III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju pertumbuhan spesifik pada masa pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik (p<0,05). Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 tidak berbeda nyata (b), namun berbeda nyata (a) pada kepadatan 25 ekor/m 3 (Gambar 6). Bobot Rata-rata (g) H0 H10 H20 H30 H40 Hari ke- Gambar 5. Bobot (g) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 selama 40 hari. Laju Pertumbuhan Spesifik (%/BB/Hari) ,21 2,24 1,56 a b b Kepadatan (ekor/m3) 75 Gambar 6. Laju pertumbuhan spesifik (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 selama 40 hari. 11

2 3.1.2 Pertambahan Panjang Mutlak Selama 40 hari pemeliharaan ikan nilem mengalami pertambahan panjang dari 5,65 ± 0,62 cm menjadi 7,73 ± 1,30 cm. Pertambahan panjang mutlak berkisar antara 1,17 ± 0,21 cm hingga 1,97 ± 0,27 cm (Lampiran 3). Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang mutlak (p<0,05). Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pertambahan panjang mutlak pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 tidak berbeda nyata (b), namun berbeda nyata (a) pada kepadatan 25 ekor/m 3 (Gambar 8). Panjang Rata -rata (cm) H0 H10 H20 H30 H40 Hari ke- Gambar 7. Panjang (cm) rata-rata tiap sampling ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 selama 40 hari. Pertambahan Panjang (cm) ,93 1,97 1,17 a b b Kepadatan (ekor/m3) Gambar 8. Pertambahan panjang mutlak (cm) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 selama 40 hari Analisa Fitoplankton Selama 40 hari pemeliharan nilem, didapatkan kelimpahan fitoplankton yang berbeda setiap kepadatan ikan nilem. Masing-masing kepadatan nilem terjadi peningkatan kelimpahan fitoplankton mulai dari awal hingga akhir 12

3 pemeliharaan berkisar antara 0,76 x ,46 x 10 6 sel/l (Lampiran 5). Nilem dengan padat tebar 75 ekor/m 3 menunjukkan peningkatan kelimpahan fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat tebar 50 ekor/m 3 dan 25 ekor/m 3. Kelimpahan Total (10 6 sel/l) Kepadatan (ekor/m3) Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) media pemeliharaan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 dengan pemeliharaan selama 40 hari. H10 H20 H30 H ,74 1, ,26 Indeks ,55 0,52 0,38 0,16 0,26 0, H' E C Kepadatan (ekor/m3) Gambar 10. Histogram Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) fitoplankton pada media pemeliharaan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari. Indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Berdasarkan dari Gambar 10 terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman paling tinggi terdapat pada kepadatan 50 ekor/m 3 sebesar 1,74 dan 0,55, sedangkan nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi paling rendah terdapat pada kepadatan 25 ekor/m 3 berturut-turut adalah 1,26; 0,38; dan 0,16. Indeks dominansi tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m 3 sebesar 0,29. Nilai indeks 13

4 keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara berturut - turut berkisar antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5) Penggunaan Pakan Pemeliharaan nilem selama 40 hari, dilakukan pemberian pakan dengan feeding rate (FR) sebanyak 1,5 % pada padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3, serta memanfaatkan pakan alami dari setiap bak pemeliharaan tersebut. Semakin tinggi padat penebaran maka jumlah pakan yang dibutuhkan semakin banyak. Jumlah pakan yang dihabiskan dan nilai FCR (Feed Convertion Ratio) selama 40 hari pemeliharaan nilem ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah pakan yang dihabiskan selama 40 hari pemeliharaan nilem Perlakuan Pakan (g) Pelet FCR 25 ekor/m 3 661,35 2,21 50 ekor/m 3 816,97 0,80 75 ekor/m ,97 0, Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Tingkat kelangsungan hidup nilem selama 40 hari pemeliharaan mengalami penurunan pada masing-masing kepadatan dengan kisaran 86,86% - 88,57%. Nilai tertinggi diperoleh pada kepadatan 25 ekor/m 3 sedangkan nilai terendah diperoleh pada kepadatan 50 ekor/m 3. Setelah dilakukan analisis ragam, peningkatan kepadatan nilem tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p>0,05) Lampiran 1. Tingkat Kelangsungan Hidup (%) ,57 86,86 88,51 a a a Kepadatan (ekor/m3) Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 selama 40 hari. 14

