BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008"

Transkripsi

1 Pendapatan Negara dan Hibah BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 2.1. Pendahuluan Dengan mengevaluasi pelaksanaan APBN-P 2007 serta memantau pelaksanaan APBN pada awal tahun 2008, pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan akan mengalami perubahan, terutama pada penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah tahun 2007 sebesar Rp ,4 miliar, yang berarti 2,1 persen di atas targetnya dalam APBN-P Pencapaian tersebut terutama diakibatkan oleh tingginya realisasi penerimaan negara bukan pajak sebesar 8,4 persen di atas APBN-P 2007, sedangkan realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp ,7 miliar (13,0 persen ) menunjukkan 0,04 persen di bawah rencananya di APBN-P Di sisi lain, realisasi penerimaan Hibah tahun 2007 sebesar Rp1.703,8 miliar menunjukkan penurunan 55,4 persen dari rencananya dalam APBN-P Namun demikian, bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006, maka realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 menunjukkan kenaikan 11,1 persen, yang terdiri dari penerimaan perpajakan naik 20,2 persen, PNBP turun 5,3 persen, dan hibah turun 7,1 persen. Kemudian, dari hasil pemantauan pelaksanaan APBN 2008 memasuki dua bulan berjalan, terjadi perubahan perkiraan pendapatan negara terutama disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perlambatan ekonomi global. Kedua, perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia. Ketiga, asumsi tingkat inflasi yang lebih tinggi sebagai akibat kenaikan harga komoditas pangan di pasar dunia. Keempat, asumsi lifting minyak yang lebih rendah dari yang diperkirakan dalam APBN Kelima, perubahan asumsi nilai tukar rupiah sebagai dampak faktor eksternal dan internal. Keenam, perubahan kebijakan di bidang pendapatan negara yang sebelumnya tidak direncanakan pada saat penyusunan APBN 2008, khususnya dalam rangka 9 (sembilan) langkah pengamanan pelaksanaan APBN Di antara 9 (sembilan) langkah pengamanan pelaksanaan APBN 2008 yang bertujuan mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan, terdapat beberapa langkah yang terkait dengan bidang pendapatan negara dan akan ikut mempengaruhi perubahan besaran pendapatan negara. Langkah pengamanan APBN 2008 yang terkait dengan bidang pendapatan negara adalah (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN, serta (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN antara lain melalui upaya: (i) penundaan penyesuaian Tarif PPh Badan dan PPh orang pribadi karena amandemen UU PPh belum berlaku di tahun 2008, (ii) upaya tambahan peningkatan perpajakan beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah, serta (iii) penarikan dividen interim BUMN. II-1

2 Pendapatan Negara dan Hibah Langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis (beras, tepung terigu dan gandum, kedelai, dan minyak goreng) diantaranya melalui kebijakan: (i) penurunan bea masuk impor beras; (ii) melanjutkan PPN minyak goreng ditanggung Pemerintah; (iii) penerapan bea keluar CPO dan produk turunannya, serta biofuel; (iv) penurunan bea masuk terigu dan PPN gandum dan terigu ditanggung Pemerintah; serta (v) penurunan bea masuk impor kedelai dan penurunan PPh impor kedelai. Pengurangan beban pajak melalui pajak ditanggung Pemerintah (DTP) dan fasilitas perpajakan tersebut di atas diharapkan dapat menurunkan harga beberapa komoditas pangan strategis di tahun 2008, sehingga harganya di pasar dapat terjangkau oleh masyarakat serta pendapatan riil masyarakat tidak menurun. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka anggaran pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan sebesar Rp ,5 miliar (19,6 persen ), yang berarti naik sebesar Rp58.047,4 miliar atau 7,4 persen dari rencananya dalam APBN 2008 sebesar Rp ,1 miliar (18,1 persen ). Perkiraan pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2007 sebesar Rp ,4 miliar (18,7 persen ), berarti mengalami peningkatan sebesar Rp ,1 miliar atau 18,5 persen. Perubahan yang lebih tinggi pada rencana pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya, baik perkiraan penerimaan perpajakan, terutama yang bersumber dari penerimaan PPh Migas, PPN dan PPnBM, serta bea keluar, maupun PNBP, khususnya yang bersumber dari penerimaan SDA Migas. 2.2 Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2007 Didasarkan pada kondisi perekonomian dalam tahun 2007 dan berbagai langkah kebijakan yang diimplementasikan, serta komitmen bantuan yang diperoleh, maka realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2007 mencapai Rp ,4 miliar, yang berarti 2,1 persen diatas targetnya dalam APBN-P Realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut juga menunjukkan kenaikan 11,1 persen dari realisasinya dalam tahun Sebagian besar realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 berasal dari penerimaan perpajakan sebesar 69,4 persen dan PNBP sebesar 30,3 persen, sedangkan sisanya (0,3 persen) dari Hibah, seperti yang terlihat pada Tabel II.1. Selain itu, dalam Grafik II.1 dapat dilihat juga perkembangan pendapatan negara dan hibah sampai dengan tahun Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2007 Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan dalam negeri sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar internasional dan kenaikan harga komoditi pangan dunia, serta faktor internal, yaitu perkembangan kinerja perekonomian nasional dan langkah-langkah yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Relatif tingginya pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007 yang diperkirakan dapat mencapai 6,3 persen telah membantu pencapaian target penerimaan perpajakan dalam tahun Selanjutnya, tingginya realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional juga menyebabkan pencapaian realisasi PNBP Migas dan PPh Migas dapat melampaui targetnya yang telah ditetapkan dalam APBN-P Secara keseluruhan, realisasi II-2

3 Pendapatan Negara dan Hibah Tabel II.1 Pendapatan Negara dan Hibah, *) (miliar rupiah) Realisasi APBN-P Realisasi **) Pendapatan Negara dan Hibah ,1 19, ,9 18, ,4 18,7 A. Penerimaan Dalam Negeri ,1 19, ,6 18, ,6 18,7 1. Penerimaan Perpajakan ,0 12, ,9 13, ,7 13,0 a. Pajak Dalam Negeri ,5 11, ,0 12, ,0 12,5 b. Pajak Perdagangan Internasional ,5 0, ,9 0, ,8 0,6 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ,1 6, ,7 5, ,9 5,7 B. Hibah 1.834,1 0, ,3 0, ,8 0,0 *) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber: Departemen Keuangan Grafik II.1. Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah (Rp triliun) ,0 636,2 708,5 706,8 495,2 493,9 403,4 403,1 0,3 1,3 1,8 1, Pendapatan Negara Penerimaan Dalam Negeri Hibah Sumber: Departemen Keuangan penerimaan dalam negeri tahun 2007 mencapai Rp ,6 miliar, yang berarti 2,4 persen di atas targetnya di APBN-P Bila dibandingkan dengan realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006, pencapaian di tahun 2007 menunjukkan peningkatan 11,1 persen. Sekitar 69,6 persen realisasi penerimaan dalam negeri pada tahun 2007 bersumber dari perpajakan, dan 30,4 persen dari PNBP Penerimaan Perpajakan Tahun 2007 Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp ,7 miliar (13,0 persen ) hanya sedikit di bawah targetnya dalam APBN-P tahun 2007 sebesar Rp ,9 miliar. Namun apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006 sebesar Rp ,0 miliar (12,3 persen ), realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 II-3

4 Pendapatan Negara dan Hibah menunjukkan peningkatan sebesar 20,2 persen. Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 yang meningkat cukup besar dari realisasinya dalam tahun 2006 didukung oleh tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi serta langkah ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Selanjutnya, dalam Grafik II.2 dan Grafik II.3 dapat dilihat perkembangan penerimaan perpajakan. Grafik II.2. Penerimaan Perpajakan (Rp Triliun) Grafik II.3. Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan (%) ,6 347,0 409,2 491,8 25,0 20,0 15,0 16,0 23,7 17,9 20, ,0 5,0 0, Sumber: Departemen Keuangan Sumber: Departemen Keuangan Bila dilihat dari komposisinya, sekitar 95,7 persen dari realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 bersumber dari penerimaan pajak dalam negeri (PPh, PPN & PPn-BM, PBB & BPHTB, cukai, dan pajak lainnya), sedangkan 4,3 persen bersumber dari penerimaan pajak perdagangan internasional (bea masuk dan bea keluar). Dalam komponen penerimaan perpajakan, terdapat beberapa jenis penerimaan yang mencatat kenaikan realisasi yang cukup signifikan dalam tahun 2007, seperti penerimaan bea keluar, PPN dan PPn-BM, bea masuk, dan BPHTB. Peningkatan realisasi yang sangat mencolok terjadi pada penerimaan bea keluar yang terutama berasal dari CPO dan produk turunannya, yang realisasinya meningkat 288,4 persen dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun Kenaikan realisasi bea keluar tersebut disebabkan oleh kebijakan kenaikan tarif bea keluar atas CPO dan turunannya untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku produksi minyak goreng dalam negeri dalam tahun 2007 sebagai akibat tingginya harga CPO di pasar internasional. Realisasi penerimaan perpajakan dalam 2 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel II.2, yang selanjutnya akan diuraikan dalam penjelasan berikut ini. Sebagai salah satu sumber penerimaan perpajakan yang terbesar, penerimaan PPh dalam tahun 2007 sebesar Rp ,0 miliar menunjukkan kenaikan sekitar 14,3 persen dari realisasi PPh tahun Sumber penerimaan PPh, sebagian besar (81,6 persen) berasal dari PPh Non-migas, sedangkan sisanya 18,4 persen dari PPh Migas yang sangat berfluktuatif mengikuti perkembangan harga minyak mentah. Realisasi penerimaan PPh Migas tahun 2007 mencapai Rp44.004,4 miliar, yang berarti meningkat 1,9 persen dibandingkan dengan realisasi PPh Migas tahun Kenaikan II-4

5 Pendapatan Negara dan Hibah penerimaan PPh tersebut disebabkan karena peningkatan harga minyak dalam tahun 2007, walaupun diimbangi oleh penurunan lifting dalam periode yang sama. Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Non-Migas dalam tahun 2007 mencapai Rp ,6 miliar, yang berarti mengalami peningkatan 17,6 persen jika dibandingkan dengan penerimaan PPh Non-Migas dalam tahun Namun demikian, realisasi penerimaan PPh Non-Migas tersebut masih di bawah targetnya dalam APBN-P Lebih rendahnya pencapaian penerimaan PPh Non-Migas tersebut disebabkan antara lain oleh tidak terealisirnya beberapa penerimaan PPh Badan serta lebih tingginya pemberian restitusi PPh. Tabel II.2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan, *) (miliar rupiah) Realisasi APBN-P Realisasi **) Penerimaan Perpajakan ,0 12, ,9 13, ,7 13,0 a. Pajak Dalam Negeri ,5 11, ,0 12, ,0 12,5 i. Pajak penghasilan ,1 6, ,3 6, ,0 6,3 1. Migas ,9 1, ,6 1, ,4 1,2 2. Non-Migas ,2 5, ,7 5, ,6 5,1 ii. PPN dan PPnBM ,9 3, ,2 4, ,2 4,1 iii. PBB ,5 0, ,8 0, ,1 0,6 iv. BPHTB 3.184,5 0, ,5 0, ,7 0,2 v. Cukai ,1 1, ,7 1, ,7 1,2 vi. Pajak lainnya 2.287,4 0, ,5 0, ,3 0,1 b. Pajak Perdagangan Internasional ,5 0, ,9 0, ,8 0,6 i. Bea masuk ,4 0, ,6 0, ,7 0,4 ii. Bea Keluar 1.091,1 0, ,3 0, ,1 0,1 *) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber : Departemen Keuangan Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 mencapai Rp ,2 miliar, yang berarti mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu 26,1 persen dari realisasinya dalam tahun Kenaikan PPN dan PPnBM tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang berarti semakin banyak kegiatan ekonomi yang terkena PPN dan PPnBM. Di sisi lain kenaikan realisasi PPN dan PPnBM dalam tahun 2007 tersebut juga telah memperhitungkan pemberian restitusi PPN yang lebih tinggi dalam tahun 2007 dibandingkan dengan restitusi PPN dalam tahun Selain itu, apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P 2007, maka realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 tersebut masih lebih tinggi Rp3.130,0 miliar. Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007 relatif masih cukup tinggi, meskipun dalam tahun tersebut terdapat kebijakan untuk mempercepat restitusi PPN dalam rangka II-5

6 Pendapatan Negara dan Hibah memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh adanya keberhasilan reformasi di bidang perpajakan, khususnya pemusatan administrasi pelaporan PPN dan implementasi program optimalisasi pemanfaatan program data perpajakan, termasuk penggalian sektor usaha tertentu. Selanjutnya, realisasi penerimaan PBB tahun 2007 sebesar Rp23.619,1 miliar mengalami kenaikan 13,2 persen dari realisasinya dalam tahun Apabila dibandingkan dengan target pada APBN-P 2007, realisasi penerimaan PBB tahun 2007 tersebut mencapai 7,2 persen di atas target yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh keberhasilan dalam penerapan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi PBB. Sedangkan, realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 sebesar Rp5.935,7 miliar menunjukkan kenaikan 86,4 persen dibandingkan dengan realisasi penerimaan BPHTB tahun Selain itu, realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 juga menunjukkan 49,7 persen lebih besar dari targetnya dalam APBN-P Pencapaian penerimaan BPHTB yang sangat signifikan ini menunjukkan adanya peningkatan volume dan nilai transaksi penjualan tanah dan/ atau bangunan. Selanjutnya, realisasi penerimaan cukai selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata peningkatan dalam empat tahun terakhir sekitar 14,2 persen per tahun. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan cukai meningkat sebesar 18,3 persen dari realisasi tahun Apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada APBN-P tahun 2007, maka realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2007 sebesar Rp44.680,7 miliar mengalami peningkatan 6,3 persen. Dari realisasi penerimaan cukai tersebut, sekitar 98,0 persen bersumber dari cukai hasil tembakau yang mengalami peningkatan produksi rokok sekitar 13,2 miliar batang, yaitu dari 218,7 miliar batang pada tahun 2006 menjadi 231,9 miliar batang pada tahun Di samping itu, lebih tingginya realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2007 tersebut, menunjukkan keberhasilan kebijakan cukai nasional, khususnya dalam penerapan tarif cukai yang mengarah pada tarif spesifik. Realisasi penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2007 sebesar Rp2.743,3 miliar tidak jauh berbeda dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006 maka realisasi penerimaan pajak lainnya tersebut mengalami kenaikan sebesar 19,9 persen. Kenaikan ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan Bea Materai, seperti transaksi pembiayaan kendaraan bermotor dan transaksi perbankan. Dari penerimaan perpajakan perdagangan internasional, realisasi penerimaan bea masuk dalam tahun 2007 sebesar Rp16.690,7 miliar mengalami kenaikan 15,8 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun Realisasi penerimaan bea masuk tersebut juga mengalami kenaikan sebesar 37,5 persen dibandingkan dengan realisasi penerimaannya dalam tahun Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan investasi karena penurunan tarif bea masuk yang ditujukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, berupa peningkatan efisiensi industri dalam negeri (incentive/industry assistance), pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, dan mendukung kebijakan perdagangan internasional. Sementara itu, meningkatnya harga komoditi pertanian, khususnya CPO dan produk turunannya, berimbas pada penerimaan bea keluar tahun Realisasi penerimaan bea keluar tahun 2007 sebesar Rp4.238,1 miliar lebih tinggi 39,3 persen dari target yang II-6

7 Pendapatan Negara dan Hibah ditetapkan dalam APBN-P Selain itu, realisasi penerimaan bea keluar ini juga lebih tinggi Rp3.147,0 miliar dari realisasinya pada tahun Pencapaian ini disebabkan kenaikan tarif bea keluar atas CPO dan turunannya untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku produksi minyak goreng dalam negeri pada tahun 2007 sebagai akibat tingginya harga CPO di pasar internasional Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2007 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997, PNBP meliputi: (i) penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah; (ii) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; (iii) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; (iv) penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah; (v) penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; (vi) penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan (vii) penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Sementara dalam struktur APBN, PNBP dikategorikan dalam: (i) penerimaan sumber daya alam; (ii) penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN; (iii) PNBP lainnya; dan (iv) surplus Bank Indonesia. Dalam tahun 2007, proporsi besaran PNBP dalam struktur APBN masih sangat tergantung oleh penerimaan sumber daya alam (SDA), terutama migas, sedangkan PNBP lainnya yang bersumber dari berbagai kementerian dan lembaga memiliki penerimaan yang relatif lebih kecil. Besaran PNBP migas sangat dipengaruhi lifting minyak, harga minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Besaran PNBP SDA non migas terutama pertambangan umum mengalami perubahan yang cukup signifikan seiring dengan perubahan harga sumber mineral di pasar internasional. Realisasi PNBP pada tahun 2007 mencapai Rp ,9 miliar (5,7 persen ) atau sebesar 30,4 persen dari total penerimaan dalam negeri tahun Bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun 2007, maka realisasi PNBP tahun 2007 mengalami kenaikan 8,4 persen. Lebih tingginya realisasi PNBP tersebut terutama berasal dari kenaikan realisasi PNBP SDA Migas sebagai akibat tingginya harga minyak ICP. Berdasarkan komposisinya, dari keseluruhan realisasi PNBP dalam tahun 2007, sekitar 61,9 persen bersumber dari PNBP SDA, 10,8 persen dari bagian pemerintah atas laba BUMN, 6,4 persen dari surplus Bank Indonesia, dan 20,9 persen dari PNBP lainnya. Dalam Grafik II.4 dapat dilihat perkembangan PNBP. Detail dari realisasi PNBP dalam dua tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel II.3, dan diuraikan di bawah ini. Penerimaan Sumber Daya Alam Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp ,0 miliar yang menunjukkan 15,6 persen lebih tinggi dari Grafik II.4. Penerimaan PNBP (Rp triliun) 146,9 110,5 23,6 12, ,9 167,5 21,5 36,5 1,5 215,0 133, ,2 45,0 PNBP Penerimaan SDA Bagian Laba BUMN PNBP Lainnya Surplus BI 13,7 Sumber: Departemen Keuangan II-7

8 Pendapatan Negara dan Hibah rencananya dalam APBN-P Pencapaian tersebut sangat dipengaruhi oleh lebih tingginya realisasi harga minyak ICP dari yang diasumsikan dalam APBN-P Namun bila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006, maka realisasi penerimaan SDA tahun 2007 masih mengalami penurunan sekitar 20,6 persen terutama sebagai dampak lebih rendahnya lifting minyak mentah dalam tahun Sebagian besar sumber penerimaan SDA berasal dari Migas, dan dalam porsi yang lebih kecil berasal dari SDA Non- Migas. Tabel II.3 P Perkembangan PNBP, *) (miliar rupiah) URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi **) Penerimaan Negara Bukan Pajak ,1 6, ,7 5, ,9 5,7 A. Penerimaan SDA ,8 5, ,3 3, ,0 3,5 1. SDA Migas ,1 4, ,9 2, ,7 3,3 i. Minyak Bumi ,4 3, ,6 2, ,5 2,5 ii. Gas Alam ,7 1, ,4 0, ,2 0,8 2. SDA Non Migas 9.387,7 0, ,4 0, ,3 0,2 i. Pertambangan Umum 6.781,4 0, ,3 0, ,1 0,2 ii. Kehutanan 2.409,5 0, ,1 0, ,4 0,1 iii. Perikanan 196,9 0,0 200,0 0,0 115,8 0,0 B. Bagian Laba BUMN ,6 0, ,0 0, ,9 0,6 C. PNBP lainnya ,2 1, ,1 1, ,7 1,2 D. Surplus BI 1.522,5 0, ,3 0, ,3 0,4 *) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan **) Angka Sementara Sumber: Departemen Keuangan Realisasi penerimaan SDA migas dalam tahun 2007 mencapai Rp ,7 miliar, yang berarti 15,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan targetnya dalam APBN-P tahun Jumlah tersebut, bersumber dari penerimaan SDA minyak bumi sebesar 75,0 persen dan penerimaan SDA gas alam sebesar 25,0 persen. Lebih tingginya realisasi penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam dalam tahun 2007 tersebut, antara lain dipengaruhi oleh perubahan asumsi ekonomi makro, terutama karena lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP) dari US$60,0 per barel dalam APBN-P tahun 2007 menjadi US$69,7 per barel dalam realisasi tahun Penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2007 mencapai Rp5.845,1 miliar yang menunjukkan kenaikan 20,7 persen dari rencana dalam APBN-P Kenaikan realisasi SDA tersebut berasal dari adanya kenaikan iuran eksploitasi (royalty) sebagai akibat dari: (i) kenaikan harga sumber daya mineral di pasar internasional, dan (ii) royalty kuasa pertambangan (KP) yang diterbitkan Pemerintah Daerah. Penerimaan SDA pertambangan umum berdasarkan realisasi tahun 2007, meliputi realisasi penerimaan iuran tetap (landrent) sebesar Rp542,4 miliar, dan realisasi iuran eksploitasi (royalty) sebesar Rp5.302,7 miliar. II-8

9 Pendapatan Negara dan Hibah Di sisi lain, realisasi penerimaan SDA kehutanan dalam tahun 2007 mencapai Rp2.282,4 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan SDA kehutanan dalam APBN-P tahun 2007 maka terdapat penurunan sebesar Rp8,7 miliar. Menurunnya realisasi penerimaan SDA kehutanan dalam tahun 2007 terutama disebabkan oleh penurunan penerimaan dari PSDH. Demikian juga, bila dibandingkan dengan pencapaiannya dalam tahun 2006, maka realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2007 menunjukkan penurunan. Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan SDA perikanan tahun 2007 mencapai Rp115,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan SDA perikanan dalam APBN-P 2007 sebesar Rp200,0 miliar, maka realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2007 tersebut mengalami penurunan sebesar 42,1 persen. Lebih rendahnya realisasi penerimaan SDA perikanan dalam tahun 2007 tersebut, antara lain disebabkan oleh: (i) penurunan produksi perikanan; (ii) ketidakpatuhan untuk membayar pungutan; (iii) berakhirnya bilateral arrangement RI - RRC pada tanggal 16 Juli 2007; (iv) maraknya Illegal Fishing (pemalsuan dokumen penangkapan yang tidak sesuai dengan perizinannya, tidak melaporkan hasil tangkapan); dan (v) banyaknya pungutan ganda di daerah juga menjadi tantangan dalam mencapai target penerimaan SDA perikanan. Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN dipengaruhi antara lain oleh: (i) perbaikan kinerja BUMN, terutama Pertamina, BUMN perbankan, pertambangan dan telekomunikasi; (ii) kondisi makro ekonomi secara umum; dan (iii) perbaikan governance dan pengawasan kinerja BUMN secara umum diarahkan untuk go public dengan metode Initial Public Offering (IPO). Sementara itu, realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN (dividen) dalam tahun 2007 mencapai Rp23.221,9 miliar. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN pada APBN-P tahun 2007 maka pencapaian dalam tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 6,5 persen. Peningkatan realisasi dividen tahun 2007 tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya laba BUMN non-pertamina yang berasal dari sektor pertambangan dan perkebunan yang mengalami peningkatan kinerja yang cukup baik. Surplus Bank Indonesia Pada tahun 2007 Pemerintah menerima setoran yang berasal dari surplus Bank Indonesia sebesar Rp13.669,3 miliar. Jumlah tersebut merupakan surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia setelah dikurangi 30 persen untuk cadangan tujuan dan cadangan umum sebagai penambah modal sehingga rasio jumlah modal mencapai 10,0 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Sesuai pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, setoran surplus Bank Indonesia tersebut digunakan untuk melunasi sebagian pokok kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia (SRBI-01). Jumlah penerimaan sisa surplus Bank Indonesia pada tahun 2007 tersebut meningkat sangat signifikan bila dibandingkan II-9

10 Pendapatan Negara dan Hibah dengan penerimaan surplus Bank Indonesia pada tahun sebelumnya sebesar Rp1.522,5 miliar. PNBP Lainnya PNBP lainnya dalam tahun 2007 sebesar Rp45.037,7 miliar, yang berarti mengalami penurunan sebesar 5,6 persen bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun Namun demikian, realisasi PNBP lainnya tahun 2007 tersebut masih lebih tinggi 23,4 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun Kenaikan tersebut terutama disebabkan meningkatnya realisasi PNBP dari penerimaan fungsional atas pemberian pelayanan oleh kementerian/lembaga kepada masyarakat, diantaranya meningkatnya penerimaan dari: (i) Departemen Komunikasi dan Informatika; (ii) Departemen Pendidikan Nasional; (iii) Badan Pertanahan Nasional; (iv) Departemen Hukum dan HAM; dan (v) Kepolisian Republik Indonesia Hibah Tahun 2007 Penerimaan hibah yang dicatat di dalam APBN merupakan sumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara asing, lembaga/badan internasional, lembaga/badan nasional, serta perorangan yang tidak diikuti kewajiban untuk membayar kembali. Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hibah ini dalam setiap tahun anggaran tergantung pada komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donor dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia. Selain itu, pada umumnya penggunaan dana hibah harus sesuai dengan keperluan tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara pemerintah Indonesia dengan pihak donor. Perkembangan hibah yang diterima oleh pemerintah Indonesia dalam tiga tahun terakhir terkait erat dengan terjadinya bencana alam yang melanda berbagai daerah, seperti bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang menerpa sebagian besar wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias pada penghujung tahun 2004, yang kemudian disusul dengan gempa bumi yang melanda pulau Simeulue pada bulan Maret 2005, serta gempa bumi yang melanda Provinsi D.I. Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah. Berkaitan dengan bencana tersebut, pemerintah Indonesia menerima komitmen bantuan baik berupa pinjaman lunak maupun hibah yang tertuang dalam Pledge. Selain hibah dalam kerangka kerjasama multilateral tersebut, pemerintah Indonesia juga banyak menerima donasi dari negara-negara asing dalam kerangka kerjasama bilateral (government to government/g to G). Realisasi penerimaan hibah dalam tahun 2007 mencapai Rp1.703,8 miliar, yang menunjukkan sedikit penurunan dari realisasi hibah dalam tahun Perubahan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2008 Dalam memasuki dua bulan berjalan pelaksanaan APBN 2008, perubahan rencana pendapatan negara dan hibah dalam APBN 2008 tidak dapat dihindarkan menghadapi kondisi II-10

11 Pendapatan Negara dan Hibah perekonomian di dalam negeri yang mendapat tekanan akibat perubahan perekonomian global yang cukup signifikan. Perubahan perekonomian global tersebut dimulai dari situasi perekonomian global yang bergejolak dengan cepat, yang antara lain berasal dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang sangat tinggi dan kemudian diikuti oleh kenaikan harga komoditas pangan di pasar dunia yang masih dominan diimpor Indonesia. Selain itu krisis subprime mortgage telah berimbas kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, sehingga Pemerintah harus melakukan penyesuaian beberapa asumsi indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak mentah Indonesia, dan nilai tukar rupiah. Indikator ekonomi makro lainnya yang juga harus disesuaikan adalah lifting minyak mentah berdasarkan evaluasi pencapaiannya dalam tahun Akibat perubahan beberapa indikator ekonomi makro tersebut berpotensi akan menimbulkan risiko tekanan pada pelaksanaan APBN 2008 ke arah yang tidak sustainable. Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Pemerintah telah menyiapkan 9 (sembilan) langkah pengamanan APBN 2008 agar dapat dikendalikan pada tingkat yang aman dan tidak mengganggu perekonomian Indonesia pada tahap berikutnya. Dari 9 (sembilan) langkah pengamanan APBN 2008, termasuk langkah-langkah yang akan ditempuh pemerintah terkait dengan pendapatan negara tahun 2008, yaitu (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN, dan (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN antara lain melalui upaya: (i) penundaan penyesuaian Tarif PPh Badan dan PPh orang pribadi karena amandemen UU PPh belum berlaku di tahun 2008; (ii) upaya tambahan peningkatan perpajakan beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah; (iii) intensifikasi penerimaan cukai, serta (iv) penarikan dividen interim BUMN. Kemudian, langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis (beras, tepung terigu dan gandum, kedelai, dan minyak goreng) ditempuh melalui beberapa kebijakan: (i) Penurunan bea masuk impor beras; (ii) melanjutkan PPN minyak goreng ditanggung Pemerintah; (iii) penerapan bea keluar CPO dan produk turunannya, serta Biofuel; (iv) penurunan bea masuk terigu dan PPN gandum dan terigu ditanggung Pemerintah: serta (v) penurunan bea masuk impor kedelai dan penurunan PPh impor kedelai. Sebagai dampak kondisi di atas, pendapatan negara dan hibah dalam APBN 2008 sebesar Rp ,1 miliar (18,1 persen ) direncanakan akan mengalami perubahan dalam menjadi sebesar Rp ,5 miliar (19,6 persen ), yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp58.047,4 miliar atau 7,4 persen. Besaran perubahan pendapatan negara dan hibah dalam dapat dilihat dalam Tabel II Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2008 Perubahan perkiraan pendapatan negara dan hibah dalam terutama bersumber dari perubahan perkiraan penerimaan dalam negeri. Sebagai dampak perubahan asumsi ekonomi makro serta langkah pengamanan APBN 2008 di bidang pendapatan negara, II-11

12 Pendapatan Negara dan Hibah maka penerimaan dalam negeri direncanakan akan mengalami perubahan, dari Rp ,5 miliar dalam APBN 2008 menjadi Rp ,5 miliar dalam. Perubahan tersebut menunjukkan penerimaan dalam negeri mengalami kenaikan Rp57.481,0 miliar atau 7,4 persen dari yang telah direncanakan di APBN Perubahan perkiraan penerimaan dalam negeri tersebut berasal dari perubahan penerimaan perpajakan dan PNBP. Tabel II.4 Pendapatan Negara dan Hibah, 2008 *) (miliar rupiah) APBN RAPBN-P Pendapatan Negara dan Hibah ,1 18, ,5 19,6 I. Penerimaan Dalam Negeri ,5 18, ,5 19,5 1. Penerimaan Perpajakan ,4 13, ,4 14,0 a. Pajak Dalam Negeri ,7 13, ,8 13,4 b. Pajak Perdagangan Internasional ,7 0, ,6 0,7 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak ,1 4, ,2 5,5 II. Hibah 2.139,7 0, ,9 0,1 *) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Departemen Keuangan Penerimaan Perpajakan Tahun 2008 Perubahan Penerimaan Perpajakan dalam selain dipengaruhi oleh perubahan asumsi beberapa indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak mentah, juga dipengaruhi oleh langkah pengamanan APBN 2008 dari sisi (i) optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN; dan (ii) pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis. Penerimaan perpajakan merupakan salah satu alat kebijakan fiskal yang sangat efektif dalam mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam negeri. Di sisi permintaan, pengurangan beban pajak baik melalui DTP maupun fasilitas perpajakan dapat menurunkan harga di pasar, sehingga permintaan atau daya beli masyarakat tetap terjaga. Sedangkan, di sisi penawaran, pengenaan bea keluar atas komoditi strategis dapat mengurangi ekspor, sehingga penawaran dalam negeri tetap terjaga. Berdasarkan pendekatan tersebut, detail langkah optimalisasi perpajakan, PNBP, dan dividen BUMN melalui peningkatan perpajakan dan PNBP pada beberapa sektor yang mendapat windfall dari kenaikan harga minyak mentah; intensifikasi penerimaan cukai; serta penarikan dividen interim BUMN. Adapun langkah pengurangan beban pajak komoditas pangan strategis ditindaklanjuti antara lain dengan pemberian fasilitas perpajakan dan pajak ditanggung Pemerintah (PPh, PPN II-12

13 Pendapatan Negara dan Hibah dan PPnBM, dan bea masuk), kebijakan tarif pajak ekspor CPO, serta langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah dan akan dilakukan dalam tahun Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, maka target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar, atau 14,0 persen. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp9.498,0 miliar atau 1,6 persen dari rencana penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp ,4 miliar (13,7 persen ). Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 sebesar Rp ,7 miliar (13,0 persen ), maka rencana penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 menunjukkan peningkatan sebesar Rp ,7 miliar (22,3 persen). Rencana penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P tahun 2008 tersebut terdiri dari pajak dalam negeri sebesar Rp ,8 miliar (13,4 persen ) dan pajak perdagangan internasional sebesar Rp28.691,6 miliar (0,7 persen ) sebagaimana terlihat dalam Tabel II.5. Tabel II.5 Penerimaan Perpajakan, 2008 *) (miliar rupiah) APBN RAPBN-P Penerimaan Perpajakan ,4 13, ,4 14,0 a. Pajak Dalam Negeri ,7 13, ,8 13,4 i. Pajak penghasilan ,4 7, ,6 6,9 1. PPh Migas ,8 1, ,6 1,1 2. PPh Non-Migas ,6 6, ,0 5,8 ii. Pajak pertambahan nilai ,7 4, ,9 4,6 iii. Pajak bumi dan bangunan ,7 0, ,9 0,6 iv. BPHTB 4.852,7 0, ,2 0,1 v. Cukai ,5 1, ,5 1,1 vi. Pajak lainnya 2.944,6 0, ,7 0,1 b. Pajak Perdagangan Internasional ,7 0, ,6 0,7 i. Bea masuk ,8 0, ,3 0,4 ii. Bea Keluar 4.065,9 0, ,3 0,3 *) Perbedaan angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber: Departemen Keuangan Pokok-pokok Perubahan Kebijakan Penerimaan Perpajakan Dalam perubahan APBN 2008, beberapa kebijakan perpajakan yang sangat mempengaruhi perubahan penerimaan dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu: (i) kebijakan yang telah diperhitungkan dalam menyusun target APBN 2008, namun ditunda pelaksanaannya; (ii) kebijakan yang akan dilaksanakan untuk mendukung Paket Kebijakan II-13

14 Pendapatan Negara dan Hibah Stabilisasi Harga Pangan melalui pajak ditanggung Pemerintah dan fasilitas perpajakan; (iii) kebijakan dalam rangka menarik investasi; dan (iv) langkah-langkah administrasi. Kebijakan yang ditunda pelaksanaannya Dalam penyusunan APBN 2008, target penerimaan perpajakan, terutama penerimaan PPh telah menggunakan tarif PPh baru sesuai dengan rencana pembahasan Amandemen RUU PPh. Namun, sampai saat ini Amandemen RUU PPh tersebut masih dalam pembahasan antara Pemerintah dengan DPR RI. Dengan demikian, perhitungan target penerimaan PPh dalam RAPBN-P tahun 2008 kembali menggunakan basis tarif PPh standar lama, yaitu tarif tertinggi tetap 30 persen untuk Wajib Pajak Badan, dan 35 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Nilai yang dihasilkan dari penerapan tarif lama tersebut menghasilkan potensi tambahan penerimaan PPh sekitar Rp9,0 triliun. Kebijakan untuk mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Guna mendukung paket kebijakan stabilisasi harga komoditas pangan pokok, yaitu beras, tepung terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng, Pemerintah mengambil kebijakan untuk meringankan beban pajak melalui pajak ditanggung Pemerintah dan fasilitas perpajakan. Dalam rangka stabilisasi harga kedelai dalam negeri, Pemerintah mengambil kebijakan menurunkan tarif PPh Pasal 22 impor atas impor kedelai dari 2,5 persen menjadi 0,5 persen, sehingga menimbulkan potential loss sebesar Rp0,13 triliun, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. Selain itu, dengan adanya tekanan kenaikan harga pangan dunia yang menyebabkan harga domestik juga bergerak naik, di bidang kebijakan PPN dan PPnBM, Pemerintah mengambil inisiatif untuk memberikan subsidi berupa PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan minyak goreng (curah maupun dalam kemasan), gandum dan tepung terigu di dalam negeri dan atas impor sebesar Rp4,9 triliun sebagaimana tertuang dalam: 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor dan/atau Penyerahan Gandum dan Tepung Gandum/Terigu. 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Curah Di Dalam Negeri. 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibayar Oleh Pemerintah Atas Penyerahan Minyak Goreng Dalam Kemasan Di Dalam Negeri. Di bidang bea keluar dan bea masuk, dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga-harga pangan pokok telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.011/2008 tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.02/2005 II-14

15 Pendapatan Negara dan Hibah tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor. Peraturan Menteri Keuangan ini berisi penetapan Bea Keluar untuk produk Kelapa Sawit, CPO dan turunannya untuk mengamankan Harga Minyak Goreng Dalam Negeri. Sedangkan, beberapa kebijakan terkait bea masuk dalam mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan antara lain dalam bentuk: 1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.011/2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Beras. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor beras diturunkan dari Rp550,0 menjadi Rp450,0 per kg. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Kacang Kedelai. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor kacang kedelai diturunkan dari 5 persen menjadi nol persen. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Tepung Gandum. Dengan PMK ini tarif bea masuk atas impor tepung gandum diturunkan dari 5 persen menjadi nol persen. Berbagai kebijakan fiskal yang diambil tersebut dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok di dalam negeri, seperti beras, tepung terigu, gandum, kedelai, dan minyak goreng. Dengan mengurangi beban pajak, baik PPh, PPN, maupun bea masuk, dan membebankan pengenaan bea keluar atas komoditas pangan strategis tersebut, diharapkan dapat menstabilkan harga barang di dalam negeri guna mengurangi tekanan inflasi. Selain itu, untuk lebih mendukung stabilitas harga kebutuhan strategis tersebut, juga dilakukan penerapan jalur hijau bagi impor barang pokok strategis dengan memperhatikan profil importir, dalam rangka memperlancar pasokan dalam negeri. Kebijakan dalam rangka menarik investasi Untuk menarik penanaman modal baru berupa pembangunan dan pengembangan industri serta memacu pertumbuhan industri di sektor migas dan panas bumi, telah diambil berbagai kebijakan perpajakan, melalui PPh, PPN, dan bea masuk. Kebijakan PPh yang diterapkan di sektor panas bumi dimaksudkan untuk mempercepat pengusahaan panas bumi sebagai sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Dengan demikian, PPh atas laba perusahaan panas bumi menjadi ditanggung Pemerintah (DTP). Namun kebijakan tersebut tidak mengurangi porsi bagian pemerintah dari panas bumi. Di samping itu, telah diterbitkan pula Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/ 2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Untuk Kegiatan Eksplorasi Di Sektor Migas dan Panas Bumi, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/ 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Platform Pengeboran atau Produksi Terapung atau Di Bawah Air sebesar nol persen. Selain itu, untuk mendorong investasi di sektor-sektor tertentu akan dilakukan pengurangan beban pajak melalui pajak ditanggung pemerintah untuk PPN dan bea masuk sebesar masing-masing Rp7,8 triliun dan Rp2,0 triliun. Kemudian, untuk meningkatan daya saing obligasi pemerintah dalam memasuki pasar internasional, Pemerintah menanggung Pajak II-15

16 Pendapatan Negara dan Hibah Penghasilan atas pembayaran bunga obligasi internasional sesuai dengan asas timbal balik dengan negara lain. Langkah-langkah administrasi Selain langkah-langkah kebijakan di atas, dilakukan pula berbagai langkah-langkah administrasi dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan. Langkah-langkah administrasi tersebut dilakukan antara lain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan, mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan swasta dan BUMN, terutama dari penjualan komoditas yang mengalami kenaikan harga, dan dampak positif dari telah selesainya percepatan restitusi yang dilakukan pada tahun Berdasarkan langkah-langkah tersebut penerimaan PPh diperkirakan akan bertambah sebesar Rp6,5 triliun dan penerimaan PPN dan PPnBM bertambah sebesar Rp7,0 triliun. Secara garis besar dampak langkah-langkah kebijakan dan administrasi perpajakan dapat dilihat pada Tabel II.6. Tabel II.6 Kebijakan dan Administrasi Perpajakan (miliar rupiah) 1. Kebijakan a. Pajak Penghasilan (PPh) Tarif PPh tetap (PPh badan 30%, PPh orang pribadi 35%) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengenaan PPN listrik golongan tertentu c. Bea Masuk (2.200) 1. Fasilitas bea masuk terigu (1.000) 2. Fasilitas bea masuk kedelai (1.000) 3 Penurunan Tarif Bea masuk Beras (200) d. Bea Keluar Menaikan tarif pajak ekspor CPO menjadi 15% apabila harga CPO mencapai US$1.100 per ton 2. Administrasi a. Pajak Penghasilan (PPh) Intensifikasi dan optimalisasi penerimaan PPh perusahaan terutama dari penjualan komoditas yang mengalami kenaikan harga b. Pajak Pertambahan Nilai Intensifikasi dan telah selesainya percepatan restitusi pada tahun c. Cukai Intensifikasi Cukai Total dampak kebijakan dan administrasi II-16

17 Pendapatan Negara dan Hibah Dari pokok-pokok perubahan kebijakan perpajakan tersebut di atas, serta perubahan asumsi ekonomi makro, maka target penerimaan PPh migas dalam direncanakan menjadi Rp46.736,6 miliar, atau lebih tinggi Rp5.086,8 miliar (12,2 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan rencana penerimaan PPh migas tersebut disebabkan karena meningkatnya harga minyak (ICP) dari US$60,0/barel dalam APBN 2008 menjadi US$83,0/barel dalam, meskipun lifting minyak menurun dari 1,034 MBCD menjadi 0,910 MBCD dalam periode yang sama. Sementara itu, target penerimaan PPh Non-Migas dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan menjadi Rp ,0 miliar, yang berarti lebih rendah Rp13.951,6 miliar (5,3 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN Penurunan rencana penerimaan PPh Non-Migas tersebut disebabkan antara lain adanya penyesuaian dasar perhitungan PPh Non-Migas tahun 2008 berdasarkan realisasi penerimaan PPh tahun 2007, dan pengaruh penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga minyak dan pangan dunia, serta menurunnya asumsi pertumbuhan ekonomi dari 6,8 persen menjadi hanya 6,4 persen. Gejala penurunan pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami oleh negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa. Target penerimaan PPN dan PPnBM dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan menjadi sebesar Rp ,9 miliar, atau meningkat 4,1 persen dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan tersebut disebabkan karena program percepatan restitusi PPN telah selesai dilakukan pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 restitusi PPN akan berjalan normal kembali. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap penerimaan PPN dan PPnBM adalah adanya perubahan asumsi inflasi dari 6,0 persen pada APBN 2008 menjadi 6,5 persen pada. Kemudian, target penerimaan PBB pada RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesar Rp1.644,2 miliar atau 6,8 persen dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu dari Rp24.159,7 miliar menjadi sebesar Rp25.803,9 miliar. Peningkatan rencana penerimaan PBB ini dipengaruhi oleh realisasi harga minyak (ICP) tahun 2007 yang tinggi, yang sangat berpengaruh terhadap penerimaan PBB sektor pertambangan. Peningkatan penerimaan PBB pertambangan tersebut merupakan penyumbang terbesar kenaikan penerimaan PBB tahun Selain itu, lebih tingginya penerimaan PBB dipengaruhi oleh kecenderungan peningkatan harga tanah dan bangunan, serta didukung oleh upaya ekstensifikasi dan intensifikasi PBB. Dalam RAPBN-P tahun 2008, penerimaan BPHTB ditargetkan mengalami peningkatan sebesar Rp559,5 miliar (11,5 persen) dari target yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp4.852,7 miliar menjadi Rp5.412,2 miliar. Kenaikan rencana penerimaan BPHTB tersebut mengimbangi kenaikan PBB sebagai akibat kecenderungan peningkatan harga dan volume transaksi atas tanah dan bangunan. Selanjutnya, dalam RAPBN-P tahun 2008, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp45.717,5 miliar. Jumlah ini, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.291,0 miliar bila dibandingkan dengan target penerimaan cukai dalam APBN tahun Penerimaan cukai pada tersebut dapat dicapai dengan didukung kebijakan pemerintah di bidang cukai hasil tembakau yang mendorong perbaikan daya saing industri hasil tembakau, serta mengandalkan pertumbuhan produksi alamiah yang ditunjang oleh peningkatan daya beli masyarakat. II-17

18 Pendapatan Negara dan Hibah Prediksi penerimaan cukai tahun 2008 dibuat dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, elastisitas permintaan terhadap kenaikan harga dan kebijakan yang ditetapkan atas Harga Jual Eceran (HJE) dan Tarif. Sasaran penerimaan cukai tahun 2008 dilandasi data empiris pertumbuhan nominal produksi barang kena cukai (BKC), khususnya produksi hasil tembakau sebesar 4,5 persen, dan diasumsikan tidak ada beban tambahan dalam bentuk perubahan tarif atau harga jual eceran. Demikian juga dengan rencana penerimaan pajak lainnya dalam RAPBN-P tahun 2008 ditargetkan akan mencapai Rp3.341,7 miliar, atau meningkat sebesar Rp397,1 miliar (13,5 persen) bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN Peningkatan rencana penerimaan pajak lainnya ini selain disebabkan pertimbangan kesadaran masyarakat semakin meningkat dalam memenuhi kewajiban perpajakan, khususnya Bea Meterai, juga perkiraan akan semakin membaiknya administrasi perpajakan. Dari pajak perdagangan internasional, sasaran penerimaan bea masuk dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan akan mencapai Rp17.880,3 miliar. Jumlah ini berarti menurun sebesar Rp60,5 miliar (0,3 persen) bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan Bea Masuk yang dianggarkan dalam APBN tahun Penurunan bea masuk tersebut disebabkan karena adanya fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan untuk mendukung investasi dan kebutuhan stabilisasi harga pangan. Sementara itu, penerimaan bea keluar dalam RAPBN-P tahun 2008 direncanakan sebesar Rp10.811,3 miliar. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan sebesar Rp6.745,4 miliar atau 165,9 persen bila dibandingkan dengan target penerimaan bea keluar dalam APBN tahun Kenaikan bea keluar tersebut terutama dipengaruhi oleh penyesuaian tarif bea keluar kelapa sawit, CPO dan produk turunannya sebagai langkah yang diambil oleh Pemerintah untuk menjamin kebutuhan bahan baku industri minyak goreng, serta menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri. Di samping itu, Pemerintah juga berencana untuk melakukan ekstensifikasi bea keluar bagi komoditi pertambangan tertentu. Penerimaan bea keluar dalam implementasinya memiliki fungsi budgeter dan fungsi regulasi. Sebagai fungsi budgeter, penerimaan bea keluar diharapkan setiap tahunnya dapat terus meningkat. Namun dalam pelaksanaannya fungsi bea keluar lebih ditekankan sebagai regulasi. Oleh karena itu efektivitas kebijakan bea keluar tidak hanya dilihat dari tercapainya target penerimaan bea keluar dalam APBN, tetapi juga dilihat dari tercapainya tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar. Dengan diberlakukannya UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, maka mulai tahun 2008 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertanggung jawab atas pemungutan bea keluar. Adapun tujuan dari kebijakan pengenaan bea keluar sesuai PP Nomor 35 Tahun 2005 adalah: (i) menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri; (ii) melindungi kelestarian sumber daya alam; (iii) mengantisipasi pengaruh kenaikan harga yang cukup drastis dari barang ekspor tertentu di pasar internasional; dan (iv) menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri. II-18

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Pendapatan Negara dan Hibah Bab III BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 3.1 Umum Perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005-2008 menunjukkan adanya tren kenaikan dengan rata-rata

Lebih terperinci

REALISASI PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I 2012

REALISASI PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I 2012 REALISASI PENDAPATAN NEGARA SEMESTER I 2012 Penerimaan Perpajakan Dalam Semester I Tahun 2012 Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan semester I 2012 mencapai Rp456.774,0 miliar, atau 44,9 persen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan Negara Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.17 tahun 2003, penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Penerimaan negara berasal dari penerimaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Pendapatan Negara dan Hibah 2009 Bab III 3.1 Umum BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Dalam periode 2005 2007, realisasi pendapatan negara dan hibah menunjukkan perkembangan yang pesat, yaitu dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) No. 4848 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013 EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO PENERIMAAN NEGARA Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari APBN Sumber-sumber Penerimaan Negara Jenis-jenis Penerimaan Negara Penerimaan pemerintah dapat diartikan sebagai penerimaan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011

OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011 OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011 Pendahuluan Perkembangan pada perekonomian domestik dan eksternal menyebabkan perkembangan ekonomi makro tidak sesuai lagi dengan asumsi yang digunakan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5

PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5 PEREKONOMIAN INDONESIA APBN dan Peran Pemerintah Materi 5 Tujuan pembelajaran: Mahasiswa dapat memahami Pengertian dan Dasar Hukum APBN, Fungsi APBN, Prinsip APBN, Prinsip Penyusunan dan Azas APBN, Sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS

KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS Pendahuluan Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendefinisikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum

Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum PENGATURAN MENGENAI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DALAM BIDANG PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA Oleh : Subdit Analisis Hukum, Ditama Binbangkum A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Abstrak Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah. Namun dalam APBN terdapat istilah Pajak Ditanggung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) No. 63, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2003 (26/2003) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH Pendapatan, Hibah, Belanja Pemerintah Sesi 4 Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. SIKLUS APBN & ASUMSI DASAR EKONOMI Tujuan Pembelajaran

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 of 41 1/31/2013 12:38 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas 41 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MELALUI KPPN DAN BUN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MELALUI KPPN DAN BUN LAPORAN REALISASI ANGGARAN APATAN NEGARA DAN HIBAH APATAN NEGARA DAN HIBAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MELALUI KPPN DAN BUN 15 KEMENTERIAN KEUANGAN - - UNTUK TRIWULAN YANG BERAKHIR 31 MARET 216 APATAN KD.

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Surabaya, 8 Oktober 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER DAYA ALAM?

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 015 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - HAL PROG. ID : lui_pend01 % REAL. PEND

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 015 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - HAL PROG. ID : lui_pend01 % REAL. PEND KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 15 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - KODE U R A I A N 1 2 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Makalah Penerimaan Negara

Makalah Penerimaan Negara Makalah Penerimaan Negara Disusun Oleh: Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III Latar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A RU RRY A NDRYA NDA S T I A B A N T E N 2 0 1 6 1 APARATUR NEGARA Negara memerlukan dana yang cukup untuk membiayai pengeluarannya, baik yang sifatnya rutin maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1278, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Daerah. Pengalokasian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.07/2013 TENTANG PENGALOKASIAN

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SOAL APBN DAN PAJAK MONETER

SOAL APBN DAN PAJAK MONETER SOAL APBN DAN PAJAK MONETER 1. Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Negara tahun 2005 diatur berdasarkan. a. UUD 1945 pasal 23 b. UUD 1945 pasal 33 c. UU No. 17 tahun 2003 d. UU RI No. 16 tahun 1994

Lebih terperinci

Peranan Sektor Migas sebagai Sumber Pendapatan APBN dan APBD. Disampaikan pada Diskusi Publik IESR Jakarta, 23 September 2015

Peranan Sektor Migas sebagai Sumber Pendapatan APBN dan APBD. Disampaikan pada Diskusi Publik IESR Jakarta, 23 September 2015 Peranan Sektor Migas sebagai Sumber Pendapatan APBN dan APBD Disampaikan pada Diskusi Publik IESR Jakarta, 23 September 2015 2 Outline 1. Perkembangan Lifting Migas, dan Cost Recovery 2. Perkembangan Harga

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN PNBP DAN TANTANGAN KEDEPAN

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN PNBP DAN TANTANGAN KEDEPAN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN DAN TANTANGAN KEDEPAN JAKARTA, 30 NOVEMBER 2017 Landasan Filosofis Pengelolaan Tujuan negara dalam

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. BAB I 1 P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci