NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001"

Transkripsi

1 NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 Departemen Keuangan RI

2 BAB.I PENDAHULUAN Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan penjabaran rencana kerja para penyelenggara negara untuk kurun waktu satu tahun. Dalam bentuk yang paling ringkas, APBN dituangkan ke dalam suatu format yang memuat pengelompokan jenis transaksi berkaitan dengan rencana kegiatan penyelenggaraan negara menurut pengaruhnya terhadap posisi keuangan negara dalam kurun waktu setahun. Transaksi-transaksi yang berkaitan dengan rencana kegiatan tersebut dikategorikan ke dalam kelompok pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Pendapatan negara dan hibah merupakan kelompok transaksi yang berakibat pada meningkatnya posisi aktiva bersih (net worth) dalam neraca keuangan negara, sedangkan belanja negara berakibat sebaliknya. Dengan perkataan lain, pendapatan dan hibah mencerminkan target nominal rupiah yang akan dicapai melalui pelaksanaan rencana kerja para penyelenggara negara dalam menggali sumber-sumber penerimaan negara. Sedangkan belanja negara mencerminkan pagu tertinggi dana yang dialokasikan untuk masing-masing kegiatan yang tercakup dalam rencana kerja para penyelenggara negara. Selisih negatif atau positif pendapatan negara dan hibah setelah dikurangi belanja negara merupakan defisit atau surplus anggaran. Selisih negatif akan dibiayai dengan dana yang dihasilkan oleh kegiatankegiatan (transaksi) yang dikelompokkan dalam pembiayaan anggaran. Kelompok pembiayaan anggaran merupakan kategori transaksi yang tidak menimbulkan perubahan pada aktiva bersih, karena setiap transaksi yang termasuk dalam kelompok pembiayaan akan mempengaruhi sisi aktiva (assets) dan kewajiban (liabilities) dari neraca keuangan negara, dalam jumlah yang sama, atau dapat menimbulkan terjadinya perubahan struktur assets dan liabilities namun tidak mempengaruhi posisi keseimbangan neraca keuangan negara. APBN merupakan penjabaran rancangan rencana kerja penyelenggaraan negara dalam satu tahun. Pendapatan negara dan hibah mengakibatkan posisi aktiva bersih negara meningkat, sedangkan belanja negara berakibat sebaliknya. Selisih negatif atau positif pendapatan negara dan hibah setelah dikurangi belanja negara selama setahun merupakan defisit atau surplus anggaran. Departemen Keuangan RI 2

3 Penetapan APBN merupakan manifestasi pelaksanaan kewajiban konstitusional pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan ketentuan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi antara lain, "Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang". Sebagai suatu kebijakan publik, proses penyusunan APBN tidak hanya berkaitan dengan penanganan teknis penganggaran (budgeting), analisis ekonomi dan sosial, juridis formil dan konstitusional kenegaraan, akan tetapi juga merupakan bagian dari proses politik. Sehubungan dengan hal tersebut, mekanisme penyusunannya tidak sepenuhnya dimulai pada pihak pemerintah saja, melainkan didahului dengan adanya Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran DPR RI, serta komisi-komisi DPR RI dengan masing-masing mitra kerjanya. Forumforum tersebut dimaksudkan untuk menyamakan pandangan tentang arah dan target-target umum yang akan dicapai dalam penyelenggaraan negara pada suatu tahun anggaran. Proses politik tersebut akan berlanjut sampai dengan proses pembahasan dengan panitia anggaran dan pada tahap akhir akan ditetapkan melalui rapat paripurna DPR. Penetapan APBN merupakan manifestasi pelaksanaan kewajiban konstitusional pemerintah sesuai dengan pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Beberapa prinsip umum yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan APBN 2002 antara lain adalah APBN yang disusun harus (i) mendorong terciptanya APBN yang semakin sehat pada masa yang akan datang; (ii)sedapat mungkin dapat menjamin dipertahankannya kesinambungan anggaran; dan (iii) selalu didasarkan pada kemampuan penyediaan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri. APBN 2002 merupakan APBN ketiga yang diajukan pemerintah sebagai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan merupakan APBN yang pertama di bawah Kabinet Gotong Royong. Selain mengacu kepada GBHN , penyusunan APBN tahun anggaran 2002 juga mengacu kepada Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun , Repeta 2002, kesepakatankesepakatan yang dicapai dalam rapat-rapat pembicaraan pendahuluan dengan DPR, serta program kerja Kabinet Gotong Royong. Sebagai suatu rencana kerja penyelenggara negara yang mencakup berbagai program dan atau kegiatan yang akan diselenggarakan oleh badan eksekutif, legislatif dan judikatif dalam tahun anggaran 2002, maka penyusunan APBN 2002 juga harus Prinsip umum penyusunan APBN 2002 adalah menciptakan APBN yang semakin sehat, berkesinambungan, dan bertumpu pada kemampuan pembiayaan dalam negeri. APBN 2002 merupakan tahun ke-3 pelaksanaan GBHN Departemen Keuangan RI 3

4 didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan dan perkiraan-perkiraan terhadap faktor-faktor baik eksternal maupun internal yang mempengaruhi APBN tahun anggaran Faktor-faktor tersebut pada dasarnya terdiri atas faktor kondisi perekonomian nasional dan perekonomian dunia, serta perkembangan pelaksanaan APBN sampai pada periode terkini. Nota Keuangan dan APBN 2002, secara berurutan akan memberikan penjelasan tentang asumsi dasar penyusunan RAPBN 2002 pada Bab II, yang secara ringkas memuat uraian kinerja ekonomi Indonesia tahun 2001, perkembangan ekonomi global, kondisi sosial politik dan keamanan, dan kebijakan ekonomi makro Indonesia tahun 2002, yang mendasari perkiraan asumsi indikator ekonomi makro dalam APBN Asumsi tersebut mencakup pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak internasional, dan tingkat produksi minyak mentah Indonesia. Asumsi-asumsi dasar tersebut telah disesuaikan dengan kesepakatan dengan DPR. Selanjutnya, pada Bab III dijelaskan mengenai perkembangan pelaksanaan keuangan negara (APBN) selama tiga tahun terakhir yang meliputi periode tahun anggaran 1999/2000, 2000 dan Pada Bab ini diuraikan secara ringkas mengenai arah perkembangan pendapatan negara dan hibah, belanja negara dan pembiayaan anggaran, serta berbagai kebijakan yang berpengaruh terhadap perkembangan masingmasing unsur dalam setiap komponen APBN selama periode waktu tahun anggaran 1999/ Sedangkan Bab IV adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2002 yang secara ringkas menjelaskan mengenai target pendapatan negara dan hibah, rencana belanja negara, kondisi keseimbangan umum dan defisit APBN, serta pembiayaan defisit anggaran untuk tahun anggaran Di samping target besaran-besaran APBN secara nominal dan persentasenya terhadap PDB, Bab ini juga menguraikan berbagai langkah kebijakan atau rencana tindakan yang akan ditempuh selama tahun anggaran 2002 yang diperkirakan akan mendukung pencapaian besaran-besaran yang dianggarkan dalam APBN Sejalan dengan strategi jangka menengah untuk mengurangi defisit anggaran secara bertahap hingga mencapai posisi keseimbangan APBN 2002 disusun dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal, serta perkembangan pelaksanaan APBN tahun anggaran Bab II memuat uraian mengenai asumsi indikator ekonomi makro tahun anggaran Bab III menjelaskan perkembangan pelaksanaan APBN tiga tahun terakhir. Bab IV menjelaskan APBN 2002 dan berbagai kebijakan pendukungnya. Departemen Keuangan RI 4

5 anggaran dalam tahun anggaran 2004/2005, maka defisit anggaran tahun anggaran 2002 diperkirakan pada tingkat 2,5 persen terhadap PDB dibandingkan dengan 3,7 persen terhadap PDB tahun Dengan sasaran pencapaian target defisit sebesar 2,5 persen terhadap PDB tersebut diperkirakan situasi keuangan negara dalam tahun anggaran 2002 secara umum masih sangat ketat. Melalui Nota Keuangan dan APBN 2002 ini diharapkan pemerintah dapat memberikan penjelasan berkenaan dengan pokokpokok program dan atau kegiatan, termasuk kebijakan yang menjadi landasannya, yang tercakup di dalam setiap komponen yang masuk dalam kelompok pendapatan negara dan hibah, belanja negara dan pembiayaan anggaran, serta penjelasan tentang asumsi-asumsi dasar yang dipergunakan dalam penyusunan APBN 2002 dan kaitannya dengan aspek ekonomi lainnya. Dengan demikian diharapkan agar semua pihak yang berkepentingan (stake holders) dapat memahami kondisi perekonomian yang melingkupi dan mempengaruhi besaran-besaran yang diusulkan pemerintah dalam APBN Secara umum situasi keuangan negara tahun 2002 masih ketat. Departemen Keuangan RI 5

6 BAB II ASUMSI DASAR PENYUSUNAN APBN 2002 Pendahuluan Besaran-besaran APBN 2002 ditentukan terutama oleh perkiraan perkembangan ekonomi Indonesia tahun 2002 secara keseluruhan dan berbagai kebijakan strategis pemerintah di bidang fiskal. Berbagai variabel ekonomi makro yang secara langsung mendasari penyusunan APBN 2002 meliputi pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$), suku bunga SBI 3 bulan, harga minyak mentah internasional, dan tingkat produksi minyak mentah Indonesia. Perkembangan ekonomi Indonesia tahun 2002 dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi Indonesia tahun 2001, perkembangan ekonomi global dalam tahun 2002, kondisi sosial, politik dan keamanan dalam negeri tahun 2002, dan kebijakan ekonomi makro serta kebijakan restrukturisasi di berbagai bidang yang akan dilaksanakan dalam tahun Besaran-besaran APBN 2002 ditentukan oleh perkembangan ekonomi makro dan kebijakan fiskal tahun Perekonomian Indonesia tahun 2001 mengalami tekanan. Kinerja Ekonomi Indonesia Tahun 2001 Dalam tahun 2001, perekonomian Indonesia mengalami tekanan yang cukup berat, terutama yang bersumber dari depresiasi rupiah yang berlebihan, laju inflasi yang relatif tinggi, naiknya suku bunga, serta tingginya risiko ketidakpastian yang bersumber dari kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Selain itu, perkembangan perekonomian global yang lebih rendah dari yang diperkirakan semula turut memberikan tekanan yang kurang menguntungkan bagi perekonomian nasional. Sebagai antisipasi terhadap perkembangan tersebut di atas, pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan di bidang fiskal dan melakukan penyesuaian terhadap perkiraan kinerja ekonomi Indonesia tahun Selanjutnya, membaiknya kondisi politik dan kemananan dalam negeri seiring dengan lancarnya pergantian pemerintahan pada pertengahan tahun 2001, langkah antisipatif atas berbagai kebijakan fiskal yang diarahkan untuk tetap menjaga fiscal sustainability dengan memberikan stimulus ekonomi Kinerja ekonomi tahun 2001 menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Departemen Keuangan RI 6

7 terbatas, serta kebijakan moneter yang akan diarahkan untuk menjaga kestabilan harga-harga dan nilai tukar rupiah, telah berperan untuk mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap perkembangan ekonomi tahun Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia tahun 2001 menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 3,5 persen. Pertumbuhan 2001 ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2000 sebesar 4,8 persen, namun masih lebih baik dari negara-negara tetangga. Sementara itu, laju inflasi selama tahun 2001 (y-o-y) diperkirakan sebesar 11,9 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat rata-rata Rp10.219, dan tingkat suku bunga SBI 3 bulan rata-rata 16,4 persen. Perkembangan Ekonomi Global World Economic Outlook Desember 2001 memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 2002 tidak lebih baik dari tahun 2001, yaitu sekitar 2,4 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia yang relatif stagnan tersebut terutama ditengarai berasal dari melemahnya perekonomian dinegara-negara maju. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan melambat dari 1 persen dalam tahun 2001 menjadi 0,6 persen dalam tahun Ekonomi Jepang diperkirakan akan melemah dalam tahun 2002 dengan pertumbuhan negatif 1,0 persen setelah mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,4 persen dalam tahun Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa juga mengalami pertumbuhan yang melambat dari 1,7 persen dalam tahun 2001 menjadi 1,3 persen dalam tahun Perkembangan ekonomi negara-negara maju yang melemah tersebut diperkirakan akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi kinerja perekonomian Indonesia dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, khususnya dalam kaitannya dengan aktivitas perdagangan internasional dan menarik masuknya invesatasi asing. Oleh karena itu, selain mencari peluang sebaik-baiknya ditengah-tengah lesunya perekonomian negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2002 diutamakan kepada bangkitnya kembali permintaan domestik sehubungan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat dan semakin mantapnya restrukturisasi ekonomi yang diupayakan dengan berbagai kebijakan ekonomi makro dan mikro secara komprehensif. Pertumbuhan ekonomi negaranegara maju tahun 2002 melemah dibandingkan dengan tahun Departemen Keuangan RI 7

8 Kondisi Sosial, Politik, dan Keamanan Kondisi sosial, politik dan keamanan yang merupakan salah satu faktor penentu bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional diharapkan semakin membaik secara signifikan dalam tahun Sukses dan lancarnya pergantian kepemimpinan nasional sesuai hasil Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal Juli 2001 diperkirakan merupakan awal membaiknya kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam negeri. Kondisi tersebut diperkirakan akan semakin baik seiring dengan berjalannya waktu sampai akhir tahun Selanjutnya dalam tahun 2002 kondisi sosial, politik, dan keamanan diharapkan akan semakin baik dan mantap. Membaiknya stabilitas sosial, politik, dan keamanan dalam tahun 2002 secara signifikan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia dan luar negeri akan masa depan perekonomian Indonesia. Meningkatnya kepercayaan masyarakat tersebut akan mendorong pertumbuhan konsumsi dan investasi masyarakat, serta mendorong meningkatnya investasi luar negeri ke Indonesia, baik investasi langsung maupun investasi tidak langsung. Hal ini lebih lanjut akan memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kinerja ekonomi Indonesia. Kondisi sosial, politik, dan keamanan diharapkan semakin baik pada tahun Kebijakan Ekonomi Makro Indonesia Tahun 2002 Dalam tahun 2002, kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk mencapai pemulihan ekonomi berkelanjutan yang lebih bertumpu pada kemampuan sendiri (self-sustained recovery) yang akan diupayakan melalui serangkaian kebijakan moneter, fiskal, restrukturisasi perusahaan dan pemulihan aset-aset BPPN, serta kebijakan restrukturisasi di berbagai sektor publik. Dalam tahun 2002, kebijakan moneter akan tetap diarahkan pada upaya pengendalian tekanan inflasi dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Untuk itu, kebijakan moneter akan terus dilakukan untuk meminimalisasi kelebihan likuiditas dalam perekonomian. Dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter akan dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya kenaikan suku bunga secara drastis dan berlebihan, sehingga tidak membahayakan proses pemulihan perbankan dan perekonomian secara keseluruhan. Penyerapan kelebihan likuiditas tersebut dilakukan terutama melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), khususnya lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI), intervensi rupiah, Kebijakan ekonomi makro tahun 2002 diarahkan untuk mencapai pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan moneter diarahkan pada pengendalian inflasi dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Departemen Keuangan RI 8

9 dan sterilisasi valas. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional, target inflasi, dan perkiraan nilai tukar rupiah, maka tingkat pertumbuhan uang primer dalam tahun 2002 ditargetkan sekitar persen. Sementara itu, kebijakan keuangan negara dalam tahun 2002 tetap diarahkan pada upaya untuk mewujudkan APBN yang sehat, memelihara ketahanan fiskal yang berkelanjutan, dan memberikan stimulus fiskal dalam batas kemampuan keuangan negara guna mendukung proses pemulihan ekonomi. Kebijakan keuangan negara tersebut akan dilaksanakan secara selaras dan konsisten dengan kebijakan ekonomi makro lainnya. Kinerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) merupakan salah satu kunci pokok dalam rangka pemulihan kembali ekonomi Indonesia. Peranan BPPN sangat penting dan strategis dalam proses restrukturisasi perusahaan, baik bank maupun bukan bank. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas BBPN akan tetap dijaga dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas BPPN. Sementara itu, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Komite Pengawas (Oversight Committee) juga akan didorong untuk melaksanakan tugasnya secara lebih optimal. Untuk memperkuat fundamental ekonomi bagi proses pertumbuhan ekonomi jangka menengah, pemerintah juga akan melaksanakan reformasi struktural di berbagai bidang, seperti perbaikan sistem pengadaan sektor publik dan kebijakan pengelolaan keuangan, reformasi BUMN, reformasi pelayanan publik, dan program pengentasan kemiskinan. Selain itu, fungsi pengawasan internal pemerintah akan ditingkatkan sehingga mampu mengidentifikasikan dengan cepat dan tepat orang/pejabat yang bertanggung jawab atas terjadinya kasus-kasus yang merugikan negara dan selanjutnya diambil tindakan hukum secara konkrit. Target pertumbuhan uang primer tahun 2002 sekitar persen. Kebijakan keuangan negara akan dilaksanakan secara selaras dan konsisten dengan kebijakan ekonomi makro lainnya. Transparansi dan akuntabilitas BPPN harus tetap dijaga dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Reformasi di berbagai bidang diperlukan untuk memperkuat fundamental ekonomi. Indikator Ekonomi Makro Dalam APBN 2002 Dengan kondisi sebagaimana diuraikan di atas, kinerja ekonomi Indonesia dalam tahun 2002 diperkirakan akan mengalami kemajuan Departemen Keuangan RI 9

10 dibandingkan dengan tahun Secara garis besar kemajuan tersebut tercermin pada beberapa indikator utama ekonomi makro, yang digunakan sebagai dasar penentuan besaran-besaran APBN Salah satu faktor penting dalam mencapai kinerja ekonomi tersebut adalah adanya koordinasi yang baik antara kebijakan fiskal dan moneter. Oleh karena itu, koordinasi tersebut akan semakin ditingkatkan dan dimantapkan dalam tahun Kinerja ekonomi nasional tahun 2002 diperkirakan semakin baik. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter akan semakin meningkat. Tabel II.1 Kerangka Ekonomi Makro, Indikator 2001*) 2002*) 1. Pertumbuhan ekonomi (persen) 3,5 4,0 2. Inflasi (persen) 11,9 9,0 3. Nilai tukar rupiah per US$ Suku bunga SBI 3 bulan (persen) 16,4 14,0 5. Harga minyak internasional (US$/barel) 24,6 22,0 6. Produksi minyak Indonesia (juta 1,32 1,32 barel/hari) *) Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Setelah tumbuh sebesar 4,8 persen dalam tahun 2000, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh lebih rendah dalam tahun 2001, yaitu sebesar 3,5 persen. Namun, dalam tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan menguat kembali menjadi 4 persen. Perkiraan tersebut didasarkan pada ekspektasi akan membaiknya berbagai faktor ekonomi dan nonekonomi terutama dari sisi internal. Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor lainnya diperkirakan masing-masing mencapai sebesar 1,4 persen, 5,6 persen, dan 4,0 persen. Dari sisi permintaan konsumsi diperkirakan akan menyumbang sebesar 2,9 persen dan investasi sebesar 1,8 persen. Sementara itu sektor eksternal (ekspor bersih) menyumbang sebesar negatif 0,7 persen yang terdiri dari ekspor Sumber pertumbuhan ekonomi tahun 2002 didorong oleh konsumsi swasta, investasi, dan ekspor. Departemen Keuangan RI 10

11 sebesar 2,9 persen dan impor sebesar negatif 3,6 persen. Membaiknya konsumsi terutama didorong oleh konsumsi swasta. Hal tersebut selain disebabkan oleh membaiknya ekspektasi masyarakat akan masa depan perekonomian Indonesia, juga dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga di dalam negeri yang relatif terkendali sehingga daya beli masyarakat semakin baik. Disamping itu, suku bunga yang menurun juga diperkirakan akan mendorong pertumbuhan konsumsi swasta. Kinerja investasi tahun 2002 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun Membaiknya kondisi sosial, politik, dan keamanan, serta proses restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan hutang luar negeri swasta diharapkan akan mampu mendorong perkembangan sektor riil terutama melalui peningkatan penyaluran kredit kepada sektor swasta dan peningkatan arus masuk modal asing (PMA), baik berupa investasi portofolio maupun investasi langsung. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju dalam tahun 2002 diperkirakan akan melemah dibandingkan dengan tahun 2001, sehingga menekan permintaan ekspor Indonesia, khususnya ekspor bukan minyak bumi dan gas alam. Selain itu, harga minyak dunia diperkirakan akan sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sehingga penerimaan ekspor minyak bumi dan gas alam diperkirakan akan lebih rendah. Sekalipun demikian, total ekspor diperkirakan masih tumbuh lebih tinggi dibandingtahun 2001, yang terutama didukung oleh ekspor nonmigas. Hal ini dengan pertimbangan bahwa restrukturisasi ekonomi dalam negeri berjalan lebih baik sehingga daya saing ekspor Indonesia semakin tinggi, di samping ekspor utama Indonesia adalah produk-produk yang permintaannya cukup tinggi. Departemen Keuangan RI 11

12 Demikian juga halnya dengan impor diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dalam negeri. Laju Inflasi Selama tahun 2001 inflasi diperkirakan mencapai 11,9 persen yang disebabkan oleh oleh melemahnya kurs rupiah yang diikuti dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) pada bulan Juni, serta tingginya permintaan akan barang jasa yang disebabkan oleh berlangsungnya hari raya keagamaan secara bersamaan menjelang akhir tahun. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan TDL tersebut telah mendorong inflasi yang cukup tinggi dalam bulan Juli yang mencapai 2,12 persen. Meskipun inflasi bulan Agustus 2001 mengalami inflasi negatif sebesar 0,21 persen, namun menjelang akhir tahun, laju inflasi mengalami peningkatan yang cukup tajam hingga mencapai 1,72 persen dalam bulan November 2001 yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan menjelang berlangsungnya hari raya keagaaman secara bersamaan. Tekanan inflasi dalam tahun 2001 disebabkan oleh kebijakan harga dan melemahnya nilai tukar rupiah. Dalam tahun 2002 laju inflasi diperkirakan akan menurun menjadi 9,0 persen. Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan laju inflasi tahun 2002 antara lain adalah (i) menguatnya nilai tukar rupiah sejalan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian Indonesia, (ii) tersedianya barang dan jasa dalam jumlah yang cukup dan semakin lancarnya distribusi, sejalan dengan semakin dinamisnya perekonomian daerah, (iii) kebijakan fiskal yang hati-hati Penurunan inflasi karena menguatnya rupiah, lancarnya distribusi barang, serta kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati. Departemen Keuangan RI 12

13 melalui pengendalian defisit APBN yang diupayakan turun dari sekitar 3,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam tahun 2001 menjadi sekitar 2,5 persen dalam tahun 2002, dan (iv) kebijakan moneter yang hati-hati dan konsisten dengan target pertumbuhan uang primer sebesar persen. Nilai Tukar Rupiah Dalam tahun 2000, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp per US$, kemudian pada semester I tahun 2001 rata-rata nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan melemah hingga mencapai Rp per US$ pada Juni Selanjutnya nilai tukar sedikit melemah menjadi Rp per US$ pada bulan Juli Setelah Sidang Istimewa MPR rupiah menguat tajam hingga mencapai tingkat Rp per US$ pada bulan Agustus 2001 dan selanjutnya melemah hingga mencapai Rp per US$ pada bulan November Secara keseluruhan nilai tukar rupiah dalam tahun 2001 mencapai ratarata sebesar Rp per US$. Penguatan nilai tukar rupiah antara lain karena koreksi terhadap rupiah yang masih undervalued, dan membaiknya kondisi sosial, politik, dan keamanan. Dalam tahun 2002, nilai tukar rupiah diperkirakan rata-rata sebesar Rp9.000 per US$. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut dimungkinkan mengingat nilai tukar rupiah pada level sekitar Rp an masih di bawah nilai normalnya (undervalued). Hal ini ditunjukkan oleh nilai tukar rupiah riil yang telah mengalami depresiasi riil sekitar 77 persen bila dibandingkan dengan tahun dasar 1996/1997 (tahun sebelum krisis ekonomi). Suatu mata uang yang undervalued akan cenderung menguat sampai ke tingkat nilai wajarnya. Sesuai dengan perhitungan yang dilakukan nilai wajar rupiah berada pada kisaran Rp Departemen Keuangan RI 13

14 8.000-Rp Selain itu, perkiraan membaiknya stabilitas sosial, politik dan keamanan dalam negeri tahun 2002 diharapkan akan memberikan sentimen dan ekspektasi positif bagi masyarakat, terutama para pelaku pasar, baik domestik maupun asing, akan penguatan nilai tukar rupiah. Sementara itu, membaiknya perekonomian dunia diperkirakan juga akan menurunkan tekanan terhadap rupiah. Suku Bunga SBI 3 bulan Suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan turun menjadi 14 persen tahun 2002 Suku bunga SBI 3 bulan selama tahun 2001 diperkirakan mencapai rata-rata sebesar 16,4 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga SBI 3 bulan tahun 2000 yang mencapai sebesar 14,3 persen. Peningkatan ini sehubungan dengan kebijakan moneter yang cenderung ketat karena masih melemahnya nilai tukar rupiah dan tingginya laju inflasi. Dalam tahun 2002, sejalan dengan perkiraan laju inflasi, nilai tukar rupiah, dan kebijakan moneter, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan turun menjadi rata-rata 14 persen. Harga Minyak Mentah Internasional Kenyataan menunjukkan bahwa harga minyak internasional sangat berfluktuasi sehingga sangat sulit untuk memperkirakannya. Dalam kurun waktu , harga minyak mentah berada dalam kisaran US$12-US$24 per barel. Dalam tahun 2002 harga minyak mentah internasional diperkirakan rata-rata sekitar US$22 per barel atau lebih rendah dari Harga minyak tahun 2002 diperkirakan rata-rata sekitar US$22 per barel. Departemen Keuangan RI 14

15 perkiraan tahun 2001 yang mencapai US$24 per barel. Sampai dengan bulan Juni 2001, harga minyak mentah di pasar internasional relatif stabil. Selain karena faktor supply dan demand, kestabilan ini juga diperkirakan karena kesepakatan Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada sidang tanggal 17 Januari 2001 untuk memotong produksi minyak sebesar 1,5 juta bph (barel per hari) yang berlaku mulai tanggal 1 Februari Pada awal semester II 2001 harga minyak mempunyai kecenderungan menurun sehingga OPEC mengumumkan rencana penurunan jumlah produksi minyak mentahnya lagi sebesar satu juta barel per hari yang direncanakan mulai 1 September Dari sudut pandang supply dan demand, naiknya impor minyak mentah Amerika Serikat untuk memperbaiki stok dalam negeri Amerika Serikat, dapat diterjemahkan sebagai peningkatan permintaan minyakmentah. Tingginya permintaan dibarengi dengan terbatasnya penawaran minyak mentah dunia akibat pemotongan produksi OPEC dan keputusan Irak untuk menunda ekspor minyak mentah mereka (sesuai dengan United Nations/PBB oil-for-food programme) seharusnya dapat mendorong naiknya harga minyak mentah dunia. Namun, kenaikan harga ini menurut beberapa lembaga riset internasional diperkirakan sulit terjadi mengingat kenaikan permintaan minyak mentah tersebut masih bersifat regional (hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri Amerika Serikat). Untuk benua Asia dan Amerika Latin, permintaan minyak mentah cenderung melemah sedangkan untuk benua Eropa, inflasi yang relatif tinggi, yang diikuti dengan naiknya suku bunga regional dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi Departemen Keuangan RI 15

16 sehingga diperkirakan akan menekan permintaan minyak mentah dunia. Dengan asumsi ceteris paribus yang didukung oleh perkiraan berbagai lembaga riset internasional di atas ditambah dengan beberapa faktor seperti antara lain stock policy dari negara-negara industri yang besarnya tidak jauh berbeda dengan tahun 2000 dan tahun 2001, cuaca yang mendukung, serta control supply yang relatif berhasil, maka harga minyak mentah dunia untuk tahun 2002 diperkirakan sekitar US$22 per barel. Tingkat Produksi Minyak Mentah Indonesia Tingkat produksi minyak Indonesia merupakan angka yang didasarkan pada kuota OPEC dan kapasitas tingkat produksi minyak Indonesia. Dalam tahun 2002 tingkat produksi minyak mentah Indonesia diperkirakan sekitar 1,320 juta barel per hari, atau sama dengan produksi tahun Tidak adanya kenaikan produksi migas ini sehubungan dengan penurunan produksi secara alamiah (natural decline) pada beberapa sumur produksi yang ada dan adanya gangguan keamanan di daerah-daerah tertentu, sementara jumlah penemuan cadangan migas baru relatif kecil karena semakin terbatasnya sumbersumber migas. Tingkat produksi minyak Indonesia pada tahun 2002 yang didasarkan ada kuota OPEC diperkirakan sekitar 1,320 juta barel per hari. Departemen Keuangan RI 16

17 BAB III PERKEMBANGAN APBN Pendahuluan Peran pemerintah melalui kebijakan fiskal dalam melaksanakan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi perekonomian pada masa krisis sangat dominan. Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah menjadi motor utama dalam menggerakkan perekonomian agar dapat kembali ke posisi sebelum krisis karena sektor swasta belum dapat berperan secara optimal. Dalam masa krisis, alokasi pengeluaran pemerintah meningkat cukup tajam guna mengakomodasikan berbagai program untuk mengatasi krisis, seperti kebijakan subsidi, perlindungan terhadap masyarakat miskin yang terkena dampak krisis, dan pemberian stimulus fiskal terutama untuk membantu pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Namun, upaya pemulihan dan perlindungan terhadap masyarakat tersebut belum dapat dilakukan secara maksimal berkaitan dengan berbagai keterbatasan yang dihadapi pada sisi penerimaan negara dan pembiayaan anggaran. Pemerintah tetap melakukan ekspansi fiskal untuk melanjutkan program pemulihan ekonomi. Namun secara bersamaan tetap berupaya menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran, yaitu melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur, serta penghematan dan penajaman prioritas pengeluaran. Agar dapat memperoleh ruang gerak yang lebih besar dalam melaksanakan program-program pemulihan, pemerintah juga melakukan negosiasi ulang (rescheduling) dan percepatan restrukturisasi utang luar negeri sesuai dengan kemampuan keuangan negara, yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan. Selama masa krisis peranan pemerintah melalui kebijakan fiskal sangat dominan dalam melaksanakan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Ekspansi fiskal masih diperlukan, namun upaya penyehatan APBN tetap menjadi prioritas. Pendapatan Negara dan Hibah Selama tiga tahun terakhir, pendapatan negara dan hibah menunjukkan perkembangan yang menarik. Meskipun krisis ekonomi menimbulkan dampak semakin menyusutnya basis penerimaan Krisis ekonomi berdampak pada penyusutan basis penerimaan pajak Departemen Keuangan RI 17

18 perpajakan, namun berbagai langkah intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan mampu memberikan hasil positif. Berbeda halnya dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di luar penerimaan sumber daya alam (SDA), krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya secara umum, namun upaya intensifikasi dan ekstensifikasi, serta penyempurnaan peraturan perpajakan mampu meningkatkan pendapatan negara. penurunan laba sebagian besar BUMN. Sementara itu, penerimaan hibah dari beberapa negara dan lembaga donor meningkat selama masa krisis, namun realisasinya tidak sebesar yang diperkirakan semula. Secara keseluruhan pendapatan negara dan hibah meningkat dari Rp187,8 triliun (16,6 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp299,9 triliun (20,3 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Peningkatan ini terutama didukung oleh kenaikan penerimaan perpajakan, yakni dari 11,1 persen terhadap PDB dalam tahun anggaran 1999/2000, meningkat menjadi 12,5 persen terhadap PDB dalam APBN Perubahan tahun anggaran Penerimaan Perpajakan Dalam periode 1999/ , perkembangan penerimaan perpajakan didukung oleh peningkatan penerimaan pajak dalam negeri, khususnya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), serta penerimaan cukai. Penerimaan pajak dalam negeri meningkat Rp53,4 triliun, yaitu dari Rp120,9 triliun (10,7 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp174,2 triliun (11,8 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Peningkatan tersebut terutama berkaitan dengan (i) membaiknya pertumbuhan ekonomi, (ii) pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, dan (iii) penyempurnaan berbagai peraturan perpajakan. Dalam kondisi krisis penerimaan pajak dalam negeri masih mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti. Departemen Keuangan RI 18

19 Sementara itu, dalam kurun waktu yang sama, penerimaan pajak perdagangan internasional meningkat Rp5,5 triliun, yaitu dari Rp5,0 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp10,5 triliun (0,7 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Pesatnya peningkatan pajak perdagangan internasional tersebut terutama disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah yang mengakibatkan nilai transaksi dalam rupiah menjadi lebih besar. Sebaliknya, dalam denominasi mata uang asing perkembangan jenis penerimaan ini cenderung melambat. Hal ini berkaitan dengan masih besarnya fasilitas atas barang impor, khususnya pembebasan bea masuk atas produk tertentu terutama barang modal, serta kian rendahnya tarif pajak/pungutan ekspor dalam rangka mendorong kegiatan ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Penerimaan PPh meningkat cukup signifikan, yakni dari Rp72,7 triliun (6,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp92,8 triliun (6,3 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 2001, yang berarti meningkat Rp20,1 triliun. Selain karena pengaruh perkembangan kondisi ekonomi makro, peningkatan penerimaan tersebut juga merupakan hasil dari upaya-upaya (i) ekstensifikasi wajib pajak terutama melalui program penyisiran (canvassing) wajib pajak, (ii) intensifikasi pemungutan pajak, terutama melalui pengawasan yang lebih intensif terhadap wajib pajak potensial, dan (iii) peningkatan penegakan hukum (law enforcement). Depresiasi nilai rupiah berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak perdagangan internasional. Peningkatan penerimaan PPh terutama didukung oleh pelaksanaan intensifikasi, ekstensifikasi, dan penegakan hukum (law enforcement). Selanjutnya, meskipun kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya, upaya-upaya yang dilakukan selama tiga tahun terakhir Departemen Keuangan RI 19

20 mampu mendorong bergeraknya beberapa sektor tertentu. Dengan bergeraknya kegiatan ekonomi pada gilirannya akan mendorong peningkatan penerimaan PPN dan PPnBM. Dalam kurun waktu 1999/ , penerimaan PPN dan PPnBM meningkat sebesar Rp22,7 triliun, yaitu dari Rp33,1 triliun (2,9 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp55,8 triliun (3,8 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Berbagai kebijakan yang mendukung peningkatan penerimaan PPN dan PPnBM tersebut antara lain meliputi (i) ekstensifikasi wajib pajak, terutama melalui penyisiran (canvassing) pengusaha kena pajak (PKP) yang penyerahan barang kena pajaknya dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan besar (mall), (ii) pencabutan berbagai fasilitas PPN dan PPnBM yang diberikan kepada pengusaha kena pajak tertentu, (iii) pencairan tunggakan secara aktif, (iv) peningkatan penyuluhan, pelayanan kepada wajib pajak, serta pemeriksaan sederhana di lapangan, dan (v) perbaikan administrasi dan penegakan hukum. Sementara itu, perkembangan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan Rp2,2 triliun, yaitu dari Rp4,1 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp6,3 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Berbagai upaya intensifikasi dan perbaikan administrasi penerimaan PBB telah ditempuh untuk meningkatkan penerimaan PBB, namun tidak kondusifnya situasi sosial dan politik mengakibatkan terganggunya proses pungutan jenis pajak ini. Dalam tahun anggaran 2001 telah diberlakukan undang-undang baru tentang BPHTB yang antara lain mengatur tentang pelaksanaan ekstensifikasi BPHTB melalui perluasan cakupan objek pajak dalam rangka mengantisipasi perkembangan bentuk dan terminologi dari perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perkembangan penerimaan cukai selama tiga tahun terakhir menunjukkan trend yang meningkat. Dalam tahun anggaran 1999/2000 penerimaan tersebut mencapai Rp10,4 triliun (0,9 persen terhadap PDB), selanjutnya dalam tahun anggaran 2001 meningkat menjadi Rp17,6 triliun (1,2 persen terhadap PDB), atau meningkat Rp7,2 triliun. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan penerimaan ini adalah (i) peningkatan produksi barang kena cukai (BKC), sejalan dengan Peningkatan PPN dan PPnBM terutama didukung oleh program canvassing dan kebijakan pencabutan berbagai fasilitas PPN dan PPn BM. Peningkatan penerimaan PBB dan BPHTB didukung oleh intensifikasi dan perbaikan administrasi perpajakan. Peningkatan penerimaan cukai terutama didukung oleh kenaikan produksi BKC dan kenaikan HJE. Departemen Keuangan RI 20

21 meningkatnya permintaan atas produk BKC, (ii) peningkatan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau sekitar 5-10 persen, (iii) pemberantasan terhadap pita cukai palsu, dan (iv) pengawasan terhadap peredaran BKC. Penerimaan pajak lainnya, yang terutama bersumber dari bea meterai juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir, yaitudari Rp0,6 triliun (0,05 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp0,9 triliun (0,09 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 2000, dan diperkirakan meningkat menjadi Rp1,7 triliun atau 0,1 persen terhadap PDB dalam tahun anggaran Peningkatan tersebut, tidak terlepas dari perkembangan ekonomi yang mempengaruhi nilai transaksi terkena bea meterai. Berbagai upaya yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya antara lain seperti menaikkan tarif bea meterai dalam tahun 2000, meningkatnya kepatuhan pemakaian benda meterai, mesin teraan meterai, dan pencetakan tanda lunas bea meterai. Sementara itu, realisasi penerimaan bea masuk dalam tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari Rp4,2 triliun (0,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp9,8triliun (0,7 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya pemberian fasilitas dan pembebasan bea masuk yang semula diberikan pada impor barang modal dan bahan baku untuk industri tertentu, serta upaya-upaya pencegahan terhadap terjadinya praktek-praktek penilaian barang impor yang lebih rendah dari nilai yang semestinya (underinvoicing). Selain itu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat menyebabkan penerimaan dalam rupiah menjadi lebih besar. Realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor dalam periode 1999/ menunjukkan kecenderungan yang menurun, yaitu dari Rp0,8 triliun (0,07 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp0,7 triliun (0,04 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Kondisi tersebut disebabkan terutama oleh kebijakan penurunan tarif pajak ekspor terhadap produk crude palm oil (CPO) dan turunannya. Peningkatan penerimaan pajak lainnya dipengaruhi oleh meningkatnya kepatuhan pemakaian benda meterai. Peningkatan penerimaan bea masuk terutama melalui pencabutan beberapa fasilitas pembebasan bea masuk dan pencegahan praktek underinvoicing. Penurunan penerimaan pajak ekspor terutama akibat kebijakan penurunan tarif. Tabel III.1 Departemen Keuangan RI 21

22 PERKEMBANGAN PENERIMAAN PERPAJAKAN, 1999/ ) (Dalam Triliun Rupiah) Uraian 1999/ ) 2001 PAN % thd. PDB Reali-sasi thd. PDB Penyesuaian PDB bahan % thd. Peru- % thd. PDB I. Pajak Dalam Negeri 120,9 10,7 108,8 11,0 174,3 11,9 174,2 11,8 1. Pajak Penghasilan 72,7 6,4 57,1 5,8 95,0 6,5 92,8 6,3 2. PPN dan PPnBM 33,1 2,9 35,0 3,5 53,5 3,6 55,8 3,8 3. PBB 3,5 0,3 3,6 0,4 5,1 0,3 4,8 0,3 4. BPHTB 0,6 0,05 0,9 0,1 1,2 0,1 1,5 0,1 5. Cukai 10,4 0,9 11,3 1,1 17,6 1,2 17,6 1,2 6. Pajak Lainnya 0,6 0,05 0,9 0,09 1,9 0,1 1,7 0,1 II. Pajak Perdagangan 5,0 0,4 7,0 0,7 11,0 0,7 10,5 0,7 Internasional 1. Bea Masuk 4,2 0,4 6,7 0,7 10,4 0,7 9,8 0,7 2. Pungutan Pajak/Pajak0,8 0,1 0,3 0,0 0,6 0,7 0,7 0,7 Ekspor Jumlah 125,9 11,1 115,8 11,7 185,3 12,6 184,7 12,5 1) Disesuaikan dengan klasifikasi baru 2) Periode 1 April sampai dengan 31 Desember 2000 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mengalami peningkatan Rp53,2 triliun, dari Rp61,9 triliun (5,5 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi Rp115,1 trliun (7,8 peren terhadap PDB) dalam tahun anggaran Dalam periode tersebut penerimaan SDA migas menjadi penyumbang terbesar dalam PNBP, yakni rata-rata sekitar persen dari total PNBP atau sekitar 4-5 persen terhadap PDB. Sebagian besar PNBP bersumber dari penerimaan SDA migas. Departemen Keuangan RI 22

23 Penerimaan SDA minyak bumi mengalami peningkatan yang cukup tajam,dari Rp33,1 triliun (2,9 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp60,0 triliun (4,1 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Meningkatnya penerimaan minyak bumi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni (i) naiknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) di pasar internasional, (ii) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan (iii) relatif tidak berubahnya tingkat produksi (lifting) minyak. Sementara itu, penerimaan SDA gas alam dari hasil liquid natural gas (LNG) dan liquid petroleum gas (LPG) selama periode waktu yang sama juga mengalami peningkatan, yang antara lain disebabkan oleh (a) peningkatan harga LNG dan LPG dipasar internasional, dan (b) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dalam tahun anggaran 2001 harga LNG dan LPG masing-masing diperkirakan mencapai US$4,5070 per MMBTU dan US$260,28 per Mton. Sementara itu, perkembangan penerimaan SDA di luar migas, yang meliputi pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan relatif stabil dalam jumlah yang relatif kecil, yakni sekitar 0,2-0,3 persen terhadap PDB selama tiga tahun terakhir. Kecuali untuk tahun anggaran 2000, penerimaan SDA kehutanan mengalami peningkatan yang cukup tajam menjadi 0,9 persen terhadap PDB terutama karena adanya setoran akumulasi saldo penerimaan dana reboisasi tahun-tahun sebelumnya. Mulai tahun 2001 penerimaan negara bukan pajak dari SDA merupakan Penerimaan SDA migas dipengaruhi oleh harga minyak mentah, nilai tukar, dan tingkat produksi (lifting). Akumulasi saldo dana reboisasi sampai dengan tahun 2000 telah disetor keapbn tahun Departemen Keuangan RI 23

24 jenis penerimaan yang dibagihasilkan kepada daerah, sehingga upaya optimalisasi pengelolaan jenis penerimaan ini secara otomatis akan berdampak pada peningkatan pengeluaran untuk transfer dana perimbangan ke daerah. Dari sisi upaya penyehatan APBN, peningkatan penerimaan SDA di masa mendatang tidak lagi sepenuhnya berdampak pada penurunan defisit. Namun pada sisi lain optimalisasi tersebut akan memperkuat basis penerimaan daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Perkembangan penerimaan negara bukan pajak dari bagian pemerintah atas laba BUMN relatif stabil pada tingkat sekitar 0,5 persen terhadap PDB selama tiga tahun terakhir. Namun demikian secara nominal, bagian pemerintah atas laba BUMN tersebut meningkat dari Rp5,4 triliun (0,5 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000, menjadi Rp10,4 triliun (0,7 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Krisis ekonomi yang berdampak pada hampir semua sektor ekonomi, juga menimbulkan dampak langsung terhadap penurunan laba beberapa BUMN tertentu. Dalam kaitan ini, dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan laba BUMN, antara lain dengan meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMN melalui penerapan praktek-praktek good corporate governance dalam tubuh BUMN, yang dilaksanakan antara lain dengan (a) mendorong peran aktif dan tanggung jawab Komisaris/Dewan Pengawas dalam memberikan pendapat kepada manajemen BUMN, (b) memperjelas peran dan tanggung jawab direksi dalam kaitannya dengan tujuan utama masingmasing BUMN, (c)mengeluarkan dokumen statement of corporate intent (SCI), yaitu dokumen yang memuat targetkinerja dan indikator lain yang harus dipertanggungjawabkan BUMN, yang dapat diakses publik, dan (d) menerapkan sistem insentif berdasarkan kinerja (Performance Incentive System/PIS) untuk mendorong kinerja direksi. Sementara itu, perkembangan penerimaan PNBP lainnya, yang merupakan penerimaan yang bersumber dari berbagai penerimaan negara bukan pajak yang dikelola oleh departemen/lembaga pemberi pelayanan kepada masyarakat secara nominal masih menunjukkan peningkatan meskipun relatif kecil. Dalam tahun anggaran 1999/2000, penerimaan ini mencapai Rp11,0 triliun (1,0 persen terhadap PDB), dan dalam tahun anggaran 2001 meningkat menjadi Rp18,0 triliun (1,2 Upaya peningkatan penerimaan laba BUMN dilakukan melalui peningkatan kinerja dan kesehatan BUMN. Dalam tiga tahun terakhir PNBP lainnya meningkat, meskipun kecil. Departemen Keuangan RI 24

25 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Berbagai upaya yang selama ini dilakukan dalam rangka meningkatkan penerimaan tersebut meliputi (i) peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kepada publik, (ii)menyesuaikan beberapa tarif pungutan yang sudah tidak sesuai dengan kondisi ekonomi, (iii)meningkatkan kualitas pengelolaan PNBP, khususnya yang berkaitan dengan administrasi dan tata cara penyetorannya, (iv)meningkatkan pengawasan, dan (v) meningkatkan kerjasama antara instansi terkait, terutama dalam rangka menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan PNBP lainnya. Tabel III.2 PERKEMBANGAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, 1999/ ) (Dalam Triliun Rupiah) Uraian 1999/ ) 2001 PAN % thd Reali- % thd Penye- % thd Peru- % thd PDB sasi PDB suaian PDB bahan PDB I. Penerimaan Bukan Pajak 61,9 5,5 89,2 9,0 100,7 6,9 115,1 7,8 a. Sumber Daya Alam 3) 45,5 4,0 76,0 7,7 79,4 5,4 86,7 5,9 b. Bagian Laba BUMN 5,4 0,5 3,9 0,4 9,0 0,6 10,4 0,7 c. PNBP Lainnya 11,0 1,0 9,3 0,9 12,3 0,8 18,0 1,2 II. Hibah Jumlah 61,9 5,5 89,2 9,0 100,7 6,9 115,1 7,8 1) Disesuaikan dengan klasifikasi baru. 2) Periode 1 April sampai dengan 31 Desember ) Untuk tahun 1999/2000 tidak termasuk pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Hibah Dalam beberapa tahun terakhir khususnya setelah terjadinya krisis ekonomi, Indonesia menerima hibah dari berbagai negara atau lembaga donor. Hibah tersebut diterima dalam bentuk dana tunai, barang (in kind), maupun jasa tenaga ahli (technical assistance) yang diberikan baik kepada pemerintah pusat, daerah, maupun secara langsung kepada masyarakat, kelompok masyarakat, ataupun lembaga Hibah diadministrasikan melalui APBN sejak tahun anggaran Departemen Keuangan RI 25

26 swadaya masyarakat (non governmental organization/ngo). Mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam pengadministrasian hibah, terutama terkait dengan pemberi hibah (donor) dan penerima hibah yang sebagian adalah swasta dan diterima dalam bentuk inkind dan technical assistance, maka pencatatan dalam APBN mulai dikembangkan pada tahun Dalam tahun anggaran 2001, hingga bulan April 2001, pemerintah telah menandatangani hibah dengan beberapa negara/lembaga donor antara lain yang berasal dari Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Hibah yang ditandatangani dalam tahun anggaran tersebut hanya sebagian yang disalurkan melalui APBN, dan belum tentu sepenuhnya terealisir dalam tahun anggaran bersangkutan. Belanja Negara Dalam tiga tahun terakhir, anggaran belanja negara naik secara tajam, darirp231,9 triliun (20,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi sekitar Rp354,5 triliun (24,0 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Peningkatan ini terutama disebabkan oleh membengkaknya beban anggaran belanja pemerintah pusat dari Rp202,0 triliun (17,8 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadisekitar Rp272,1 triliun (18,4 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 2001, serta meningkatnya alokasi pengeluaran transfer kepada daerah dari Rp29,9 triliun (2,6 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran 1999/2000 menjadi sekitar Rp82,4 triliun (5,6 persen terhadap PDB) dalam tahun anggaran Faktor utama penyebab bertambah besarnya beban anggaran belanja pemerintah pusat dalamkurunwaktu tersebut adalah naiknya pengeluaran rutin dalam jumlah cukup besar akibat krisis ekonomi, dan adanya kebutuhan untuk memberikan stimulus secara terbatas pada perekonomian nasional sesuaidengan kemampuan fiskal. Sementara itu, peningkatan alokasi transfer untuk daerah pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari adanya tuntutan untuk merealisasikan secara konsisten pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan desentralisasi fiskal berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun1999. Krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi fiskal menyebabkan beban belanja negara meningkat tajam. Tabel III.3 Departemen Keuangan RI 26

27 PERKEMBANGAN BELANJA NEGARA, 1999/ ) (Dalam Triliun Rupiah) Uraian 1999/ ) 2001 PAN % thd. Realisasi % Penyesuaian % thd. Peru- % PDB thd. PDB PDB bahan thd. PDB I. Belanja Pemerintah Pusat 202,0 17,8 187,1 18,9 258,8 17,6 272,1 18,4 a. Belanja Rutin 156,8 13,8 161,4 16,3 213,4 14,5 232,7 15,8 b. Belanja Pembangunan 45,2 4,0 25,7 2,6 45,7 3,1 39,4 2,7 II. Dana Perimbangan 29,9 2,6 33,9 3,4 81,5 5,6 82,4 5,6 a. Dana Bagi Hasil3) 4,0 0,4 3,5 0,4 20,3 1,4 21,2 1,4 b. Dana Alokasi Umum4) 25,9 2,3 30,4 3,1 60,5 4,1 60,5 4,1 c. Dana Alokasi Khusus 0,7 0,05 0, Jumlah 231,9 20,4 221,0 22,4 340,3 23,2 354,5 24,0 1) Disesuaikan dengan klasifikasi baru 2) Periode 1 April sampai dengan 31 Desember ) Untuk tahun 1999/2000 dan 2000 berupa dana pembangunan daerah (DPD) dari PBB dan BPHTB 4) Untuk tahun 1999/2000 dan 2000 berupa SDO dan DPD non-pbb dan BPHTB Pengeluaran Rutin Depresiasi nilai tukar rupiah, naiknya tingkat bunga dan laju inflasi, serta perkembangan kondisi sosial dan politik sebagai dampak krisis yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir telah mendorong beban pengeluaran rutin mengalami peningkatan secara drastis. Apabila dalam tahun anggaran 1999/2000 realisasi pengeluaran rutin baru sekitar Rp156,8 triliun (13,8 persen terhadap PDB), maka dalam tahun anggaran 2001 pengeluaran tersebut meningkat menjadi Rp232,7 triliun (15,8 persen terhadap PDB). Sebagian besar dari jenis pengeluaran ini merupakan pengeluaran yang bersifat nondiscretionary, seperti pembayaran bunga utang, subsidi, dan belanja pegawai, sehingga hampir tidak tersisa ruang gerak yang mencukupi bagi pemerintah untuk melakukan manuver dalam pengelolaan kebijakan fiskal. Pengeluaran rutin yang bersifat nondiscretionary membengkak akibat dampak krisis. Departemen Keuangan RI 27

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2003 (26/2003) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas 41 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 9 UMUM

RGS Mitra 1 of 9 UMUM RGS Mitra 1 of 9 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008

BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008 Pendapatan Negara dan Hibah BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 2.1. Pendahuluan Dengan mengevaluasi pelaksanaan APBN-P 2007 serta memantau pelaksanaan APBN pada awal tahun 2008, pendapatan negara dan hibah

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

ANALISIS APBN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS APBN BAB I PENDAHULUAN ANALISIS APBN BAB I PENDAHULUAN Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan perwujudan dari kewajiban pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang- undang Dasar

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2002 (1/2002) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 29 Perekonomian Indonesia di tahun 29 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 28. Mayoritas responden (48,1%) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4167) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Berbagai tekanan ekonomi baik internal maupun eksternal, yang

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan III-2005 diperkirakan membaik Kondisi ekonomi makro Indonesia 2005 diperkirakan lebih baik dibandingkan tahun 2004 Responden optimis

Lebih terperinci

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001 *12925 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci