IDENTIFIKASI PATOGENESITAS VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR BERDASARKAN SEKUEN ASAM AMINO BAGIAN CLEAVAGE SITE HEMAGLUTININ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PATOGENESITAS VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR BERDASARKAN SEKUEN ASAM AMINO BAGIAN CLEAVAGE SITE HEMAGLUTININ"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PATOGENESITAS VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR BERDASARKAN SEKUEN ASAM AMINO BAGIAN CLEAVAGE SITE HEMAGLUTININ ABSTRACT Identification of pathotype of Avian Influenza Virus (AIV) subtype H5N1 isolates is very important. This research aimed to identify the pathotype of AIV subtype H5N1 isolated from backyard waterfowls in West Java based on molecular marker of amino acid sequence of the Hemagglutinin (HA) cleavage site. Fragment of HA gene of 21 isolates was amplified using RT-PCR with a primer pair that flanking cleavage site region, and sequenced with dideoxy termination method with ABI automatic sequencer (Applied Biosystems). Multiple alignment of nucleotide and their deduced amino acid sequence were analyzed using ClustalW of MEGA-3.1 program. The result shows that all H5N1 isolates (21 isolate) pose a polybasic cleavage site with 2 pattern amino acid sequence, i.e QRERRRKKR (20 isolates) and QRESRRKKR (1 isolate). This finding indicate that all of the viruses isolated in this research are highly pathogenic avian influenza (HPAI) strains. Key words: cleavage site, waterfowls, HPAI ABSTRAK Identifikasi patotipe virus avian influenza (VAI) subtipe H5N1 sangat penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan patotipe VAI H5N1 isolat unggas air dari peternakan skala rumah tangga di Jawa Barat berdasarkan marka molekuler gen penyandi sekuen asam amino titik pemotongan (cleavage site) fragmen gen hemaglutinin (HA). Fragmen tersebut dari 21 isolat unggas air VAI subtipe H5N1 diamplifikasi dengan metode RT-PCR menggunakan pasangan primer yang mengapit regio yang dinginkan. Produk PCR selanjutnya disekuensing dengan metode dideoksi dengan ABI automatic sequencer (Applied Biosystems). Runutan nukleotida hasil sekuensing dan runutan asam amino turunannya dianalisa dengan program ClustalW dari MEGA 3.1. Identifikasi gen penyandi sekuen asam amino cleavage site menunjukkan bahwa semua virus H5N1 dalam penelitian ini (21 isolat) mempunyai asam amino polibasik dengan 2 pola sekuen yaitu QRERRRKKR (20 isolat) dan QRESRRKKR (1 isolat). Dengan hasil ini, disimpulkan bahwa semua isolat yang dipelajari dalam penelitian ini termasuk strain patogenik tinggi (highly pathogenic avian influenza /HPAI). Kata kunci: cleavage site, unggas air, HPAI

2 57 PENDAHULUAN Sebagai patogen intraseluler, virus avian influenza (VAI) mempunyai mekanisme untuk menghindar dari respon imun hospes sehingga virus dapat bertahan hidup dan bereplikasi dalam tubuh hospes. Peningkatan kemampuan virus untuk menghindari sistem imun hospes, secara langsung berkorelasi dengan peningkatan patogenesitas virus. VAI mempunyai berbagai mekanisme untuk menghindar dari respon imun bawaan dan adaptif hospes (Coleman 2007). Protein non-struktural-1 (NS1) merupakan faktor virulensi VAI, menghambat respon interferon (IFN) α/β (Hayman et al. 2007), dan menghambat imunitas adaptif melalui penghambatan induksi transkripsi faktor-faktor yang terlibat dalam maturasi sel dendritik, migrasi dan stimulasi sel T (Laudert et al. 1993; Fernandez-Sesma et al. 2006). Disamping NS1, protein polimerase basa 1 frame 2 (PB1-F2) mampu menginduksi apoptosis makrofag sehingga menurunkan aktivitas penghilangan (clearance) virus dari tubuh dan meningkatkan infeksi sekunder bakteri oportunistik (Garcia-Sastre 2006; Coleman 2007). Virus AI mempunyai kemampuan untuk menghindar dari respon humoral hospes melalui fenomena yang disebut hanyutan antigenik (antigenic drift). Mutasi yang mengarahkan pada fenomena ini adalah perubahan asam amino glikoprotein permukaan hemaglutinin (HA) (Plotkin & Dushoff 2003). Hanyutan antigenik adalah perubahan secara periodik akibat mutasi genetik struktur protein permukaan VAI sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001). Konsep hanyutan antigenik ini menuntut produksi vaksin selalu diperbaharui. Ancaman yang lebih besar dari penghindaran respon imun bawaan dan perolehan adalah kemampuan virus untuk reasorsi melalui fenomena yang disebut lompatan antigenik (antigenic shift) (Coleman 2007). Glikoprotein HA, merupakan faktor patogenesitas virus influenza. HA berperan sebagai pengikat reseptor, fusi membran serta target utama netralisasi oleh antibodi sel hospes (Cross et al. 2001; Hulse et al. 2004; Hoffman et al. 2005; Gambaryan et al. 2006). Protein HA disintesis sebagai polipeptida 76 kda. Setelah translasi di retikulum endoplasmik, HA mengalami maturisasi di aparatus