5 3.1.6 Kualitas Air Pemeliharaan Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali. Kualitas air selama pemeliharaan nilem yang dihasilkan pada setiap padat tebar berfluktuasi, namun masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi nilem. Suhu air selama pemeliharaan ikan nilem berada pada kisaran 25,00-31,30 0 C (Lampiran 4). Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari. Gambar 12 menunjukkan grafik suhu pemeliharaan ikan nilem dari masing-masing kepadatan, dari grafik terlihat suhu cenderung meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh cuaca yaitu musim panas. 40 Suhu air (0C) Hari ke - Gambar 12. Kadar suhu ( 0 C) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Selama pemeliharaan nilem ph media pemeliharaan berkisar antara 6,00-8,44 (Lampiran 4). Gambar 13 menunjukkan ph air pemeliharaan ikan nilem dari setiap kepadatan. Fluktuasi ph air terjadi selama pemeliharaan dan cenderung terjadi penurunan di awal pemeliharaan dan meningkat diakhir pemeliharaan ph Hari ke - Gambar 13. Kadar ph media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. 15

6 Kadar oksigen (DO) pemeliharaan ikan nilem dari semua kepadatan berada pada kisaran 5,80-7,80 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar oksigen berfluktuasi. Gambar 14 menunjukkan kadar oksigen dari setiap pemeliharaan ikan nilem yang cenderung menurun pada awal pemeliharaan dan meningkat di akhir pemeliharaan. Kadar Oksigen (mg/l) Hari ke - Gambar 14. Kadar oksigen (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap kepadatan berada pada kisaran mg/l CaCO 3 (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi kadar alkalinitas air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 15. Kadar alkalinitas media cenderung meningkat diakhir pemeliharaan. Alkalinitas (mg/l CaCo3) Hari ke - Gambar 15. Kadar alkalinitas (mg/l CaCO 3 ) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dari setiap kepadatan berada pada kisaran 118, ,297 mg/l CaCO 3 (Lampiran 4). Gambar 16 16

7 menunjukkan fluktuasi kadar kesadahan dari tiap media pemeliharaan. Pada awal pemeliharaan ikan nilem kecenderungan kadar kesadahan air menurun kemudian meningkat pada hari ke-20 hingga akhir pemeliharaan. Kesadahan (mg/l CaCo3) Hari ke - Gambar 16. Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Kadar nitrit dalam media pemeliharaan nilem 40 hari berada pada kisaran 0,015-0,212 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 17 menunjukkan grafik kadar nitrit pemeliharaan nilem dari masing-masing padat tebar, dari grafik terlihat kadar nitrit semakin meningkat. Kadar Nitrit (mg/l) Hari ke- Gambar 17. Kadar nitrit (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. 17

8 Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran 0,123-1,143 mg/l (Lampiran 4). Selama pemeliharaan kadar nitrat berfluktuasi. Gambar 18 menunjukkan kadar nitrat dari setiap pemeliharaan nilem yang cenderung meningkat pada awal pemeliharaan dan menurun diakhir pemeliharaan Kadar Nitrat (mg/l) Hari ke- Gambar 18. Kadar nitrat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Selama pemeliharaan ikan nilem kadar fosfat pemeliharaan berkisar antara 0,020-0,086 mg/liter (Lampiran 4). Gambar 19 menunjukkan kadar fosfat pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar. Fluktuasi kadar nitrat terjadi selama pemeliharaan dan cenderung terjadi peningkatan hingga diakhir pemeliharaan. Kadar Fosfat (mg/l) Hari ke- Gambar 19. Kadar fosfat (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Kadar amonia media selama pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran 0,006-0,019 mg/l (Lampiran 4). Terjadi fluktuasi kadar 18

9 amonia air selama pemeliharaan seperti yang terlihat pada Gambar 20. Pada awal pemeliharaan kadar amonia media pemeliharaan cenderung meningkat kemudian menurun pada akhir pemeliharaan. Kadar Amonia (mg/l) Hari ke- Gambar 20. Kadar amonia (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar 25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. Kadar total organik meter (TOM) media pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran 27, ,619 mg/l KMnO 4 (Lampiran 4). Gambar 21 menunjukkan fluktuasi kadar TOM dari tiap media pemeliharaan nilem. Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami peningkatan hingga diakhir pemeliharaan. Kadat TOM (mg/l KMnO4) Hari ke- Gambar 21. Kadar TOM (mg/l) media pemeliharaan ikan nilem dengan padat tebar g25, 50, dan 75 ekor/m 3 pemeliharaan selama 40 hari dalam bak beton. 19

10 3.2 Pembahasan Limbah budidaya ikan yang merupakan hasil aktivitas metabolisme banyak mengandung amonia (Effendi, 2003). Pada sistem budidaya tanpa pergantian air (zero water exchange) seperti pada kolam air tenang, konsentrasi limbah budidaya seperti amonia (NH 3 ), nitrit (NO - 2 ), dan CO 2 akan meningkat sangat cepat dan bersifat toksik bagi organisme budidaya (Surawidjaja, 2006). Ikan mengeluarkan 80-90% amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Sumoharjo, 2010). Akumulasi amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan. Pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan limbah yang telah diurai oleh bakteri sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dan ikan akan memanfaatkan fitoplankton tersebut untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan ikan nilem diukur berdasarkan bobot dan panjang tubuh total ikan. Hasil penelitian selama 40 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa ikan nilem yang diberi pakan komersil dengan FR 1,5% pada kepadatan 75 ekor/m 3 memberikan bobot dan laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi dibandingkan dengan 25 dan 50 ekor/m 3 dengan FR yang sama. Namun, hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Dalam penelitian ini, pertumbuhan yang tinggi dapat disebabkan oleh tersedianya makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan nilem tersebut. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal (sifat genetik dan kondisi fisiologis) dan faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkungan pemeliharaan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain berupa jenis makanan yang dimakan, ukuran makanan yang dimakan, kondisi oseanografi perairan suhu, oksigen, konsentrasi unsur nitrogen dan ph (Sukimin et al, 2002). Ikan nilem dikelompokkan sebagai ikan omnivora (pemakan segala). Pakannya terdiri dari detritus, jasad-jasad penempel, peripiton, dan epipiton, sehingga ikan ini lebih sering hidup di bagian dasar perairan. Selain itu, nilem juga pemakan lumut-lumutan dan tumbuhan air. Nilem memakan udang renik dan akar-akar tanaman air seperti hydrilla. Pada 20

11 stadia benih atau larva, ikan ini memakan fitoplankton dan zooplankton (Khairuman dan Khairul, 2008). Oleh karena itu, laju pertumbuhan spesifik yang tidak berbeda nyata pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 salah satunya dapat dilihat dari parameter kelimpahan fitoplankton. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 kelimpahan fitoplankton tidak berbeda jauh jumlahnya pada tiap sampling yaitu sekitar 3 x 10 6 sel/l (Lampiran 5). Berbeda dengan kepadatan 25 ekor/m 3 yang memiliki kelimpahan fitoplankton lebih rendah dibandingkan keduanya. Artinya, pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 terjadi pemanfaatan fitoplankton oleh ikan nilem tersebut akibat besarnya kelimpahan fitoplankton dari keduanya sehingga dapat mendukung pertumbuhan dari ikan nilem. Pemanfaatan fitoplankton dapat dilihat dari nilai FCR pada masing-masing kepadatan. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai FCR kepadatan 25 ekor/m 3 lebih tinggi dibanding 50 dan 75 ekor/m 3 yaitu sebesar 2,21 sedangkan nilai FCR kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 relatif mendekati yaitu 0,80 dan 0,72. Hal ini berarti pada kepadatan 25 ekor/m 3 lebih banyak memanfaatkan pakan komersil dibandingkan dengan pakan alami sehingga pertumbuhannya lebih rendah, selain itu karena ketersediaan pakan alami yang lebih sedikit pada kepadatan 25 ekor/m 3 dibandingkan dengan 50 dan 75 ekor/m 3. Namun, dapat juga dikarenakan jumlah FR yang sedikit digunakan dalam penelitian ini yaitu 1,5% sehingga pakan komersil yang tersedia belum mencukupi kebutuhan ikan nilem tersebut dan mengakibatkan pertumbuhan yang rendah. Biasanya petani menggunakan FR antara 2-3% untuk pemeliharaan ikan air tawar (Nugroho, 2008). Nilai FCR yang relatif sama pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 dapat disebabkan karena keseimbangan antara pemanfaatan pakan komersial dengan pakan alami sehingga laju pertumbuhan keduanya relatif sama. Selama 40 hari masa pemeliharaan benih nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju pertumbuhan bobot harian selama masa pemeliharaan berkisar antara 1,56%-2,24% (Lampiran 2). Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik (p<0,05). Ikan nilem mengalami pertumbuhan panjang selama 40 hari pemeliharaan dari 5,65 ± 0,62 cm menjadi 7,73 ± 1,30 cm (Lampiran 3). Pertumbuhan panjang mutlak antara 1,17 ± 0,21 cm 21

12 hingga 1,97 ± 0,27 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kepadatan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0,05) (Lampiran 3). Berdasarkan hasil penelitian selama 60 hari, ikan nilem mengalami pertumbuhan panjang 4 cm dan kenaikan bobot 6 g (Setijaningsih et al, 2010). Ikan nilem sering dijadikan ikan untuk introduksi atau restocking pada perairan danau dan waduk, karena ikan ini dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru dan dapat berkembang biak cukup cepat (Makmur, 2010). Pemeliharaan ikan nilem dengan kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 yang diberi pakan dengan FR 1,5% mendapat pakan tambahan yang berasal dari lingkungan yaitu berupa fitoplankton. Ditinjau dari karakteristik saluran pencernaannya, ikan nilem mempunyai usus yang panjang sehingga tergolong ikan yang cenderung herbivora. Potensi tumbuh cukup tinggi karena mudah beradaptasi terhadap berbagai jenis pakan dan bagian organ pencernaannya pada stadia benih sudah mulai lengkap. Ususnya panjang, bagian akhir dari usus terjadi diferensiasi usus yang lebih lebar yang disebut rektum. Pada bagian ini tidak lagi terjadi pencernaan, fungsinya selain sebagai alat ekskresi, juga membantu osmoregulasi. Fitoplankton tumbuh baik pada media pemeliharaan ikan nilem dengan kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 disebabkan oleh tersedianya nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan, salah satunya dengan memanfaatan hasil pengolahan limbah oleh bakteri pada budidaya. Menurut Odum (1998), fitoplankton merupakan tumbuhan renik yang hidup di air yang menempati posisi sebagai produsen tingkat pertama atau dasar mata rantai makanan di perairan. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi ekologis suatu perairan dan merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan. Hasil penelitian selama 40 hari masa pemeliharan nilem, didapatkan kelimpahan fitoplankton yang berbeda setiap kepadatan nilem. Terjadi peningkatan kelimpahan fitoplankton setiap kepadatan mulai dari awal hingga akhir pemeliharaan berkisar 0,76 x ,46 x 10 6 sel/l (Lampiran 5). Nilem dalam pemeliharaan dengan kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 menunjukkan peningkatan kelimpahan fitoplankton yang lebih tinggi 22

13 dibandingkan kepadatan 25 ekor/m 3. Hal ini dapat disebabkan oleh tersedianya nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh fitoplankton dalam bak pemeliharaan tersebut. Pada umumnya fitoplankton memanfaatkan nitrogen dalam bentuk senyawa anorganik seperti nitrat dan amonia (Kennish, 1990). Dalam memanfaatkan nitrogen, umumnya fitoplankton mempunyai kecenderungan untuk secara berturut-turut mengambil nitrat dan amonium. Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami. Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman alga. Nitrat sangat mudah larut di dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Kadar nitrat akan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Pada penelitian ini, Gambar 18 dan 20 menunjukkan bahwa kadar nitrat dan amonia dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 memiliki kisaran yang relatif sama pada setiap sampling dibandingkan kepadatan 25 ekor/m 3. Kelimpahan fitoplankton memiliki hubungan yang positif dengan kesuburan suatu perairan, apabila kelimpahan fitoplankton tinggi maka suatu perairan itu cenderung memiliki produktivitas yang tinggi pula. TOM (total organic matter) merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kandungan bahan organik dalam suatu perairan. Kandungan total bahan organik media pemeliharaan nilem dari masing-masing padat tebar antara 27, ,619 mg/l KMnO 4 (Lampiran 4). Pada awal pemeliharaan nilem kecenderungan kadar TOM mengalami peningkatan hingga diakhir pemeliharaan. Artinya, terjadi penggunaan bahanbahan organik oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya. Cara analisa TOM hampir sama dengan COD (Chemical Oxygen Demand) karena sama-sama menggunakan pengoksidator berupa bahan kimia, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai TOM hampir mendekati nilai COD. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (Effendi, 2003). Pada penelitian ini nilai TOM masih dapat ditoleransi karena tidak melebihi batas yang ditentukan (Lampiran 4). Nilai TOM yang relatif sama dan lebih tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 dibandingkan kepadatan 25 ekor/m 3 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tersedianya kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan fitoplankton. 23

14 Jumlah TOM yang tinggi pada kepadatan 50 dan 75 ekor/m 3 dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh jumlah limbah yang masuk ke dalam bak pemeliharaan dan kepadatan ikan nila serta lele yang dapat mempengaruhi buangan limbah tersebut. Pada penelitian ini digunakan kepadatan ikan nila dan lele yang berbeda-beda pada masing-masing padat tebar. Namun, dalam penelitian ini air buangan limbah yang dialirkan ke bak pemeliharaan ikan nilem dengan sistem resirkulasi dan akuaponik tetap dalam kepadatan yang sama antara ikan nila dan lele. Limbah dapat berasal dari feses, sisa pakan, dan hasil metabolisme ikan budidaya. Limbah-limbah tersebut mengandung nitrogen yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh organisme akuatik sehingga diperlukan proses penguraian. Nitrogen terdiri atas bahan organik dan anorganik. Nitrogen organik yaitu urea, protein, dan asam amino, sedangkan nitrogen anorganik terdiri dari amonia (NH 3 ), amonium (NH 4 ), nitrit (NO 2 ), nitrat (NO 3 ), dan molekul nitrogen dalam bentuk gas (N 2 ). Limbah yang tidak diurai akan menjadi toksik bagi lingkungan perairan tersebut. Limbah nitrogen diurai oleh bantuan bakteri Nitrosomonas untuk mengubah amonia menjadi nitrit dan Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat sehingga dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton (Effendi, 2003). Dalam penelitian ini, pakan yang paling banyak digunakan yaitu pada kepadatan 75 ekor/m 3 sehingga terdapat banyak buangan limbah pakan dan limbah dari ikan nilem di dalam bak pemeliharaan dengan padat tebar yang tinggi, serta perbedaan padat tebar pada ikan nila dan lele sehingga bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersedia besar jumlahnya dan kemudian diurai oleh bakteri menyebabkan tersedianya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton dalam jumlah besar. Kelas fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini adalah Cyanophyceae (Oscillatoria sp., Phormodium sp., Microcystis sp., Merismopedia sp., Coelosphaerium sp., Aphanocapsa sp., Anabaena sp.), Euglenophyceae (Euglena sp., Phacus sp., Trachelomonas sp., Lepocinclis sp.), Chlorophyceae (Scenedesmus sp., Gloeocystis sp., Dictyosphaerium sp., Pediastrum sp., Coelastrum sp., Botryococcus sp., Ankristrodesmus sp., Selenastrum sp., Actinastrum sp., Chlorella sp., Kirchneriella sp., Micractinium sp., Crucigenia sp., Tetraedron sp., Golenkinia sp., Pandorina sp., Closterium sp., Sphaerocystis 24

15 sp., Westella sp.), Bacillariophyceae (Cyclotellas sp., Navicula sp., Nitszchia sp., Fragilaria sp., Melosira sp., Gomphonema sp., Pinnularia sp.), Dinophyceae (Glenodinium sp.). Kelas yang memiliki kelimpahan fitoplankton terbanyak dalam penelitian ini yaitu kelas Bacillariophyceae (Lampiran 5). Fitoplankton dalam pertumbuhan dan perkembangannya sangat membutuhkan nutrien, menurut Basmi (1999) nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah makro nutrien yaitu C, H, O, N, S, P, K, Mg, Ca, Na, dan Cl, sedangkan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit adalah mikro nutrien yang terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo, Si, V, dan Co. Unsur P dan N sering menjadi faktor pembatas bagi fitoplankton di dalam suatu perairan karena kedua unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang besar, namun bila kedua unsur tersebut ketersediaannya di habitat bersangkutan di bawah kebutuhan minimum akan mengakibatkan pertumbuhan fitoplankton terganggu atau populasinya akan menurun (Basmi, 1999). Unsur P digunakan untuk kebutuhan energi dan unsur N digunakan untuk kebutuhan protein. Indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota suatu perairan dengan kondisi di perairan itu sendiri. Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman paling tinggi terdapat pada kepadatan 50 ekor/m 3 sebesar 1,74 dan 0,55; sedangkan nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi paling rendah terdapat pada kepadatan 25 ekor/m 3 berturut-turut adalah 1,26; 0,38; dan 0,16. Indeks dominansi tertinggi nilainya pada kepadatan 75 ekor/m 3 sebesar 0,29. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi secara berturut - turut berkisar antara 1,08-2,01; 0,14-0,61; 0,11-0,39 (Lampiran 5). Batasan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman sekitar < 0,75 (Odum, 1998). Kisaran nilai indeks dominansi adalah antara 0-1 (Odum, 1998). Nilai yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan stabil. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 menunjukkan adanya genus yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis. Hasil dari nilai indeks dominansi dari masing-masing kepadatan nilem menunjukkan nilai mendekati 0, artinya tidak ada genus dominan dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi struktur komunitas dalam 25

16 keadaan stabil (Odum, 1998). Selain nutrien, suhu sangat mempengaruhi keberadaan fitoplankton. Umumnya fitoplankton dapat berkembang dengan baik pada suhu 25 0 C. Pada penelitian ini, suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar antara 25,00-31,30 o C. Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) nilem selama 40 hari pemeliharaan pada masing-masing perlakuan memiliki kisaran 86,86%-88,57%. Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, peningkatan kepadatan nilem tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup (p>0,05) Lampiran 1. Nilai tingkat kelangsungan hidup yang tidak berbeda jauh dalam penelitian ini pada masing-masing kepadatan menunjukkan bahwa dengan ruang yang sama namun berbeda padat tebar ternyata dengan padat tebar yang semakin tinggi, ikan nilem masih dapat bertahan hidup dan memiliki pertumbuhan yang lebih baik. Kecenderungan penurunan nilai tingkat kelangsungan hidup di awal pemeliharaan dapat disebabkan karena ikan nilem membutuhkan waktu untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan masih dapat mendukung pemeliharaan ikan nilem hingga kepadatan 75 ekor/m 3 sehingga lebih baik dilakukan karena lebih efektif. Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya. Kualitas air yang berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nilem antara lain nitrit, nitrat, amonia, oksigen terlarut, ph dan suhu (Benlu dan Ksal, 2005; Abbas, 2006). Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh langsung pada ikan antara lain suhu, amonia (NH 3 ), oksigen (O 2 ), dan derajat keasaman (ph). Kondisi kualitas air yang buruk dapat menyebabkan stress sampai kematian pada ikan yang dibudidayakan. Pengamatan kualitas air selama penelitian seperti nitrit, nitrat, amonia, ph, oksigen terlarut,kesadahan, alkalinitas, fosfat, dan suhu pada pemeliharaan benih ikan nilem di kolam air tawar tersaji pada Lampiran 4. Jika mengacu dari ketentuan peraturan tentang kualitas air untuk budidaya ikan, maka kisaran parameter yang diamati masih berada pada kondisi yang optimal atau masih memenuhi nilai ambang batas baku mutu. Namun yang harus diwaspadai adalah perubahan suhu yang drastis, karena hal ini dapat memicu stress pada ikan, sehingga laju metabolisme ikan juga akan meningkat (Effendi, 2003). 26

17 Suhu sangat berpengaruh pada pertumbuhan. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan nilem antara 27,50 o C-32,50 o C. Pada suhu 35 o C pertumbuhan akan berlangsung lambat, dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi lagi. Hargreaves dan Tucker (2004) menyatakan, bahwa pemeliharaan ikan di atas suhu 27,50 o C dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit bakteri dan virus. Nilai suhu selama pemeliharaan 40 hari berkisar antara 25,00-31,30 o C. Ikan tumbuh cukup lambat pada kisaran ph antara 5 sampai 6,5 (Boyd, 1990). Menurut Mays (1996), nilai ph air yang optimal untuk pertumbuhan ikan berdasarkan adalah antara 6 sampai 9 Selama penelitian ini kisaran nilai ph berkisar antara 6,00-8,44. Konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar antara 5,8-7,8 mg/l. Kondisi tersebut masih berada pada kondisi optimum untuk pemeliharaan ikan. Pillay (1993) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan sebaiknya tidak kurang dari 3 mg/l. Selama pemeliharaan nilai konsentrasi amonia berkisar antara 0,006-0,019 mg/l. Kondisi tersebut masih dapat di toleransi oleh ikan, karena menurut Wedemeyer (2001), kadar amonia sebaiknya berkisar < 0,1 mg/l, namun Pillay (1993) menyebutkan ambang batas maksimum konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02 mg/l meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0-2,0 mg/l. Kadar alkalinitas media selama pemeliharaan ikan nilem dari setiap perlakuan kepadatan berada pada kisaran mg/l CaCO 3. Nilai alkalinitas perairan hampir tidak pernah melebihi 500 mg/l CaCO 3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara mg/l CaCO 3 (Effendi, 2003). Kadar kesadahan media pemeliharaan ikan nilem pada penelitian ini memiliki kisaran 118, ,297 mg/l CaCO 3. Nilai kisaran kesadahan ini masih dapat ditoleransi karena menurut Effendi (2003), kadar kesadahan yang baik untuk perairan alami adalah mg/l CaCO 3. Kadar nitrit selama pemeliharaan nilem berada pada kisaran 0,015-0,212 mg/liter. Menurut Effendi (2003), perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001-0,060 mg/l, namun di perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l. Kadar nitrat pemeliharaan nilem dari setiap padat tebar berada pada kisaran 0,123-1,143 mg/l. Selama pemeliharaan 27

18 kadar nitrat berfluktuasi. Kadar nitrat yang baik untuk perairan tawar berkisar 0-1 mg/l (Effendi, 2003). Kadar fosfat berkisar antara 0,020-0,086 mg/liter. Kadar fosfat untuk perairan tawar berkisar antara 0,051-0,100 mg/l (Effendi, 2003). Secara umun kondisi lingkungan masih dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem dengan peningkatan kepadatan dan pemanfaatan limbah budidaya, sehingga melalui sistem ini produktivitas dapat lebih ditingkatkan. Hasil analisis usaha pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa ikan nila pada kepadatan 50 ekor/m 2 mengalami kerugian sebesar Rp ,00. Hal ini diduga akibat banyaknya ikan nila yang mati pada awal pemeliharaan sehingga hasil ikan yang dipanen juga sedikit. Namun, pada ikan nila kepadatan 100 dan 150 ekor/m 2 mengalami keuntungan sebesar Rp ,00 dan Rp ,00. Berbeda dengan ikan nila, ikan nilem dan lele pada masing-masing padat tebar mengalami keuntungan. Pada ikan nilem kepadatan 25, 50, dan 75 ekor/m 3 keuntungan yang diperoleh dalam budidaya ini secara berturut-turut adalah sebesar Rp 4.354,00; Rp ,00; dan Rp ,00. Sedangkan pada ikan lele dengan kepadatan 50, 100, dan 150 ekor/m 2 secara berturut-turut memperoleh keuntungan Rp ,00; Rp ,00; Rp ,00. Secara keseluruhan, nilai keuntungan yang besar terdapat pada kepadatan ikan yang lebih tinggi dalam budidaya sistem resirkulasi dan akuaponik ini, namun keuntungan yang diperoleh nilainya masih kecil sehingga dalam sistem ini perlu dilakukan peningkatan kepadatan agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal. 28

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem LAMPIRAN 32 Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem Sumber Keragaman JK DB KT F-hit Sig. Perlakuan 5,662 2 2,831 1,469 0,302

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN NILA Oreochromis niloticus UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILEM Osteochilus hasselti DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA DIAPHENIA FAUSTINE SILITONGA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1: 4.1.1.1.a. Komposisi Perifiton Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang 4.1.1 Pertambahan Bobot Lele Sangkuriang Selama penelitian, bobot dan panjang benih lele sangkuriang mengalami peningkatan untuk setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold 1 I. PENDAHULUAN Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Komposisi Mikrooganisme Penyusun Komposisi mikroba penyusun bioflok yang diamati dalam penelitian ini meliputi kelimpahan dan jenis bakteri dalam air media pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelititan Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013 bertempat di Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Kualitas Warna Perubahan warna ikan maskoki menjadi jingga-merah terdapat pada perlakuan lama pemberian pakan berkarotenoid 1, 2 dan 4 hari yaitu sebanyak 11,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. 77%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Maret 2016 di Telaga Bromo dapat dilihat di Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Parameter Fisik dan Kimia Perairan Telaga Bromo Rata-rata hasil pengukuran terhadap parameter fisik dan kimia perairan yang telah dilakukan setiap pengambilan sampel pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari

I. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA AKUAPONIK UNTUK PRODUKSI PAKAN ALAMI (Moina sp.)

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA AKUAPONIK UNTUK PRODUKSI PAKAN ALAMI (Moina sp.) 675 Pemanfaatan limbah budidaya akuaponik... (Winarlin) PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA AKUAPONIK UNTUK PRODUKSI PAKAN ALAMI (Moina sp.) Winarlin, Ani Widiyati, Kusdiarti, dan Nuryadi ABSTRAK Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN:

OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: OPTIMASI BUDIDAYA SUPER INTENSIF IKAN NILA RAMAH LINGKUNGAN: DINAMIKA MIKROBA BIOFLOK Widanarni Dinamella Wahjuningrum Mia Setiawati INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 BUDIDAYA INTENSIF SUPLAI PAKAN (PROTEIN)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan salah satunya protein ikan akan turut memicu perkembangan produksi akuakultur. Produksi ikan nila

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci