stage, Service encounter stage, Post-encounter stage; gambar 2.2) dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "stage, Service encounter stage, Post-encounter stage; gambar 2.2) dalam"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pengambilan Keputusan Konsumen Dalam mengkonsumsi suatu produk ataupun service ada tahapan yang dilakukan oleh konsumen, mengetahui tentang tahapan ini dapat membantu pemasar ataupun perusahaan untuk mengerti perilaku konsumen (Kotler dan Keller, 2009, p207; Hawkins dan Mothersbaugh, 2010, p467; Lovelock dan Wirtz, 2011, p58). Kotler dan Keller (2009, p207) membahas dalam bukunya ada 5 tahapan (Problem recognition, Information search, Evaluation of alternatives, Purchase decision, postpurchase behavior; gambar 2.1) dalam keputusan pembelian konsumen, dan proses yang serupa juga digunakan Hawkins dan Mothersbaugh (2010, p467) dalam menjelaskan perilaku konsumen dalam menentukan pembelian. Problem Recognition Information search Evaluation of alternative Purchase decision Postpurchase behavior Sumber: Kotler dan Keller, 2009 Gambar 2.1 Five-Stage Model of the Consumer Buying Process Sedangkan Lovelock dan Wirtz (2011, p59) menyebutkan ada 3 tahapan (Prepurchase stage, Service encounter stage, Post-encounter stage; gambar 2.2) dalam mengkonsumsi service. meskipun terdapat perbedaan namun keduanya sama, penelitian ini akan lebih menggunakan teori Lovelock dan Wirtz dikarenakan Lovelock dan Wirtz menggunakan sudut pandang service, sedangkan Kotler dan Keller menggunakan sudut pandang marketing secara umum. 7

2 8 Awareness of Need/Needd Arousal Pre Purchase Stage Evaluation of alternatives Information Search Service Attributes Perceived Risk service Expectation Purchase decision Service Encounter Stage Request Service Post encounter Stage Evaluation of Service Sumber: Lovelock dan Wirtz, 2011 Gambar 2.2 Three-Stage Model of Service Consumption Meskipun kedua proses menjelaskan tahapan-tahapan yang dilalui seseorang untuk membuat keputusan membeli namun sebenarnya tidak semua konsumen melewati tahapan- tahapan pengambilan keputusan yang ada. Contohnya adalah jika kita kehabisan pasta gigi yang sering kita gunakan, maka kita akan langsung dari perasaan membutuhkan ke keputusan membeli tanpaa melalui pencarian informasi atau mengevaluasi alternatif lain. Namun jika kita ingin membeli sebuah mobil maka semua tahapan keputusan pembelian akan kita lalui. Dapat disimpulkan bahwa semakin kita membutuhkan pertimbangan untuk

3 9 membeli suatu produk maka akan semakin kita mengikuti proses tahapan pengambilan keputusan (Kotler dan Keller, 2009, p208). Fenomena tersebut dibahas lebih lengkap oleh Hawkins dan Mothersbaugh (2010, p496) yang menyatakan bahwa ada beberapa tipe pengambilan keputusan. 5 tahapan proses pengambilan keputusan akan berubah sesuai tingkat keterlibatan konsumen (involvement). Hawkins dan Mothersbaugh (2010, p497) lebih lanjut membagi menjadi 3, tipe pengambilan keputusan 1. Nominal decision making Atau biasa disebut habitual decision making adalah proses keputusan yang tidak memerlukan pertimbangan apapun. Contohnya adalah pembelian pasta gigi. Habitual decision making biasanya lebih menekankan pada ingatan pembeli, maka jika pasta gigi merk A milik konsumen habis maka secara langsung dan tanpa pertimbangan akan merk lain, konsumen akan membeli pasta gigi merk A lagi. 2. Limited decision making Tipe ini hampir sama dengan nominal decision making. Namun yang menjadi perbedaan adalah pembeli tidak mencari berdasarkan kebiasaan, pembeli dapat melihat merk baru dan mencoba. Contohnya adalah, calon pembeli membeli pasta gigi di supermarket, disana dia tidak membeli pasta gigi merk A tapi membeli merk B dengan alasan ingin mencoba dan bosan dengan merk A. Disini karakteristik limited decision making terlihat yaitu, terpengaruh pertimbangan dalam diri (internal : ingatan, kebiasaan, dll) dengan sedikit pengaruh luar (external : bungkus, warna, rasa dari produk B).

4 10 3. Extended decision making Tipe ini mengikuti kelima proses keputusan dikarenakan dalam tipe ini konsumen akan mempertimbangkan pembelian yang dilakukan bahkan hingga sesudah membeli, pembeli akan mengevaluasi apakah pembelian yang dilakukan tepat. Contoh barang untuk tipe ini adalah pembelian mobil dan atau menentukan tempat liburan panjang. 2.2 Proses Pengambilan Keputusan - Stage I - Pre-Purchase Stage Awareness of Need/Need Arousal Pre Purchase Stage Information Search Evaluation of alternatives Service Attributes Perceived Risk service Expectation Gambar 2.3 Pre-Purchase Stage Purchase decision Prepurchase stage dimulai dengan munculnya perasaan membutuhkan (need arousal) dan kemudian mulai mencari informasi (information search) dan melakukan evaluasi dari alternatif (evaluation of alternatives) yang ada sebelum akhirnya membeli atau tidak membeli (buying decision) ) (Lovelock dan Wirtz, 2011, p60). Dalam fase ini pembeli mencari dan mempertimbangkan tentang produk atau service dan mulai membangun ekspektasi tentang produk atau jasa yang diinginkan Need Arousal Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p60) muncul karena: 1. Hal secara tidak sadar (unconscious minds) perasaan membutuhkan (need arousal) Lebih mengarah ke hal-hal yang tertanam dalam diri namun tidak disadari (identitas diri dan aspirasi adalah salah satu contoh).

5 11 2. Kondisi fisik (physical conditions) Contohnya jika merasa lapar maka kita akan mencari makanan. 3. Sumber dari luar (external source) Sumber dari luar yang dimaksud adalah stimulus dari luar. Contohnya jika kita melihat iklan dan kemudian ingin mencoba apa yang diiklankan. Kotler dan Keller (2009, p208) menyatakan bahwa adanya internal stimulus dan external stimulus yang menyebabkan terjadinya keinginan. Dengan adanya keinginan dari dalam diri (cth: lapar) dan dipertemukan dengan stimulus dari luar (cth: iklan restoran) maka terbentuklah tahapan pertama dari proses pengambilan keputusan. Pada saat perasaan membutuhkan disadari maka orang akan menjadi termotivasi untuk mencari informasi (Kotler dan Keller, 2009, p ; Lovelock dan Wirtz, 2011, p60). Lebih lanjut Hawkins dan Motherbaughs (2010, p501) menjelaskan lebih mendalam melalui bagan bagaimana munculnya need arousal/problem recognition

6 12 Sumber: Hawkins and Mothersbaughs, 2010, p501 Gambar 2.4 Process of Problem Recognition Dalam gambar terlihat bahwa jika desired consumer lifestyle dan desired state sudah terpenuhi atau sudah sesuai keadaan sebenarnya maka tidak ada problem recognition atau bisa dikatakan konsumen telah puas, yang dimaksud adalah jika apa yang diinginkan (desired consumer lifestyle) dari konsumen sudah sesuai dengan keadaan sebenarnya (actual state) dan keadaan sekarang (actual state) sudah sesuai dengan keadaan yang diinginkan (desired state) maka tidak ada permasalahan yang harus dipecahkan atau dalam arti tidak ada kebutuhan yang harus dipenuhi karena telah terpenuhi, tapi jika ada perbedaan antara desired consumer lifestyle dan actual state atau current situation dengan desired state maka

7 13 akan mengarah pada problem recogntition. Yang dimaksud adalah jika apa yang diharapkan belum terpenuhi di keadaan sebenarnya maka konsumen akan berusaha untuk memenuhi hal tersebut. Bisa dikatakan tujuan utama konsumen adalah untuk membuat desired lifestyle dan desired state supaya menjadi actual state ataupun current state Infomation Search Pada saat kebutuhan telah diketahui maka akan konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi. Sumber informasi terbagi dalam 4 grup (Kotler dan Keller, 2009, p208): 1. Personal ( keluarga, teman, tetangga, kenalan) 2. Komersial (iklan, web, penjual, label keterangan, dll) 3. Publik (media masa, badan survey) 4. Eksperiental (pengalaman) Lebih lanjut Hawkins dan Motherbaughs (2010, p518) menyatakan pencarian informasi secara garis besar ada 2, yaitu internal dan eksternal. Internal berasal dari dalam diri (ingatan ataupun pengalaman), eksternal adalah informasi yang didapat dari luar diri (teman, iklan, dll) Setelah mendapat informasi yang dibutuhkan biasanya seseorang akan juga menemukan alternatif-alternatif produk atau jasa yang dicari, oleh sebab itu maka akan terjadi evaluasi terhadap alternatif yang tersedia (Lovelock dan Wirtz, 2011, p61). Promosi yang disebutkan pada riset ini mengacu pada informasi eksternal yang didapat oleh para calon pembeli. Yaitu poin 1-3 dari 4 group sumber informasi dari Kotler dan Keller (2009, p208) hal ini dikarenakan seluruh informasi tersebut yang akan menjadi bagian pembentukan ekspektasi service yang diharapkan, dan tentu saja meskipun jika promosi tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan secara langsung yang dalam arti (official statement) dari perusahaan tetapi calon pembeli mendengar dari orang atau sales yang memberikan janji mengatasnamakan perusahaan / produk. Contohnya adalah jika secara resmi perusahaan

8 14 tidak menjanjikan A dalam produk mereka, tetapi dari sales dan atau dari teman yang menggunakan produk menyatakan mereka mendapat fitur A setelah membeli produk. Maka secara tidak langsung dan meskipun perusahaan tidak menjanjikannya, calon pembeli tersebut sudah mendapat informasi yang menyatakan adanya fitur A. Oleh karenanya promosi yang disebutkan dalam riset ini akan menyertakan keseluruhan poin eksternal karena hal-hal tersebut ikut membangun ekspektasi service yang diharapkan calon pembeli Evaluation of Alternatives Dalam mengevaluasi seseorang akan melakukan perbandingan, namun tidak semua produk bisa dibandingkan dengan mudah, ada produk yang bisa kita lihat karakteristiknya secara langsung, ada juga yang tidak. Selain itu proses pengevaluasian sebenernya mengikuti atribut dari apa yang dicari oleh calon pembeli. Misalkan calon pembeli tersebut ingin berlibur maka atribut harga, kenyamanan, kesenangan, dan hal-hal yang terkait dengan berlibur adalah hal-hal yang menjadi concern utama dalam mengevaluasi alternatif (Kotler dan Keller, 2009, p209). Selain itu ada faktor lain yaitu bagaimana keadaan saat proses pengambilan keputusan ini dibuat, apakah terburu-buru atau tidak terlalu penting, hal-hal situasi tersebut mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan akan mempengaruhi bagaimana calon pembeli mengevaluasi alternatif yang ada. Contoh: jika calon pembeli dalam kondisi waktu yang singkat atau penting maka kemungkinan calon pembeli tersebut tidak lagi melakukan evaluasi alternatif melainkan langsung membeli barang sesuai pengetahuan yang dia miliki tanpa melakukan eksternal search, namun jika memiliki waktu yang banyak, calon pembeli mungkin akan melihat alternatif produk yang ada, yang kemungkinan lebih sesuai dengan kebutuhannya (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010, p550).

9 Service Attributes Lovelock dan Wirtz (2011, p61) membagi 3 kategori utama: 1. Search attributes Search attributes adalah tangible characteristic dari produk, mencakup warna, bau, bentuk, tekstur, dll. Bahkan konsumen dapat mencoba barang tersebut dulu. Contohnya adalah baju, perkakas rumah tangga, mobil, dll. 2. Experience attributes Adalah yang tidak dapat dievaluasi sebelum melakukan pembelian, konsumen harus merasakan dulu (experience) baru kemudian dapat menilai. Contohnya adalah restoran, kita tidak dapat benar-benar menilai sampai kita berada di restoran tersebut dan melakukan pemesanan. Disini kita baru merasakan pelayanan, menu, suasana, dan kemudian rasa makanan. 3. Credence attributes Adalah atribut yang sulit dievaluasi oleh konsumen, bahkan setelah dirasakan (experience) oleh konsumen. Disini konsumen dituntut untuk percaya sampai pada tahapan tertentu. Contohnya adalah di sebuah restoran, kebersihan dapur, alat masak, hingga bahan makanan yang sehat semua itu tidak diketahui oleh konsumen secara langsung namun diberitakan oleh restoran tersebut, dan sampai akhir service konsumen hanya percaya. Secara umum dapat dikatakan semua produk (barang ataupun jasa) akan berada pada mudah untuk dievaluasi hingga sulit untuk dievaluasi namun kita tidak dapat menyatakan misalkan: produk A dikategorikan sebagai produk yang sulit untuk dievaluasi dan produk B dikategorikan sebagai produk yang mudah untuk dievaluasi, hal ini tidak dapat dilakukan karena adanya karakteristik konsumen. Konsumen yang berpengalaman dan konsumen yang baru pertama kali mencoba produk akan menilai secara berbeda. Semakin sulit konsumen

10 16 dalam mengevaluasi produk maka semakin besar perceived risk yang ditanggung dalam keputusan konsumen Perceived Risk Saat mengevaluasi konsumen akan mencoba memperkirakan apa saja yang didapat jika membeli produk tersebut (persepsi) semakin sulit mengevaluasi maka semakin besar resiko dari produk tersebut karena konsumen tidak dapat memperkirakan bagaimana produk tersebut akan berperforma (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010, p536; Lovelock dan Wirtz, 2011, p63). Oleh karena hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa konsumen menanggung resiko dalam setiap keputusan pembeliannya, resiko sendiri bisa tinggi ataupun rendah tergantung bagaimana evaluasi ataupun pengetahuan dari konsumen terhadap produk. Produk yang dibeli dengan pengetahuan yang minim akan membuat konsumen mananggung resiko yang besar karena bisa saja produk tersebut jauh dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Dalam bukunya Lovelock dan Wirtz (2011, p63) menyebutkan beberapa tipe resiko dalam membeli dan menggunakan service. 1. Resiko fungsional (tidak puas terhadap hasil performa produk) Cth: apakah sabun ini akan menghilangkan noda pada baju saya? 2. Resiko keuangan (kehilangan uang atau biaya tak terduga) Cth: apakah saya akan mengalami kerugian jika membeli saham A? 3. Resiko sementara (membuang waktu dan keterlambatan) Cth: apakah saya harus antri untuk melihat konser tersebut? 4. Resiko fisik (terluka atau kerusakan pada barang pribadi) Cth: apakah isi paket yang saya kirim tidak rusak saat terkirim? 5. Resiko psikologis (ketakutan pribadi dan emosi) Cth: bagaimana saya percaya bahwa pesawat ini tidak akan jatuh?

11 17 6. Resiko sosial (bagaimana orang lain akan bereaksi dan melihat) Cth: bagaimana yang teman saya pikirkan jika melihat saya membeli mobil bekas? 7. Resiko sensoral (pengaruh terhadap 5 indera kita) Cth: apakah makanan ini enak? Apakah ranjang ini nyaman? Service Expectations Ekspektasi service atau produk dibangun selama masa pencarian dan proses membuat keputusan, dan hampir keseluruhannya terbentuk oleh pencarian informasi dan evaluasi dari atribut produk. Jika tidak ada pengalaman sebelumnya mengenai produk tersebut konsumen biasanya akan membuat ekspektasi berdasarkan dari word-of-mouth, berita, atau pemasaran dari perusahaan. Ekspektasi bisa juga berdasarkan situasi contohnya, pada saat musim liburan, maka ekspektasi konsumen penerbangan adalah tidak ada harga murah sedangkan pada masa kerja maka ekspektasinya adalah harga tiket pesawat lebih murah. Selain itu ekspektasi bisa juga berubah-ubah atau dirubah oleh perusahaan, misalnya dengan menggunakan iklan, trend sosial, ataupun kemudahan akses informasi. Ekspektasi konsumen terdiri dari beberapa komponen: (Lovelock dan Wirtz, 2011, p64-67) 1. Service yang diharapkan (desired service). Tingkat service yang diimpikan konsumen. 2. Service normal (adequate service). Service minimum yang dapat diterima konsumen tanpa merasa tidak puas. 3. Service yang diprediksi (predicted service). Tingkat service yang diprediksi atau diharapkan oleh konsumen, biasanya karena janji-janji dari pihak penyedia, word-of-mouth, pengalaman sebelumnya.

12 18 4. Zona toleransi (zone of tolerance). Konsumen juga mengetahui bahwa tidak selamanya mendapat service yang baik, oleh karena itu ada zona toleransi yang dimiliki konsumen, jika service telah berada dibawah zona maka akan mengakibatkan ketidakpuasan dari konsumen Purchase Decision Fase ini adalah hasil dari seluruh fase diatas sebelumnya, kesadaran atas kebutuhan, pencarian informasi dan juga evaluasi setelah menggabungkan semua itu maka konsumen akan membuat keputusan pembelian, keputusan pembelian disini adalah penentuan pilihan jatuh kepada produk atau service yang mana. Bagi pembelian yang biasa atau berulang (misalkan membeli sabun mandi) proses keputusannya akan sangat mudah dan sebaliknya bagi pembelian yang membutuhkan pemikiran (misalkan membeli mobil) maka proses keputusan akan semakin panjang. Keputusan juga akan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan, kebanyakan yang dipertimbangkan adalah harga dimana jika harga lebih murah dan performa tidak terlalu berbeda maka akan dipilih harga yang murah (Lovelock dan Wirtz, 2011, p67). Tidak hanya mengenai produk saja yang dipilih, tempat dimana barang atau jasa yang diinginkan juga menjadi salah satu keputusan selain membeli barnag atau jasa tertentu (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010, p582). Perbedaan antara Lovelock dan Kotler terdapat pada fase purchase decision dimana perceived risk oleh Kotler ditaruh dalam fase purchase decision menurut Kotler dan Keller (2009, p213) dengan adanya perceived risk maka calon pembeli akan memikirkan ulang tentang keputusan pembelian mereka. Perceived risk sendiri oleh Kotler dan Keller disebut sebagai intervening factor dalam purchase decision.

13 Proses Pengambilan Keputusan - Stage II - Service Encounter Stage Service Encounter Stage Request Service Gambar 2. 5 Service Encounter Stage Fase kedua setelah prepruchase adalah service encouter stage, fase ini dimana konsumen mulai merasakan secara langsung bagaimana produk dan service itu bekerja secara sesungguhnya. Di fase inilah permintaan akan produk, hingga penggunaan akan produk dirasakan konsumen (Lovelock dan Wirtz, 2011, p67). Sebagai contohnya seseorang berniat membeli sebuah kulkas dan sudah melakukan semua kegiatan pre-purchase stage sehingga menjatuhkan pilihan pada model dan merk kulkas A. Toko yang dipilih adalah toko khusus menjual kulkas. Untuk mencapai toko tersebut digunakan mobil. Fase service encounter dimulai dari kita datang ke ke toko khusus kulkas tersebut. Dari bagaimana kondisi parkiran hingga pelayanann petugas dan sistem parkir, kemudian bagaimanaa karyawan dari toko tersebutt membantu kita menemukan lokasi kulkas tersebut hingga terjadi pertukaran informasi tambahan dari penjual dan pembelian, kemudian pembelian terjadi dan pengiriman, hingga akhirnya kulkas tersebut dapat dinikmati di rumah. Semua kejadian panjang tersebut adalah dimana pembeli merasakan service. Evaluasi biasanyaa terjadi pada saat service diberikan, bisa dikatakan dari awal bersinggungan dengan service maka konsumen akan mengevaluasi apakah kualitas service sudah mencapai ekspektasi atau tidak. Sebagai contoh calon pembeli kulkas tadi berharap karyawan penjual kulkas akan membantu dalam masalah pembayaran dengan memberikan beberapa alternatif pembayaran. Namun ternyata toko tersebut hanya menerima tunai yang membuat calon pembeli tersebut harus mengambil uang dahulu di ATM yang membuat calon pembeli sedikit tidak nyaman. Dari penggalan cerita diatas dapat dilihat bahwa sebelum

14 20 melakukan pembelian, calon pembeli tersebut sudah mendapat persepsi negative bahkan sebelum pembeli mencoba produk untuk mengetahui apakah produk tersebut bekerja dengan baik dan sesuai ekspektasi atau tidak. Dalam setiap pembelian pembeli tidak hanya bersinggungan hanya dengan produk tersebut, tapi juga dengan pelayanan yang ada. Bahkan untuk pembelian melalui internet dan barang yang bukan merupakan benda fisik (contoh sebuah program) service yang diberikan adalah berupa kemudahan mendapatkan program tersebut melalui internet. Oleh karena itu tidak ada produk yang benar-benar bebas dari service. Lovelock dan Wirtz (2011, p69) dalam bukunya menyatakan beberapa tipe contact dalam service antara pembeli dan penyedia. Sumber: Lovelock dan Wirtz, 2011, p69 Gambar 2.6 Levels of Customer Contact with Service Organizations Tipe contact antara pembeli dan penyedia service terbagi oleh bagaimana jenis usaha yang dijalankan perusahaan. Tipe usaha yang bersinggungan langsung dengan pembeli (restoran,

15 21 pangkas rambut, dll) adalah tipe high contact service. Karakteristik tipe high contact adalah penyedia jasaa dan pembeli atau pengguna bersinggungan langsung atau bertemu langsungg selama proses penyediaann service. Sedangkan low contact adalah sebaliknya hampir bisa dikatakan pembeli dan penyedia jasa hampir tidak bertemu. Seperti yang terlihat dalam gambar bank dimasukkan dalam kategori yang berbeda-beda, bank tradisional yang bersinggungan langsung dengan nasabah (person-to-person) tentu saja tingkat interaksi berbeda dengan internet banking yang mengedepankan service secara fisik dan bukan personel. 2.4 Proses Pengambilan Keputusan - Stage III - Post-Encounter Stage Post encounter Stage Evaluation of Service Gambar 2.7 Post-encounter Stage Fase ketiga adalah post-encounter stage, di fase ini konsumen melakukan evaluasi dan komparasi dengan ekspektasi yang telah terbentuk dari ase-fase sebelumnya. Dalam fase ketiga inilah konsumen melakukan berbagai hal, seperti melakukan pembelian ulang, merasa puas atau tidak puas, melakukan word-of-mouth, keluhan, dll (Lovelock dan Wirtz, 2011, p59). Pada fase ini pembeli akan merasakan dissonance, jika apa yang diharapkan berbeda dari apa yang didapat. Tapi dissonance tidak hanya datang dari ekspektasi yang tidak sesuai tapi juga terjadi oleh pengaruh luar, misalkan jika kita akhirnyaa memilih provider seluler A, tapi setelah mendengar ada provider seluler B maka adaa kemungkinan bahwa kita mengganti provider jika setelah evaluasi ternyataa provider B lebih baik. Bisa dikatakan

16 22 dissonance adalah suatu keadaan yang akan membuat pembeli mempertanyakan kembali keputusan mereka membeli barang (Hawkins dan Mothersbough, 2010, p623). Yang membuat terjadi dissonance seperti yang telah disebutkan diatas, diantaranya adalah perbedaan harapan dan produk/service aktual atau informasi baru yang akan menjadi pertimbangan baru. Intinya adalah hal-hal yang membuat terjadi keraguan atas pembelian adalah dissonance (Hawkins dan Mothersbough, 2010, p623). Oleh sebab itu tugas pemasar tidak hanya sampai pada barang terjual tapi bagaimana membuat pembeli percaya bahwa mereka telah memilih barang atau service yang tepat (Kotler dan Keller, 2009, p213). Pada fase ini akan terjadi banyak hal pada pembeli. Kepuasan akan pembelian adalah salah satunya. Jika barang atau jasa berada dibawah ekspektasi maka pembeli akan kecewa, tapi jika sesuai ekspektasi maka pembeli akan puas, dan jika melebihi ekspektasi maka pembeli akan sangat senang. Semua hal tersebut mempengaruhi perilaku konsumen (Kotler dan Keller, 2009, p213). Jika mereka kecewa, mereka bisa melakukan keluhan baik kepada perusahaan atau tidak kepada perusahaan tapi mengeluh kepada teman atau keluarga atau bahkan tidak mengeluh sama sekali tapi tidak akan pernah menggunakan barang atau jasa yang sama. Dan jika konsumen puas, mereka juga bisa menceritakan kepada keluarga atau memberikan apresiasi kepada perusahaan berupa surat yang menyatakan kepuasan atau hal lainnya.

17 23 Sumber: Hawkins and Mothersbaugh, 2010, p622 Gambar 2.8 Postpurchase Consumer Behavior Dapat dilihat dari bagan diatas apa saja yang terjadi dalam post-encounter stage. Dapat dilihat bahwa jika terjadi dissonance setelah pembelian maka action yang selanjutnya terjadi adalah apakah barang atau jasa tersebut tidak digunakan atau tetap digunakan. Dan setelah digunakan maka dapat dilihat bahwa setelah evaluasi akan terjadi complaint behavior.

18 Konsep Perilaku Keluhan (Complaint Behavior ) Setelah proses panjang untuk menentukan pembelian, maka pembeli akan menikmati produk atau service yang dibelinya. Namun jika performa barang tidak sesuai yang diharapkan akan terjadi ketidakpuasan dan sebaliknya, jika sesuai yang diharapkan atau lebih dari yang diharapkan maka konsumen akan menjadi puas. Membuat konsumen puas adalah tujuan utama setiap penjual. Namun sebaik apapun persiapan dan strategi tentu tidak terlepas dari kesalahan karena tidak ada yang sempurna dan konsumen yang mengharapkan service atau produk yang baik tetapi mendapat tidak seperti apa yang diharapkan akan mengeluh. Karena itu keluhan adalah faktor penting sebagai masukan untuk perbaikan bagi perusahaan. Tidak banyak riset mengenai perilaku keluhan, khususnya pada orang yang tidak mengeluh. Keluhan dibagi menjadi 2: orang yang melakukan keluhan (complaining customers) dan orang yang tidak melakukan keluhan (non-complaining customers) (Kau dan Loh, 2006; Phau dan Baird, 2008). Dan dari yang melakukan keluhan ada yang puas dengan service recovery yang diberikan (satisfied complainants) dan yang tidak puas (dissatisfied complainants). Sedangkan dari yang tidak melakukan keluhan ada yang puas (ordinary satisfied customers) dan konsumen yang tidak puas tapi tidak melakukan keluhan (dissatisfied non-complainants). Pengertian tidak mengeluh disini bukan berarti tidak melakukan keluhan tapi tidak mengeluh kepada perusahaan, sehingga perusahaan tidak mengetahui tentang apa yang dirasakan konsumen tersebut. Lovelock dan Wirtz (2011, p373) menyatakan dalam bagan, pola perilaku konsumen yang tidak puas.

19 25 Complain to the Service Frim Take Some Form of Public Action Complain to a Third Party Service Encounter is Unsatisfactory Take Some Form of Private Action Take No Action Take Legal Action to Seek Redress Defect (switch provider) Negative Word of Mouth Any One or Combination of These Responses Is Possible Sumber: Lovelock dan Wirtz, 2011, p373 Gambar 2..9 Customer Response categories to Service Failures yang dilakukan oleh orang sebagai respon terhadap Bagan ini menjelaskan kemungkinan-kemungkinann apa saja ketidakpuasan dari suatuu service. Lebih jauh lagi dampak dari keluhan adalah berkurangnya brand loyalty, konsumen tidak lagi datang ke toko, tidak lagi ada keinginan membeli kembali, berkurangnya retensi karyawan, negative word-of-mouth dan bahkan sampai menggunakan jalur legal (Phau dan Sari, 2004; Kau dan Loh, 2006; Voorhees, Brady dan Horowitz, 2006; Blodgett dan Li, 2007; Phau dan Baird, 2008; Ashley dan Varki, 2009; Gruber, Szmigin dan Voss, 2009). Implikasi lainnya berkaitan dengan biaya yaitu bahwa biaya untuk mendapatkan konsumenn baru adalah lima atau enam kali lipat dibandingkann mempertahankan konsumen. (Blodgett dan Li, 2007; Phau dan Baird, 2008; Gruber, Szmigin dan Voss, 2009). Dan menurut Morgan (2007, p5) setiap konsumen yang

20 26 kecewa akan menceritakan pada 11 orang temannya dan setiap temannyaa tersebut akan bercerita kepada 5 orang lagi. yang jika ditotal berarti ada 67 orang yang berpendapat bahwa perusahaan yang bersangkutan adalah buruk. Lebih lanjut LeBoeuf (2010, p191) menyatakan adaa 3 manfaat keluhan bagi perusahaan yaitu: 1. Keluhan memperlihatkan bidang-bidang yang membutuhkan perbaikan. 2. Keluhan merupakan kesempatan kedua bagi anda untuk memberikan pelayanan dan kepuasan kepada konsumen yang kecewa. 3. Keluhan merupakan suatu peluang luar biasa untuk memperkuat loyalitas konsumen. 2.6 Complaining Customer Complain to the Servicee Frim Take Some Form of Public Action Service Encounter is Unsatisfactory Sumber: Lovelock dan Wirtz, 2011, p373 Gambar 2.10 Customer Response categories to Service Failures for Compaliner Seperti yang telah disebutkan diatas, complaining customer adalah konsumen yang melakukan keluhan langsung ke perusahaan sehingga perusahaan mengetahui akan adanya

21 27 keluhan dan tidak melalui pihak ketiga. Sebagai contoh: perusahaan mengetahui keluhan konsumen setelah konsumen tersebut melayangkan keluhan melalui surat kabar. Dampak bagi perusahaan adalah keluhan tersebut dibaca oleh masyarakat dan akan menjadi negative word-of-mouth. Oleh karena itu kategori konsumen yang melakukan keluhan adalah konsumen yang secara langsung melayangkan keluhan ke perusahaan. Ada beberapa aspek yang membuat konsumen melakukan keluhan diantaranya adalah aspek budaya (culture), demografi dan juga profil psikografi, perilaku terhadap bisnis (attitudes towards businesses), atribut produk dan atribut menyalahkan (attributes of blame) (demographic and psychographic profile) (Phau dan Sari, 2004; Phau dan Baird, 2008) Selain dari aspek-aspek diatas ada faktor lain yaitu tujuan dari melakukan keluhan. Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p ) ada 4 tujuan mengapa konsumen melakukan keluhan: 1. Untuk mendapatkan ganti rugi atau kompensasi (obtain restitution or compensation) 2. Untuk melepaskan kemarahan mereka (vent their anger) 3. Untuk membantu meningkatkan pelayanan (help to improve the service) 4. Alasan altruistis/ mementingkan orang lain (for altruistic reasons) Selain dari kedua aspek diatas, ada tipe-tipe orang yang mengeluh (complainers) yang dijelaskan oleh Bailey dan Leland (2008, p35-37) yang masih berkorelasi dengan Lovelock 1. The go for the throaters Tipe ini sama dengan poin kedua pada tujuan keluhan Lovelock dimana konsumen melepaskan kemarahan dan kekecewaa mereka kepada perusahaan

22 28 2. The quiet as the mousers Tipe ini menyatakan bahwaa complainers menyatakann bahwa semuanya baik-baik saja tapi gerak-gerik mereka menyatakan mereka kurang puas, tipe ini adalah tipe konsumenn yang malu untuk menyatakan perasaan mereka 3. The high roller Tipe ini adalah konsumen yang berani mengeluarkan biaya besar tapi mengharapkan n pelayanan yang sempurna 4. The whiners Tipe konsumen ini adalah tipe konsumen yang suka mengeluh, mereka akan mengeluhkan berbagai hal. 5. The tricksters Tipe ini adalah tipe konsumen yang mengeluh untuk melakukan kecurangan, seperti untuk mendapatkann barang baru atau ganti rugi. 2.7 Non-Complaining Customer Take Some Form of Public Action Complain to a Third Party Service Encounter is Unsatisfactory Take Some Form of Private Action Take No Action Take Legal Action to Seek Redress Defect (switch provider) Negativee Word of Mouth Sumber: Lovelock dan Wirtz, 2011, p373 Gambar 2.11 Customer Response categories to Service Failures for Non-Complainer

23 29 Non-complaining customers atau konsumen yang tidak mengeluh mempunyai perilaku yang unik. Dalam bagan diatas non-complaining customer berada pada reaksi take no action sedangkan jika dilihat dari sisi perusahaan maka non-complaining sebenarnya adalah take no action ditambah take private action dan beberapa dari take public action hal ini terjadi karena yang dimaksud non-complaining customer disini adalah konsumen yang tidak melakukan keluhan ke perusahaan tapi dapat melakukan keluhan ke orang terdekat mereka atau tidak melakukan keluhan apapun tapi mengambil tindakan yang biasanya berakhir pada menggunakan layanan perusahaan lain (switching provider). Konsumen yang tidak puas akan menceritakan pengalaman buruknya kepada orang lain lebih banyak daripada konsumen yang puas menceritakan pengalaman baiknya. (Alfansi, 2010, p109) oleh karena itu perusahaan lebih memilih supaya konsumen melakukan keluhan terhadap perusahaan supaya perusahaan mengetahui apa yang salah daripada tidak tahu apa-apa tapi terkena dampak yang besar tanpa sempat memperbaiki kesalahannya. Dalam bukunya (Barlow dan Moller, 2008) menyatakan alasan-alasan konsumen tidak melakukan keluhan: Karena karyawan yang mengurus keluhan secara tidak langsung menyatakan supaya konsumen untuk tidak mengeluh. Karena sistem perusahaan yang secara tidak langsung menyatakan supaya konsumen untuk tidak mengeluh Karena konsumen tidak tahu kemana dan bagaimana mereka harus mengeluh Karena perusahaan tidak men-follow up Alasan-alasan lainnya adalah karena konsumen tidak mau membuang waktu untuk melakukan keluhan, takut melakukan konfrontasi dan merasa tidak akan didengar (Lovelock dan Wirtz, 2011, p 374; Phau dan Sari, 2004; Phau dan Baird, 2008).

24 Repurchase Salah satu dari efek membeli produk adalah repurchase atau pembelian ulang. Namun yang menarik adalah hubungannya dengan kepuasan, pembelian ulang dapat meliputi 2 karakteristik yaitu intention dan juga behavior. Dalam riset ini akan lebih mengarah pada intention untuk lebih memudahkan penelitian (Akhter, 2010). Repurchase intention dan juga repurchase behavior tentu berbeda, sesuai dengan bentuknya keinginan untuk membeli ulang dan juga perilaku pembelian ulang. Dalam risetnya Akhter (2010) juga menyertakan riset yang menyatakan bahwa kepuasan tidak secara langsung berhubungan dengan repurchase, tetapi kepuasan akan mempengaruhi loyalitas dan loyalitas akan mempengaruhi repurchase. Namun ditambahkan lagi bahwa tidak salah bahwa kepuasan konsumen berpengaruh pada pembelian ulang jika dilihat dari riset psikologi dimana satisfaction mendorong intentions dan intentions mendorong behavior. Semakin banyak pengalaman seseorang terhadap suatu merk atau produk maka akan semakin banyak pembelian ulang yang terjadi terhadap produk yang mendapat evaluasi baik (Chang, Lee, Chien, Huang and Chen, 2010). Pembelian ulang juga tidak dapat dikatakan sebagai loyalitas sampai diteliti lebih dalam. Alfansi (2010, p160) dalam bukunya memberikan bagan tipe-tipe pembelian ulang yang nantinya mengacu pada loyalitas produk.

25 31 Pembelian ulang tinggi Perilaku Pembelian ulang rendah Sikap Keterikatan rendah Keterikatan tinggi True loyalty Spurious loyalty Latent loyalty No loyalty Sumber: Alfansi, 2010, p160 Gambar 2.12 Matriks Kesetiaan Konsumen 1. True loyalty Konsumen yang berada di bagian ini adalah konsumen yang memiliki keterikatan tinggi terhadap perusahaan atau penyedia jasa dan juga tingkat pembelian ulang yang tinggi. 2. Latent loyalty Tipe konsumen ini bisa dikatakan yang mempunyai daya beli rendah atau light user tipe ini ditandai dengan konsumen yang mempunyai keterikatan bagus atau positif terhadap perusahaan atau penyedia jasa namun memiliki tingkat pembelian ulang yang rendah

26 32 3. Spurious loyalty Tipe ini adalah dimana tingkat keterikatan rendah terhadap penyedia jasa atau perusahaan namun memiliki tingkat pembelian ulang tinggi. Disini konsumen sepintas terlihat loyal terhadap perusahaan namun yang sebenarnya adalah konsumen enggan berpindah karena faktor-faktor lain contohnya: faktor jarak, biaya berpindah produk, dll 4. No loyalty Tipe ini adalah dimana tidak adanya keterikatan yang tinggi terhadap perusahaan atau penyedia jasa dan juga tidak adanya tingkat pembelian ulang yang tinggi. Bisa dikatakan perusahaan gagal mengkomunikasikan produk dengan baik atau konsumen salah memilih porduk. Terlepas dari pembahasan kesetiaan (loyalitas) dapat terlihat bahwa tidak selamanya pembelian ulang menandakan bahwa konsumen sudah puas dengan produk yang dibeli mereka adalah bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak jika waktunya tepat, yang dalam artian berpindah merk jika mereka menemukan merk yang lebih baik. Namun meskipun begitu tidak dapat dipungkiri pembelian ulang adalah salah satu indikator dari kepuasan dan juga efek dari pembelian. Hawkins dan Mothersbaugh (2010, p640) juga manambahkan bahwa pelaku pembelian ulang bisa terus membeli meskipun tidak punya keterikatan emosional terhadap produk atau merk. Ditambahkan lagi bahwa konsumen yang tidak puas dapat melakukan pembelian ulang karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, misalkan tidak ada barang pengganti, kesusahan melakukan exit, besarnya switching cost, belum ada yang barang pengganti, dan lain-lain. Pelaku pembelian ulang juga dapat terus melakukan pembelian meskipun tidak puas dikarenakan menganggap biaya berpindah produk lebih mahal. Namun perusahaan dapat mengusahakan supaya para pembeli ini dapat menjadi pembeli yang berkomitmen kepada produk perusahaan, yaitu dengan strategi-strategi marketing (CRM, dll). Tingkat pembelian ulang juga akan berkurang

27 33 jika setelah adanya keluhan oleh konsumen dan perusahaan gagal untuk melakukan service recovery maka akan terjadi penurunan drastis dari pembelian ulang konsumen tersebut (Holloway, Wang and Beatty, 2009) 2.9 Word-of-Mouth Word-of-mouth (WOM) melibatkan individual membagikan informasi kepada individual lainnya dalam bentuk verbal, termasuk tatap muka, telepon, dan internet. Konsumen secara umum lebih percaya pada opini orang terdekat mereka (keluarga, teman, kenalan, dll) daripada komunikasi pemasaran (iklan, penjual, brosur, dll) hal ini dikarenakan bahwa opini orang terdekat tidak punya alasan untuk tidak menyatakan perasaan dan opini yang sebenarnya. Oleh sebab itu WOM yang melalui sumber personal (keluarga, teman, kenalan) akan menjadi faktor yang mempengaruhi secara kritikal dalam pengambilan keputusan konsumen (Hawkins dan Mothersbough, 2010, p ). Oleh karenanya WOM menjadi penting bagi pemasaran dikarenakan konsumen lebih percaya terhadap WOM dibandingkan dengan iklan yang dibuat oleh perusahaan. Alasan mengapa WOM lebih dipercaya adalah sebagai berikut (Chang, Lee dan Huang, 2010) 1. Opini yang didapat dari WOM berasal dari orang terdekat (keluarga, teman, kerabat, dll) 2. WOM adalah komunikasi 2 arah dan bukan propaganda 1 arah. iklan TV, brosur, spanduk, dll kecuali jika dihadapkan dengan penjual maka media tersebut hanya merupakan komunikasi 1 arah 3. WOM memberikan cerita tentang produk, pengalaman si pemakai tentang produk. Hal ini mengurangi preceived risk yang dikhawatirkan oleh calon pembeli 4. WOM lebih dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibanding iklan komunikasi satu arah karena adanya interaksi dan lebih hidup.

28 34 Tapi sebenarnya WOM bisa dianggap sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi jika berkonotasi positif maka akan menjadi berita yang baik bagi perusahaan, tapi jika berkonotasi negative maka akan menghancurkan perusahaan. Negative word-of-mouth adalah suatu dampak dari kekecewaan konsumen yang disebarluaskan. Negative word-ofmouth akan membuat calon konsumen akhirnya menjauhi perusahaan karena berita buruk yang didengarnya atau telah dirasakan orang lain. Seperti yang telah disebutkan diatas menurut Morgan (2007, p5) setiap konsumen yang kecewa akan menceritakan pada 11 orang temannya dan setiap temannya tersebut akan bercerita kepada 5 orang lagi. yang jika ditotal berarti ada 67 orang yang berpendapat bahwa perusahaan yang bersangkutan adalah buruk. Dampak negative word-of-mouth akan berdampak besar kepada image perusahaan bahkan sebelum konsumen merasakan produk ataupun service dari perusahaan tersebut, dan hal ini sangat merugikan. Hal senada juga ditulis oleh Hawkins dan Mothersbaugh (2010, p637) 54% dari pembeli yang tidak puas tidak akan membeli produk dengan merk tersebut, dan 46% akan memperingatkan teman mereka menganai produk tersebut (jumlah data tidak disebutkan). Terlebih lagi sekarang ini konsumen lebih percaya terhadap WOM dibandingkan dengan moda pemasaran lainnya. Yang menjadi tidak baik untuk perusahaan adalah bahwa WOM bersifat asymmetry yang berarti bahwa lebih banyak orang melakukan WOM jika tidak puas, dan berarti adalah lebih banyak negative WOM disebar daripada positif WOM. Hal ini dikarenaka motivasi yang melatarbelakangi perilaku konsumen. Emosi mendorong orang untuk melakukan sesuatu, yang dalam hal ini emosi karena kekecewaan akan berdampak pada action. Oleh Kau dan Loh (2006) indikator dari negative word-of-mouth adalah apakah konsumen akan merekomendasikan kepada temannya, apakah akan melakukan keluhan kepada kerabat dan bukan kepada perusahaan, apakah ada keinginan untuk menceritakan produk tersebut atau tidak.

29 Kerangka Pemikiran Problem Recognition Pre-Purchase Stages information search Internal Search External Search evaluation of alternative Promosi Pre-Purchase Stages + Service Encounter Stage Post Encounter Stages keputusan pembelian + pembelian evaluasi produk atau jasa melakukan keluhan tidak melakukan keluhan tidak puas puas tidak puas negatif Word of mouth repurchase

30 Hipotesis H1: Apakah ada perbedaan reaksi word-of-mouth konsumen yang tidak puas terhadap promosi yang dilakukan perusahaan? H2: Apakah ada perbedaan reaksi repurchase intention konsumen yang tidak puas terhadap promosi yang dilakukan perusahaan? H3: Apakah ada perbedaan reaksi word-of-mouth konsumen non-complainer yang tidak puas terhadap promosi yang dilakukan perusahaan? H4: Apakah ada perbedaan reaksi repurchase intention konsumen non-complainer yang tidak puas terhadap promosi yang dilakukan perusahaan?

Bab I. Pendahuluan. terhadap barang atau jasa yang digunakan. Baik itu perusahaan jasa maupun barang pasti

Bab I. Pendahuluan. terhadap barang atau jasa yang digunakan. Baik itu perusahaan jasa maupun barang pasti Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keluhan (complaint) adalah perilaku konsumen yang disebabkan kekecewaan terhadap barang atau jasa yang digunakan. Baik itu perusahaan jasa maupun barang pasti pernah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Ada beberapa macam definisi spesifik mengenai perilaku konsumen, diantaranya sebagai berikut: Perilaku konsumen adalah aktifitas aktifitas individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Consumer Behavior Pengertian consumer behavior adalah studi dari individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, menempatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Bab ini terdapat landasan teori yang dijadikan pedoman untuk menganalisis hasil dari penelitian. Landasan teori ini digunakan sebagai dasar ilmu dari penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek Kotler (1997) mengemukakan bahwa definisi merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari ketiganya yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Jasa Keunggulan suatu jasa akan sangat ditentukan oleh kualitas, keunikan dan manfaat yang diberikan oleh jasa tersebut, apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Daryanto (2011:1), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kolompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan merupakan industri yang memiliki karakteristik unik

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan merupakan industri yang memiliki karakteristik unik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan merupakan industri yang memiliki karakteristik unik dibandingkan industri lainnya. Selain industri perbankan diatur oleh regulasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia informasi dan teknologi berdampak pada keputusan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia informasi dan teknologi berdampak pada keputusan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia informasi dan teknologi berdampak pada keputusan pembelian, misalnya ketika konsumen mencari informasi tentang produk yang akan dibeli. Dulu, konsumen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi pemasaran menurut Kotler di dalam buku Subagyo marketing in business (2010:2) Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA. dapat diterima atau di mengerti oleh si penerima pesan. Komunikasi

BAB 2 STUDI PUSTAKA. dapat diterima atau di mengerti oleh si penerima pesan. Komunikasi BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Teori Umum 2.1.1 Komunikasi 2.1.1.1 Definisi Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses interaksi dimana seseorang menyampaikan sesuatu kepada orang lain, baik berupa pesan, ide,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Kunjungan Secara Berulang (Repeat Patronage) Menurut tipologi loyalitas Dick dan Basu (East et al., 2000: 287) repeat patronage merupakan bagian dari definisi loyalitas pelanggan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat unyuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada jaman ini, banyak restoran-restoran yang bersaing untuk membentuk kualitas layanan yang baik dan segala sesuatunya untuk menarik konsumen sehingga tiap konsumen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan pemasaran yaitu membuat agar penjualan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi pemasaran dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan menjual barang

II. LANDASAN TEORI. Definisi pemasaran dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan menjual barang II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:6-7) Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu ataupun kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is difined as non random purchase expressed over by some decision

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Grand Theory of Marketing Gambar. 2.1 Grand teori, Keller dan Griffin Menurut Kotler (2010), pemasaran adalah sebuah proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Perpindahan Merek Menurut Kotler dan Keller (2008) merek (brand) adalah sebuah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasi

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN SERVICE RECOVERY TERHADAP COMPLAINING BEHAVIOR DAN DAMPAKNYA TERHADAP BRAND SWITCHING

ANALISIS HUBUNGAN SERVICE RECOVERY TERHADAP COMPLAINING BEHAVIOR DAN DAMPAKNYA TERHADAP BRAND SWITCHING ANALISIS HUBUNGAN SERVICE RECOVERY TERHADAP COMPLAINING BEHAVIOR DAN DAMPAKNYA TERHADAP BRAND SWITCHING Dian Tauriana 1 ; Christine 2 1,2 Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pemasaran Pengertian pemasaran secara konseptual kerap mengalami perkembangan seiring dengan berjalannya waktu. Berikut disajikan definisi pemasaran awal versi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (brand) Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial

II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran 2.1.1 Arti Pemasaran Menurut Kotler (2005:4) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penjualan Pribadi (Personal Selling) Menurut Kotler (2010: 29), pemasaran adalah suatu proses sosial-manajerial yang membuat seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai tujuan organisasinya. Salah satunya adalah merancang strategi pemasaran yang efektif. Pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada persaingan dunia usaha yang semakin meningkat, baik perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI 9 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2011) pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keputusan Pembelian Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para ahli memaparkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen 2.1.1. Definisi Perilaku Konsumen Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai

BAB V PENUTUP. yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Riset ini memberikan informasi mendalam yang sangat berharga serta pemahaman yang lebih baik untuk organisasi atau perusahaan yang bersangkutan tentang berbagai emosi yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelayanan 2.1.1 Pengertian Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap tindakan atas kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling bersaing satu sama lain dalam merebut simpati pelanggannya. Di sisi lain, kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka dan Pengembangan Hipotesis 2.1.1 Repetitive Buying Dalam memperhatikan posisi dalam suatu industri, minat beli ulang dari pelanggan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga, 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan suatu faktor penting dalam suatu siklus yang bermula dan berakhir dengan kebutuhan. Pemasar harus dapat menafsirkan, mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. kesan positif ataukah sebaliknya. Interaksi ini disebut sebagai a moment of truth,

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. kesan positif ataukah sebaliknya. Interaksi ini disebut sebagai a moment of truth, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Quality service encounter Service Encounter menurut Jasfar (2003: 96) merupakan suatu interaksi langsung antara pelanggan dengan karyawan termasuk fasilitas fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Teori Tahapan Evolusi Pemasaran Teori-teori dalam pemasaran terus berkembang dan menurut Barnes (2003), perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai industri jasa seperti pelayanan jasa transportasi, kesehatan, konsultasi, dan jasa perbankan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran dan Orientasi Pada Konsumen Perusahaan yang sudah mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses utamanya, akan mengetahui adanya cara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Functional Benefit 2.1.1 Pengertian Functional Benefit Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada konsumen berkaitan dengan manfaat produk dan mewakilinya

Lebih terperinci

Minggu-13. Product Knowledge and Price Concepts. Perilaku Konsumen Yang Mempengaruhi Keputusan Produk Dan Penetapan Harga (2)

Minggu-13. Product Knowledge and Price Concepts. Perilaku Konsumen Yang Mempengaruhi Keputusan Produk Dan Penetapan Harga (2) Product Knowledge and Price Concepts Minggu-13 Perilaku Konsumen Yang Mempengaruhi Keputusan Produk Dan Penetapan Harga (2) By : Ai Lili Yuliati, Dra, MM Further Information : Mobile : 08122035131 Email:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemasaran Perusahaan merupakan hal yang penting dalam upaya untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan konsumen. Dalam setiap perusahaan, aktivitas dibidang pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembelian (Lee et al., 2011). Zeithaml et al. (2013) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pembelian (Lee et al., 2011). Zeithaml et al. (2013) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Munculnya internet telah mengubah sudut pandang seluruh kalangan bisnis dari produsen hingga konsumen. Internet telah menciptakan peluang bagi perusahaan untuk lebih

Lebih terperinci

Ekspektasi konsumen jasa adalah keyakinan tentang penghantaran jasa yang berfungsi sebagai standar atau titik referensi dalam bertindak, dimana

Ekspektasi konsumen jasa adalah keyakinan tentang penghantaran jasa yang berfungsi sebagai standar atau titik referensi dalam bertindak, dimana KEPUASAN KONSUMEN Kepuasan konsumen adalah keadaan yang dicapai bila produk sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen dan bebas dari kekurangan (Juran, 1992). Kepuasan konsumen dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori

BAB II. Landasan Teori 1 BAB II Landasan Teori a. Keputusan Pembelian Pada umumnya, keputusan pembelian berkaitan dengan keputusan untuk membeli merek mana yang lebih disukai oleh konsumen (Kotler and Armstrong, 2014). Konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pepelayanan Parasuraman et al. (1988) menyatakan bahwa kualitas pelayanan didasarkan pada perbandingan antara apa yang seharusnya ditawarkan dan apa yang disediakan.

Lebih terperinci

ARTIKEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN

ARTIKEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN NAMA : TIARA KHOERUNISA NIM : 105020200111001 S-1 MANAJEMEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA ARTIKEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN Konsumen telah menjadi fokus dalam kegiatan suatu perusahaan selama ini, banyak

Lebih terperinci

10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol

10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Penerimaan Teknologi Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Service menurut Gronroos (1990). A SERVICE IS AN ACTIVITY OR SERIES OF ACTIVITY OF MORE OR LESS INTANGIBLE

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Service menurut Gronroos (1990). A SERVICE IS AN ACTIVITY OR SERIES OF ACTIVITY OF MORE OR LESS INTANGIBLE BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Service (jasa) Pengertian Service menurut Gronroos (1990). A SERVICE IS AN ACTIVITY OR SERIES OF ACTIVITY OF MORE OR LESS INTANGIBLE NATURE THAT NORMALLY, BUT NOT NECESSARILY,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi memberikan dampak meningkatnya mobilisasi penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain. Motif mobilitas ini antara lain untuk liburan, perjalanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Kualitas Produk (Product Quality) Konsep produk menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produkproduk yang menawarkan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan. memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.

LANDASAN TEORI. memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan. memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan konsumen sangat penting bagi sebuah bisnis, karena dapat menciptakan komitmen dan loyalitas terhadap suatu produk. Konsumen akan membeli berulang-ulang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen. Para marketer dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen. Para marketer dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, terlebih dengan semakin meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen. Para marketer dari berbagai perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan industri pada produk tahu saat ini sangat pesat ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan industri pada produk tahu saat ini sangat pesat ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri pada produk tahu saat ini sangat pesat ditandai dengan persaingan industri yang semakin ketat. Tahu merupakan produk makanan yang murah,

Lebih terperinci

Pertemuan 2 ANALISIS PASAR DAN PERILAKU PEMBELI

Pertemuan 2 ANALISIS PASAR DAN PERILAKU PEMBELI Pertemuan 2 ANALISIS PASAR DAN PERILAKU PEMBELI I. PASAR KONSUMEN/PASAR INDIVIDU (CONSUMER MARKET / INDIVIDUAL MARKET) Manajemen pemasaran harus memahami perilaku pembelian pasar sasaran. Salah satu pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek 2.1.1 Pengertian Merek Merek adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasinya, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Dampak dari Revolusi Digital terhadap Perilaku Konsumen

BAB II LANDASAN TEORI. II.1. Dampak dari Revolusi Digital terhadap Perilaku Konsumen 8 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dampak dari Revolusi Digital terhadap Perilaku Konsumen Disadari ataupun tidak, revolusi digital telah membuka pintu seluas-luasnya terhadap customization produk, jasa dan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT PRODUK DAN LOYALITAS KONSUMEN MOCI KASWARI LAMPION

VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT PRODUK DAN LOYALITAS KONSUMEN MOCI KASWARI LAMPION VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT PRODUK DAN LOYALITAS KONSUMEN MOCI KASWARI LAMPION 7.1 Analisis Tingkat Kepuasan 7.1.1 Indeks Kepuasan Konsumen Pengukuran terhadap kepuasan konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keputusan Pembelian 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Armstrong (2012), perilaku pembelian konsumen mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk memasarkan produknya dikarenakan persaingan yang semakin ketat

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk memasarkan produknya dikarenakan persaingan yang semakin ketat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak pelaku usaha ingin memperkenalkan dan memasarkan produk dan jasanya. Baik usaha yang sedang berkembang dan juga baru, harus berusaha keras

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Memahami keinginan konsumen dan mempelajari perilaku konsumen sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan untuk mengetahui bagaimana perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komplain diartikan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan atau sesuatu yang mengganggu. Chartered management Istitute mendefinisikan komplain sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era kecanggihan informasi dan teknologi seperti sekarang ini, apapun bisa di perjual belikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Jasa Dunia usaha yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari dapat berkaitan dengan industri jasa dimana pada setiap tahunnya mengalami kemajuan yang cukup pesat seiring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pelanggan Produk dan layanan yang berkualitas berperan penting dalam membentuk kepuasan konsumen, selain itu juga erat kaitannya dalam menciptakan keuntungan bagi perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Customer Loyalty Secara harfiah loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Data. mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan melihat nilai mean dan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Data. mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan melihat nilai mean dan 50 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Pengujian statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan melihat nilai mean dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan industri pariwisata di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk di dalamnya keberadaan penginapan (hotel, homestay, guest house)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan didalam dunia marketing. Melalui perilaku konsumen dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produknya.

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar menjadi pasar yang sangat potensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produknya. Perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Konsep Pemasaran Dan Jasa 2.1.1 Definisi Pemasaran Philip Kotler mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai berikut: Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Customer Satisfaction 2.1.1.1 Pengertian Customer Menurut Griffin (2005, p31) definisi Customer (pelanggan) dari kata Custom yang didefenisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep utama dalam dunia pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian alat pemasaran taktis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. barang, yaitu 61 persen berbanding 76 persen (Mudie dan Cotam, 1993 dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. barang, yaitu 61 persen berbanding 76 persen (Mudie dan Cotam, 1993 dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kegagalan Layanan (Service Failure) Umumnya jumlah konsumen yang tidak puas pada suatu layanan dan menyampaikan keluhannya tidaklah sebanyak pada kasus ketidakpuasan terhadap

Lebih terperinci

Oleh : MM. Tri Hesti Andriani

Oleh : MM. Tri Hesti Andriani Oleh : MM. Tri Hesti Andriani suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini. terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. variabel yang mempengaruhi kepercayaan terhadap produk.

BAB I PENDAHULUAN. memposisikan produknya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. variabel yang mempengaruhi kepercayaan terhadap produk. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen merupakan sasaran utama yang perlu diperhatikan oleh produsen atau perusahaan karena setiap konsumen mempunyai persepsi dan sikap yang berbeda-beda atas suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jasa (Service) Kotler and Keller (2006) mengemukakan jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Yongju Jeong dan Yongsung Lee (2010) yang berjudul A study on the customer satisfaction and customer loyalty of furniture

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Perpindahan Merek (Brand Switching) Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ekuitas Merek Definisi ekuitas merek menurut Aaker dalam Tjiptono (2001) adalah serangkaian aset dan liabilities (kewajiban) merek yang terkait dengan sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam melakukan sebuah penelitian, landasan teori diperlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam melakukan sebuah penelitian, landasan teori diperlukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Didalam melakukan sebuah penelitian, landasan teori diperlukan sebagai pendukung teori yang akan digunakan, sehingga penelitian-penelitian sebelumnya dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dibenak setiap orang (M. Hanafi, 2006:1 ). Risiko mencakup

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dibenak setiap orang (M. Hanafi, 2006:1 ). Risiko mencakup BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Persepsi Risiko Risiko merupakan suatu kejadian yang dikonotasikan negative dibenak setiap orang (M. Hanafi, 2006:1 ). Risiko mencakup

Lebih terperinci

Kotler & Keller (2008:214): Schiffman & Kanuk (2008:6):

Kotler & Keller (2008:214): Schiffman & Kanuk (2008:6): TEORI EKONOMI MIKRO Kotler & Keller (2008:214): Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (Brand) Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek dibubuhkan pada produk yang dijual untuk memberikan identifikasi khusus pada suatu

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan lain.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan 7 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan konsep kualitas hubungan, orientasi pelanggan, kepercayaan, kepuasan, loyalitas pelanggan, getok tular, dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah lepas dari salah satu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku konsumen adalah kegiatan kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang barang dan jasa, termasuk

Lebih terperinci

Promosi adalah suatu kegiatan bidang marketing yang merupakan komunikasi yang dilaksanakan perusahaan kepada pembeli atau konsumen yang memuat

Promosi adalah suatu kegiatan bidang marketing yang merupakan komunikasi yang dilaksanakan perusahaan kepada pembeli atau konsumen yang memuat BAB 14 PROMOSI Promosi adalah suatu kegiatan bidang marketing yang merupakan komunikasi yang dilaksanakan perusahaan kepada pembeli atau konsumen yang memuat pemberitaan, membujuk, dan mempengaruhi segala

Lebih terperinci

Pengambilan Keputusan Pembelian

Pengambilan Keputusan Pembelian Pengambilan Keputusan Pembelian Nama : Arie Pratama Putra NIM : 105020200111006 Kelas : BA Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Kondisi ini sangat membantu aktivitas para wanita sehari-hari. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. wanita. Kondisi ini sangat membantu aktivitas para wanita sehari-hari. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kulit cantik dan terawat merupakan idaman bagi setiap orang terutama wanita. Kondisi ini sangat membantu aktivitas para wanita sehari-hari. Dengan kulit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada gadget dan kecenderungan beraktivitas di dunia maya (Vivanews,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada gadget dan kecenderungan beraktivitas di dunia maya (Vivanews, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini teknologi yang ada di seluruh dunia telah mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan teknologi ini membawa banyak perubahan dalam gaya hidup kita, misalnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Jasa Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service)

Lebih terperinci