BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemisahan dengan Membran Membran adalah lapisan tipis semi permeabel di antara dua fasa yang dapat melewatkan komponen tertentu secara selektif. Kemampuan membran untuk memisahkan komponen suatu campuran dipengaruhi oleh perbedaan sifat fisika dan kimia komponen tersebut. Peristiwa perpindahan suatu komponen melewati membran disebabkan oleh suatu gaya dorong. Mekanisme pemisahan dengan membran dapat digambarkan sebagai berikut: MEMBRAN FASA 1 FASA 2 UMPAN PERMEAT GAYA DORONG ΔC, ΔP, ΔT, ΔE Gambar 2.1 Mekanisme pemisahan dengan membran Proses pemisahan dengan membran dapat dikelompokkan berdasarkan gaya dorongnya. Gaya dorong yang menyebabkan terjadinya perpindahan komponen dalam membran sebanding dengan laju permeasi, seperti dinyatakan dalam persamaan (Mulder,1996): J = -A(dX/dx) (2.1) A adalah faktor proporsional yang menunjukkan kecepatan perpindahan komponen melewati membran dan (dx/dx) adalah gaya dorong perpindahan yang dinyatakan oleh gradien X (temperatur, konsentrasi, tekanan) terhadap koordinat x yang tegak lurus dengan penampang membran. Pengelompokkan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 4

2 Tabel 2.1 Proses pemisahan dengan membran berdasarkan gaya dorongnya Beda tekanan Beda konsentrasi (aktivitas) Beda temperatur Beda potensial listrik Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Nanofiltrasi Reverse osmosis Piezodialisis Pervaporasi Pemisahan gas Permeasi uap Dialisis Dialisis-difusi Carrier-mediated transport Thermoosmosis Distilasi membran Elektrodialisis Electro-osmosis Membraneelectrolysis Berdasarkan material bahan baku, membran terbagi menjadi membran alami dan sintetik. Membran sintetik terbagi menjadi 3 jenis didasarkan pada struktur dan prinsip pemisahan, yaitu: 1. Membran berpori Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan ukuran partikel komponen dalam campuran. Ukuran pori membran menentukan karakteristik pemisahan, sedangkan material membran hanya mempengaruhi kestabilan kimia, termal, dan mekanik membran. 2. Membran tak berpori Membran ini digunakan pada pemisahan campuran dengan ukuran partikel komponen yang hampir sama. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan kelarutan dan/atau difusivitas masing-masing komponen campuran. Sifat intrinsik material membran mempengaruhi selektivitas dan permeabilitas. 3. Carrier membran Pemisahan tidak ditentukan oleh karakteristik dan material membran. Unjuk kerja pemisahan ditentukan oleh molekul pembawa (specific carrier molecules). Berdasarkan kehomogenan struktur, membran sintetik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Membran simetris Struktur dari membran ini homogen, bisa berupa membran berpori saja atau tak berpori saja. Ketebalan membran berkisar μm. Hambatan dalam perpindahan massa ditentukan oleh ketebalan total dari membran. 5

3 2. Membran asimetris Membran ini terdiri dari dua lapisan, lapisan utama dan lapisan penyangga. Lapisan utama berupa membran tak berpori yang berfungsi menyeleksi komponen dalam campuran, sedangkan lapisan penyangga berfungsi hanya untuk memperkuat lapisan utama tanpa mempunyai kemampuan menyeleksi komponen dalam campuran. 2.2 Pemisahan dengan Pervaporasi Pervaporasi adalah proses pemisahan campuran homogen fasa cair melalui membran tak berpori yang melibatkan adanya perubahan fasa. Umpan berupa campuran berfasa cair akan terpisah menjadi permeat berfasa uap dan retentat. Aplikasi pervaporasi pada proses kimia terbagi dalam tiga area, yaitu: dehidrasi pelarut organik, menghilangkan senyawa organik dari aliran aqueous, dan memisahkan campuran organik-organik Pervaporasi mampu memisahkan campuran azeotrop. Sehingga, saat ini pervaporasi banyak digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop. Kelebihan pervaporasi dibandingkan dengan proses pemisahan lainnya antara lain : Konsumsi energi relatif rendah, sehingga lebih ekonomis Selektivitas pemisahan tinggi Ramah lingkungan, tidak menghasilkan limbah Sistem lebih kompak dan tidak membutuhkan desain alat yang besar Mekanisme solution-diffusion Pervaporasi melibatkan perubahan fasa cair umpan menjadi fasa uap di permeat. Hal ini dimungkinkan karena tekanan di bagian permeat dikondisikan serendah mungkin sehingga melewati tekanan jenuh komponen yang lebih mudah melewati membran. Kondisi ini diatur menggunakan pompa vakum atau gas pembawa. 6

4 Gambar 2.2 Mekanisme pervaporasi menggunakan carrier gas Gambar 2.3 Mekanisme pervaporasi vacuum Gaya dorong dalam proses pervaporasi adalah perbedaan tekanan parsial komponen yang lebih mudah melewati membran pada sisi umpan dan sisi permeat, di mana sisi permeat dipertahankan dalam kondisi vakum. Pada proses pervaporasi, pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan dan difusivitas komponen dalam membran. Peristiwa perpindahan pada proses pervaporasi cukup rumit karena melibatkan perpindahan massa dan energi secara bersamaan. Perubahan dari fasa cair ke fasa uap mengindikasikan adanya panas yang harus disediakan untuk penguapan permeat. Proses pemisahan dalam pervaporasi mengikuti mekanisme solution-diffusion.teori ini mengungkapkan bahwa pervaporasi terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1. Adsorpsi selektif komponen ke dalam membran, 2. Difusi selektif komponen melalui membran, dan 3. Desorpsi komponen dari membran. 7

