KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG
|
|
- Ivan Suhendra Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan sebagai berikut: 1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun. 4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Oleh doktrin penganiayaan dari pasal 351 tersebut ditafsirkan: setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. (Prof Satochid Kartanegara, 509) Hoge Raad menafsirkan penganiayaan itu sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain, yang semata-mata merupakan tujuan dari perbuatan tersebut. (Prof Satochid Kartanegara, 510) Jenis-jenis penganiayaan Menurut KUHP penganiayaan dibedakan atas 5 macam, yaitu:\ 1. Penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP) 2. Penganiayaan biasa (pasal 351 KUHP) 3. Penganiayaan biasa yang direncanakan terlebih dahulu (pasal 353 KUHP) 4. Penganiayaan berat (pasal 354 KUHP) 5. Penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu (pasal 355 KUHP). a. Penganiayaan Biasa (pasal 351 KUHP) Dalam pasal 351 KUHP ada 2 perbuatan yang dilarang, yaitu: 1) Setiap perbuatan yang mengakibatkan luka-luka (rasa sakit), luka-luka berat atau mati (ayat 1,2,3 dari pasal 351 KUHP). 2) Disamakan dengan orang menganiaya adalah setiap perbuatan dengan sengaja merusak kesehatan orang lain (ayat 4 pasal 351 KUHP). Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan
2 bahaya maut, selama-lamanya tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian, tidak dapat lagi menggunakan panca indera, lumpuh, pikiran tidak sempurna lagi, menggugurkan atau membunuh anak dalam kandungan ibunya. Setiap perbuatan yang mengakibatkan luka berat atau mati (ayat 2,3 pasal 351 KUHP) harus merupakan perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki atau tidak sengaja oleh pelaku. Jika perbuatan yang mengakibatkan luka berat ini dikehendaki atau disengaja oleh pelaku, maka perbuatan ini tidak lagi merupakan perbuatan penganiayaan biasa melainkan sudah beralih menjadi kejahatan penganiayaan berat (pasal 354 KUHP). b. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP) Penganiayaan berat adalah apabila seseorang dengan sengaja menimbulkan luka-luka berat atau luka parah kepada orang lain. Perbedaan pasal 354 dengan pasal 351 ayat 2 adalah pasal 354, perbuatan penganiayaan dilakukan dengan sengaja sedangkan pasal 351 ayat 2, perbuatan penganiayaan dilakukan dengan tidak sengaja. Jenis penganiayaan yang diatur di dalam pasal 358 KUHP yaitu kejahatan penganiayaan yang timbul dalam penyerangan dan perkelahian. Unsur-unsur pasal 358 KUHP: 1) Dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang dilakukan oleh beberapa orang. 2) Serangan atau perkelahian tersebut menimbulkan akibat luka berat atau kematian orang lain. 3) Apabila seorang peserta yang dimaksud oleh pasal 358 KUHP mempunyai maksud tersendiri, maka terhadap dirinya tidak dapat diberlakukan dengan peraturan yang merumuskan perbuatannya tersebut. c. Penganiayaan Ringan (pasal 352 KUHP) Menurut pasal 352 KUHP penganiayaan ringan ini ada dan diancam dengan maksimum hukuman penjara 3 bulan dan denda tiga ratus rupiah, apabila tidak termasuk dalam rumusan pasal 353 dan 356 KUHP dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. (Prof Dr. Wirjono Projodikoro,SH, ) Berdasarkan perumusan delik penganiayaan ringan, maka dapat diambil kesimpulan yang dimaksud dengan penganiayaan ringan: 1) Penganiayaan yang tidak direncanakan terlebih dahulu. 2) Tidak dilakukan terhadap ibu, bapak yang sah, suami atau istri ataupun anaknya (pasal 356 sub 1)
3 3) Tidak dilakukan terhadap pejabat negara yang sedang melakukan kewajibannya atau berhubung dengan tugasnya yang dilakukan secara sah. 4) Tidak dilakukan dengan memberikan bahan yang membahayakan jiwa atau kesehatan (pasal 356 sub 3). 5) Si penderita tidak kena akibat atau mengakibatkan sakitnya ataupun halangan untuk melakukan jabatannya atau mencari mata pencaharian. B. PEMBUNUHAN Pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa, diatur dalam Buku II titel XIX KUHP mulai dari pasal 338-pasal 350 KUHP. Di dalam pasal 338 KUHP dinyatakan: barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena pembunuhan biasa dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun. Perumusan delik pembunuhan pasal 338 KUHP dapatlah diketahui unsur-unsur dari pembunuhan tersebut yaitu: a. Merampas nyawa orang lain. b. Perbuatan tersebut harus dilakukan dengan sengaja. Sistem KUHP mengenai delik pembunuhan ini dapat dibagi dalam 5 macam yaitu: 1. Pembunuhan dengan sengaja atau pembunuhan biasa (Bld: Dooslag)-pasal 338 KUHP. 2. Pembunuhan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu (Bld: Moord)-pasal 340 KUHP. 3. Pembunuhan atas permintaan dari orang yang dibunuh (euthanasia)- pasal 344 KUHP. 4. Dengan sengaja membantu atau memberi sarana kepada orang lain untuk bunuh diri pasal 345 KUHP. 5. Pembunuhan untuk melakukan tindak pidana lain (Bld: Gequalificerde dooslag)-pasal 339 KUHP. Ad.1 Pembunuhan Biasa Pembunuhan biasa (Dooslag) yang diatur dalam pasal 338 KUHP unsur-unsurnya adalah: 1. Dengan sengaja melakukan suatu perbuatan. 2. Perbuatan tersebut menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang lain. Ad.2 Pembunuhan Berencana
4 Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu diatur dalam pasal 340 KUHP yang perumusannya sebagai berikut: Barangsiapa yang dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Adapun yang menjadi unsure dari moord ialah: 1. Perbuatan dengan sengaja (opzet) 2. Perbuatan itu harus dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu. 3. Perbuatan tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan matinya orang lain. (Prof Hermien Hadiati Koeswadji, SH ) Jadi direncanakan lebih dahulu dapat diartikan adalah meliputi: 1. Telah merencanakan kehendaknya itu terlebih dahulu. 2. Rencana itu harus dilakukan dalam keadaan tenang. 3. Rencana pelaksanaan kehendak itu memerlukan jangka waktu yang agak lama. Ad.3 Pembunuhan atas permintaan korban Pembunuhan atas permintaan korban diatur dalam pasal 344 KUHP yang menyebutkan: barangsiapa yang merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Kejahatan dan Pelanggaran Mengenai Kesopanan (zeden-delicten) Zina (Overspel, Adultery) Tindak pidana ini dimuat dalam pasal 284 KUHP yang berbunyi: 1. Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan: Ke-1: a. Orang laki-laki yang sudah kawin, yang melakukan zina, sedang diketahui, bahwa pasal 27 Burgerlijk Wetboek berlaku baginya. b. Orang perempuan yang sudah kawin, yang melakukan zina. Ke-2: a. Orang laki-laki yang turut melakukan zina itu, sedang diketahui, bahwa yang turut bersalah, sudah bersuami. b. Orang perempuan yang tidak bersuami, yang turut melakukan zina itu, sedang diketahui bahwa yang turut bersalah sudah beristri dan pasal 27 BW berlaku baginya. 2. Tidak dilakukan penuntutan, kecuali atas pengaduan suami/istri yang terhina dan dalam bagi suami/istri berlaku pasal 27 BW jika dalam tempo 3 bulan
5 sesudah pengaduan ini ia memasukkan gugatan untuk bercerai atau agar dibebaskan dari kewajiban berdiam bersama oleh karena hal itu juga. 3. Atas pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan Pengaduan ini dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di muka pengadilan belum dimulai. 5. Jika atas suami/istri itu berlaku pasal 27 BW, maka pengaduan itu tidak diindahkan sebelum perkawinan diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang membebaskan mereka dari kewajiban berdiam bersama menjadi tetap. Perkosaan untuk Bersetubuh (Verkrachting) Dengan kualifikasi verkrachting, dalam pasal 285 KUHP dirumuskan suatu tindak pidan berupa: dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan untuk bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, dengan ancaman hukuman maksimum 12 tahun penjara. Mirip dengan tindak pidana ini adalah yang oleh pasal 289 dengan kualifikasi penyerangan kesusilaan dengan perbuatan (feitelijke aanranding der eerbaarheid) dirumuskan sebagai: dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan cabul (ontuchtige handelingen) dengan ancaman hukuman maksimum 9 tahun penjara. Pasal 289- perbuatan cabul- merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain dari kedua tindak pidana tersebut adalah bahwa: a. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk cabul dapat juga dilakukan seorang perempuan terhadap seorang laki-laki. b. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan di luar perkawinan sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh, sedangkan perkosaan untuk cabul dapat juga dilakukan di dalam perkawinan sehingga tidak boleh seorang suami memaksa istrinya untuk cabul atau seorang istri memaksa suaminya untuk cabul. Bersetubuh atau Cabul dengan Orang yang Sedang Pingsan dan Tidak Berdaya Pasal 286 mengancam dengan maksimum hukuman penjara sembilan tahun barangsiapa yang- di luar perkawinan- bersetubuh dengan seorang perempuan yang ia tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, sedangkan pasal 290 nomor 1
6 mengancam dengan maksimum hukuman penjara tujuh tahun barangsiapa yang berbuat cabul dengan seorang yang ia tahu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Bersetubuh atau Cabul dengan Orang di Bawah Umur Tertentu Pasal 287 mengancam dengan maksimum hukuman penjara sembilan tahun barangsiapa yang- di luar perkawinan- bersetubuh dengan seorang perempuan yang ia tahu atau pantas harus dapat mengira bahwa perempuan itu belum berusia 15 tahun atau belum pantas untuk dikawin. Tindak pidana dari pasal 287 merupakan tindak pidana aduan (klachtdelict), kecuali apabila perempuannya belum berusia 12 tahun.
Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP
40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam
Lebih terperinciBAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF
BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan antara
Lebih terperinci1. PERCOBAAN (POGING)
Hukum Pidana Lanjutan Rabu, 25 Mei 2016 Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Poging, Deelneming,Residive, dan Pasal Tindak Pidana dalam KUHP Pembicara : 1. Sastro Gunawan Sibarani (2009) 2. Sarah Claudia
Lebih terperinciBAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN
BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana
Lebih terperinciBAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan
BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP 2012 A. Pengertian Zina Lajang Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul yang sekarang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK C. Tindak Pidana Persetubuhan dalam KUHPidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Lebih terperinciPENGATURAN DELIK KESUSILAAN DALAM KUHP DAN RUU KUHP
PENGATURAN DELIK KESUSILAAN DALAM KUHP DAN RUU KUHP 2008 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : HANS C. TANGKAU NIP. 19470601 197703 1 002 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2009 0 PENGESAHAN Panitia Penilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng
Lebih terperinciBAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana 1. Jenis-jenis Tindak Pidana Kekerasan di dalam KUHP Kekerasan adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.
Lebih terperinciBAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Anggapan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanyalah masalah domestik rumah tangga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciLex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017
ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA
BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA A. Pengaturan Sanksi Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap Pedofilia 1. pengaturan Sanksi Menurut
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembuktian dan Hukum Pembuktian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembuktian dan Hukum Pembuktian 1. Pengertian Pembuktian Pembuktian berasal dari kata bukti yang artinya adalah usaha untuk membuktikan. Kata membuktikan diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Unsur-unsur Tindak Pidana Perzinaan Dalam Pasal 284 KUHP Perbuatan pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari
9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciBab XXV : Perbuatan Curang
Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
Lebih terperinciKETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak yang masing masing berbeda, membutuhkan hukum untuk mengatur kehidupannya agar dapat
Lebih terperinciPENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2
PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciKONVENSI KETATANEGARAAN
KONVENSI KETATANEGARAAN (Makalah ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : UJANG SETIAWAN NPM : 0941173300014 MATA KULIAH : HUKUM PIDANA
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR
BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Pidana Cabul Kepada Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 294 Dan Pasal 13 UU No.23 Tahun 2002 Untuk melindungi
Lebih terperinciREORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)
REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP) Subaidah Ratna Juita Fakultas Hukum, Universitas Semarang email: ratna.shmh@yahoo.co.id
Lebih terperinciUnsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan
Unsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan Dosen Pembimbing: Rd. Muhammad Ikhsan, S.H., M.H. Pengarang: Jansen Joshua (02011381621364) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 2017/2018 Kata
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciPengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,
Lebih terperinciPENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi
PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. bidang hukum privat, dan dalam bidang hukum publik. 3 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA 1 Oleh: Renaldi P. Bahewa 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa saja jenis-jenis
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan I. PEMOHON 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si.
Lebih terperinciBAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK
BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN MILITER III-12 SURABAYA NOMOR: 220-K/PM.III-12/AD/XI/2010 TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI 1. Analisis pertimbangan Hakim Pengadilan Militer
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri
Lebih terperincisituasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)
Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari penelantaran, diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, perlakuan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK. A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak
BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Perumusan hak dan kedudukan warga negara dihadapan hukum merupakan penjelmaan
Lebih terperinciPelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan
BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA PEDOPHILIA DALAM PASAL 82 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF MAQA>S}ID AL- SYARI>`AH A. Analisis Pasal 82 Undang-Undang no. 23
Lebih terperinciPEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP
PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP Oleh: Yerrico Kasworo, S.H., M.H * Naskah diterima: 8 September 2016; disetujui: 20 September 2016 Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi
Lebih terperinciBAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
38 BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Konsep Perkawinan Dalam Hukum Positif 1. Pengertian Perkawinan Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan pengertian
Lebih terperinciWawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. IPDA Yospin Ngii 2. AIPDA Yan Aswati 3. BRIPTU Eva Ratna Sari 4. BRIPDA Luci Armala Wardani 5. BRIPDA Ida Ayu Sri Dian Lestari 6. BRIPDA Widya Windiarti 7. BRIPDA Oktaviana Siburian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Beberapa batasan umur sebagai pengertian mengenai anak menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang usia yang dikategorikan sebagai anak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciBAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF
40 BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Orang Tuanya Menurut Hukum Pidana Positif
Lebih terperinciS I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH
S I L L A B Y A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : TINDAK PIDANA DALAM STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH : _ JUMLAH SKS : 4 (EMPAT) PRASYARAT : Hukum Pidana SEMESTER SAJIAN : Dimulai semester
Lebih terperinciBAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999
BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 1. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 77 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. diskriminasi terhadap anak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pertanggungjawaban pidana Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)
BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) A. Landasan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2004 Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang R.I.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME
BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME A. Persamaan Hukuman Pelaku Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif dan Pidana Islam Mengenai
Lebih terperinciJAKARTA 14 FEBRUARI 2018
KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah agama yang menyerukan manusia untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah aset bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan kesejahteraannya harus dijamin. Bahwa di dalam masyarakat seorang anak harus mendapatkan
Lebih terperinciBAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP
123 BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan hukum
Lebih terperincia. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 284. (1) di hukum penjara selama lamanya sembilan bulan: berlaku padanya.
Lampiran- Lampiran A. Undang undang a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 284. (1) di hukum penjara selama lamanya sembilan bulan: a. laki laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana maka ia harus
Lebih terperinciTAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2
TAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cakupan Pasal 170 dan Pasal
Lebih terperinciBAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
55 BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciRUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus
1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus Mengapa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Merupakan Aturan Khusus (Lex Specialist) dari KUHP? RUU Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah
Lebih terperinciPENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale delicht), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7
BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan pada 80 (delapan puluh) lembar putusan dari 7 (tujuh) pengadilan negeri di Karesidenan Surakarta menunjukkan hasil penelitian bahwa keberadaan Visum et Repertum
Lebih terperinciH M ISTAR A R RI R TON O G N A G, A
PERBUATAN CABUL Dr.H. MISTAR RITONGA, SpF. Dr.H. GUNTUR BUMI NASUTION, SpF DEFENISI Percabulan : Adalah perbuatan yang sengaja untuk meningkatkan nafsu seks di luar perkawinan. FAKTA PERBUATAN CABUL Mrpkn
Lebih terperincia. Tahap Pra-konvensional (umur 9-11 tahun); pada tahap ini anak umumnya berpikir lakukan atau tidak lakukan.
PENDAHULUAN Kenakalan remaja adalah gejala alami yang dimiliki setiap manusia, hal ini disebabkan karena manusia memiliki sifat hendonisme yaitu suka pada kesenangan. Senada dengan pendapatnya Huizinga
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (VERKRACHTING)
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (VERKRACHTING) A. Pengaturan Tindak Pidana Pemerkosaan di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) 38 1. Pasal 285 KUHP Pasal ini berbunyi:
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum.ini mudah terlihat pada perumusan perumusan dari tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindak pidana jumlahnya makin meningkat adalah pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus pembunuhan pada tahun 2010 mencapai
Lebih terperinciBAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SESUAI PASAL 340 KUHP A. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Agus Sulistyo dan Adi
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722]
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722] BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 187 (1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang mengoperasikan Prasarana Perkeretaapian
Lebih terperinciKejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih
Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
KAJIAN HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHADAP KESOPANAN MENURUT PASAL 285 KUHP 1 Oleh: Vistalio A. Liju 2 ABSTRAK Tujuan dilkaukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kejahatan terhadap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinci