BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejahatan seksual yang menyangkut persetubuhan tertera pada bab XIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejahatan seksual yang menyangkut persetubuhan tertera pada bab XIV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejahatan seksual yang menyangkut persetubuhan tertera pada bab XIV Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan terhadap Kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan didalam perkawinan maupun persetubuhan diluar perkawinan. Ada pula bentukbentuk kelainan persetubuhan seperti sodomi, homoseksuslisme, lesbianisme, incest, dan bestialisme yang dapat dikaitkan dengan kejahatan seksual. Khusus mengenai perkosaan, berdasarkan KUHP pasal 285, dapat didefinisikan sebagai persetubuhan disertai tindak kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap seorang wanita dan dilakukan diluar perkawinan. Termasuk dalam katagori kekerasan disini adalah dengan sengaja membuat pingsan atau tidak berdaya (pasal 89, KUHP). Suatu kejahatan seksual menyangkut perkosaan perlu diperjelas keterkaitannya antara bukti yang diemukan ditempat kejadian perkara, bukti pada tubuh korban termasuk pakaian, bukti pada tubuh atau pakaian pelaku, dan bukti pada alat yang digunakan untuk kejahatan ini. Visum et repertum yang dibuat oleh dokter diharapkan dapat membuat suatu pembuktian. Upaya pembuktian secara kedokteran forensic pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas didalam upaya pembuktian ada tidaknya tandatanda persetubuhan, ada tidaknya tandatanda kekerasan, pemeriksaan umur serta pembuktian apakah seseorang pantas atau sudah mampu untuk dikawini atau tidak. 1 Anamnesa terhadap korban kejahatan seksual penting dalam upaya penyidikan. Ananmesa dilakukan untuk melengkapi data 1

2 pembuatan visum hidup kasus perkosaan. Dari hasil anamnesa dapat diketahuai jati diri dan latar belakang korban, kronologis terjadinya perkosaan, dan keterangan lain yang dapat membantu penyidikan. Pemeriksaan pada tubuh korban yang hidup/meninggal untuk pembuktian adanya kekerasan dilakukan pada seluruh permukaan tubuh dan organ di perineum. Pemeriksaan didaerah genital dilakukan untuk memastikan adanya persetubuhan dikonsentrasikan terutama pada vulva dan anus. Tanda pasti adanya persetubuhan adalah ditemukannya sperma didalam liang vagina dan anus. Apabila tanda pasti persetubuhan tidak ditemukan maka ada dua kemungkinan: memang tidak tejadi persetubuhan atau persetubuhan ada tetapi tandatandanya tidak dapat ditemukan.ditemukan tidaknya sperma tergantung pada beberapa faktor, meliputi selang waktu antara terjadinya kejahatan seksual dengan pemeriksaan fisik, apakah si pelaku kejahatan menderita azoospermia atau tidak, apakah korban sebelum pemeriksaan telah mandi atau belum, apakah si pelaku mengalami ejakulasi atau tidak atau pelaku telah mengalami vasektomi atau tidak. Prosedur pemeriksaan kasus kejahatan seksual yang baik tergantung dari cara memeriksa korban dan barang bukti lain, dan waktu dilakukannya pemeriksaan. Dalam memeriksa kasus perkosaan faktor etika juga harus diperhatikan. 2

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Tinjauan Hukum Kejahatan seksual (sexual offences) merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran, khususnya Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu dalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi. Adanya kaitan antara kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pasalpasal di dalam KUHP serta KUHAP, yang memuat ancaman hukuman serta tatacara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam pengertian kasus kejahatan seksual. 1 Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan di dalam ilmu kedokteran dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktorfaktor dari si pelaku kejahatan seksual itu sendiri. Upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya tandatanda persetubuhan, ada tidaknya tandatanda kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu sudah pantas/ sudah mampu untuk dikawini atau tidak. 1 Kejahatan seksual dapat dibagi menjadi perkosaan, pelanggaran seksual yang tidak wajar, kelainan seksual. Yang termasuk pelanggaran seksual yang tidak wajar ialah incest, 3

4 sodomi, lesbianisme/homoseksualisme, bestialitas, dan koitus buccal. Sedangkan yang termasuk dalam kelainan seksual meliputi sadisme masochisme, fetihisme, exhibitionisme, dan masturbasi. 2 Pengertian kelainan seksual yang termasuk dalam kejahatan seksual ialah kelainan yang dipertontonkan di depan umum dan melanggar kesusilaan, dikenakan hukuman sesuai dengan KUHP pasal 281: Diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: (1) Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan (2) Barang siapa dengan sengaja dan di muka orang lain yang ada di situ bertentangan kehendaknya, meanggar kesusilaan. Incest, adalah tindakan penguasaan secara seksual pada wanita oleh pria yang masih mempunyai hubungan darah dan bertentangan dengan masyarakat, misalnya, seorang ayah dengan anak perempuannya, kakek dengan cucu perempuannya, ayah tiri dengan anak tiri perempuannya. Hukum mengenai incest diatur dalam KUHP pasal 294 (1) : Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, diancam, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Sodomi, adalah suatu hubungan seksual yang dilakukan melalui anus Lesbianisme dan homoseksualisme adalah hubungan dengan sesama jenis wanita dan sesama jenis pria. Mengenai 4

5 lesbianisme ndan homoseksualisme diatur dalam KUHP pasal 292 : Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orangn lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Batasan dewasa bila umur kurang dari 21 tahun. Bestialisme, adalah persetubuhan yang dilakukan terhadap binatang Koitus buccal, yaitu alat kelamin pria dimasukkan ke dalam rongga mulut Aspek hukum perkosaan di Indonesia diatuur dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Berdasarkan pasal tersebut, maka perkosaan dapat didefinisikan sebagai persetubuhan secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seorang wanita yang dilakukan di luar perkawinan. Kekerasan yang dimaksud di atas adalah sesuai dengan KUHP pasal 89 dan Pasal 286. Pasal 89 berbunyi : Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Sedangkan dalam KUHP pasal 286 disebutkan : Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Di samping itu, terdapat syaratsyarat yang menentukan adanya kasus perkosaan, yaitu : korban bukan istri pelaku, si 5

6 perempuan dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan pelaku, dan karena adanya penolakan dari si perempuan serta ia melakukan perlawanan, maka untuk mencapai tujuannya, pelaku menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan 3. Untuk mendapatkan suatu kasus perkosaan, di dalam laporan visum et repertum harus dapat dibuktikan bahwa pada wanita telah terjadi kekerasan dan persetubuhan. 1 Persetubuhan dalam ilmu kedokteran didefinisikan sebagai penetrasi yang seringanringannya alat kelamin lakilaki ke dalam alat kelamin perempuan, dengan atau tanpa mengeluarkan cairan mani yang mengandung sel mani 4. Menurut Mclay, persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi. Cairan semen akan mengisi saluran vagina pada saat terjadi ejakulasi sewaktu persetubuhan. Ditemukannya spermatozoa dalam apusan vagina, membuktikan terjadinya hubungan seksual. Di dalam KUHP tidak diberi batasan persetubuhan, hanya dibedakan antara persetubuhan dengan perbuatan cabul sebagai pengganti. Perbuatan cabul adalah segala perbuatan untuk membangkitkan nafsu birahi atau nafsu seksual. 3 Mengenai perbuatan cabul diatur dalam KUHP pasal 290 yaitu: Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : (1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya. (2). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin. (3). Barangsiapa membujuk seseorang yang 6

7 diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar pernikahan dengan orang lain. Pihak penyidik atau polisi bila mendapat informasi mengenai kejahatan seksual dari siapapun, sudah dapat melakukan penyidikan tanpa menunggu adanya laporan atau pengaduan dari korban. Jika ternyata perkara merupakan delik, maka penyidikan dapat dilanjutkan, sedangkan bila merupakan delik aduan, penyidikan harus dihentikan dan hanya dilanjutkan setelah ada pengaduan dari korban. Kasus perkosaan merupakan delik aduan apabila korban sudah cukup umur, dan merupakan delik apabila si perempuan belum berumur duabelas tahun, atau si perempuan mengalami luka berat atau meninggal dunia dan bila ada unsur yang memenuhi KUHP pasal 294. Penjelasannya dapat ditinjau dari pasalpasal dalam KUHP sebagai berikut : KUHP Pasal 287 : (1)Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2)Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur perempuan belum sampai duabelas tahun atau jika ada salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294. KUHP Pasal 291 : 7

8 (1)Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan lukaluka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama duabelas tahun (2)Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, dan 290 mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama limabelas tahun. KUHP Pasal 294 : (1)Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, diancam, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2)Diancam dengan pidana yang sama : 1) Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatannya adalah bawahannya atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. 2) Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjan negara, tempat pendidikan rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya Insidensi kasus Belum diketahui angka yang pasti untuk insidensi perkosaan, karena banyak wanita korban perkosaan yang tidak melaporkan kejadiannya. Kebanyakan korban memilih untuk diam 8

9 daripada harus menghadapi interogasi polisi, pemeriksaan medis, pengadilan, dan kemungkinan penghinaan dari masyarakat. 4 Pada saat pemeriksaan, korban akan menjadi korban untuk kedua kalinya, karena harus menceritakan kembali apa yang dialaminya. Diduga hanya empat kasus yang dilaporkan dari sepuluh kasus yang terjadi. Korban perkosaan ratarata berumur antara 1526 tahun, dan sekitar 80% dari mereka belum menikah, bercerai atau hidup terpisah dari keluarga Vulva dan Vagina Vulva Organ reproduksi eksterna yang sering disebut sebagai vulva, mencakup semua organ yang dapat terlihat dari luar, mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, himen, vestibulum, meatus uretra, berbagai kelenjar serta pembuluh darah. 5 Himen atau selaput dara adalah lapisan yang tipis dan menutupi sebagian besar dari introitus vagina. Pada wanita dewasa yang masih gadis, tebal himen bervariasi dan selaput ini menutupi hampir seluruh liang vagina. Lubang pada himen mempunyai diameter yang bervariasi, mulai dari sebesar jarum sampai dapat dilewati satu atau bahkan dua jari. Lubang himen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat, kadangkala berupa banyak lubang kecil, dan dapat pula berupa celah atau berumbai tidak beraturan. Biasanya, himen robek pada beberapa tempat sewaktu coitus yang pertama kali, seringkali di bagian posterior. Kadangkala, robeknya himen dapat disertai dengan perdarahan yang hebat. 6,5 Perubahan pada hymen yang disebabkan koitus seringkali mempunyai arti medikolegal yang penting, khususnya pada 9

10 persangkaan perkosaan dimana dokter diminta untuk memeriksa korban dan memberikan kesaksian sehubungan dengan temuan fisik. Pada gadis yang diperiksa beberapa jam setelah persangkaan perkosaan, ditemukannya laserasi himen yang masih baru, ditemukannya titiktitik perdarahan atau abrasi pada himen, merupakan bukti yang mendukung adanya penetrasi vagina belum lama berselang dengan kemungkinan karena persetubuhan Vagina Vagina merupakan suatu jaringan muskulomembranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus, berada di antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Fungsi dari vagina antara lain sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi; sebagai alat persetubuhan dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan Reaksi fisiologis hubungan seksual Reaksi pertama pada wanita yang mengalami rangsangan seksual adalah diproduksinya getah lendir vagina, pembesaran labia, pemanjangan serta pelebaran vagina. Perubahan ini hanya bersifat sementara dan jarang berlangsung lama setelah orgasme. Lendir vagina merupakan hasil transudasi (sweating phenomenon) di seluruh vagina, dimana produksinya akan berhenti bila rangsangan seksual menghilang, akhirnya getah tersebut mengering dengan cepat. 7 Selaput dara biasanya robek pada hubungan seksual yang pertama kali. Namun dapat pula terjadi hubungan seksual tanpa menimbulkan kerusakan pada selaput dara, bila introitus vagina cukup lebar. Hasil penelitian klinis menunjukkan bahwa rasa sakit 10

11 biasa timbul pada waktu terjadi deflorasi, namun perdarahan yang timbul, baik dari selaput dara atau fourchet sangat sedikit. Tidak adanya perdarahan menunjukkan juga bahwa introitus vagina telah mengalami regangan tanpa terjadi robekan, atau terjadi robekan pada jaringan avaskuler. 7 Bukti adanya deflorasi tidak selalu dapat ditemukan. Minimal ditemukan robekan kecil pada selaput dara yang tidak meluas ke perifer. Mungkin pula ditemukan robekan kecil yang telah sembuh yang disebabkan penggunaan tampon dalam vagina. Selain itu, selaput dara juga dapat robek oleh jari tangan atau benda lain. 7 Tidak terdapatnya robekan pada selaput dara, tidak berarti bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi penis, sebaliknya adanya robekan hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda tumpul yang masuk ke dalam vagina. Proses penyembuhan dari selaput dara yang robek pada umumnya dicapai dalam waktu 710 hari setelah penetrasi terjadi. 4,1 Selama persetubuhan, pada saat terjadi ejakulasi, cairan semen akan mengisi saluran vagina. Perubahan posisi pada wanita dapat menyebabkan cairan semen keluar lagi dan membuat noda pada rambut pubis, perineum, paha bagian atas, juga seprai atau celana dalam. Ejakulasi di luar vagina dapat menyebabkan deposit cairan semen pada berbagai bagian dari tubuh. 1 Setelah ejakulasi terjadi, sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 45 jam. Sperma yang tidak bergerak masih dapat ditemukan sampai sekitar 2436 jam setelah ejakulasi. Meskipun korban (perempuan) telah mati, sperma masih dapat ditemukan sampai 78 hari Pemeriksaan Korban Perkosaan 11

12 Pemeriksaan terhadap korban perkosaan meliputi pemeriksaan riwayat korban, pemeriksaan fisik, pemeriksaan adanya persetubuhan, pemeriksaan adanya kekerasan. Selaput dara Sperma Kesan Utuh Lubang sebesar ujung jari Dalam pintu liang sanggama Tandatanda ejakulasi dipintu, tapi tidak terdapat masuknya kelamin pria. Tidak dapat dikatakan telah terjadi persetubuhan. Utuh Lubang sebesar Tidak ada Tidak terdapat tandatanda persetubuhan. ujung jari Utuh Lubang sebesar dua jari Tidak ada Tidak terdapat tandatanda persetubuhan yang baru (36 hari terakhir) Dalam liang sanggama Terdapat tandatanda persetubuhan yang baru Robekan segar /baru Dalam liang sanggama Terdapat tandatanda persetubuhan yang baru Tidak ada Robekan disebabkan oleh masuknya kelamin pria dalam ereksi atau benda tumpul yang menyerupai. Tidak ada sperma 12

13 belum menyingkirkan telah terjadi persetubuhan Dengan satu atau beberapa robekan lama dan dapat Tidak ada Persetubuhan pernah terjadi pada waktu yang lampau dilalui dengan dua jari Dalam liang sanggama Terdapat tandatanda persetubuhan baru Sumber : Aspekaspek fisik/medis sarta peran pusat krisis dan trauma dalam penanganan korban tidak kekerasan, Syaiful Saanin. IRD RS Dr. M. Djamil, Padang Pemeriksaan Riwayat Korban Manfaat pemeriksaan riwayat korban adalah untuk mengarahkan dokter untuk kepentingan penyidikan. Tetapi data dari hasil pemeriksaan riwayat korban tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, kecuali didukung oleh adanya bukti yang ditemui atau disertakan dalam penyidikan. Pemeriksaan riwayat korban dilakukan melalui anamnesa dengan korban, dengan keluarga korban, atau kerabat dari korban. Anamnesis meliputi : 8 a. Umum Nama, umur, tanggal lahir, pekerjaan Status perkawinan : belum kawin/kawin/cerai Tanggal haid terakhir, haid pertama kali pada umur berapa, bila tidak haid apakah sedang hamil Kehamilan, persalinan dan keguguran berapa kali 13

14 Persetubuhan : pernah atau belum pernah, yang terakhir sebelum kejadian ini pada tanggal dan jam berapa, apakah digunakan kondom. Apakah biasa menggunakan obat anti konsepsi, obat tidur, obat penenang dan narkotika Penyakit yang pernah dialami : epilepsi, sinkop, pingsan, penyakit kandungan, penyakit kelamin dan lainlain Minuman keras : macam dan berapa banyak, waktunya b. Khusus Pada anamnesis khusus perlu terjawab pertanyaanpertanyaan di bawah ini : Apa yang terjadi? Apakah pria menggunakan kekerasan? Kekerasan macam apakah? Apakah diancam? Secara bagaimana? Apakah menjerit meminta pertolongan? Apakah melawan dan telah mencederai pria itu? Bila tidak melawan, apa sebabnya? Apakah pingsan, terjadinya secara bagaimana? Apa yang diminum dan dimakan sebelum kejadian? Apakah terasa penetrasi penis, di vulva saja atau di vagina? Apakah terasa nyeri dan terjadi perdarahan? Apakah terjadi ejakulasi semen? Setelah terjadi itu apa yang dilakukan? Apakah sudah membasuh kemaluan, mandi dan mengganti pakaian? Bilamana? Terjadi pada tanggal dan jam berapa? Melapor/ mengadu kepada polisis pada tanggal dan jam berapa? Bila tidak cepat melapor apa sebabnya? Dimana? Tempat terjadinya persetubuhan? Pemeriksaan Fisik 14

15 Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tandatanda persetubuhan, penentuan usia korban, dan pelacakan barang bukti. Jadi selain evaluasi medis dan pengobatan, dihimpun datadata yang nantinya digunakan sebagai barang bukti. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter yang mempunyai wewenang yaitu dokter yang telah memenuhi syarat secara yuridis, bersama paling sedikit satu orang perawat atau saksi. Pakaian korban harus dibuka saat pemeriksaan, dan pemeriksaan yang cermat dilakukan di seluruh bagian tubuh korban. Selanjutnya pemeriksaan yang lebih cermat dilakukan pada bagian tubuh tertentu. Pemeriksaan pada daerah genital dikonsentrasikan terutama pada vulva dan anus. 9 Pemeriksaan fisik meliputi : 8 1. Pakaian diperiksa helai demi helai, apakah dalam keadaan rapi atau tidak, terdapat robekan lama atau baru, kancing terputus, bercak darah, air mani dan ada atau tidaknya trace evidence. 2. Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum. Lukiskan penampilan, rambut dan wajah, rapi atau kusut, cara berjalan, adakah tandatanda bekas kehilangan kesadaran, keadaan emosional, apakah dalam pengaruh obat penenang, narkotika dan minuman keras. Perhatikan tanda perkembangan alat kelamin sekunder, tinggi dan berat badan, perkiraan umur, tekanan darah, keadaan paru, jantung dan abdomen. Lukaluka seluruh tubuh diperiksa dan harus ditentukan letak, sifat, ukuran dan warnanya, sedapat mungkin ditentukan umur luka. 3. Pada pemeriksaan mata perhatikan pupil, miosis atau midriasis, pinpoint pupil dan refleks cahaya. Pada mulut 15

16 perhatikan bekas pembungkaman. Pada leher perhatikan berkas cekikan. 4. Pada payudara perhatikan bekas gigitan dan remasan. Pada perut perhatikan bekas persentuhan dengan benda tumpul. Pada punggung perhatikan bekas landasan yang tidak rata karena korban dipaksa berbaring. 5. Pada lengan perhatikan bekas tangisan, bekas suntikan di lekuk siku dan punggung tangan. Kuku jari tangan diperiksa apakah yang patah (merupakan petunjuk bahwa wanita telah melakukan perlawanan). Bahan yang terdapat dibawah ujung kuku dikerok dan ditampung pada kertas putih dan bersih. 6. Pada tungkai bawah perhatikan bekas suntikan. Pada paha perhatikan adanya kekerasan pada bagian medial akibat merenggangkan kedua paha yang dihimpitkan korban. 7. Pemeriksaan bagian khusus (daerah genital) meliputi ada tidaknya rambut asing pada kemaluan, rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering, bercak air mani di sekitar alat kelamin. Perhatikan pada vulva adanya tandatanda bekas kekerasan seperti hiperemi, edema, memar, luka lecet (goresan kuku). Perhatikan introitus vagina apakah hiperemi atau oedema. Perhatikan jenis selaput darah, ditentukan bentuknya utuh atau menunjukkan suatu celah, ada tidaknya ruptur, baru atau lama dan catat lokasinya. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk atau dua jari. Perhatikan frenulum labiorum pudendi dan kommisura labiorum posterior, utuh atau tidak. 8. Pemeriksaan kehamilan dan toksikologi terhadap urin dan darah dilakukan bila ada indikasi. 16

17 9. Pemeriksaan pria tersangka dilakukan terhadap pakaian, cata adanya bercak semen dan darah. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Penentuan golongan darah penting untuk dilakukan pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada gland penis. Pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin Pemeriksaan Fisik Pada Anak Secara normal setiap anak perempuan lahir dengan himen atau selaput dara. Apabila pada pemerikssan ditemukan hymen yang menipis, hilang sebagian, atau robek, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi trauma. Trauma karena penetrasi jari, benda, dan atau penis karena kekerasan seksual sangat khas lokasinya dibanding trauma karena jatuh atau terbentur benda. Trauma koital mengakibatkan robekan posterior, transeksi dan abulsi jaringan selaput dara antara jam 3.00 dan jam Sobekan yang dalam antara jam 5.00 dam 7.00 umunya terjadi sesudah penetrasi penis, yang kadang meluas ke fourchette posterior. 10 Pada bagian eksternal dari organ genital biasanya ditemukan luka tergores, tercakar, terkoyak, bengkak, memar, pendarahan, sampai pernanahan. Pada daerah vulva dan anus juga harus diperhatikan adanya suatu dilatasi, robekan pada labia, pelebaran orificium vagina, robekan dinding vagina, robekan dinding vagina, robekan selaput dara, distensi saluran vagina, cairan sperma di bagian kulit dan rambut pubis yang apabila ditemukan selanjutnya dilakukan pemeriksaan sediaanya di laboratorium secara mikroskopik, apabila ditemukan rambut harus diperiksa apakah rambut itu rambut korban atau rambut pelaku, dan apabila 17

18 ditemukan bercak darah harus diambil sediaannya untuk diperiksa dan dicocokkan golongan darahnya. 9 Dalam beberapa hari, cedera pada daerah genital, termasuk luka robek pada selaput dara dapat menyembuh, sehingga keterlambatan pemeriksaan kasus perkosaan dapat mengurangi bukti yang ditemukan saat dilakukan visum oleh dokter. Tetapi anak tersebut mungkin memperlihatkan tandatanda telah terjangkit penyakit menular seksual. 9 Apabila pelaku menderita penyakit yang serupa, dan bila ternyata si pelaku terbukti memungkinkan untuk menularkannya pada korban, maka ini dapat dijadikan barang bukti (coborative accident) untuk menuntut pelaku. Oleh karena itu dilakukan pula pemeriksaan tandatanda penyakit menular seksual pada korban saat dilakukan pemeriksaan fisik Pemeriksaan pada Wanita Dewasa Pemeriksaan dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksan yang dilakukan pada anakanak, namun cedera yang ditemukan dapat berbeda.salah satu hal yang mempengaruhi adalah kematangan fisik, termasuk alat genitalnya. Seorang perawan yang diperkosa dapat memperlihatkan cedera berat pada daerah genital dalam bentuk lecet atau robek pada orificium vagina, distensi dari saluran vagina dan robekan selaput dara. Pada wanita yang telah menikah, cedera yang ditemukan pada genital biasanya ringan, namum luka lecet dapat ditemukan pada bagian tubuh lainnya. 1 Sering terjadi kasus pengaduan perkosaan pada korban oleh kekasihnya sendiri yang sebelumnya sering melakukan hubungan seksual, maka pada pemeriksaan fisik sama sekali tidak ditemukan 18

19 bukti adanya kejahatan seksual. Dalam hal ini pemeriksaan riwayat sangat memegang peranan untuk pembuktian. 7 Selaput dara adalah sebuah lembaran jaringan ikat mulai dari pintu vagina dan menutup pintu itu sebagian, menyisakan suatu lubang biasanya dapat dilalui oleh sebuah jari. Konsistensi dan bentuk selaput dara sangat bervariasi. Bentuk yang umum adalah bulan sabit (crescentic) atau sirkuler, bantuk yang lain adalah anuler, linier, septa, imperforata. Mungkin pula berserta dengan dua lubang atau lebih, cribiformis dengan gambaran sebuah diafragma dengan banyak lubanglubang kecil, atau fimbriatum yang bertakuktakuk pada pinggiran bebasnya. Karena banyaknya bentuk selaput dara ini, kadangkadang sulit untuk menentukan cedera tidaknya selaput dara ini. 5 Kapasitas introitus vagina yang masih intak terutama pada usia wanita yang sangat muda adalah tidak cukup untuk memungkinkan penetrasi penis pria dewasa yang ereksi tanpa timbulnya cedera. Terlebih apabila dilakukan dengan kekerasan, paksaan dan tanpa proses perangsangan seksual tertentu. Tetapi kapasitas vagina meningkat seiring dengan masa pubertas. 11 Pada wanita yang sering melakukan hubungan seksual, cedera genital jarang ditemukan. 4, 7 Cedera genital yang biasa ditemukan pada korban kejahatan seksual adalah vulva yang memerah dan bengkak, adanya luka lecet atau robek pada vulva, rupture selaput lendir vagina, luka pada septum rektovagina, luka pada perineum, luka pad sphingter ani, luka pada uretra dan robekan selaput dara Pemeriksaan Fisik Pada Pria 19

20 Bila korban mengalami hubugan seksual melalui anus, dilakukan pemeriksaan rektum. Biasanya terjadi pada korban sodomi. Dapat didiagnosa pada pelaku dan korbannya. Pada korban dapat ditemukan bentuk rektum yang sedikit menganga karena sfingter ani longgar, tampak fisura dan laserasi serta infeksi di sekitar rektum. Bila dilakukan berulangulang gambaran rektum seperti corong (tunnel shape). Sedangan pada pelakunya dapat dilihat dengan adanya feses pada glans dan bisa ditemukan adanya lubrikan pada penis. Pada hubungan seksual melalui oral, ditandai dengan adanya sperma serta air mani dalam mulut korban. 9, Pemeriksaan Laboratorium 3,5,1 1. Sediaan basah Diperiksa dibawah mikroskop, untuk mencari adanya sel sperma. 2. Sediaan kering Diperhatikan dengan pewarnaan Gram, Giemsa atau metilen blue lalu dilihat dengan mikroskop, untuk melihat adanya sel sperma. 3. Bakteriologi Dari sediaan kering yang diwarnai, diperiksa dengan mikroskop adanya mikroorganisme diplokokus intra leukosit berarti adanya penyakit kelamin gonore, penyakit kencing nanah. 4. Biakan Pembiakan mikroorganisme diplokokus perlu dilakukan untuk menularkan penyakitnya pada korban. 5. Golongan Darah Pemeriksaan golongan darah dari lendir dalam vagina memberi hasil bila korban atau tertuduh adalah seorang sekretor. Adanya golongan darah asing berarti adanya persetubuhan. Bila kemudian ada tersangka, dalam lendir vagina dan darah 20

21 tersangka diperiksa DNA Fingerprinting, bila identik maka tersangka adalah penjahatnya. 6. Serologi Dari darah perlu dilkakukan pemeriksaan Wassermann, Kahn dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) untuk menentukan adanya penyakit kelamin sifilis atau lues venereal. Bila tertuduh positif, korban perlu diobati. VDRL menjadi positif 56 minggu setelah infeksi. 7. Urine Dari urine dilakukan tes hamil. Bila positif, maka hamil itu bukan disebabkan persetubuhan tersebut. Bila negatif dan tidak menstruasi, diperiksa ulang 3 minggu sesudah kejadian. Pemeriksaan ini berdasarkan terbentuknya horman chorionic gonadotropin. Horman ini akan diprodusi secara eksklusif selama kehamilan dini, sehingga kadarnya meningkat dalam plasma dan terdapat ke dalam urin. Hormon akan terdeteksi dalam urin mulai hari ke8 atau 9 setelah ovulasi. 8. Kulit Pemeriksaan kulit dilakukan jika tes spermanya negatif dan ada indikasi wanita itu telah diperkosa. Tes ini menentukan adanya kromosom Y dengan menelusuri selsel kulit yang ditinggalkan penyerangnya. 9. Asam fosfatase Pemeriksaan dilakukan apabila ejakulat tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya persetubuhan dengan melakukan pemeriksaan yaitu memeriksa komponen yang terdapat dalam ejakulat yaitu enzim asam fosfatase, kholin, dan spermin. 21

22 2.5.4 Pemeriksaan Adanya Kekerasan Pemeriksaan Tandatanda Pengekangan dan Unsur Pemaksaan Yang dimaksud dengan tandatanda kekerasan yang disertai pengekangan dan unsur pemaksaan adalah seperti jejas bekapan pada hidung, mulut, dan bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, dan luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan atau goresan kuku pelaku, atau luka yang diakibatkan alat yang dipakai pelaku seperti tali. 7 Pelintiran yang kuat oleh tangan pelaku pada pergelangan tangan korban akan meninggalkan eritema yang meluas di daerah tersebut; pada orang yang hidup, jejas seperti itu akan bertahan sampai beberapa hari. Kebanyakan pelaku mempunyai kekuatan untuk menguasai korban dan membuat perlawanan korban menjadi tak berguna, sehingga tidak mengherankan bila seringkali tidak ditemukan tandatanda pengekangan pada korban Pemeriksaan Tandatanda Kekerasan langsung Tandatanda kekerasan langsung yang sering ditemui seperti luka memar dan lecet pada mata, dagu, atau mulut, luka pada bagian kepala, luka terseret atau tergores karena terseretnya korban pada permukaan yang kasar. Apabila korban sempat melakukan perlawanan, sering didapatkan luka memar akibat perkelahian seperti memar pada buku jari, pada perbatasan ulnar dari lengan bawah, atau tulang kering. Kuku jari korban kadang digunakan sebagai alat melawan pelaku dengan cara mencakar sehingga meninggalkan material tertentu di bawah kuku yang dapat 22

23 dikumpulkan sebagai barang bukti, kadangkala kuku korban patah saat mencakar. Ditemukannya barang bukti alat untuk mengancam juga dianggap sebagai tanda terjadinya kekerasan walaupun pada tubuh korban tak ditemukan cedera sama sekali. 1 Korban tanpa ditemukannya cedera dapat juga diartikan bahwa korban telah dibiuskan sebelumnya. Oleh karena tindakan pembiusan dikategorikan pula sebagai tindakan kekerasan, maka dengan sendirinya diperlukan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya obatobat atau racun yang kiranya dapat membuat wanita menjadi pingsan; ini menimbulkan konsekuensi bahwa pada setiap kasus kejahatan seksual pemeriksaan toksikologi menjadi prosedur yang rutin dikerjakan Pemeriksaan Lain Pemeriksaan lain yang dilakukan adalah pemeriksaan luka pada mulut dan bibir, pemeriksaan luka jejas gigitan (bite mark), dan pemeriksaan asfiksia. 1 Luka memar dapat ditemukan pada bibir dan di bagian dalam terutama bagian buccal, yang diakibatkan ciuman yang kasar. Bibir dapat tertekan pada tepi gigi yang menyebabkan lecet, memar, bahkan laserasi pada permukaan buccal. Pada setiap kasus, apusan dapat diambil untuk melihat adanya cairan semen akibat penetrasi per oral, walaupun umumnya jarang memberikan hasil positif. 4 Luka jejas gigitan biasa ditemukan di daerah leher, bahu, payudara, dan bokong. Lesi ini merupakan sebuah daerah oval yang 23

24 biasanya berukuran kurang lebih 2,5x1,3 cm (1x0,5 inchi). Di daerah tersebut banyak bintikbintik perdarahan (petechial haemorrhages) yang diakibatkan isapan mulut pada kulit dan jaringan di bawahnya; tekanan udara yang menurun menyebabkan pecahnya pembuluhpembuluh darah kecil. Petechiae akan menyatu dalam beberapa jam, sedangkan luka memar berangsurangsur menyembuh, dan menghilang dalam lima atau enam hari. 7 Sumbatan dan tekanan pada leher, duaduanya dapat menyebabkan asfiksia; tandatandanya adalah bintikbintik pendarahan (petechial haemorrhages) yang tersebar luas pada wajah dan dalam kelopak mata Visum et Repertum Di dalam pengertian secara hukum, Visum et Repertum adalah Suatu surat keterangan seorang dokter yang memuatkan kesimpulan suatu pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seorang untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu perkara [Prof. Subekti SH.; Tjitrosudibio, dalam Kamus Hukum tahun Pengertian lain menyebutkan Visum et Repertum adalah Suatu laporan tertulis dari dokter disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan. 1 24

25 Surat Visum et Repertum merupakan bukti yang sah dalam pengadilan, sesuai KUHAP pasal 184 ayat 1; Alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Maka Visum et Repertum dapat diartikan sebagai keterangan ahli maupun surat. Sesuai pasal 186 KUHAP: Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan Visum et Repertum dibuat dan dibutuhkan di dalam kerangka upaya penegakan hukum dan keadilan, dengan perkataan lain yang berlaku sebagai konsumen atau pemakai VR adalah perangkat penegak hukum; yang didalam tulisan ini dibatasi pada pihak penyidik sebagai instansi pertama yang memerlukan VR guna membuat terang dan jelas suatu perkara pidana yang telah terjadi, khususnya yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. 1 Di dalam kasus kejahatan seksual maka kejelasan yang diperlukan adalah: Ada tidaknya tandatanda persetubuhan Ada tidaknya tandatanda hubungan seksual yang lain selain persetubuhan Ada tidaknya tandatanda kekerasan Perkiraan umur Menentukan pantas tidaknya korban untuk dikawin 25

26 Dalam penentuan pantas tidaknya dikawin dapat digunakan parameter biologis dan parameter hukum. Secara biologis seorang perempuan dikatakan mampu buat dikawin bila ia telah siap untuk memberikan keturunan, dimana hal ini dapat diketahui melalui menstruasi, apakah ia belum pernah mendapat menstruasi atau sudah pernah. Sedangkan menurut undangundang perkawinan, maka batas umur termuda bagi seorang perempuan yang diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun Bentuk dan Isi Visum et Repertum Laporan tertulis seperti apa yang dimaksudkan dalam visum et repertum mempunyai bentuk dan isi sebagai berikut: Pro Justitia, pada bagian atas; untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti materai Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat VR, identitas peminta VR, saat dan tempat dilakukannya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan VR dari pihak penyidik dan label atau segel Permintaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya 26

27 Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya VR tersebut dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaikbaiknya dan sebenarbenarnya HalHal Yang Berkaitan Dengan Visum Et Repertum Berikut ini adalah halhal yang berkaitan dengan surat Visum et repertum : Visum et repertum harus dibuat oleh dokter yang telah disumpah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar memenuhi persyaratan secara yuridis. Hal mana sesuai dengan Lembaran Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 ayat 2 ; serta KUHAP padal 186 dan pasal 187 butir C. Pemeriksaan kasus perkosaan dalam rangka pencarian alat bukti dibanyak daerah dapat dilakukan oleh dokter spesialis forensik, dokter kebidanan, atau anggota suatu institut medikolegal. Tetapi di daerah lain, dokter yang manapun dapat diminta oleh polisi atau pengadilan untuk membantu mereka dalam menyelediki suatu pembuktian kekerasan seksual. 4 Ketentuan yang berlaku di dalam memperlakukan barang bukti seperti yang dimaksud dalam KUHAP harus dipenuhi, pemberian label yang memuat identitas mayat, diberi lak dan cap kesatuan yang dilekatkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat, bagi orang hidup maka ia harus diantar oleh penyidik atau polisi yang antara lain dimaksud untuk menjaga keaslian barang bukti, dengan membawa Surat Permintaan Visum et Repertum. VR sebagai surat resmi yang dipakai untuk perkaraperkara di pengadilan harus memenuhi ketentuan yang beralku, dalam hal ini : ordonasi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2 sub 27

28 27, dimana sebagai pengganti materai maka dalam VR dicantumkan kalimat PRO JUSTITIA. Pemeriksaan VR secara etika harus di perhatikan, terutama pada pemeriksaan kasus kejahatan seksual, yaitu harus ada paling sedikit seorang perawat wanita yang mendampingi dokter saat dilakukannya pemeriksaan. Kecuali jika korban diperiksa oleh dokter wanita. Untuk memenuhi persyaratan kelengkapan surat VR harus memuat nama instansi yang mengadakan VR, tempat dan tanggal pembuatan VR, nomor surat dan lampiran, juga harus memuat nama, tanda tangan, nomor induk dan jabatan dokter pemeriksa. Dokter pemeriksa Visum adalah dokter yang kemudian membuat surat Visum et Repertum dan menandatangni surat Visum et Repertum. Pemeriksaan Visum et Repertum dilakukan setelah adanya permintaan resmi berupa Surat Permintaan Visum, yang diantar langsung oleh pihak penyidik atau polisi Dalam pembuatan Surat Visum, digunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang awam, sehingga mudah dipahami saat digunakan oleh hakim di dalam pengadilan. Sebaiknya tidak digunakan bahasa latin yang biasa digunakan dalam istilah kedokteran Prosedur Pemeriksaan Visum Pada Kasus Kejahatan Seksual Pemeriksaan dilakukan setelah ada penjelasan jenis dan tujuan pemeriksaan terhadap korban langsung, atau orangtua / wali korban 28

29 Pemeriksaan hanya dilakukan apabila korban diantar oleh penyidik atau polisi dengan membawa surat permohonan visum dari kepolisian, kecuali pada kasus darurat yang membutuhkan perawatan medis untuk kepentingan kesehatan dan kelangsungan hidup korban, bukan untuk kepentingan pembuatan surat visum. Adapun data yang didapat pada pemeriksaan yang bukan pemeriksaan visum, dapat digunakan untuk kepentingan pengadilan jika dibutuhkan, dengan syarat ada permintaan langsung dari korban, atas izin korban, atau atas permintaan hakim untuk kepentingan pembuktian secara tertulis. 1 Pemeriksaan atas korban dilakukan atas persetujuan : a. Korban sendiri dengan usia korban > 12 tahun b. Wali / orangtua korban dengan usia korban < 12 tahun Penggolongan ini dilakukan berdasarkan pernyataan : Jika usia korban diatas 12 tahun, maka persetujuan tertulis harus diperoleh dari korban wanita tersebut. Dokter tidak bisa melakukan pemeriksaan tanpa persetujuan ini. Jika usia korban dibawah 12 tahun, maka persetujuan bisa diperoleh dari orang tua / wali wanita tersebut. 2 Ada seorang perawat wanita menyertai korban selama pemeriksaan berlangsung, terutama apabila dokter pemeriksa Visum adalah pria, hal ini adalah untuk memenuhi persyarata etika dalam pemeriksaan Visum, khususnya pada kasus kejahatan seksual. Apabila dokter wanita sebagai pemeriksa, maka ketentuan ini tidak mengikat. 9 Pada kasus kejahatan seksual, banyak tanda bukti yang perlu diperhatikan yang ada pada tubuh korban, yang nilainya sebagai bukti dapat berkurang seiring dengan waktu. Sehingga 29

30 pemeriksaan visum kasus perkosaan sebaiknya dilakukan segera pada saat adanya permintaan visum. Di dalam pemeriksaan kasuskasus korban perkosaan faktor waktu dan keaslian barang bukti yang diperiksa sangat beperan di dalam menentukan keberhasilan pemeriksaan. Tandatanda persetubuhan dengan berlangsungnya waktu akan menghilang dan lukaluka akan menyembuh. 4 Semua benda yang jatuh dari tubuh korban harus dikumpulkan Pemeriksaan dilakukan di tempat terang, secepatnya (berkaitan dengan daya hidup sperma) dan menyeluruh. 30

31 BAB III KESIMPULAN 1. Kejahatan seksual (sexual offences) merupakan salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, berkaitan erat dengan Ilmu Kedokteran, khususnya Ilmu Kedokteran Forensik. 2. Upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya tandatanda persetubuhan, ada tidaknya tandatanda kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu sudah pantas/ sudah mampu untuk dikawini atau tidak. 3. Macammacam pemeriksaan kejahatan seksual terdiri dari pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan biologik, seperti saliva (air liur), darah, urin, kuku, rambut, dan pakaian korban, serta lukaluka pada tubuh korban. Sedangkan pemeriksaan genital terdiri dari pemeriksaan luka genital, pemeriksaan hymen, pemeriksan perineum, spekulum, dan pemeriksan laboratorium untuk melihat apakah terdapat sperma pada korban. 4. Tinjauan hukum untuk kejahatan seksual: KUHP 285, 286, 287, 290, 291, 292, Pada kesimpulan visum et repertum korban kejahatan seksual harus dicantumkan perkiraan usia korban, status perkawinan, jenis dan penyebab luka, ada tidaknya tandatanda 31

32 persetubuhan, pemeriksaan laboratorium, dan ada tidaknya tandatanda kekerasan DAFTAR PUSTAKA 1. Idries, A.M Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi pertama, Jakarta : Binarupa Aksara 2. Chadha, P. Vijay Catatan Ilmu Forensik dan Toksikologi (Hand book of forensic medicine & toxicology Medical Jurisprudence), Edisi kelima. Jakarta : widya Medika 3. Hamdani, N Ilmu Kedokteran Kehakiman, Edisi Kedua. Jakarta : PT Gramedia Pustaka 4. Knight, B Simsons s Forensic Medicine. 10 th edition. Forensic Pathologi London : Edward Arnold. 5. Cunningham, F. Gary at al William Obstetrics, 21 st edition New York : McGrawHill Book Company 6. Sastrawinata, S Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Edisi Pertama. Bandung : Eleman 7. Budiyanto, dkk Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Pertama. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman FKUI. 8. Sanin, Syaiful, Aspekaspek Fisik/Medis serta Peran Pusat Krisis dan Trauma dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan, IRD RS Dr. M. Djamil, Padang, Simpson, K Forensic Medicine, 8 th edition London : The English Book Society & Edward Arnold Ltd. 32

33 10.Indriati, Etty Journal of Child Sexual Abuse (Pencabulan Terhadap Anak) : tinjauan Klinis dan Psikologis. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 33, No, 2, Yogyakarta : Laboratorium Biontropologi dan Peleontropologi FKU Gadjah Mada. 33

DISKUSI TOPIK SEXUAL AB USE K E L O M P O K 1

DISKUSI TOPIK SEXUAL AB USE K E L O M P O K 1 DISKUSI TOPIK SEXUAL AB USE K E L O M P O K 1 KASUS Seorang perempuan diantar oleh polisi dan angg ota keluarganya ke IGD membawa Surat Permintaa n Visum dari kepolisiian yang berdasarkan Surat Per mintaan

Lebih terperinci

Tinjauan Hukum (Isi KUHP) 1. KUHP pasal 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar

Tinjauan Hukum (Isi KUHP) 1. KUHP pasal 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar Perkosaan Oleh : Dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F Dr.H.Guntur Bumi Nasution, Sp.F Perkosaan Hal hal yang termasuk kedalam kejahatan seksual, memiliki unsur : Tanda kekerasan (+ / -) Tanda persetubuhan (+ /

Lebih terperinci

handayani dwi utami Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia,

handayani dwi utami Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, handayani dwi utami Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, haniforensic@gmail.com Lingkup delik kesusilaan Pelanggaran kesusilaan dimuka umum (281)

Lebih terperinci

Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan

Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan Pendahuluan Penatalaksanaan kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK 133 KUHAP

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK 133 KUHAP DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK Pasal 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas

Lebih terperinci

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN SEKSUALITAS endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN - 2012 KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat memahami seksualitas sebagai bagian

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

Umur/Tanggal Lahir : 16 Tahun / 24 Desember Pendidikan : SMK (Kelas 2)

Umur/Tanggal Lahir : 16 Tahun / 24 Desember Pendidikan : SMK (Kelas 2) P U T U S A N Nomor 110/Pid.Sus/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana anak dalam tingkat banding,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara

Lebih terperinci

MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat

MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

: Kasri Simanjuntak Als Bapak Ari. Umur/Tgl.lahir : 46 tahun / 24 April Pekerjaan : PNS.

: Kasri Simanjuntak Als Bapak Ari. Umur/Tgl.lahir : 46 tahun / 24 April Pekerjaan : PNS. P U T U S A N NOMOR : 771/PID/2011/PTMDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memerik sa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes visum et Repertum Keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwewenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 30/Pid.Sus.Anak/2017/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara pidana Khusus pada pengadilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 199/PID.SUS/2013/PTR

P U T U S A N NOMOR : 199/PID.SUS/2013/PTR P U T U S A N NOMOR : 199/PID.SUS/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 103/Pid.Sus/2013/PT.Bdg.

P U T U S A N Nomor : 103/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. P U T U S A N Nomor : 103/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 654/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 654/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 654/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan BAB IV ANALISIS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA DALAM PERKARA PENCABULAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 14 /PID.A/2013/PT-MDN.-

P U T U S A N Nomor : 14 /PID.A/2013/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 14 /PID.A/2013/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, yang mengadili perkara-perkara Pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA A. Pengaturan Sanksi Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap Pedofilia 1. pengaturan Sanksi Menurut

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 39/PID/2012/PT-MDN

P U T U S A N No. 39/PID/2012/PT-MDN P U T U S A N No. 39/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 140/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 86/PID/2013/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 86/PID/2013/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 86/PID/2013/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 310/ PID.SUS / 2015 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 310/ PID.SUS / 2015 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 310/ PID.SUS / 2015 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

MODUL FORENSIK PEMERIKSAAN KEJAHATAN SEKSUAL. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat

MODUL FORENSIK PEMERIKSAAN KEJAHATAN SEKSUAL. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat MODUL FORENSIK PEMERIKSAAN KEJAHATAN SEKSUAL Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Visum et Repertum 2.1.1. Pengertian Visum et Repertum Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

H M ISTAR A R RI R TON O G N A G, A

H M ISTAR A R RI R TON O G N A G, A PERBUATAN CABUL Dr.H. MISTAR RITONGA, SpF. Dr.H. GUNTUR BUMI NASUTION, SpF DEFENISI Percabulan : Adalah perbuatan yang sengaja untuk meningkatkan nafsu seks di luar perkawinan. FAKTA PERBUATAN CABUL Mrpkn

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut

BAB XXI. Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah. Nyeri perut hebat yang mendadak. Jenis nyeri perut. Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut BAB XXI Nyeri atau Sakit di Perut bagian bawah Nyeri perut hebat yang mendadak Jenis nyeri perut Beberapa pertanyaan mengenai nyeri perut 460 Bab ini membahas berbagai jenis nyeri di perut bawah (di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 141/PID.SUS/2012/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;

P U T U S A N NOMOR : 141/PID.SUS/2012/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; P U T U S A N NOMOR : 141/PID.SUS/2012/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 687/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 687/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 687/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dalam tingkat banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 448 /PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 448 /PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 448 /PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 52/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 52/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 52/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI MEDAN di Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat

Lebih terperinci

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351-358 KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian Lampiran 5 Surat Selesai

Lebih terperinci

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi)

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi) Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka tembak (Vincent dan Dominick, 2001). a. Trauma Benda Tumpul

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Visum et Repertum Beberapa Dokter Spesialis pada Korban Kekerasan Seksual di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Analisis Kualitas Visum et Repertum Beberapa Dokter Spesialis pada Korban Kekerasan Seksual di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 9 No. 1: 51-60, April 2009 Analisis Kualitas Visum et Repertum Beberapa Dokter Spesialis pada Korban Kekerasan Seksual di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta The Analysis of

Lebih terperinci

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat ) DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat ) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat baik secara fisik, jiwa maupun

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 498/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 498/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 498/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 211/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 1. Nama Lengkap : TERDAKWA

P U T U S A N. Nomor : 211/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 1. Nama Lengkap : TERDAKWA P U T U S A N Nomor : 211/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana. 22 BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, BENTUK UMUM VISUM ET REPERTUM, DAN VISUM ET REPERTUM MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM A. Tinjauan Umum Penyidikan a. Pengertian Berdasarkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 32 / PID.SUS.Anak / 2014 / PT- Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 32 / PID.SUS.Anak / 2014 / PT- Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 32 / PID.SUS.Anak / 2014 / PT- Mdn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 33/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 33/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 33/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 91/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 91/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 91/PID/2013/PT- MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan dalam

Lebih terperinci

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

KONSEP MATI MENURUT HUKUM KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 16 / PID / 2013 / PT.KT.SMDA

P U T U S A N. Nomor : 16 / PID / 2013 / PT.KT.SMDA P U T U S A N Nomor : 16 / PID / 2013 / PT.KT.SMDA DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014 PRO JUSTITIA PEMERINTAH KABUPATEN SERANG VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014 Serang, 27 Juni 2015 Saya yang bertanda tangan di bawah Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F. Dokter Spesialis Forensik

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN Zulaidi, S.H.,M.Hum Abstract Criminal proceedings on the case relating to the destruction of the body, health and human life, the very need

Lebih terperinci

RELEVANSI Skm gatra

RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER DIVISI BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL FK USU RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

Perawatan kehamilan & PErsalinan. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Perawatan kehamilan & PErsalinan. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Perawatan kehamilan & PErsalinan Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Konsep kehamilan Tanda tanda kehamilan Tanda tanda persalinan Kriteria tempat bersalin Jenis tempat bersalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 430/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 430/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 430/PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 40/PID/2012/PT-MDN.

P U T U S A N NOMOR : 40/PID/2012/PT-MDN. P U T U S A N NOMOR : 40/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. ------ PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 07 / PID / 2013 / PT.KT.Smda DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 07 / PID / 2013 / PT.KT.Smda DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 07 / PID / 2013 / PT.KT.Smda DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 354 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 354 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 354 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N NOMOR 603/PID.SUS/2016/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara pidana pada tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 445 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 445 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 445 /PID/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 31/Pid.Sus.Anak/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 31/Pid.Sus.Anak/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 31/Pid.Sus.Anak/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor 374/PID.SUS/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam pengadilan tingkat Banding,

Lebih terperinci