5 Umpan Membran Permeat Gambar 2.4 Pemisahan pada membran tidak berpori [Mulder, 1996] Pada tahap adsorpsi selektif, perpindahan penetran melalui membran dipengaruhi oleh interaksi atau afinitas penetran terhadap membran. Interaksi ini dinyatakan dengan kelarutan (solubility) komponen penetran. Kelarutan yang besar akan berpengaruh pada fleksibilitas rantai polimer dan dapat menurunkan selektivitas. Pada tahap difusi selektif, perpindahan penetran secara difusi mengikuti hukum Ficks : C J = - D( ) (2.2) x Di mana J adalah fluks membran, D adalah koefisien difusi, dan gaya dorong C/ x adalah gradien konsentrasi dalam membran. Untuk suatu komponen i, pada kondisi tunak persamaan ini diintegrasikan menjadi: (2.3) C o,i dan C x,i adalah konsentrasi dalam membran pada sisi umpan dan permeat, sedangkan x adalah ketebalan membran. Berdasarkan Hukum Henry, terdapat hubungan yang linear antara konsentrasi di dalam membran dengan tekanan parsial di luar membran. C i = S i.p i (2.4) dimana S i [=cm 3 (STP)/cm 3.bar] adalah koefisien kelarutan komponen i di dalam membran. Dengan memasukkan persamaan (2.4) ke persamaan (2.3) didapat: 8

6 (2.5) Hasil kali koefisien difusi D dengan koefisien kelarutan S disebut koefisien permeabilitas (P) P = S.D (2.6) Jadi persamaan (4) dapat ditulis sebagai: (2.7) Nilai permeabilitas dapat ditentukan dengan diketahuinya nilai fluks, ketebalan, dan juga beda tekanan pada kedua sisi membran yang bersangkutan (Mulder, 1996). Menurut mekanisme solution-diffusion, permeabilitas membran merupakan hasil perkalian solubilitas (S) dan difusivitas (D). Solubilitas adalah parameter termodinamik yang memberikan pengukuran jumlah penetran yang diserap oleh membran pada kondisi kesetimbangan. Kelarutan gas dalam elastomer yang sangat rendah dapat dijelaskan oleh Hukum Henry. Namun, Hukum Henry tidak berlaku untuk cairan organik. Difusivitas merupakan parameter kinetik yang menunjukkan seberapa cepat suatu penetran dipindahkan melalui membran dan bergantung pada geometri dan jenis penetran. Jika ukuran geometri bertambah maka koefisien difusi menurun, begitu pula sebaliknya. Kekuatan interaksi molekul dengan material membran tergantung dari jenis molekul penetran. Interaksi kuat dapat berpengaruh besar pada fenomena difusi. Pada saat terjadi interaksi, molekul penetran dapat menyebabkan terjadi swelling pada membran. Fenomena swelling menyebabkan bertambahnya volume kosong pada membran dan perubahan media difusi penetran, sehingga koefisien difusi akan bertambah. Jika interaksi antara penetran dengan material membran terlalu besar, misalnya disebabkan oleh parameter kelarutan yang besar, akan terjadi swelling yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan membran sobek. 9

7 Terdapat dua tipe perpindahan melalui membran dense, yaitu sistem ideal dimana solubilitas dan difusivitas akan bernilai konstan dan sistem yang nilai difusivitas dan solubilitasnya akan bergantung kepada konsentrasi. Untuk sistem-sistem yang ideal, di mana solubilitas tidak bergantung pada konsentrasi, maka sorpsi isotermalnya akan linear (mengikuti hukum Henry). Sifat ini pada umumnya ditunjukkan gas-gas yang melewati elastomer. Pada polimer-polimer glassy, bentuk kurva sorpsi isotermnya tidak linear (Langmuir sorption), terutama pada tekanan tinggi. Hal ini menunjukkan terjadinya interaksi yang kuat antara uap atau cairan organik dengan polimer. Sorpsi dari sistem non-ideal ini dapat dijelaskan dengan konsep volum bebas dan model termodinamika Florry-Huggins. c (a) (b) (c) c c P P P Gambar 2.5 Kurva sorpsi isoterm untuk sistem ideal/linier (a), sistem polimer glassy (b), dan sistem dengan interaksi kuat antara uap atau cairan organik dengan polimer/tidak linier (c) Penyimpangan yang terjadi pada polimer glassy dapat dijelaskan dengan teori dualsorption, di mana terjadi dua mekanisme sekaligus secara simultan, yaitu sorpsi yang berdasarkan hukum Henry dan sorpsi tipe Langmuir. Gambar 2.6 Mekanisme sorpsi pada model dual sorption: mengikuti Hukum Henry (a), tipe sorpsi Langmuir (b) 10

8 2.2.2 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pervaporasi dapat dinyatakan dengan fluks massa (kg/m 2 jam), koefisien permeabilitas, dan selektivitas pemisahan. Laju permeasi atau fluks adalah laju perpindahan massa per satuan luas permukaan membran per satuan waktu. Pernyataan tersebut dirumuskan dalam persamaan: 1 dm J = (2.8) A dt dengan : m = massa permeat (gram) A = luas permukaan membran (m 2 ) t = waktu pengambilan sampel (Jam) dm / dt= slope kurva massa permeat terhadap waktu Koefisien permeabilitas (P) adalah parameter perpindahan massa yang melewati membran. Koefisien permeabilitas membran dapat dihitung dengan persamaan : x P = J (2.9) Δp dengan: P = koefisien permeabilitas (kg/m.mmhg.jam) J = fluks (kg/m 2.jam) x = tebal membran (m) Δp = beda tekan antara sisi upstream dan downstream (mmhg) Selektivitas menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif terhadap komponen lain. Selektivitas juga menyatakan seberapa banyak retentat yang ikut lolos bersama permeat. Secara matematis, selektivitas dirumuskan menjadi: ( w1 w2) dengan : w 1 = fraksi berat komponen 1 w 2 = fraksi berat komponen 2 permeat ( w1 w2)umpan α = (2.10) 11

9 2.3 Membran Pervaporasi Membran yang digunakan dalam pervaporasi berupa membran tak berpori berstruktur asimetri, struktur tidak berpori pada lapisan utama dan berpori pada lapisan pendukung (support layer). Pemilihan membran berstruktur asimetrik bertujuan untuk memperoleh selektivitas yang tinggi dari membran tak berpori dan laju permeasi yang tinggi pada membran berpori. Membran pervaporasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, hidrofilik dan hidrofobik. Membran hidrofilik digunakan untuk proses dehidrasi larutan organik sedangkan membran hidrofobik digunakan untuk menghilangkan campuran organik dari air Membran Polimer Material membran dipilih berdasarkan mekanisme perpindahan yang terjadi melalui membran dan aplikasi penggunaan membran. Mekanisme perpindahan pada membran non-porous(dense) dipengaruhi oleh interaksi penentran terhadap material membran. Akibat adanya interaksi antara penetran dengan material membran, kinerja membran dipengaruhi oleh kelarutan dan laju difusi penetran di dalam membran. Kelarutan yang besar mempengaruhi sifat perpindahan. Koefisien difusi penetran tergantung pada konsentrasi cairan di dalam membran. Salah satu material membran yang berkembang saat ini adalah polimer. Berdasarkan keteraturan struktur molekulnya, polimer terbagi menjadi amorf dan semi kristalin, dan kristalin (100%). Struktur molekul pada kristalin lebih teratur daripada struktur amorf. Pada polimer kristalin, perpindahan massa sulit terjadi karena strukturnya yang rapat dan teratur. Sedangkan pada polimer amorf, perpindahan massa yang melewati membran besar tetapi selektivitasnya rendah. Sehingga untuk memperoleh unjuk kerja membran yang baik, polimer semikristalin menjadi pilihan utama menjadi material membran. 12

10 Pemilihan jenis polimer untuk membran pervaporasi harus didasarkan pada pertimbangan kestabilan mekanik, termal, dan kimia. Sifat-sifat mekanik, termal, kimia, dan perpindahan pada polimer dipengaruhi oleh fasa polimer tersebut. Parameter yang penting dalam menentukan fasa polimer (state of polymer) adalah temperatur transisi gelas (T g ) dan kristalinitas. Temperatur transisi gelas adalah temperatur di mana sifat fisik polimer amorf berubah secara drastis dari kondisi glassy menjadi rubbery sedangkan kristalinitas menunjukkan derajat keteraturan susunan molekul rantai-rantai polimer. Parameter-parameter ini ditentukan oleh struktur polimer seperti fleksibilitas rantai, interaksi rantai, dan berat molekul polimer. Jenis polimer yang banyak digunakan untuk membran pervaporasi adalah polimer amorf. Hal ini disebabkan oleh kristalinitas yang rendah sehingga hambatan dalam transportasi komponen melalui membran lebih kecil. Polimer amorf yang dipanaskan melewati temperatur glass, akan mengalami perubahan kondisi glassy menjadi rubbery. Sifat-sifat fisik yang berubah seiring perubahan fasa polimer di antaranya adalah volum spesifik, panas spesifik, indeks bias, dan permeabilitas. Permeabilitas polimer akan meningkat dengan semakin tingginya mobilitas rantai polimer atau meningkatnya elastisitas polimer. Pada fasa rubbery, volume bebas polimer akan bertambah dan menyebabkan swelling (kemampuan mengembang). Kemampuan swelling yang terlalu besar dapat meningkatkan fluks tetapi dengan pengurangan selektivitas yang signifikan. Salah satu cara untuk mengurangi derajat swelling suatu polimer untuk mempertahankan selektivitas adalah melalui proses crosslinked dengan polimer lain yang mempunyai derajat swelling rendah. log E Glassy State Rubbery State T g T Gambar 2.7 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur pada polimer amorf 13

11 2.3.2 Membran Cellulose Acetate Percobaan ini menggunakan membran selulosa asetat (CA), polimer yang bersifat semikristalin. Struktur semikristalin memberikan kekuatan mekanik yang baik, bersifat termoplastik, dan relatif mudah dibuat. Membran ini bersifat hidrofilik sehingga cocok digunakan untuk proses dehidrasi alkohol. Namun, membran CA memiliki beberapa kelemahan, antara lain memiliki sifat higroskopis, temperatur alir yang tinggi, dan mudah terbiodegradasi. Oleh karena itu, dibutuhkan modifikasi membran CA sehingga kelemahan yang ada dapat ditanggulangi. Selulosa asetat adalah ester asam organik berupa padatan putih yang tidak berbau, tidak berasa, tidak beracun, warnanya jenih, stabil dan tahan lama dalam bentuk film atau plastik (wikipedia.com, 2007). Kelarutan yang tinggi dalam aseton, salah satu pelarut yang relatif murah dan aman (tidak beracun), membuat selulosa asetat dapat digunakan secara luas dalam dunia industri. Sifat-sifat selulosa asetat antara lain: Bersifat termoplastik Mempunyai kekuatan mekanik yang baik dan mudah diproses dengan mesin Mempunyai ketahanan yang baik terhadap larutan encer asam basa dan garam anorganik, hidrokarbon parafinik, dan alkohol superior. Mudah diikat oleh agen plastisasi, panas, dan tekanan Mudah larut dalam pelarut umum (aseton dan pelarut organik) Bersifat hidrofilik, mudah terbasahi, mempunyai koefisien perpindahan dan absorpsi yang baik terhadap fasa cair H OCOCH 3 CH 2 OCOCH 3 H OCOCH 3 H H O CH 2 OCOCH 3 H O H H OH H O H H OCOCH 3 O n Gambar 2.8 Rumus bangun selulosa asetat (Solomons,1996) 14

12 2.3.3 Modifikasi Membran Selulosa Asetat Modifikasi yang dapat dilakukan pada membran selulosa asetat adalah dengan penambahan material tertentu ke dalam membran polimer (filled polymeric membrane). Material yang ditambahkan tidak boleh memiliki sifat bertentangan dengan membran polimer yang akan menyebabkan proses pemisahan terganggu. Membran CA bersifat hidrofilik sehingga material penambahan harus bersifat hidrofilik. Material yang digunakan pada percobaan ini berupa zeolit alam Malang. Zeolit adalah struktur mikropori berupa padatan kristalin yang mengandung aluminum, silikon, dan oksigen yang tersusun dalam suatu kerangka tertentu. Atom silikon dan aluminum tersusun secara tetrahedral dengan dikelilingi oleh atom oksigen. Pada umumnya zeolit bersifat polar karena penambahan kation seperti Na +, Ca 2+, dan K + pada struktur unit sel zeolit. Interaksi yang kuat antara kation-kation dengan molekul air menyebabkan zeolit bersifat sangat hidrofilik. Membran zeolit merupakan lapisan zeolit polikristalin yang terdeposisi pada suatu lapisan support anorganik. Kelebihan membran zeolit dibandingkan membran polimer konvensional adalah: Membran zeolit membran tidak mengalami pembengkakan (swelling) seperti membran polimer Membran zeolit mempunyai pori-pori berukuran molekular dengan diameter yang seragam. Zeolit mempunyai struktur yang cenderung lebih stabil secara kimiawi daripada polimer membran sehingga dapat memisahkan campuran yang mempunyai ph sangat rendah. Zeolit mempunyai kestabilan yang baik pada temperatur tinggi ( o C). Kelemahan yang dimiliki membran zeolit diantaranya adalah biaya produksi yang relatif lebih mahal dan sifatnya yang lebih rapuh (brittle) dibandingkan dengan membran polimer. Pemisahan dengan membran zeolit akan baik dilakukan pada komponen yang mempunyai perbedaan ukuran molekul dan kemampuan adsorpsi yang signifikan 15

13 Kristal zeolit yang terdapat pada pada zeolit filled membrane tidak berada dalam lapisan yang kontinyu melainkan terisolasi dalam suatu matriks polimer. Dibandingkan dengan membran zeolit, lapisan kristal yang tidak kontinyu ini ternyata memberikan selektivitas atau faktor pemisahan yang lebih kecil daripada membran zeolit. Walaupun begitu, zeolite filled membrane bersifat lebih fleksibel dan lebih mudah dibuat daripada membran zeolit. Kristal zeolit yang ditambahkan terisolasi di dalam matriks polimer CA. Pada prinsipnya, penambahan kristal zeolit dalam matriks membran dapat meningkatkan mobilitas partikel yang lebih permeabel dalam polimer sekaligus menghambat mobilitas partikel yang tidak/kurang permeabel dalam polimer. Penambahan zeolit dapat meningkatkan perolehan fluks dengan tanpa atau sedikit pengurangan selektivitas atau meningkatkan selektivitas dengan tanpa atau sedikit pengurangan fluks. Pada temperatur rendah, peristiwa perpindahan melalui pori zeolit terjadi karena difusi komponen pada permukaan. Pada temperatur tinggi, peristiwa adsoprsi menjadi tidak signifikan karena terjadinya difusi komponen pada fasa gas. Difusi komponen pada permukaan mengikuti mekanisme adsorpsi-difusi di mana molekul berdifusi dari ruah cairan ke permukaan zeolit. Tahap perpindahan selanjutnya adalah adsorpsi molekul ke pusat aktif pori zeolit. Dalam pori zeolit, molekul berpindah dengan cara melompat dari satu pusat aktif ke pusat aktif lainnya. Jika molekul mempunyai ukuran 60% lebih besar daripada diameter pori zeolit, peristiwa perpindahan berlangsung secara difusi konfigural atau difusi permukaan teraktivasi. Peristiwa perpindahan dalam pori disebabkan oleh perbedaan potensial kimia di sepanjang pori dan afinitas molekul yang tinggi. Selanjutnya pada sisi permeat, molekul terdesorpsi dari zeolit dan kemudian berdifusi ke ruah permeat. Mekanisme perpindahan berdasarkan ukuran pori dapat dilihat pada Tabel

14 Tabel 2.2 Mekanisme perpindahan komponen pada berbagai diameter pori Diameter Pori Mekanisme Perpindahan 0,1-10 mm Aliran konvektif nm Difusi Knudsen 0,5-2 nm Saringan molekular (difusi permukaan) Membran tanpa pori Solution-diffusion Pada kondisi pervaporasi, adsorpsi komponen pada zeolit merupakan adsorpsi fisik. Molekul dapat teradsorpi ke dalam pori zeolit karena gaya tarik intermolekular antar adsorben dan adsorbat. Semakin besar momen dipol dari suatu komponen, panas adsorpsinya akan semakin besar. Selain itu, gaya dispersi komponen akan meningkat dengan bertambahnya ukuran atau berat molekul dan berkurang dengan bertambahnya jumlah cabang akibat penurunan luas permukaan kontak. Pemilihan jenis zeolit yang akan digunakan untuk memodifikasi polimer dapat ditentukan dari perbandingan ukuran pori zeolit relatif terhadap molekul yang akan dipisahkan. Ukuran pori berbagai tipe zeolit dan diameter kinetik molekul yang akan dipisahkan dapat dilihat pada Tabel 2.3. dan Tabel 2.4. Tabel 2.3 Ukuran pori berbagai tipe zeolit Ukuran pori No. Zeolit (nm) Si/Al Struktur 1 Tipe A D 2 ZSM D 3 Silikalit D 4 Theta > 11 1D 5 Offretite D 6 Mordenite D 7 Faujasite ,5-3 3D Sumber : Mulder,

15 Tabel 2.4 Diameter kinetik molekul polar No. Molekul Formula Diameter Kinetik (nm) 1 Air H 2 O 0,296 2 Metanol CH 4 O 0,380 3 Etanol C 2 H 6 O 0, propanol C 3 H8O 0, butanol C 4 H 10 O 0,504 Sumber : Bowen,2004 Dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa ukuran pori zeolit lebih besar daripada diameter kinetik molekul air. Zeolit tipe A mempunyai ukuran pori lebih kecil daripada molekul etanol, 2-propanol, dan 2-butanol tetapi tipe zeolit lain mempunyai ukuran pori yang lebih besar daripada diameter kinetik molekul alkohol. Pada proses pervaporasi dengan membran selulosa asetat, air merupakan komponen penetran utama karena membran selulosa asetat bersifat hidrofilik. Hidrofilitas zeolit dapat dilihat dari nilai Si/Al. Untuk meningkatkan fluks penetran, membran dimodifikasi dengan penambahan zeolit dengan kapasitas adsorpsi yang tinggi untuk air tetapi relatif rendah untuk alkohol. Kapasitas adsorpsi air pada beberapa zeolit dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Kapasitas adsorpsi maksimum komponen dalam pervaporasi Jumlah teradsorp (mmol/ gram zeolit) Zeolit Air Metanol Etanol 2-propanol Metode Analisis Silicalite-1 2,6 4,8-2,8 Volumetrik (Uap) NaY 6,2 1,2 - - Kromatografi (Uap) Ge-ZSM-5 2, ,0 Volumetrik(Uap) Na-ZSM-5 2,7 0,6 - - Kromatografi (Uap) NaA 15 6,2 4,0 - Volumetrik (Uap) Mordenite 5,8 1,6 - - Kromatografi (Uap) 18

16 Semakin banyak jumlah aluminium di dalam zeolit (Si/Al kecil), sifat hidrofilitasnya akan semakin kuat. Akibatnya, kapasitas adsorpsi air dalam proses pervaporasi akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan Tabel 2.3 dan Tabel 2.5. Zeolit tipe A yang mempunyai Si/Al bernilai 1 mempunyai kapasitas adsorpsi air maksimum yang lebih besar daripada zeolit Modernite yang mempunyai Si/Al bernilai 5-6. Zeolit alam yang digunakan dalam percobaan ini adalah zeolit alam Malang yang sebagian besar komponen penyusunnya adalah mordenite. Mordenite mempunyai sifat hidrofilik dan mempunyai struktur pori sehingga selaras dengan karakterisasi proses dehidrasi campuran etanol-air dengan proses pervaporasi. Sifat-sifat dari mordenite sebagai unsur penyusun utama zeolit alam Malang dapat dilihat pada tabel 2.6. Penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Ananta menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan zeolit Alam Malang sebesar 20% berat polimer ke dalam membran selulosa asetat dapat meningkatkan fluks sebesar 1,3-1,7 kali dan selektivitas sebesar 3-8 kali dibandingkan dengan membran selulosa asetat homogen. Selain itu, membran selulosa asetat yang telah dimodifikasi dengan penambahan zeolit memberikan kestabilan yang lebih baik pada proses pervaporasi. Tabel 2.6 Sifat-sifat zeolit tipe modernite Mineral Zeolit Mordenite Alam Rumus Molekul (Ca,Na 2,K 2 )Al 2 Si 10 O 24 7(H 2 O) Rumus Empirik Na 1.1 Ca 0.5 K 0.1 Al 2.2 Si 9.8 O (H 2 O) Berat Molekul 874,11 Kristalografi Dimensi (Å) a=18,096 Å, b=20,473 Å, c=7,515 Å α = β = γ =90,00 ; Z=8 Struktur Kristal Orthorombik Dimensi Pori (Å) 6,5 x 7,0 (Eliptikal) Sistem pori 1 dimensi Densitas (gm/cc) 2,14 Ukuran Partikel (mm) 0,05 0,05 0,30 Sifat Fisik Densitas elektron (mg/cc) 2,13 Ratio Si/Al 6 Warna Putih, kekuningan, merah muda 19

17 2.3.4 Cara Pembuatan Membran Membran untuk pervaporasi adalah membran non pori yang dapat disiapkan dengan teknik inversi fasa (phase inversion) dan solution coating. Teknik inversi fasa adalah proses perubahan fasa polimer secara terkendali dari fasa cair ke fasa solid. Proses solidifikasi ini biasanya bermula dari transisi cairan satu fasa menjadi cairan dua fasa. Pada tahap tertentu selama proses tersebut, cairan polimer konsentrasi tinggi mengalami solidifikasi dan menghasilkan matriks padatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi membran antara lain : Pemilihan material membran (polimer) Pemilihan polimer yang digunakan mempengaruhi unjuk kerja membran. Karena unjuk kerja membran ditentukan oleh kelarutan dan difusivitas penetran di dalam membran. Pemilihan jenis polimer akan membatasi jenis pelarut yang digunakan pada proses inversi fasa. Pemilihan solvent/nonsolvent system dalam pembuatan membran Pada pembuatan membran dengan cara inversi fasa, polimer yang dipilih bersifat dapat larut. Solven dan nonsolven yang digunakan harus saling melarutkan. Berdasarkan termodinamika proses pencampuran, maka seberapa besar kelarutan dari polimer dan pelarut dapat dinyatakan dengan parameter kelarutan (δ). Hansen (Mulder,1996) membagi parameter kelarutan menjadi tiga, yaitu berdasarkan gaya dispersi, gaya polar, dan ikatan hidrogen. δ 2 = δ d 2 + δ p 2 + δ h 2 (2.11) dengan : δ 2 = parameter kelarutan total komponen δ d 2 = parameter kelarutan berdasarkan gaya dispersi δ p 2 = parameter berdasarkan gaya polar δ h 2 = parameter berdasarkan ikatan hidrogen Kelarutan suatu polimer dalam pelarut akan semakin baik jika selisih antara parameter kelarutan polimer dan pelarut (δp-δs) 2 semakin kecil. Ketiga parameter kelarutan (δ d, δ p, δ h ) merupakan vektor pada suatu bidang tiga dimensi. Kelarutan polimer dapat dilihat dari jarak vektor antara polimer dan pelarut yang dinyatakan sebagai Δ pada persamaan 20

18 Δ = {(δ d,p - δ d,s ) 2 + (δ p,p - δ p,s ) 2 + (δ h,p - δ h,s ) 2 } (2.12) dengan subskrip p menyatakan polimer sedangkan s menyatakan solute. Afinitas antara polimer dan pelarut akan meningkat dengan berkurangnya nilai Δ. Berikut merupakan parameter kelarutan polimer selulosa asetat dan Δ pada beberapa pelarut. Tabel 2.7 Koefisien kelarutan selulosa asetat dalam berbagai pelarut Polimer dan Pelarut δ (cal/cm 3 ) 0,5 δ δ d δ p δ h Δ Selulosa asetat 10,70 7,90 3,50 6,30 Aseton 9,77 7,58 5,10 3,40 11,07 Dioksan 10,00 9,30 0,90 3,60 16,01 Dimetil Formamide (DMF) 12,14 8,52 6,70 5,50 11,26 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pelarut yang paling baik digunakan untuk polimer selulosa asetat adalah aseton karena aseton mempunyai nilai Δ terkecil. Konsentrasi polimer Peningkatan konsentrasi polimer dalam larutan polimer dapat menyebabkan konsentrasi polimer di permukaan meningkat. Sehingga porositas lapisan atas membran akan berkurang dan menurunkan fluks. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi polimer, membran yang terbentuk akan semakin tebal karena delay time pada proses demixing akan meningkat. Komposisi bak koagulasi Penambahan solvent pada bak koagulasi akan menunda proses demixing. Penambahan solvent pada bak koagulasi ini digunakan untuk menghasilkan membran nonpori dengan delayed demixing, membran tipis dan dense top layer. Komposisi larutan casting Penambahan nonsolvent pada larutan casting dapat dilakukan dengan syarat tidak terjadi demixing pada larutan casting. Penambahan ini dapat menyebabkan terjadinya instantaneous demixing yang menghasilkan membran pori. 21

19 Morfologi membran dapat diatur dengan pengendalian tahap awal transisi fasa. Inversi fasa dapat dibedakan menjadi beberapa teknik, yaitu : Presipitasi dengan penguapan pelarut Presipitasi dari fasa uap Presipitas dengan penguapan terkendali Presipitasi termal Immersion precipitations Teknik presipitasi dengan penguapan pelarut adalah teknik yang paling sederhana dibandingkan dengan teknik-teknik inversi fasa lainnya. Pada teknik ini, polimer dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian di-casting pada lapisan support tanpa anyam (nonwoven). Lapisan ini dapat berupa lapisan berpori seperti pada poliester nonwoven atau lapisan non pori seperti logam, kaca, atau teflon. Pelarut kemudian diuapkan dalam suatu inert udara atmosferik agar molekul air ikut teruapkan dan membran homogen non pori dapat diperoleh. Teknik immersion precipitation adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam preparasi membran komersial. Pada teknik ini, larutan polimer di-casting pada lapisan support yang sesuai dan diimersikan dalam bak koagulasi yang berisi cairan nonsolvent. 2.4 Sistem Alkohol-Air Alkohol-air adalah campuran yang bersifat azeotrop. Pada campuran dengan komposisi azeotrop, pemisahan secara distilasi biasa tidak dapat dilakukan. Pada titik azeotrop, komposisi fasa uap dan fasa cair komponen dalam larutan adalah identik sehingga volatilitas relatif, α = 1, sehingga untuk pemisahannya diperlukan energi yang sangat besar atau jumlah tray yang sangat banyak. Seri alkohol-air yang mempunyai titik azeotrop dapat dilihat pada Tabel 2.8. Pemisahan campuran pada komposisi azeotrop dapat dilakukan dengan distilasi azeotrop atau distilasi ekstraktif. Kedua jenis distilasi ini pada dasarnya menggunakan 22

20 komponen ketiga sebagai bahan pengekstrak atau pelarut untuk membentuk sistem azeotrop baru dengan salah satu komponen dalam campuran. Salah satu komponen ketiga yang digunakan pada distilasi ekstraktif adalah membran. Tabel 2.8 Sistem azeotrop alkohol-air Alkohol Komposisi azeotrop (% Titik didih azeotrop mol air) ( C) Etanol 10,57 78,15 Allyl alkohol 54,50 88,20 n-propil alkohol 56,83 87,72 Isopropil alkohol 31,46 80,37 n-butil alkohol 75,0 92,25 Isobutil alkohol 67,14 89,92 Sec-Butil alkohol 66,0 88,50 Isoamil alkohol 82,79 95,15 ters-butil alkohol 35,41 79,91 Amil alkohol 65,00 87,00 Sumber : Perry,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2007/2008 APLIKASI MEMBRAN CA/ZEOLIT UNTUK PEMISAHAN CAMPURAN ALKOHOL-AIR Kelompok B.67.3.13 Indria Gusmelli (13004106) Aziza Addina Permata (13004107) Pembimbing Dr. Irwan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu percobaan pendahuluan dan percobaan utama. Percobaan pendahuluan berupa penyiapan umpan, karakterisasi umpan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu bahan kimia penting karena memiliki manfaat sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan baku industri,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai kemampuan memindahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Membran PES Fabrikasi membran menggunakan bahan baku polimer PES dengan berat molekul 5200. Membran PES dibuat dengan metode inversi fasa basah yaitu

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan PEG Terhadap Ketebalan Membran Fabrikasi membran menggunakan PES dengan berat molekul 5900, dengan PEG sebagai zat aditif dan menggunakan DMAc sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Membran 2.1.1 Pengertian membran Secara umum, membran didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis selektif dan semipermeabel yang berada diantara dua fasa, yaitu fasa umpan dan fasa

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB II. KESEIMBANGAN

BAB II. KESEIMBANGAN BAB II. KESEIMBANGAN Pada perhitungan stage wise contact konsep keseimbangan memegang peran penting selain neraca massa dan neraca panas. Konsep rate processes tidak diperhatikan pada alat kontak jenis

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle

PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK. Subtitle PENGANTAR ILMU KIMIA FISIK Subtitle PENGERTIAN ZAT DAN SIFAT-SIFAT FISIK ZAT Add your first bullet point here Add your second bullet point here Add your third bullet point here PENGERTIAN ZAT Zat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang dapat diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4]. BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul molekul tadi mengembun

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAHAN CAMPURAN MTBE METANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI. Abstrak

KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAHAN CAMPURAN MTBE METANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI. Abstrak KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAAN CAMPURAN MTBE METANL DENGAN TEKNIK PERVAPRASI Kelompol B.78.3.14 Sem. I 2/21 Wangwang Kuswaya (1393) dan endityas ercahyo (1399) Pembimbing : Dr. Ir. Irwan Noezar Laboratorium

Lebih terperinci

20. Yang, H.; Nguyen Q. T,; Ping Z., Desorption and Pervaporation Properties of Zeolite-filled Poly(dimethylsiloxane) membranes, Springer-Verlag,

20. Yang, H.; Nguyen Q. T,; Ping Z., Desorption and Pervaporation Properties of Zeolite-filled Poly(dimethylsiloxane) membranes, Springer-Verlag, DAFTAR PUSTAKA 1. Acetone, http://physchem.ox.ac.uk/msds/et/ethyl_alcohol.html, 2006. 2. Bowen, T.C., Fundamentals and applications of pervaporation through zeolite membranes, Journal of Membrane Science

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA

KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA MAKALAH PENDAMPING KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) ISBN : 98-99-1533-85-0 PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA Evy Ernawati Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung

Lebih terperinci

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN Oleh: Susila K Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat memahami proses pemisahan dengan membran dan dapat mengaplikasikan metode pemisahan ini pada pemisahan analit suatu sampel Proses

Lebih terperinci

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 1, pp. 441-447, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 3 October 2014, Accepted 3 October 2014, Published online 10 October 2014 PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB III PEMILIHAN DAN PENGUJIAN MEMBRAN UNTUK SISTEM VAPOR RECOVERY

BAB III PEMILIHAN DAN PENGUJIAN MEMBRAN UNTUK SISTEM VAPOR RECOVERY BAB III PEMILIHAN DAN PENGUJIAN MEMBRAN UNTUK SISTEM VAPOR RECOVERY Seperti yang telah disebutkan pada subbab 1., tujuan dari tugas akhir ini adalah pengembangan sistem vapor recovery dengan teknologi

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan.

Film adalah lapisan suatu zat yang menyebar melalui permukaan dengan ketebalan sangat kecil, dan pengaruh gravitasi dapat diabaikan. Jika suatu zat yang memiliki kelarutan dalam zat cair sangat rendah ditempatkan pada antarmuka cairan-udara, maka bolehjadi akan menyebar (spread out) membentuk suatu selaput (film) sangat tipis atau umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Membran berasal dari bahasa Latin membrana yang berarti kulit kertas. Saat ini kata membran telah diperluas untuk menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel atau film,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada Minggu 8 6. Filtrasi Filtrasi dapat dibedakan berdasar ukuran dari partikel yang dipisahkan ataupun tekanan yang digunakan. Gambar 6. 1 adalah pembagian jenis filtrasi berdasarkan tekanan yang digunakan.

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan.

Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan. Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan. Subcapaian pembelajaran: 1. Menentukan sifat koligatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Sulistyani M.Si

Sulistyani M.Si Sulistyani M.Si Email:sulistyani@uny.ac.id + Larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Jumlah zat terlarut dalam suatu larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan. Secara kuantitatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN

KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN 1. Pada Larutan Ideal KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN Oleh : Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, S.F., M.Sc., Apt Faktor-faktor yang berpengaruh : - suhu percobaan (T) - ΔHf - titik lebur solut (T 0 ) Hildebrand

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini energi sangat diperlukan dalam menjalankan berbagai aktivitas khususnya di Indonesia, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk aktivitas produksi berbagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion G. Yosephani, A. Linggawati, Muhdarina, P. Helzayanti, H. Sophia,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi bahan bakar alternatif (biofuel) saat ini mendapat perhatian lebih dari beberapa pemerintahan di seluruh dunia. Beberapa pemerintahan telah mengumumkan komitmen

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Sistem Satu Komponen. Aturan Fasa Gibbs

KESETIMBANGAN FASA. Sistem Satu Komponen. Aturan Fasa Gibbs KESETIMBANGAN FASA Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN PEMISAHAN CO2 DARI N2 DENGAN MEMBRAN PERMEASI LAPORAN PENELITIAN Oleh HELEN JULIAN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 ABSTRAK PEMISAHAN CO2 DARI N2 DENGAN MEMBRAN PERMEASI Oleh: Helen Julian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia

BAB II DASAR TEORI. 7 Universitas Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 Adsorpsi 2.1.1 Pengertian Adsorpsi Adsopsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin,2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan I-1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan I-1 Bab I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini, untuk kebutuhan air bersih di dunia meningkat melebihi laju pertumbuhan manusia. Kekurangan air bersih dapat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit 2.1.1 Pengertian Zeolit Zeolit adalah polimir anorganik unit kerangka tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang mempunyai struktur berongga dari Natrium silikat dan berkemampuan

Lebih terperinci

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt LARUTAN Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kitosan Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk ke dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin,

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 15-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 15 Difusi Difusi adalah peristiwa di mana terjadi tranfer materi melalui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PEMISAHAN CAMPURAN AZEOTROP ETANOL-AIR DAN ISOPROPIL ALKOHOL-AIR MELALUI PROSES PERVAPORASI DENGAN MEMBRAN THIN FILM COMPOSITE KOMERSIAL TESIS IKA WAHYUNI 1006787735 FAKULTAS

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem KESETIMBANGAN FASA Kata fase berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Hasil yang diharapkan dari sistem yang dibentuk adalah kondisi optimal untuk dapat menghasilkan fluks air yang tinggi, kualitas garam super-saturated sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO) PERTANYAAN 1. Suatu industri bermaksud memanfaatkan efluen pengolahan air limbah yang telah memenuhi baku mutu sebagai air baku untuk kebutuhan domestik (karyawan), proses produksi dan boiler. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Membran berasal dari bahasa Latin membrana yang berarti kulit kertas. Saat ini kata membran telah diperluas untuk menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel atau film,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

HUKUM RAOULT. campuran

HUKUM RAOULT. campuran HUKUM RAOULT I. TUJUAN - Memperhatikan pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran - Memperlihatkan pengaruh gaya antarmolekul terhadap tekanan uap campuran II. TEORI Suatu larutan dianggap bersifat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA 1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar natrium karbonat dan natrium hidrogen karbonat dengan titrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Adsorpsi Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekulmolekul tadi mengembun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam bidang sintesis material, memacu para peneliti untuk mengembangkan atau memodifikasi metode preparasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci