BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN"

Transkripsi

1 BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2004 dan dua tahun berikutnya. Uraian dimulai dengan gambaran singkat perekonomian tahun 2002 hingga bulan April 2003 dan perkiraan keseluruhan tahun 2003; dilanjutkan dengan arah kebijakan ekonomi makro dan prospeknya tahun A. Gambaran Singkat Perekonomian Tahun 2002 hingga April 2003 dan Perkiraan Keseluruhan Tahun 2003 Perekonomian Indonesia pada tahun 2002 hanya tumbuh 3,7 persen; lebih rendah dari sasaran yang diinginkan yaitu sekitar 4,0 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor pertanian yang tumbuh sekitar 1,7 persen; sedangkan industri pengolahan hanya tumbuh sekitar 4,0 persen. Dari sisi pengeluaran, perekonomian tahun 2002 lebih banyak didorong oleh konsumsi masyarakat dan pemerintah yang tumbuh masing-masing sekitar 4,7 persen dan 12,8 persen. Sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) serta ekspor barang dan jasa tumbuh negatif berturut-turut sekitar 0,2 persen dan 1,2 persen. Ringkasan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 dapat dilihat pada tabel berikut. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002 (%) PDB 4,9 3,4 3,7 PDB Nonmigas 5,3 4,2 3,9 Konsumsi Rumah Tangga 1,6 4,4 4,7 Konsumsi Pemerintah 6,5 9,0 12,8 Pembentukan Modal Tetap Bruto 16,7 7,7-0,2 Ekspor Barang dan Jasa 26,5 1,9-1,2 Impor Barang dan Jasa 25,9 8,1-8,3 Pertanian 1,9 1,0 1,7 Industri 6,0 4,1 4,0 Industri Nonmigas 7,0 5,0 4,2 Lainnya 5,3 3,8 4,0 Sumber: BPS Dengan perkiraan jumlah penduduk sekitar 212 juta orang, PDB per kapita tahun 2002 dalam harga konstan tahun 1998 mencapai Rp5,1 juta; masih lebih rendah dari sebelum krisis yaitu sekitar Rp5,4 juta pada tahun Dengan nilai tukar rata-rata tertimbang sebesar Rp9.967,-/US$, pendapatan per kapita tahun 2002 II 1

2 mencapai sekitar US$ 811, masih jauh lebih rendah dibandingkan tahun 1996 sekitar US$ Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sekitar 3,7 persen tersebut tidak cukup untuk menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi tambahan angkatan kerja baru. Pada tahun 2002, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,1 juta jiwa (9,1 persen dari total angkatan kerja) meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,0 juta orang (8,1 persen dari total angkatan kerja). 1 Pertumbuhan ekonomi yang rata-rata rendah selama tahun tidak mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2002, jumlah penduduk miskin diperkirakan sekitar 38,4 juta jiwa (18,2 persen); atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2000 yaitu sekitar 37,3 juta jiwa (19,0 persen). 2 Meskipun dalam tahun 2002 perekonomian tumbuh lebih lambat dari yang diharapkan, stabilitas moneter tetap terkendali dengan baik. Nilai tukar rupiah menguat dari Rp10.400,-/US$ pada akhir tahun 2001 menjadi Rp8.940,-/US$ pada akhir tahun Stabilnya kondisi politik dan keamanan dalam negeri serta menguatnya rupiah membantu pengendalian uang beredar yang pada gilirannya membantu mengendalikan kenaikan harga barang dan jasa. Dalam keseluruhan tahun 2002, laju inflasi mencapai 10,0 persen, lebih rendah dari tahun 2001 (12,5 persen). Laju inflasi yang menurun memberi gerak bagi penurunan suku bunga. Suku bunga SBI 1 bulan secara bertahap menurun dari 17,6 persen pada akhir tahun 2001 menjadi 12,9 persen pada akhir tahun Di sektor eksternal, perekonomian dunia yang masih dalam pemulihan dari resesi tahun 2001 ikut mempengaruhi kinerja ekspor. Dalam keseluruhan tahun 2002, penerimaan ekspor hanya mencapai US$ 58,0 miliar. Dengan pengeluaran impor sekitar US$ 34,8 miliar dan defisit neraca jasa sekitar US$ 15,9 miliar, neraca transaksi berjalan pada tahun 2002 mengalami surplus sekitar US$ 7,3 miliar. Dalam tahun 2002, defisit neraca modal menurun menjadi US$ 6,4 miliar; lebih rendah dari tahun 2001 sebesar US$ 10,5 miliar. Penurunan terutama disebabkan oleh masuknya arus modal swasta lainnya yang mengalami surplus sekitar US$ 3,1 miliar. Dengan surplus neraca pembayaran sekitar US$ 3,7 miliar, cadangan defisa pada akhir tahun 2002 mencapai US$ 32,0 miliar atau cukup untuk membiayai impor selama 7,6 bulan. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan fiskal, defisit APBN dapat diturunkan dari 2,8 persen PDB pada tahun 2001 menjadi 1,7 persen pada tahun 2002 dan stok utang pemerintah menurun dari 87,7 persen PDB pada tahun 2001 menjadi 81,2 persen PDB pada tahun Memasuki tahun 2003, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik (TDL), dan tarif telpon. Aksi masyarakat di berbagai daerah menentang kenaikan harga barang-barang sempat melemahkan nilai tukar rupiah. 1 2 Pengganguran terbuka adalah penduduk usia kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan; atau penduduk sedang mempersiapkan usaha; atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan; atau penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Termasuk angka estimasi untuk provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. II 2

3 Adanya intervensi Bank Indonesia, cepatnya respon pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan harga, serta adanya sentimen positif yaitu disetujuinya paket bantuan bagi Indonesia senilai US$ 3,1 miliar (dengan rincian US$ 2,7 miliar berupa pinjaman lunak dan US$ 0,4 miliar berupa hibah) dalam forum CGI menguatkan kembali nilai tukar rupiah menjadi Rp8.876,-/US$ pada akhir bulan Januari Pecahnya perang AS Irak tersebut sempat melemahkan nilai tukar rupiah hingga mencapai Rp9.120,-/US$ pada minggu keempat bulan Maret Namun sejalan dengan penguatan nilai tukar mata uang regional seperti Yen dan Euro terhadap US$, nilai tukar rupiah menguat hingga mencapai Rp8.675,-/US$ pada akhir bulan April Stabilnya nilai tukar rupiah selama empat bulan pertama (Januari April) 2003 membantu pengendalian jumlah uang beredar. Posisi uang primer terus menurun dari Rp138,3 triliun pada akhir bulan Desember tahun 2002 hingga mencapai Rp125,0 triliun pada akhir bulan April Relatif stabilnya nilai tukar rupiah serta terkendalinya pertumbuhan uang primer, membantu stabilitas harga rata-rata barang dan jasa. Sampai dengan empat bulan pertama (Januari April) tahun 2003 laju inflasi mencapai 0,92 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 3,26 persen. Terkendalinya laju inflasi memberi ruang gerak bagi turunnya suku bunga. Suku bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan terus menurun dari 12,9 persen pada akhir bulan Desember 2002 menjadi 11,1 persen pada akhir bulan April Kecenderungan menurunnya tingkat suku bunga SBI 1 bulan diikuti pula oleh tingkat bunga deposito. Suku bunga deposito 1 dan 3 bulan masing-masing turun dari 12,8 persen dan 13,6 persen pada akhir bulan Desember 2002 menjadi 11,9 persen dan 12,9 persen pada akhir bulan Maret Meskipun demikian suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi relatif tetap pada periode yang sama. Sementara itu, nilai ekspor selama tiga bulan pertama (Januari Maret) tahun 2003 mencapai US$ 14,9 miliar atau naik 15,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor migas dan non-migas masing-masing meningkat sebesar 39,1 persen dan 9,7 persen. Peningkatan ekspor migas disebabkan kenaikan pada ekspor minyak mentah; hasil minyak; dan gas masing-masing sebesar 29,9 persen; 78,9 persen; dan 38,8 persen. Peningkatan nilai ekspor minyak mentah disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia terkait dengan pecahnya perang AS Irak. Menurut penggolongan sektor, kenaikan ekspor non-migas berasal dari komoditi pertanian; industri; dan pertambangan dan lainnya yang masing-masing sebesar 13,3 persen; 7,5 persen; dan 37,8 persen. Sedangkan berdasarkan golongan barang HS 2 digit, kenaikan ekspor non-migas didorong oleh kenaikan pada hampir seluruh komoditas kecuali mesin-mesin/pesawat mekanik; pakaian jadi bukan rajutan; serta perabotan, penerangan rumah. II 3

4 Hingga tiga bulan pertama (Januari Maret) tahun 2003, Amerika Serikat dan Jepang masih merupakan negara-negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai masing-masing mencapai US$ 1,6 miliar atau berturut - turut turun sebesar 4,7 persen dan naik 12,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam periode yang sama, ekspor ke RRC mencapai US$ 569,4 juta atau meningkat 47,7 persen. Hingga tiga bulan pertama tahun 2003 total nilai impor mencapai US$ 8,6 miliar atau 29,4 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 36,7 persen dan 27,4 persen. Berdasarkan penggolongan penggunaan barang, kenaikan impor non-migas didorong oleh kenaikan impor barang konsumsi; bahan baku/penolong; dan barang modal masing-masing sebesar 28,2 persen; 33,8 persen; dan 5,8 persen. Sedangkan berdasarkan golongan barang (HS 2 digit) kenaikan impor non-migas didorong oleh hampir seluruh golongan barang kecuali bahan kimia organik serta kendaraan dan bagiannya yang masing-masing turun sekitar 17,9 persen dan 25,1 persen. Fungsi intermediasi perbankan terus membaik, meskipun belum sepenuhnya pulih. Pada akhir bulan Maret 2003, jumlah kredit yang disalurkan melalui sistem perbankan nasional mencapai Rp376,1 triliun atau meningkat 24,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan total dana yang berhasil dihimpun pada akhir bulan Maret 2003 mencapai Rp838,7 triliun atau meningkat 5,5 persen dibandingkan akhir bulan Maret Seiring dengan berjalannya fungsi intermediasi perbankan, kinerja sektor riil juga mengalami peningkatan. Dalam tiga bulan pertama tahun 2003, total penjualan mobil dan sepeda motor meningkat masing-masing 11,4 persen dan 24,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya; penjualan listrik naik 1,2 persen; sedangkan penjualan semen naik 0,2 persen. Berdasarkan perkembangan hingga April 2003 tersebut, stabilitas ekonomi dan moneter diperkirakan tetap terkendali. Dalam keseluruhan tahun 2003, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil pada kisaran Rp8.200 Rp9.000 per dolar AS; serta laju inflasi diperkirakan mencapai 7 9 persen. Dengan stabilitas ekonomi yang semakin mantap serta didukung oleh stabilitas politik dan kemanan yang tetap terpelihara maka pertumbuhan ekonomi nasional dalam tahun 2003 diperkirakan mampu mencapai 3,5 4,0 persen. B. Arah Kebijakan Ekonomi Makro Meskipun kinerja perekonomian nasional tahun 2003 diperkirakan membaik, masih terdapat berbagai ketidakpastian yang dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi. Di sisi eksternal, hingga April 2003 perekonomian dunia masih dibayangi oleh ketidakpastian akibat konflik di Timur Tengah paska perang AS Irak dan merebaknya SARS sehingga proses pemulihan perekonomian dunia relatif melambat. II 4

5 Secara keseluruhan perekonomian dunia pada tahun 2003 diperkirakan tumbuh 3,2 persen (World Economic Outlook, IMF, April 2003) atau lebih rendah 0,5 persen dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya (September, 2002). Volume perdagangan dunia diperkirakan tumbuh 4,3 persen, lebih rendah 1,8 persen dari perkiraan sebelumnya. Dari sisi internal, pemulihan ekonomi Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah pokok antara lain: (i) belum pulihnya investasi; (ii) belum sepenuhnya pulih fungsi intermediasi perbankan, serta (iii) masih terbatasnya stimulus fiskal karena beratnya beban keuangan pemerintah untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang. Dengan berbagai masalah pokok yang berkembang dan yang harus segera ditangani dalam tahun 2003 dan tiga tahun berikutnya, maka kebijakan ekonomi makro pada tahun diarahkan untuk memelihara momentum yang sudah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam kaitan itu, langkah-langkah pokok yang ditempuh adalah sebagai berikut. Pertama, memelihara kesinambungan fiskal, stabilitas moneter, dan keseimbangan eksternal paska program IMF melalui koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang makin baik dan terpadu. Langkah ini ditempuh agar momentum pemulihan ekonomi yang sudah dicapai sampai tahun 2003 tidak terganggu oleh gejolak baru yang dapat membahayakan kepastian usaha pada khususnya dan ketahanan ekonomi pada umumnya. Kedua, mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan termasuk kepada sektor usaha yang siap dan memiliki resiko yang rendah. Di samping itu, dilakukan pula langkah untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan melalui peningkatan efektivitas pengawasan bank dan pengembangan stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan dapat berkesinambungan. Ketiga, meningkatkan iklim investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustainable growth) serta agar dapat menjamin kesinambungan pembangunan (sustainable development). Hal ini penting untuk ikut membantu memecahkan masalah-masalah sosial mendasar seperti penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Keempat, meningkatkan efektivitas peran institusi ekonomi dan lembaga pemerintah berikut pengawasan dalam menunjang tercapainya langkah-langkah di atas. Untuk meningkatkan efektivitas langkah-langkah pokok tersebut, ditempuh kebijakan-kebijakan sebagai berikut. Di sektor fiskal, kebijakan keuangan negara, sejalan dengan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan dalam GBHN , diarahkan pada upaya melanjutkan konsolidasi fiskal yang ditujukan untuk meringankan beban utang pemerintah dalam jangka menengah guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability). Hal ini dilakukan dengan tetap mengupayakan pemberian stimulus fiskal dalam batas-batas kemampuan keuangan negara guna mendukung proses pemulihan ekonomi, serta memantapkan proses desentralisasi dengan tetap II 5

6 mengupayakan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah sesuai asas keadilan, dan sepadan dengan besarnya kewenangan yang diserahkan oleh Pemerintah pusat kepada daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka meningkatkan pendapatan negara, kebijakan penerimaan negara terutama dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan, serta pembenahan administrasi perpajakan. Di sisi belanja negara, ditempuh kebijakan pokok sebagai berikut. Pertama, mengendalikan kenaikan gaji pegawai pada tingkat yang mampu mempertahankan pendapatan PNS secara riil. Kedua, mempertajam alokasi anggaran, termasuk mempertegas pembagian belanja antara pemerintah pusat dan daerah dengan tetap diarahkan untuk memelihara netralitas fiskal. Ketiga, mengamankan rencana penyerapan pinjaman luar negeri berikut pelunasan cicilan dan bunga pinjaman. Untuk pinjaman proyek, akan dimatangkan kesiapan proyek dan ditetapkan secara jelas mekanisme pinjaman daerah. Dengan demikian, jumlah anggaran negara yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dalam rangka mengamankan sisi pembiayaan, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, mengupayakan pencapaian target penerimaan privatisasi. Untuk itu, RUU BUMN diupayakan segera dapat ditetapkan dan disusun peraturan pelaksanaannya. Kedua, menyiapkan dan melaksanakan secepat mungkin pengalihan pengelolaan aset BPPN kepada institusi yang ditunjuk untuk mengamankan sasaran penerimaan dari penjualan aset tercapai. Ketiga, mengkoordinasikan rencana penggunaan dana simpanan pemerintah dengan kebijakan moneter yang secara bertahap diarahkan untuk menurunkan laju inflasi. Keempat, merencanakan penerbitan obligasi pemerintah dengan mempertimbangkan dampaknya pada ketersediaan dana masyarakat dan periode jatuh temponya obligasi agar likuiditas di dalam masyarakat tetap terjaga sekaligus menghasilkan yield obligasi yang tidak memberatkan dalam pembayaran bunganya. Kelima, mengamankan pipeline pinjaman luar negeri, baik berupa pinjaman proyek maupun program untuk mengamankan pembiayaan anggaran negara di tahun-tahun berikutnya. Di sektor moneter, upaya-upaya akan terus ditingkatkan bagi terciptanya kestabilan harga. Pada tahun 2004, sasaran inflasi diperkirakan sekitar 6 8 persen. Dalam dua tahun selanjutnya Bank Indonesia mempunyai komitmen untuk secara bertahap menurunkan inflasi menjadi sekitar 6 7 persen. Melalui langkah ini, proses disinflasi dilakukan secara bertahap sehingga target inflasi yang ditetapkan akan lebih realistis. Sejalan dengan meningkatnya kredibilitas kebijakan ekonomi, ekspektasi inflasi oleh masyarakat diharapkan akan terbentuk dengan merujuk perkiraan inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia tersebut. Proses disinflasi secara bertahap ini akan menghindarkan penerapan kebijakan moneter yang terlampau ketat yang dapat berdampak negatif bagi proses pemulihan ekonomi. Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut, kebijakan moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian uang primer agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Secara operasional, pengendalian moneter akan dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter terutama melalui operasi pasar terbuka (OPT) dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut juga didukung dengan melakukan sterilisasi valuta asing yang dimaksudkan untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan inflasi. Langkah ini akan dilakukan secara berhati- II 6

7 hati agar kestabilan harga tetap terjaga untuk mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung sehingga dalam jangka menengah-panjang dapat dicapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk terus meningkatkan keseimbangan eksternal ekonomi nasional, di sektor riil, kebijakan diarahkan pada program pengembangan ekspor nonmigas, pengembangan industri berkeunggulan kompetitif, dan penciptaan struktur produksi dan distribusi yang kukuh dan berkelanjutan. Peningkatan ekspor nonmigas menjadi prioritas sebagai andalan dalam jangka pendek bagi pemulihan ekonomi dan sebagai andalan dalam jangka menengah untuk mengakumulasi cadangan devisa. Sementara itu, industri berkeunggulan kompetitif juga diprioritaskan untuk dikembangkan untuk menghadapi persaingan, baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Sebagai konsekuensi pengembangan industri, struktur produksi dan distribusi yang kukuh dan berkelanjutan juga diprioritaskan karena pengembangan industri harus mencakup pengembangan seluruh mata rantai kegiatan produksi dan distribusi dari sektor penyedia bahan baku, pengolahan, hingga sektor jasa (primer, sekunder, dan tersier). Sementara itu, guna memulihkan fungsi intermediasi perbankan, sektor perbankan terus didorong untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor usaha yang siap dan memiliki resiko yang relatif rendah seperti ekspor dan UKM. Selain itu, kesehatan bank akan ditingkatkan dengan upaya untuk menurunkan angka NPL perbankan nasional. Sedangkan upaya untuk memperkuat infrastruktur perbankan nasional dilakukan dengan terus mendorong pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR. Selanjutnya, untuk meningkatkan ketahanan sektor keuangan, khususnya di sektor perbankan, prioritas utama kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan. Bank Indonesia akan memantapkan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam master plan peningkatan efektivitas pengawasan bank yang antara lain meliputi persyaratan dalam pendirian dan pemberian ijin perbankan, koordinasi antar otoritas pengawas, manajemen resiko, dan pengawasan atas dasar resiko. Upaya untuk memelihara CAR bank-bank yang telah mencapai 8 persen terus dilakukan khususnya terhadap pengaruh kemungkinan kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta menurunnya kualitas kredit. Disamping itu, dalam rangka memperkuat kelembagaan perbankan nasional akan dilakukan program pengembangan stabilitas sistem keuangan dengan kegiatan pokok meliputi: (a) pemantapan regulasi dan standar internasional terhadap seluruh lembaga, pasar, dan infrastruktur keuangan; (b) peningkatan riset dan surveilance terhadap aspek yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan; (c) peningkatan koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang terkait dengan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan nasional; serta (d) penjabaran mekanisme jaring pengaman sistem keuangan. Selain langkah-langkah tersebut, pemerintah juga akan menempuh beberapa langkah pokok antara lain mengharmoniskan peraturan perundangan di bidang pasar modal, dana pensiun, usaha perasuransian, dan perbankan dengan peraturan perundangan mengenai otoritas jasa keuangan (OJK) dan lembaga penjamin simpanan (LPS), serta menyiapkan langkah-langkah pengalihan tugas OJK dan LPS. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan sektor keuangan nasional dapat ditingkatkan ketahanannya. II 7

8 Selanjutnya, untuk mendorong investasi, pemerintah akan mengambil beberapa langkah pokok antara lain dengan memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mempercepat proses penyelesaian RUU Penanaman Modal agar segera dapat diundangkan selambatnya sebelum Pemilu tahun 2004; memperjelas kewenangan pusat dan daerah di bidang penanaman modal dengan mempercepat keluarnya peraturan pelaksana; menindaklanjuti penyederhanaan prosedur perizinan investasi melalui pelayanan satu atap (one roof service), sebagaimana yang disetujui Sidang Kabinet tanggal 25 November 2002; meningkatkan perlindungan investasi antara lain melalui pendayagunaan Tim Nasional Pengembangan Ekspor dan Perlindungan Investasi yang diketuai oleh Presiden RI yang merupakan tindak lanjut Sidang Kabinet tanggal 25 November 2002; meningkatkan konsistensi peraturan perundangan yang terkait dengan penanaman modal melalui sinkronisasi peraturan baik peraturan antar sektor ekonomi maupun antara pemerintah pusat dan daerah; serta menciptakan sistem insentif agar mampu bersaing dengan negara lain untuk menarik investasi pada sektor/bidang usaha dan lokasi tertentu. Peningkatan efektivitas peran institusi ekonomi dan lembaga pemerintah diharapkan dapat mewujudkan terlaksananya prinsip good governance (baik, bersih, dan berwibawa) pada penyelenggaraan tugas institusi dan birokrasi sehingga mampu mengantisipasi dinamika ekonomi dan tuntutan masyarakat yang makin berkembang serta mendorong penghapusan biaya rente ekonomi, serta korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Efektivitas dari langkah-langkah pokok dan kebijakan-kebijakan di atas sangat tergantung pada penciptaan lingkungan usaha yang kondusif bagi percepatan pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah penting lainnya antara lain: Pertama, menjaga stabilitas keamanan dan politik terutama menjelang Pemilihan Umum tahun Kedua meningkatkan kepastian hukum yang mendorong tumbuhnya kepastian usaha dan praktek usaha yang sehat. Ketiga melaksanakan prinsip penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance) dalam upaya mewujudkan birokrasi yang efisien dan mampu mengantisipasi dinamika ekonomi serta tuntutan masyarakat yang makin berkembang. C. Prospek Ekonomi Tahun Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2004 diperkirakan membaik dan tumbuh 4,1 persen, lebih tinggi dari tahun 2003 yang diperkirakan sekitar 3,2 persen. Perekononomian negara-negara industri paling maju (advanced economies) pada tahun 2004 diperkirakan tumbuh sekitar 2,9 persen dengan perekonomian Amerika Serikat sebagai motor penggerak diperkirakan tumbuh 3,6 persen didorong oleh kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar. Adapun perekonomian negara- II 8

9 negara berkembang pada tahun 2004 diperkirakan tumbuh 5,8 persen dengan perekonomian Asia terutama Cina sebagai penggeraknya. Perekonomian negaranegara berkembang di Asia diperkirakan tumbuh sekitar 6,5 persen; sedangkan Cina sekitar 7,5 persen. Perekonomian dunia yang membaik akan mendorong perdagangan dunia. Volume perdagangan dunia dalam tahun 2004 diperkirakan meningkat 6,1 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 4,3 persen. Impor negara-negara industri paling maju diperkirakan tumbuh sekitar 5,9 persen; sedangkan ekspor dari negara-negara berkembang diperkirakan akan tumbuh sekitar 7,6 persen. Dalam dua tahun berikutnya perekonomian dunia diperkirakan tumbuh lebih baik lagi sehingga akan mendorong lebih lanjut volume dan harga komoditi perdagangan dunia. Dengan prospek ekonomi dunia tersebut di atas, peranan masyarakat termasuk swasta terus didorong khususnya melalui kegiatan investasi. Dalam tahun tahun 2004 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sekitar 4,5 persen dan dalam dua tahun berikutnya diperkirakan meningkat lagi sekitar 5,0 persen dan 5,5 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5 persen dalam tahun tersebut, peranan investasi sebagai rasio terhadap Produk Nasional Bruto (PNB) diperkirakan meningkat dari 18,1 persen pada tahun 2004 menjadi 23,4 persen pada tahun Investasi dibiayai tabungan dalam dan luar negeri. Tabungan nasional, sebagai rasio dari PNB, diperkirakan meningkat dari 19,3 persen pada tahun 2004 menjadi 23,5 persen pada tahun Sejalan dengan membaiknya kepercayaan masyarakat internasional, tabungan luar negeri diperkirakan membaik secara bertahap dari -1,1 persen menjadi -0,1 persen dari PNB dalam kurun waktu yang sama. Masih negatifnya tabungan luar negeri tersebut disebabkan oleh tingginya pembayaran utang pemerintah. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi tahun 2004 didorong oleh pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang diperkirakan tumbuh sekitar 7,8 persen dan kemudian meningkat secara bertahap menjadi sekitar 17,0 persen tahun Sedangkan konsumsi masyarakat pada tahun 2004 diperkirakan tumbuh sekitar 4,3 persen dan kemudian melambat menjadi 3,9 persen pada tahun Sementara itu ekspor barang dan jasa dalam tahun 2004 diperkirakan tumbuh sekitar 4,5 persen dan secara bertahap meningkat menjadi 11,8 persen pada tahun Dari sisi produksi, pertumbuhan sektor pertanian dalam tahun 2004 diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni mencapai 2,0 persen dan terus meningkat hingga menjadi 2,2 persen tahun Dalam tiga tahun mendatang, sektor industri pengolahan nonmigas diperkirakan tetap menjadi pendorong perekonomian dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 7,0 persen per tahun. Pulihnya perekonomian yang didukung oleh alokasi sumber daya pembangunan yang lebih baik diharapkan akan meningkatkan efisiensi perekonomian, seperti tercermin pada penurunan angka incremental capital output ratio (ICOR). Pada tahun 2006 ICOR diperkirakan menurun menjadi 4,7 dari sekitar 5,1 pada tahun II 9

10 Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sekitar 3,5 4,0 persen pada tahun 2003 dan 4,0 5,0 persen pada tahun 2004 tidak cukup untuk menampung tambahan angkatan kerja baru. Pengangguran terbuka diperkirakan meningkat dari 9,8 persen dalam tahun 2003 menjadi sekitar 10,3 persen dalam tahun Dalam kaitan itu kegiatan ekonomi perlu didorong dengan menekankan pada kualitas pertumbuhan (quality of growth) yang memberi manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat termasuk dalam penciptaan lapangan kerja. Dengan upaya tersebut, pada tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan mulai mengalami penurunan. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita yang merosot pada masa krisis akan membaik. Dengan harga konstan tahun 1998, pendapatan riil per kapita pada tahun 2004 diperkirakan mencapai Rp5,4 juta dan tahun 2005 sebesar Rp5,6 juta, atau relatif sama dibandingkan dengan sebelum krisis (tahun 1997), atau meningkat dari US$ pada tahun 2004 dan menjadi US$ pada tahun Neraca Pembayaran Dalam kurun waktu tiga tahun mendatang, kinerja ekspor diupayakan terus membaik. Nilai total ekspor diperkirakan meningkat dari US$ 59,4 miliar dalam tahun 2004, menjadi US$ 67,6 miliar pada tahun Peningkatan ekspor terutama didorong oleh ekspor nonmigas yang diperkirakan meningkat rata-rata 7,0 persen per tahun pada kurun waktu tersebut. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, nilai total impor diperkirakan meningkat dari US$ 38,5 miliar pada tahun 2004 menjadi US$ 45,7 miliar pada tahun 2006, didorong oleh impor nonmigas yang diperkirakan meningkat rata-rata 8,6 persen per tahun. Sedangkan penerimaan devisa dari jasa pariwisata diperkirakan membaik dengan meningkatnya stabilitas politik dan keamanan. Surplus neraca transaksi berjalan diperkirakan menurun dari US$ 2,4 miliar (1,1 persen PDB) pada tahun 2004 menjadi US$ 135 juta (0,1 persen PDB) pada tahun Neraca arus modal yang diperkirakan masih akan defisit sekitar US$ 4,1 miliar dalam tahun 2004 diperkirakan menjadi surplus sekitar US$ 185 juta dalam tahun Membaiknya arus modal tersebut sejalan dengan menurunnya arus keluar penanaman modal asing (neto) yang pada tahun 2006 diperkirakan mengalami arus masuk (neto). Sementara itu, pada tahun 2004, 2005, dan 2006 arus modal pemerintah diperkirakan defisit masing-masing sekitar US$ 2,6 miliar, US$ 4,0 miliar dan US$ 3,6 miliar berkaitan dengan pemenuhan kewajiban utang luar negeri sehubungan dengan kemungkinan tidak diperolehnya penjadwalan pembayaran utang luar negeri Pemerintah melalui Paris Club. Dengan gambaran di atas dan semakin meningkatnya pembayaran pinjaman kepada IMF, cadangan devisa (reserve assets) diperkirakan menurun dari sekitar US$ 30,9 miliar pada tahun 2004 menjadi sekitar US$ 26,5 miliar pada tahun II 10

11 3. Moneter Besaran moneter (antara lain laju inflasi, suku bunga, dan kurs rupiah) bukan merupakan sasaran yang kaku melainkan gambaran yang konsisten dengan wujud perekonomian nasional mendatang. Dengan relatif stabilnya nilai rupiah dan terkendalinya uang beredar, laju inflasi diharapkan makin terkendali. Melalui koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, laju inflasi, nilai tukar rupiah, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan tahun 2004 berturut-turut diperkirakan antara 6 8 persen, Rp8.200 Rp9.200 per US$, dan 9 10 persen. Dengan pelaksanaan kebijakan moneter yang makin konsisten, laju inflasi diharapkan menurun secara bertahap sehingga pada tahun 2006 diperkirakan menjadi sekitar 6 7 persen. Seiring dengan pulihnya kepercayaan masyarakat yang didorong oleh langkah kebijakan yang sungguh-sungguh serta makin terpadunya pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal, nilai tukar rupiah diharapkan tetap stabil pada kisaran Rp8.200 Rp9.200 per US$ hingga tahun Keuangan Negara Dengan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara (terutama dengan meningkatkan rasio penerimaan pajak/pdb menjadi 13,6 persen pada tahun 2004 dan 13,8 persen pada tahun 2005) dan mengendalikan belanja negara seperti diuraikan di atas, defisit anggaran diharapkan dapat terus menurun dan menjadi lebih kurang berimbang pada tahun 2005, bergeser dari rencana semula (tahun 2004). Hal ini tidak terlepas dari perkembangan perekonomian dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang lebih lambat dari perkiraan semula, sehingga masih diperlukan dorongan dari kebijakan fiskal. Oleh karena itu, defisit anggaran diperkirakan masih akan sekitar 1 persen PDB pada tahun Sementara itu, langkah-langkah untuk mengamankan pembiayaan defisit diharapkan dapat membawa anggaran negara keluar dari masa sulit di tahun 2004 dan Secara keseluruhan, upaya mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) diperkirakan akan semakin mantap seiring dengan menurunnya stok pinjaman sebagai persentase PDB. Demikian gambaran umum pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran, moneter, dan keuangan negara untuk kurun waktu tahun Dengan upaya sungguh-sungguh untuk melaksanakan langkah-langkah pokok sebagaimana yang diagendakan dalam Propenas dan dituangkan penjabarannya dalam REPETA 2004, proses pemulihan ekonomi pada tahun 2004 akan berlanjut dan pada tahun-tahun berikutnya akan memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Dengan prospek ekonomi di atas, perekonomian Indonesia dalam tahun 2005 diperkirakan pulih dan makin kokoh. Ini akan tercermin pada: (i) meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat diiringi dengan menurunnya jumlah penduduk miskin, (ii) meningkatnya kegiatan produksi, utamanya yang berbasis sumber daya alam, yang didorong oleh sektor industri terutama agro-industri termasuk industri yang mempunyai kaitan ke depan atau ke belakang terhadap sektor pertanian, (iii) meningkatnya daya saing ekspor II 11

12 yang tercemin dari makin baiknya kinerja ekspor nonmigas, (iv) menurunnya stok utang pemerintah (sebagai rasio dari PDB), (v) menurunnya defisit anggaran yang mengarah pada terwujudnya fiscal sustainability, (vi) tetap terjaganya keseimbangan neraca pembayaran dan tersedianya cadangan devisa yang memadai untuk meredam gejolak yang mungkin timbul, serta (vii) terkendalinya stabilitas ekonomi yang tercermin dari menurunnya tingkat inflasi, stabil dan menguatnya rupiah, serta menurunnya suku bunga. Gambaran ekonomi makro tahun tersebut dapat dilihat pada Tabel II.1. II 12

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2003 2005 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2003 2005 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2003 dan dua tahun

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/22 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 22 Mengawali tahun 22, kepercayaan masyarakat kembali meningkat seperti yang tercermin dari

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 Dalam tahun 2003 stabilitas moneter tetap terkendali tercermin dari stabil dan menguatnya rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara selalu berbeda bila ditinjau dari sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2003 (26/2003) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 Kondisi ekonomi makro bulan Juni 2001 tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2006,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berusaha memenuhi kebutuhannya baik barang dan jasa, atinya akan ada kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain.

Lebih terperinci