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Bagan Alir Perencanaan Ulang Bagan alir (flow chart) adalah urutan proses penyelesaian masalah. MULAI Data struktur atas perencanaan awal, As Plan Drawing Penentuan beban

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN AUSTRALIAN/NEW ZEALAND STANDARD ( AS/NZS 4600:1996 ) TUGAS AKHIR RAHMAT AMAN SANTOSO

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN AUSTRALIAN/NEW ZEALAND STANDARD ( AS/NZS 4600:1996 ) TUGAS AKHIR RAHMAT AMAN SANTOSO PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN AUSTRALIAN/NEW ZEALAND STANDARD ( AS/NZS 4600:1996 ) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG

PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG PEMBAHASAN UMUM PENGARUH UKURAN GRANULA BOBOT TEPUNG JAGUNG TERHADAP PROFIL GELATINISASI DAN MI JAGUNG Pada penelitian tahap pertama diperoleh hasil ahwa ukuran partikel tepung sangat erpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari NRP Dosen Pembimbing : Tri Tiyasmihadi, ST. MT

Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari NRP Dosen Pembimbing : Tri Tiyasmihadi, ST. MT STUDI PENGARUH BENTANGAN(SPAN) PADA SINGLE GIRDER OVERHEAD CRANE DENGAN KAPASITAS 5 TON TYPE EKKE DAN ELKE DAN KAPASITAS 10 TON TYPE EKKE TERHADAP BERAT KONSTRUKSI GIRDERNYA Disusun Oleh : Dewi Ratna Nawangsari

Lebih terperinci

memperhatikan kekuatan dan kekakuan dinding bata dalam desain perencanaannya.

memperhatikan kekuatan dan kekakuan dinding bata dalam desain perencanaannya. 1 STUDI PENGARUH KEKUATAN DAN KEKAKUAN DINDING BATA PADA BANGUNAN BERTINGKAT Nama : Redha Sadhu Leksono NRP : 3107 100 117 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pemiming : Data Iranata ST., MT., Ph.D.

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN Sabril Haris 1 dan Hazmal Herman 2 1,2 Universitas Andalas, Padang, Indonesia sabril_haris_hg@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut :

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR. lantai, balok, kolom dan alat penyambung antara lain sebagai berikut : BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR 4.1 Pendahuluan Pada bab ini menjelaskan tentang perencanaan struktur gedung untuk penempatan mesin pabrik pengolahan padi PT. Arsari Pratama menggunakan profil baja. Pada kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya maupun teknik tidak terlepas dari bangunan tetapi dalam perencanaan bangunan sering tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... ix ABSTRAK... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS PELAT BUHUL STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK

ANALISIS PELAT BUHUL STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK ANALISIS PELAT BUHUL STRUKTUR RANGKA BAJA BERPENGAKU EKSENTRIK Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : IRFAN FIHARI NPM.

Lebih terperinci

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT AMPAS EMPULUR SAGU TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN IMPAK PADA KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT AMPAS EMPULUR SAGU TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN IMPAK PADA KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT AMPAS EMPULUR SAGU TERHADAP KEKUATAN BENDING DAN IMPAK PADA KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER Arthur Yanny Leiwakaessy 1) FakultasTeknik Universitas Pattimura Amon Email : arthur.leiwakaessy@gmail.com

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN BAUT PONDASI REL CARRIER PADA IRADIATOR GAMMA UNTUK STERILISASI HASIL PERTANIAN

ANALISIS KEKUATAN BAUT PONDASI REL CARRIER PADA IRADIATOR GAMMA UNTUK STERILISASI HASIL PERTANIAN ANALISIS KEKUATAN BAUT PONDASI REL CARRIER PADA IRADIATOR GAMMA UNTUK STERILISASI HASIL PERTANIAN ABSTRAK Sanda Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ANALISIS KEKUATAN BAUT PONDASI

Lebih terperinci

EVALUASI NILAI TAHANAN PENTANAHAN TOWER SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150kV TRANSMISI MANINJAU SIMPANG EMPAT

EVALUASI NILAI TAHANAN PENTANAHAN TOWER SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150kV TRANSMISI MANINJAU SIMPANG EMPAT EVALUASI NILAI TAHANAN PENTANAHAN TOWE SALUAN UDAA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 5kV TANSMISI MANINJAU SIMPANG EMPAT Arif Putra Utama (), Ir. Arnita, M.T (), Ir. Yani idal, M.T (3) () Mahasiswa Teknik Elektro,

Lebih terperinci

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0 B.3 Fungsi Kuadrat a. Tujuan Setelah mempelajari uraian kompetensi dasar ini, anda dapat: Menentukan titik potong grafik fungsi dengan sumu koordinat, sumu simetri dan nilai ekstrim suatu fungsi Menggamar

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan merupakan hasil dari perhitungan perencanaan struktur gedung Fakultas Teknik Informatika ITS Surabaya dengan metode SRPMM.

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada pekerjaan konstruksi, atap merupakan salah satu elemen penting pada bangunan gedung dan perumahan. Sebab atap pada bangunan berfungsi sebagi penutup seluruh atau

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL Handali, S 1), Gea, O 2) 1) Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta e-mail

Lebih terperinci

Menganalisa Pondasi Rumah Rakit dari Bambu ke Pipa PVC di Sekitar Sungai Musi Palembang

Menganalisa Pondasi Rumah Rakit dari Bambu ke Pipa PVC di Sekitar Sungai Musi Palembang Menganalisa Pondasi Rumah Rakit dari Bamu ke Pipa PC di Sekitar Sungai Musi Palemang Zuul Fitriana Umari Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik UTP Email : zuulitrianaumari@gmail.com Palemang merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Sumer: Art and Gallery Standar Kompetensi 6. Memecahkan masalah yang erkaitan dengan fungsi, persamaan fungsi linier dan fungsi kuadrat Kompetensi Dasar 6. Mendeskripsikan peredaan konsep relasi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI

E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 3. PERENCANAAN TRAP TRIBUN DIMENSI 1.20 0.90 0.90 1.20 0.90 0.45 0. E. PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER. PERENCANAAN TRAP TRIUN DIMENSI 0.0 1.20 0.90 0.12 TRAP TRIUN PRACETAK alok L : balok 0cm x 45cm pelat sayap 90cm x 12cm. Panjang bentang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

MODIFIKASI JUMLAH KUTUB PADA MOTOR INDUKSI 3 FASA 36 ALUR

MODIFIKASI JUMLAH KUTUB PADA MOTOR INDUKSI 3 FASA 36 ALUR MODIFIKASI JUMLAH KUTUB PADA MOTOR INDUKSI 3 FASA 36 ALUR Muhammad Naim Staf Pengajar Teknik Mesin, Akademi Teknik Soroako, Sorowako *Email: mnaim@ats-sorowako.ac.id Astrak Kecepatan motor induksi 3 fasa

Lebih terperinci

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T. TUGAS AKHIR PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 Disusun oleh: IMMANIAR F. SINAGA 11 0404 079 Dosen Pembimbing: Ir. Sanci Barus, M.T. 19520901 198112 1 001 BIDANG STUDI STRUKTUR

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB III LANDASAN TEORI (3.1) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kelangsingan Kelangsingan suatu kolom dapat dinyatakan dalam suatu rasio yang disebut rasio kelangsingan. Rasio kelangsingan dapat ditulis sebagai berikut: (3.1) Keterangan:

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW

PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW Silviana 1, Nova Risdiyanto Ismail 2 1 Universitas Widyagama Malang/ Dosen Teknik Industri, Kota Malang 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsep Desain Desain struktur harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya Kekuatan (strength), kemampuan layan (serviceability), ekonomis (economy) dan Kemudahan

Lebih terperinci

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA (Studi Literatur) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : ADVENT HUTAGALUNG

Lebih terperinci

Komponen Struktur Tarik

Komponen Struktur Tarik Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Komponen Struktur Tarik Pertemuan 2, 3 Sub Pokok Bahasan : Kegagalan Leleh Kegagalan Fraktur Kegagalan Geser Blok Desain Batang Tarik

Lebih terperinci

BAB V PENULANGAN STRUKTUR

BAB V PENULANGAN STRUKTUR BAB V PENULANGAN STRUKTUR 5.1. PENULANGAN PELAT 5.1.. Penulangan Pelat Lantai 1-9 Untuk mendesain penulangan pelat, terlebih dahulu perlu diketahui data pembebanan yang bekerja pada pelat. Data Pembebanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI Wildiyanto NRP : 9921013 Pembimbing : Ir. Maksum Tanubrata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atap merupakan salah satu bagian kontruksi yang berfungsi untuk melindungi bagian bawah bangunan dari panas matahari, hujan, angin, maupun sebagai perlindungan lainnya.

Lebih terperinci

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( ) Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA (3109 106 045) Dosen Pembimbing: BUDI SUSWANTO, ST.,MT.,PhD. Ir. R SOEWARDOJO, M.Sc PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian dan pemahasan serius dari pemerintah dan ahli kependudukan. Bila para ahli

Lebih terperinci

DAKTILITAS KOLOM BERDASARKAN RAGAM KERUNTUHAN KOLOM BETON BERTULANG

DAKTILITAS KOLOM BERDASARKAN RAGAM KERUNTUHAN KOLOM BETON BERTULANG Media Teknik Sipil, Volume XII, Januari 2012 ISSN 1412-0976 DAKTILITAS KOLOM BERDASARKAN RAGAM KERUNTUHAN KOLOM BETON BERTULANG Endah Safitri 1) 1) Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Uiversitas Seelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat pembebanan yang melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batang tekan merupakan batang yang mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tonggak dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Diagram Alir Perencanaan Struktur Atas Baja PENGUMPULAN DATA AWAL PENENTUAN SPESIFIKASI MATERIAL PERHITUNGAN PEMBEBANAN DESAIN PROFIL RENCANA PERMODELAN STRUKTUR DAN

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE

STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN PADA KOLOM CONCRETE FILLED STEEL TUBE AKIBAT PEMASANGAN CROSS TIE PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 TUGAS AKHIR RC09 1380 STUDI PERILAKU PENGARUH EFEK PENGEKANGAN

Lebih terperinci

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3 TUGAS STRUKTUR BAJA 11 Bangunan gedung dengan struktur atap dibuat dengan struktur rangka baja. Bentang struktur bangunan, beban gravitasi, beban angin dan mutu bahan, dijelaskan pada data teknis berikut.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF

PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF 49 PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF Pendahuluan Pakan diutuhkan ternak untuk memenuhi keutuhan untuk hidup pokok, produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUAT TEKAN DAN FAKTOR AIR SEMEN PADA BETON YANG DIBUAT DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND-POZZOLAN

HUBUNGAN ANTARA KUAT TEKAN DAN FAKTOR AIR SEMEN PADA BETON YANG DIBUAT DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND-POZZOLAN Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol 10, No. 2, Juli 2006 HUBUNGAN ANTARA KUAT TEKAN DAN FAKTOR AIR SEMEN PADA BETON YANG DIBUAT DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND-POZZOLAN I Made Alit Karyawan Salain 1 dan I.B.

Lebih terperinci

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Ba 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Model kinematika diperlukan dalam menganalisis pergerakan suatu root moil. Model kinematik merupakan analisis pergerakan sistem yang direpresentasikan secara matematis

Lebih terperinci

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 16 STUDI KOMPARASI PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG BERDASARKAN SNI 3 847 DAN SNI 847 : 13 DENGAN SNI 3 176 1 (Studi Kasus : Apartemen 11 Lantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc. PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS JEMBER 2015 MODUL 3 STRUKTUR BATANG TARIK PROFIL PENAMPANG BATANG TARIK BATANG TARIK PADA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU ANALISIS SAMBUNGAN PAKU 4 Alat sambung paku masih sering dijumpai pada struktur atap, dinding, atau pada struktur rangka rumah. Tebal kayu yang disambung biasanya tidak terlalu tebal berkisar antara 20

Lebih terperinci

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR a 6 TRIGONOMETRI A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN ELAJAR Kompetensi Dasar 1. Menghayati pola hidup disiplin, kritis, ertanggungjawa, konsisten dan jujur serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari..

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI

PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI Dewasa ini kuda-kuda baja ringan menjadi alternatif penggunaan kuda-kuda kayu pada rangka

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN Sumer: Art & Gallery 44 Matematika X SMK Kelompok: Penjualan dan Akuntansi Standar kompetensi persamaan dan pertidaksamaan linier dan kuadrat terdiri atas tiga kompetensi dasar.

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU ELEMEN STRUKTUR DENGAN SAMBUNGAN KAKU PADA BALOK DAN KOLOM BANGUNAN BAJA TAHAN GEMPA

STUDI PERILAKU ELEMEN STRUKTUR DENGAN SAMBUNGAN KAKU PADA BALOK DAN KOLOM BANGUNAN BAJA TAHAN GEMPA STUDI PERILAKU ELEMEN STRUKTUR DENGAN SAMBUNGAN KAKU PADA BALOK DAN KOLOM BANGUNAN BAJA TAHAN GEMPA Oleh : Fandi 3106 100 702 DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO ST, MT,Ph.D Ir.R.SOEWARDOJO, MSc 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA Komputer menjadi alat bantu yang menakjubkan dalam menyelesaikan problem-problem numerik maupun non-numerik (teks, grafis, suara, dan gambar) pada setiap aspek

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR

BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR BAB IV ESTIMASI DIMENSI KOMPONEN STRUKTUR 4.1. Estimasi Dimensi Estimasi dimensi komponen struktur merupakan tahap awal untuk melakukan analisis struktur dan merancang suatu bangunan gedung. Estimasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Penyajian Laporan Dalam penyajian bab ini dibuat kerangka agar memudahkan dalam pengerjaan laporan tugas akhir. Berikut adalah diagram alur yang akan diterapkan : Mulai Pengumpulan

Lebih terperinci

Sambungan diperlukan jika

Sambungan diperlukan jika SAMBUNGAN Batang Struktur Baja Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e.

Lebih terperinci

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA Oloni Togu Simanjuntak, Ir. Syamsul Amien, MS Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun. SAMBUNGAN LAS 13.5.1 Lingkup 13.5.1.1 Umum Pengelasan harus memenuhi standar SII yang berlaku (2441-89, 2442-89, 2443-89, 2444-89, 2445-89, 2446-89, dan 2447-89), atau penggantinya. 13.5.1.2 Jenis las

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR

BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR BAB III ESTIMASI DIMENSI ELEMEN STRUKTUR 3.. Denah Bangunan Dalam tugas akhir ini penulis merancang suatu struktur bangunan dengan denah seperti berikut : Gambar 3.. Denah bangunan 33 34 Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci