KARAKTERISASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli"

Transkripsi

1 28 KARAKTERISASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK Protease mengkatalis reaksi biologik, termasuk metabolisme protein dan reaksi imun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter protease yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli. L 3 diperoleh dari usus halus 100 ekor ayam tujuh hari setelah pemberian dosis 6000 L 2 melalui oesofagus ayam. Sebanyak 5 10 ekor L 3 dikultur secara in vitro dalam setiap ml medium Rosswell Park Memorial Institute (RPMI 1640), ph 6,8, tanpa merah fenol dalam inkubator pada temperatur 37 o C dan 5% CO 2 selama 3 hari. Ekskretori/sekretori dipreparasi dari produk metabolisme L 3 yang dilepaskan ke dalam medium kultur. Aktivitas protease diuji pada kasein 2%. Aktivitas protease dikaji terhadap sensitivitas inhibitor, temperatur, dan ph optimum. Konsentrasi protein dihitung mengikuti metode Bradford. Berat molekul protease diestimasi melalui sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa L 3 melepaskan protease yang dihambat oleh PMSF 0,5 mm. Temperatur dan ph optimum enzim berturutturut 70 o C dan 7. Aktivitas dan aktivitas spesifik enzim adalah 0,625 U/ml dan 4x10 3 U/mg. Estimasi berat molekul enzim pada 28 kda. Hasil tersebut mencerminkan bahwa protease yang diekskresi/sekresikan oleh stadium L 3 A. galli mengandung protease serin. Kata kunci: Ascaridia galli, nematoda, protease, ekskretori/sekretori ABSTRACT Protease catalyse a broad spectrum of important biological reactions, including protein metabolism and immune reactions. A study was carried out to characterize protease from exretory/secretory of A. galli L 3 stage. A. galli L 3 were recovered from intestines of 100 heads chickens 7 days after oesophagus inoculation with 6000 L 2. L 3 recovered in this manner were cultured (5 10 ml 1 ) in flasks containing rosswell park memorial institute (RPMI) 1640 media, ph 6.8, without phenol red. Cultures were incubated at 37 0 C in 5% CO 2 and culture fluid was collected after 3 days in culture. Excretory/secretory was prepared from metabolic product of L 3 released in culture medium. The protease activity was assayed against casein 2%. Inhibitor sensitivity, temperature, and ph optimum on protease activity were studied. Protein concentrations were counted as described in Bradford method. The molecular weight of protease was estimated with sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). The result showed that L 3 released protease which is inhibited by PMSF 0.5 mm. Temperature and ph optimum of the enzyme are 70 o C and 7, respectively. The enzyme activity and protease specific activity are 0,625 U/ml and 4x10 3 U/mg, the molecular weight is estimated as 28 kda. The results indicate that the excretory/secretory secreted by L 3 A. galli contained serine protease. Key words: Ascaridia galli, nematode, protease, excretory/secretory,

2 29 PENDAHULUAN Protease atau enzim proteolitik adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida atau protein. Protease dapat diisolasi dari tumbuhan (papain dan bromelin), hewan (tripsin, kimotripsin, pepsin, dan renin), mikroorganisme seperti bakteri, kapang, virus, dan cacing parasitik seperti cestoda, trematoda, dan nematoda. Protease yang diekskresi/sekresikan oleh cacing esensial untuk proses perkembangan dan kelangsungan hidup seperti penetasan telur, molting, dan exsheathment parasit. Protease yang dihasilkan cacing nematoda parasitik memainkan peranan penting pada proses penetrasi dan migrasi parasit ke jaringan inang definitif. Todorova (2000) menyatakan bahwa enzim proteolitik yang disekresikan parasit untuk invasi ke jaringan terdiri dari dua jenis protease, yaitu protease serin dan metal. Kehadiran kedua jenis protease tersebut di dalam produk yang disekresikan cacing nematoda telah dibuktikan oleh Cock et al. (1993) pada Ostertagia ostertagi, Todorova (2000) pada Trichinella spiralis, Rhoads et al. (1997 dan 2001) pada Ascaris suum, dan Iglesias et al. (2005) pada Anisakis simplex. Karakterisasi protease sudah luas dilakukan dari berbagai stadium secara in vitro pada cacing nematoda, termasuk stadium infektif (L 3 ) dan stadium dewasa cacing Trichostrongylus colubriformis dan Haemonchus contortus (Hadas dan Stankiewicz 1997). Karakter protease yang disekresikan cacing nematoda penting diketahui sebagai pengetahuan dasar biologi parasit. Berdasarkan activesite region pada protease sangat memungkinkan untuk merancang inhibitor spesifik sebagai strategi pengendalian dan tindakan terapi terhadap cacing parasitik. Protease yang dilepaskan selama perkembangan parasit berperan sebagai antigen yang potensial untuk memicu imunitas inang definitif. Saat ini, belum ada informasi yang tersedia tentang karakter protease pada stadium L 3 A. galli. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah karakterisasi protease dari produk ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter protease murni yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli.

3 30 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Waktu Penelitian berlangsung dari bulan Desember 2005 sampai Mei Rancangan Penelitian Seratus ekor ayam hysex Brown digunakan sebagai ayam donor untuk menghasilkan L 3 A. galli. Tiaptiap ekor ayam diinokulasi dengan dosis 6000 L 2 A. galli. Tujuh hari kemudian, ayam dinekropsi dan L 3 yang berkembang di dalam saluran cerna disaring dan tiaptiap L 3 A. galli diinkubasi dalam sumur cell culture plate yang berisi 5 ml medium Rosswell Park Memorial Institute (RPMI 1640, SigmaAldrich), ph 6,8, tanpa merah fenol yang ditambahkan 100 unit/ml penisilin G, 100 µg/ml streptomisin, 5 µg/ml gentamisin, dan 0,25 µg/ml kanamisin dalam inkubator CO 2 selama 3 hari. Campuran medium dengan ekskretori/sekretori L 3 A. galli disentrifus pada g dengan temperatur 4 o C selama 5 menit (Tiuria et al. 2003). Protease yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori L 3 A. galli dikarakterisasi berdasarkan aktivitas enzim terhadap inhibitor dan aktivator, temperatur dan ph optimum, pengaruh logam dan inhibitor, konsentrasi dan berat molekul enzim. Pengukuran Aktivitas Enzim Aktivitas protease diuji terhadap casein. Campuran 500 µl 0,6% casein dalam Tris mm (ph 8,0) dan 100 µl enzim diinkubasi selama 2 jam pada temperatur 40 o C. Reaksi dihentikan dengan penambahan 500 µl asam trichloroacetic 0,4 M dan diinkubasikan pada 40 o C selama 10 menit. Setelah sentrifus, 200 µl supernatan dicampur dengan 1 ml sodium carbonate dan 200 µl reagen FolinCiocalteu dan diinkubasikan pada 40 o C selama 20 menit. Jumlah degradasi ditentukan dari absorbansi

4 31 pada 578 nm (Kong et al. 2000; dan Balqis et al. 2006). Aktivitas 1 unit enzim ditetapkan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menguraikan 1µg tyrosine dari casein di dalam 1 ml volume reaksi per menit (Walker 1984). Pengukuran aktivitas enzim mengikuti metode Bergmeyer (Rukayadi dan Suhartono 1999) seperti yang disajikan pada Tabel 3. Untuk setiap sampel yang dianalisis, harus disertai dengan blanko dan standar, dengan perincian sebagai berikut. Tabel 3. Prosedur pengukuran aktivitas protease mengikuti metode Bergmeyer (Rukayadi dan Suhartono 1999) Pereaksi Sampel (ml) Blanko (ml) Standart (ml) Buffer TrisHCl (0,2M), ph 8 Substrat musin 1%, ph 8,0 Enzim dalam CaCl 2 (2mmol/l) Tirosin standar Akuades Inkubasi pada suhu 70 0 C selama 10 menit TCA (0,1 M) Akuades Enzim dalam CaCl 2 (2 mmol/l) 0,20 2,00 0,2 Didiamkan pada suhu 37 0 C selama 10 menit, dan sentriguge 6000 rpm selama 10 menit Filtrat Na 2 CO 3 Pereaksi lain 1,5 5,00 Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37 0 C Diukur dengan spektrometer pada λ=578 nm 2,00 0,2 1,5 5,00 0,20 2,00 0,2 1,5 5,00 Pengaruh Inhibitor Tujuan dari karakterisasi ini adalah untuk mengetahui ionion divalen dan monovalen yang mengaktifkan dan menghambat aktifitas enzim, juga untuk mengetahui golongan enzim. Inhibitor yang digunakan adalah inhibitor protease phenil methanyl

5 32 methane sulfonyl fluoride (PMSF) 0,5 dan 1 mm, ethylene diamine tetraacetic (EDTA) 1 dan 10 mm, 1,10phenanthroline 1 mm, pepstatin A 1 µg/ml, dan E64 (10 µg/ml dan 50 µg/ml). Uji pengaruh inhibitor dilakukan dengan cara sebagai berikut: enzim, buffer TrisHCl 10 mm, ph 8, dan inhibitor dipreinkubasi pada suhu kamar (25 C) selama 1 jam. Larutan tersebut diuji aktivitas enzimmya. Reaksi diawali dengan penambahan substrat musin. Aktivitas enzim tersebut dibandingkan dengan aktivitas enzim non inhibitor (Kong et al. 2000). Uji Konsentrasi Protein Analisa diawali dengan pembuatan larutan Bradford dan larutan bovine serum albumin (BSA). Larutan Bradford dibuat dengan cara berikut: sebanyak 100 mg coomasie brilliant blue G250 dilarutkan dalam 50 ml etanol 95%. Setelah itu 100 ml asam fosfat 85% (w/v) ditambahkan. Terakhir larutan diencerkan dengan akuadest sampai 1 liter. Larutan disaring menggunakan kertas saring dan diencerkan 4 kali. Larutan standar segar dibuat dengan menggunakan BSA. Sebanyak 100 mg BSA ditimbang dan ditambahkan 25 ml akuadest. Larutan dibiarkan larut perlahanlahan (tidak dikocok), setelah larut diencerkan sampai 50 ml. Konsentrasi akhir larutan stock untuk standar ini 2 mg/ml. Setelah semua pereaksi siap, langkah selanjutnya adalah memipet masingmasing larutan dalam tiap tabung sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang bersih. Untuk metode makro assay, sebanyak 5 ml pereaksi Bradford ditambahkan kedalam masingmasing tabung reaksi, sedangkan untuk mikro assay pereaksi Bradford ditambahkan 1 ml. Blanko dibuat dengan cara mencampurkan 1,0 ml dan direaksikan 5 ml (makro assay) atau 1 ml (mikro assay) pereaksi Bradford. Setelah sekitar 5 menit, masingmasing campuran reaksi diukur absorbannya pada λ=595 nm. Standart, blanko, dan sampel masingmasing dimasukkan kedalam tabung kuvet untuk dilihat hasil absorbansinya dengan menggunakan spectrophotometer (Rukayadi dan Suhartono 1999). Tahap terakhir membuat kurva dengan absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y) dan konsentrasi protein sebagai absis (sumbu X). Berdasarkan kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi protein sampel.

6 33 Penentuan Berat Molekul Protease Penentuan berat molekul enzim dilakukan dengan menggunakan sodium dodecyl polyacrylamid gel electrophoresis (SDSPAGE) mengikuti metode Laemmli (1970). Konsentrasi SDS yang digunakan dalam analisa ini adalah 10% (w/v). Metode dalam analisa ini terdiri atas 3 tahap, yaitu pembuatan gel, running sampel dan fiksasi. Tahap pertama, pembuatan gel dengan dua lempeng kaca yang merupakan cetakan gel dari alat elektroforesis yang dihimpitkan dan diantaranya diletakkan pemisah pada bagian tepi cetakan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan gel terdiri dari larutan akrilamid 30%, larutan stok amonium persulfat, buffer reservoir dan buffer pemisah. Tahap kedua, enzim protease yang dicampur dengan pelarut sampel dengan perbandingan 1:1. Campuran dipanaskan dengan air mendidih selama 5 menit, begitu pula dengan larutan marker (Sigma). Sampel selanjutnya dimasukkan dalam sumur dengan volume tertentu, kemudian elektroforesis dijalankan dengan arus sebesar 20 ma serta voltase 40 volt. Marker yang digunakan adalah phosphorilase b (97 kda), albumin (66 kda), ovalbumin (45 kda), carbonic anhydrase (30 kda) tripsin inhibitor (20,1 kda) dan αlactalbumin (14,4 kda). Tahap ketiga, setelah elektroforesis berakhir gel direndam dalam larutan pewarna coomassie brilliant blue sambil diaduk perlahan. Pewarna yang tidak terikat pada protein dihilangkan dengan menaruh gel pada larutan pemucat metanol dan asam asetat sambil diaduk perlahan hingga latar belakang gel tampak jernih. Visualisasi berat molekul protease dilakukan dengan SDS PAGE menggunakan arus listrik tegangan 40 volt dengan kuat arus 12 ma pada suhu kamar selama 2 jam. Pada elektroforesis ini disiapkan dengan poliakrilamid 12,5%, gel pengumpul 4%, buffer elektroda dan buffer sampel. Penanda molekul dan sampel masingmasing dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis. Gel diwarnai dengan Comassie blue R 250 (Serva Germany) selama 30 menit dan dipucatkan dengan larutan pencuci sampai pitapita protein tampak jelas (Laemmli 1970).

7 34 HASIL PENELITIAN Aktivitas Enzim Hasil uji pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim protease crude yang diekskresi/sekresikan oleh stadium L 3 A. galli disajikan pada Gambar 5. Temperatur yang digunakan adalah 27 o C, 37 o C, 40 o C, 50 o C, 60 o C, 70 o C dan 80 o C. Aktivitas enzim terlihat pada temperatur 27 o C dan terjadi peningkatan bertahap sampai pada temperatur 60 o C. Aktivitas enzim sangat meningkat pada suhu 70 o C, dan menurun pada suhu 80 o C. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa temperatur optimum untuk aktivitas enzim pada crude ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli adalah 70 o C Aktivitas enzim (U/ml) Temperatur ( o C) Gambar 5. Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim crude ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli Aktivitas enzim diuji terhadap perubahan ph. Aktivitas enzim terlihat pada ph 6 dan sangat meningkat pada ph 7. Aktivitas enzim menurun pada masingmasing ph 8, ph 9 dan ph 10. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ph yang paling sesuai untuk aktivitas enzim crude ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli adalah ph 7, sehingga semua pengujian berikutnya dilakukan pada ph 7. Hasil uji pengaruh ph terhadap aktivitas enzim crude ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli disajikan pada Gambar 6.

8 35 Aktivitas protease (U/ml) ph Gambar 6. Pengaruh ph terhadap aktivitas enzim Sampel enzim untuk penentuan temperatur dan ph optimum aktivitas protease diperoleh dari hasil kromatografi kolom gel filtrasi matriks Sephadex G100. Aktivitas protease terukur mulai dari temperatur 20 o C sampai 80 o C. Temperatur optimum protease ini adalah 70 o C (Gambar 5), dan stabil selama 30 menit pada 50 o C tetapi aktivitasnya menurun 20% pada inkubasi selama 10 menit dengan temperatur 55 o C. Aktivitas protease dipertahankan pada antara ph 6,0 8,0. Protease aktif pada ph (6,0 10,0), dengan ph optimum 7,0 (Gambar 6). Pengaruh Inhibitor/aktivator Senyawa PMSF merupakan inhibitor spesifik bagi protease serin secara sempurna menghambat aktivitas protease. Aktivitas enzim menurun sebesar 98,2% setelah penambahan inhibitor 0,5 mm PMSF dan aktivitasnya hilang 100% setelah penambahan 1 mm PMSF. Sebaliknya, penambahan inhibitor/aktivator jenis yang lain yaitu EDTA dan phenantrolin spesifik untuk protease metal, pepstatin A spesifik untuk protease asam dan E64 spesifik untuk protease sistein, tidak menghambat aktivitas enzim protease crude ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka enzim crude ekskretori/sekretori digolongkan sebagai enzim protease serin. Persentase aktivitas protease terhadap inhibitor/aktivator disajikan dalam Tabel 4.

9 36 Tabel 4. Pengaruh inhibitor atau aktivator terhadap aktivitas protease Inhibitor/aktivator Konsentrasi akhir Aktivitas (%) Kontrol 100,0 Inhibitor serin: PMSF 0,5 mm 1,8 1 mm 0 Inhibitor metal: EDTA 1 mm 107,1 10 mm 96,7 1,10phenanthroline 1 mm 91,4 Inhibitor aspartat: Pepstatin A 1 µg/ml 109,4 Inhibitor sistein: E64 10 µg/ml 93,1 50 µg/ml 98,2 Visualisasi berat molekul melalui sodium dodecyl sulphate polyacrylamid gel electrophoresis (SDS PAGE) pewarnaan gel dengan coomassie blue tidak menunjukkan pitapita protein. Hasil pewarnaan gel dengan pewarnaan silver menunjukkan bahwa pada crude terdapat 5 pita protein dengan estimasi masingmasing 17, 25, 28, 45 dan 66 kda. Hasil kromatografi anion exchage menunjukkan berat molekul masingmasing protein adalah 17, 28, 45 dan 60 kda. Hasil kromatografi gel filtrasi menunjukkan satu pita protein dengan estimasi berat molekulnya adalah 28 kda (Gambar 7). A kda M B 28 kda Gambar 7. Visualisasi pitapita protein. A = Hasil SDS PAGE. B= interpretasi dari gambar A. M= marker, 1= purifikasi filtrasi gel, 2= purifikasi anion exchange, dan 3 = crude

10 37 PEMBAHASAN Aktivitas protease pada penelitian ini terukur mulai dari temperatur 20 o C sampai 80 o C. Temperatur optimum protease ini adalah 70 o C (Gambar 5), dan stabil selama 30 menit pada 50 o C tetapi aktivitasnya menurun 20% pada inkubasi selama 10 menit dengan temperatur 55 o C. Peranan temperatur pada reaksi enzimatik adalah untuk menjaga agar enzim dapat menjalankan aktivitas katalitik terbaiknya (Palmer 1991). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas protease dipertahankan pada ph antara 6,0 8,0. Protease aktif pada ph 6,0 10,0 dengan ph optimum 7,0 (Gambar 6). Nilai ph yang diperoleh dari hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Rhoads et al. (1997) pada L 3 L 4 Ascaris suum aktivitas protease pada rentang ph 6,0 8,5, dengan ph optimum 7,0. Berdasarkan ph optimum dan sensitivitas inhibitor protease dengan menggunakan azocasein dan elastinorcein sebagai substrat protein, Cock et al. (1993) mengkarakterisasi protease dari berbagai stadium cacing parasitik pada sapi, yaitu stadium L 3, L 4, dan stadium dewasa O. ostertagi. Aktivitas protease ekskretori/sekretori L 4 O. ostertagi cenderung meningkat pada suasana basa, sedangkan ekstrak tubuh O. ostertagi cenderung meningkat pada suasana asam. Todorova (2000) melaporkan bahwa aktivitas serin, sistein, dan metalloprotease pada larva Trichinella spiralis dapat dikarakterisasi berdasarkan ph optimum pada kisaran 5 7. Inhibitor yang digunakan pada penelitian ini adalah inhibitor protease PMSF 0,5 dan 1 mm, EDTA 1 dan 10 mm, 1,10phenanthroline 1 mm, pepstatin A 1 µg/ml, dan E64 (10 µg/ml dan 50 µg/ml). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan PMSF menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang sangat besar. Seperti yang disajikan pada Tabel 3 terlihat bahwa aktivitas proteolitik sangat dihambat oleh PMSF. Semakin tinggi kadar PMSF semakin besar pula daya hambatnya. Penambahan PMSF 0,5 mm menyebabkan aktivitas yang tersisa tinggal 1,8%, sedangkan pada penambahan PMSF 1 mm tidak ada aktivitas enzim yang tersisa (0%). Penghambatan aktivitas enzim oleh PMSF menunjukkan bahwa enzim yang diekskresi/sekresikan oleh stadium L 3 A. galli diklasifikasikan ke dalam jenis protease serin (Kong et al dan Ford et al. 2005).

11 38 Penambahan inhibitor EDTA 1 dan 10 mm, 1,10phenanthroline 1 mm, pepstatin A 1 µg/ml, dan E64 (10 µg/ml dan 50 µg/ml) tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas proteolitik (Tabel 3). EDTA dan 1,10 phenanthroline adalah inhibitor spesifik terhadap enzim metalloprotease, sedangkan pepstatin A adalah inhibitor spesifik untuk enzim aspartil protease sehingga inhibitor tersebut tidak mampu menghambat aktivitas enzim proteolitik jenis serin (Cock et al. 1993). Suhartono (1989) menyatakan bahwa senyawa inhibitor adalah senyawa yang dapat mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga menyebabkan perubahan daya katalisator enzim. Perubahan ini disebabkan oleh struktur enzim yang mengalami perubahan fisik kimiawi sedemikian rupa sehingga aktivitas hayatinya menjadi berubah. Menurut Palmer (1991) protease serin memiliki sisi katalitik yang terdiri dari asam amino serin, histidin, dan aspartat. Inhibitor PMSF akan bereaksi dengan gugus OH dari serin yang menyebabkan terjadinya efek penghambatan yang irreversible. Adanya penghambatan aktivitas enzim oleh PMSF menunjukkan bahwa enzim proteolitik ini termasuk dalam kelompok protease serin. Pada penelitian ini, berat molekul protien divisualisasikan dengan elektroforesis. SDS PAGE merupakan teknik elektroforesis yang paling banyak digunakan untuk analisis campuran protein. Pada mekanisme SDS PAGE, protein bereaksi dengan SDS yang merupakan deterjen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS, berbentuk elips atau batang, dan berukuran sebanding dengan berat molekul protein. Protein dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini terpisahkan berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamid. Berat molekul protein dapat diukur dengan menggunakan protein standar yang telah diketahui berat molekulnya. Hasil pengukuran berat molekul protease serin yang diperoleh melalui visualisasi SDS PAGE pada penelitian ini adalah 28 kda (Gambar 7). Peneliti terdahulu menyatakan bahwa berat molekul protease yang dilepaskan cacing nematoda berbedabeda tergantung pada jenis dan stadium kehidupannya. Berat molekul aminopeptidase adalah 293 kda (Rhoads et al. 1997), hyaluronidase adalah 47,8 dan 55,0 kda dilepaskan L 3 L 4 A. suum (Rhoads et al. 2001). Hadas dan

12 39 Stankiewicz (1997) melaporkan bahwa aktivitas protease pada L 3 Haemonchus contortus dan Trichostrongylus colubriformis dengan berat molekul 32,6 53 kda, dan dua pita protein dalam batasan kda. Beberapa enzim yang bercirikan protease berukuran kda diidentifikasi oleh Todorova (2000) pada larva T. spiralis. Enzim proteolitik (protease) sudah banyak dikarakterisasi pada berbagai jenis dan spesifisitas stadium cacing. Secara in vitro, cacing nematoda yang melepaskan protease diantaranya adalah Ostertagia ostertagi pada sapi (Cock et al. 1993), Strongyloides spp., Ancylostoma spp., Onchocerca spp., Toxocara canis pada anjing dan Ascaris suum pada babi (Rhoads et al. 1997). Nematoda penting pada ruminansia, seperti O. circumcincta, Haemonchus contortus, dan Trichostrongylus spp. juga mensekresikan protease secara in vitro. Berdasarkan pengetahuan reaksi katalis dan hidrolisa substrat, protease diketahui terlibat dalam nutrisi parasit, metabolisme, penetrasi barrier jaringan inang, dan pengaturan respons imun inang terhadap parasit. Karakterisasi protease serin inhibitor dari nematoda parasitik pada manusia, stadium L 3 O. volvulus, dibuktikan oleh Ford et al. (2005) bahwa protease serin inhibitor tersebut berperan multifungsi di dalam perlindungan parasit terhadap protease intestinal inang definitif dan pengembangan parasit, termasuk molting, establishment, embriogenesis, dan reproduksi. Protease serin inhibitor dari O. volvulus bersifat imunogenik, diketahui terlibat di dalam pengaturan respons imun, dan dianggap sebagai salah satu kandidat vaksin terhadap O. volvulus. Pada Paragonimus westermani paling tidak terdapat 6 jenis protease sistein dengan ukuran 53, 34, 28, 27, 17, dan 15 kda yang telah dikarakterisasi dari telur, metacercariae, cacing muda, dan dewasa. Molekul 28 dan 27 kda dilepaskan oleh metacercariae yang memiliki ciri biokimia yang sama seperti cathepsin L pada F. hepatica. Enzim tersebut diyakini berperan penting dalam proses excystment metacercaria, migrasi ke jaringan, dan pengaturan dari mekanisme respons imunitas inang. Yun et al. (2000) berhasil mengkarakterisasi protease sistein dengan berat molekul 28 kda dari P. westermani. Ekspresi molekul 28 kda secara spesifik diobservasi pada cacing muda dan dewasa yang berlokasi di dalam epitel intestinal yang mengindikasikan molekul tersebut terlibat pada proses nutrisi dan modulasi imun.

13 40 Menurut Berasain et al. (1997) pelepasan protease serin oleh cacing trematoda Fasciola hepatica ditujukan untuk mendegradasi matriks ekstraselular dan komponen membran dasar agar parasit berhasil menginvasi ke jaringan. Pelepasan protease serin oleh L 3 A. galli mungkin berkaitan dengan proses invasi larva ke jaringan untuk menjalani fase histotrofik, dimana stadium L 3 A. galli melangsungkan fase histotrofik harus menembus pertahanan selaput lendir untuk establish pada jaringan mukosa saluran cerna inang definitif. Durasi fase histotrofik yang dibutuhkan larva A. galli adalah 3 54 hari pascainfeksi (Permin dan Hansen 1998). KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Ekskretori/sekretori yang dilepaskan L 3 A. galli mengandung enzim proteolitik dengan ph dan temperatur optimum pada 7 dan 70 o C. 2. Aktivitas enzim dihambat oleh PMSF 0,5 mm sehingga digolongkan sebagai protease serin. 3. Protease serin yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori stadium L 3 A. galli mempunyai berat molekul 28 kda. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui kemungkinan protease serin yang dilepaskan oleh L 3 A. galli sebagai pemicu respons pertahanan mukosa usus halus ayam petelur.

Penentuan Temperatur Optimum Terhadap Aktivitas Protease Serin Yang Dihasilkan Oleh Stadium L3 Ascaridia galli

Penentuan Temperatur Optimum Terhadap Aktivitas Protease Serin Yang Dihasilkan Oleh Stadium L3 Ascaridia galli Penentuan Temperatur Optimum Terhadap Aktivitas Protease Serin Yang Dihasilkan Oleh Stadium L3 Ascaridia galli Ummu Balqis 1 dan Yudha Fahrimal 2 1, 2 Staf Pengajar Pada Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Lebih terperinci

PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK

PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK 14 PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK Enzim proteolitik yang disekresikan oleh parasit memainkan peran pada proses penetrasi dan migrasi jaringan inang. Penelitian

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTAHANAN DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR UMMU BALQIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan selesai pada bulan November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi II, Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Hasil identifikasi Rhoads et al. (1997) membuktikan bahwa A. suum mensekresikan aminopeptidase. Aktivitas protease diidentifikasikan di dalam cairan

Hasil identifikasi Rhoads et al. (1997) membuktikan bahwa A. suum mensekresikan aminopeptidase. Aktivitas protease diidentifikasikan di dalam cairan 5 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Ascaridia galli Menurut Soulsby (1982) cacing Ascaridia galli mempunyai sinonim Ascaridia lineata dan Ascaridia perspiculum yang diklasifikasikan ke dalam kelas Nematoda, sub

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2009 sampai Bulan September 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil

Lebih terperinci

KONSENTRASI PROTEIN DAN PENENTUAN BERAT MOLEKUL EKSKRETORI/SEKRETORI L3 Ascaridia galli

KONSENTRASI PROTEIN DAN PENENTUAN BERAT MOLEKUL EKSKRETORI/SEKRETORI L3 Ascaridia galli KONSENTRASI PROTEIN DAN PENENTUAN BERAT MOLEKUL EKSKRETORI/SEKRETORI L3 Ascaridia galli Protein Concentration and Determination of Excretory/Secretory Molecular Weight Released by L 3 of Ascaridia galli

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250 86 Lampiran 1. Larutan yang digunakan pada medium RPMI 1640 RPMI 1640 medium 10,4 g Penisilin G 100.000 IU Streptomisin 100 mg Gentamisin 5 mg Kanamisin 250 µg Semua bahan tersebut dilarutkan kedalam 1000

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Bahan penelitian Cacing tanah P. excavatus diperoleh dari peternakan cacing milik Ir. Bambang Sudiarto. Substrat koagulan darah diambil dari darah milik S. Krisnawati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Lampiran 1 Rancangan penelitian LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr 46 47 Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr Tris base dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE

Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Lampiran 2 Pembuatan Larutan PBS Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan HE LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Medium Kultur DMEM Medium kultur DMEM merupakan medium Dulbecco s Modified Eagle s Medium (DMEM; Sigma) yang telah dimodifikasi dengan penambahan asam amino non-esensial (AANE;

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan 39 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan buffer Asetat 20 mm ph 5,4. Larutan buffer asetat 10

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokiomia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Rotofor

Lampiran 1 Prosedur Rotofor Lampiran 1 Prosedur Rotofor Kalibrasi Membran Ion Membran ion terdiri dari membran kation yang berkorelasi dengan elektrolit H 3 PO 4 0,1 N terpasang pada elektroda anoda sebagai pembawa ion positif, sedangkan

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit LAMPIRAN 10 11 Lampiran 1 Skema metode Bernfeld (1955) 1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS Dididihkan 5 menit Didinginkan 5 menit Absorbansi diukur

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 17 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Produksi dan Karakterisasi Enzim Transglutaminase dari Streptoverticillium ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Januari 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN SPESIFIK TEMBAKAU SRINTHIL. Disusun oleh : Nama : Slamet Haryono NIM :

ANALISIS PROTEIN SPESIFIK TEMBAKAU SRINTHIL. Disusun oleh : Nama : Slamet Haryono NIM : ANALISIS PROTEIN SPESIFIK TEMBAKAU SRINTHIL Disusun oleh : Nama : Slamet Haryono NIM : 412000011 FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2004 1. PENDAHULUAN Tembakau srinthil merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas. Penentuan Isolat Terpilih

Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas. Penentuan Isolat Terpilih Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas Pengukuran Indeks kitinolitik Penentuan Isolat Terpilih Penentuan Waktu Produksi Enzim Kitinase Sampai hari ke-8 Pengukuran

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO 4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN

PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO 4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN Pengaruh Penambahan ZnSO 4 (Kirana Kristina M ) 105 PENGARUH PENAMBAHAN ZnSO 4 TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN THE EFFECT OF ZnSO 4 ADDITION ON TRYPSIN S ACTIVITY Kirana Kristina Mulyono dan Eddy Sulistyowati

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB- PTB-BPPT)-Serpong.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein

7. LAMPIRAN. Gambar 19. Kurva Standar Protein 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Kurva Standar Protein Larutan Bardfrod Commasive blue ditimbang sebanyak 0,01 gram kemudian dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% dan ditambah dengan 10 ml asam fosfor. Larutan selanjutnya

Lebih terperinci

Lampiran A : Komposisi Media MS

Lampiran A : Komposisi Media MS Lampiran A : Komposisi Media MS Komposisi Media MS (Murashige & Skoog, 1962) Bahan Kimia Konsentrasi dalam mesia (mg/l) Makro Nutrient NH 4 NO 3 1650,000 KNO 3 1900,000 CaCl 2.H 2 O 440,000 MgSO 4.7H 2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara Gunung Mas di Bogor. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBASAN

4. HASIL DAN PEMBASAN 4. HASIL DAN PEMBASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 5 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di 18 III. METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein

LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 49 7. LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Pembuatan Reagen Bradford dan Larutan Standar Protein 1.1. Pembuatan Reagen Bradford Commasive Blue sebanyak 0,01 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol 95% kemudain ditambah asam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Immunologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kandang Terpadu, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

DISAIN PENELITIAN. SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR

DISAIN PENELITIAN. SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR 15 DISAIN PENELITIAN ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR KAJIAN PERKEMBANGAN L 1, L 2, DAN L 3 Ascaridia galli

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 hingga Agustus 2007. Penangkapan polen dilakukan di kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan dan analisa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Biologi FPMIPA UPI dan protease Bacillus pumilus yang diperoleh 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah proteas Bacillus subtilis diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES UNESA Journal of Chemistry Vol. 2, No. 2, May 2013 PENGARUH PENAMBAHAN ION LOGAM K + TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PAPAIN THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES Fransiska Nay

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN Jurnal Sains Kimia Vol.8, No.1, 2004: 26-28 PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN Daniel S Dongoran Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No.

Lebih terperinci

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium BKP Kelas II Cilegon untuk metode pengujian RBT. Metode pengujian CFT dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara LAMPIRAN 10 Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara C E A D B Lokasi Titik Sampling Titik sampling A : Zoraya Pavillion Titik sampling B : Bagen Ville Titik sampling

Lebih terperinci

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), Pengambilan Sampel Darah, Penetapan Profil Urea Darah (DAM) dan Penentuan Profil Asam Urat Darah (Follin-Wu)

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai Maret 2007. Penelitian bertempat di laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column

s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column METODE SDS- PAGE Oleh: Susila Kristianingrum susila.k@uny.ac.id SDS-PAGE Trx-STS Trx-CHS s i p s i p 97 66 45 60 K 31 22 14 s - soluble fraction i - insoluble fraction p - post-ni 2+ column Langkah SDS-PAGE

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae

Key words: Ascaridia galli, embrionated eggs, larvae 16 KAJIAN PERKEMBANGAN L 1, L 2, DAN L 3 Ascaridia galli PADA AYAM PETELUR ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perkembangan populasi L 3 Ascaridia galli pada usus halus ayam petelur.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

PRODUKSI ENZIM MANANASE

PRODUKSI ENZIM MANANASE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI MOLEKULAR PRODUKSI ENZIM MANANASE KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PRODUKSI ENZIM MANANASE Pendahuluan Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

3 Metode Penelitian Alat

3 Metode Penelitian Alat 3 Metode Penelitian 3.1. Alat Penelitian dilakukan di Laboratorium KBK Protein dan Enzim dan Laboratorium Biokimia, Program Studi Kimia ITB. Peralatan gelas yang digunakan terdiri atas labu erlenmeyer,

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

RESPONS PERTAHANAN MUKOSA USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

RESPONS PERTAHANAN MUKOSA USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli 41 RESPONS PERTAHANAN MUKOSA USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli ABSTRAK Mekanisme pertahanan usus halus terhadap nematoda parasitik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

Ind. J. Chem. Res., 2015, 2,

Ind. J. Chem. Res., 2015, 2, Ind. J. Chem. Res., 2015, 2, 182-189 ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF PAPAIN FROM THE LATEX OF PAPAYA (Carica papaya L) Isolasi dan Karakterisasi Papain dari Buah Pepaya (Carica Papaya L) Jenis Daun Kipas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria TUGAS AKHIR SB 1358 PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria sp.) OLEH: HENNY ANDHINI OKTAVIA (1504 100 022) DOSEN PEMBIMBING: 1. KRISTANTI INDAH.P.,S.si.,M.si 2. TUTIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya Bab I Pendahuluan I-I BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan. Dengan kondisi wilayah seperti ini, dapat dihasilkan produkproduk

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Abomasum dan Rennet Ekstrak Kasar Hasil penimbangan menunjukkan berat abomasum, fundus, serta mukosa fundus dari kedua sampel bervariasi (Tabel 1). Salah satu faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci