SAMBUTAN SEKRETARIS KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN SEKRETARIS KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh"

Transkripsi

1

2 SAMBUTAN SEKRETARIS KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena hanya atas petunjuk dan ridho-nya kita dapat menyelesaikan penyusunan buku Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun Buku ini mengetengahkan secara rinci dan komprehensif tentang kondisi dan perkembangan profil pemuda Indonesia dewasa ini dilihat dari aspek kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan hasil berbagai program kepemudaan. Disamping itu, diuraikan pula masalah kesenjangan pemuda dalam aspek potensi, kualitas, dan dinamika pemuda menurut jenis kelamin dan wilayah (provinsi dan perkotaan/ pedesaan). Data dan informasi yang tersaji dalam buku ini dihimpun dan diolah dari sumber resmi yang dikeluarkan oleh (1) Badan Pusat Statistik: Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2009 dan Hasil Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) Tahun 2009; (2) Kementerian Sosial, (3) Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan (4) Dinas yang menangani kepemudaan tingkat provinsi se Indonesia. Melalui buku ini ingin ditunjukkan pula bahwa seluruh kebijakan yang ditempuh guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional di bidang kepemudaan sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, telah dirumuskan secara sistemik dan sistematis berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kami berharap buku ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan organisasi pemuda, serta instansi/lembaga dan pemangku kepentingan terkait lainnya dalam mengoptimalkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas perencanaan, pelaksanaan, dan i

3 pengendalian program pemberdayaan, pengembangan, dan pembinaan pemuda di lingkungan dan/ atau wilayah tugas masing- narasumber, dan semua pihak masing. Akhirnya, kepada para penyusun, yang berperan serta dalam penerbitan buku ini kami ucapkan terima kasih. Semoga buku ini dapat bermakna dan memberikan andil yang positif bagi suksesnya program peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda di berbagai bidang pembangunan dalam rangka menuju bangsa yang berkarakter, bermartabat dan berdaya saing. Billahittaufik Wal Hidayah, Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, Desember 2010 Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Drs. Wafid Muharram, MM NIP ii

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah meridhoi kemampuan bagi segenap Tim Penyusun dalam hal persiapan dan penyusunan buku Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun Buku berjudul Penyajian Data dan Informasi Statistik Kepemudaan Tahun 2010, yang saat ini sedang dalam genggaman Anda, merupakan medium publikasi yang menyajikan informasi mengenai kondisi umum kepemudaan di Indonesia. Data dan informasi kepemudaan yang disajikan meliputi; kependudukan, jumlah pemuda, persentase pemuda yang tinggal di perkotaan, rasio jenis kelamin pemuda, struktur umur pemuda, status pernikahan pemuda, partisipasi sekolah pemuda dan pendidikan formal pemuda, pekerjaan pemuda, tingkat pengangguran, tingkat kesehatan pemuda, keberadaan organisasi kepemudaan, serta program kepemudaan (antara lain SP3, BPAP-JPI, PPAN, KUPP, dan SPP). Basis data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini diambil dari berbagai sumber antara lain; Hasil Susenas 2009, BPS RI-Sakernas 2009, Data Statistik Persekolahan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan data dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) khususnya mengenai SP3 dan KUPP. Publikasi ini merupakan publikasi tahunan dari Kemenpora, sehingga data dan informasi yang tersedia untuk tahun 2010 ini tentunya mengalami sejumlah perubahan dibandingkan dengan data dan informasi pada tahun-tahun sebelumnya. Yang pasti, ketersediaan data dan informasi kepemudaan ini diharapkan dapat membantu terjadinya sinkronisasi mengenai database kepemudaan secara nasional. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam seluruh tahapan penyusunan buku ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kami sungguh membuka diri atas kritik, saran, dan masukan demi penyempurnaan materi buku ini di masa mendatang. Semoga keberadaan buku ini memberikan manfaat bagi masyarakat luas khususnya segenap pemangku kepentingan iii

5 (stakeholders) kepemudaan di Indonesia. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menolong kita semua dalam menunaikan tugastugas pengabdian demi kemajuan negara dan bangsa tercinta. Jakarta, Desember 2010 Tim Penyusun iv

6 Ringkasan Eksekutif Pemuda adalah simbol dari idealisme, semangat dan cita-cita sebuah bangsa. Pemuda merupakan harapan dan tulang punggung bangsa di masa depan. Potensi besar pemuda terletak pada sifat yang cenderung pada pembaruan dan perubahan. Potensi lain yang dimiliki oleh pemuda adalah sebagai aset ekonomi dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi di Indonesia, ini terkait dengan usia, tenaga dan kemampuan berpikir pemuda. Selain itu, ada beberapa permasalahan yang menyangkut pemuda. Diantaranya pengangguran, krisis mental, krisis eksistensi, dan dekadensi moral. Budaya permisif dan pragmatisme yang kian merebak membuat sebagian pemuda terjebak dalam kehidupan hedonis, serba instan, dan tercabut dari idealisme sehingga cenderung menjadi manusia yang anti sosial (rumahzakat.org). Jumlah pemuda yang relatif banyak, merupakan aset yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Pemuda akan menempati posisi strategis, baik sebagai pelaku pembangunan maupun penerus pembangunan di masa datang. Jumlah pemuda Indonesia (penduduk berusia tahun) sekitar 57,81 juta jiwa atau 25,04 persen dari penduduk Indonesia yang berjumlah 230,87 juta jiwa. Persentase pemuda paling kecil dibandingkan penduduk usia di bawah 16 tahun (30,88 persen) serta penduduk di atas 30 tahun (44,08 persen). Meskipun demikian v

7 jumlah pemuda mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 (57,17 juta orang) dan 2008 (56,73 juta orang). Persentase pemuda yang tinggal di perkotaan (26,68 persen), lebih besar dibandingkan di perdesaan (23,50 persen). Rasio jenis kelamin pemuda tercatat sebesar 98,00. Hal ini berarti secara rata-rata dalam setiap 100 pemuda perempuan terdapat sekitar 98 pemuda laki-laki. Struktur umur pemuda menunjukkan bahwa kelompok umur tahun merupakan komponen terbesar pemuda dengan persentase sebesar 34,56 persen, diikuti pemuda pada kelompok umur tahun (34,00 persen), dan kelompok umur tahun (31,44 persen). Lebih dari separuh pemuda (55,86 persen) berstatus belum kawin, 42,68 persen berstatus kawin dan 1,45 persen berstatus cerai hidup/mati. Pemuda perempuan berstatus kawin (54,23 persen). lebih tinggi dibandingkan laki-laki (30,90 persen). Pada status belum kawin, pemuda laki-laki (68,39 persen) lebih tinggi dibandingkan perempuan (43,59 persen). Persentase pemuda perempuan di perdesaan yang berstatus kawin (61,81 persen) lebih besar dibandingkan dengan perkotaan (47,09 persen). Status pemuda dalam rumah tangga yang paling besar adalah sebagai isteri/suami dari kepala rumah tangga (19,18 persen) dan sebagai kepala rumah tangga (12,01 persen). Partisipasi sekolah pemuda dalam pendidikan formal dan non formal masih rendah. Sebesar 1,25 persen pemuda tidak/belum pernah sekolah, 17,07 persen masih sekolah dan 81,68 persen tidak vi

8 bersekolah lagi. Persentase pemuda di perkotaan yang masih bersekolah (20,47 persen) lebih besar dibanding di perdesaan (13,45 persen). Sementara itu, persentase pemuda perkotaan yang tidak/belum pernah sekolah (0,47 persen) lebih kecil dibandingkan di perdesaan (2,09 persen). Menurut jenis kelamin, persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah (1,48 persen) lebih besar dibanding lakilaki (1,03 persen). Di perkotaan, persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah tercatat sebesar 0,55 persen dan laki-laki sebesar 0,38 persen. Di perdesaan persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 2,46 persen sedangkan laki-laki sebesar 1,71 persen. Angka Partisipasi Sekolah (APS) pemuda kelompok usia sekolah (16-18 tahun dan tahun) lebih tinggi dibandingkan kelompok diatas usia sekolah (25-30 tahun). Secara umum, APS pemuda laki-laki lebih tinggi dibandingkan APS pemuda perempuan. Sedangkan menurut tipe daerah, APS pemuda di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan APS pemuda di perdesaan. Persentase pemuda yang buta huruf selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2005, pemuda buta huruf tercatat sebesar 1,56 persen, turun menjadi 1,51 persen pada tahun 2007, dan menjadi 0,90 persen tahun Persentase pemuda perempuan yang buta huruf (1,08 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda laki-laki (0,72 persen). Secara nasional rata-rata lama sekolah pemuda mencapai 9,41 tahun. Rata-rata lama sekolah pemuda di perkotaan sebesar 10,50 tahun sedangkan di perdesaan sebesar 8,26 tahun. Rata- vii

9 rata lama sekolah pemuda laki-laki (9,42 tahun) lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (9,40 tahun). Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh sebagian besar pemuda adalah jenjang SMP/sederajat (31,19 persen), SM/sederajat (30,93 persen) dan SD/sederajat (23,93 persen). Pemuda yang belum tamat SD dan tidak/belum sekolah persentasenya masing-masing sebesar 6,51 persen dan 1,25 persen. Sedangkan pemuda yang tamat PT persentasenya sebesar 6,18 persen. Berdasarkan kegiatan sehari-hari, sebanyak 52,61 persen pemuda bekerja, 10,07 persen menganggur/sedang mencari kerja, 17,95 persen mengurus rumah tangga, 15,74 persen sekolah dan 3,62 persen melakukan kegiatan lainnya. Persentase pemuda lakilaki yang bekerja (65,56 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (39,72 persen). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pemuda tahun 2009 sebesar 62,69 persen. TPAK pemuda laki-laki sebesar 77,46 persen dan TPAK pemuda perempuan sebesar 47,98 persen. Dari keseluruhan pemuda yang bekerja, sebagian besar bekerja di sektor pertanian (32,87 persen), perdagangan (21,42 persen), dan industri (16,59 persen). Di perkotaan, mayoritas pemuda bekerja di sektor perdagangan (31,41 persen), industri (22,44 persen) dan jasa (20,59 persen). Sedangkan di perdesaan, pemuda bekerja di sektor pertanian (53,68 persen), perdagangan (13,43 persen) dan industri (11,91 persen). Pemuda yang bekerja sebagian besar berpendidikan tamat SM/sederajat (30,88 persen), tamat SMP/sederajat (27,15 persen), tamat SD/sederajat (24,78 persen) dan tamat Akademi/PT (7,38 persen). Pemuda yang bekerja viii

10 sebagian besar berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai (38,04 persen), pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga (23,19 persen), berusaha sendiri (16,09 persen), dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar (10,35 persen). Sebanyak 70,20 persen pemuda yang bekerja memiliki jumlah jam kerja minimal 35 jam seminggu. Sementara itu, pemuda yang bekerja dengan jumlah jam kerja di bawah normal yaitu antara jam seminggu sebesar 22,38 persen dan mereka yang bekerja dengan jumlah jam kerja 1-14 jam sebesar 5,76 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda di Indonesia tahun 2009 sebesar 10,07 persen. Ini berarti bahwa secara rata-rata dari setiap 100 orang pemuda angkatan kerja, sebanyak 10 pemuda diantaranya belum mempunyai pekerjaan. Bila dilihat menurut jenis kelamin, TPT pemuda laki-laki lebih tinggi dibanding TPT pemuda perempuan (11,89 persen dibanding 8,26 persen). Menurut tipe daerah, TPT pemuda di perkotaan (12,06 persen) lebih tinggi dibanding TPT pemuda di perdesaan (8,34 persen). Dari data Susenas 2009, sekitar 24,41 persen pemuda mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Dibandingkan menurut tipe daerah, pemuda di perdesaan yang mengalami keluhan kesehatan (25,01 persen) persentasenya lebih tinggi dibandingkan pemuda perkotaan (23,84 persen). Dilihat menurut jenis kelamin, persentase pemuda perempuan yang mengalami keluhan kesehatan (25,96 persen) lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki (22,82 persen). Keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan pemuda adalah pilek (11,99 persen), batuk (11,68 persen) dan panas (8,84 persen). ix

11 Sebanyak 12,70 persen pemuda menderita sakit. Dari keseluruhan pemuda yang sakit, sebanyak 57,81 persen diantaranya menderita sakit selama 1-3 hari, 32,03 persen menderita sakit selama 4-7 hari, serta selebihnya adalah pemuda yang menderita sakit lebih dari 7 hari. Pengobatan secara modern cenderung dipilih oleh pemuda guna mengurangi gejala sakit yang dideritanya (92,24 persen) dibandingkan cara tradisional (20,28 persen) dan pengobatan lainnya (4,98 persen). Tempat fasilitas pelayanan kesehatan paling banyak dikunjungi pemuda adalah Praktek Dokter (33,53 persen), Puskesmas (32,13 persen) dan Praktek Nakes/Tenaga Kesehatan (27,30 persen). Keberadaan organisasi kepemudaan saat ini berkembang dengan pesat. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah organisasi kepemudaan. Tahun 2007, organisasi kepemudaan di Indonesia berjumlah 191 dan tahun 2009 meningkat menjadi 229. Pembangunan kepemudaan dilaksanakan melalui berbagai macam program yang menyentuh kepentingan pemuda. Beberapa program kepemudaan yang ada pada tahun 2009 antara lain Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3) dengan jumlah 288 orang, Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) dengan jumlah peserta sebanyak 393 orang, dan Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang beranggotakan orang. Program kepemudaan yang lain adalah Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dengan jumlah anggota orang, Karang Taruna dengan jumlah pemuda yang aktif sebanyak orang. Sementara itu, program kewirausahaan pemuda antara lain Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) pada tahun 2009 berjumlah 383 buah dan Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP) sebanyak 13 buah. x

12 DAFTAR ISI SAMBUTAN KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH/GLOSSARY Halaman i iii v xi xiii xvi xvii xxii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penyajian 4 BAB 2 METODOLOGI Sumber Data Cakupan Konsep dan Definisi Tipe Daerah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Metode Analisis 18 BAB 3 KEPENDUDUKAN Jumlah dan Distribusi Pemuda Komposisi Pemuda menurut Jenis Kelamin Komposisi Pemuda menurut Kelompok Umur Komposisi Pemuda menurut Status Perkawinan Komposisi Pemuda menurut Status Dalam Rumah Tangga 31 BAB 4 PENDIDIKAN Partisipasi Pendidikan Angka Buta Huruf Rata-rata Lama Sekolah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 49 xi

13 Halaman BAB 5 KETENAGAKERJAAN Pemuda Menurut Jenis Kegiatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Pemuda Pemuda Bekerja menurut Lapangan Usaha Pemuda Bekerja menurut Status Pekerjaan Pemuda Bekerja menurut Jumlah Jam Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda 64 BAB 6 KESEHATAN Keluhan Kesehatan Jenis Keluhan Kesehatan Lama Sakit Kebiasaan Berobat 77 BAB 7 PROGRAM DAN ORGANISASI KEPEMUDAAN Sejarah Organisasi Kepemudaan Sebelum Kemerdekaan Indonesia Organisasi Kepemudaan setelah Kemerdekaan Indonesia Kegiatan Program Kepemudaan 87 TABEL LAMPIRAN 96 DAFTAR PUSTAKA xii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman Tabel A Variabel, Klasifikasi, Skor & Kriteria Desa Tabel Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Daerah Tempat Tinggal, 2009 Tabel Proporsi dan Perkiraan Jumlah Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Tabel Persentase Pemuda menurut Pulau dan Jenis Kelamin, 2009 Tabel Perkiraan Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tabel Angka Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Tipe Daerah, 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Pernah Kawin menurut Kelompok Umur, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah, 2009 Tabel Persentase Pemuda menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Sekolah, 2009 Tabel Angka Partisipasi Sekolah Formal + Nonformal Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2005, 2007 dan 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, 2009 Tabel Rata- Rata Lama Sekolah (dalam tahun) Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, xiii

15 Tabel Halaman Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tabel 5.1 Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Jenis Kegiatan, Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Lapangan Usaha dan Tipe Daerah, 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Tipe Daerah, Tabel 5.4 Tabel 5.5 Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Status Pekerjaan dan Tipe Daerah, 2009 Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Jumlah Jam Kerja Selama Seminggu Terakhir dan Tipe Daerah, Tabel TPT Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2009 Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pemuda menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Tipe Daerah, Tabel 6.1 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Tabel Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis Keluhan, 2009 Tabel Proporsi Pemuda yang Sakit menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Sakit menurut Lamanya Sakit dan Tipe Daerah, 2009 Tabel Persentase Pemuda yang Sakit menurut Lamanya Sakit dan Jenis Kelamin, xiv

16 Tabel Halaman Tabel Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati menurut Jenis Obat, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tabel Persentase Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Tempat Berobat, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun Tabel 7.1 Tabel 7.2 Tabel 7.3 Jumlah Organisasi Kepemudaan di Indonesia menurut Jenis Organisasi, Jumlah Pemuda Peserta Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) menurut Negara Tujuan, Jumlah Pemuda menurut Program Kepemudaan, xv

17 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar Gambar Gambar Persentase Pemuda menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah, 2009 Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Status Perkawinan, 2009 Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Gambar 5.1 Gambar 6.4 Gambar 7.1 TPAK Penduduk Pemuda Menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri menurut Jenis Pengobatan dan Tipe Daerah, Tahun 2009 Jumlah Peserta Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3), xvi

18 DAFTAR TABEL LAMPIRAN Tabel Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2007 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2008 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2009 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 (Perkotaan) Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 (Perdesaan) Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 (Perdesaan) Halaman Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Perkotaan) xvii

19 Tabel Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Laki-laki) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Perempuan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 (Lakilaki+Perempuan) Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Halaman Tabel 4.3 Tabel 4.4 Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Rata-rata Lama Sekolah (dalam Tahun) Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, xviii

20 Tabel Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Halaman Tabel 5.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 (Perkotaan) xix

21 Tabel Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perdesaan) Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan) Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perdesaan) Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Halaman Tabel 6.1 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Tipe Daerah, Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 (Perkotaan) Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 (Perdesaan) Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) xx

22 Tabel Halaman Tabel 6.3 Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Tipe Daerah, Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 (Perkotaan) Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 (Perkotaan+Perdesaan) Tabel 6.5 Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Sebulan Terakhir dan Mengobati Sendiri Keluhan Kesehatannya menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Obat, 2009 Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 (Perkotaan) Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 (Perdesaan) Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 (Perkotaan+ Perdesaan) Tabel 7.1 Tabel 7.2 Tabel 7.3 Tabel 7.4 Tabel 7.5 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Pekerja Sosial Masyarakat menurut Provinsi, Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Karang Taruna menurut Provinsi, Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Taruna Siaga Bencana menurut Provinsi, Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan menurut Provinsi, Jumlah Pemuda yang Terdaftar dalam Program Kepemudaan menurut Provinsi, xxi

23 DAFTAR ISTILAH/GLOSSARY APK APS ABH BPS IPM KEMDIKNAS KEMENAG KEMENPORA KEMSOS RI KUPP MSBP PMKS PODES PPAN PSKS PSM PT RPJM SAKERNAS SUSENAS SD SDM SDM SM SMA SMK SMP SPP SP-3 SUKMA TAGANA TPAK TPT : Angka Partisipasi Kasar : Angka Partisipasi Sekolah : Angka Buta Huruf : Badan Pusat Statistik : Indek Pembangunan Manusia : Kementerian Pendidikan Nasional : Kementerian Agama : Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga : Kementerian Sosial Republik Indonesia : Kelompok Usaha Pemuda Produktif : Modul Sosial Budaya dan Pendidikan : Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial : Potensi Desa : Pertukaran Pemuda Antar Negara : Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial : Pekerja Sosial Masyarakat : Perguruan Tinggi : Rencana Pembangunan Jangka Menengah : Survei Angkatan Kerja Nasional : Survei Sosial Ekonomi Nasional : Sekolah Dasar : Sumber Daya Manusia : Sumber Daya Manusia : Sekolah Menengah : Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Kejuruan : Sekolah Menengah Pertama : Sentra Pemberdayaan Pemuda : Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan : Surat Keterangan Melek Aksara : Taruna Siaga Bencana : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja : Tingkat Pengangguran Terbuka xxii

24 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pemuda adalah simbol dari idealisme, semangat dan cita-cita sebuah bangsa. Pemuda merupakan harapan dan tulang punggung bangsa di masa depan. Sejarah membuktikan bahwa pemuda berperan penting dalam perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan. Karena pemudalah yang paling bersemangat, ambisius dan berani merombak serta bertindak revolusioner terhadap tatanan sistem kenegaraan. Hasan Al Banna seorang tokoh pergerakan di Mesir pernah berkata, "Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panjipanjinya." (Bryan Aga Murida, 2009, Pemuda dalam Perjuangan). Potensi besar pemuda terletak pada sifat yang cenderung pada pembaruan dan perubahan. Peran pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia dimulai dari kebangkitan nasional, sumpah pemuda yang menjadi tonggak persatuan Indonesia, perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, tumbangnya orde baru serta lahirnya orde reformasi seluruhnya dimotori oleh pemuda. Meskipun pemuda bukan merupakan satu-satunya agen perubahan, namun pemuda selalu berada pada garda terdepan proses perubahan. 1

25 Potensi lain yang dimiliki oleh pemuda adalah sebagai aset ekonomi dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi di Indonesia, hal ini terkait dengan usia, tenaga dan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh pemuda. Kelompok pemuda tergolong usia produktif, berpotensi untuk memasuki dunia kerja dibandingkan kelompok penduduk lainnya. Disamping potensi yang dimiliki pemuda, terdapat juga beberapa permasalahan yang menyangkut pemuda. Mulai dari masalah pengangguran, krisis mental, krisis eksistensi, hingga masalah dekadensi moral. Budaya permisif dan pragmatisme yang kian merebak membuat sebagian pemuda terjebak dalam kehidupan hedonis, serba instan, dan tercabut dari idealisme sehingga cenderung menjadi manusia yang anti sosial (rumahzakat.org). Mengingat potensi dan posisi pemuda yang sangat strategis sebagai sumberdaya manusia dalam pembangunan dan calon-calon pemimpin masa depan serta berbagai permasalahan yang menghinggapi kaum muda pada masa sekarang, perhatian khusus sudah semestinya diberikan kepada pemuda. Pembangunan kepemudaan menjadi suatu keharusan guna mendukung pencapaian pembangunan sumberdaya manusia. Pentingnya pembangunan sumberdaya manusia seringkali terkait dengan fakta, bahwa prestasi pembangunan manusia Indonesia, yang dipresentasikan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) relatif masih kurang baik dibandingkan negara-negara tetangga di lingkup ASEAN. Menurut Human Development Report , HDI Indonesia berada dalam peringkat 107 dari 177 negara yang disurvei oleh UNDP dengan nilai sebesar 0,728. Peringkat ini masih berada di bawah Vietnam (105), Philipina (90), Thailand (78), Malaysia (63), 2

26 Brunei Darussalam (30) dan Singapura (25) (Renstra Kemenpora ). Oleh karena itu, pembangunan sumberdaya manusia menempati posisi prioritas utama dan sangat strategis dalam pembangunan nasional. Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai wadah yang bertanggung jawab dalam pemberdayaan dan pengembangan pemuda telah menyusun Visi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) , yaitu Mewujudkan Kepemudaan dan Keolahragaan Yang Berdaya Saing, guna mendukung upaya pembangunan sumberdaya manusia Indonesia khususnya pemberdayaan pemuda. Untuk mencapai hal tersebut, maka Kementerian Pemuda dan Olahraga mempunyai misi Meningkatkan Daya Saing Kepemudaan dan Keolahragaan. Berdasarkan Visi dan Misi yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun adalah Terselenggaranya pelayanan kepemudaan yang mendukung upaya peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda di berbagai bidang pembangunan serta pengelolaan keolahragaan nasional yang mendukung upaya peningkatan pembudayaan olahraga dan pembinaan prestasi olahraga dalam rangka menuju bangsa yang berkarakter dan berdaya saing. Agar pembangunan kepemudaan terarah, maka diperlukan data statistik kepemudaan yang akurat sehingga dapat menjadi dasar/acuan menentukan kebijakan. Tersedianya publikasi dan data mengenai pemuda Indonesia sangat dibutuhkan untuk memberikan gambaran secara makro mengenai kondisi dan situasi pemuda Indonesia. 3

27 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan 2010 ini secara umum adalah untuk memperoleh gambaran rinci dan menyeluruh tentang profil pemuda di Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun tingkat regional. Kondisi dan perkembangan pemuda dalam publikasi ini akan dilihat dari aspek kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan serta berbagai program kepemudaan. Penyusunan publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan 2010 juga dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang berkaitan dengan masalah kesenjangan dalam aspek potensi, kualitas dan dinamika pemuda yang dilihat menurut jenis kelamin pemuda serta wilayah (provinsi dan perkotaan/perdesaan). Secara keseluruhan, publikasi ini menyajikan informasi berbagai aspek mengenai kepemudaan yang sangat bermanfaat sebagai bahan pengambilan kebijakan pembangunan kepemudaan. Dalam jangka pendek, informasi yang disajikan dapat digunakan sebagai bahan untuk penyusunan berbagai program dan sebagai sarana evaluasi program sebelumnya. 1.3 Sistematika Penyajian Publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan ini secara sistematis disajikan dalam tujuh bagian (bab) dan satu ringkasan eksekutif. Ringkasan eksekutif yang disajikan pada bagian awal publikasi dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas dan menyeluruh kepada pembaca mengenai keseluruhan isi publikasi. Uraian yang lebih rinci disajikan dalam bab-bab sesuai 4

28 dengan tema pokok bahasan dari publikasi. Pada bagian pertama (Bab I) disajikan hal-hal yang menjadi latar belakang dan tujuan penyusunan publikasi, serta sistematika penyajian publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan Metodologi mencakup sumber dan metode pengumpulan data, keterbatasan data serta konsep dan definisi disajikan pada bagian kedua (Bab II). Lima bagian berikutnya secara berturut-turut menyajikan gambaran mengenai kondisi dan perkembangan pemuda dari berbagai aspek diantaranya kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan dan kesehatan serta program kepemudaan. Indikator penting yang dicakup dalam aspek kependudukan menyangkut perkembangan jumlah pemuda, rasio jenis kelamin, kelompok umur, status perkawinan dan status dalam rumah tangga. Aspek pendidikan digambarkan oleh partisipasi sekolah, angka buta huruf, lama sekolah serta tingkat pendidikan yang ditamatkan. Bahasan mengenai ketenagakerjaan pemuda meliputi jenis kegiatan, tingkat partisipasi angkatan kerja, lapangan usaha, status pekerjaan, jumlah jam kerja dan tingkat pengangguran. Aspek kesehatan meliputi keluhan kesehatan dan jenisnya, angka kesakitan, lama sakit serta kebiasaan berobat. Selanjutnya program kepemudaan yang merupakan bab terakhir membahas mengenai berbagai program kepemudaan serta lembaga/organisasi kepemudaan yang berkembang di Indonesia. 5

29 Metodologi 2.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan 2010 ini adalah : 1. Data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2009 sebagai sumber data utama. Data yang dikumpulkan dalam Susenas Tahun 2009 adalah: a. Data Susenas Kor Juli Tahun 2009, sebagai dasar untuk memperoleh gambaran makro mengenai kondisi dan potensi pemuda dari sisi demografi, kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan. b. Data Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan Tahun 2009, sebagai dasar untuk memperoleh gambaran makro mengenai keterangan kegiatan sosial budaya yang dilakukan oleh pemuda. 2. Data hasil Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) Agustus Tahun 2009, untuk memperoleh gambaran mengenai ketenagakerjaan pemuda. 3. Data dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai program kepemudaan serta lembaga kepemudaan yang ada di Indonesia. 6

30 4. Data dari Kementerian Sosial RI (Kemsos RI), untuk memperoleh gambaran mengenai program Kepemudaan yang ada di Indonesia. 2.2 Cakupan Data yang bersumber dari Susenas Kor dan Modul MSBP Juli 2009, beberapa indikatornya disajikan hingga level provinsi. Begitu pula data yang bersumber dari Sakernas disajikan hingga level provinsi. Data yang bersumber dari Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Sosial RI disajikan hingga level provinsi. 2.3 Konsep dan Definisi Tipe Daerah Untuk menentukan apakah suatu desa/kelurahan tertentu termasuk daerah perkotaan atau perdesaan digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada skor atau nilai-nilai tiga buah variabel: kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan akses fasilitas umum. Penentuan skor suatu desa/kelurahan dapat dilihat pada Tabel A. Kolom (1) menunjukkan variabel/klasifikasi yang digunakan, dan Kolom (2) menunjukkan nilai skor untuk setiap variabel. 9

31 Tabel A. Variabel, Klasifikasi, Skor & Kriteria Desa, 2000 Variabel/Klasifikasi Skor Variabel/Klasifikasi Skor (1) (2) (1) (2) Total Skor C) Sekolah Menengah Skor Minimum 2 Umum Skor Maksimum 26 Ada atau 2,5 Km 1 > 2,5 Km 0 1. Kepadatan Penduduk/Km 2 <500 1 D) Pasar Ada atau 2,5 Km > 2,5 Km E) Bioskop Ada atau 5 Km > 5 Km F) Pertokoan 2. Persentase Rumah Tangga Ada atau 2,5 Km 1 Pertanian > 2,5 Km 0 70, ,00 69,99 2 G) Rumah Sakit 30,00 49,99 3 Ada atau 5 Km 1 20,00 29,99 4 > 5 Km 0 15,00 19, ,00 14,99 6 H) Hotel/Biliar/Diskotik/ 5,00 9,99 7 Panti Pijat/Salon < 5,00 8 Ada 1 Tidak ada 0 3. Akses Fasilitas Umum 0,1,2,..,10 I) Persentase Rumah A) Taman Kanak-Kanak (TK) Tangga Telepon Ada atau 2,5 Km 1 8,00 1 > 2,5 Km 0 < 8,00 0 B) Sekolah Menengah J) Persentase Rumah Pertama Tangga Listrik Ada atau 2,5 Km 1 90,00 1 > 2,5 Km 0 < 90,

32 Cara perhitungan skor adalah sebagai berikut: a. Variabel kepadatan penduduk mempunyai skor antara 1-8, satu bagi desa dengan kepadatan kurang dari 500 orang per km 2, dua bagi desa dengan kepadatan kurang dari orang per km 2 dan seterusnya sampai dengan 8 bagi desa dengan kepadatan lebih besar atau sama dengan orang per km 2. b. Skor persentase rumah tangga pertanian berkisar 1-8, satu bila desa memiliki 70,00 persen atau lebih rumah tangga tani, dua bila 50,00-69,99 persen, dan seterusnya sampai dengan 8, bila desa mempunyai 5 persen atau kurang. c. Variabel akses fasilitas umum merupakan kombinasi antara keberadaan dan akses untuk mencapai fasilitas perkotaan. d. Skor untuk akses fasilitas umum adalah 1 dan 0. Desa-desa yang tidak memiliki fasilitas perkotaan tetapi jaraknya relatif dekat dengan fasilitas perkotaan dan atau mudah mencapainya, maka desa tersebut dianggap setara dengan desa yang memiliki fasilitas dan diberi skor 1, dengan pertimbangan mudahnya akses kepada perkotaan tersebut serupa dengan memiliki. e. Jumlah skor dari ketiga variabel tersebut kemudian digunakan untuk menentukan apakah suatu desa termasuk daerah perkotaan atau perdesaan. Desa dengan skor gabungan 9 atau kurang digolongkan sebagai desa perdesaan, sedangkan desa dengan skor gabungan mencapai 10 atau lebih digolongkan sebagai desa perkotaan. 11

33 f. Dalam pelaksanaannya penentuan apakah suatu desa/kelurahan termasuk daerah perkotaan atau perdesaan dilakukan oleh BPS RI dengan menggunakan hasil pendataan Potensi Desa (PODES) Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Rumah Tangga Biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami atau tinggal bersama di sebagian atau seluruh bangunan fisik/bangunan sensus dan biasanya makan dari satu dapur. Yang dimaksud satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola menjadi satu. Beberapa orang yang bersamasama mendiami satu kamar dalam satu bangunan sensus walaupun mengurus makannya sendiri-sendiri dianggap satu rumah tangga biasa. Anggota Rumah Tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang pada waktu pencacahan berada di rumah tangga tersebut maupun yang sedang bepergian kurang dari 6 bulan dan tidak berniat pindah. Tidak termasuk anggota rumah tangga yaitu orang yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih, atau kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah (akan meninggalkan rumah selama 6 bulan atau lebih). Di sisi lain, orang yang telah 6 bulan atau lebih tinggal di rumah tangga yang sedang dicacah atau yang telah tinggal kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap dianggap sebagai anggota rumah tangga dari rumah tangga yang sedang dicacah tersebut. Pemuda adalah penduduk berumur tahun. 12

34 Kawin adalah mempunyai isteri (bagi pria) atau suami (bagi wanita) pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun tinggal terpisah. Dalam hal ini yang dicakup tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami isteri. Cerai hidup adalah berpisah sebagai suami-isteri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal ini termasuk mereka yang mengaku cerai walaupun belum resmi secara hukum. Sebaliknya tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih berstatus kawin, misalnya suami/isteri ditinggalkan oleh isteri/suami ke tempat lain karena sekolah, bekerja, mencari pekerjaan, atau untuk keperluan lain. Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi mengaku pernah hamil, dianggap sebagai cerai hidup. Cerai mati adalah ditinggal mati oleh suami atau isterinya dan belum kawin lagi. Rasio Jenis Kelamin adalah perbandingan antara penduduk lakilaki dan perempuan pada suatu daerah dan pada waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan. Buta Huruf adalah tidak dapat membaca surat atau kalimat sederhana dengan suatu huruf, termasuk huruf Braille. Orang cacat yang pernah dapat membaca dan menulis digolongkan tidak buta huruf. Angka Partisipasi Sekolah adalah nilai perbandingan (dalam persen) banyaknya penduduk yang bersekolah terhadap total penduduk, menurut batasan umur sekolah pada setiap jenjang 13

35 pendidikan formal dan nonformal (Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C setara SM). Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang sudah ditamatkan oleh seseorang yang sudah tidak sekolah lagi atau jenjang pendidikan tertinggi yang pernah diduduki dan ditamatkan oleh seseorang yang masih bersekolah. Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar yaitu SD/sederajat dan SMP/sederajat, pendidikan menengah yaitu SMA/sederajat dan pendidikan tinggi yaitu PT/sederajat) maupun non formal (Paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA) yang berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Kementerian Agama (Kemenag), instansi lainnya negeri maupun swasta. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup (kursus), pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pra-sekolah, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan paket C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. 14

36 Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan, termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar. Belum tamat SD adalah pernah/sedang bersekolah di SD atau yang sederajat tetapi tidak/belum tamat. SD meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat. SMP meliputi jenjang pendidikan SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat. SM meliputi jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat. Diploma/Sarjana adalah program DI/DII/DIII atau mendapatkan gelar sarjana muda pada suatu akademi/perguruan tinggi yang menyelenggarakan program diploma/mengeluarkan gelar sarjana muda, program pendidikan diploma IV, sarjana pada suatu perguruan tinggi, program pendidikan pasca sarjana (master atau doktor), spesialis 1 atau 2 pada suatu perguruan tinggi. Angkatan Kerja Pemuda adalah penduduk berumur tahun yang selama seminggu sebelum pencacahan mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun sementara tidak bekerja, atau yang sedang mencari pekerjaan. Bukan Angkatan Kerja Pemuda adalah penduduk berumur tahun yang selama seminggu sebelum pencacahan hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, atau melakukan kegiatan lainnya. Dapat juga berarti tidak melakukan kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan. 15

37 Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh/membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu sebelum pencacahan. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus (termasuk pekerja keluarga tanpa upah, yang membantu dalam kegiatan usaha/ekonomi). Menganggur adalah mereka yang termasuk angkatan kerja tetapi tidak bekerja. Mencari Pekerjaan adalah kegiatan dari mereka yang bekerja tetapi karena suatu hal masih mencari pekerjaan; atau mereka yang dibebastugaskan dan akan dipanggil kembali tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan; atau mereka yang pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan; atau mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha yang baru, yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri, dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/karyawan/pegawai dibayar maupun tak dibayar. Mempersiapkan suatu usaha yang dimaksud adalah apabila seseorang telah/sedang melakukan tindakan nyata seperti mengumpulkan modal atau alat, mencari lokasi, mengurus surat ijin usaha, dsb. 16

38 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. TPAK dihitung dengan rumus: Jumlah Angkatan Kerja TPAK = X 100% Jumlah Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Namun pada publikasi ini umur dibatasi tahun. Lapangan Usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/ perusahaan/instansi tempat seseorang bekerja. Status Pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan, misalnya berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha dibantu buruh tetap, atau buruh/karyawan. Jam Kerja adalah jumlah waktu (dalam jam) yang digunakan untuk bekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka adalah persentase angkatan kerja yang aktif mencari pekerjaan dan tidak sedang mempunyai pekerjaan. TPT dihitung dengan rumus: Jumlah Orang yang Mencari Pekerjaan TPT = X 100% Jumlah Angkatan Kerja Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan baik karena penyakit, kecelakaan, kriminal dll. 17

39 Sakit adalah menderita penyakit baik akut maupun kronis atau gangguan kesehatan lainnya yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu. Orang yang mempunyai keluhan kesehatan (misalnya masuk angin atau pilek) tetapi kegiatan sehari-harinya tidak terganggu dianggap tidak sakit. 2.4 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam publikasi Penyajian Data Informasi Statistik Kepemudaan 2010 adalah analisis deskriptif dengan penyajian data dalam bentuk tabel ulasan sederhana dan visualisasi berupa gambar/grafik untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya. Analisis yang disajikan disertai dengan analisis diferensial untuk melihat perbedaan pola serta gambaran antar daerah perkotaan dan perdesaan serta antar wilayah provinsi. Selain itu disertakan juga analisis tren dalam upaya memperoleh gambaran mengenai kecenderungan/perkembangan selama beberapa periode waktu. Pada bagian akhir publikasi ini dilengkapi dengan tabel lampiran untuk melihat data pada tingkat provinsi. 18

40 Kependudukan Indonesia mempunyai penduduk yang sangat besar dan termasuk empat besar di dunia setelah Republik Rakyat China, India dan Amerika Serikat. Penduduk Indonesia memiliki berbagai latar belakang, multi etnis dan budaya yang beragam. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai modal berharga bila dikelola dengan baik. Salah satu potensi penduduk adalah generasi muda atau yang disebut dengan pemuda. Pemuda merupakan sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai potensi besar mendukung keberhasilan pembangunan, bila dilihat dari aspek kuantitas maupun produktivitas. Potensi tersebut dapat menjadi beban bila sebagian besar tidak terserap dalam proses pembangunan, karenanya perlu perencanaan dan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas pemuda. Data kependudukan sangat diperlukan pada setiap kegiatan perencanaan pembangunan khususnya perencanaan input dan output pembangunan serta penetapan prioritas pembangunan di segala bidang. Data dasar kependudukan yang berkaitan dengan jumlah dan struktur penduduk sebagai input pembangunan digunakan sebagai rujukan untuk memperkirakan jumlah SDM yang berperan dalam pembangunan, sedangkan sebagai output pembangunan, digunakan untuk menentukan kelompok sasaran (target groups) pembangunan. 19

41 Pada bagian kependudukan ini akan diuraikan gambaran rinci pemuda dilihat dari jumlah, distribusi dan struktur/komposisi pemuda, baik pada level nasional maupun level provinsi. Pada bagian ini juga akan dilihat beberapa aspek demografis penting, yaitu jenis kelamin, umur, status perkawinan dan hubungan dengan kepala rumah tangga. 3.1 Jumlah dan Distribusi Pemuda Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional (human capital). Pemuda merupakan kelompok penduduk usia produktif yang sangat potensial sebagai penunjang kegiatan ekonomi. Jumlah pemuda yang relatif banyak, merupakan aset yang dapat diandalkan dalam pembangunan. Pemuda akan menempati posisi strategis, baik sebagai pelaku pembangunan maupun penerus pembangunan di masa datang. Tabel Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Daerah Tempat Tinggal, 2009 Kelompok Umur (Tahun) Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan % Jumlah Penduduk (1) (2) (3) (4) (5) < 16 29,32 32,34 30, ,68 23,50 25, > 30 43,99 44,16 44, Total 100,00 100,00 100, ,54 80,06 80, ,44 69,54 70, Sumber: BPS RI - Susenas

42 Hasil Susenas Juli 2009 yang disajikan pada Tabel memperlihatkan jumlah pemuda Indonesia (penduduk berusia tahun) sekitar 57,81 juta jiwa atau 25,04 persen dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan yang saat ini berjumlah 230,87 juta jiwa. Berdasarkan kelompok umur, terlihat bahwa pemuda mempunyai persentase yang paling kecil jika dibandingkan dengan persentase penduduk usia di bawah 16 tahun (30,88 persen) serta penduduk di atas 30 tahun (44,08 persen). Tabel Proporsi dan Perkiraan Jumlah Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Tipe Daerah / Jenis Kelamin Tipe Daerah Proporsi (Perkiraan Jumlah) (1) (2) (3) (4) Perkotaan (K) 27,60 26,73 26,68 ( ) ( ) ( ) Perdesaan (D) 23,67 23,15 23,50 ( ) ( ) ( ) K+D 25,39 24,88 25,04 ( ) ( ) ( ) Jenis Kelamin Laki-laki (L) 25,15 24,63 25,02 ( ) ( ) ( ) Perempuan (P) 25,63 25,13 25,06 ( ) ( ) ( ) L+P 25,39 24,88 25,04 ( ) ( ) ( ) Sumber: BPS RI Susenas 2007, 2008 dan

43 Peningkatan pertumbuhan penduduk yang besar tanpa adanya peningkatan kesejahteraan justru bisa menjadi bencana, yang pada gilirannya dapat menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang dilaksanakan. Pemerintah berupaya menekan laju pertumbuhan penduduk melalui Program Keluarga Berencana yang dicanangkan di akhir tahun 1960-an, yang salah satu tujuannya menekan kelahiran untuk mengatasi masalah peledakan penduduk. Upaya tersebut menunjukkan keberhasilan, salah satunya terlihat pada menurunnya beban/angka ketergantungan penduduk usia muda, struktur dalam keluarga (jumlah keluarga mengecil) dan orangtua mulai mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas anak-anaknya. Tabel menampilkan proporsi dan perkiraan jumlah pemuda pada tahun Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada tahun 2009 jumlah pemuda Indonesia telah mencapai 57,81 juta atau sekitar 25,04 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2007 (57,17 juta orang) maupun tahun 2008 (56,73 juta orang). Dilihat menurut tipe daerah, pada tahun 2009 jumlah pemuda di perkotaan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pemuda di perdesaan, yaitu sebesar 29,78 juta jiwa (26,68 persen) berbanding dengan 28,02 juta jiwa (23,50 persen). 22

44 Dilihat berdasarkan penyebaran atau distribusinya menurut pulau, pada Tabel menunjukkan bahwa separuh lebih pemuda terkonsentrasi di pulau Jawa (55,64 persen). Sisanya berturut-turut tersebar di pulau Sumatera (23,12 persen), Sulawesi (7,30 persen), Kalimantan (6,39 persen) dan sisanya sebesar 7,56 persen tersebar di pulau-pulau lainnya seperti Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Tabel Persentase Pemuda menurut Pulau dan Jenis Kelamin, 2009 Pulau Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Sumatera 23,45 22,80 23,12 Jawa 55,76 55,51 55,64 Kalimantan 6,35 6,42 6,39 Sulawesi 7,20 7,40 7,30 Pulau Lainnya 7,23 7,87 7,56 Indonesia 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Distribusi dan potensi pemuda pada setiap provinsi bervariasi. Pada Lampiran Tabel 3.1.3, terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling banyak jumlah pemudanya, yaitu sebanyak 10,44 juta jiwa, disusul kemudian dengan Provinsi Jawa Timur sebanyak 8,01 juta jiwa dan Provinsi Jawa Tengah sebanyak 7,24 juta jiwa. Sementara provinsi yang memiliki jumlah pemuda yang paling sedikit adalah Papua Barat 23

45 (205,11 ribu jiwa), Gorontalo (219,16 ribu jiwa) dan Maluku Utara (257,52 ribu jiwa). 3.2 Komposisi Pemuda Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel yaitu komposisi pemuda menurut jenis kelamin, terlihat bahwa pada tahun 2009 komposisi pemuda perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda lakilaki. Jumlah pemuda perempuan sebanyak 29,20 juta jiwa (50,50 persen), sedangkan jumlah pemuda laki-laki sebanyak 28,61 juta jiwa (49,50 persen). Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Komposisi pemuda di daerah perkotaan terdiri dari 15,04 juta perempuan (50,50 persen) dan 14,74 juta laki-laki (49,50 persen), sedangkan di perdesaan ada sebanyak 14,16 juta perempuan (50,51 persen) dan 13,87 juta laki-laki (49,49 persen). Tabel Perkiraan Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tipe Daerah Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan (K) , , ,00 Pedesaan (D) , , ,00 K+D , , ,00 Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Lampiran Tabel menunjukkan bahwa hampir seluruh 24

46 provinsi (23 provinsi) memiliki presentase pemuda perempuan yang sedikit lebih tinggi daripada pemuda laki-laki. Sepuluh provinsi yang menunjukkan pola pemuda laki-laki lebih besar dari pemuda perempuan, yaitu Provinsi Sumatera Utara (50,59 persen), Riau (50,17 persen), Sumatera Selatan (50,14 persen), Bengkulu (50,63 persen), Lampung (51,88 persen), Kepulauan Bangka Belitung (51,36 persen), Jawa Barat (50,17 persen), Banten (50,93 persen), Sulawesi Utara (50,70 persen) dan Sulawesi Tengah (50,07 persen). Tabel Angka Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Tipe Daerah, 2009 Tipe Daerah Rasio Jenis Kelamin (1) (2) Perkotaan (K) 98,03 Perdesaan (D) 97,97 K+D 98,00 Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Komposisi jenis kelamin pemuda dapat juga dilihat dari angka rasio jenis kelamin (sex ratio) seperti yang disajikan pada Tabel Dari tabel tersebut nampak bahwa angka rasio jenis kelamin pemuda di daerah perkotaan dan daerah perdesaan nilainya kurang dari 100 yaitu 98,03 dan 97,97. Hal ini menunjukkan kaum perempuan masih sebagai komponen terbesar dalam populasi pemuda. Sebaran rasio jenis kelamin pemuda pada tahun 2009 dilihat menurut provinsi sebagian besar menunjukkan angka lebih kecil dari 25

47 100 (Lampiran Tabel 3.2.3). Secara nasional, jumlah pemuda perempuan lebih banyak daripada jumlah pemuda laki-laki. Ini tercermin dari rasio jenis kelamin pemuda tahun 2009 sebesar 98,00. Hal ini berarti bahwa secara rata-rata dalam setiap 100 pemuda perempuan terdapat sekitar 98 pemuda laki-laki. Namun ada beberapa provinsi yang memiliki rasio jenis kelamin pemuda lebih dari 100, atau jumlah pemuda laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah pemuda perempuan. Provinsi yang memiliki rasio jenis kelamin lebih dari 100 adalah Provinsi Sumatera Utara (102,38), Riau (100,69), Sumatera Selatan (100,57), Bangka Belitung (105,59), Bengkulu (102,57), Lampung (107,82), Jawa Barat (100,68), Banten (103,77), Sulawesi Utara (102,84) dan Sulawesi Tengah (100,27), seperti yang disajikan pada Lampiran Tabel Komposisi Pemuda menurut Kelompok Umur Distribusi penduduk menurut umur memperlihatkan dampak pengendalian angka kematian bayi dan perkembangan usia harapan hidup yang biasa digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Dalam analisis ini struktur umur pemuda pada tahun 2009 disajikan pada Gambar Gambar menunjukkan bahwa komponen terbesar pemuda terdapat pada kelompok umur tahun dengan persentase sebesar 34,56 persen, diikuti pemuda pada kelompok umur tahun dengan persentase sebesar 34,00 persen, dan kelompok umur tahun sebesar 31,44 persen. Jika dikaji berdasarkan tipe daerah, terlihat adanya perbedaan komposisi keberadaan pemuda pada masing-masing 26

48 kelompok umur. Di daerah perdesaan, komponen terbesar adalah pemuda pada kelompok umur tahun dengan persentase sebesar 35,49 persen, kemudian pemuda pada kelompok umur tahun dengan persentasee 33,88 persen dan pemuda pada kelompok umur tahun sebagai yang terkecil dengan persentase 30,64 persen. Sementara itu, di daerah perkotaan pemuda pada kelompok umur tahun menjadi komponen terbesar dengan persentase 34,11 persen, diikuti pemuda kelompok umur tahun dengan persentase 33,70 persen dan pemuda kelompok umur tahun sebagai komponen terkecil dengan persentase sebesar 32,19 persen. Gambar Persentase Pemuda menurut Kelompok Umur dan Tipe Daerah, 2009 % Kelompok Umur (tahun) Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Penyajian Data & Informasi Statistik Kepemudaan

49 3.4 Komposisi Pemuda menurut Status Perkawinan Dalam UU No. 1 tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kenyataannya masih terdapat perkawinan di usia muda yang umumnya terjadi di daerah perdesaan terutama pada penduduk perempuan. Hasil Susenas tahun 2009 (Gambar 3.4.1) menunjukkan bahwa lebih dari separuh pemuda atau sekitar 55,86 persen pemuda mempunyai status belum kawin, sebesar 42,68 persen berstatus kawin dan sisanya adalah mereka yang berstatus cerai hidup/mati (1,45 persen). Gambar Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Status Perkawinan, 2009 % Belum Kawin Kawin Cerai Hidup/mati Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Sumber: BPS RI - Susenas

50 Berdasarkan Gambar terlihat adanya perbedaan pola status perkawinan antara pemuda laki-laki laki dan pemuda perempuan. Persentase pemuda perempuan yang berstatus kawin lebih tinggi jika dibandingkan pemuda laki--laki dengan status yang sama (54,23 persen berbanding erbanding 30,90 persen). Sebaliknya pemuda dengan status belum kawin, laki-laki laki lebih tinggi dibandingkan perempuan (68,39 persen berbanding 43,59 persen). Perbedaan kedua angka ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa pemuda perempuan pada umumnya lebih banyak yang sudah berkeluarga di usia muda dibandingkan dengan laki-laki. Gambar Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perdesaan Perkotaan % Laki-laki Perempuan Belum Kawin Laki-laki Kawin Perempuan Cerai Hidup/Mati Sumber: BPS RI - Susenas

51 Seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.2, di daerah perkotaan persentase pemuda laki-laki yang berstatus kawin hanya sebesar 27,49 persen sedangkan untuk pemuda perempuan mencapai 47,09 persen. Sedangkan di daerah perdesaan persentase pemuda lakilaki yang berstatus kawin sebesar 34,54 persen dan pemuda perempuan yang berstatus kawin sebesar 61,81 persen. Persentase pemuda perempuan di daerah perdesaan yang berstatus kawin (61,81 persen) lebih besar dibandingkan dengan daerah perkotaan (47,09 persen). Hal ini sesuai dengan pola budaya kita dimana perkawinan muda umumnya terjadi pada penduduk perempuan dan lebih banyak terjadi di daerah perdesaan. Tabel Persentase Pemuda yang Pernah Kawin menurut Kelompok Umur, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Kelompok Umur (Tahun) Lakilaki (L) Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Perempuan (P) L + P Lakilaki (L) Perempuan (P) L + P Lakilaki (L) Perempuan (P) L + P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ,58 11,84 6,70 3,58 26,19 14,46 2,60 18,85 10, ,63 51,77 36,93 34,67 74,53 55,05 27,77 62,56 45, ,52 82,42 71,64 72,68 91,92 82,77 66,29 87,08 77,02 Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Pemuda bila diperhatikan menurut kelompok umur (Tabel 3.4.1), untuk yang pernah kawin (berstatus kawin dan cerai hidup 30

52 maupun cerai mati), nampak masih terdapat pemuda yang tergolong dalam kelompok usia relatif muda (usia tahun) dengan persentase mencapai 10,56 persen. Keadaan ini terutama terjadi pada daerah perdesaan dengan persentase mencapai 14,46 persen, sedangkan di daerah perkotaan persentasenya sebesar 6,70 persen. Keadaan seperti ini patut disayangkan, karena pada kelompok umur ini merupakan kelompok umur yang seharusnya masih mengikuti pendidikan di bangku sekolah. Tabel juga memperlihatkan pada kelompok usia yang relatif muda (16-20 tahun), persentase pemuda perempuan yang pernah kawin proporsinya (18,85 persen) jauh lebih besar dibandingkan pemuda laki-laki (2,60 persen). Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan. Perlu menjadi perhatian bahwa persentase pemuda perempuan yang berusia muda (16-20 tahun) berstatus pernah kawin di daerah perdesaan mencapai seperempat lebih (26,19 persen). 3.5 Komposisi Pemuda menurut Status Dalam Rumah Tangga Satu rumah tangga dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga. Kedudukan kepala rumah tangga sangat penting perannya dalam menentukan kelangsungan dan keberadaan rumah tangga. Selain kepala rumah tangga harus bertanggung jawab secara ekonomis untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya, kepala rumah tangga juga harus mengatur dan memimpin anggota rumah tangganya, serta berperan sebagai pengambil keputusan. Orang kedua setelah kepala rumah tangga yang juga berperan penting dalam mengelola kegiatan sehari-hari rumah tangga adalah 31

53 isteri/suami kepala rumah tangga. Sejalan dengan itu, kepala rumah tangga dan isteri/suami dari kepala rumah tangga memegang peranan yang penting dan strategis dalam setiap rumah tangga. Seperti yang sudah dikemukan sebelumnya, pemuda merupakan kelompok penduduk atau sumber daya manusia yang paling potensial dibandingkan dengan kelompok penduduk lainnya. Potensi para pemuda ini antara lain terlihat dari peranan atau status mereka dalam rumah tangga. Tabel menyajikan peranan pemuda dalam rumah tangga yang paling besar berturut-turut adalah sebagai isteri/suami dari kepala rumah tangga (19,18 persen) dan sebagai kepala rumah tangga (12,01 persen). Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga Status dalam Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan (K) Laki-laki 20,95 0,01 63,25 15,78 Perempuan 3,31 32,81 48,73 15,14 L+P 12,05 16,58 55,92 15,46 Perdesaan (D) Laki-laki 22,81 0,03 64,09 13,06 Perempuan 1,34 43,42 44,64 10,60 L+P 11,97 21,95 54,26 11,82 K+D Laki-laki 21,86 0,02 63,66 14,47 32

54 Perempuan 2,36 37,95 46,75 12,94 L+P 12,01 19,18 55,12 13,70 Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Dilihat berdasarkan tipe daerah, persentase pemuda yang berstatus sebagai kepala rumah tangga di daerah perkotaan (12,05 persen) lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan (11,97 persen). Sedangkan persentase pemuda yang berstatus isteri/suami di daerah perkotaan (16,58 persen) lebih kecil dibandingkan daerah perdesaan (21,95 persen). Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pemuda laki-laki lebih banyak yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga (laki-laki sebesar 21,86 persen, perempuan sebesar 2,36 persen), sedangkan pemuda perempuan sebagian besar berkedudukan sebagai isteri/suami (perempuan sebesar 37,95 persen, laki-laki sebesar 0,02 persen). 33

55 Pendidikan Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk meningkatkan kecerdasan bangsa, tentu harus ditunjang dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu proses untuk menciptakan SDM yang berkualitas adalah dengan penyelenggaraan pendidikan yang baik. UUD 1945 Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32, mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan untuk menghadapi tantangan dan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) yang akan mendorong tegaknya pembangunan. 34

56 Pemuda sebagai pewaris bangsa harus berkualitas. Kualitas pemuda salah satunya dilihat dari sisi pendidikan. Pendidikan bagi pemuda mempunyai pengaruh terhadap produktivitas kerja. Perhatian dan pembinaan pendidikan pemuda harus terus ditingkatkan agar pemuda yang merupakan potensi bangsa dapat memberikan kontribusi efektif terhadap pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan tenaga kerja potensial yang pada akhirnya mendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pembangunan. Untuk melihat gambaran pendidikan pemuda Indonesia, pada bab ini akan dibahas indikator pendidikan pemuda diantaranya angka partisipasi sekolah, angka buta huruf, rata-rata lama sekolah dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. 4.1 Partisipasi Pendidikan Faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara diantaranya adalah ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas terutama generasi mudanya. Pendidikan merupakan salah satu jalan bagi peningkatan kualitas SDM tersebut. Oleh sebab itu pemerintah secara terus menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dimulai dengan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada penduduk khususnya generasi muda sebagai penerus kepemimpinan untuk mengecap pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi Indikator partisipasi sekolah, memberikan indikasi peran serta dan kontribusi pemuda dalam kegiatan pendidikan. Besarnya akses pemuda pada kegiatan sekolah ditunjukkan oleh persentase pemuda yang tidak pernah sekolah terhadap populasi pemuda 35

57 secara keseluruhan. Semakin tinggi persentase pemuda yang tidak pernah sekolah menunjukkan akses pemuda pada kegiatan sekolah yang semakin rendah, dan sebaliknya. Sementara itu, persentase pemuda yang masih sekolah menunjukkan tingkat perluasan kesempatan bagi pemuda untuk memperoleh pendidikan di sekolah. Semakin tinggi persentase pemuda yang masih bersekolah menunjukkan semakin luasnya kesempatan bagi para pemuda untuk memperoleh pendidikan. Tabel menyajikan persentase pemuda menurut tipe daerah, Jenis kelamin serta partisipasi sekolah untuk pendidikan formal + non formal. Masih sekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar yaitu SD/MI dan SMP/MTs, pendidikan menengah yaitu SMA/SMK/MA dan pendidikan tinggi yaitu PT) maupun pendidikan non formal (Paket A setara SD, paket B setara SMP dan paket C setara SMA) yang berada di bawah pengawasan Kemdiknas, Kementerian Agama (Kemenag), Instansi Negeri lain maupun Instansi Swasta. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pemuda yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 1,25 persen, yang masih sekolah sebesar 17,07 persen dan pemuda yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 81,68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat pemuda yang belum/tidak pernah menikmati pendidikan. Tabel juga menunjukkan bahwa persentase pemuda yang masih bersekolah di daerah perkotaan (20,47 persen) lebih besar dibandingkan perdesaan yang hanya sebesar 13,45 persen. Hal ini diduga karena akses pendidikan pemuda di daerah perkotaan jauh lebih baik dibandingkan dengan di daerah perdesaan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di perkotaan yang 36

58 lebih lengkap dan lebih memadai dibandingkan dengan di perdesaan. Selanjutnya pada Tabel juga terlihat, persentase pemuda perkotaan yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 0,47 persen, sedangkan persentase di perdesaan hampir dua kali lipat lebih tinggi yaitu sebesar 2,09 persen. Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Partisipasi Sekolah, 2009 Formal + Non Formal Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Tidak/ Belum Sekolah Masih Sekolah Tidak Sekolah lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan (K) Laki-laki 0,38 21,32 78,30 100,00 Perempuan 0,55 19,64 79,81 100,00 L+P 0,47 20,47 79,06 100,00 Perdesaan (D) Laki-laki 1,71 14,26 84,02 100,00 Perempuan 2,46 12,66 84,88 100,00 L+P 2,09 13,45 84,46 100,00 K + D Laki-laki 1,03 17,90 81,07 100,00 Perempuan 1,48 16,25 82,27 100,00 L+P 1,25 17,07 81,68 100,00 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Akses pemuda pada pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Pada Tabel 4.1.1, terlihat bahwa persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah lebih tinggi dari 37

59 pemuda laki-laki. Persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah secara keseluruhan tercatat sebesar 1,48 persen, sedangkan untuk pemuda laki-laki sebesar 1,03 persen. Kesenjangan terhadap akses pendidikan antar jenis kelamin ditemukan baik di perkotaan maupun perdesaan. Di daerah perkotaan persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah tercatat sebesar 0,55 persen dan laki-laki sebesar 0,38 persen. Di daerah perdesaan persentase pemuda perempuan yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 2,46 persen dan 1,71 persen untuk pemuda laki-laki. Faktor demografis lain yang juga sangat mempengaruhi akses generasi muda pada pendidikan antara lain adalah umur. Semakin tinggi kelompok umur semakin rendah tingkat partisipasi sekolahnya. Pada Tabel terlihat bahwa terdapat pemuda usia tahun yang saat ini tidak/belum bersekolah sebesar 0,85 persen dan tidak sekolah lagi sebesar 43,99 pesen. Meskipun di usia ini bukan merupakan usia wajib sekolah, namun hal ini menunjukan bahwa masih terdapat pemuda usia produktif yang tidak meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Pada Tabel juga menunjukan semakin rendah kelompok umur semakin rendah persentase yang tidak pernah sekolah. Persentase pemuda yang tidak pernah sekolah kelompok umur tahun sebesar 0,85 persen, tahun sebesar 1,07 persen dan kelompok umur tahun sebesar 1,63 persen. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan menunjukan kondisi kearah yang lebih baik dan pemerataan pendidikan semakin meluas. 38

60 Tabel Persentase Pemuda menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Sekolah, 2009 Kelompok Umur (Tahun) Tidak/Belum Sekolah Formal + Non Formal Masih Sekolah Tidak Sekolah lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) ,85 55,16 43,99 100, ,07 12,72 86,21 100, ,63 1,35 97,02 100, ,25 17,07 81,68 100,00 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Dilihat berdasarkan distribusi sebarannya, partisipasi pendidikan pemuda di berbagai provinsi bervariasi (Lampiran Tabel 4.2.3). Persentase pemuda yang tidak/belum pernah sekolah berkisar antara 0,31 persen hingga 3,40 persen kecuali di Provinsi Papua yang persentasenya mencapai 28,37 persen. Persentase pemuda yang tidak sekolah lagi diberbagai provinsi sebarannya berkisar antara 57,40 persen hingga 85,85 persen, dengan persentase terendah terdapat di Provinsi Papua dan tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Untuk melihat seberapa banyak penduduk yang saat ini memanfaatkan fasilitas pendidikan, dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah. Indikator ini dikenal dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Partisipasi sekolah merupakan indikator dasar yang digunakan 39

61 untuk melihat akses pada pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Indikator ini juga dapat digunakan untuk melihat struktur kegiatan penduduk yang berkaitan dengan sekolah. Dalam kajian berikut, Angka Partisipasi Sekolah (APS) didefinisikan sebagai persentase pemuda yang masih bersekolah terhadap jumlah populasi pemuda secara keseluruhan tanpa memperhatikan jenjang atau tingkat pendidikan yang sedang dijalaninya. Tabel Angka Partisipasi Sekolah Formal dan Formal + Nonformal Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Formal Formal + Non Formal (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Perkotaan (K) Laki-laki 64,49 18,21 2,28 21,28 64,63 18,24 2,28 21,32 Perempuan 61,15 17,83 1,34 19,59 61,26 17,87 1,36 19,64 L+P 62,84 18,02 1,80 20,43 62,97 18,05 1,81 20,47 Perdesaan (D) Laki-laki 47,64 7,14 0,86 14,18 47,72 7,26 0,92 14,26 Perempuan 47,39 6,15 0,78 12,60 47,50 6,20 0,80 12,66 L+P 47,52 6,64 0,82 13,38 47,61 6,72 0,86 13,45 K + D Laki-laki 55,80 12,97 1,60 17,84 55,90 13,04 1,63 17,90 Perempuan 54,25 12,37 1,07 16,20 54,37 12,41 1,09 16,25 L+P 55,05 12,66 1,32 17,01 55,16 12,72 1,35 17,07 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Tabel secara rinci menyajikan APS pendidikan formal pemuda dan APS pendidikan formal + non formal pemuda menurut 40

62 tipe daerah, jenis kelamin, dan kelompok umur. APS kelompok usia sekolah (16-18 tahun dan tahun) lebih tinggi dibandingkan kelompok diatas usia sekolah (25-30 tahun). Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa baik pada kelompok umur tahun, tahun dan tahun, APS pemuda laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan APS perempuan. Pada APS pemuda perempuan seiring dengan peningkatan kelompok usia terjadi penurunan yang cukup signifikan. Kecenderungan makin menurunnya APS penduduk perempuan pada usia yang semakin tinggi diduga berkaitan dengan kurang tersedianya sarana maupun prasarana untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi di lokasi sekitar tempat tinggal mereka dan faktor sex preference yaitu kecenderungan mengutamakan anak laki-laki untuk bersekolah dibandingkan anak perempuan. Kondisi ini juga sejalan dengan Tabel yang menggambarkan bahwa status pemuda perempuan yang kawin lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda laki-laki. Pada Tabel juga ditampilkan APS pemuda di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Pola tersebut terlihat baik bagi pemuda laki-laki maupun perempuan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pemuda di daerah perkotaan memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perdesaan. 4.2 Angka Buta Huruf Buku adalah gudang ilmu yang menjadi solusi memecahkan suatu kebodohan, jadi tepat bila dikatakan buku adalah jendela 41

63 dunia dan membaca adalah kuncinya. Kegiatan membaca merupakan kunci memasuki dunia pengetahuan yang maha luas. Membaca merupakan proses awal dalam sebuah perubahan menuju masyarakat bangsa yang maju dan madani. Dalam EFA Global Monitoring Report, Literacy for Life (2006), UNESCO menyimpulkan terdapat korelasi yang kuat antara kemampuan membaca dengan investasi dan kinerja seseorang. Membaca (keaksaraan) akan mempermudah seseorang untuk memahami informasi terkait bidang kerja dan berbagai aspek lain menyangkut peningkatan kualitas hidup. Laporan tersebut menilai bahwa buta aksara merupakan masalah yang dimiliki oleh sebagian besar negara-negara dunia yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Buta aksara sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan serta ketidakberdayaan masyarakat. Penduduk buta aksara tidak hanya terdapat di negara berkembang dan berpenduduk besar tetapi juga di negara maju termasuk Inggris dan Amerika Serikat. (Fauziah Rahmah Lubis, Agustus 2008). Buta aksara atau buta huruf dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan membaca, lawan katanya adalah melek aksara (juga disebut dengan melek huruf) yaitu kemampuan membaca. Biasanya, tingkat melek aksara dihitung dari persentase populasi dewasa yang bisa membaca dan menulis. Dalam perkembangan modern kata melek aksara diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis. 42

64 Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) memiliki definisi sebagai berikut: Melek aksara adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi. Kemampuan baca-tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas. Angka melek aksara adalah tolok ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di suatu daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berdalih bahwa melatih orang yang mampu baca-tulis jauh lebih murah daripada melatih orang yang buta aksara, dan umumnya orang-orang yang mampu baca-tulis memiliki status sosial ekonomi, kesehatan, dan prospek meraih peluang kerja yang lebih baik. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Tingkat buta aksara di Indonesia masih tinggi. Lima penyebab utama, yakni 1) tingginya angka putus Sekolah Dasar (SD), 2) beratnya kondisi geografis Indonesia, 3) munculnya penyandang buta aksara baru, 4) pengaruh faktor sosiologis 43

65 masyarakat, 5) serta kembalinya seseorang menjadi penderita buta aksara. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberantasan buta aksara merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Berbagai upaya dalam pemberantasan buta aksara telah dilakukan oleh pemerintah. Keseriusan dan komitmen pemerintah terhadap buta aksara atau kemelekaksaraan tertuang dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM bahwa salah satu target pembangunan pendidikan adalah menurunnya angka buta aksara penduduk 15 tahun ke atas menjadi 5 persen pada tahun Secara operasional perhatian khusus mengenai buta aksara ditindaklanjuti dalam Inpres RI No. 5 Tahun 2006 tentang Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara serta berbagai program yang telah dijalankan, diantaranya adalah kursus A-B-C, Program Pemberantasan Buta Huruf Fungsional, Kejar Paket A, dan saat ini yang paling populer yaitu program Keaksaraan Fungsional (KF) yang dijalankan oleh pemerintah sejak tahun Program ini dimaksudkan untuk memberantas kebutaaksaraan dengan fokus kegiatan melalui diskusi, membaca, menulis, berhitung dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam aktivitas yang berkaitan dengan kebutuhan keseharian. Bentuk penghargaan atas mereka yang mengikuti kegiatan keaksaraan dan dinyatakan lulus, diberikan sertifikat SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara). Pada Tabel ditampilkan persentase pemuda buta huruf menurut tipe daerah dan jenis kelamin dari tahun 2005, 2007 dan Dari tabel tersebut terlihat bahwa persentase pemuda yang buta huruf selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005, pemuda yang 44

66 buta huruf tercatat sebesar 1,56 persen, angka tersebut turun menjadi 1,51 persen pada tahun 2007, kemudian pada tahun 2009 menjadi sebesar 0,90 persen. Rendahnya angka buta huruf pemuda menunjukkan semakin membaiknya kualitas sumber daya pemuda. Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Jika dibandingkan menurut jenis kelamin, pada tahun 2005 persentase pemuda laki-laki yang buta huruf sebesar 1,33 persen, sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 1,29 persen dan pada tahun 2009 menjadi 0,72 persen. Demikian pula halnya dengan pemuda perempuan pada tahun 2005 sebesar 1,78 persen, pada tahun 2007 turun menjadi sebesar 1,73 persen dan pada tahun 2009 menjadi 1,08 persen. Pada Tabel juga terlihat bahwa persentase pemuda perempuan yang buta huruf lebih tinggi dibandingkan pemuda lakilaki. Kondisi ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Tabel Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2005, 2007 dan 2009 Tipe Daerah L P L+P L P L+P L P L+P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Perkotaan (K) 0,52 0,71 0,61 0,44 0,62 0,53 0,22 0,40 0,31 Perdesaan (D) 2,06 2,77 2,41 2,05 2,75 2,40 1,26 1,80 1,53 K+D 1,33 1,78 1,56 1,29 1,73 1,51 0,72 1,08 0,90 Sumber: BPS RI Susenas 2005, 2007,

67 Umur pemuda merupakan salah satu faktor yang juga turut mempengaruhi pola angka buta huruf pemuda. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.2, angka buta huruf pemuda cenderung semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur pemuda. Angka buta huruf pemuda pada kelompok umur tahun adalah sebesar 0,36 persen, kelompok umur tahun sebesar 0,68 persen dan pada kelompok umur tahun sebesar 1,39 persen. Kecenderungan semakin meningkatnya angka buta huruf pemuda pada usia yang semakin tinggi ini terjadi di daerah perkotaan maupun perdesaan serta untuk pemuda laki-laki maupun pemuda perempuan. Tabel Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Kelompok Umur (Tahun) (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan (K) Laki-laki 0,10 0,15 0,34 0,22 Perempuan 0,07 0,30 0,66 0,40 L+P 0,09 0,23 0,50 0,31 Perdesaan (D) Laki-laki 0,61 1,00 1,88 1,26 Perempuan 0,63 1,36 2,75 1,80 L+P 0,62 1,18 2,34 1,53 K + D Laki-laki 0,36 0,56 1,07 0,72 Perempuan 0,35 0,80 1,69 1,08 L+P 0,36 0,68 1,39 0,90 Sumber: BPS RI Susenas

68 4.3 Rata-rata Lama Sekolah Salah satu indikator tunggal lainnya untuk menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat adalah rata-rata lama sekolah. Ratarata lama sekolah merupakan cerminan tingkat pendidikan penduduk secara keseluruhan. Rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) merupakan indikator yang menunjukkan rata-rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang dicapai penduduk. Jumlah tahun efektif adalah jumlah tahun standar yang harus dijalani oleh seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan, misalnya tamat SD adalah 6 tahun, tamat SMP adalah 9 tahun dan seterusnya. Perhitungan lama sekolah dilakukan tanpa memperhatikan apakah seseorang menamatkan sekolah lebih cepat atau lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan. Rata-rata lama sekolah merupakan indikator pendidikan yang diformulasikan oleh UNDP pada tahun 1990 untuk penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sesuai dengan target pemerintah melalui program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan sejak tahun 1994, rata-rata lama sekolah penduduk diharapkan dapat mencapai sebesar 9 tahun (pendidikan dasar), yaitu minimal tamat jenjang pendidikan dasar atau tamat SMP. Pencapaian sasaran tersebut untuk para pemuda secara umum pada tahun 2009 dapat dikatakan telah mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa secara nasional rata-rata lama sekolah pemuda telah mencapai 9,41 tahun. Angka ini mengandung arti bahwa rata-rata pendidikan yang telah dicapai para pemuda hingga tahun 2009 adalah tamat SMP. Dengan kata lain, program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah secara umum telah berhasil dituntaskan oleh pemuda pada tahun

69 Akan tetapi bila dirinci menurut tipe daerah, pemerataan pendidikan belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh semua pemuda. Ternyata hanya pemuda di daerah perkotaan saja yang telah berhasil melampaui sasaran program wajib belajar 9 tahun. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah pemuda di daerah perkotaan yang mencapai 10,50 tahun (Tabel 4.3.1). Sebaliknya, bagi pemuda di perdesaan masih belum mencapai hasil yang diharapkan karena rata-rata lama sekolah pemuda perdesaan baru mencapai 8,26 tahun. Sejalan dengan kenyataan itu, program wajib belajar 9 tahun seyogyanya lebih difokuskan pada masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan termasuk juga para pemudanya. Tabel Rata- Rata Lama Sekolah (dalam tahun) Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tipe Daerah Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) Perkotaan (K) 10,49 10,52 10,50 Perdesaan (D) 8,29 8,22 8,26 K + D 9,42 9,40 9,41 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Faktor lain yang juga harus diperhatikan dalam pemerataan pendidikan adalah kesetaraan jender. Hal ini diperlukan karena masih adanya perbedaan rata-rata lama sekolah antara pemuda lakilaki dengan pemuda perempuan meskipun perbedaannya relatif 48

70 kecil, seperti yang ditampilkan pada Tabel Rata-rata lama sekolah untuk pemuda laki-laki yang mencapai 9,42 tahun masih lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda perempuan yang hanya mencapai 9,40 tahun. Kondisi tersebut terjadi terutama di daerah perdesaan. Di daerah perdesaan rata-rata lama sekolah untuk lakilaki sebesar 8,29 tahun dan perempuan sebesar 8,22 tahun. Sebaliknya rata-rata lama sekolah pemuda laki-laki di perkotaan mencapai 10,49 tahun dan perempuan sebesar 10,52 tahun. 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu ukuran kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Daya saing sebuah bangsa tidak bisa dipisahkan dari mutu dan kualitas SDM nya. Pemuda merupakan kelompok usia produktif yang merupakan komponen modal dasar pembangunan bangsa. Modal dasar yang berkualitas menjadi tujuan utama pembangunan seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Gambaran kualitas SDM Indonesia dapat dilihat dari pendidikan yang ditamatkan seperti yang disajikan pada Tabel Pada Tabel ditampilkan bahwa persentase pemuda yang menamatkan jenjang SMP/sederajat, SM/sederajat dan PT berturut-turut adalah sebesar 31,19 persen, 30,93 persen dan 6,18 persen. Sementara itu, persentase pemuda yang menyelesaikan jenjang pendidikan SD/sederajat persentasenya masih cukup besar (23,93 persen) dan yang belum tamat SD dan 49

71 tidak/belum sekolah masing-masing persentasenya sebesar 6,51 persen dan 1,25 persen. Fenomena ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang berhasil diselesaikan pemuda masih rendah. Tabel Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Tidak/ Belum Sekolah Belum Tamat SD Jenjang Pendidikan SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SM/ Sederajat PT Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Perkotaan (K) Laki-laki 0,38 3,88 14,92 29,91 42,90 8,01 100,00 Perempuan 0,55 3,16 15,88 30,14 39,57 10,70 100,00 L+P 0,47 3,52 15,41 30,03 41,22 9,37 100,00 Perdesaan (D) Laki-laki 1,71 10,23 32,16 32,56 21,16 2,18 100,00 Perempuan 2,46 9,17 33,80 32,32 18,86 3,38 100,00 L+P 2,09 9,69 32,99 32,44 20,00 2,79 100,00 K + D Laki-laki 1,03 6,96 23,28 31,19 32,36 5,18 100,00 Perempuan 1,48 6,07 24,57 31,20 29,53 7,15 100,00 L+P 1,25 6,51 23,93 31,19 30,93 6,18 100,00 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Tabel juga menunjukkan, bahwa tingkat pendidikan pemuda perkotaan lebih tinggi dibandingkan pemuda perdesaan. Persentase pemuda yang menamatkan jenjang pendidikan dasar (SD/sederajat dan SMP/sederajat) di daerah perdesaan lebih tinggi 50

72 dibandingkan daerah perkotaan. Pola sebaliknya terjadi pada jenjang pendidikan menengah ke atas. Kondisi ini sekaligus menunjukan terjadinya urbanisasi pemuda dalam rangka mencari kehidupan yang lebih baik (bekerja maupun sekolah di perkotaan) Dilihat sebarannya menurut jender, tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan pemuda perempuan hingga jenjang SMP/sederajat lebih tinggi dari pemuda laki-laki, namun pada jenjang SM/sederajat keatas pemuda laki-laki lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan, dan pada jenjang PT pemuda perempuan lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki. 51

73 Ketenagakerjaan Penduduk dipandang dari sisi ketenagakerjaan merupakan suplai bagi pasar tenaga kerja di suatu negara. Namun tidak semua penduduk mampu melakukannya karena hanya penduduk yang berusia kerjalah yang bisa menawarkan tenaganya di pasar kerja. Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua golongan yaitu yang termasuk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penggolongan usia kerja di Indonesia mengikuti standar internasional yaitu usia 15 tahun atau lebih. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran. Pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk yang pada periode rujukan tidak mempunyai/melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain). Pembahasan mengenai ketenagakerjaan ini menarik karena beberapa alasan. Pertama, dapat dilihat berapa besar jumlah penduduk yang bekerja. Kedua, dapat diketahui jumlah 52

74 pengangguran dan pencari kerja. Ketiga, apabila dilihat dari segi pendidikan maka hal ini akan mencerminkan kualitas tenaga kerja. Keempat, dilihat dari statusnya dapat diperoleh berapa jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal yang jaminan sosialnya baik, dan berapa yang bekerja di sektor informal. Kelima, informasi karakteristik dan kualitas tenaga kerja berguna sebagai dasar pengembangan kebijakan ketenagakerjaan, terutama perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas SDM yang diharapkan dapat meminimalkan angka pengangguran. Hal ini penting karena tingginya angka pengangguran akan menimbulkan konsekuensi negatif misalnya meningkatnya kriminalitas. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam pembangunan di bidang ketenagakerjaan. Perencanaan dan pembangunan di bidang ketenagakerjaan tidak dapat terlepas dari isu tentang pemuda karena pemuda merupakan kelompok yang penting dan mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi. Pemuda merupakan kelompok sumber daya manusia (SDM) yang paling potensial dibandingkan dengan kelompok penduduk lainnya. Sumber daya pemuda merupakan komponen cukup besar dari populasi penduduk secara keseluruhan. Hal tersebut sekaligus merefleksikan gambaran kuantitatif potensi sumber daya pemuda. Tingkat produktivitas sumber daya pemuda secara umum lebih tinggi dari kelompok penduduk lainnya. Ini merupakan potensi lain yang dimiliki sumber daya pemuda. Sebagian besar penduduk yang berusia di bawah usia pemuda (usia 15 tahun) umumnya masih bersekolah. Walaupun ada yang memasuki angkatan kerja namun karena faktor usia yang masih terlampau muda, ketrampilan 53

75 dan pengalaman yang mereka miliki masih sangat terbatas sehingga produktivitasnya cenderung rendah. Sementara itu, penduduk yang lebih tua dari pemuda (usia 30 tahun) mencakup lansia, umumnya memiliki kemampuan fisik maupun mental yang semakin berkurang karena faktor usia. Sejalan dengan kenyataan di atas, arah dan kebijakan pembangunan ketenagakerjaan khususnya upaya perluasan kesempatan kerja dan penciptaan lapangan pekerjaan baru seyogyanya lebih diprioritaskan pada upaya pemberdayaan pemuda. Hal ini sejalan dengan peranan sumber daya pemuda sebagai tenaga pelaksana pembangunan yang turut menentukan langkah dan keberhasilan pembangunan. Kondisi dan situasi ketenagakerjaan pemuda yang dibahas pada bagian ini meliputi jenis kegiatan utama, partisipasi pemuda dalam angkatan kerja, lapangan usaha, kualitas pekerja, status pekerjaan, jam kerja dan tingkat pengangguran. Hasil pembahasan pada bagian ini secara keseluruhan akan dapat memberikan gambaran secara makro mengenai potensi, peranan dan kontribusi pemuda dalam kegiatan pembangunan ekonomi. 5.1 Pemuda menurut Jenis Kegiatan Berdasarkan kegiatan sehari-harinya, penduduk usia kerja termasuk juga pemuda secara keseluruhan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja merupakan kelompok penduduk usia kerja yang aktif melakukan kegiatan ekonomi, mencakup mereka yang melakukan kegiatan bekerja/berusaha dan mereka yang aktif mencari 54

76 pekerjaan/usaha. Sedangkan penduduk bukan angkatan kerja mencakup mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga dan mereka yang melakukan kegiatan lainnya yang tidak tergolong sebagai kegiatan bekerja, mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga. Tabel 5.1 Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Jenis Kegiatan, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perkotaan (K) Laki-laki 59,42 14,25 20,62 1,26 4,44 100,00 Perempuan 40,86 9,91 19,10 28,18 1,95 100,00 L+P 50,04 12,06 19,85 14,88 3,18 100,00 Perdesaan (D) Laki-laki 70,85 9,86 12,38 1,52 5,39 100,00 Perempuan 38,69 6,79 11,88 40,03 2,61 100,00 L+P 54,87 8,34 12,13 20,65 4,01 100,00 K+D Laki-laki 65,56 11,89 16,19 1,40 4,95 100,00 Perempuan 39,72 8,26 15,28 34,44 2,30 100,00 L+P 52,61 10,07 15,74 17,95 3,62 100,00 Sumber: BPS RI Sakernas Agustus 2009 Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2009, separuh lebih (52,61 persen) pemuda bekerja, sekitar 10,07 persen menganggur/sedang mencari kerja, 17,95 persen memiliki kegiatan mengurus rumah tangga, 15,74 55

77 persen memiliki kegiatan sekolah dan 3,62 persen memiliki kegiatan lainnya. Dilihat menurut jenis kelamin, persentase pemuda laki-laki yang bekerja (65,56 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (39,72 persen. Kondisi ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Bahkan di daerah perdesaan pemuda laki-laki yang bekerja (70,85 persen) hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan (38,69 persen). Pola yang serupa terjadi pada pemuda dengan kegiatan mencari pekerjaan/ menganggur, sekolah dan lainnya (Tabel 5.1). Perentase pemuda perempuan yang kegiatan seminggu yang lalunya mengurus rumah tangga (34,44 persen) lebih tinggi dibandingkan pemuda laki-laki (1,40 persen). Pola ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. 5.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Pemuda Indikator dasar yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi pemuda dalam angkatan kerja adalah TPAK pemuda yang merupakan persentase jumlah angkatan kerja pemuda terhadap jumlah pemuda secara keseluruhan. Angkatan kerja pemuda adalah pemuda yang bekerja dan yang mencari pekerjaan. TPAK pemuda juga merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat gambaran secara umum mengenai peranan dan kontribusi pemuda dalam kegiatan ekonomi. Pada tahun 2009 nampak bahwa penduduk pemuda yang terlibat kegiatan ekonomi relatif cukup besar. Hal ini tercermin dari TPAK pemuda sebesar 62,69 persen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1. Bila dilihat menurut jenis kelamin, terdapat perbedaan 56

78 TPAK yang cukup jauh antara pemuda laki-laki laki dan perempuan, dimana TPAK pemuda laki-laki laki sebesar 77,46 persen dan TPAK pemuda perempuan sebesar 47,98 persen. Pola yang serupa terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Gambar 5.1 TPAK Penduduk Pemuda menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 % Perkotaan Laki-laki Perdesaan Perempuan Perkotaan+Perdesaan Laki-laki+Perempuan Sumber: BPS RI Sakernas Agustus 2009 TPAK pemuda pada masing-masing masing provinsi bervariasi dengan persentase berkisar antara 55,52 72,58 55,52 persen, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran Tabel 5.2 tiga provinsi yang memiliki TPAK pemuda tertinggi berturut-turut berturut adalah Provinsi Bali (72,58 persen), Papua (71,40 persen) dan Kalimantan Barat (69,72 persen). Sementara itu, tiga provinsi yang memiliki TPAK pemuda terendah berturut-turut turut adalah Aceh (55,52 persen), Riau Ria (56,45 persen) dan Sumatera Barat (57,29 persen). Di daerah perkotaan, TPAK pemuda pada masing-masing masing provinsi berkisar antara 50,63 50,

79 74,10 persen, sedangkan di daerah perdesaan berkisar antara 42,76 76,87 persen. 5.3 Pemuda Bekerja menurut Lapangan Usaha Komposisi pemuda yang bekerja menurut lapangan usaha mencerminkan struktur perekonomian dan potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja pemuda. Informasi tersebut juga dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas sumber daya pemuda terutama tingkat ketrampilan yang dikuasai. Semakin tinggi ketrampilan yang dikuasai para pemuda, semakin tinggi minat mereka untuk bekerja di luar sektor pertanian yang menghasilkan upah/gaji lebih tinggi, dan sebaliknya. Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Lapangan Usaha dan Tipe Daerah, 2009 Lapangan Usaha Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Pertanian 6,83 53,68 32,87 Pertambangan & galian 0,73 1,71 1,28 Industri 22,44 11,91 16,59 Listrik, Gas dan Air 0,35 0,12 0,22 Konstruksi 5,63 5,17 5,37 Perdagangan 31,41 13,43 21,42 Transportasi & Komunikasi 8,65 4,79 6,50 Keuangan 3,38 0,63 1,85 Jasa 20,59 8,57 13,91 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI Sakernas Agustus

80 Pada Tabel disajikan persentase pemuda yang bekerja menurut lapangan usaha dan tipe daerah. Sektor/lapangan usaha pertanian ternyata masih mendominasi penyerapan tenaga kerja pemuda. Hal ini dapat dilihat dari hasil Sakernas 2009, dimana dari keseluruhan pemuda yang bekerja, hampir sepertiga (32,87 persen) bekerja pada lapangan usaha pertanian. Kemudian diikuti sektor perdagangan 21,42 persen dan sektor industri 16,59 persen. Sementara itu sektor jasa, sektor transportasi dan sektor konstruksi masing-masing menyerap tenaga kerja pemuda sebesar 13,91 persen, 6,50 persen, dan 5,37 persen. Adapun sektor keuangan, sektor pertambangan dan galian dan sektor listrik, gas dan air masing-masing hanya menyerap tenaga kerja pemuda sebesar 1,85 persen, 1,28 persen dan 0,22 persen. Pada Tabel juga ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola struktur lapangan usaha penduduk pemuda di daerah perkotaan dengan perdesaan. Di daerah perkotaan, mayoritas pemuda bekerja di sektor perdagangan (31,41 persen), diikuti sektor industri (22,44 persen) dan sektor jasa (20,59 persen). Sementara itu, di daerah perdesaan lebih dari separuh pemuda yang bekerja berada di sektor pertanian (53,68 persen), kemudian sektor perdagangan 13,43 persen dan sektor industri 11,91 persen. Kualitas pemuda yang bekerja juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi kualitas pemuda yang bekerja, yang akan mempengaruhi kedudukan serta upah/gaji yang lebih tinggi. Pada Tabel disajikan persentase pemuda yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan tipe daerah. Hampir sepertiga pemuda yang 59

81 bekerja berpendidikan tamat SM/sederajat (30,88 persen), kemudian yang tamat SMP/sederajat sebesar 27,15 persen dan tamat SD/sederajat sebesar 24,78 persen. Sedangkan pemuda yang bekerja dan tamat Akademi/PT sebesar 7,38 persen. Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Tipe Daerah, 2009 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Tdk/Blm Pernah sekolah 0,23 2,15 1,30 Tidak Tamat SD 4,04 12,09 8,51 SD/sederajat 14,97 32,63 24,78 SMP/sederajat 24,32 29,40 27,15 SM/sederajat 44,10 20,31 30,88 Akademi/PT 12,34 3,42 7,38 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI Sakernas Agustus 2009 Jika dilihat menurut tipe daerah, ada perbedaan pola pendidikan tenaga kerja pemuda di daerah perkotaan dan perdesaan. Pemuda perkotaan yang bekerja memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan pemuda perdesaan yang bekerja. Di daerah perkotaan, tenaga kerja pemuda hampir separuhnya memiliki pendidikan tamat SM/sederajat (44,10 persen), kemudian yang tamat SMP/sederajat (24,32 persen), tamat SD/sederajat (14,97 persen) dan tamat Akademi/PT (12,34 persen). Sementara itu tenaga kerja pemuda di daerah perdesaan didominasi oleh tamatan SD/sederajat (32,63 persen), diikuti tamat 60

82 SMP/sederajat (29,40 persen), tamat SM/sederajat (20,31 persen), dan tidak tamat SD (12,09 persen). Sedangkan tenaga kerja pemuda perdesaan yang tamat Akademi/PT dan tidak/belum pernah sekolah masing-masing sebesar 3,42 persen dan 2,15 persen. Kondisi ini sejalan dengan lapangan usaha pemuda yang bekerja. Separuh lebih pemuda yang bekerja di daerah perdesaan berada pada lapangan usaha pertanian dimana dalam memasuki sektor ini tidak memiliki persyaratan khususnya pendidikan. 5.4 Pemuda Bekerja menurut Status Pekerjaan Jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan disebut sebagai status pekerjaan. Pada Tabel 5.4 disajikan persentase pemuda yang bekerja menurut status pekerjaan. Sepertiga lebih pemuda yang bekerja memiliki status sebagai buruh/karyawan/ pegawai (38,04 persen), kemudian sebagai pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga sebesar 23,19 persen, berusaha sendiri sebesar 16,09 persen, dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar sebesar 10,35 persen. Sementara itu, pemuda yang bekerja dengan status pekerjaan lainnya masih dibawah 10 persen yaitu berturut-turut sebagai pekerja bebas non pertanian (6,21 persen), pekerja bebas pertanian (4,76 persen), dan berusaha dibantu buruh tetap (1,34 persen). Banyaknya pemuda yang bekerja sebagai buruh/karyawan/ pegawai terlihat jelas di daerah perkotaan. Dari total pemuda di daerah perkotaan yang bekerja, lebih dari separuhnya (58,38 persen) bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai, diikuti berusaha sendiri sebesar 17,42 persen dan pekerja keluarga sebesar 9,78 persen. Sementara itu di daerah perdesaan, sepertiga pemuda 61

83 bekerja sebagai pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar (33,91 persen), diikuti buruh/karyawan/pegawai sebesar 21,79 persen, berusaha sendiri sebesar 15,03 persen, dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar sebesar 14,05 persen. Tabel 5.4 Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Status Pekerjaan dan Tipe Daerah, 2009 Status Pekerjaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Berusaha Sendiri 17,42 15,03 16,09 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/ tidak dibayar Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar 5,73 14,05 10,35 1,55 1,17 1,34 Buruh/karyawan/pegawai 58,38 21,79 38,04 Pekerja bebas pertanian 1,44 7,42 4,76 Pekerja bebas non pertanian 5,69 6,63 6,21 Pekerja keluarga/ tak dibayar 9,78 33,91 23,19 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus Pemuda Bekerja menurut Jumlah Jam Kerja Produktivitas seseorang dalam bekerja salah satunya dapat dilihat melalui jumlah jam kerja. Jumlah jam kerja normal sesuai standard yang ditentukan International Labour Organization (ILO) adalah 35 jam selama seminggu. Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa lebih 62

84 dari dua pertiga pemuda yang bekerja (70,20 persen) memiliki jam kerja penuh atau jumlah jam kerja minimal 35 jam selama seminggu. Sementara itu, pemuda yang bekerja dengan jumlah jam kerja dibawah normal yaitu antara jam seminggu sebesar 22,38 persen dan mereka yang bekerja dengan jumlah jam kerja 1 14 jam sebesar 5,76 persen. Tabel 5.5 Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Jumlah Jam Kerja Selama Seminggu Terakhir dan Tipe Daerah, 2009 Jumlah Jam Kerja Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) 0* 1,30 1,93 1, ,23 7,79 5, ,81 30,83 22, ,65 59,45 70,20 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus 2009 * = Sementara tidak bekerja Jika dirinci menurut tipe daerah, persentase pemuda yang bekerja dengan jam kerja penuh (minimal 35 jam selama seminggu) di daerah perkotaan lebih besar dibandingkan perdesaan (83,65 persen berbanding 59,45 persen). Hal ini sesuai dengan sektor dominan di perdesaan adalah pertanian yang tidak mempunyai target waktu kerja per hari seperti sektor formal (jasa dan industri). 63

85 5.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda Pengangguran merupakan akibat dari ketidakmampuan lapangan kerja menyerap angkatan kerja yang tersedia. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan, ketidaksesuaian kualifikasi pencari kerja dengan kebutuhan, dan jumlah pencari kerja yang terus meningkat. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator ekonomi makro yang digunakan untuk melihat tingkat perekonomian suatu negara. Indikator ini merupakan persentase antara banyaknya pemuda penganggur (mencari kerja, sedang mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena tak mungkin mendapatkan pekerjaan termasuk putus asa, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja) terhadap jumlah pemuda angkatan kerja. Pada Tabel disajikan TPT pemuda tahun 2009 yang dirinci menurut jenis kelamin dan tipe daerah. Dari tabel tersebut tercatat bahwa tingkat pengangguran pemuda di Indonesia sebesar 10,07 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa secara rata-rata dari setiap 100 orang pemuda angkatan kerja, sebanyak 10 pemuda diantaranya belum mempunyai pekerjaan. 64

86 Tabel TPT Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2009 Jenis Kelamin Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Laki-laki 14,25 9,86 11,89 Perempuan 9,91 6,79 8,26 Laki-laki + Perempuan 12,06 8,34 10,07 Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus 2009 Bila dilihat menurut jenis kelamin, ternyata TPT pemuda lakilaki lebih tinggi dibanding TPT pemuda perempuan (11,89 persen dibanding 8,26 persen). Pola yang serupa terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pemuda menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Tipe Daerah, 2009 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Tdk/Blm Pernah Sekolah 5,74 2,83 3,30 Tidak Tamat SD 9,88 4,64 5,90 SD/sederajat 9,63 6,30 7,22 SMP/sederajat 7,07 6,24 6,60 SM/sederajat 15,26 15,52 15,35 Akademi/PT 18,51 19,33 18,72 Jumlah 12,06 8,34 10,07 Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

87 Bila dilihat menurut tipe daerah, TPT pemuda di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada TPT pemuda di perdesaan. TPT pemuda daerah perkotaan sebesar 12,06 persen, lebih tinggi dibandingkan TPT pemuda daerah perdesaan yang hanya sebesar 8,34 persen. TPT pemuda perkotaan yang lebih tinggi disinyalir erat kaitannya dengan sifat pekerjaan di perkotaan yang lebih kompleks dibandingkan dengan daerah perdesaan. Pekerjaan yang tersedia di perkotaan pada umumnya membutuhkan pekerja dengan ketrampilan dan kualifikasi pendidikan tertentu. Sedangkan daerah perdesaan umumnya jenis pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan informal sehingga cenderung lebih mudah bagi pemuda perdesaan mendapatkan pekerjaan daripada pemuda perkotaan. Pada Tabel disajikan TPT pemuda yang dirinci menurut tingkat pendidikan dan tipe daerah. Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, ternyata TPT pemuda dengan pendidikan tamat akademi/pt menduduki tingkat teratas sebesar 18,72, diikuti TPT pemuda berpendidikan tamat SM/sederajat sebesar 15,35, dan tamat SD/sederajat sebesar 7,22 persen. Pola yang sama terjadi untuk daerah perdesaan, dimana TPT tertinggi terletak pada pemuda dengan pendidikan tamat akademi/pt sebesar 19,33 persen, diikuti tamat SM/sederajat 15,52 persen, tamat SD/sederajat sebesar 6,30 persen, dan tamat SMP/sederajat sebesar 6,24 persen. Untuk daerah perkotaan, TPT tertinggi juga terletak pada pemuda dengan pendidikan tamat akademi/pt yaitu sebesar 18,51 persen, diikuti oleh tamat SM/sederajat sebesar 15,26 persen, tidak tamat SD sebesar 9,88 persen dan tamat SD/sederajat sebesar 9,63 persen. TPT pemuda menurut provinsi disajikan pada Lampiran Tabel TPT pemuda menurut provinsi berkisar antara 4,91 66

88 15,29, dimana TPT tertinggi terjadi di Provinsi Banten sebesar 15,29 persen, diikuti Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Utara masingmasing sebesar 13,53 persen dan 13,49 persen. Sedangkan provinsi dengan TPT terendah adalah Sulawesi Barat sebesar 4,91 persen, diikuti Bali sebesar 5,22 persen dan Nusa Tenggara Timur sebesar 5,31 persen. Distribusi TPT pemuda perkotaan menurut provinsi berkisar antara 6,01 17,43 dimana TPT tertinggi terjadi di Provinsi Papua Barat sebesar 17,43 persen, diikuti Provinsi Sulawesi Utara sebesar 15,72 persen dan Maluku sebesar 15,12 persen. Sedangkan provinsi dengan TPT terendah adalah Bali sebesar 6,01 persen, diikuti Sulawesi Barat sebesar 6,02 persen dan Jambi sebesar 8,46 persen. Sementara itu distribusi TPT pemuda perdesaan menurut provinsi berkisar antara 3,92 16,54 dimana TPT tertinggi terjadi di Provinsi Banten sebesar 16,54 persen, diikuti Provinsi Jawa Barat sebesar 12,97 persen dan Sulawesi Utara sebesar 11,94 persen. Sedangkan provinsi dengan TPT terendah adalah Papua sebesar 3,92 persen, diikuti Nusa Tenggara Timur sebesar 4,03 persen dan Kalimantan Tengah sebesar 4,09 persen. 67

89 Kesehatan Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Sehat Setiap kegiatan dalam upaya memelihara kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip non disrikriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia 68

90 Indonesia yang berkualitas. Indonesia memang telah mengalami kemajuan dalam meningkatkan kualitas kesehatan penduduk. Namun demikian masalah dan tantangan baru muncul sebagai akibat perubahan sosial ekonomi. Permasalahan tersebut antara lain adalah disparitas status kesehatan antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan yang masih cukup tinggi. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut sasaran pembangunan kesehatan pada tahun (RPJM ) adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi terutama pembangunan kesehatan bagi pemuda untuk menciptakan sumber daya manusia pemuda yang berkualitas. Kualitas kesehatan pemuda umumnya tercermin dari status atau derajat kesehatan yang biasanya dilihat melalui berbagai indikator kesehatan seperti angka kesakitan (morbidity rate) dan rata-rata lama sakit. Angka kesakitan dan rata-rata lama sakit merupakan indikator kesehatan negatif yang artinya semakin tinggi angka kedua indikator tersebut menunjukkan kualitas kesehatan yang semakin memburuk. Indikator lain yang juga biasa digunakan untuk melihat status atau derajat kesehatan adalah indikator perilaku hidup sehat antara lain pola makan, kebiasaan berobat, cara berobat, kebiasaan merokok dan kebiasaan melakukan kegiatan fisik atau olahraga. Pada bab ini akan dibahas beberapa indikator kesehatan dalam rangka memperoleh gambaran secara rinci mengenai kualitas kesehatan pemuda seperti keluhan kesehatan, angka kesakitan (morbidity rate), rata-rata lama sakit, dan cara berobat 69

91 6.1 Keluhan Kesehatan Hidup sehat merupakan keinginan semua orang dengan tidak mengenal usia, baik orang tua maupun anak-anak, demikian halnya dengan generasi muda. Generasi muda sebagai modal utama sekaligus juga sebagai motor utama penggerak pembangunan seharusnya adalah sosok yang sehat. Sehat yang dimaksud bukan hanya sekedar sehat secara jasmani, tetapi juga sehat secara mental, baik intrapersonal maupun sosial. Hal tersebut mutlak diperlukan supaya pemuda dapat secara proaktif mengembangkan diri dalam mengelola berbagai sumber daya pembangunan untuk kepentingan masyarakat dan negara. Perilaku hidup yang tidak sehat dapat memicu seseorang mengalami gangguan atau mempunyai keluhan kesehatan yang pada akhirnya dapat mengganggu aktivitas seseorang. Pada bahasan ini keluhan kesehatan didefinisikan sebagai keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut/kronis, kecelakaan, kriminalitas atau hal lain. Secara umum, jumlah kejadian keluhan kesehatan yang dialami penduduk pada dasarnya merupakan salah satu indikasi pola perilaku tidak sehat penduduk, antara lain adalah faktor kekurangpedulian dalam menjaga kesehatan, kebugaran tubuh dan faktor keengganan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Dari data Susenas 2009 seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.1, sekitar 24,41 persen dari keseluruhan populasi pemuda mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir. Dilihat menurut tipe daerah, tampak bahwa pemuda di daerah perdesaan yang mengalami keluhan kesehatan persentasenya lebih tinggi jika 70

92 dibandingkan dengan pemuda perkotaan (25,01 persen berbanding 23,84 persen). Dilihat menurut jenis kelamin, persentase pemuda perempuan yang mengalami keluhan lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda laki-laki (25,96 persen berbanding 22,82 persen), pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Tabel 6.1 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tipe Daerah Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) Perkotaan 22,58 25,07 23,84 Perdesaan 23,08 26,90 25,01 Perkotaan + Perdesaan 22,82 25,96 24,41 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Persentase pemuda yang mengalami keluhan kesehatan untuk setiap provinsi disajikan pada Lampiran Tabel 6.1. Pemuda yang mengalami keluhan kesehatan pada masing-masing provinsi persentasenya bervariasi antara 18,92 38,02 persen. Provinsi dengan persentase pemuda yang mengalami keluhan kesehatan paling tinggi berturut-turut adalah Provinsi Gorontalo (38,02 persen), Nusa Tenggara Timur (37,01 persen) dan DI. Yogyakarta (33,17 persen). Sebaliknya provinsi dengan persentase pemuda yang mengalami keluhan kesehatan paling sedikit adalah Provinsi Jambi 71

93 (18,92 persen), Maluku Utara (19,59 persen) dan Kalimantan Timur (19,76 persen). 6.2 Jenis Keluhan Kesehatan Menurunnya kondisi kesehatan atau daya tahan tubuh selain dapat menggganggu aktivitas sehari-hari juga dapat mengganggu produktivitas kerja, yang pada akhirnya dapat pula mengganggu kinerja secara keseluruhan. Seperti diketahui, seseorang dapat mengalami keluhan kesehatan lebih dari satu jenis, baik dalam waktu yang bersamaan maupun waktu yang berbeda selama satu bulan terakhir. Pada Tabel disajikan gambaran berbagai jenis keluhan kesehatan yang sering dirasakan oleh pemuda selama satu bulan terakhir. Tabel Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenis Keluhan, 2009 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Panas Batuk Pilek Jenis Keluhan Asma/ Napas Sesak/ Cepat Diare/ Buang Air Sakit Gigi Sakit Kepala Berulang Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Perkotaan (K) Laki-laki 8,75 12,31 12,33 0,65 0,84 3,32 0,99 5,25 Perempuan 8,37 12,13 12,75 0,83 1,00 4,59 1,24 6,95 L+P 8,56 12,22 12,54 0,74 0,92 3,96 1,12 6,11 Perdesaan (D) Laki-laki 9,12 10,85 10,94 0,76 1,17 4,82 1,82 6,42 Perempuan 9,16 11,35 11,88 1,00 1,36 6,58 2,17 8,15 L+P 9,14 11,10 11,41 0,88 1,27 5,71 1,99 7,29 72

94 K+D Laki-laki 8,93 11,60 11,65 0,71 1,00 4,05 1,39 5,81 Perempuan 8,75 11,75 12,33 0,92 1,17 5,55 1,69 7,54 L+P 8,84 11,68 11,99 0,81 1,09 4,81 1,54 6,68 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan oleh para pemuda adalah pilek, batuk dan panas dengan persentase masingmasing sebesar 11,99 persen, 11,68 persen dan 8,84 persen. Pola jenis keluhan kesehatan serupa juga ditemukan baik di perkotaan maupun perdesaan serta pemuda laki-laki maupun perempuan. Dilihat menurut tipe daerah, persentase pemuda di perdesaan yang mengalami keluhan kesehatan pada setiap jenis keluhan cenderung lebih tinggi dari rekan mereka di perkotaan, kecuali keluhan batuk dan pilek. Pemuda yang mengalami keluhan batuk dalam satu bulan terakhir di perkotaan sebanyak 12,22 persen dan pemuda di perdesaan sebanyak 11,10 persen, dan untuk keluhan pilek, pemuda di perkotaan sebanyak 12,54 persen, sedangkan pemuda di perdesaan sebanyak 11,41 persen. Tabel Proporsi Pemuda yang Sakit menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Tipe Daerah Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) Perkotaan 11,44 11,84 11,64 Perdesaan 13,27 14,38 13,83 Perkotaan + Perdesaan 12,33 13,07 12,70 Sumber: BPS RI Susenas

95 Seseorang dikatakan sakit apabila keluhan kesehatan yang dialami mengakibatkan terganggunya kegiatan sehari-hari seperti bekerja, sekolah, mengurus rumah tangga atau kegiatan lainnya. Demikian halnya dengan pemuda yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktivitas sehari-harinya. Semakin tinggi proporsi pemuda yang sakit terhadap populasi pemuda, menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin buruk. Hasil Susenas 2009 seperti yang disajikan pada Tabel ada sebanyak 12,70 persen pemuda menderita sakit. Bila diperhatikan menurut jenis kelamin, proporsi pemuda perempuan yang sakit tercatat lebih tinggi dari pemuda laki-laki (13,07 persen berbanding 12,33 persen). Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Proporsi pemuda yang sakit di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda di perkotaan (13,83 persen berbanding 11,64 persen). Hal ini terlihat secara keseluruhan untuk pemuda laki-laki maupun pemuda perempuan. Pemuda laki-laki yang sakit di perdesaan tercatat sebesar 13,27 persen dan di perkotaan sebesar 11,44 persen. Sementara persentase pemuda perempuan yang sakit di perdesaan tercatat sebesar 14,38 persen dan di perkotaan sebesar 11,84 persen. 6.3 Lama Sakit Indikator lama sakit menggambarkan tingkat intensitas penyakit yang dialami pemuda, menjadi petunjuk seberapa kuat daya tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit, dan juga dapat menggambarkan besarnya kerugian yang dialami pemuda karena penyakit yang diderita. Semakin besar nilai indikator ini 74

96 semakin tinggi tingkat intensitas penyakit yang diderita pemuda dan semakin besar kerugian yang dialami. Pada Tabel dari keseluruhan pemuda yang mengalami sakit, sebanyak 57,81 persen diantaranya menderita sakit selama 1-3 hari, kemudian sebanyak 32,03 persen menderita sakit selama 4-7 hari serta selebihnya adalah pemuda yang menderita sakit lebih dari 7 hari. Data tersebut memberikan gambaran bahwa dari keseluruhan pemuda yang sakit, sebagian besar mengalami sakit yang tidak begitu berat sehingga perlu sedikit waktu untuk penyembuhannya. Tabel Persentase Pemuda yang Sakit menurut Lamanya Sakit dan Tipe Daerah, 2009 Lamanya Sakit (dalam hari) Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) ,21 54,77 57, ,75 34,06 32, ,55 5,28 4, ,15 2,66 2, ,34 3,23 2,81 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Pola yang sama berlaku baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Satu hal yang menarik adalah adanya suatu pola yang menunjukkan kecenderungan lama sakit pemuda di perdesaan lebih lama daripada di perkotaan. Kondisi ini terlihat dari persentase 75

97 lamanya sakit lebih dari satu minggu (Tabel 6.3.1). Hal ini kemungkinan disebabkan pemuda di perkotaan lebih peduli dan lebih mengerti mengenai kesehatan dan didukung pula oleh ketersediaan sarana kesehatan yang lebih mudah dijumpai di daerah perkotaan. Tabel Persentase Pemuda yang Sakit menurut Lamanya Sakit dan Jenis Kelamin, 2009 Lamanya Sakit (dalam hari) Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) ,28 59,22 57, ,82 31,29 32, ,04 4,84 4, ,61 2,24 2, ,25 2,40 2,81 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Jika dibandingkan menurut jenis kelamin seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.3.2, bahwa secara umum pemuda perempuan yang menderita sakit lebih banyak dibanding pemuda laki-laki, seperti pada kelompok lama sakit 1-3 hari pemuda perempuan yang menderita sakit persentasenya sebesar 59,22 persen sedangkan pemuda laki-laki sebesar 56,28 persen. Kondisi ini secara tidak langsung mencerminkan bahwa pemuda perempuan lebih rentan terhadap gangguan berbagai penyakit dibandingkan dengan pemuda laki-laki. Pada kelompok lama sakit 76

98 4 hari atau lebih, persentase pemuda laki-laki sedikit lebih tinggi dibanding pemuda perempuan. Persentase pemuda laki-laki yang menderita sakit pada kelompok lama sakit 4-7 hari sebesar 32,82 persen dan yang lama sakitnya lebih dari 7 hari persentasenya berkisar 2,61-5,04 persen. Sementara untuk pemuda perempuan pada kelompok lama sakit 4-7 hari sebesar 31,29 persen dan yang lama sakitnya lebih dari 7 hari persentasenya berkisar 2,24-4,84 persen. 6.4 Kebiasaan Berobat Kesehatan adalah hal yang paling berharga bagi manusia, karena banyak sekali kerugian yang didapat jika tubuh dalam kondisi tidak sehat. Masih rendahnya pendidikan perilaku sehat yang diberikan atau dimiliki oleh masyarakat, sulitnya akses ke pelayanan kesehatan serta tingginya biaya kesehatan atau biaya berobat yang dianggap masih terlalu mahal, adalah beberapa faktor yang menjadi penyebab masyakat mengabaikan masalah kesehatan. Namun demikian, berbagai cara dapat dilakukan untuk mengobati suatu penyakit, diantaranya adalah pergi berobat ke tempat-tempat pelayanan kesehatan, mendatangkan petugas kesehatan ke rumah maupun mencoba mengobati sendiri penyakitnya. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mengobati sendiri penyakitnya antara lain dengan menggunakan berbagai jenis obat, baik obat modern, tradisional maupun cara pengobatan lainnya. Hasil Susenas 2009, seperti yang disajikan pada Gambar 6.4 tampak bahwa pengobatan secara modern cenderung dipilih oleh 77

99 pemuda guna mengurangi gejala sakit yang dideritanya. Hal ini ditandai dengan lebih tingginya persentase pemuda yang mengobati sendiri sakitnya dengan pengobatan modern yaitu sebesar 92,24 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemuda yang memilih mengobati dengan cara tradisional yang besarnya 20,28 persen dan pengobatan lainnya yang hanya sebesar 4,98 persen. Gambar 6.4 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri menurut Jenis Pengobatan dan Tipe Daerah, 2009 % Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan Modern Tradisional Lainnya Sumber: BPS RI Susenas 2009 Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, baik pemuda lakilaki maupun pemuda perempuan mempunyai pola yang relatif sama dalam memilih jenis obat yang digunakan untuk mengobati keluhan kesehatannya. Seperti yang disajikan pada Tabel 6.4.1, persentase pemuda baik laki-laki maupun perempuan cenderung lebih banyak 78

100 memilih obat modern dibandingkan obat tradisional atau lainnya. Pada penggunaan obat modern, persentase pemuda laki-laki sebesar 92,05 persen dan pemuda perempuan sebesar 92,42 persen. Tabel Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri menurut Jenis Obat, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Jenis Obat yang Digunakan Lakilaki Perkotaan Lakilaki Perdesaan Lakilaki Perkotaan+ Perdesaan Perempuan Lakilaki + Perempuan Perempuan Lakilaki + Perempuan Perempuan Lakilaki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Modern 93,97 94,39 94,19 90,10 90,53 90,33 92,05 92,42 92,24 Tradisional 15,37 14,79 15,07 25,87 24,99 25,40 20,59 20,01 20,28 Lainnya 4,04 3,83 3,93 6,10 5,94 6,02 5,07 4,91 4,98 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Seseorang yang menderita sakit, selain mengobati sendiri upaya lain yang ditempuh adalah dengan cara berobat jalan yaitu mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan modern atau tradisional tanpa menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan ke rumah. Umumnya penggunaan sarana berobat ini berkaitan dengan biaya dan ketersediaan pelayanan. Tabel menunjukkan fasilitas pelayanan kesehatan yang dipilih oleh pemuda dalam rangka mengobati sakitnya. Tempat fasilitas pelayanan kesehatan yang paling banyak dikunjungi oleh pemuda 79

101 yang berobat jalan pada tahun 2009 ini secara berturut-turut adalah Praktek Dokter (33,53 persen), Puskesmas (32,13 persen) dan praktek nakes atau tenaga kesehatan (27,30 persen). Pola yang sama terjadi baik pada pemuda laki-laki maupun perempuan. Tabel Persentase Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Tempat Berobat, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 Tempat Berobat Lakilaki Perkotaan Lakilaki Perdesaan Lakilaki Perkotaan+ Perdesaan Perem -puan Perempuan Lakilaki + Perempuan Perempuan Lakilaki + Perempuan Lakilaki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Rumah Sakit 11,30 12,67 12,03 6,96 7,45 7,23 9,19 10,08 9,67 Praktek Dokter 47,02 43,47 45,12 22,29 20,91 21,54 35,02 32,26 33,53 Puskesmas 26,62 28,85 27,81 34,67 38,18 36,59 30,53 33,49 32,13 Praktek Nakes 17,08 19,63 18,44 36,75 36,21 36,46 26,62 27,87 27,30 Praktek Batra 1,61 0,95 1,26 2,79 1,88 2,30 2,18 1,42 1,77 Dukun Bersalin 0,27 0,42 0,35 0,14 0,98 0,60 0,21 0,70 0,47 Lainnya 1,88 1,69 1,78 3,82 2,46 3,08 2,82 2,07 2,42 Sumber: BPS RI Susenas 2009 Meskipun ketiga jenis tempat berobat tersebut menjadi tempat pelayanan favorit, tetapi bila diperhatikan besaran proporsi pemuda yang berobat, maka terlihat adanya perbedaan pola antara daerah perkotaan dengan perdesaan. Di daerah perkotaan polanya 80

102 cenderung sama dengan umumnya, dimana pemuda di perkotaan cenderung berobat jalan ke tempat Praktek Dokter (45,12 persen), Puskesmas (27,81 persen) dan Praktek Petugas Kesehatan (18,44 persen). Sedangkan di perdesaan persentase tertinggi adalah berobat ke Puskesmas (36,59 persen), Praktek Petugas Kesehatan (36,46 persen) dan Praktek Dokter (21,54 persen). Begitu pula dengan pemuda yang berobat jalan ke rumah sakit, nampak lebih banyak diminati oleh pemuda di perkotaan (12,03 persen) sementara di perdesaan hanya 7,23 persen. Kondisi seperti ini terkait dengan ketersediaan fasilitas kesehatan tempat praktek dokter maupun rumah sakit yang lebih banyak di daerah perkotaan. 81

103 Program dan Organisasi Kepemudaan Sejarah mencatat dalam perkembangan peradaban dunia telah membuktikan peran pemuda sebagai pelaku lahirnya sebuah peradaban baru. Pemuda memegang peranan penting hampir disetiap transformasi sosial demi meraih cita-cita bangsa. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, eksistensi pemuda menjadi titik strategis dalam setiap peristiwa penting yang terjadi, perjuangan dan pembangunan. 7.1 Sejarah Organisasi Kepemudaan Sebelum Kemerdekaan Indonesia Organisasi kepemudaan dalam pergerakan perjuangan untuk merebut kemerdekaan dimulai dengan lahirnya Budi Utomo (ejaan Soewandi: Budi Oetomo) pada tahun Budi Utomo lahir atas inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo disaat beliau sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah satunya STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sejak saat itu, mahasiswa STOVIA mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuanpertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk, selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh Belanda, serta 82

104 bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil tersebut. Para pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatan. Perlakuan mereka pun sebenarnya menindas rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda. Pemuda mahasiswa menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Selanjutnya mulai didirikan organisasi atau perkumpulan kepemudaan yang beranggotakan para pemuda-pemudi Indonesia baik yang bersifat nasional maupun kedaerahan diantaranya : Trikoro Dharmo, Jong Sumatera Bond, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia, Jong Indonesia, Indonesia Muda dan Organisasi Perkumpulan Daerah. 1. Trikoro Dharmo Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal dari Jawa didirikan pada tahun 1915 bertempat di gedung kebangkitan nasional. Organisasi ini kemudian mengubah nama menjadi Jong Jawa pada kongres di Solo. Arti definisi/pengertian dari tri koro dharmo adalah Tiga Tujuan Mulia. 2. Jong Sumatra Bond (Persatuan Pemuda Sumatera) Organisasi ini berdiri pada tahun 1917 yang memiliki tujuan mempererat hubungan antar pelajar yang berasal dari sumatera. Tokoh terkenal dari organisasi ini adalah M. Hatta dan M. Yamin. 83

105 3. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia Organisasi yang satu ini berdiri pada tahun 1925 yang diprakarsa oleh mahasiswa Jakarta dan Bandung dengan tujuan untuk Kemerdekaan Indonesia. 4. Jong Indonesia Perkumpulan pemuda dan pemudi ini didirikan pada tahun 1927 di Bandung. Organisasi ini kemudian diubah namanya menjadi Pemuda Indonesia untuk yang beranggotakan khusus laki-laki dan Putri Indonesia bagi yang beranggotakan khusus perempuan. Pemuda Indonesia melakukan kongres pertama pada tanggal 30 April - 2 Mei 1928 di Jakarta. Selanjutnya kongres kedua dilaksanakan pada tanggal Oktober 1926 yang menghasilkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober Indonesia Muda Indonesia Muda adalah organisasi nasional yang lahir karena dorongan Sumpah Pemuda. Indonesia Muda didirikan pada tahun 1930 sebagai peleburan berbagai organisasi pemuda daerah/lokal. 6. Organisasi Perkumpulan Daerah Setelah muncul Jong Jawa dan Jong Sumatra Bond, maka bermunculanlah organisasi lokal kedaerahan lain seperti Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Minahasa, dan lain sebagainya. 7.2 Organisasi Kepemudaan setelah Kemerdekaan Indonesia Di masa kemerdekaan hingga kini, pemuda memiliki peran sebagai elemen penting dalam mengisi pembangunan. Pemuda 84

106 sebagai pemegang peran potensi pembangunan merupakan generasi penerus bangsa, tenaga kerja produktif bangsa dan memiliki peran penting dalam menggerakkan arah pembangunan dan menentukan masa depan bangsa. Sesuai UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 40 menyebutkan bahwa organisasi kepemudaan dibentuk oleh pemuda berdasarkan kesamaan asas, agama, ideologi, minat dan bakat, atau kepentingan, yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Organisasi kepemudaan berfungsi untuk mendukung kepentingan nasional, memberdayakan potensi, serta mengembangkan kepemimpinan, kepeloporan dan kewirausahaan. Keberadaan organisasi kepemudaan pada saat ini berkembang dengan pesat baik dalam lingkup nasional maupun lokal daerah. Secara umum berdasarkan sifat dan sasarannya, organisasi kepemudaan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: 1. Kepelajaran dan Kemahasiswaan Merupakan organisasi kepemudaan yang membawahi para pelajar dan mahasiswa. Termasuk dalam organisasi kepemudaan Kepelajaran dan Kemahasiswaan antara lain : Ikatan Pelajar Nahdhratul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Kosgoro dan lain lain. 2. Berbasis Agama Merupakan organisasi kepemudaan yang berbasis agama antara lain : Pemuda Muhammadiyah, Gerakan Pemuda Ansor, 85

107 Gerakan Pemuda Islam, Gerakan Pemuda Islam Indonesia, Badan Kontak Pemuda Remaja Masjid Indonesia, Generasi Muda Mudi Bhuda Indonesia, Pemuda Katolik, Perhimpunan Pemuda Hindu, Generasi Muda Konghucu, Gerakan Angkatan Pemuda Kristen Indonesia dan lain lain. 3. Berdiri Sendiri Termasuk dalam organisasi kepemudaan berdiri sendiri antara lain : Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), Generasi Kosgoro, Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI Polri (GEMA FKPPI), Generasi Muda Ormas Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR), Generasi Muda Pembela Tanah Air, Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Pemuda Demokrat Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Forum Pemuda Betawi dan lain lain. 4. Sayap Partai Merupakan organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan partai politik. Organisasi kepemudaan Sayap Partai antara lain : Generasi Pemuda Demokrat, Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Pemuda Bulan Bintang, Gerakan Pemuda Ka bah, Barisan Muda Partai Amanat Nasional. Dalam kurun waktu , perkembangan organisasi kepemudaan cenderung meningkat. Pada tahun 2007 jumlah organisasi kepemudaan di Indonesia berjumlah 191, meningkat 19,9 persen menjadi 229 di tahun Menurut jenisnya, organisasi kepemudaan yang bernaung dalam KNPI dan organisasi kepemudaan berdiri sendiri mengalami perkembangan yang cukup 86

108 pesat dari sisi jumlah di banding jenis organisasi lainnya. Bertambahnya organisasi pemuda merupakan indikasi peningkatan peran aktif pemuda dalam pembangunan. Tabel 7.1 Jumlah Organisasi Kepemudaan di Indonesia menurut Jenis Organisasi, Jenis Organisasi (1) (2) (3) (4) KNPI (Wadah Berhimpun) Kepelajaran Kemahasiswaan Berbasis Agama Berdiri Sendiri Sayap Partai Jumlah Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kegiatan Program Kepemudaan Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang- 87

109 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan kepemudaan dapat dilaksanakan melalui berbagai macam kebijakan program serta kegiatan yang dapat menyentuh kepentingan pemuda. Program-program yang telah dilakukan pemerintah, baik itu pusat dan daerah yang berkaitan dengan kepemudaan antara lain kepeloporan dan kewirausahaan pemuda. Berbagai program pelatihan kewirausahaan yang diperuntukkan bagi pemuda dilaksanakan oleh pemerintah baik secara independen maupun bekerjasama dengan pihak lain. Pelatihan kewirausahaan dimaksudkan supaya pemuda memiliki bekal untuk dapat berwirausaha dan membuka lapangan usaha di daerahnya. Para pemuda peserta pelatihan kewirausahaan ini selain diberikan pelatihan juga difasilitasi sehingga dapat menunjang kegiatan wirausahanya. Program yang berkaitan dengan kepemimpinan, kepeloporan dan kewirausahaan pemuda antara lain: 1. Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3) Program Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3) dimulai sejak tahun Program ini ditujukan bagi sarjana dari berbagai disiplin ilmu guna mengadakan berbagai kegiatan di perdesaan. Para sarjana tersebut kemudian ditempatkan menurut kebutuhan dan potensi desa terpilih sesuai dengan disiplin ilmunya. 88

110 Program SP-3 memberikan dampak positif terhadap pembangunan daerah, terutama dampak pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan. Selama periode tahun 1989 sampai 2009, telah diterjunkan sebanyak orang sarjana yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dan telah mengerjakan berbagai kegiatan di perdesaan. Salah satu aktivitas penting dan menjadi ciri program SP-3 adalah di bidang ekonomi. Gambar 7.1 Jumlah Peserta Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (SP-3), SP-3 Sumber: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Partisipasi pemuda yang mengikuti program SP-3 berfluktuatif dalam sepuluh tahun terakhir. Jumlah pemuda yang mengikuti program SP-3 pada tahun 2001 berjumlah 405 orang turun menjadi 288 orang di tahun

111 2. Pertukaran Pemuda Antar Negara Pertukaran pemuda antar negara (PPAN) merupakan sebuah program kerjasama pemerintah Indonesia melalui Kemenpora dengan beberapa negara asing dengan tujuan memperluas wawasan dan pengetahuan para pemuda untuk mendapatkan bekal dalam menghadapi tantangan global di masa mendatang. Adapun negara tujuan dan program dalam kegiatan PPAN 2010, antara lain Malaysia, Kanada, Australia dan Jepang. Tabel 7.2 Jumlah Pemuda Peserta Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) menurut Negara Tujuan, Jenis PPAN (1) (2) (3) (4) Pertukaran Pemuda Indonesia- Malaysia (PPIM) Pertukaran Pemuda Indonesia- Kanada (PPIK) Pertukaran Pemuda Indonesia- Australia (PPIA) Pertukaran pemuda Indonesia- Jepang (JENESYS) 23 *) *) Jumlah Sumber: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, *) Data tidak tersedia Berdasarkan Tabel 7.2 terlihat bahwa perkembangan peserta pertukaran pemuda antar negara mengalami peningkatan setiap tahun. Jumlah peserta pertukaran pemuda pada tahun 2007 berjumlah 61 orang meningkat menjadi 393 orang di tahun

112 3. Tagana (Taruna Siaga Bencana) Tagana merupakan organisasi kepemudaan yang di bina oleh Kementerian Sosial sebagai salah satu potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS). Tagana terbentuk pada 25 Maret 2003 dan dideklarasikan di Bandung dengan peserta berasal dari anggota karang taruna seluruh Indonesia. Pembentukan Tagana merupakan suatu upaya untuk memberdayakan dan mendayagunakan generasi muda dalam berbagai aspek penanggulangan bencana, khususnya yang berbasis masyarakat. Keikutsertaan pemuda dalam program tagana memiliki kecenderungan menurun setiap tahunnya. Anggota tagana pada tahun 2007 sebanyak orang turun menjadi di tahun Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) PSM lahir berdasarkan tuntutan permasalahan sosial dalam masyarakat yang begitu kompleks sehingga diperlukan penanganan secara sungguh-sungguh, cepat, tepat dan berkelanjutan. Untuk menyelesaikan permasalahan sosial dalam masyarakat tersebut diperlukan adanya motivator, stabilisator dan pendamping sosial yang hidup serta berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Para motivator, stabilisator dan pendamping sosial tersebut perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap permasalahan sosial yang ada dalam lingkungannya, untuk selanjutnya berkiprah sesuai dengan kultur dan tradisi lingkungannya itu sehingga mereka tidak terkesan eksklusif. 91

113 Atas dasar pertimbangan itulah pemerintah melalui Kementerian Sosial RI sejak tahun 1979 telah melatih masyarakat sebagai motivator, stabilisator dan pendamping sosial dalam masyarakat yang disebut dengan nama Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). PSM merupakan bagian dari Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terus berkembang. Jumlah pemuda yang ikut terlibat sebagai PSM pada tahun 2009 berjumlah orang. 5. Karang Taruna Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah desa/kelurahan yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia di lingkungan baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga dimana telah pula diatur tentang struktur pengurus dan masa jabatan di masing-masing wilayah mulai dari desa/kelurahan sampai pada tingkat nasional. Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para remaja, misalnya dalam 92

114 bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, ketrampilan, advokasi, keagamaan dan kesenian. Jumlah pemuda yang aktif dalam Program Karang Taruna pada tahun 2009 berjumlah orang. 6. Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) merupakan program yang dikembangkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam rangka mengatasi permasalahan pengangguran yang dialami oleh pemuda. Lahirnya program KUPP ini di latarbelakangi atas belum digunakannya sumber daya alam yang ada di perdesaan secara optimal, dan penduduk usia kerja di pedesaan cenderung pergi ke kota (urbanisasi) untuk bekerja sebagai buruh pabrik, buruh bangunan, pembantu rumah tangga dan sektor informal lainnya. Untuk mendukung program KUPP, Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Kemenpora meluncurkan program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) untuk Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Program ini dimaksudkan untuk memberdayakan kelompok usaha pemuda dalam mengembangkan usaha-usaha kecil agar mampu meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial kewirausahaan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme tenaga kerja muda agar lebih mampu mandiri, memanfaatkan peluang usaha, bahkan menciptakan lapangan kerja bagi kelompoknya. Berdasarkan data dari Kemenpora, jumlah KUPP pada tahun 2009 telah mencapai 383 buah. 93

115 7. Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP) Sentra Pemberdayaan Pemuda (SPP) merupakan program yang diluncurkan oleh Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dibentuk hingga pelosok tanah air untuk menjawab persoalanpersoalan yang dihadapi pemuda. SPP berisi program-program berbagai sektor seperti pertanian, bela negara, penanggulangan narkoba, kreatifitas dan sebagainya. Lahirnya SPP dilatarbelakangi oleh persoalan sosial pemuda akibat pengangguran, dekadensi moral, dan pengaruh globalisasi negatif lainnya. Tabel 7.3 Jumlah Pemuda menurut Program Kepemudaan, Program Kepemudaan (1) (2) (3) (4) Pekerja Sosial Masyarakat Karang Taruna Taruna Siaga Bencana Kelompok Usaha Pemuda Produktif Sentra Pemberdayaan Pemuda Organisasi Kemasyarakatan Pemuda *) *) 383 *) *) 13 *) *) 717 Jumlah Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Sosial, *) Data tidak tersedia Dalam kegiatannya, SPP akan bersinergi dengan lembagalembaga organisasi masyarakat dan kepemudaan di Indonesia 94

116 terutama dalam bela Negara. Program tersebut dapat membantu pemerintah dalam mencegah dan menghadapi ancaman teroris, bahaya narkoba, penyelundupan, serta tawuran antarwarga di daerahnya. Jumlah SPP yang tercatat di Kemenpora sampai tahun 2009 sebanyak 13 buah. Selain program kepemudaan, masih banyak program yang berkaitan dengan kepemimpinan, kepeloporan dan kewirausahaan pemuda lainnya yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Adapun program pemberdayaan pemuda lainnya antara lain: 1. Pemuda Pelopor 2. Pertukaran Pemuda Antar Provinsi (PPAP) 3. Jambore Pemuda Daerah 4. Jambore Pemuda Indonesia 5. Paskibraka 6. Kapal Pemuda Nusantara 7. Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 8. Persemija (Pekan Olahraga Pelajar dan Pekan Seni Remaja) 9. Olimpiade Pelajar 95

117 Daftar Pustaka Ahmad, Dj., Kemiskinan dan Kesempatan Memperoleh Pendidikan, Jakarta, Kompas, 05 Agustus 2004 Andrey, R., 2008, Peran Pemuda Sebagai Agen Perubahan, 21 Mei 2008, diakses 14 Juli 2010 Badan Pusat Statistik, Laporan Survei Buta Aksara, Badan Pusat Statistik, Jakarta, 2006 Badan Pusat Statistik, Laporan Pendidikan Anak Usia Dini, Badan Pusat Statistik, Jakarta, 2006 Badan Pusat Statistik, Buku III Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009, Pedoman Pencacahan Kor, Jakarta, 2009 Badan Pusat Statistik, Buku IV Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009, Pedoman Pencacahan MSBP, Jakarta, 2009 Badan Pusat Statistik, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2005, Jakarta, 2005 Badan Pusat Statistik, Statistik Pendidikan 2006, Jakarta, 2006 Badan Pusat Statistik, Statistik Pemuda Indonesia 2004, Jakarta, 2004 Badan Pusat Statistik, Statistik Pemuda Indonesia 2005, Jakarta, 2005 Badan Pusat Statistik, Statistik Pemuda Indonesia 2006, Jakarta,

118 Badan Pusat Statistik, Statistik Pemuda Indonesia 2007, Jakarta, 2007 Badan Pusat Statistik, Statistik Pemuda Indonesia 2008, Jakarta, 2008 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Dan Pemberantasan Buta Aksara Presiden Republik Indonesia Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Majalah Gerbang Pemuda, Jakarta, 2006 Kementerian Pemuda dan Olahraga, Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun , Jakarta, 2009 Kementerian Kesehatan, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun , Jakarta, 2009 Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RJPMN) Tahun , Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, 2010 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Supenti, T., Data dan Analisis Kondisi Tenaga Kerja Pemuda, Jakarta,

119 Suryo, H., 2009, Masyarakat Madani dan Peran Pemuda, 29 Oktober 2009, diakses 13 Juli 2010 Wahyuningtyas, P., Kesehatan Masyarakat di Indonesia Vs MDGs, Media Indonesia, Jakarta, 14 November 2007,2010, Pemuda Indonesia Harus Memiliki Daya Saing Internasional, 24 Desember 2009, diakses 19 Januari

120 LAMPIRAN Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2007 Provinsi Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh 309, , ,239, Sumatera Utara 1,562, ,700, ,262, Sumatera Barat 400, , ,131, Riau 534, , ,449, Kep. Riau 402, , , Jambi 245, , , Sumatera Selatan 737, ,251, ,988, Kep. Bangka Belitung 126, , , Bengkulu 135, , , Lampung 441, ,418, ,860, DKI Jakarta 2,896, ,896, Jawa Barat 5,759, ,323, ,082, Banten 1,598, ,147, ,746, Jawa Tengah 3,363, ,952, ,315, DI Yogyakarta 605, , , Jawa Timur 3,815, ,540, ,355, Bali 448, , , Nusa Tenggara Barat 466, , ,149, Nusa Tenggara Timur 230, , ,039, Kalimantan Barat 321, , ,111, Kalimantan Tengah 183, , , Kalimantan Selatan 366, , , Kalimantan Timur 484, , , Sulawesi Utara 200, , , Gorontalo 62, , , Sulawesi Tengah 145, , , Sulawesi Selatan 746, ,257, ,004, Sulawesi Barat 44, , , Sulawesi Tenggara 143, , , Maluku 117, , , Maluku Utara 75, , , Papua 150, , , Papua Barat 64, , , Indonesia 27,187, ,984, ,171, Sumber: BPS RI - Susenas

121 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2008 Provinsi Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh 343, , ,167, Sumatera Utara 1,643, ,684, ,328, Sumatera Barat 405, , ,074, Riau 766, , ,508, Kep. Riau 276, , , Jambi 255, , , Sumatera Selatan 766, ,196, ,963, Kep. Bangka Belitung 131, , , Bengkulu 169, , , Lampung 576, ,374, ,951, DKI Jakarta 2,781, ,781, Jawa Barat 6,383, ,767, ,150, Banten 1,887, ,037, ,925, Jawa Tengah 3,720, ,326, ,047, DI Yogyakarta 592, , , Jawa Timur 4,126, ,758, ,885, Bali 490, , , Nusa Tenggara Barat 520, , ,174, Nusa Tenggara Timur 239, , , Kalimantan Barat 348, , ,226, Kalimantan Tengah 234, , , Kalimantan Selatan 396, , , Kalimantan Timur 555, , , Sulawesi Utara 236, , , Gorontalo 69, , , Sulawesi Tengah 159, , , Sulawesi Selatan 709, ,220, ,929, Sulawesi Barat 90, , , Sulawesi Tenggara 170, , , Maluku 108, , , Maluku Utara 89, , , Papua 141, , , Papua Barat 49, , , Indonesia 29,439, ,292, ,731, Sumber: BPS RI - Susenas

122 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2009 Provinsi Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Jumlah % Jumlah % Jumlah % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh 350, , ,186, Sumatera Utara 1,663, ,750, ,414, Sumatera Barat 404, , ,074, Riau 799, , ,588, Kep. Riau 261, , , Jambi 272, , , Sumatera Selatan 832, ,212, ,045, Kep. Bangka Belitung 133, , , Bengkulu 173, , , Lampung 567, ,427, ,995, DKI Jakarta 2,717, ,717, Jawa Barat 6,520, ,923, ,443, Banten 1,855, ,093, ,948, Jawa Tengah 3,825, ,416, ,241, DI Yogyakarta 557, , , Jawa Timur 4,178, ,834, ,013, Bali 487, , , Nusa Tenggara Barat 569, , ,238, Nusa Tenggara Timur 233, , , Kalimantan Barat 370, , ,263, Kalimantan Tengah 224, , , Kalimantan Selatan 383, , , Kalimantan Timur 551, , , Sulawesi Utara 235, , , Gorontalo 71, , , Sulawesi Tengah 169, , , Sulawesi Selatan 711, ,233, ,944, Sulawesi Barat 95, , , Sulawesi Tenggara 167, , , Maluku 100, , , Maluku Utara 87, , , Papua 145, , , Papua Barat 60, , , Indonesia 29,780, ,025, ,806, Sumber: BPS RI - Susenas

123 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perkotaan Provinsi Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P Jumlah % Jumlah % Jumlah % Sex Ratio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh 170, , , Sumatera Utara 839, , ,663, Sumatera Barat 200, , , Riau 402, , , Kep. Riau 115, , , Jambi 132, , , Sumatera Selatan 406, , , Kep. Bangka Belitung 65, , , Bengkulu 84, , , Lampung 284, , , DKI Jakarta 1,314, ,402, ,717, Jawa Barat 3,301, ,218, ,520, Banten 934, , ,855, Jawa Tengah 1,925, ,899, ,825, DI Yogyakarta 279, , , Jawa Timur 2,032, ,146, ,178, Bali 233, , , Nusa Tenggara Barat 259, , , Nusa Tenggara Timur 114, , , Kalimantan Barat 187, , , Kalimantan Tengah 110, , , Kalimantan Selatan 180, , , Kalimantan Timur 274, , , Sulawesi Utara 116, , , Gorontalo 34, , , Sulawesi Tengah 83, , , Sulawesi Selatan 338, , , Sulawesi Barat 46, , , Sulawesi Tenggara 79, , , Maluku 45, , , Maluku Utara 42, , , Papua 74, , , Papua Barat 27, , , Indonesia 14,741, ,038, ,780, Sumber: BPS RI - Susenas

124 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perdesaan Provinsi Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P Jumlah % Jumlah % Jumlah % Sex Ratio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh 402, , , Sumatera Utara 887, , ,750, Sumatera Barat 321, , , Riau 393, , , Kep. Riau 119, , , Jambi 264, , , Sumatera Selatan 618, , ,212, Kep. Bangka Belitung 86, , , Bengkulu 159, , , Lampung 751, , ,427, DKI Jakarta Jawa Barat 1,937, ,985, ,923, Banten 566, , ,093, Jawa Tengah 1,674, ,741, ,416, DI Yogyakarta 119, , , Jawa Timur 1,868, ,966, ,834, Bali 147, , , Nusa Tenggara Barat 292, , , Nusa Tenggara Timur 362, , , Kalimantan Barat 436, , , Kalimantan Tengah 209, , , Kalimantan Selatan 257, , , Kalimantan Timur 161, , , Sulawesi Utara 141, , , Gorontalo 73, , , Sulawesi Tengah 250, , , Sulawesi Selatan 593, , ,233, Sulawesi Barat 83, , , Sulawesi Tenggara 217, , , Maluku 109, , , Maluku Utara 84, , , Papua 202, , , Papua Barat 73, , , Indonesia 13,869, ,156, ,025, Sumber: BPS RI - Susenas

125 Tabel Jumlah dan Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P Jumlah % Jumlah % Jumlah % Sex Ratio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh 573, , ,186, Sumatera Utara 1,727, ,687, ,414, Sumatera Barat 521, , ,074, Riau 796, , ,588, Kep. Riau 235, , , Jambi 396, , , Sumatera Selatan 1,025, ,019, ,045, Kep. Bangka Belitung 152, , , Bengkulu 243, , , Lampung 1,035, , ,995, DKI Jakarta 1,314, ,402, ,717, Jawa Barat 5,239, ,204, ,443, Banten 1,501, ,446, ,948, Jawa Tengah 3,600, ,641, ,241, DI Yogyakarta 398, , , Jawa Timur 3,900, ,112, ,013, Bali 380, , , Nusa Tenggara Barat 551, , ,238, Nusa Tenggara Timur 477, , , Kalimantan Barat 623, , ,263, Kalimantan Tengah 319, , , Kalimantan Selatan 437, , , Kalimantan Timur 436, , , Sulawesi Utara 258, , , Gorontalo 108, , , Sulawesi Tengah 333, , , Sulawesi Selatan 932, ,011, ,944, Sulawesi Barat 130, , , Sulawesi Tenggara 296, , , Maluku 154, , , Maluku Utara 127, , , Papua 276, , , Papua Barat 101, , , Indonesia 28,611, ,195, ,806, Sumber: BPS RI - Susenas

126 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 Perkotaan Provinsi Total (1) (2) (3) (4) (5) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

127 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 Perdesaan Provinsi Total (1) (2) (3) (4) (5) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

128 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Kelompok Umur, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Total (1) (2) (3) (4) (5) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

129 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 Perkotaan Provinsi Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

130 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 Perdesaan Provinsi Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Total (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

131 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Perkawinan, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Total (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

132 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Provinsi Kepala Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan Total Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

133 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Perdesaan Provinsi Kepala Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

134 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Perkotaan+Perdesaan Kepala Isteri/ Provinsi Rumah Anak Lainnya Total Suami Tangga (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

135 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Provinsi Kepala Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Laki-laki Total Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

136 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Perempuan Provinsi Kepala Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

137 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi, Jenis Kelamin dan Status dalam Rumah Tangga, 2009 Laki-laki+Perempuan Provinsi Kepala Rumah Tangga Isteri/ Suami Anak Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

138 Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 Jenis Kelamin/ Kelompok Umur (Tahun) Tidak/Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah*) Tidak Bersekolah Lagi (1) (2) (3) (4) (5) Perkotaan Jumlah Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Keterangan: *) Termasuk Paket A, Paket B dan Paket C 117

139 Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 Perdesaan Jenis Kelamin/ Kelompok Umur (Tahun) Tidak/Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah* Tidak Bersekolah Lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Keterangan: *) Termasuk Paket A, Paket B dan Paket C 118

140 Tabel Persentase Pemuda menurut Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan (Formal dan Nonformal), 2009 Perkotaan + Perdesaan Jenis Kelamin/ Kelompok Umur (Tahun) Tidak/Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah* Tidak Bersekolah Lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Sumber: BPS RI - Susenas 2009 Keterangan: *) Termasuk Paket A, Paket B dan Paket C 119

141 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 Perkotaan Tidak/ Masih Sekolah Tidak Belum Provinsi Sekolah Jumlah Pernah SD SMP SM PT Lagi Sekolah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

142 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 Provinsi Tidak/ Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah SD SMP SM PT Tidak Sekolah Lagi Perdesaan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

143 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Status Sekolah, 2009 Provinsi Tidak/ Belum Pernah Sekolah Masih Sekolah SD SMP SM PT Perkotaan + Perdesaan Tidak Sekolah Lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

144 Tabel 4.3 Persentase Pemuda yang Buta Huruf menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Provinsi Lakilaki Perempuan Jumlah Lakilaki Perempuan Jumlah Lakilaki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

145 Tabel 4.4 Rata-rata Lama Sekolah (dalam Tahun) Pemuda menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2009 Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Provinsi Lakilaki Perempuan Jumlah Lakilaki Perempuan Jumlah Lakilaki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

146 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Perkotaan Tidak/ Tidak/ Provinsi Belum Belum SD SMP SM PT Jumlah Pernah Tamat Sekolah SD (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

147 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ Belum Pernah Sekolah Tidak/ Belum Tamat SD SMP Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur SD SM PT Perdesaan Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

148 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ Belum Pernah Sekolah Tidak/ Belum Tamat SD SMP Perkotaan+Perdesaan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat SD Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas 2009 SM PT 127

149 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 Provinsi Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumah Tangga Perkotaan Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

150 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 Perdesaan Provinsi Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

151 Tabel Persentase Pemuda menurut Provinsi dan Kegiatan Utama Selama Seminggu Terakhir, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

152 Tabel 5.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Pemuda menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2009 Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

153 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 Perkotaan Per- Per- Listrik, Kons- Perda- Trans- Ketam- Industri Gas & truksi Provinsi tani- an an si an gang- porta- uang- Jasa bang- an Air (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

154 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 Provinsi Listrik, Gas & Air Keuangan Pertambangan Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jasa DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

155 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Lapangan Usaha, 2009 Provinsi Keuangan Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Perkotaan+Perdesaan Transportasi Pertanian Konstruksi Perdagangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jasa DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

156 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Perkotaan Tidak/ Tidak SD/ SM/ Provinsi belum SMP/ Akademi/PT Tamat Sederajajat Sedera- perrnah Sedera-jat SD sekolah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

157 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ belum perrnah sekolah Tidak Tamat SD SD/ Sederajat SMP/ Sedera-jat Perdesaan SM/ Sederajat Akademi/PT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

158 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ belum perrnah sekolah Tidak Tamat SD SMP/ Sedera-jat Perkotaan+Perdesaan SM/ Sederajat SD/ Sederajat Akademi/PT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

159 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 Provinsi Berusaha Sendiri Berusaha dengan Buruh Buruh/ Karyawan Pekerja Bebas Pekerja Tidak Dibayar Perkotaan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

160 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 Perdesaan Provinsi Berusaha Sendiri Berusaha dengan Buruh Buruh/ Karyawan Pekerja Bebas Pekerja Tidak Dibayar Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

161 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Status Pekerjaan, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Berusaha Sendiri Berusaha dengan Buruh Buruh/ Karyawan Pekerja Bebas Pekerja Tidak Dibayar Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

162 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 Provinsi Jam Kerja 0* (1) (2) (3) (5) (6) Perkotaan Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus 2009 * Sementara tidak bekerja 141

163 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 Perdesaan Provinsi Jam Kerja 0* (1) (2) (3) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus 2009 * Sementara tidak bekerja 142

164 Tabel Persentase Pemuda yang Bekerja menurut Provinsi dan Jumlah Jam Kerja (Jam) Selama Seminggu Terakhir, 2009 Perkotaan+Perdesaan Provinsi Jam Kerja 0* (1) (2) (3) (5) (6) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus 2009 * Sementara tidak bekerja 143

165 Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Perkotaan Tidak/ Tidak SD/ SMP/ SM/ Sederajami/PT Akade- Provinsi belum Tamat Sederajarajat Sede- Total pernah SD sekolah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

166 Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ belum pernah sekolah Tidak Tamat SD SD/ Sederajat SM/ Sederajat SMP/ Sederajat Akademi/PT Perdesaan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

167 Tabel Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2009 Provinsi Tidak/ belum pernah sekolah Tidak Tamat SD SD/ Sederajat SM/ Sederajat Perkotaan+Perdesaan SMP/ Sederajat Akademi/PT Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Sakernas Agustus

168 Tabel 6.1 Persentase Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2009 Provinsi Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

169 Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 Perkotaan Provinsi Panas Batuk Pilek Asma/ Diare/ Sakit Napas Sakit Lainnya Buang Kepala Sesak/ Gigi Air Berulang Cepat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

170 Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 Provinsi Panas Batuk Pilek Asma/ Napas Sesak/ Cepat Diare/ Buang Air Sakit Gigi Perdesaan Sakit Kepala Berulang Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

171 Tabel Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Jenis Keluhan, 2009 Provinsi Panas Batuk Pilek Asma/ Napas Sesak/ Cepat Diare/ Buang Air Perkotaan+Perdesaan Sakit Gigi Sakit Kepala Berulang Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

172 Tabel 6.3 Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan Terakhir menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2009 Provinsi Perdesaan Perkotaan Perdesaan + Perkotaan (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

173 Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 Provinsi Lama Sakit (Hari) Perkotaan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

174 Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 Perdesaan Provinsi Lama Sakit (Hari) Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

175 Tabel Persentase Pemuda yang Sakit Selama Sebulan yang Lalu menurut Provinsi dan Lama Sakit (Hari), 2009 Perkotaan + Perdesaan Provinsi Lama Sakit (Hari) Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

176 Tabel 6.5 Proporsi Pemuda yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Mengobati Sendiri Keluhan Kesehatannya menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Obat, 2009 Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D Provinsi Modern sional nya sional nya sional nya Tradi- Lain- Tradi- Lain- Tradi- Lain- Mo-dern Mo-dern (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

177 Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 Perkotaan Provinsi Rumah Sakit Praktek Dokter Puskesmas Praktek Nakes Praktek Batra Dukun Bersalin Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

178 Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 Perdesaan Provinsi Rumah Sakit Praktek Dokter Puskesmas Praktek Nakes Praktek Batra Dukun Bersalin Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

179 Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 Perkotaan + Perdesaan Provinsi Rumah Sakit Praktek Dokter Puskesmas Praktek Nakes Praktek Batra Dukun Bersalin Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

180 Tabel 7.1 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh 4,625 4,610 4,625 Sumatera Utara 9,555 5,010 4,656 Sumatera Barat 1,865 1,580 2,512 Riau 2,026 1,951 1,426 Kep. Riau Jambi 4,738 6, Sumatera Selatan ,286 Kep. Bangka Belitung Bengkulu 1, ,126 Lampung 2,080 2,287 2,457 DKI Jakarta 3,133 3,000 3,743 Jawa Barat 16,513 12,696 7,227 Banten 6,697 6,697 5,746 Jawa Tengah 30,110 38,865 38,579 DI Yogyakarta 3,261 3,470 4,435 Jawa Timur 35,694 25,422 25,399 Bali 2,900 3,528 3,599 Nusa Tenggara Barat 7,639 4,075 2,232 Nusa Tenggara Timur 13,085 12,894 13,860 Kalimantan Barat 14,617 21,083 9,189 Kalimantan Tengah 1, Kalimantan Selatan 3,882 4,076 4,641 Kalimantan Timur 4,103 2,621 1,645 Sulawesi Utara 3, Gorontalo Sulawesi Tengah 603 4, Sulawesi Selatan 6,227 1,426 3,929 Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 1,605 1,798 1,797 Maluku Maluku Utara Papua 3,156 3,159 3,159 Papua Barat Indonesia 190, , ,110 Sumber: Kementerian Sosial,

181 Tabel 7.2 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Karang Taruna menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh 5,821 5,794 6,390 Sumatera Utara 1,508 5,543 4,916 Sumatera Barat 1,410 1, Riau 789 1, Kep. Riau * Jambi 1,165 1, Sumatera Selatan 2,737 2,737 2,717 Kep. Bangka Belitung Bengkulu 1,181 1,147 1,168 Lampung 2,278 2,189 2,184 DKI Jakarta Jawa Barat 5,787 5,789 7,445 Banten 1,451 1,492 1,656 Jawa Tengah 6,783 8,543 8,543 DI Yogyakarta Jawa Timur 8,799 8,431 8,431 Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 1,960 1,960 2,846 Kalimantan Barat 1,280 1,631 1,026 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 1,608 1,491 1,825 Kalimantan Timur Sulawesi Utara 820 1, Gorontalo Sulawesi Tengah 276 1, Sulawesi Selatan 2,365 3,515 2,466 Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 979 1,345 1,466 Maluku Maluku Utara Papua 1,815 1,212 1,212 Papua Barat Indonesia 56,177 64,130 61,695 Sumber: Kementerian Sosial, * Data tidak tersedia 160

182 Tabel 7.3 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Taruna Bencana menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara * * * Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat *) Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia 9,600 5,599 5,009 Sumber: Kementerian Sosial, * Data tidak tersedia 161

183 Tabel 7.4 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau 20 * 20 Kep. Riau 15 * 30 Jambi Sumatera Selatan 15 * 33 Kep. Bangka Belitung 10 * * Bengkulu Lampung DKI Jakarta 20 * * Jawa Barat 15 * * Banten 15 * * Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur * Bali 15 6 * Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 20 9 * Kalimantan Barat Kalimantan Tengah * Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara 15 * * Gorontalo 15 * * Sulawesi Tengah 15 * * Sulawesi Selatan 15 8 * Sulawesi Barat * Sulawesi Tenggara 15 * * Maluku 15 5 * Maluku Utara Papua * Papua Barat 15 * * Indonesia Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, * Data tidak tersedia 162

184 Tabel Proporsi Pemuda Sakit yang Berobat Jalan menurut Provinsi dan Tempat Berobat, 2009 Perkotaan + Perdesaan Rumah Praktek Puskesmas Nakes Batra Bersalin Lainnya Praktek Praktek Dukun Provinsi Sakit Dokter (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia Sumber: BPS RI - Susenas

185 Tabel 7.1 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Pekerja Masyarakat (PSM) menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh 4,625 4,610 4,625 Sumatera Utara 9,555 5,010 4,656 Sumatera Barat 1,865 1,580 2,512 Riau 2,026 1,951 1,426 Kep. Riau Jambi 4,738 6, Sumatera Selatan ,286 Kep. Bangka Belitung Bengkulu 1, ,126 Lampung 2,080 2,287 2,457 DKI Jakarta 3,133 3,000 3,743 Jawa Barat 16,513 12,696 7,227 Banten 6,697 6,697 5,746 Jawa Tengah 30,110 38,865 38,579 DI Yogyakarta 3,261 3,470 4,435 Jawa Timur 35,694 25,422 25,399 Bali 2,900 3,528 3,599 Nusa Tenggara Barat 7,639 4,075 2,232 Nusa Tenggara Timur 13,085 12,894 13,860 Kalimantan Barat 14,617 21,083 9,189 Kalimantan Tengah 1, Kalimantan Selatan 3,882 4,076 4,641 Kalimantan Timur 4,103 2,621 1,645 Sulawesi Utara 3, Gorontalo Sulawesi Tengah 603 4, Sulawesi Selatan 6,227 1,426 3,929 Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 1,605 1,798 1,797 Maluku Maluku Utara Papua 3,156 3,159 3,159 Papua Barat Indonesia 190, , ,110 Sumber: Kementerian Sosial,

186 Tabel 7.2 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Taruna menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh 5,821 5,794 6,390 Sumatera Utara 1,508 5,543 4,916 Sumatera Barat 1,410 1, Riau 789 1, Kep. Riau * Jambi 1,165 1, Sumatera Selatan 2,737 2,737 2,717 Kep. Bangka Belitung Bengkulu 1,181 1,147 1,168 Lampung 2,278 2,189 2,184 DKI Jakarta Jawa Barat 5,787 5,789 7,445 Banten 1,451 1,492 1,656 Jawa Tengah 6,783 8,543 8,543 DI Yogyakarta Jawa Timur 8,799 8,431 8,431 Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 1,960 1,960 2,846 Kalimantan Barat 1,280 1,631 1,026 Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan 1,608 1,491 1,825 Kalimantan Timur Sulawesi Utara 820 1, Gorontalo Sulawesi Tengah 276 1, Sulawesi Selatan 2,365 3,515 2,466 Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara 979 1,345 1,466 Maluku Maluku Utara Papua 1,815 1,212 1,212 Papua Barat Indonesia 56,177 64,130 61,695 Sumber: Kementerian Sosial, * Data tidak tersedia 160

187 Tabel 7.3 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Anggota Bencana menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara * * * Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat *) Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia 9,600 5,599 5,009 Sumber: Kementerian Sosial, * Data tidak tersedia 161

188 Tabel 7.4 Jumlah Pemuda yang Terdaftar Sebagai Pembangunan di Perdesaan menurut Provinsi, Provinsi (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau 20 * 20 Kep. Riau 15 * 30 Jambi Sumatera Selatan 15 * 33 Kep. Bangka Belitung 10 * * Bengkulu Lampung DKI Jakarta 20 * * Jawa Barat 15 * * Banten 15 * * Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur * Bali 15 6 * Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 20 9 * Kalimantan Barat Kalimantan Tengah * Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara 15 * * Gorontalo 15 * * Sulawesi Tengah 15 * * Sulawesi Selatan 15 8 * Sulawesi Barat * Sulawesi Tenggara 15 * * Maluku 15 5 * Maluku Utara Papua * Papua Barat 15 * * Indonesia Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, * Data tidak tersedia 162 jian Data & Informasi Statistik Kepemudaan 2010

189 Tabel 7.5 Jumlah Pemuda yang Terdaftar dalam Program Kepemudaan menurut Provinsi, Provinsi Program Kepemudaan KUPP 1) SPP 2) OKP 3) (1) (2) (3) (4) Aceh Sumatera Utara * * * Sumatera Barat * * * Riau 79 * 77 Kep. Riau 20 * 24 Jambi * * 64 Sumatera Selatan * * 69 Kep. Bangka Belitung * * * Bengkulu 10 * 25 Lampung 28 * * DKI Jakarta * * * Jawa Barat * * * Banten * * 57 Jawa Tengah 64 * * DI Yogyakarta Jawa Timur * - * Bali * * * Nusa Tenggara Barat 71 * 52 Nusa Tenggara Timur * * * Kalimantan Barat Kalimantan Tengah * * * Kalimantan Selatan * * 63 Kalimantan Timur * * 31 Sulawesi Utara * * * Gorontalo * * * Sulawesi Tengah * * * Sulawesi Selatan * * * Sulawesi Barat * * * Sulawesi Tenggara * * 86 Maluku * * * Maluku Utara Papua * * * Papua Barat * * * Indonesia Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, Keterangan: * Data tidak tersedia 1) KUPP : Kelompok Usaha Pemuda Produktif 2) SPP: Sentra Pemberdayaan Pemuda 3) OKP : Organisasi Kemasyarakatan Pemuda 163

190

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2011 ISSN. 2086 1036 No Publikasi : 04220.1202 Katalog BPS : 4104001 Ukuran Buku : 28 Cm x 21 Cm Jumlah Halaman : xviii + 148 Halaman Naskah : Subdirektorat Statistik Pendidikan

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2011 ISSN: 2086-1028 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1201 Katalog BPS/BPS Catalogue: 4103008 Ukuran Buku/Book Size: 28 cm x 21 cm Jumlah Halaman/Pages: xxv + 190 halaman/pages

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2008 ISBN. No Publikasi : 04220. Katalog BPS : Ukuran Buku : 21 Cm x 29 Cm Jumlah Halaman : 155 Naskah : Sub Direktorat Statistik Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial Gambar Kulit

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2013 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ISSN : 2086-1028 2086-1028 Nomor Publikasi : 04220.140104220.1303 Katalog BPS : 41030084103008 Ukuran Buku : 29,7 Cm x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

Penduduk: Usia: Status Perkawinan: Anak Lahir Hidup:

Penduduk: Usia: Status Perkawinan: Anak Lahir Hidup: Penduduk: Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : Dr. H. Alfitra Salamm, APU Penanggung Jawab : Drs. Djunaedi, M.Si. Sumadi, SH Penanggung Jawab Teknis Wkl. Penanggung Jawab teknis : Teguh Pramono, MA : Sumadi, SH Editor : Ir.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go w tp :// w ht.b p w.id s. go STATISTIK PEMUDA PROVINSI RIAU 2010 ISSN: 2086-1028 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1111 Katalog BPS/BPS Catalogue: 4103008.21 Ukuran

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2014 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ISSN : 2086-10282086-1028 2086-1028 Nomor Publikasi : 04220.1501 04220.140104220.1303 Katalog BPS : 4103008 41030084103008 Ukuran Buku

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

Profil LANSIA Jawa tengah 2014

Profil LANSIA Jawa tengah 2014 Katalog BPS : 4201003.33 Profil LANSIA Jawa tengah 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH PROFIL LANSIA JAWA TENGAH 2014 ISSN : 2407-3342 Nomor Publikasi : 33520.1511 Katalog BPS : 4104001.33

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go w tp :// w ht.b p w.id s. go STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2010 ISSN: 2086-1028 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1101 Katalog BPS/BPS Catalogue: 4103008 Ukuran Buku/Book

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA BARAT 2014 ISBN : 978-602-1196-66-3 Nomor Publikasi : 13520.15.08 Katalog BPS : 4301003.13 Ukuran buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : ix + 40 Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA INDONESIA 2012 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ISSN : 2086-1028 Nomor Publikasi : 04220.1303 Katalog BPS : 4103008 Ukuran Buku : 21 Cm x 29,7 cm Jumlah Halaman : xxvi + 243 halaman

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA SUMATERA SELATAN

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA SUMATERA SELATAN Katalog : 4104001.16 STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA SUMATERA SELATAN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA SUMATERA SELATAN 2015 STATISTIK PENDUDUK LANJUT

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN WANITA 2014 ISSN : No. Publikasi : 5314.1420 Katalog BPS : 2104003.5314 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah Halaman : xiv + 31 halaman Naskah : BPS Kabupaten Rote Ndao Penyunting :

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi DKI Jakarta No. 55/11/31/Th. XIX, 6 November 2017 PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Tingkat P Terbuka (TPT) sebesar 7,14

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2012 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ISSN : 2086-1036 Nomor Publikasi : 04220.1304 Katalog BPS : 4104001 Ukuran Buku : 21 Cm x 29,7 cm Jumlah Halaman : xxv + 260 halaman

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 No. 62/11/13/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka

Lebih terperinci

No. Katalog :

No. Katalog : No. Katalog : 23303003.3375 No. Katalog: 2303003.3375 PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 No. 16/07/33/16/Th.I, 16 Juli 2017 STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 Pemuda adalah bagian dari penduduk usia produktif yaitu berumur 16-30 tahun. Jumlah pemuda di Kabupaten Blora adalah 167.881 jiwa atau

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja

Lebih terperinci

STATISTIK GENDER 2011

STATISTIK GENDER 2011 STATISTIK GENDER 211 STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

Profile Perempuan Indonesia

Profile Perempuan Indonesia Profile Perempuan Indonesia PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan nasional sebagai awal perjuangan perempuan yang terorganisir, ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia tingkat

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013

PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013 PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013 ISBN: 978-979 - 064-666 - 7 No. Publikasi: 04210.1310 Katalog BPS: 2104010 Ukuran Buku: 11 cm x 19 cm Jumlah Halaman: vii + 48 Naskah: Subdirektorat Statistik

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 No Publikasi : 76042.1202 Katalog BPS : 2302003.7604 Ukuran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara Agustus 2017 No. 63/11/Th. XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Provinsi Sulawesi Tenggara Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara Agustus 2017 Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010 ISSN 2087-7633 KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010 KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam 57 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam penelitiannya penulis menggunakan data analisis dan interprestasi dari arti

Lebih terperinci

STATISTIK KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI 2014 ISSN : 2355-2964 Katalog BPS : 2301104.51 Nomor Publikasi : 51521.1502 Ukuran Buku : 14,8 cm x 21 cm Jumlah Halaman : xi + 75 halaman Naskah : BPS Provinsi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 53/11/14/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Riau Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 No.62/11/ 63/Th XX/07 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja mencapai 2,08 juta orang atau terjadi penambahan sebesar 91,13 ribu orang dibanding Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No.29/05/73/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017 Februari 2017 jumlah angkatan kerja 3.991.818 orang, jika dibandingkan Februari 2016

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016

STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016 STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016 Data dan Informasi (1) Data a. Data adalah fakta berupa angka, karakter, simbol, gambar, tanda-tanda, isyarat, tulisan,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 67/11/32/Th. XVII, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015 Agustus 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,72 PERSEN Jawa Barat mengalami penurunan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN

PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN 2013-2017 ISBN : 978-602-7536-15-9 PERENCANAAN TENAGA KERJA PROVINSI GORONTALO TAHUN 2013-2017 Kerjasama : Pusat Perencanaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga

Lebih terperinci

w :// w tp ht w.id go.b ps. STATISTIK PEMUDA INDONESIA (Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2015 ISSN: 2086-1028 Nomor Publikasi: 04220.1603 Katalog: 4103008 Ukuran Buku: 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman:

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 01/03/Th. VIII, 28 Maret 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 1,32 PERSEN Angkatan kerja di Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No.51/11/31/Th. XIV, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS Jumlah angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta pada mencapai 5,37 juta orang, bertambah 224,74 ribu

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go w tp :// w ht.b p w.id s. go STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA PROVINSI MALUKU UTARA 2010 ISSN: 2086-1036 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1166 Katalog BPS/BPS Catalogue:

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN INDONESIA STATISTIK PENDIDIKAN 2016 ISBN Nomor Publikasi Katalog Ukuran Buku : 978-602-438-036-6 : 04220.1605 : 4301008 : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman Naskah Diterbitkan oleh Dicetak

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015 No. 27/05/82/Th. XI, 06 Mei No. 67/11/82/Th XIV, 05 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS : Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) mencapai 773,18 ribu orang. Naik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go w tp :// w ht.b p w.id s. go STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA PROVINSI BALI 2010 ISSN: 2086-1036 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1152 Katalog BPS/BPS Catalogue: 4104001.51

Lebih terperinci

DATA TERPILAH DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

DATA TERPILAH DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DATA TERPILAH DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN DISAMPAIKAN OLEH: ASISTEN DEPUTI INFORMASI GENDER DALAM PERTEMUAN KOORDINASI DAN

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2006

STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2006 Katalog BPS : 4611. (Survei Sosial Ekonomi Nasional) STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2006 BADAN PUSAT STATISTIK STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2006 STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2006 ISBN. 978-979-724-600-6

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI GORONTALO FEBRUARI 2017 No. 28/05/75/Th. XI, 5 Mei 2017 - Jumlah angkatan kerja pada Februari 2017 mencapai 590.063 orang, bertambah 27.867 orang dari keadaan Agustus 2016

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK. Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,32 persen

BERITA RESMI STATISTIK. Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,32 persen Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus 2017 No. 74/11/Th. XI, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus 2017 Agustus 2017:

Lebih terperinci

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2014 Oleh : Muhammad Fajar KATA PENGANTAR Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas perstatistikan di

Lebih terperinci

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Erisman, M.Si, Kabid Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Tengah Data Penduduk Yang Digunakan Mulai tahun 2014 angka penduduk yang digunakan adalah

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go w tp :// w ht.b p w.id s. go STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA PROVINSI SULAWESI TENGAH 2010 ISSN: 2086-1036 No. Publikasi/Publication Number: 04220.1160 Katalog BPS/BPS Catalogue:

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No.25 /05/TH.XX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,39 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Februari 2017 mencapai 2,330

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 No. 06/11/53/Th. XIX, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,25 % Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2016 mencapai

Lebih terperinci

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG No. 76/11/19/Th.XIV, 7 November 2016 KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Jumlah angkatan kerja Agustus 2016 mencapai 705.173 orang, bertambah sebanyak 17.525 orang dibandingkan jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 No. 36/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2015 mencapai 2.458.784 orang, bertambah sebanyak 142.026 orang

Lebih terperinci

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG No. 36/05/19 Th XIII, 5 Mei 2015 KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Jumlah angkatan kerja Februari 2015 mencapai 691.928 orang, bertambah sebanyak 51.028 orang dibanding jumlah angkatan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung periode 20122017 telah selesai dilaksanakan. Seiring dengan hal itu Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih

Lebih terperinci

STATISTIK PENDIDIKAN JAWA TENGAH 2014 Hasil Susenas 2014

STATISTIK PENDIDIKAN JAWA TENGAH 2014 Hasil Susenas 2014 Katalog BPS : 4301002. 33 STATISTIK PENDIDIKAN JAWA TENGAH 2014 Hasil Susenas 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH STATISTIK PENDIDIKAN JAWA TENGAH 2014 IS B N : 97 8-6 0 2-0916 - 51-4 No.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding

Lebih terperinci

w w :// tp ht.id.b ps.g o w STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA 2013 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ISSN : 2086 1036 No. Publikasi : 04220.1402 Katalog BPS : 4104001 Ukuran Buku : 29,7 cm x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM 1 PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM A. PENDAHULUAN Profil Pendidikan Dasar dan Menengah (Profil Dikdasmen) disusun bersumber pada isian instrumen Profil Dikdasmen

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 66/11/16/Th. XVIII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 31/05/21/Th. VI, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2011 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEBESAR 7,04 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/2016 KABUPATEN/KOTA. PROVINSI...

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/2016 KABUPATEN/KOTA. PROVINSI... LOGO KANTOR PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/2016 KABUPATEN/KOTA. PROVINSI... Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/kategori:lambang_kabupaten_dan_kota_di_indonesia PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA...

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 35/05/12/Th XVIII, 05 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SUMATERA UTARA SEBESAR 6,39 PERSEN. angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 74/11/35/Th. XIV, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,21 PERSEN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAMBI Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jambi Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka Sebesar 3,87 Persen Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jambi pada Agustus

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH&NBSP; &NBSP;

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH&NBSP; &NBSP; PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH&NBSP; &NBSP; DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 4 BAB I. PENDAHULUAN... 6 Tabel 1.1. Standar untuk Menentukan Nilai Masing-masing Indikator...

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Lombok Utara tentang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 No. 06/05/53/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,59% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Februari 2016 mencapai 3,59

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 54/11/31/Th. XVII, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2015 TPT DKI JAKARTA BULAN AGUSTUS 2015 SEBESAR 7,23 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014 BPS KABUPATEN SEKADAU No.03/12/6109/Th. I, 3 Desember 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2014 SEBESAR 0,31 PERSEN Hasil Survei Angkatan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.24/05/TH.XIX, 4 Mei 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,13 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 59/11/Th. XI, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Papua Barat Agustus 2017 Agutus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar

Lebih terperinci