3 58 Golgi menjadi homotrimer HA masing-masing 220 kda. Setiap monomer awalnya merupakan prekursor polipeptida tunggal (HA 0 ) kemudian dipotong menjadi 2 subunit yaitu HA 1 dan HA 2. Kedua subunit ini dihubungkan oleh ikatan disulfida antara residu asam amino 14 dari HA 1 dengan residu asam amino 137 dari HA 2. Tanpa proteolisis HA menjadi HA 1 dan HA 2, proses fusi dengan membran endosom tidak terjadi sehingga virus bersifat non infeksius (Steinhauer 1999). Cleavage site adalah sekuen asam amino sebagai daerah pemotongan prekursor HA (HA 0 ) menjadi HA 1 dan HA 2 secara enzimatis oleh protease sel hospes, sehingga proses fusi dengan membran endosom pada saat infeksi VAI ke dalam sel hospes dapat terjadi. Daerah pemotongan HA 0 tergantung pada keberadaan asam amino basa arginin (R) atau lisin (K). Daerah pemotongan bersifat spesifik dan spesifisitas jenis protease membatasi distribusi jaringan yang dapat diinfeksi virus ini. Kebanyakan VAI non-virulen atau low pathogenic mempunyai satu asam amino basa pada daerah pemotongan, namun strain highly pathogenic mempunyai lebih dari satu asam amino basa (polybasic) pada posisi tersebut (Munch et al. 2001). Sekuen HA dengan daerah pemotongan monobasic (contoh: HA 1 -PSIQVR- GL-HA 2 ) dapat dipotong oleh tryptase yang dihasilkan sel epitel traktus respirasi dan pencernaan (Whittaker 2001; Chen et al. 2004). Secara in vitro, daerah pemotongan HA monobasic juga dapat dipotong oleh trypsin-like enzyme, seperti faktor pembeku darah Xa, mini plasmin dan protease bakteri (Murakami et al. 2001). Protease dari Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa juga dilaporkan dapat memotong daerah pemotongan monobasic (Zhirnov et al. 2002). Sekuen HA dengan daerah pemotongan polybasic (contoh: HA 1 -KKREKR- GL-HA 2 ), memungkinkan proses proteolitik dapat dilakukan oleh protease lain seperti furin dan proprotein konvertase 6 (PC6) yang terdapat di aparatus Golgi semua sel (Horimoto et al. 1994). Enzim proteolitik furin mengenal sekuen asam amino motif B-X-B-R (B=asam amino basa, X=asam amino nonbasa) (Walker et al. 1994). Virus AI dengan daerah pemotongan polybasic mempunyai jaringan distribusi yang tidak terbatas dan menyebabkan infeksi sistemik yang fatal (Whittaker 2001; Chen et al. 2004). Daerah pemotongan polybasic pada VAI

4 59 H5N1 bertanggung jawab terhadap infeksi sistemik sehingga virus dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan feses (WHO et al. 2005). Identifikasi patotipe VAI H5N1 sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah suatu strain/isolat bersifat low pathogenic (LPAI) atau highly pathogenic (HPAI). Patogenesitas VAI dapat ditentukan berdasarkan analisis molekuler atau secara biologis. Secara biologis, VAI disebut patogenik tinggi jika infeksi virus secara intravena pada ayam berumur 4-8 minggu menyebabkan kematian 75% dalam waktu 8 minggu (WHO 2002). Secara molekuler, patogenesitas virus dapat dianalisa secara cepat berdasarkan analisis kurva temperatur melting (Tm) menggunakan real-time RT-PCR. Isolat virus HPAI mempunyai Tm 77,43 o C, sedangkan virus LPAI mempunyai Tm 79,57 o C (Payungporn et al. 2006). Namun kelemahan dari metode tersebut adalah tidak dapat mengetahui pola sekuen asam amino daerah pemotongan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan patotipe VAI H5N1 isolat unggas air di peternakan skala rumah tangga di Jawa Barat berdasarkan gen penyandi sekuen asam amino daerah pemotongan (cleavage site) hemaglutinin dengan metode sekuensing. Primer yang digunakan adalah pasangan primer pengapit regio cleavage site, yaitu H5-1 (5 GCCATTCCACAACATACACCC 3) dan H5-3 (5 CTCCCCTGCTCAT TGCTA 3) (WHO 2005a). METODE PENELITIAN Sebanyak 21 virus AI subtipe H5N1 isolat unggas air (itik, entok, angsa) dianalisis patotipenya berdasarkan sekuen asam amino daerah pemotongan menggunakan metode sekuensing. RNA dari VAI H5N1 diekstraksi menggunakan Trizol LSReagent (Invitrogen) sesuai manual. RT-PCR dilakukan dengan menggunakan Superscript TM III One-step RT-PCR system. Reaksi PCR dibuat sebanyak 50 μl dengan komposisi 25 μl 2x reaction mix, 2 μl primer forward (10 μm), 2 μl primer reverse (10 μm), 2 μl Superscript III RT/Platinum Taq Mix, 3 μl sampel RNA dan ultrapure H 2 O sampai volume 50 μl. Program RT- PCR adalah reverse transcription 45 o C selama 60 menit predenaturasi 95 o C 5 menit, 35 siklus terdiri dari denaturasi 95 o C 30 detik, anneling 55 o C 30 detik,

5 60 ekstensi 72 o C 40 detik, dan post ekstensi 72 o C 10 menit (WHO 2005). Adanya pita DNA spesifik hasil PCR diidentifikasi dengan elektroforesis pada gel agarose 2% (dimodifikasi dari Payungporn et al. 2004). Produk PCR (219bp) dari setiap isolat disekuensing di 1 st BASE Malaysia dengan metode dideoksi menggunakan ABI automatic sequencer (Applied Biosystems). Runutan nukleotida hasil sekuensing setiap isolat dan turunan asam aminonya disepadankan dengan program ClustalW dari MEGA 3.1 (Kumar et al. 2004). Patotipe VAI didasarkan pada sekuen asam amino daerah pemotongan. VAI non-virulen atau low pathogenic mempunyai sekuen asam amino daerah pemotongan monobasic (contoh: HA 1 -PSIQVR-GL-HA 2 ), namun VAI strain highly pathogenic mempunyai sekuen asam amino daerah pemotongan polybasic (contoh: HA 1 -KKREKR-GL-HA 2 ) (Munch et al. 2001). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil RT-PCR isolat VAI H5N1 menggunakan primer H5-1 dan H5-3 ditampilkan pada Gambar 5. Target dari primer H5-1 dan H5-3 (WHO 2005a) adalah nukleotida Pada sekuen ini terdapat sekuen gen penyandi asam amino daerah pemotongan yang menentukan suatu virus tersebut HPAI atau LPAI. Hasil sekuensing 21 isolat VAI H5N1 menunjukkan bahwa semua isolat termasuk HPAI dengan karakteristik sekuen asam amino polybasic QRERRRKKR (20 isolat) dan QRESRRKKR (1 isolat) pada daerah pemotongannya (Tabel 8). Virus influenza A mempunyai asam amino R pada ujung karboksil HA1 (cleavage site) dan G pada ujung NH2 dari subunit HA2, yang bersifat stabil. Daerah pemotongan HA terletak diantara Q dan G dengan pola asam amino Qxx...xR//G (// = batas antara HA1 dan HA2, x = asam amino basa dan nonbasa dengan jumlah dan pola tertentu) (Senne et al. 1996). Analisis sekuen asam amino daerah pemotongan HA semua VAI H5N1 penyebab kematian manusia dan unggas di Indonesia berdasarkan data dari GenBank ( menunjukkan bahwa semua VAI H5N1 yang bersirkulasi di Indonesia menunjukkan karakter molekuler HPAI dengan

6 61 sekuen daerah pemotongan bervariasi (Tabel 9). Pola sekuen asam amino daerah pemotongan QRERRRKKR adalah khas penyebab wabah kematian unggas di Hong Kong tahun 1997 dan negara-negara Asia ( ) (Guan et al. 2004; Smith et al. 2006a; Stevens et al. 2006). Isolat VAI H5N1 penyebab wabah kematian unggas di Indonesia tahun mempunyai pola asam amino daerah pemotongan QRERRRKKR, kecuali isolat A/Chicken/Kulonprogo/ BBVet-XIII yang mengalami delesi satu asam amino lisin (K) sehingga mempunyai pola daerah pemotongan QRERRK_R. Mulai tahun 2005, muncul isolat VAI H5N1 dengan sekuen daerah pemotongan QRESRRKKR, QIERRRKKR, QRERRREKR, QGERRRKKR, QRERRRK_R dan QRE_RRKKR (Tabel 9). Tabel 8. Sekuen asam amino daerah pemotongan (cleavage site) virus avian influenza subtipe H5N1 isolat unggas air pada penelitian ini No Isolat Daerah pemotongan Patotipe 1 A/muscovy duck/klapanunggal/ipb1-rs/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 2 A/goose/Bojonggenteng/IPB2-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 3 A/duck/Leuwiliang/IPB3-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 4 A/goose/Leuwiliang/IPB4-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 5 A/muscovy duck/cileungsi/ipb5-rs/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 6 A/duck/Nagrak/IPB6-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 7 A/goose/Klapanunggal/IPB7-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 8 A/duck/Parung/IPB8-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 9 A/duck/Parung/IPB9-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 10 A/duck/Bojonggenteng/IPB10-RS/2006 (H5N1) QRESRRKKR/G HPAI 11 A/muscovy duck/cidahu/ipb11-rs/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 12 A/duck/Ciseeng/IPB12-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 13 A/duck/Ciseeng/IPB13-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 14 A/duck/Ciseeng/IPB14-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 15 A/duck/Cileungsi/IPB15-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 16 A/duck/Klapanunggal/IPB16-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 17 A/duck/Leuwiliang/IPB17-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 18 A/duck/Leuwiliang/IPB18-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 19 A/muscovy duck/cibinong/ipb19-rs/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 20 A/muscovy duck/parung/ipb20-rs/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI 21 A/goose/Parung/IPB21-RS/2006 (H5N1) QRERRRKKR/G HPAI

7 62 Tabel 9. Variasi sekuen daerah pemotongan virus avian influenza H5N1 di Indonesia dari tahun (Data dari GenBank No Daerah Pemotongan Tahun Isolasi Spesies/Isolat 1 QRERRRKKR Manusia, ayam, itik, puyuh, kalkun 2 QRESRRKKR Manusia, ayam, itik, entok, puyuh 3 QRERRRK_R 2004 A/Chicken/Kulonprogo/BBVet-XIII-1 A/Chicken/Kulonprogo/BBVet-XIII-2 4 QIERRRKKR 2005 A/Duck/Pali/BVW QRERRREKR 2005 A/Duck/Bufeleng BPPVI 6 QRE_RRKKR 2005 A/Chicken/Wates83 7 QGERRRKKR 2005 A/Duck/Badung Bali/05 Sejak Juli 2005 sampai 2007, muncul kasus kematian manusia Indonesia akibat VAI H5N1 dengan sekuen daerah pemotongan QRESRRKKR. Namun pada tahun 2006 juga ditemukan VAI H5N1 dengan sekuen daerah pemotongan QRERRRKKR pada isolat manusia. Data isolat VAI H5N1 pada unggas Indonesia di GenBank ( menunjukkan bahwa sekuen daerah pemotongan QRESRRKKR paling banyak (86,67%) ditemukan pada isolat dari wilayah Barat Pulau Jawa (Jawa Barat dan Jakarta). Substitusi daerah pemotongan HA virus AI subtipe H5N1 (dari QRERRRKKR menjadi QRESRRKKR) kemungkinan berhubungan dengan adaptasi virus pada hospes mamalia terutama manusia. Hal ini didukung data bahwa kasus kematian manusia akibat VAI H5N1 paling banyak dilaporkan di Jawa Barat (Depkes 2007). Pada penelitian ini ditemukan 1 VAI H5N1 isolat itik (IPB10-RS) yang mempunyai pola daerah pemotongan QRESRRKKR. Pola QRESRRKKR ini adalah khas pada VAI H5N1 penyebab kematian manusia di Indonesia (CDC 2007). Temuan pola ini pada unggas air yang secara klinis sehat semakin memperkuat dugaan bahwa itik sebagai sumber penularan VAI subtipe H5N1 ke unggas darat dan manusia. Di sisi lain, temuan pola QRESRRKKR pada itik menunjukkan bahwa itik merupakan tempat/hospes evolusi VAI subtipe H5N1. Hasil ini sejalan dengan temuan sebelumnya bahwa VAI H5N1 berevolusi

8 63 pada itik yang secara klinis sehat di Cina Selatan tahun , dan dari tahun ke tahun menjadi semakin patogenik pada mamalia (Chen et al. 2004). Patogenesitas Virus Avian Influenza H5N1 Isolat Unggas Air Meskipun sekuen asam amino daerah pemotongan dari 21 virus AI subtipe H5N1 isolat unggas air dalam penelitian ini menandakan highly pathogenic (HPAI), namun secara fenotipe bersifat low pathogenic pada unggas air karena VAI H5N1 ini diisolasi dari unggas air yang sehat dan tidak divaksinasi. Hal ini menunjukkan bahwa unggas air berperan sebagai Trojan horse bagi virus HPAI H5N1. Pada unggas air tidak menyebabkan gejala klinis, tetapi shedding virus terjadi terus menerus sehingga berpotensi menyebarkan virus yang bersifat patogenik ke unggas lain dan manusia (Hulse-Post et al. 2005; Xue et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Chen et al. (2004) dan Li et al. (2005) juga menunjukkan bahwa isolat VAI H5N1 dari itik sehat secara progresif dapat bereplikasi dan menyebabkan berbagai penyakit pada mencit. Strain VAI H5N1 yang highly pathogenic pada unggas darat, menjadi low pathogenic jika diinokulasikan pada itik (Hulse-Post et al. 2005; FKH IPB 2006). Strain patogenik VAI H5N1 hanya menyebabkan gejala klinis ringan pada itik, tetapi tetap mengekskresikan virus bersama kotorannya, sehingga berpotensi dapat menular pada unggas lain dan (bahkan) juga pada manusia (Kishida et al. 2005; Sturm- Ramirez et al. 2005; Liu 2007). Fenotipe patogenesitas VAI H5N1 isolat unggas air dalam penelitian ini dapat ditentukan dan dikaji lebih lanjut dengan melakukan uji biologis. Uji intravenous pathogenecity index (IVPI) banyak dilakukan untuk menentukan tingkat patogenesitas suatu isolat virus berdasarkan gejala klinis unggas yang diinfeksi virus tersebut. VAI disebut patogenik tinggi jika infeksi virus secara intravena pada ayam berumur 4-8 minggu menyebabkan kematian 75% dalam waktu 8 hari (WHO 2002). OIE (2007) menyebutkan bahwa VAI termasuk HPAI jika mempunyai nilai IVPI lebih dari 1,2. Virus HPAI H5N1 (dengan sekuen daerah pemotongan QRERRRKKR dan QRESRRKKR) pada unggas air dalam penelitian ini tidak menunjukkan gejala klinis. Argumentasi ini mendukung postulasi bahwa VAI telah beradaptasi mendekati sempurna dan tidak menunjukkan gejala klinis (Lipatov et al. 2004;

9 64 Hulse-Post et al. 2005; Sturm-Ramirez et al. 2005; Webster et al. 2007). Potensi unggas air sebagai reservoir virus HPAI hanya ditunjukkan oleh virus HPAI H5N1 garis Asia (Pantin-Jackwood & Swayne 2007; Webster et al. 2007). Virus HPAI H5N1 garis Asia tidak menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada unggas air (Capua & Marangon 2007). Virus HPAI subtipe H5 dan H7 di Amerika dan Eropa merupakan hasil evolusi dari virus LPAI yang terdapat pada unggas air (Mulatti et al. 2007; Senne 2007). Sebagai hospes alami, unggas air merupakan hospes adaptasi bagi virus influenza (Hulse-Post et al. 2005). Sifat non patogenik virus HPAI H5N1 pada unggas air menunjukkan bahwa evolusi biologik virus telah mencapai ekuilibrium pada hospes alami ini (Horimoto & Kawaoka 2001; Hulse-Post et al. 2005; Sturm-Ramirez et al. 2005). Sebagian besar virus dapat tereliminasi oleh respon imun dalam tubuh unggas air, namun sebagian populasi virus tetap dapat bereplikasi dan dikeluarkan ke lingkungan melalui kotoran (Hulse-Post et al. 2005; Liu 2007). Wabah VAI H5N1 di Hongkong akhir tahun 2002 yang menyebabkan kematian pada burung migratori dan unggas air domestik termasuk itik, merupakan laporan pertama setelah tahun Pada tahun 1961, infeksi VAI H5N3 bersifat letal pada sekitar burung dara laut (Sterna hirundo) di Afrika Selatan (Sturm-Ramirez et al. 2004; Beato et al 2007; Stallknecht & Brown 2007). Virus HPAI H5N1 menyebabkan wabah yang mematikan ribuan unggas air liar (60 spesies) di Danau Qinghai Cina tahun 2005 (Zhou et al. 2006; Stallknecht & Brown 2007). Patogenesitas VAI H5N1 pada unggas air tersebut merupakan proses adaptasi virus pada unggas air, dan terus mengalami mutasi dan/atau reasorsi sampai virus benar-benar dapat beradaptasi pada hospes alami (Hulse-Post et al. 2005). Virus HPAI H5N1 menyebabkan banyak kematian pada unggas dan manusia di Indonesia, sementara pada unggas air tidak menunjukkan gejala klinis. Perbedaan patogenesitas infeksi virus HPAI H5N1 ditentukan oleh faktor spesies hospes, virulensi virus dan infeksi sekunder bakteri (Tashiro & Rott 1996; Horimoto & Kawaoka 2005; Liu 2007). Faktor keturunan dan umur unggas air juga mempengaruhi patogensitas virus. Unggas air berumur muda lebih peka terhadap infeksi dibanding unggas air dewasa/tua (Liu 2007; Swayne 2007).

10 65 Perbedaan patogenesitas pada unggas air dewasa dan muda tersebut disebutkan berhubungan dengan strain virus, respon imun hospes, maturasi sel hospes dan kapasitas sel hospes untuk mendukung replikasi virus (Pantin- Jackwood & Swayne 2007). Avirulensi infeksi virus HPAI H5N1 pada unggas air kemungkinan juga akibat adaptasi virus pada hospes ini selama bertahun-tahun, karena peran unggas air sebagai reservoir (Webster et al. 1992). Rendahnya patogenesitas virus HPAI H5N1 pada unggas air disebutkan juga berkaitan dengan terbatasnya jumlah dan kemampuan protease sel tubuh unggas air untuk memotong HA 0 pada daerah pemotongan (Siegel 2006). Unggas air lebih resisten terhadap virus HPAI H5N1 dibandingkan unggas darat seperti ayam (Liu 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa unggas air yang diinfeksi virus HPAI H5N1 secara signifikan meningkatkan ekspresi sitokin IFNα, IL2, IL4, sementara pada ayam justru mengalami penurunan ekspresi IL2 dan IL4. Peningkatan ekspresi sitokin pada unggas air ini berkorelasi dengan resistensi unggas air terhadap infeksi VAI H5N1. Penekanan respon imun bawaan pada ayam berkorelasi dengan kepekaan ayam terhadap infeksi virus HPAI H5N1 (Kapezynski & Pantin-Jackwood 2007). Rendahnya patogenesitas infeksi VAI pada itik juga disebabkan oleh rendahnya produksi sitokin proinflamasi, sementara pada ayam justru mengalami peningkatan produksi sitokin proinflamasi (Xing et al. 2007). Selain faktor hospes, perbedaan patogenesitas infeksi virus HPAI H5N1 pada hospes juga dipengaruhi oleh infeksi bakteri. Infeksi sekunder bakteri Staphylococccus aureus, Haemophylus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan berbagai bakteri Gram negatif selalu menghasilkan protease ekstraseluler yang beraktivitas sebagai proteolitik daerah pemotongan HA monobasic, sehingga meningkatkan penyebaran virus. Beberapa produk bakteri seperti lipopolisakarida juga dapat mengaktivasi plasminogen serta protease inflamasi seperti kalikrein dan faktor Xa. Protease-protease tersebut dapat memotong HA pada daerah pemotongan, mengaktivasi infeksi virus pada paru-paru dan berkembang menjadi pneumonia yang bersifat mematikan (Tashiro & Rott 1996). Virus influenza mempunyai berbagai faktor virulensi seperti protein NS1 (Talon et al. 2000; Fernandez-Sesma et al. 2006; Garcia-Sastre 2006; Hale et al.

11 ; Coleman 2007), PB1-F2 (Garcia-Sastre 2006; Coleman 2007) dan HA (Hoffman et al. 2005) yang menentukan patogenesitas pada hospes. Disebutkan bahwa selain ditentukan oleh daerah pemotongan HA, patogenesitas virus juga ditentukan oleh residu asam amino HA tertentu (Plotkin & Dushoff 2003; Hulse et al. 2004). Avirulensi virus HPAI H5N1 pada unggas air dalam penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh penanda molekuler selain daerah pemotongan, yaitu asam amino daerah antigenik, kantong pengikat reseptor dan posisi glikosilasi pada HA1. Daerah antigenik fungsinya berkaitan erat dengan pertahanan terhadap respon imun hospes, sementara kantong pengikat reseptor fungsinya berkaitan dengan daya adaptasi pada hospes dan patogenesitas suatu strain virus. Posisi glikosilasi turut menentukan afinitas ikatan reseptor serta pengenalan daerah antigenik oleh antibodi (Hulse et al. 2004; Gambaryan et al. 2006; Smith et al. 2006a; Stevens et al. 2006). Implikasi pencegahan dan pengendalian virus HPAI H5N1 Kenyataan bahwa unggas air merupakan sumber infeksi virus HPAI H5N1 menyebabkan penerapan program pencegahan dan pengendalian virus ini menjadi rumit. Air sebagai habitat unggas air merupakan media persistensi sumber infeksi virus HPAI H5N1. Meskipun shedding virus dari itik tidak terjadi terus menerus (hanya 2-4 minggu pasacainfeksi), namun virus tetap bersifat infeksius pada air sungai selama 30 hari pada suhu 0 o C dan 4 hari pada suhu 22 o C (Spencer et al. 2007). VAI pada feses yang diekskresikan unggas air tetap bersifat infektif selama 30 hari pada suhu 4 o C, 7 hari pada suhu 20 o C dan 4 hari pada suhu 25 o C (Spencer et al. 2007). Virus HPAI H5N1 garis Asia juga bersifat persisten dalam air suhu 17 o C dan 18 o C (Brown et al. 2007) Mengingat unggas air dapat hidup di perairan, air sebagai tempat unggas air untuk berenang, makan dan minum sangat berisiko sebagai sumber penularan virus HPAI H5N1 ke unggas air lain, unggas darat dan manusia (Hulse-Post et al. 2005; Liu 2007). Transmisi waterborne merupakan mekanisme virus influenza untuk bertahan terus menerus pada unggas air sebagai habitat alaminya (Ito et al. 1995; Liu 2007).

12 67 Sistem pertanian dan peternakan yang melibatkan berbagai komponen tanaman dan spesies hewan meningkatkan potensi infeksi lintas spesies (Cristalli & Capua 2007). Peternakan berbagai spesies unggas (bahkan dengan mamalia) pada satu lokasi meningkatkan resiko penularan virus lintas spesies serta meningkatkan potensi munculnya strain virus baru akibat reasorsi (Liu 2007). Sistem penggembalaan itik secara bebas, terutama pada saat panen padi dilaporkan juga merupakan faktor yang berperan pada penyebaran virus HPAI H5N1 (Gilbert et al. 2006; Liu 2007). Prevalensi infeksi VAI H5N1 pada ayam domestik berkorelasi dengan distribusi itik yang digembalakan secara bebas (Songserm et al. 2006). Sebanyak 27% flock itik backyard di Thailand positif terinfeksi VAI H5N1. Bahkan pada saat wabah VAI H5N1 pada unggas dan manusia akhir tahun 2004, prevalensi tersebut mencapai 47%. Infeksi VAI H5N1 pada itik tersebut di atas bersifat subklinis, namun virus diekskresikan melalui feses sehingga berpotensi sebagai sumber penularan VAI H5N1 ke unggas lain bahkan (juga) ke manusia (Songserm et al. 2006). Penggembalaan unggas air domestik secara bebas di Asia Timur dan Tenggara menyebabkan terbentuknya 2 sistem ekologi sekaligus, yaitu antara unggas air liar dengan unggas air domestik dan antara unggas air domestik dengan hewan lain dan manusia. Hal ini menyebabkan unggas air domestik menempati posisi yang unik pada ekosistem. VAI H5N1 dapat ditransmisikan dari unggas air liar melalui unggas air domestik ke hewan lain (terutama unggas darat). Unggas air domestik bukan hanya sebagai reservoir virus influenza, namun juga berperan penting pada maintenance dan evolusi virus, transmisi virus interspesies dan penyebab munculnya wabah (Liu 2007). Pemusnahan unggas air sangat tidak mungkin dilakukan dengan alasan logistik, lingkungan dan biodiversitas (FAO 2007). Unggas air berperan penting menjaga biodiversitas ekosistem akuatik, melalui penyebaran pasif invertebrata dan tanaman akuatik. Kemampuan itik sebagai transpor internal invertebrata dan tanaman akuatik berkaitan dengan anatomi saluran pencernaan itik yang memberi lingkungan yang cocok untuk organisme akuatik (Figuerola et al. 2003; Figuerola et al. 2004). Di wilayah-wilayah tertentu di Asia Timur dan Tenggara, unggas air domestik (itik, angsa, entok) merupakan sumber protein utama (Liu 2007). Selain sebagai bagian dari ekosistem, unggas air domestik juga

13 68 merupakan sumber protein hewani untuk konsumsi manusia, sehingga pemusnahan unggas air akan menimbulkan dampak lingkungan dan dampak perekonomian peternak serta efek sosial yang menyertainya. Pencegahan dan pengendalian virus HPAI H5N1 pada unggas air antara lain dapat dilakukan dengan pengawasan intensif VAI H5N1 pada unggas air, vaksinasi, restrukturisasi peternakan dan penerapan biosekuriti yang ketat pada peternakan unggas air. Restrukturisasi peternakan meliputi perubahan dari penggembalaan unggas air secara bebas menjadi tertutup. Dengan demikian, kontak antara unggas air domestik dengan unggas air liar dapat dicegah. Sistem tersebut juga dapat mencegah transmisi VAI dari unggas air ke unggas darat. Pola peternakan campuran antara unggas air dengan unggas darat di satu lokasi sebaiknya tidak direkomendasikan lagi (Liu 2007). Vaksinasi unggas air merupakan salah satu cara pencegahan penularan virus ke manusia dan unggas darat (Veits et al. 2006). Dilaporkan bahwa vaksinasi konvensional menggunakan VAI H5N1 isolat itik yang dilemahkan mampu menghambat munculnya gejala klinis, shedding virus dan kolonisasi virus dalam daging dan organ internal. Vaksinasi yang dilakukan pada hari ke-0 dan ke-30 sangat cocok diterapkan pada sistem peternakan itik di Asia. Umur 0-30 hari, itik masih dikandangkan dan setelah umur 30 hari baru dilepaskan (Beato et al. 2007). Tindakan pencegahan penularan virus HPAI H5N1 dari unggas air juga dapat dilakukan dengan cara regulasi pasar unggas hidup agar tidak mencampur berbagai jenis unggas dalam satu lokasi (Capua & Marangon 2006; Cristalli & Capua 2007). Transmisi VAI dari unggas air ke unggas lain telah sering terbukti melalui pasar unggas, dimana kontak antara unggas air dan unggas lainnya seperti ayam, puyuh, dan burung-burung lainnya tidak terhindarkan lagi (Capua & Marangon 2006; Gilbert et al. 2006; Xue et al. 2007). Program pencegahan dan pengendalian VAI H5N1 berkaitan dengan peran unggas air tersebut perlu segera dilakukan dan melibatkan berbagai sektor serta peran serta pengambil kebijakan. Instruksi Presiden No. 1 tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza) belum mengatur secara khusus tentang peternakan unggas air serta penanganan dan pencegahannya.

14 69 SIMPULAN Semua virus avian influenza subtipe H5N1 (21 isolat) yang diisolasi dari unggas air di peternakan skala rumah tangga di Jawa Barat termasuk highly pathogenic dengan 2 pola sekuen asam amino cleavage site yaitu QRERRRKKR (20 isolat) dan QRESRRKKR (1 isolat). SARAN 1. Uji biologis perlu dilakukan untuk menentukan fenotipe patogenesitas virus avian influenza subtipe H5N1 isolat unggas air pada unggas air, unggas darat maupun mamalia. 2. Perlu segera dilakukan tindakan pencegahan penularan virus HPAI subtipe H5N1 dari unggas air ke unggas darat atau manusia.

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Morfologi dan Nomenklatur Virus Influenza Virus influenza penyebab penyakit flu adalah virus anggota famili Orthomyxoviridae (ICTV 2006). Virus ini dibagi menjadi influenza

Lebih terperinci

ANALISIS MOLEKULER FRAGMEN GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 DARI UNGGAS AIR R. SUSANTI

ANALISIS MOLEKULER FRAGMEN GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 DARI UNGGAS AIR R. SUSANTI ANALISIS MOLEKULER FRAGMEN GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 DARI UNGGAS AIR R. SUSANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR

ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N1 ISOLAT UNGGAS AIR ANALISIS GEN PENYANDI HEMAGLUTININ VIRUS HIGHLY PATHOGENIC AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5N ISOLAT UNGGAS AIR ABSTRACT Avian influenza viruses (AIV) subtype H5N isolated from waterfowls in West Java pose the

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C 16 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang

TINJAUAN PUSTAKA. Btetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7B Byang TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Virus influenza terdiri dari beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan tipe C. Virus tipe A menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada manusia. Sementara

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza

5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza 29 5. PEMBAHASAN 5.2 Deteksi Avian Influenza Virus influenza A memiliki keragaman genetik yang tinggi dan tersebar pada berbagai spesies unggas liar di seluruh dunia. Pada studi yang dilakukan di Pasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN RT-PCR Konvensional dan Real Time Percobaan membandingkan RT-PCR konvensional dan real time dilakukan untuk mengetahui perbedaan sensitivitas kedua uji dalam mendeteksi VAI H5. Virus

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT SUSSI WIDI KURNIASIH

IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT SUSSI WIDI KURNIASIH IDENTIFIKASI SUBTIPE, PATOGENITAS, DAN FILOGENETIK VIRUS AVIAN INFLUENZA ISOLAT 2012 2013 SUSSI WIDI KURNIASIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza H5N1 Morfologi Virus Avian Influenza H5N1 merupakan salah satu penyebab penyakit unggas yang bersifat zoonosis. Virus ini menyebabkan penyakit flu pada unggas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A

TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Tipe A Penyakit Avian Influensa (AI) disebabkan oleh virus influensa tipe A yang merupakan virus RNA dari famili Orthomyxoviridae dengan genus Orthomyxovirus. Berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan penyakit viral disebabkan oleh Newcastle disease virus (NDV) yang sangat penting dan telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Morbiditas

Lebih terperinci

VIRUS AVIAN INFLUENZA & DINAMIKA MOLEKULERNYA

VIRUS AVIAN INFLUENZA & DINAMIKA MOLEKULERNYA Diterbitkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang Gedung D5, Kampus Sekaran Gunungpati Phone : (024) 8508112 Website : http://mipa.unnes.ac.id R. Susanti VIRUS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Virus Influenza Tipe A Virus influenza tipe A adalah virus RNA, famili Orthomyxoviridae dari genus Orthomyxovirus yang menyebabkan penyakit avian influenza. Virus ini merupakan

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

Biosaintifika 4 (2) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi.

Biosaintifika 4 (2) (2012) Biosantifika. Berkala Ilmiah Biologi. Biosaintifika 4 (2) (2012) Biosantifika Berkala Ilmiah Biologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 Di Peternakan Tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif, dan membentuk spora merupakan agen etiologik penyakit antraks yang

BAB I PENDAHULUAN. positif, dan membentuk spora merupakan agen etiologik penyakit antraks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kuman Bacillus anthracisa dalah bakteri berbentuk batang, bersifat Gram positif, dan membentuk spora merupakan agen etiologik penyakit antraks yang fatal bagi hewan

Lebih terperinci

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. OLEH: FITRIA ARDHIANI, ROFIQUL A LA, FIFIN KURNIA SARI, RETNO OKTORINA LABORATOIUM

Lebih terperinci

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air

Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air Analisis Molekuler Gen Penyandi Hemaglutinin Virus Highly Pathogenic Avian Influenza Subtipe H5N1 Isolat Unggas Air R. SUSANTI 1, R.D. SOEJOEDONO 2, I-G.N.K. MAHARDIKA 3, I-W.T. WIBAWAN 2 dan M.T. SUHARTONO

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION 1 DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA UNGGAS AIR DI PROPINSI LAMPUNG DENGAN UJI HAEMAGGLUTINATION INHIBITION (HI) DAN REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) DWI DESMIYENI PUTRI

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang

BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) di negara maju dan negara berkembang. Virus ini menginfeksi anak pada awal kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab TB yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Avian Influenza Avian Influenza (AI) yang popular disebut flu burung merupakan penyakit infeksius pada unggas. Penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi Flu Burung DEFINISI Flu burung didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 yang menyerang burung, ungggas, ayam yang dapat menyerang manusia dengan gejala demam >38?C,

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam menghasilkan daging. Daging ayam merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

Biosaintifika 5 (2) (2013) Biosaintifika. Journal of Biology & Biology Education.

Biosaintifika 5 (2) (2013) Biosaintifika. Journal of Biology & Biology Education. Biosaintifika 5 (2) (2013) Biosaintifika Journal of Biology & Biology Education http://journalunnesacid/nju/indexphp/biosaintifika Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Subtipe pada Unggas di

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Virus Virus adalah suatu partikel yang mengandung bahan genetik berupa DNA atau RNA yang diselubungi oleh protein yang disebut kapsid dan pada beberapa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia ABSTRAK Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia Kirby Saputra, 2008 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Virus Influenza merupakan virus RNA yang termasuk dalam famili orthomyxoviridae, yang dapat menginfeksi unggas, mamalia dan manusia (Nidom, 2005). Berbeda dengan virus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mastitis merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemukan pada peternakan sapi perah di Indonesia. Kasus ini menyebabkan kerugian cukup besar yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity) termasuk di dalamnya tanaman obat. Banyak tanaman yang dipercaya masyarakat

Lebih terperinci

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya Felix Johanes 10407004 Rahma Tejawati Maryama 10407017 Astri Elia 10407025 Noor Azizah Ba diedha 10407039 Amalina Ghaisani K.10507094 Febrina Meutia 10507039 Anggayudha A. Rasa 10507094 Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5 PADA BEBERAPA JENIS BURUNG DI JAKARTA DAN SUKABUMI

DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5 PADA BEBERAPA JENIS BURUNG DI JAKARTA DAN SUKABUMI DETEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA SUBTIPE H5 PADA BEBERAPA JENIS BURUNG DI JAKARTA DAN SUKABUMI (Detection of Avian H5 Influenza Virus in Some Birds in Jakarta and Sukabumi) N.L.P. INDI DHARMAYANTI dan RISA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit

Lebih terperinci

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso AVIAN INFLUENZA Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso Flu burung atau Avian Influenza adalah jenis influenza pada binatang yang sebenarnya telah ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci