BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005"

Transkripsi

1 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali, tercermin dari relatif terkendalinya nilai tukar rupiah, laju inflasi, dan suku bunga; serta terjaganya cadangan devisa, tantangan pokok yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia pada tahun 2005 masih besar. Pertama adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama untuk memecahkan masalah-masalah sosial mendasar yaitu pengangguran dan kemiskinan. Tantangan ini cukup berat mengingat kondisi sektor riil yang belum sepenuhnya pulih secara berkelanjutan, ditandai oleh pemulihan investasi dan perbaikan ekspor non-migas yang masih sangat awal. Meskipun dalam tahun 2004, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 15,7 persen; pada tahun-tahun sebelumnya (tahun ) investasi hanya tumbuh rata-rata sekitar 3,5 persen per tahun; jauh di bawah rata-rata sebelum krisis (tahun ) yaitu sebesar 10,6 persen per tahun. Minat investasi, yang tercermin dari nilai persetujuan PMDN dan PMA, juga masih lemah kecuali tahun 2000 yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang sangat tinggi. Pada tahun 2004, nilai persetujuan PMA dan PMDN justru menurun masing-masing sebesar 26,8 persen dibandingkan tahun Sumbangan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1995 dapat dilihat pada Grafik II.1. II -1

2 Grafik II.1. SUMBANGAN INVESTASI THD PERTUMBUHAN % Pertumbuhan Ekonomi Sumbangan PMTB Selanjutnya, meskipun nilai ekspor nonmigas pada tahun 2004 mampu tumbuh 11,5 persen; dalam tahun-tahun sebelumnya (tahun ) hanya tumbuh rata-rata sekitar 4,7 persen per tahun; jauh di bawah rata-rata sebelum krisis yaitu sekitar 22,6 persen per tahun. Peningkatan ekspor non-migas tahun 2004 yang relatif tinggi lebih didorong oleh permintaan dunia yang kuat, dengan perekonomian dunia yang tumbuh sekitar 5 persen, dan meningkatnya harga komoditi ekspor di pasar internasional. Rendahnya investasi dan melambatnya kinerja ekspor non-migas mengakibatkan masih lambatnya pertumbuhan sektor industri. Meskipun dalam tahun 2004, industri pengolahan non-migas tumbuh 7,7 persen, dalam tahun hanya tumbuh rata-rata sekitar 5,5 persen per tahun (harga konstan tahun 2000); jauh di bawah sebelum krisis yaitu sekitar 11,5 persen per tahun ( ). Kedua adalah meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Dengan jumlah pengangguran yang semakin bertambah, kualitas pertumbuhan perlu ditingkatkan agar kegiatan ekonomi yang terdorong dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih besar dan mengurangi jumlah penduduk miskin. II -2

3 Sejak krisis, kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja makin menurun. Dalam tahun , untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi ribu orang; sedangkan dalam tahun 1996 untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu diciptakan lapangan kerja bagi sekitar 480 ribu orang. Pada tahun 2004, jumlah pengangguan terbuka meningkat menjadi 10,3 juta jiwa (9,9 persen dari total angkatan kerja). Tantangan ini semakin berat dengan pemulangan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia menjelang akhir tahun 2004 yang lalu. Kemampuan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dapat dilihat pada Grafik II.1. Ribu Orang Grafik II.2. PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA Per 1% Pertumbuhan Ekonomi Dengan bertambahnya pengangguran terbuka, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih cukup besar. Meskipun menunjukkan kecenderungan menurun dibandingkan saat terjadinya krisis, penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2004 masih berjumlah sekitar 36,1 juta jiwa (16,6 persen). Upah riil buruh tani sebagai salah satu indikator kemiskinan juga menunjukkan perkembangan yang relatif stagnan. Perkembangan jumlah penduduk miskin tahun dapat dilihat pada Grafik II.3. II -3

4 Juta Orang Grafik II.3. PENDUDUK MISKIN Persentase (%) Juta Orang Persentase Ketiga adalah menjaga stabilitas ekonomi berkaitan dengan masih tingginya harga minyak dunia yang akan memberi dampak pada penyesuaian harga BBM di dalam negeri dan pada gilirannya akan memberi tekanan pada inflasi. Selanjutnya kenaikan inflasi dan kecenderungan meningkatnya suku bunga internasional akan menahan penurunan suku bunga yang terjadi sejak awal tahun Untuk menghadapi tantangan-tantangan pokok tersebut di atas perlu ditempuh strategi pokok sebagai berikut. Dengan kemampuan ekspansi fiskal dan moneter yang terbatas, pertumbuhan ekonomi perlu didorong dengan meningkatkan peranan masyarakat dalam pembangunan. Dalam kaitan itu, upaya-upaya pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan iklim investasi yang mampu menarik penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri. Berbagai faktor pokok yang selama ini menghambat investasi antara lain prosedur perijinan yang panjang dan lama, ketidakpastian hukum, tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta antar sektor, iklim ketenagakerjaan yang belum kondusif bagi II -4

5 penciptaan iklim usaha yang sehat, administrasi perpajakan dan kepabeanan yang berbelit, perlu ditangani dengan segera. Pembenahan sektor riil ini semakin penting mengingat rupiah mengalami apresiasi riil relatif dibandingkan dengan mata uang negara-negara tetangga. Kedua, mendorong ekspor non-migas melalui peningkatan daya saing dan diversifikasi pasar komoditi ekspor. Peningkatan daya saing dalam jangka pendek dan menengah dilakukan dengan mengurangi berbagai kendala yang menghambat arus barang dan jasa, termasuk peraturan-peraturan daerah yang menghambat, serta dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan. Diversifikasi pasar komoditi ekspor perlu diperluas dengan mencari pasar baru di luar negara-negara industri maju terutama di negara-negara Asia sebagai kawasan yang tumbuh paling pesat dalam tiga puluh tahun terakhir ini. Dalam jangka menengah peningkatan daya saing perlu didorong oleh penerapan teknologi yang tepat dan mampu meningkatkan nilai tambah bagi komoditi ekspor nasional. Keempat, mendorong fungsi intermediasi perbankan agar memberi tekanan yang lebih besar pada kegiatan investasi dan produksi. Sebagaimana sudah diuraikan dalam Bab I bahwa meskipun pemberian kredit oleh perbankan kepada masyarakat meningkat, namun penyalurannya lebih banyak pada kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dibandingkan dengan kegiatan investasi dan produksi. Sampai dengan bulan Desember 2004, peranan kredit konsumsi meningkat menjadi 27,3 persen; jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1996 (10,3 persen). Secara keseluruhan rasio kredit terhadap PDB masih lebih rendah dibandingkan sebelum krisis. Perkembangan rasio kredit terhadap PDB dapat dilihat pada Grafik II.4. II -5

6 % Grafik III.4. RASIO KREDIT TERHADAP PDB Dalam kaitan itu, upaya untuk mendorong penyaluran kredit perbankan perlu ditingkatkan antara lain dengan mendorong lebih lanjut penurunan suku bunga pinjaman yang saat ini dihadapkan pada kecenderungan meningkatnya suku bunga deposito terutama dengan mengurangi biaya intermediasi (intermediary cost) yang saat ini masih cukup tinggi tinggi. Upaya penurunan biaya intermediasi juga didorong dengan melakukan pembenahan di sektor riil untuk memperkecil resiko penyaluran kredit. Ketiga, mengembangkan insentif yang tepat dalam menarik investasi dan mendorong ekspor. Selain melalui penyederhanaan perpajakan, tarif dan insentif perpajakan perlu ditinjau agar mampu bersaing dengan negara-negara lain untuk menarik investasi. Disamping itu zona-zona ekonomi khusus dan kebijakan spasial perlu dikembangkan dalam rangka mendorong kawasankawasan strategis dan cepat tumbuh agar tidak saja memberi manfaat bagi penguatan ekonomi nasional tetapi juga memberi peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat di daerah (lihat Bab III tentang Investasi). Kelima, meningkatkan ketahanan fiskal untuk menutup financing gap yang timbul sebagai akibat meningkatnya inflasi dan subsidi BBM. Ketahanan II -6

7 fiskal tersebut perlu didukung oleh stabilitas moneter dan keseimbangan eksternal melalui koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang makin terpadu tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan yang sudah ada. Keenam, menjaga stabilitas moneter dan ketahanan sektor keuangan berkaitan dengan perubahan kebijakan moneter negara-negara industri maju dari kebijakan moneter yang relatif longgar kepada kebijakan moneter yang lebih ketat. Perubahan ini dapat mengakibatkan arus modal, terutama jangka pendek, yang masuk ke Indonesia ke luar kembali. Selain arus modal yang sifatnya jangka panjang perlu segera didorong masuk untuk mengamankan neraca pembayaran, mekanisme dari Indonesia Financial Safety Net yang mengkoordinasikan otoritas kebijakan moneter, otoritas kebijakan fiskal, otoritas pengawasan lembaga keuangan dan pasar modal, serta otoritas lembaga penjamin simpanan perlu segera dijabarkan agar meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan Indonesia dalam menangani gejolak moneter yang mungkin timbul. Ketujuh, meningkatkan kualitas pertumbuhan yang mampu mengurangi beban pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Kebijakan ketenagakerjaan perlu menekankan pada 3 (tiga) upaya pokok, yaitu mengendalikan kenaikan UMP agar tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan laju inflasi; memastikan agar biaya-biaya non-ump mengarah pada peningkatan produktivitas tenaga kerja; serta meningkatkan perlindungan TKI di luar negeri. Selain melalui penciptaan lapangan kerja, upaya mengurangi jumlah penduduk miskin perlu didorong dengan peningkatan efektivitas dalam pelaksanaan program-program pengentasan kemiskinan, termasuk program pemberdayaan masyarakat miskin, serta dengan pelibatan secara aktif pemerintah daerah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di daerahnya. II -7

8 Terkait dengan sasaran penurunan jumlah pengangguran dan penduduk miskin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun yaitu menurunnya jumlah pengangguran terbuka dan penduduk miskin masing-masing menjadi 5,1 persen dan 8,2 persen pada tahun 2009, program pembangunan perdesaan dan revitalisasi pertanian perlu mendapat perhatian yang sangat serius mengingat sebagian besar penganggur terbuka dan kemiskinan berada di perdesaan. Upaya untuk menarik pengangguran terbuka dan menurunkan jumlah penduduk miskin melalui kegiatan industri yang ada di perkotaan diperkirakan tidak akan mampu mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam kaitan itu kegiatan industri di pedesaan dan off-farm lainnya perlu ditingkatkan untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dalam jangka menengah, upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran dan penduduk miskin perlu didorong dengan kebijakan spasial yaitu dengan mendorong pembangunan di luar Jawa. Tanpa adanya upaya ini, pembangunan akan terus-menerus hanya memecahkan masalah-masalah pembangunan jangka pendek yang relatif terpusat di Jawa. Upaya-upaya pokok tersebut di atas membutuhkan stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum yang memadai agar dapat memelihara kepercayaan masyarakat yang sudah meningkat setelah pelaksanaan pemilihan umum. B. LINGKUNGAN GLOBAL DAN DOMESTIK Pada tahun 2005, perekonomian dunia diperkirakan sedikit melambat dengan dengan berkurangnya stimulus fiskal, kenaikan suku bunga sebagai akibat dari perubahan kebijakan moneter dari negara-negara industri maju, masih tingginya harga minyak dunia, serta diperlambatnya pertumbuhan RRC secara bertahap untuk mengurangi ekspansi investasinya yang berlebihan. II -8

9 Meningkatnya suku bunga di negara-negara industri maju diperkirakan akan mempengaruhi komposisi arus masuk modal swasta termasuk ke kawasan Asia. Meskipun arus modal swasta jangka panjang (neto) pada tahun 2005 diperkirakan relatif tetap yaitu sekitar US$ 77,5 miliar, namun arus modal jangka pendek diperkirakan sedikit menurun. Secara keseluruhan arus masuk modal swasta (neto) ke negara-negara emerging market diperkirakan turun dari US$ 79,8 miliar pada tahun 2004 menjadi US$ 8,6 miliar pada tahun Dalam tahun 2005, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat menjadi 4,3 persen. Perekonomian negara industri maju diperkirakan tumbuh 2,9 persen dengan perekonomian AS dan Jepang, sebagai mitra dagang utama Indonesia, yang diperkirakan tumbuh masing-masing sekitar 3,5 persen dan 2,3 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia yang sedikit melambat akan mempengaruhi volume perdagangan dunia. Permintaan impor negara-negara industri maju pada tahun 2004 diperkirakan melambat dengan pertumbuhan sekitar 5,6 persen termasuk dari negara-negara berkembang. Meskipun permintaan negara-negara industri maju melambat, pertumbuhan ekspor negara berkembang diperkirakan tetap tinggi, yaitu sekitar 10,6 persen pada tahun Secara keseluruhan volume perdagangan dunia diperkirakan meningkat menjadi 7,2 persen pada tahun 2005 atau sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2004 yaitu 8,8 persen. Melambatnya volume perdagangan dunia pada tahun 2005 akan menurunkan harga komoditi non-migas di pasar internasional sekitar 3,9 persen. Sedangkan harga ekspor minyak mentah diperkirakan tetap tinggi yaitu sekitar US$ 37,5/barel relatif sama dengan tahun II -9

10 Berbagai perkembangan di atas diperkirakan tetap mendorong kinerja ekspor nasional yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu lingkungan domestik tahun 2005 diperkirakan akan membaik apabila tingkat harapan masyarakat dengan terlaksananya pemilihan umum yang memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden secara langsung terpelihara dengan baik. Pelaksanaan ketujuh upaya pokok tersebut di atas dalam lingkungan eksternal dan domestik sebagaimana yang diuraikan di atas diperkirakan akan menghasilkan besaran-besaran ekonomi makro sebagai berikut. NILAI TUKAR RUPIAH DIPERKIRAKAN SEKITAR RP 9.000,- PER DOLLAR AS. Dengan terpeliharanya stabilitas politik dan keamanan, kurs rupiah ditentukan fundamental ekonomi yaitu oleh daya saing atau produktivitas nasional. Masih cukup besarnya cadangan devisa setelah dikurangi kewajiban pembayaran utang IMF diperkirakan dapat mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Pada tahun 2005, rata-rara nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 9.000,- per dollar AS. Kurs rupiah akan berpengaruh terhadap daya saing ekspor. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, nilai tukar rupiah tersebut relatif sedikit mengalami apreasiasi riil. Pada bulan September 2004, pada nilai tukar sebesar Rp 9.170,- per dolar AS, kurs rupiah mengalami depresiasi riil (sekitar 46 persen) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yaitu sekitar persen (1997:01 = 100). Ini menuntut pembenahanpembenahan lebih lanjut di sektor riil yang mampu meningkatkan daya saing ekspor nasional di pasar ekspor dunia. Perkembangan kurs riil rupiah relatif terhadap mata uang ringgit dan bath dapat dilihat pada Grafik II.5. II -10

11 Ringgit dan Bath Grafik II.5. DEPRESIASI RIIL RUPIAH, RINGGIT, BATH :11998:11999:12000:12001:12002:12003:12004:1 Rupiah Ringgit Bath Rupiah LAJU INFLASI DIPERKIRAKAN SEKITAR 8 PERSEN. Dengan kenaikan harga BBM di dalam negeri sebesar rata-rata 30 persen, laju inflasi tahun 2005 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun Dengan perkiraan nilai tukar rupiah yang relatif sama dengan tahun 2004, kenaikan harga BBM ratarata sebesar 30 persen tersebut akan memberi tambahan inflasi sebesar 2 persen. Dengan upaya untuk menjamin pasokan dan distribusi barang dan jasa, laju inflasi pada tahun 2005 diperkirakan mampu dikendalikan menjadi sekitar 8 persen. SUKU BUNGA SBI 1 BULAN DIPERKIRAKAN NAIK MENJADI SEKITAR 9,4 PERSEN. Meskipun laju inflasi relaif terkendali dan menurunnya premi resiko; namun kemungkinan naiknya suku bunga internasional akan mendorong naiknya suku bunga. Dengan laju inflasi sekitar 8 persen dan suku bunga riil sekitar 1,4 persen, suku bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2004 diperkirakan sekitar 9,4 persen. HARGA EKSPOR MINYAK MENTAH NASIONAL DIPERKIRAKAN SEKITAR US$ 35 PER BAREL. Masih belum menentunya situasi politik dan keamanan serta adanya gangguan produksi minyak pada beberapa negara penghasil II -11

12 minyak masih mengakibatkan tingginya harga minyak. Dalam tahun 2005, harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional diperkirakan mencapai sekitar US$ 35/barel. Beberapa besaran pokok yang mendasari proyeksi perekonomian tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel II. Sebagai berikut. Tabel II.1 BESARAN-BESARAN POKOK (% Perubahan) EKSTERNAL Pertumbuhan Ekonomi Dunia 3,0 3,9 5,0 4,3 Negara Industri Maju 1,6 2,1 3,6 2,9 Negara Emerging Asia 6,6 7,7 7,6 6,9 Volume Perdagangan Dunia 3,3 5,1 8,8 7,2 Impor Negara Industri Maju 2,6 3,7 7,6 5,6 Ekspor Negara Berkembang 6,6 10,9 10,8 10,6 Inflasi Negara industri maju 1,5 1,8 2,1 2,1 Negara Berkembang 6,0 6,1 6,0 5,5 Harga Komoditi Non Migas 0,6 7,1 16,8-3,9 LIBOR (6 bulan,%) 1,9 1,2 1,6 3,4 DOMESTIK Nilai Tukar rupiah (Rp/US$) Laju Inflasi 10,0 5,1 6,4 8,0 Harga Ekspor Minyak Mentah 23,7 27,9 37,6 35,0 Suku Bunga SBI 3 Bulan (%) 13,1 8,3 7,8 9,4 Sumber: World Economic Outlook, IMF, Sept (asumsi eksternal); Bappenas (asumsi Domestik) II -12

13 C. PROYEKSI EKONOMI TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI Dengan kondisi politik dan keamanan yang stabil selama dan setelah pelaksanaan Pemilihan Umum serta momentum pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada tahun 2004, perekonomian dalam tahun 2005 diperkirakan mampu tumbuh 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2004 (5,1 persen). Investasi dan ekspor barang dan jasa diperkirakan tetap menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan masing-masing sekitar 15,7 persen dan 7,3 persen. Sejalan dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan meningkat sebesar 15,4 persen. Sedangkan konsumsi masyarakat sedikit melambat sesuai dengan siklus politik setelah pemilihan umum dan dampak dari kenaikan harga BBM di dalam negeri. Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan tumbuh 2,9 persen pada tahun 2005 atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (4,1 persen) dengan kemungkinan adanya keterlambatan musim hujan. Adapun industri pengolahan non-migas diperkirakan mampu tumbuh 7,3 persen didorong oleh perbaikan iklim investasi dan meningkatnya ekspor non-migas. Sementara itu, sektor-sektor lain diperkirakan tumbuh 5,7 persen, lebih tinggi dari dari tahun sebelumnya. Dengan jumlah penduduk sekitar 218,2 juta orang pada tahun 2004, pendapatan rill per kapita dalam harga konstan tahun 1998 diperkirakan sama dengan tingkat sebelum krisis (tahun 1996). Gambaran ekonomi makro, perkiraan struktur ekonomi, dan proyeksi ekonomi triwulanan tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel II.2, Tabel II.3, dan Grafik II.6. II -13

14 Pertumbuhan PDB, Konsumsi RT (%) Grafik II.6. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI :1 2002:1 2003:1 2004:1 2005:1 Investasi Konsumsi RT PDB Pertumbuhan PMTB (%) 2. NERACA PEMBAYARAN Pada tahun 2005 diperkirakan terjadi penurunan surplus neraca transaksi berjalan menjadi 1,1 persen PDB dari 1,6 persen PDB tahun sebelumnya. Kinerja ekspor non-migas diperkirakan membaik yaitu tumbuh 6,0 persen dengan tetap terjaganya pertumbuhan perekonomian dunia serta didorong oleh berbagai langkah kebijakan termasuk penyederhanaan kepabeanan. Namun meningkatnya ekspor non-migas tersebut tidak dapat mengimbangi menurunnya penerimaan ekspor migas karena menurunnya harga ekspor minyak mentah, serta meningkatnya kebutuhan impor barang dan jasa seiring dengan meningkatnya investasi. Dengan tidak adanya fasilitas penjadwalan pembayaran utang luar negeri, terjadi defisit neraca arus modal sebesar US$ 0,9 miliar pada tahun 2005 dari yang semula surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada tahun Meningkatnya defisit neraca modal tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pembayaran pokok utang swasta. Untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran, efektivitas pengelolaan utang luar negeri pemerintah II -14

15 ditingkatkan sehingga penarikan pinjaman pada tahun 2005 meningkat menjadi US$ 3,7 miliar dari US$ 2,4 miliar pada tahun Dengan perkembangan tersebut, dalam tahun 2005 diperkirakan terjadi defisit neraca pembayaran sebesar US$ 1,4 miliar. Sejalan dengan meningkatnya kinerja ekspor, cadangan devisa diperkirakan naik dari US$ 36,3 miliar pada akhir tahun 2004 menjadi US$ 37,7 miliar pada akhir tahun Jumlah cadangan devisa tersebut diperkirakan cukup untuk membiayai 6,1 bulan impor (tidak termasuk pembayaran utang pemerintah). Perkiraan neraca pembayaran tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel III MONETER Stabilitas politik dan keamanan diperlukan pada tahun 2005 untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Kebijakan moneter dalam tahun 2005 perlu memberi ruang gerak bagi pemulihan sektor riil untuk mengimbangi dorongan dari kebijakan fiskal berkaitan dengan upaya untuk menurunkan defisit APBN dan stok utang pemerintah serta tidak didapatkannya lagi fasilitas penjadwalan utang melalui Paris Club. Melalui berbagai kombinasi instrumen antara lain operasi pasar terbuka (OPT), sterilisasi valuta asing, dan intervensi rupiah, jumlah uang beredar diharapkan tidak terlalu ketat tanpa mengabaikan pencapaian sasaran laju inflasi. Dalam kondisi politik dan keamanan yang diupayakan tetap stabil, jumlah uang primer dapat dikendalikan dengan pertumbuhan sekitar persen. Dengan nilai tukar rupiah yang tetap terjaga kestabilannya, kenaikan harga BBM di dalam negeri, serta terjaminnya pasokan dan distribusi barang laju inflasi pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 8 persen. Dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi dapat dilihat pada Boks II.1. II -15

16 BOKS II.1. EVALUASI DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM Tingginya harga minyak dunia sepanjang tahun 2004 hingga awal tahun 2005, serta tingginya konsumsi minyak dalam negeri menyebabkan besarnya beban subsidi yang harus disediakan. Guna menjaga kesinambungan fiskal dan keberpihakan kepada masyarakat miskin, pada awal bulan Maret 2005, pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM dalam negeri rata rata sebesar 29%. Tujuan kenaikan tersebut selain untuk mengurangi beban subsidi BBM serta mencegah pemborosan dan penyelundupan, juga untuk menjaga keberpihakan kepada masyarakat miskin. Kenaikan harga BBM tersebut memberi dampak yang bervariasi pada berbagai sektor perekonomian. Di sektor perhubungan terutama angkutan darat misalnya, kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan tarif angkutan sebesar 25-50%. Dampak kenaikan harga BBM yang cukup besar dialami oleh para nelayan mengingat komponen biaya BBM sangat besar dalam kegiatannya untuk mencari nafkah di laut. Biaya operasional saat melaut meningkat dari Rp menjadi Rp atau lebih. Kenaikan biaya operasional ini mengakibatkan ribuan nelayan mengurangi intensitasnya melaut. Kenaikan harga BBM di dalam negeri merupakan salah satu leading indicator yang cukup baik untuk memperkirakan laju inflasi. Berdasarkan perhitungan ekonometrik (Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro, 2002, Bappenas)maka setiap 1% kenaikan harga BBM akan memberi tambahan inflasi sekitar 0,085%. Sebagai catatan, model ini disusun dengan menggunakan basis data bulanan (monthly base) dan dimaksudkan untuk memperkirakan laju inflasi dalam setahun. Sementara itu, perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan tabel Input-Output Tahun 2000 memperkirakan kenaikan harga BBM sebesar ratarata 30% yang diikuti kenaikan biaya transportasi sebesar 10% (diluar biaya kenaikan listrik dan lainnya) memberi tambahan inflasi sekitar 1,6%. II -16

17 Terjaganya stabilitas politik dan keamanan serta meningkatnya kepastian hukum diperkirakan akan menurunkan premi resiko. Dengan terkendalinya laju inflasi serta masih rendahnya suku bunga internasional tersedia ruang gerak untuk menurunkan suku bunga. Dalam tahun 2005, suku bunga SBI 1 bulan diperkirakan sekitar 9,3 persen. 4. KEUANGAN NEGARA Kebijakan fiskal tahun 2004 dilaksanakan secara konsisten untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Stabilitas moneter yang relatif terjaga dengan baik akan memberikan sumbangan cukup besar bagi terciptanya ketahanan fiskal yang berkelanjutan. Stabilitas nilai tukar serta suku bunga dan tingkat inflasi yang rendah akan mengurangi beban pengeluaran negara. Sejalan dengan upaya menurunkan defisit anggaran secara bertahap, defisit tahun anggaran 2005 sebagai rasio dari PDB diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit anggaran akan dibiayai terutama dari dalam negeri yaitu dengan memanfaatkan dana pemerintah yang ada di Bank Indonesia, penjualan sisa aset BPPN, dan privatisasi BUMN. Sejalan dengan upaya untuk mengurangi stok utang luar negeri, pembiayaan luar negeri bersih diperkirakan negatif. Dalam rangka pengelolaan pinjaman dalam negeri, pelaksanaan program refinancing dan buy back perlu dilanjutkan. Dengan kenaikan harga BBM yang dilaksanakan tahun 2005, efektivitas dan efisiensi pengalokasian anggaran perlu ditingkatkan. Pengeluaran pembangunan diprioritaskan pada kegiatan yang mendesak, berdampak luas, serta mebuka kesempatan kerja yang luas. Adapun pendapatan negara terus diupayakan meningkat khususnya pajak dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan II -17

18 ekonomi. Peningkatan pendapatan pajak dilakukan melalui reformasi perpajakan yang mencakup perbaikan administrasi perpajakan. D. KONSEKUENSI PERTUMBUHAN EKONOMI 5,6 PERSEN Pertumbuhan ekonomi 5,6 persen pada tahun 2005 belum cukup memadai untuk memecahkan masalah-masalah sosial mendasar. Dengan pertumbuhan tersebut diperkirakan hanya tercipta lapangan kerja baru bagi 1,5 juta orang, lebih rendah dibandingkan tambahan angkatan kerja yaitu 1,6 juta orang. Dengan demikian, jumlah penganggur terbuka pada tahun 2004 diperkirakan bertambah sekitar 0,1 juta orang, menjadi 10,0 juta orang. Dalam kaitan itu, pemerintah perlu meninjau berbagai kebijakan di bidang ketenagakerjaan guna mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Pertumbuhan ekonomi yang rendah dalam jangka yang cukup panjang juga akan mempengaruhi ketahanan fiskal karena perekonomian menjadi kurang mampu untuk mengurangi beban pembangunan termasuk pembayaran utang. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran dan penduduk miskin dalam jangka menengah perlu didorong dengan kebijakan spasial terutama dengan membangun perdesaan yang didukung dengan pembangunan pertanian dan industrialisasi perdesaan. II -18

19 Tabel II.2. GAMBARAN EKONOMI MAKRO Realisas i Proyeksi Indikator Kualitas Pertumbuhan (Pemerataan) Pengangguran Terbuka Jumlah (juta orang) Jumlah Penduduk Miskin Jumlah (juta orang) % terhadap angkatan kerja Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi *) PDB per Kapita Harga Konstan ,919 6,144 7,136 7,391 7,673 8,002 Stabilitas Ekonomi Laju Inflasi, Indeks Harga Konsumen (%) Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) 8,425 10,241 9,375 8,578 8,928 8,900 Perubahan Kurs Rupiah Riil (%) Tahunan Terhadap Tahun 1996/ Neraca Pembayaran Transaksi Berjalan/PDB (%) Pertumbuhan Ekspor Nonmigas (%) Pertumbuhan Impor Nonmigas (%) Cadangan Devisa (US$ miliar) Keuangan Negara Keseimbangan Primer/PDB (%) Surplus/Defisit APBN/PDB (%) Penerimaan Pajak/PDB (%) Stok Utang Pemerintah/PDB (%) Utang Luar Negeri Utang Dalam Negeri Keterangan: *) Untuk tahun 2000 menggunakan seri PDB lama, sedangkan pertumbuhan tahun selanjutnya menggunakan seri PDB baru. II -19

20 Tabel II.3 PERKIRAAN STRUKTUR EKONOMI Realisas i Proyeksi Indikator Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran (%) *) Pertumbuhan Ekonomi 4,9 3, Konsumsi 2,0 3, Masyarakat 1,6 3, Pemerintah 6,5 7, Investasi 16,7 6, Ekspor 26,5 0, Impor 25,9 4, Pertumbuhan PDB Sisi Produksi (%) *) Pertanian 1,9 4, Industri Pengolahan 6,0 3, Nonmigas 7,0 4, Lainnya 5,3 4, Distribusi PDB (%) Pertanian 15,6 15, Industri Pengolahan 27,7 30, Nonmigas 23,8 26, Lainnya 56,7 54, Tenaga Kerja Kesempatan Kerja (juta orang) 89,8 90, Pertanian 40,5 39, Distribusi (%) 45, Industri Pengolahan 11,7 12, Distribusi (%) Lainnya 37, Distribusi (%) Pengangguran Terbuka (%) Jumlah (juta orang) 5,8 8, % terhadap angkatan kerja 6,1 8, Keterangan: *) Untuk tahun 2000 menggunakan seri PDB lama, sedangkan pertumbuhan tahun selanjutnya menggunakan seri PDB baru. II -20

21 Tabel II.3 PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) Realisas i Proyeksi Indikator Ekspor Migas Nonmigas (Pertumbuhan) Impor Migas Nonmigas (Pertumbuhan) Jasa-jasa Pembayaran Bunga Pinjaman Pemerintah Transaksi Berjalan Neraca Arus Modal Pemerintah Arus Masuk Arus Keluar Swasta PMA Neto Portofolio Lainnya Execptional Financing IMF Neto Penjadwalan Hutang (Rescheduling) Surplus/Defisit (Overall Balance) Cadangan Devisa (Dalam Bulan Impor) Cadangan Devisa Bersih Utang Luar Negeri Pemerintah Swasta II -21

22 Tabel II.4 KEBUTUHAN INVESTASI DAN SUMBER PEMBIAYAAN (Rp triliun) Realisas i Proyeksi Indikator Kebutuhan Investasi (triliun Rp) a. Pemerintah persentase terhadap PNB (%) b. Masyarakat (termsk. perub. stok) persentase terhadap PNB (%) Sumber Pembiayaan (triliun Rp) Tabungan Dalam Negeri persentase terhadap PNB (%) a. Pemerintah persentase terhadap PNB (%) b. Masyarakat persentase terhadap PNB (%) Tabungan Luar Negeri persentase terhadap PNB (%) Tabungan - Investasi (S-I) Rasio Terhadap PNB (%) a. Pemerintah b. Masyarakat II -22

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 Dalam tahun 2003 stabilitas moneter tetap terkendali tercermin dari stabil dan menguatnya rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2006

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2006 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 26 Prospek ekonomi tahun 26 diperkirakan lebih baik dari tahun 25 meskipun tekanan eksternal masih cukup berat berupa harga minyak dunia yang diperkirakan masih tinggi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2003 2005 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2003 2005 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2003 dan dua tahun

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/22 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 22 Mengawali tahun 22, kepercayaan masyarakat kembali meningkat seperti yang tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak

ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak ANALISIS STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Abstrak Neraca pembayaran yaitu catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk suatu negara dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap aliran modal asing, tekanan internasionalpun semakin besar. Rentannya sistem keuangan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2006,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci