4 Hasil dan pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 Hasil dan pembahasan"

Transkripsi

1 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram dari serbuk bentonit ditampilkan pada Lampiran A.1. Hasil interpretasi pada Lampiran B.1 menunjukkan bahwa serbuk bentonit mengandung mineral-mineral dengan komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa muscovite adalah mineral yang paling banyak terdapat di dalam serbuk bentonit yang dipergunakan. Struktur muscovite ditunjukkan pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Komposisi serbuk bentonit No. Mineral % berat 1. Montmorillonite 14,7 2. Bentonit 14,7 3. Kuarsa 7,6 4. Muscovite 31,5 5. Beidellite 14,7 6. Illite 16,8 Secara umum, mineral-mineral yang terdapat di dalam bentonit terdiri dari lapisan alumina dengan struktur oktahedral yang berada di antara dua lapisan silika dengan struktur tetrahedral. Muatan yang tidak seimbang di dalam struktur ini menyebabkan terbentuknya rongga. Kemudian, rongga ini diisi dengan kation yang bersifat dapat dipertukarkan.

2 Gambar 4.1 Struktur Muscovite [Nelson, 26] Mineral-mineral yang terdapat dalam bentonit memiliki ruang di antara lapisan-lapisan kristalnya. Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit. Air dan molekul polar lain dapat menembus masuk di antara lapisan-lapisan ini sehingga kisi kristal mengalami pengembangan. Dengan terjadinya pengembangan ini maka volum bentonit menjadi semakin besar, jarak antarunit menjadi semakin besar, dan permukaan menjadi semakin luas. lapisan tanah liat molekul air lapisan tanah liat a) b) Gambar 4.2 Pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit a) bentonit kering dan b) bentonit ditambah air [Origins of Life] 4.2 Sintesis silicalite-1 Dalam sintesis silicalite-1, pertama-tama dibuat tiga larutan reaktan yaitu larutan 1 (Na 2 SiO 3.9H 2 O + NaOH + H 2 O), larutan 2 (NaCl + H 2 O) dan larutan 3 (H 2 SO 4 + TBAB + - H 2 O). Padatan Na 2 SiO 3.9H 2 O digunakan sebagai sumber ion SiO 4 dan ion Na + yang menyusun struktur silicalite-1. NaOH digunakan sebagai sumber ion OH - yang berfungsi sebagai basa kuat. Proses pelarutan reaktan memerlukan suasana basa karena larutan silikat bersifat asam. Asam dan basa dalam larutan akan membentuk garam yang larut dalam air. 24

3 Jumlah NaOH yang digunakan dapat mempengaruhi ukuran kristal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, diketahui bahwa ukuran kristal zeolit akan semakin besar jika jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam reaktan semakin banyak [Lee, 25]. Tetrabutilamonium bromida (TBAB) digunakan sebagai pengarah pertumbuhan struktur dan pembentuk pori pada silicalite-1. Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Masuda et al digunakan tetrapropilamonium bromida sebagai kerangka cetak (template). Perbedaan kerangka cetak yang digunakan pada sintesis silicalite-1 ini mempengaruhi ukuran kristal dan ukuran partikel silicalite-1 yang terbentuk. Tetrabutilamonium bromida memiliki ukuran yang lebih panjang daripada tetrapropilamonium bromida. Dengan ukuran kerangka cetak yang semakin panjang maka ukuran partikel zeolit yang terbentuk menjadi semakin kecil dan ukuran pori menjadi semakin besar [Aubert, 22]. Ukuran partikel zeolit dapat diperbesar dengan cara menambah waktu reaksi [Lee, 25]. NaCl digunakan untuk menambah jumlah ion Na +. Ion Na + ini mempengaruhi alkalinitas larutan. Alkalinitas merupakan hal yang penting dalam proses sintesis zeolit karena alkalinitas berpengaruh pada proses pembentukan dan pertumbuhan inti kristal zeolit [Li, 27]. Ion Na + juga bertindak sebagai pengarah pertumbuhan struktur zeolit jika tidak ada ion TBA +. Air berfungsi sebagai pelarut. Selain itu, dalam reaksi hidrotermal air juga berfungsi sebagai media penghantar tekanan. Ketiga larutan reaktan yang dibuat dalam proses sintesis silicalite-1 dicampur dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 48 jam. Hal ini dilakukan agar proses pengadukan menghasilkan campuran yang homogen. Larutan reaktan yang digunakan untuk sintesis zeolit harus berupa larutan yang homogen, satu fasa dan amorf. Dalam sintesis zeolit, sifat reaktan ini dapat mendukung proses pembentukan kristal pada temperatur yang relatif lebih rendah. Dalam sintesis jenis zeolit yang lain, dapat digunakan temperatur sampai ribuan derajat. Selama proses pengadukan, ketiga larutan reaktan mengalami proses pengendapan bersama (ko-presipitasi) sehingga menghasilkan suatu campuran yang sedikit lebih kental (seperti gel) daripada larutan sebelum pencampuran. Gel ini terbentuk sebagai akibat dari proses kopolimerisasi ion silikat. Pada tingkat kejenuhan gel yang tinggi, pertumbuhan inti kristal terjadi lebih banyak. Dengan menggunakan metode pengendapan bersama, derajat kehomogenan larutan menjadi semakin tinggi dan laju reaksi menjadi semakin cepat. Dalam proses sintesis silicalite-1, diketahui bahwa gel tidak terbentuk jika pengadukan dilakukan kurang dari 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengendapan bersama belum sempurna. Jika campuran yang belum membentuk gel ini direaksikan dalam bom hidrotermal maka silicalite-1 pun tidak terbentuk. 25

4 Setelah proses pengadukan, gel direaksikan di dalam bom hidrotermal. Reaksi dilakukan pada suhu 2 o C selama 72 jam. Reaksi yang terjadi adalah: Na 2 SiO 3 (aq) + NaOH (aq) T kamar (Na a (SiO 2 ) c NaOH H 2 O (dalam bentuk gel) 2 o C Na x (SiO 2 ) y m H 2 O (kristal zeolit) Metode sintesis hidrotermal menggunakan bom autoclave yang terbuat dari baja. Dalam metode ini, reaksi sintesis dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut. Air digunakan pada tekanan dan temperatur di atas titik didih normalnya. Pada tekanan ini, reaktan larut sebagian di dalam air sehingga reaksi dapat terjadi. Air digunakan sebagai media penghantar tekanan. Jika reaksi dilakukan tanpa air maka metode sintesis hidrotermal ini hanya dapat dilakukan pada temperatur tinggi [West, 1984]. Zeolit hasil sintesis diharapkan berupa silicalite-1. Untuk mengetahui jenis zeolit hasil sintesis, dilakukan karakterisasi dengan menggunakan teknik difraksi sinar-x. Kemudian, puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis dibandingkan dengan puncak-puncak pada difraktogram silicalite-1 yang dihasilkan pada penelitian Kessler [Guth, 1986]. Difraktogram zeolit hasil sintesis dan silicalite-1 tersebut ditunjukkan pada Lampiran A.2. Dengan membandingkan difraktogram keduanya, secara kualitatif dapat dilihat bahwa puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis muncul pada daerah 2θ yang mirip dengan puncak-puncak pada difraktogram silicalite-1 hasil sintesis Kessler. Hasil interpretasi dari difraktogram silicalite-1 hasil sintesis ditunjukkan pada Lampiran B.2. Dari hasil interpretasi, dapat diketahui bahwa zeolit hasil sintesis terdiri dari silicalite-1 dan kuarsa. Puncak-puncak yang berwarna merah menunjukkan puncak silicalite-1. Sementara itu, puncak-puncak yang berwarna biru menunjukkan puncak kuarsa. Komposisi silicalite-1 dalam zeolit hasil sintesis adalah 78, % berat, sedangkan kuarsa adalah 22, % berat. 4.3 Pembuatan membran komposit Pembuatan membran komposit silicalite-1 terdiri dari tiga tahapan, yaitu pembuatan material pendukung membran bentonit, pelapisan zeolit jenis silicalite-1 pada permukaan material pendukung membran kemudian dikeringkan dan di-sinter di dalam tungku pembakar. 26

5 4.3.1 Pembuatan material pendukung membran bentonit Pada awal proses pembuatan material pendukung membran dilakukan penentuan komposisi yang tepat antara bentonit dan pelarut air. Penentuan komposisi ini bertujuan untuk mendapatkan material pendukung membran yang kuat (tidak mengalami keretakan) dan tidak bergelombang. Material pendukung membran bentonit dibuat dengan empat perbandingan komposisi bentonit dan air, yaitu 1:8, 1:7, 1:6 dan 1:5. Dari keempat komposisi ini, ditemukan bahwa jika perbandingan bentonit dan air semakin besar maka material pendukung membran akan semakin kuat. Sebaliknya, jika perbandingan bentonit dan air semakin kecil maka material pendukung membran akan semakin rapuh. Dalam proses pemanasan material pendukung membran bentonit diperlukan suatu perlakuan panas. Walaupun bentonit termasuk material keramik yang tahan pada suhu tinggi namun bentonit dalam keadaan basah sangat peka terhadap perubahan suhu. Proses pemanasan dan sintering harus dilakukan dengan laju pemanasan tertentu. Laju pemanasan terhadap material pendukung membran bentonit baik dalam proses pemanasan dengan oven maupun sintering dengan tungku pembakar ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar Temperatur ( o C) waktu (jam) 5oC/menit 5 o 36oC o C/menit selama 15 jam 5oC/menit 5 o 5oC/menit 5 o 11oC o C selama 24 jam 5oC/menit 5 o 1oC/menit 1 o 25oC o C selama 12 jam 2o/menit 2 o C/menit Gambar 4.3 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan oven 27

6 Temperatur ( o C) oC/menit 2 o 7oC/menit 7 o 4oC/menit 4 o 2oC/menit 2 o 9oC o C selama 6 jam 2oC/menit 2 o waktu (menit) Gambar 4.4 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan tungku pembakar Proses pemanasan tahap pertama dilakukan di dalam oven pada suhu 36 o C sampai dengan 25 o C. Pemanasan pada suhu 36 o C sampai dengan 11 o C berfungsi untuk menguapkan pelarut air yang terdapat di dalam material pendukung membran bentonit. Pemanasan pada suhu 11 o C sampai dengan 25 o C berfungsi untuk menguapkan kristal air yang terjebak di antara kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Proses pemanasan tahap kedua dilakukan di dalam tungku pembakar dengan suhu yang lebih tinggi. Pemanasan pada suhu 25 o C sampai dengan 11 o C digunakan untuk menguapkan pelarut air. Sintering pada suhu 25 o C sampai dengan 4 o C dilakukan untuk menguapkan kristal air yang terjebak di dalam kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Sintering pada suhu 4 o C sampai dengan 9 o C berfungsi untuk membentuk pori-pori pada material pendukung membran bentonit [Muller, 1992]. Selama proses pengeringan dan sintering, luas permukaan material pendukung membran bentonit mengalami penyusutan. Sebelum pemanasan di dalam oven, material pendukung membran bentonit yang dibuat memiliki diameter 3,2 cm dan ketebalan 2, mm. Setelah proses pemanasan di dalam oven, diameter material pendukung membran bentonit menyusut sebanyak,5 cm. Setelah proses sintering, diameter material pendukung membran bentonit menyusut sebanyak,2 cm. Diameter material pendukung membran bentonit setelah proses pemanasan dan sintering adalah 2,5 cm sedangkan ketebalannya tidak berubah. Selama proses sintering, terjadi penyusutan akibat terbentuknya ikatan antarpartikel. Pembentukan ikatan antarpartikel ini terjadi akibat adanya aliran massa melalui mekanisme difusi pada wujud padatan (solid state diffusion). Ada dua faktor yang mempengaruhi aliran 28

7 massa, yaitu mobilitas partikel dan tegangan [German, 1996]. Selama proses sintering, panas diberikan terhadap material sehingga terjadi pergerakan atom-atom. Pergerakan atom-atom dapat terjadi bila energi atom samaa dengan atau lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk lepas dari kisi awalnya menuju kisi yang baru. Ketika ada peningkatan temperatur, atom-atom bergerak lebih cepat dan tegangan mendorong terjadinya aliran massa. Akibat aliran massa ini partikel menjadi saling menarik dan membentuk pori yang berukuran kecil. Aliran massaa ini terdiri dari aliran sepanjang permukaan bebas, aliran sepanjang batas butir atau aliran melalui kisi kristal. Ikatan antarpartikel menyebabkan ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga luas permukaan dan energi per unit volum menjadi lebih kecil. Partikel yang berukuran kecil membutuhkan aliran massa yang lebih besar untuk membentuk ikatan antarpartkel. Hal ini terjadi karenaa partikel yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar [German, 1996]. Gambar 4.5 Pengaruh perlakuan panas pada struktur material Difraktogram serbuk bentonit dan material pendukung membran bentonit yang ditunjukkan pada Lampiran A.4 memiliki banyak perbedaan. Dalam difraktogram material pendukung membran bentonit dapat dilihat terjadinya pergeseran puncak. Selain itu, banyak puncak- puncak pada difraktogram serbuk bentonit yang tidak ditemukan pada difraktogram material pendukung membran bentonit. Intensitas puncak pada difraktogram material pendukung membran bentonit juga lebih tinggi daripada intensitas puncak pada difraktogram serbuk bentonit. Intensitas yang lebih tinggi dan pergeseran puncak ini menunjukkan SiO 2 dalam material pendukung membran bentonit bersifat lebih stabil akibat sintering. Selain itu, dengan sintering maka pengotor-pengotor dalam serbuk bentonit menjadi terdekomposisi Pelapisan silicalite-1 Tahap selanjutnya dalam pembuatan membran komposit silicalite-1 adalah pelapisan zeolit jenis silicalite-1 di atas material pendukung membran bentonit. Dalam proses pelapisan ini digunakan amilum sebagai pengikat. Sebelum ditambah amilum, silicalite-1 disaring dengan saringan berukuran 18 mesh. Ukuran partikel yang kecil menyebabkan luas permukaan 29

8 menjadi besar sehingga daya absorpsi menjadi besar. Amilum mengandung sejumlah gugus hidroksi dalam strukturnya. Gugus hidroksi ini membentuk ikatan hidrogen dengan atomatom oksigen dari silikat dan aluminat dalam silicalite-1 dan material pendukung membran bentonit. Dengan sintering, terjadi aliran massa sehingga terjadi ikatan antarpartikel antara partikel silicalite-1 dengan material pendukung membran bentonit. Difusi padatan oleh aliran massa ini menyebabkan silicalite-1 dapat terikat di atas material pendukung membran bentonit Sintering dalam tungku pembakar Tahap terakhir dalam pembuatan membran komposit silicalite-1 adalah sintering dalam tungku pembakar. Sintering dilakukan pada suhu 4 o C selama 1 jam. Sintering ini berfungsi untuk menghilangkan kerangka cetak TBAB. Gambar pada Lampiran A.4 menunjukkan difraktogram membran komposit silicalite-1 yang telah dipakai untuk proses filtrasi. Intensitas SiO 2 yang semakin tinggi menunjukkan SiO 2 dalam membran komposit silicalite-1 bersifat lebih stabil akibat sintering. 4.4 Kinerja membran Pertama-tama, dilakukan pengukuran fluks air terhadap 3 material pendukung membran bentonit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas material pendukung membran bentonit. Pengukuran fluks dilakukan pada tiga laju alir, yaitu 157,6, 218,4, dan 283,4 L/jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat filtrasi dengan aliran tangensial. Filtrasi dengan menggunakan sistem ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gejala polarisasi konsentrasi dan penyumbatan pori membran yang biasanya terjadi pada filtrasi dengan sistem filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) [Sibarani, 1994]. Teknik pemisahan dengan sel filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) memberikan aliran larutan umpan yang tegak lurus terhadap membran sehingga memungkinkan bagi partikel-partikel yang dilewatkan terakumulasi di atas permukaan membran [Sibarani, 1994]. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi di atas permukaan membran dengan konsentrasi larutan dalam fasa ruah. Akibatnya, terjadi perubahan pada karakter membran, yaitu fluks permeat menjadi turun dengan pertambahan waktu. Efek polarisasi konsentrasi tidak dapat dihilangkan namun dapat dikurangi dengan cara memberikan laju alir umpan yang besar dan bersifat turbulen di atas permukaan membran [Sibarani, 1994]. Sel filtrasi aliran tangensial merupakan alternatif yang digunakan untuk mengurangi gejala polarisasi konsentrasi dan penyumbatan pori pada membran. Sel filtrasi ini mempunyai arah 3

9 aliran umpan yang sejajar dengan permukaan membran sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pengendapan oleh partikel-partikel yang dilewatkan di atas permukaan membran. Aliran tangensial mempunyai laju alir umpan yang besar sehingga fluks permeat juga besar [Sibarani, 1994]. 8 Fluks (L/m 2 jam) R² =,979 R² =,941 material pendukung membran bentonit 1 material pendukung membran bentonit R² =,981 material pendukung membran bentonit 3 Laju alir (L/jam) Gambar 4.6 Pengaruh laju alir terhadap fluks air material pendukung membran bentonit 1, 2 dan 3 Data pengukuran fluks air ketiga material pendukung membran bentonit dapat dilihat pada Lampiran E.1. Grafik aluran fluks air terhadap laju alir memperlihatkan bahwa fluks air semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir. Hal ini terjadi karena laju alir yang besar memberikan gaya dorong yang besar sehingga fluks air juga bertambah. Perbedaan fluks air terhadap laju alir untuk ketiga material pendukung membran bentonit tidaklah bermakna sehingga pembuatan material pendukung membran bentonit bersifat reproducible. 9,4 Fluks (L/m 2 jam) 9,2 9, 8,8 8,6 8,4 8, R² =,999 R² =,96 membran komposit silicalite 1 silicalite-11 1 membran komposit silicalite 1 silicalite Laju alir (L/jam) Gambar 4.7 Pengaruh laju alir terhadap fluks air membran silicalite-1 1 dan membran silicalite

10 Data pengukuran fluks air membran komposit silicalite-1 ditunjukkan pada lampiran E.2. Pengukuran fluks air dilakukan terhadap dua membran komposit silicalite-1. Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh laju alir terhadap fluks air pada membran komposit silicalite-1. Grafik aluran fluks air membran komposit silicalite-1 sebagai fungsi laju alir memperlihatkan bahwa fluks air semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir. Seperti dalam kasus material pendukung membran bentonit, untuk membran komposit silicalite-1 juga berlaku prinsip bahwa laju alir yang semakin besar menyebabkan gaya dorong juga semakin besar sehingga fluks air bertambah. Perbedaan fluks air terhadap laju alir untuk kedua membran komposit silicalite-1 tidak bermakna sehingga pembuatan membran komposit silicalite-1 juga bersifat reproducible. Fluks air material pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1 berbeda secara bermakna. Fluks air pada material pendukung membran bentonit jauh lebih besar daripada fluks air pada membran komposit silicalite-1. Hal ini menunjukkan bahwa material pendukung membran bentonit memiliki ukuran pori yang lebih besar daripada membran komposit silicalite-1. Hal ini didukung dengan hasil foto SEM pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14 yang memperlihatkan bahwa material pendukung bentonit memiliki struktur yang rapat namun memiliki rongga yang berukuran makro. Sementara itu, lapisan silicalite-1 di bagian atas material pendukung membran bentonit memiliki rongga yang berukuran mikro. 8 Fluks air (L/m 2 jam) R² =,981 R² =,993 material pendukung membran bentonit membran silicalite 1 silicalite Laju alir (L/jam) Gambar 4.8 Perbandingan antara fluks air material pendukung membran bentonit dan membran silicalite-1 Selanjutnya, dilakukan pengujian permselektivitas untuk mempelajari % rejeksi terhadap ion Cu 2+. Pengukuran % rejeksi terhadap ion Cu 2+ dilakukan dengan material pendukung 32

11 membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Data hasil pengukuran konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan dan larutan permeat sebagai fungsi waktu ditunjukkan pada Lampiran G.1 dan Lampiran G [Cu 2+ ] (ppm) R² =,999 R² =,937 larutan umpan larutan permeat 1 2 waktu (menit) Gambar 4.9 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada material pendukung membran bentonit Hasil pengukuran pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dengan menggunakan material pendukung membran bentonit konsentrasi umpan menurun secara drastis selama perubahan waktu percobaan. Material pendukung membran bentonit dapat mengabsorpsi logam berat melalui dua mekanisme yang berbeda, yaitu melalui pertukaran kation dan melalui pembentukan kompleks dengan gugus Si-O- dan Al-O- [Stylianou, 27]. Oleh karena itu, terjadi penurunan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan. Karena ion Cu 2+ lebih banyak terjebak di dalam material pendukung membran bentonit maka konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan permeat juga ikut mengalami penurunan. Penurunan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan secara drastis disebabkan karena material pendukung membran bentonit memiliki pori berukuran mikro dan makro yang lebih besar ukurannya dibandingkan ukuran partikel ion Cu 2+. Hal ini menyebabkan ion Cu 2+ dapat dengan mudah masuk ke pori dalam material pendukung membran bentonit namun kemudian terjebak di dalamnya. Selain itu, absorpsi ion Cu 2+ ditunjukkan dengan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan permeat ditambah dengan konsentrasi ion Cu 2+ larutan umpan lebih kecil daripada konsentrasi ion Cu 2+ awal. 33

12 1 8 [Cu 2+ ] (ppm) R² =,998 R² =, waktu (menit) larutan umpan larutan permeat Gambar 4.1 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada membran komposit silicalite-1 Gambar 4.1 menunjukkan perubahan konsentrasi ion Cu 2+ baik dalam larutan umpan maupun dalam larutan permeat dalam proses filtrasi dengan menggunakan membran komposit silicalite-1. Dengan menggunakan membran komposit silicalite-1 juga terjadi penurunan konsentrasi umpan. Namun, penurunan konsentrasi larutan umpan ini tidak terlalu drastis. Hal ini terjadi karena pori pada material pendukung membran bentonit berukuran mikro dan makro sedangkan pada membran komposit silicalite-1 pori bentonit yang berukuran mikro dan makro ini dilapisi dengan silicalite-1 pada bagian atanya sehingga ukuran pori menjadi lebih kecil. Pori yang berukuran lebih kecil ini menyebabkan larutan umpan lebih tertahan. Pada silicalite-1, perbandingan Si/Al memiliki nilai yang sangat besar. Dengan meningkatnya perbandingan Si/Al maka jumlah kation yang dimiliki oleh zeolit semakin sedikit. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan muatan antara aluminat dan silikat di dalam zeolit menjadi minimal sehingga jumlah rongga yang terbentuk menjadi sedikit. Oleh karena itu, silicalite-1 tidak besifat sebagai penukar kation [Khrisna, 21]. Mekanisme pemisahan ion Cu 2+ kemungkinan didukung oleh sifat silicalite-1 sebagai saringan molekul, tidak berkaitan dengan sifat zeolit pada umumnya sebagai penukar kation. Jadi, penurunan konsentrasi dalam larutan umpan terjadi akibat ion Cu 2+ banyak terjebak di dalam pori membran komposit silicalite-1. Ion Cu 2+ dapat berpermeasi ke dalam membran komposit silicalite-1 melalui dua mekanisme, yaitu difusi permukaan dan transpor melalui rongga kisi kristal di dalam membran komposit silicalite-1. Setelah masuk ke dalam membran komposit silicalite-1, ion Cu 2+ dan air diam di tengah saluran mikro dan permeasi ion melalui difusi permukaan dapat diabaikan [Li, 27]. 34

13 Di dalam pori berukuran mikro terdapat gaya antarmolekul. Transpor air di dalam pori berukuran mikro sangat bergantung pada keterbasahan permukaan (surface wettability) dan kekasaran dinding pori. Keterbasahan permukaan bergantung pada kandungan alumunium di dalam struktur zeolit. Dengan adanya ion alumunium yang bergabung di dalam struktur zeolit, gugus hidroksil lebih banyak terbentuk pada permukaan membran sehingga potensi untuk mengabsorpsi molekul air menjadi lebih besar. Perbandingan Si/Al yang kecil juga dapat menghasilkan muatan permukaan dengan densitas yang besar sehingga banyak kation yang masuk untuk menyeimbangkan muatan ini. Kation-kation yang mengisi pori zeolit dapat berkoordinasi dengan molekul air dan meningkatkan afinitas air pada permukaan membran zeolit [Li, 27]. Karena di dalam silicalite-1 tidak terdapat ion alumunium maka permukaan bersifat hidrofob sehingga air sulit untuk masuk. Dengan demikian, fluks air maupun fluks larutan Cu 2+ dalam membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil. % rejeksi ion Cu R² = % rejeksi ion Cu R² =, a) waktu (menit) b) waktu (menit) Gambar 4.11 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada (a) material pendukung membran bentonit dan (b) membran silicalite-1 Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada material pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Pada grafik ditunjukkan bahwa % rejeksi ion Cu 2+ dengan menggunakan material pendukung membran bentonit terus mengalami penurunan sedangkan % rejeksi ion Cu 2+ dengan menggunakan membran komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan oleh adanya lapisan silicalite-1 yang ada di atas material pendukung bentonit yang ikut membantu proses pemisahan. Lapisan silicalite-1 menyebabkan struktur membran menjadi lebih kompak sehingga ion Cu 2+ lebih tertolak. Gambar 4.12 menunjukkan penampang melintang dari membran komposit silicalite-1. Batas di antara material pendukung membran bentonit dengan lapisan silicalite-1 terlihat dengan jelas. Bagian di sebelah kiri menunjukkan bagian permukaan silicalite-1 sedangkan bagian di sebelah kanan menunjukkan material pendukung membran bentonit. 35

14 Gambar 4.12 Penampang melintang membran komposit silicalite-1 Gambar 4.13 menunjukkan penampang muka lapisan silicalite-1 yang berada di bagian atas material pendukung bentonit. Lapisan silicalite-1 memiliki rongga berukuran mikro. Adanya rongga berukuran mikro dan sifat hidrofobik dari silicalite-1 menyebabkan fluks air maupun fluks garam pada membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil daripada material pendukung membran bentonit. Namun, fluks yang kecil menyebabkan selektivitas membran menjadi lebih baik daripada material pendukung membran bentonit. Oleh karena itu, nilai % rejeksi dengan membran komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan. Gambar 4.13 Penampang muka silicalite-1 Gambar 4.14 menunjukkan penampang muka dari material pendukung membran bentonit. Material pendukung membran bentonit memiliki struktur yang rapat namun memiliki banyak rongga yang berukuran baik mikro maupun makro. Rongga berukuran makro disebabkan oleh teknik pencetakan yang dilakukan tanpa pemberian tekanan. Rongga berukuran makro menyebabkan pada pengukuran baik fluks air maupun fluks garam pada material pendukung membran bentonit menunjukkan nilai yang lebih besar daripada membran komposit silicalite-1. 36

15 a) b) Gambar 4.14 Penampang muka material pendukung membran bentonit a) perbesaran 5x dan b) perbesaran 2x Dari hasil karakterisasi EDX yang ditunjukkan pada Lampiran H dapat diketahui bahwa lapisan silicalite-1 lebih banyak mengandung ion Cu 2+ (,24%) daripada material pendukung membran bentonit (,19%). Ini menunjukkan bahwa ketika dilakukan proses filtrasi, ion Cu 2+ banyak terjebak di dalam rongga berukuran mikro pada silicalite-1 sehingga pada saat mulai memasuki daerah material pendukung membran bentonit, jumlah ion Cu 2+ telah banyak berkurang. Dengan adanya kandungan ion Cu 2+ dalam material pendukung membran bentonit maka dapat diketahui bahwa dalam material pendukung membran bentonit juga terjadi absorpsi ion Cu 2+. Walaupun di dalam material pendukung membran bentonit terdapat rongga berukuran makro namun material pendukung membran bentonit memiliki struktur yang rapat dan memiliki banyak rongga berukuran mikro. Dengan banyaknya rongga ini, dapat terjadi absorpsi melalui aktivitas pertukaran kation dan pembentukan kompleks dengan jaringan Si-O- maupun Al-O-. 37

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perlakuan nh 4 cl dan gelombang mikro terhadap karakter keasaman montmorillonit Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M.0304063 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lempung merupakan materi yang unik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas Pembuatan pulp dari serat daun nanas diawali dengan proses maserasi dalam akuades selama ±7 hari. Proses ini bertujuan untuk melunakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Diajukan oleh Tika Kumala Sari (3310100072) Dosen Pembimbing Alia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER Warih Supriadi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Encapsulation B3 tidak boleh bebas Di lingkungan (Chen. dkk, 2008) Amobilisasi dengan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Maya Machfudzoh 1410100038 Dosen Pembimbing : Ir. Endang Purwanti S., MT. Hamzah Fansuri, M.Si, Ph.D 25 Juli

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakteristik katalis Pembuatan katalis HTSC ITB didasarkan pada prosedur menurut dokumen paten Jennings 1984 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa, gula pasir yang diperoleh dari salah satu pasar di Bandung. Zat kimia yang digunakan adalah (NH 4 ) 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni. 3.2 Alur Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan dengan alur seperti

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF

Lebih terperinci

Hariadi Aziz E.K

Hariadi Aziz E.K IMMOBILISASI LOGAM BERAT Cd PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG PT. SEMEN GRESIK Oleh: Hariadi Aziz E.K. 1406 100 043 Pembimbing: Ir. Endang Purwanti S,M.T. Lukman Atmaja, Ph.D. MIND MAP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Salah satu produk utama pertanian di Indonesia adalah padi.

Lebih terperinci

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO Disampaikan oleh: Kurmidi [1106 100 051] Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc.,Ph.D. Sidang Tugas Akhir (J 102) Komponen Otomotif :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci