BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang
|
|
- Fanny Harjanti Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan permasalahan yang juga beragam. Untuk itu dibutuhkan sebuah hukum yang dapat mengatur penduduk Indonesia agar dapat hidup dengan aman dan nyaman. Namun dalam kenyataanya, hukum yang telah dibuat tidak terlaksana dengan lancar. Kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum, baik pelanggaran ringan maupun pelanggaran berat, seperti menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Profesi seorang dokter yang berkerja dan mengabdi untuk masyarakat, haruslah mampu untuk menghadapi pasien dengan kondisi apapun dan dengan masalah yang beragam. Dokter juga harus mampu untuk berhadapan dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan hukum, seperti tindak pidana, kasus pembunuhan, kasus tenggelam, dan lain sebagainya. Selain itu dokter juga bekerja untuk melakukan pengusutan dan penyidikan, 1
2 2 serta penyelesaian masalah hukum hingga akhirnya pemutusan perkara di pengadilan sebagai ahli. Hal ini dilakukan untuk membantu menjelaskan jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan dalam rangkaian peristiwa tersebut. Peranan dokter untuk membantu penyidik ini sangat diperlukan dengan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam kazanah Ilmu Kedokteran Forensik. Forensik berasal dari bahasa Yunani Forensis yang memiliki arti debat atau perdebatan. Ilmu Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang memberikan bantuan kepada penyidik untuk mendapatkan salah satu bukti baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata (Budiyanto dkk, 1997). Dalam perkembangan lebih lanjut, ternyata ilmu kedokteran forensik tidak semata-mata bermanfaat dalam urusan penegakan hukum dan keadilan di lingkup pengadilan saja, tetapi juga bermanfaat dalam segi kehidupan bermasyarakat lain, misalnya dalam membantu penyelesaian klaim asuransi yang adil, baik bagi pihak yang diasuransi maupun pihak yang mengasuransi (Budiyanto dkk, 1997). Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah. Dengan demikian, di dalam
3 3 penyelesaian perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia Ilmu Kedokteran Forensik mutlak diperlukan (Idries, 2009). Hal ini dapat dilihat pada pasal-pasal yang tercantum di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana terdapat dalam bentuk: Keterangan ahli, pendapat orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP Pasal 187 butir c). Dalam proses peradilan, kadang-kadang diperlukan pembuktian atau kesaksian yang harus dilakukan oleh seorang ahli medis untuk membantu hakim dalam menentukan suatu perkara. Untuk itu, sebagai seroang dokter yang menjalankan fungsinya diminta untuk membantu dalam pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh undang-undang untuk melakukan dengan sejujur-jujurnya serta menggunakan pengetahuan sebaik-baiknya. Penyidik membutuhkan bantuan ahli, yaitu dokter maupun ahli forensik untuk mengungkap kasus dan perkara agar menjadi lebih terang, maka pada kondisi demikian,
4 4 penyidik berwenang untuk meminta keterangan ahli, sesuai pasal 133 KUHAP ayat (1): Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya. Pasal tersebut menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Semua dokter yang mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli (Budiarto,1982). Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP). Pengertian Keterangan Ahli adalah sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP: Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Surat keterangan ahli yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang ini disebut visum et repertum (VER). Pemeriksaan medik yang dilakukan
5 5 terhadap manusia, baik hidup atau mati, maupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, dilakukan berdasarkan keilmuan dokter di bawah sumpah, dan untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum sesuai dengan pasal 184 KUHAP ayat (1) yang menyebutkan bahwa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, merupakan alat bukti yang sah. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik, juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik. Sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati, permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis. Permintaan visum et repertum ini ditulis dalam Surat Permintaan Visum et Repertum (SPV), yang terdiri dari kop surat, pihak yang meminta visum, pihak yang dituju, identitas korban, dugaan penyebab kematian, permintaan apakah pemeriksaan luar dan atau pemeriksaan dalam, jabatan peminta visum, dan tanda tangan yang bersangkutan. Pada pemeriksaan dan penulisan visum et repertum jenazah, jenazah harus diberi label yang memuat identitas jenazah, dilak dengan diberi cap jabatan, yang diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh
6 6 lainnya. Sesuai dalam pasal 133 KUHAP ayat (3) yang berbunyi: Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh peghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Dari rincian di atas, dapat kita simpulkan bahwa penulisan visum et repertum pada jenazah sangatlah penting terutama masalah pelabelan jenazah. Namun, kenyataannya masih banyak jenazah yang data visum et repertumnya tidak lengkap dapat dilihat dari isi identitas pada label jenazah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui berapa proporsi jenazah yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito pada tahun I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2013?
7 7 I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: I. 3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun I. 3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui proporsi jenazah yang berlabel dan jenazah yang tidak berlabel. 2. Mengetahui proporsi kelengkapan isi (identitas jenazah) pada label jenazah. 3. Mengetahui jenis kasus dan jenis pemeriksaan pada jenazah. 4. Mengetahui proporsi wilayah asal penyidik yang mengirim jenazah berlabel dan tidak berlabel. I.4 Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini dilakukan oleh Wahyu Jati Paramita Dewi (2012) berjudul Proporsi Perlabelan Barang Bukti Jenazah yang Diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito Tahun Namun, terdapat perbedaan dengan penelitian ini karena
8 8 pada penelitian ini data yang digunakan adalah data visum et repertum tahun 2013 sehingga hasil dari penelitian ini nantinya dapat digunakan untuk memperbaharui data yang sudah ada di tahun sebelumnya dan mengetahui kondisi terbaru tentang jenazah yang berlabel atau tidak berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik di RSUP Dr. Sardjito tahun 2013, serta memberi gambaran tentang proporsi wilayah penyidik yang mengirim jenazah dalam kondisi berlabel atau tidak berlabel. I.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik terutama dalam penanganan label pada jenazah. 2. Memberikan gambaran mengenai proporsi kasus jenazah forensik yang berlabel yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun 2013, yang dapat digunakan sebagai acuan selanjutnya dalam peningkatan pelayanan oleh pihak rumah sakit maupun pihak penyidik
9 9 kepolisian berkaitan dengan penangan label pada jenazah. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya mengenai kelengkapan administrasi penanganan label jenazah. 4. Menambah pengetahuan peneliti mengenai pentingnya pelabelan pada jenazah yang berkaitan dengan penangan jenazah di rumah sakit. 5. Sebagai bahan masukan untuk semua pihak yang terkait dalam hal kebijakan penanganan jenazah forensik.
BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
Lebih terperinciPengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum
VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu
Lebih terperinciKONSEP MATI MENURUT HUKUM
KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK
Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017. KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2
KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh : Nixon Wulur 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti telah
Lebih terperinciVISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes
VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes visum et Repertum Keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwewenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciBagian Kedua Penyidikan
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
Lebih terperinciPENGANTAR MEDIKO-LEGAL. Budi Sampurna
PENGANTAR MEDIKO-LEGAL Budi Sampurna PROFESI KEDOKTERAN SUMPAH HIPOKRATES : LARANGAN-LARANGAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN (Hindari perbuatan amoral / non standar) UTAMAKAN KEBEBASAN PROFESI RAHASIA KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016
PERAN FORENSIK DALAM KASUS MALPRAKTEK MENURUT PASAL 133 KUHAP 1 Oleh : Ridwan Darma 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran ilmu kedokteran forensik dalam mengusut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindaraan terjadi melalui
Lebih terperinciKEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA
KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan dengan kekerasan tajam maupun tumpul atau keduanya, seksual, kecelakaan lalu
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciABSTRAK MELIYANTI YUSUF
0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto
Lebih terperinciTINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN
SKRIPSI/ PENULISAN HUKUM TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : Laurensius Geraldy Hutagalung NPM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian kedelapan di dunia dan penyebab pertama kematian pada remaja usia 15-29 tahun (WHO, 2013). Secara global, diperkirakan
Lebih terperinciSURAT KETERANGAN MEDIS
SURAT KETERANGAN MEDIS & VISUM et REPERTUM Presented by : Sarah Habibah Nurul Azizah M David Grandisa Deden Panji W Neti Watini LAB. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL FK UNJANI SURAT KETERANGAN MEDIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Otopsi merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk. mengetahui penyebab kematian jenazah.
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Otopsi merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui penyebab kematian jenazah. Di negara maju seperti Amerika, otopsi tidak hanya dilakukan atas permintaan
Lebih terperinciKEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1. Oleh : Yosy Ardhyan 2
Ardhyan Y.: Kewenangan Penyidik Polisi Terhadap Vol. III/No.10/September/2016 Jurnal Ilmu Hukum KEWENANGAN PENYIDIK POLISI TERHADAP PEMERIKSAAN HASIL VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1 Oleh : Yosy Ardhyan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum
41 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum terhadap hilangnya nyawa akibat penganiayaan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Visum et Repertum 2.1.1. Pengertian Visum et Repertum Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017
ANALASIS ATAS PERMINTAAN PENYIDIK UNTUK DILAKUKANNYA VISUM ET REPERTUM MENURUT KUHAP 1 Oleh : Yosy Ardhyan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan penyidik
Lebih terperinciUrgensi Pemeriksaan Kedokteran Forensik pada Fase Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana Oleh: Dr. Y.A. Triana Ohoiwutun, S.H., M.H.*) 1. Pendahuluan Dalam penerapan dan penegakan hukum, khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum. a. Pemeriksaan korban hidup. b. Pemeriksaan korban mati
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik sebagai kesimpulan berikut : 1. Prosedur tetap (protap) pembuatan visum et repertum Didalam prosedur tetap Rumah Sakit Umum
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN
BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.
22 BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, BENTUK UMUM VISUM ET REPERTUM, DAN VISUM ET REPERTUM MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM A. Tinjauan Umum Penyidikan a. Pengertian Berdasarkan
Lebih terperinciBAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
Lebih terperinciBAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.
BAB I PENDAHUUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan pengetahuan, seringkali menyebabkan seseorang tidak dapat menyelesaikan permasalahanya sendiri. Seseorang itu mau tidak mau harus memerlukan
Lebih terperinciPERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Manumpak Pane Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Maluku Korespondensi: manumpak.pane@yahoo.com Abstrak Kejahatan korporasi
Lebih terperinciALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN, DAN KETERTERIMAAN Budi Sampurna 1
Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 ALAT BUKTI SAH SURAT: PENEMUAN, PEMBUKTIAN,
Lebih terperinciPERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI
PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dan kajian penulis tentang penerapan banutan Psikiater dan ilmu Psikiatri Kehakiman dalam menentukan kemampuan pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 436 / MENKES / SK / VI / Tentang
Lampiran 1 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 436 / MENKES / SK / VI / 1993 Tentang BERLAKUNYA STANDAR PELAYANAN RUMAH SAKIT DAN STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan
Lebih terperinciRELEVANSI Skm gatra
SURAT KETERANGAN DOKTER DIVISI BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL FK USU RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal
Lebih terperinciMODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan
BAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Menggunakan Sidik Jari Dalam Perspektif Hukum Positif membuktikan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara merupakan hal baru dalam kehidupan masyarakat, bahkan suatu kebutuhan penting yang saling terkait dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah. Malah tempatnya diletakkan pada. yang penting, artinya dalam pemeriksaan perkara pidana.
56 BAB IV ANALISIS A. Analisis tentang kedudukan novum visum et repertum dalam pembuatan BAP menurut KUHAP Pada masa HIR, keterangan ahli tidak termasuk alat bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. HIR
Lebih terperinciIMPLEMENTASI OTOPSI FORENSIK DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
IMPLEMENTASI OTOPSI FORENSIK DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Oleh DUDUT RUSTYADI Dr. I DEWA MADE SUARTHA, SH, MH I KETUT KENENG, SH, MH Bagian Hukum Acara Fakultas
Lebih terperinciK homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter
Prof. dr. AMRI AMIR, Sp.F(K), DFM, SH K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering terjadi Dibutuhkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan
Lebih terperinciHukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual
Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.IV/No. 5/Juni/2016. FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2
FUNGSI OTOPSI FORENSIK DANKEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN KUHAP 1 Oleh: Indra Makie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi Otopsi Forensik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiel. Kebenaran materil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya
Lebih terperinciTINJAUAN ALUR PROSEDUR PEMBUATAN VISUM ETREPERTUM DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA TAHUN 2010
TINJAUAN ALUR PROSEDUR PEMBUATAN VISUM ETREPERTUM DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA TAHUN 2010 Suyanti 1, Antik Pujihastuti 2 Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar 1, Dosen APIKES Mitra Husada
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D
FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D 101 07 521 ABSTRAK Ilmu kedokteran kehakiman adalah penggunaan ilmu kedokteran untuk kepentingan peradilan. Pertanyaannya adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autopsi forensik adalah satu pemeriksaaan yang dilakukan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini penting dilakukan
Lebih terperinciPERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciTINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN
Jurnal Skripsi TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : 1.Laurensius Geraldy Hutagalung Dibimbing
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. REKAM MEDIS 1. Definisi Rekam Medis Menurut PERMENKES RI NO 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen anatara lain identitas
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN Zulaidi, S.H.,M.Hum Abstract Criminal proceedings on the case relating to the destruction of the body, health and human life, the very need
Lebih terperinciPERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)
PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI) Oleh : Putu Dian Asthary I Gst Agung Ayu Dike Widhyaastuti Bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Udayana ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Fungsi Lembaga Fungsi berasal dan kata dalam Bahasa Inggris function, yang berarti sesuatu yang mengandung kegunaan atau manfaat. Fungsi suatu lembaga atau institusi
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
Lebih terperinciKETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Stenli Sompotan 2
KETERANGAN AHLI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Stenli Sompotan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti telah
Lebih terperinciKualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu Periode 1 Januari Desember 2013
Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2013 Dedi Afandi 1, Tuti Restuastuti 2, Winda Kristanti 3 ABSTRACT Visum et Repertum (VeR)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D
FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D101 07 521 ABSTRAK Ilmu kedokteran kehakiman adalah penggunaan ilmu kedokteran untuk kepentingan peradilan. Pertanyaannya adalah apa
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7
BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7 (tujuh) pengadilan negeri di Karesidenan Surakarta menunjukkan hasil penelitian bahwa keberadaan Visum et Repertum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainnya yang diberikan kepada
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)
TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat. Berbagai faktor ikut berperan di dalam meningkatnya angka kematian
Lebih terperinciBAB II ATURAN HUKUM TENTANG OTOPSI DI INDONESIA Pengaturan Otopsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
19 BAB II ATURAN HUKUM TENTANG OTOPSI DI INDONESIA 2.1. Pengaturan Otopsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHAP mengatur pelaksanaan permintaan Otopsi sebagai berikut: Pasal 133 KUHAP (1) Dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara
Lebih terperinciLex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015
KETERANGAN SAKSI AHLI KEDOKTERAN JIWA DALAM PEMBUKTIAN PERADILAN PIDANA 1 Oleh : Christian Kabangnga 2 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini ada;lah untuk mengetahui bagaimana kedudukan keterangan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciALUR PERADILAN PIDANA
ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif adalah pendekatan penelitian
Lebih terperinciPERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014
PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciLex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. BEDAH MAYAT DAN AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Yukilfi Poluan 2
BEDAH MAYAT DAN AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Yukilfi Poluan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan ilmu kedokteran dalam mengusut suatu tindak pidana dan bagaimana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sedangkan Repertum berarti melapor. Visum et Repertum secara. yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa badan manusia
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Visum et Repertum Visum et Repertum berasal dari bahasa Latin. Kata visum atau visa dalam bentuk tunggalnya berarti tanda melihat atau melihat, sedangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian
Lebih terperinci