BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang Pertambahan Bobot Lele Sangkuriang Selama penelitian, bobot dan panjang benih lele sangkuriang mengalami peningkatan untuk setiap kepadatan. Pada saat penebaran bobot rata-rata tiap ekor benih pada seluruh perlakuan adalah 3,07 gram, setelah di pelihara selama 30 hari bertambah menjadi 7,02 gram/ekor, dengan pertambahan berat 3,95 gram/ekor, sehingga pertambahan bobot rata-rata harian benih lele sangkuriang sebesar 0,13 gram/ekor. sehingga laju pertumbuhan spesifiknya sebesar 2,77 % per hari. Terjadi pertumbuhan karena terdapat perubahan ukuran ikan dalam berat, panjang, maupun volume seiring dengan bertambahnya waktu (Mudjiman 1998). Effendie 1997, menjelaskan pertumbuhan ikan terjadi apabila terdapat kelebihan input energi dan protein (asam amino) yang berasal dari makanan. Bahan yang berasal dari pakan akan digunakan oleh tubuh ikan untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah rusak. Mudjiman 1998, menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas (Huet 1971). 29

2 30 Pertumbuhan benih lele sangkuriang pada setiap perlakuan di awal penelitian belum menunjukkan perbedaan yang mencolok, hal ini terjadi karena benih lele sangkuriang masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan, walaupun pakan telah tersedia dalam jumlah yang cukup baik untuk mendukung pertumbuhan benih lele sangkuriang. Pertumbuhan benih lele sangkuriang terjadi karena pakan yang dikonsumsi mengandung protein sebesar 35 % dan asam amino essensial yang mencukupi bagi ikan. Lovell 1988 mengemukakan bahwa terjadinya penambahan bobot tubuh ikan menunjukkan bahwa kandungan energi dalam pakan yang dikonsumsi ikan melebihi kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh dan aktivitas lainnya. Kualitas pakan yang digunakan sangat mempengaruhi pertumbuhan benih lele Sangkuriang, hal ini berhubungan dengan kebutuhan nutrisi ikan lele yang meliputi protein, karbohidrat, lemak, serat, vitamin dan mineral. Protein merupakan komponen pertama untuk pertumbuhan ikan yaitu sebagai sumber energi dan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak. Mudjiman 1984 menyatakan bahwa protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Pada umumnya ikan lele membutuhkan pakan dengan kandungan protein antara 28% - 35%. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan berupa pellet terapung dengan komposisi protein 35%. Oleh karena itu apabila dilihat dari tingkat kebutuhan nutrisi benih lele sangkuriang selama pemeliharaan sudah memenuhi syarat. Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot per ekor benih lele sangkuriang berbeda pada setiap perlakuan selama 30 hari penelitian. Rata-rata pertambahan bobot benih lele sangkuriang terendah diperoleh pada padat tebar 150 ekor/m 2 dengan sistem akuaponik (perlakuan E) sebesar 2,01 gram, dan ratarata pertambahan yang tertinggi terdapat pada padat tebar 50 ekor/m 2 dengan sistem akuaponik (perlakuan A) sebesar 3,09 gram (Gambar 5).

3 Bobot (gram) Pengamatan (Minggu ke-) 50 DK 50 TK 100 DK 100 TK 150 DK 150 TK Gambar 5. Grafik Rata-rata Pertambahan Bobot Lele Sangkuriang Selama Penelitian Pada grafik dapat dilihat bahwa benih lele sangkuriang memiliki bobot yang sama pada awal penelitian. Selama 30 hari penelitian benih lele sangkuriang pada seluruh perlakuan mengalami pertambahan bobot, dan terdapat hubungan antara jumlah kepadatan benih dengan pertambahan bobotnya. Pada padat tebar yang rendah pertambahan bobot lebih tinggi, bila dibandingkan dengan padat tebar tinggi. Rendahnya pertumbuhan lele sangkuriang pada padat penebaran yang tinggi disebabkan adanya aktifitas benih lele sangkuriang dalam memperebutkan ruang dan pakan. Benih lele sangkuriang pada padat penebaran yang lebih rendah biasanya mampu memanfaatkan pakan secara lebih efisien dibandingkan dengan benih lele sangkuriang pada padat penebaran yang lebih tinggi, selain itu rendahnya pertambahan bobot disebabkan oleh kualitas air. Purnama 2003, penurunan kualitas air yang terjadi akibat peningkatan padat penebaran berpengaruh terhadap proses metabolisme di dalam tubuh ikan lele untuk mencerna makanan. Kualitas air pada media pemeliharaan yang lebih baik proses metabolisme didalam tubuh ikan lele akan semakin baik sehingga dapat meningakatkan nilai efisiensi pakan. Selain itu, energi yang diperoleh dari makanan dengan padat tebar yang tinggi lebih banyak digunakan untuk bergerak dalam persaingan makanan dan ruang tempat hidup sehingga efisiensi pakan yang didapatkan rendah.

4 32 Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air dan pakan yang diberikan. Faktor kualitas air yang harus diperhatikan adalah oksigen terlarut, suhu, ph, amoniak, dan lain-lain. Penurunan kualitas air dapat mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat, timbulnya hama penyakit, dan rasio konversi pakan (Gustav 1998 ). Oksigen merupakan parameter yang sangat essensial bagi fungsi metabolisme termasuk pencernaan dan asimilasi makanan serta pertumbuhan. Kebutuhan oksigen ikan sesuai dengan spesies, umur, tingkat kematangan, dan ukurannya. Pada kegiatan budidaya, optimasi kandungan oksigen terlarut pada media budidaya perlu dilakukan karena secara langsung dapat meningkatkan produksi dan efisiensi pakan. Adapun nilai optimum kandungan oksigen terlarut dalam budidaya lele sangkuriang adalah lebih besar dari 4 mg/l (SNI 2000). Selain oksigen, suhu pada media pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih lele sangkuriang. Suhu yang optimum akan berpengaruh terhadap kinerja enzim-enzim pencernaan dan metabolisme yang efektif. Konsumsi pakan yang tinggi disertai dengan proses pencernaan dan metabolisme yang efektif akan menghasilkan energi yang optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi. Lesmana 2002 menyatakan bahwa pada suhu rendah kemampuan ikan untuk mengambil oksigen menjadi rendah hal ini disebabkan oleh menurunnya detak jantung. Pengaruh lain adalah terganggunya proses osmoregulasi. Penurunan suhu yang mendadak akan mengakibatkan terjadinya degradasi sel darah merah sehingga proses metabolisme terganggu, akibatnya aktivitas lele Sangkuriang menjadi rendah dan nafsu makan berkurang, sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat. Sebaliknya, jika suhu meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak berhenti makan, karena proses metabolisme berlangsung cepat, hal ini berakibat kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan kualitas air disekitarnya menjadi buruk. Pada kondisi kualitas air rendah kebutuhan oksigen meningkat, tetapi ketersediaan oksigen air rendah sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah. Akibatnya ikan menjadi stress, tidak ada keseimbangan, dan fungsi sistem sarafnya menurun.

5 33 Hasil analisis statistik menunjukkan pertumbuhan benih lele sangkuriang sangat dipengaruhi oleh padat tebar. Pada kepadatan 50 dan 100 ekor/m 2 menghasilkan pertumbuhan ikan yang paling tinggi yaitu 3,09 gram dan 2,64 gram. Sedangkan pada padat tebar 150 ekor/m 2 pertumbuhannya rendah sebesar 2,01 gram. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh terhadap pertumbuhan benih lele sangkuriang, sedangkan pemberian kangkung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan benih lele sangkuriang, terlihat pada tabel analisis sidik ragam (Lampiran 4). Tabel 6. Rata-rata pertumbuhan Benih Lele Sangkuriang Padat Tebar (ekor/m 2 ) Bobot (gram) a a b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 %. Hasil uji jarak berganda Duncan (Tabel 5) padat penebaran benih 150 ekor/m 2 menghasilkan pertumbuhan benih lele sangkuriang terendah yaitu 2,01 gram dibanding padat penebaran 100 ekor/m 2 dan 50 ekor/m 2. Padat penebaran 50 ekor/m 2 dan 100 ekor/m 2 menghasilkan rata-rata pertumbuhan benih lele sangkuriang yang tidak berbeda nyata. Di dalam sistem budidaya intensif, efisiensi tempat budidaya adalah pertimbangan yang sangat penting, oleh sebab itu, padat penebaran yang lebih tinggi adalah lebih baik dibanding padat penebaran yang lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa padat penebaran 100 ekor/m 2 adalah padat penebaran yang maksimal. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Shafrudin dkk 2006, yang menggunakan benih lele dumbo (Clarias sp.) berumur 12 hari dengan bobot ratarata antara 0,046±0,006 gram dan panjang antara 1,7±0.9 cm dipelihara selama 28 hari dengan kepadatan 400 ekor/m 2, 800 ekor/m 2, 1200 ekor/m 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih ikan mengalami peningkatan ukuran berat (1,35 gram) dan panjang (5,1cm). Nilai rata-rata pertumbuhan dan produksi harian

6 Panjang ikan (cm) 34 masing-masing berkisar 10,47 11,48% dan 2,49 3,54 gr/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lele Sangkuriang yang dipelihara dalam sistem akuaponik lebih cepat Pertambahan Panjang Lele Sangkuriang Pengukuran terhadap panjang benih lele sangkuriang selama penelitian menunjukkan pertambahan panjang yang berbeda tiap perlakuan. Pada padat penebaran 50 ekor dan 100 ekor/m 2 menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar dibandingkan dengan pada penebaran 150 ekor/m 2. Pertambahan panjang rata-rata ikan lele ditampilkan pada Gambar Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat tebar 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK Pengamatan (Minggu Ke-) Gambar 6. Grafik pertambahan panjang lele sangkuriang selama penelitian Berdasarkan gambar 6 karakteristik pertambahan panjang benih lele sangkuriang berbeda di setiap perlakuan. Pada padat penebaran yang rendah menghasilkan pertambahan panjang benih lele sangkuriang yang tinggi, sedangkan padat penebaran tinggi menghasilkan pertambahan panjang yang rendah. Selain itu terdapat pengaruh media pemeliharaan dengan menggunakan kangkung air (akuaponik) terhadap pertambahan panjang benih lele sangkuriang, hal ini terlihat pada padat penebaran 50 ekor/m 2 dengan sistem akuaponik memiliki pertambahan panjang benih lele sangkuriang yang lebih besar dibandingkan dengan pertambahan panjang benih lele Sangkuriang yang dipelihara pada media tanpa sistem akuaponik.

7 35 Berdasarkan hasil sidik ragam pertambahan panjang benih lele sangkuriang terendah terdapat pada padat penebaran 150 ekor/m 2 yaitu sebesar 1,73 cm dibandingkan pada padat tebar 50 dan 100 ekor/m 2. Padat penebaran 50 dan 100 ekor/m 2 menghasilkan nilai pertambahan panjang yang tidak berbeda nyata, oleh karena itu dalam konsep intensifikasi budidaya maka padat tebar 100 ekor/m 2 yang diambil karena lebih menguntungkan. Tabel 7. Rata-rata pertambahan panjang benih lele sangkuriang selama penelitian Rata-rata Padat Tebar (ekor/m 2 ) Pertambahan Panjang (cm) 50 2,72 a 100 2,51 a 150 1,73 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % 4.3 Pertumbuhan Tanaman Kangkung Air Pertumbuhan tanaman kangkung air yang dibudidayakan pada media pemeliharaan benih lele sangkuriang dengan media keranjang plastik meliputi panjang tanaman, bobot tanaman, dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman kangkung selama penelitian semakin meningkat, hal ini terbukti dengan adanya pertambahan bobot yang disebabkan terjadinya pertambahan panjang batang, serta pertambahan banyaknya daun dan akar. Pertumbuhan tanaman kangkung ini berkorelasi dengan jumlah padat tebar lele, pertambahan bobot kangkung tertinggi pada kepadatan lele sangkuriang 100 ekor/m 2, tetapi pertumbuhan kangkung mengalami penurunan pada kepadatan 150 ekor/m 2. Bertambahnya bobot kangkung pada padat penebaran lele 100 ekor/m 2 diduga akibat ketersediaan nutrien dalam air yang berasal dari pakan ikan yang tidak dimanfaatkan dan sisa proses metabolisme benih lele sangkuriang optimum untuk pertumbuhan kangkung.

8 Bobot Kangkung (gram) 36 Hasil analisis regresi untuk melihat hubungan antara padat penebaran benih lele (X) dengan bobot kangkung (Y) menunjukkan hubungan yang bersifat kuadratik yang mengikuti persamaan Y=36,72+0,385x-002x 2 (Gambar 7) y = x x R² = Padat Penebaran (ekor/m 2 ) Gambar 7. Hubungan antara padat penebaran dengan Bobot Kangkung Berdasarkan analisis regresi, penambahan bobot kangkung dipengaruhi oleh padat penebaran lele sangkuriang sebesar 80,32%. Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat dihitung padat tebar optimum yang menghasilkan bobot kangkung tertinggi (Lampiran 10). Nilai padat tebar optimum adalah 96 ekor /m 2 serta bobot maksimum kangkung 58,25 gram. Padat penebaran optimum benih lele sangkuriang adalah 96 ekor/m 2, dengan bobot kangkung air maksimum adalah 58,25 gram, tingginya pertumbuhan kangkung pada padat tebar 96 ekor/m 2 diduga karena tersedianya nutrien utama yaitu kandungan nitrat dan posfat dalam air. Nitrat (NO 3 ) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil (Bahari, 2006). Hasil penelitian, kadar nitrat didalam media pemeliharaan berfluktuasi, kadar nitrat terendah sebesar 18 mg/l terdapat pada media pemeliharaan lele dengan kangkung (sistem akuaponik) sedangkan kadar nitrat pada media tanpa pemberian kangkung air kandungannya tinggi yaitu sebesar 40 mg/l (Kontrol) Gambar 8.

9 Nitrat (mg/l) Pengamatan (Minggu Ke-) Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat tebar 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK = Nilai Rata-rata Gambar 8. Grafik Konsentrasi Nitrat Selama Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat berfluktuasi sesuai dengan perlakuan, pada sistem akuaponik kadar nitrat mengalami penurunan pada beberapa kali pengukuran, hal ini disebabkan adanya proses pemanfaatan nitrat oleh tanaman kangkung air pada media budidaya. Sedangkan pada media tanpa tanaman kangkung air (kontrol), terjadi kenaikan kadar nitrat, hal ini disebabkan karena nitrat pada media budidaya yang kurang termanfaatkan oleh fitoplankton dan alga. Posfat merupakan senyawa posfor yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur essensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga sehingga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Bahari, 2006). Posfor merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting karena akan diabsorbsi oleh fitoplankton dan masuk ke dalam rantai makanan (Hutagalung dan Rozak 1997). Rata-rata kadar posfat pada semua perlakuan berkisar antara 2,0 4,0 mg/l (Gambar 9). Posfor dalam bentuk posfat merupakan mikronutrien yang diperlukan dan sangat esensial bagi organisme akuatik. Kekurangan fosfat dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton (Zulfitria 2003 dalam Bahri 2006).

10 Posfat (mg/l) Pengamatan (Minggu Ke-) Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK = Nilai Rata-rata Gambar 9. Grafik Konsentrasi Posfat Selama Penelitian Berdasarkan gambar 9 bahwa pada saat pengukuran pertama, konsentrasi posfat pada setiap perlakuan adalah sama sebesar 2,0 mg/l. Akan tetapi pada pengukuran selanjutnya konsentrasi posfat pada wadah pemeliharaan ikan berfluktuasi sesuai dengan perlakuan. Pada perlakuan dengan sistem akuaponik, terjadi penurunan konsentrasi posfat, diduga karena dapat dimanfaatkan oleh tanaman kangkung air sebagai pemasok nutrisi. Sedangkan pada media pemeliharaan tanpa kangkung air, konsentrasi posfat mengalami peningkatan hal ini karena konsentrasi posfat dalam air kurang termanfaatkan. Terjadinya penurunan konsentrasi nitrat dan posfat sebagai bahan nutrien yang terkandung didalam media pemeliharaan diserap melalui akar tanaman kangkung. Fravel 1988, menyatakan bahwa di dalam perakaran tanaman kangkung terdapat bakteri yang hidup yaitu Pseudomonas spp kelompok fluerescens. Bakteri ini merupakan jasad renik yang berperan pelarutan posfat, mengikat nitrogen, dan menghasilkan zat pengatur tumbuh bagi tanaman. Selain itu bakteri Pseudomonas flourescens dapat berfungsi untuk menekan populasi patogen yang diasosiasikan dengan kemampuan untuk melindungi akar dari infeksi patogen dengan cara mengkolonisasi permukaan akar (Supriadi 2006).

11 Jumlah Daun Panjang batang (cm) Produktivitas Tanamana Kangkung Air (Ipomea aquatica) Panjang kangkung air yang ditanam pada sistem akuaponik berukuran rata-rata 10 cm, dengan rata-rata jumlah daun antara pada tiap media pemeliharaan. Hasil pengukuran panjang batang dan jumlah daun tanaman kangkung air selama penelitian tertera pada Gambar jumlah daun padat tebar 50 ekor jumlah daun padat tebar 100 ekor jumlah daun pada padat tebar 150 Panjang batang pada padat tebar 50 ekor Panjang batang pada padat tebar 100 ekor Panjang batang pada padat tebar 150 ekor Pengamatan (Minggu ke- ) Gambar 10. Grafik Rata-rata Pertambahan Panjang dan Jumlah Daun Kangkung Air Pada Gambar 10 terlihat bahwa pertambahan panjang batang kangkung dan pertambahan daun berkorelasi dengan padat penebaran lele, semakin besar padat penebaran lele semakin tinggi pertumbuhan kangkung airnya. Tingginya nutrien dalam media pemeliharaan menyebabkan kangkung air tumbuh baik. Pada media budidaya dengan padat penebaran 100 ekor/m 2 pertambahan jumlah daun lebih banyak, hal ini diduga disebabkan kandungan nutrien pada media pemeliharaan optimal. Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa pertambahan panjang batang dan jumlah daun pada masing-masing perlakuan dengan padat tebar benih lele sangkuriang yang berbeda pada setiap minggunya. Hal ini diduga karena pada masing-masing perlakuan kadar nutrien sudah memenuhi kebutuhan kangkung air untuk melakukan pertambahan daun.

12 Bobot Kangkung (g) 40 Berdasarkan hasil pengukuran pada minggu ke-2 panjang batang kangkung air antara 19,89-22,12 cm (Lampiran 9), hal ini mengindikasikan bahwa panen kangkung air sudah bisa dilakukan pada hari ke 12 dalam sistem akuaponik, hal ini mengacu pada sistem budidadaya kangkung air yang menyatakan bahwa ukuran kangkung yang bisa dipanen dengan panjang kira-kira cm. Pertumbuhan kangkung air pada sistem akuaponik sangat baik, terbukti selama 2 minggu ukuran kangkung air ini sudah bisa dipanen sehingga bisa melakukan 2 kali penanaman selama 4 minggu penelitian. Gambar 11. Pertumbuhan Daun Kangkung pada Sistem Akuaponik Hasil pengukuran bobot tanaman kangkung air menunjukkan bahwa pertambahan bobot mengalami peningkatan seiring dengan waktu pemeliharaan (Gambar 12) Padat tebar 50 ekor Padat Tebar 100 Ekor Padat Tebar 150 ekor Pengamatan (Minggu ke- ) Gambar 12. Grafik Rata-rata Bobot Kangkung Air Selama Penelitian

13 41 Rata-rata bobot kangkung tertinggi dicapai pada padat penebaran lele 100 ekor/m 2 diikuti dengan padat penebaran 50 ekor/m 2 dan 150 ekor/m 2. Tingginya bobot kangkung yang ditanam pada padat penebaran lele 100 ekor/m 2 diduga faktor nutrien yang dibutuhkan kangkung optimal, sedangkan pada kepadatan 150 ekor/m 2 kadar nutrien dalam media tanam sudah jenuh Interaksi Pada Sistem Akuaponik Dalam sistem akuaponik terdapat interaksi antara budidaya ikan, tanaman kangkung, serta bakteri. Pada penelitian ini jumlah pakan yang diberikan pada benih lele diduga ada yang tidak termanfaatkan, selain itu sisa hasil metabolisme benih lele berupa feses dan urin yang masuk ke dalam media budidaya dapat menyebabkan menurunnya kualitas air berupa peningkatan kadar amonia dan nitrit yang dapat membahayakan benih lele yang dibudidayakan. Dengan sistem akuaponik, kualitas air media budidaya dapat dipertahankan akibat adanya interaksi antara benih lele dan kangkung air dalam pemanfaatan nutrien dimana bakteri sebagai pengkonversi. Protein yang berasal dari pakan akan dikonversi menjadi senyawa yang sederhana dengan adanya bakteri pengkonversi seperti Nitrosomonas yang mampu mengkonversi ammonia menjadi nitrit, dan Nitrobakter yang mampu mengkonversi nitrit menjadi nitrat ; nitrat ini akan digunakan oleh tanaman kangkung air sebagai nutrien sehingga dalam sistem akuaponik akan terjadi keseimbangan unsur nitrogen (Gambar 13).

14 42 Kualitas Air Baik tanpa limbah Ikan Memanfaatkan Pakan dan mengeluarkan Amonia berupa feses dan pakan yang tidak dimakan ikan. Akar Kangung menyerap amonia dan Nitrat Bakteri Nitrosomonas mengkonversi Amonia Menjadi Nitrit bakteri Nitrobacter Mengkonversi Nitrit menjadi Nitrat Gambar 13. Siklus Nitrogen Pada Sistem Akuaponik 4.4 Kualitas Air Kualitas air didefinisikan sebagai faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran tertentu (Safitri, 2007). Menurut Gustav 1998 kualitas air memegang peranan penting terutama dalam kegiatan budidaya. Penurunan mutu air dapat mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat, timbulnya hama penyakit, dan pengurangan rasio konversi pakan. Kualitas perairan yang harus diperhatikan dalam budidaya ikan terutama oksigen terlarut, ph, amoniak, dan suhu Oksigen Terlarut dalam air (Dissolved Oxygen) Kadar oksigen yang terlarut dalam air selama penelitian berfluktuasi,antara 5,2 mg/l 6,7 mg/l (Gambar 15). Kondisi ini masih dalam batas normal untuk pertumbuhan benih lele sangkuriang. Boyd 1982, menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 mg/l.

15 DO mg/l Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK Pengamatan (Minggu Ke-) = Nilai Rata-rata Gambar 14. Grafik Rata-rata Oksigen Terlarut Selama Penelitian Kadar oksigen yang terlarut dalam air pada media pemeliharaan yang dikombinasikan dengan tanaman kangkung air, relatif lebih tinggi dari pada media pemeliharaan tanpa menggunakan tanaman kangkung air, hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas fotosintesis pada siang hari dari tanaman kangkung air dan fitoplankton yang menghasilkan O 2. Kadar O 2 tertinggi terjadi pada siang hari yaitu pada pukul antara 6,7 7,7 mg/l. Pada sore hari pukul menjelang tengah malam terjadi penurunan DO pada bak pemeliharaan ikan menjadi 5,0 mg/l, hal ini diduga karena pada bak pemeliharaan terjadi pemanfaatan oksigen oleh lele, kangkung air, dan fitoplankton. Pada saat malam hari pengamatan O 2 pukul menunjukkan konsentrasi DO yang rendah sebesar 3,9 mg/l, akan tetapi benih lele sangkuriang masih bisa bertahan karena mempunyai alat bantu pernapasan tambahan (arborescent) berbentuk seperti pohon yang terdapat dibagian atas lengkung insang ke-2 dan ke-3. Fungsi arborescent adalah untuk pernapasan udara, oleh sebab itu benih lele dapat mengambil udara di atas permukaan air. Arborescent merupakan membran yang berlipat-lipat, dilengkapi dengan pembuluh kapiler.

16 Suhu o C DO (mg/l) Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat tebar 100 DK Waktu (Jam) Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK = Nilai Rata-rata Gambar 15. Grafik Perubahan Oksigen Terlarut Selama 24 jam Suhu Pengukuran terhadap suhu air dilakukan pada pukul 11, hasilnya berfluktuasi antara 23,6 o C-27,2 o C (Gambar 16). Terjadinya fluktuasi suhu selama penelitian akibat pengaruh cuaca yang tidak menentu karena penelitian ini dilakukan di outdor Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK Pengamatan (Minggu Ke-) = Nilai Rata-rata Gambar 16. Grafik Perubahan Suhu Selama Penelitian

17 45 Suhu pada minggu ke-4 menunjukkan nilai terendah hal ini dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi. Akan tetapi pada siang hari suhu pada bak pemeliharaan ikan meningkat kembali, dikarenakan bak pemeliharaan ditutupi plastik bening sebagai atap sehingga terjadi peningkatan suhu. Sunarma 2004 menyatakan bahwa kisaran suhu yang ideal untuk pertumbuhan benih lele sangkuriang o C. Lucas 2002 menyatakan bahwa suhu media yang optimum akan berpengaruh terhadap kinerja enzim-enzim pencernaan dan metabolime yang efektif. Konsumsi pakan yang tinggi disertai dengan proses pencernaan dan metabolisme yang efektif akan menghasilkan energi yang optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hukum van t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10 o C akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali lipat dibandingkan pada kondisi normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada suhu 20 o C pada ikan Channel Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum dengan kadar protein 35%, sedangkan pada suhu 25 o C membutuhkan protein 40% Amonia (NH 3 ) Amonia merupakan produk akhir utama penguraian protein pada ikan. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan mengekskresikan ammonia melalui insang dan urine. Amonia pada lingkungan budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan, alga mati, dan tumbuhan akuatik (Duborrow et al.,1997). Hasil pengukuran kadar amonia total dalam air selama penelitian berkisar antara 0,17 0,75 mg/l (Gambar 17). Kadar rata-rata amonia tertinggi terjadi pada bak pemeliharaan tanpa menggunakan kangkung air yaitu pada perlakuan padat tebar 150 ekor/m 2 sebesar 0,75 mg/l.

18 Amonia (mg/l) Pengamatan (Minggu Ke-) Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat tebar 100 DK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK = Nilai Rata-rata Gambar 17. Grafik Perubahan Amonia Selama Penelitian Pada gambar 17 terlihat adanya perbedaan kandungan ammonia antara budidaya sistem akuaponik dengan akuakultur konvensional. Pada sistem akuaponik terjadi penurunan kadar amonia. Kadar amonia total pada sistem akuaponik selama penelitian masih aman untuk benih lele sangkuriang, hal ini sesuai dengan kriteria Molleda 2007, bahwa ikan air tawar masih toleran terhadap total ammonia sampai 1,0 mg/l ph Nilai ph (Power of Hydrogen) adalah nilai ion hidrogen (H + ) di dalam air. Air dengan kandungan ion H + banyak akan bersifat asam, dan sebaliknya akan bersifat basa (Alkali). Kondisi ph optimal untuk ikan berkisar antara 6,5-8,5. Nilai ph di atas 9,2 atau kurang dari 4,8 dapat menyebabkan kematian ikan. Nilai ph yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan alga tinggi, dimana proses fotosintesis membutuhkan banyak CO 2. ph akan meningkat hingga 9,0-10,0 atau lebih tinggi jika bikarbonat di serap dari air (Svobodova, et al 1993).

19 ph Pengamatan (Minggu Ke-) Padat tebar 50 DK Padat tebar 50 TK Padat tebar 100 DK Padat tebar 100 TK Padat tebar 150 DK Padat tebar 150 TK = Nilai Rata-rata Gambar 18. Grafik Perubahan ph Selama Penelitian Hasil pengukuran ph air berkisar antara 7,5 8, terjadi penurunan ph pada pengukuran minggu ke-2. Molleda 2007, menyatakan bahwa penurunan ph terjadi karena degradasi kualitas air yang disebabkan oleh sisa pakan, feses, respirasi ikan dan tanaman kangkung yang dapat meningkatkan CO 2 dalam air Faktor lain yang berpengaruh pada pertumbuhan Selain komposisi pakan dan kualitas air yang baik, penyakit dan parasit juga sangat mempengaruhi pertumbuhan benih lele sangkuriang. Selama penelitian terdapat penyakit yang menyerang benih lele sangkuriang yaitu penyakit bintik putih (Gambar 19). Munculnya penyakit ini diakibatkan oleh bakteri ichthyophthirius multifiliis dimana bakteri ini akan menyerang ikan lele yang dipelihara didalam kolam yang airnya menggenang sehingga kualitas air sangat buruk. Selain itu penyakit ini disebabkan oleh suhu air yang terlalu dingin dan kepadatan tebar ikan yang tinggi. Ikan lele yang terserang oleh penyakit ini pada permukaan kulit dan insang banyak dijumpai bintik bintik berwarna putih yang apabila dibiarkan terlalu lama, kulit dan insang ini akan rusak dan terjadi kematian dalam waktu singkat. Penyakit lain yang menyerang benih lele adalah jamur yang menyerang bagian kulit. Gejala penyakit ini adalah adanya tanda putih yang menyebar dipermukaan kulit lele.

20 48 Gambar 19. Penyakit Bintik Putih Pada Benih Lele Pengobatan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam dapur pada konsentrasi ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari. Selain itu dilakukan perendaman dalam larutan Kalium Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm selama 12 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari. Selain itu selama penelitian terdapat hama yang menyerang kangkung air diantaranya adalah kumbang daun dan walang sangit (Gambar 20 A). Rukmana 1994 menyatakan bahwa kumbang daun mempunyai ukuran kecil, mempunyai sayap berwarna kuning tua, atau merah bintik-bintik hitam, aktif terbang pada senja dan malam hari, serta bersifat pemangsa segala jenis tanaman (Polifag). Adapun gejala serangan daun rusak atau bolong-bolong bekas gigitan kumbang daun (Gambar 20 B). Pada tingkat serangan berat dapat menyebabkan kerusakan parah karena jaringan daun habis dimakannya sehingga tinggal urat-urat daun saja. A B Gambar 20. (A) Kumbang Daun (B) Walang Sangit

21 49 Walang Sangit memiliki bentuk badannya langsing, mempunyai kaki, dan kumis (antenna) panjang dan mengeluarkan bau khusus. Warna walang sangit umumnya hijau, tetapi kadang-kadang cokelat. Didaerah Jawa Barat, hama ini disebut kungkang. Mengisap cairan sel tanaman, sehingga daun-daun muda menjadi berbintik-bintik hitam atau kecokelat-cokelatan. Berdasarkan pengamatan kangkung air yang digunakan dalam penelitian ini teridentifikasi batang kangkung yang menjadi layu, hal ini diduga disebabkan oleh bakteri. Giri et al.1989 menyatakan bahwa bakteri yang menyebabkan layu kangkung adalah bakteri Pseudomonas syringae. Selain itu terdapat pula warna daun kangkung yang menjadi berwarna kuning, hal ini disebabkan oleh jenis nematode yaitu Meloidogyne javanica. Untuk mencegah terjadinya hama tersebut maka perlu dilakukan pemeliharaan kebersihan seperti dari tumbuhan pengganggu diantaranya alang-alang serta dilakukan pengecekan secara rutin terhadap pertumbuhan tanaman kangkung tersebut. Gambar 21. Gangguan Pada Daun Kangkung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Parameter Satuan Alat Sumber Fisika : Suhu

Parameter Satuan Alat Sumber Fisika : Suhu LAMPIRAN 59 60 Lampiran 1. Metode Pengukuran Kualitas Air Parameter Satuan Alat Sumber Fisika : Suhu o C Termometer/Pemuaian SNI 06-6989.23-2005 Kimia: Amonia mg/l Ammonia test kit SNI 06-6989.30-2005

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan menyebabkan sumber air bersih berkurang, khususnya di daerah perkotaan. Saat ini air bersih menjadi barang yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan ikan lele hasil persilangan antara induk betina F 2 dengan induk jantan F 6 sehingga menghasilkan F 26. Induk jantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008). 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Akuaponik Akuaponik merupakan jawaban dari efisiensi air dan penghematan lahan budidaya yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman (Widyastuti, et.al.,2008).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan untuk konsumsi adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan merupakan hewan yang hidup di air, baik air laut, air payau atau air tawar. Ikan juga merupakan bahan makanan yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas budidaya perikanan yang banyak dikonsumsi, karena dagingnya enak, juga merupakan sumber protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate) Selama 40 hari masa pemeliharaan nilem terjadi peningkatan bobot dari 2,24 ± 0,65 g menjadi 6,31 ± 3,23 g. Laju

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Pisces

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum

I. PENDAHULUAN. Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Karakteristik dari ikan lele yang memiliki pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus. e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Sektor perikanan budidaya ikan air tawar di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele, selain

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci