HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sudirman Irwan Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform, sedangkan ekstraksi DNA dari bulu dilakukan menggunakan kit extraction. Kualitas DNA yang dihasilkan dari dua sumber tersebut diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitas DNA secara kuantitatif dilakukan menggunakan spektrofotometer, sedangkan pengukuran kualitas DNA secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan agarose gel electrophoresis dengan konsentrasi 1,5%. Kualitas DNA bersumber dari darah yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Darah No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) Ayam Kampung (a) Ayam Kampung (b) Ayam Kampung (c) Ayam Kampung (d) Puyuh (a) Puyuh (b) Puyuh (c) Puyuh (d) Itik (a) Itik (b) Itik (c) Itik (d) Merpati (a) Merpati (b) Merpati (c) Merpati (d) Rataan 1,546 1,438 0,996 1,741 1,417 1,417 1,391 1,100 1,100 1,200 1,433 1,611 1,571 1,667 1,429 1,500 1,
2 Kemurnian DNA yang bersumber dari darah tergolong rendah, karena molekul DNA dikatakan murni menurut Marerro et al. (2009) apabila kemurniannya lebih dari 1,8. Hal ini disebabkan adanya pengotor DNA yang berupa protein darah. Seperti yang dijelaskan oleh Tataurov et al. (2008), bahwa sampel asam nukleat dapat terkontaminasi dengan molekul lain seperti protein, senyawa organik dan lainlain. Rodwell (1983) mendefinisikan protein darah sebagai salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, biokatalisator, hormon reseptor, dan tempat penyimpanan informasi genetik. Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah (merah dan putih) dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma, campuran yang sangat kompleks tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein. Adanya protein ini menyebabkan kemurnian DNA pada darah tergolong rendah. Sedangkan kualitas DNA bersumber dari bulu yang diukur menggunakan spektrofotometer ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas DNA yang Bersumber dari Bulu No. Sampel Kemurnian Konsentrasi (µg/ml) Beo nias Kakatua maluku (a) Kakatua maluku (b) Kakatua-kecil Jambulkuning (a) Kakatua-kecil Jambulkuning (b) Rataan 1,429 1,273 1,643 1,250 1,400 1,399 Hal yang menyebabkan rendahnya kemurnian DNA yang bersumber pada bulu adalah adanya keratin pada bulu. Bulu burung merupakan suatu modifikasi dari jaringan kulit yang menanduk. Pough et al. (2005) menjelaskan bahwa lebih dari 90% bagian bulu adalah beta keratin, 1% lipid, 8% air, dan sisanya protein dan pigmen, seperti melanin. Keratin pada bulu dapat menjadi pengotor DNA maupun penghambat (inhibitor) pada saat proses PCR (Schill, 2007). Adanya faktor penghambat menyebabkan ekstraksi DNA dari bulu sulit dilakukan dengan metode
3 phenol-chloroform, sehingga ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kit. Schill (2007) menjelaskan bahwa ekstraksi DNA dengan menggunakan kit umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik. Pengukuran jumlah DNA dengan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Analisis asam nukleat umumnya dilakukan untuk penentuan konsentrasi rata-rata dan kemurnian DNA yang terdapat dalam sampel. Jumlah dan kemurnian tertentu diperlukan untuk kinerja optimal sampel DNA yang digunakan. Asam nukleat menyerap sinar ultraviolet dengan pola tertentu. Sampel ditembus sinar ultraviolet dan fotodetektor cahaya pada 260 nm, semakin besar cahaya yang diserap sampel, maka semakin tinggi konsentrasi asam nukleat dalam sampel (Sambrook dan Russel, 2001). Spektrofotometer dapat digunakan untuk penentuan tingkat kemurnian DNA yang berkorelasi dengan kualitas DNA yaitu dengan melihat rasio absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm (A260/280). Rasio absorbansi pada 260 nm dan 280 nm umumnya digunakan untuk menilai kontaminasi DNA oleh protein karena protein menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm (Tataurov et al., 2008). Jumlah atau kuantitas DNA yang diukur menggunakan spektrofotometer menunjukkan jumlah DNA yang bersumber dari darah lebih tinggi daripada DNA yang bersumber dari bulu. Darah mengandung lebih banyak sel berinti daripada bulu. Bagian bulu yang digunakan untuk ekstraksi adalah bagian calamus. Sel berinti dari bulu diperoleh dari sel epitel dan darah yang menempel pada calamus. Calamus merupakan bagian bulu yang tertanam pada kulit (Pough et al., 2005). Selain menggunakan spektrofotometer, kualitas DNA ditentukan oleh intensitas cahaya pita DNA yang muncul pada agarose gel (Gambar 5). Pita DNA dari darah lebih terang daripada DNA dari bulu. Hal ini menunjukkan konsentrasi DNA yang berasal dari darah lebih tinggi daripada DNA yang berasal dari bulu. Konsentrasi DNA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 50 μg/ml, adapun untuk sampel yang memiliki konsentrasi DNA di atas 50 μg/ml dilakukan pengenceran dengan menambahkan air destilata. Penggunaan sampel dengan konsentrasi DNA yang sama dilakukan agar keberhasilan amplifikasi seragam. 20
4 (-) (+) Gambar 5. Elektroforesis DNA Hasil Ekstraksi dengan Agarose Gel 1,5% Amplifikasi dan Visualisasi Gen CHD DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi menggunakan proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Sebanyak 21 sampel DNA Aves berhasil diamplifikasi dengan suhu annealing 60 o C untuk sampel DNA ayam dan puyuh, dan suhu annealing 55 o C untuk sampel DNA itik, merpati, beo nias, kakatua maluku, dan kakatua-kecil Jambul-kuning. Sambrook et al. (1989) menjelaskan bahwa setiap 1% ketidakcocokan dari basa dalam DNA untai ganda (double-stranded DNA) mengurangi melting temperature (Tm) 1-1,5 o C. Sebanyak 21 sampel DNA hasil PCR dielektroforesis menggunakan agarose gel dengan konsentrasi 1,5%, dan berhasil diidentifikasi jenis kelaminnya (Gambar 6). Secara fisik, agarose tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarose yang dijual secara komersial terkontaminasi dengan polysacarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya kontaminasi di dalam gel dapat mempengaruhi migrasi DNA di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis (Muladno, 2002). 21
5 (-) 600 bp 400 bp Gambar 6. Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% (+) (-) 600 bp 400 bp Gambar 7. Rekonstruksi Hasil PCR Gen CHD-Z dan CHD-W pada Tujuh Spesies Aves: (a) Ayam Kampung, (b) Puyuh, (c) Itik, (d) Merpati, (e) Beo Nias, (f) Kakatua Maluku, dan (g) Kakatua-kecil Jambul-kuning dengan Agarose Gel Electrophoresis 1,5% Seluruh sampel dari Aves jantan menunjukkan pita tunggal, sedangkan pada betina menunjukkan pita ganda, kecuali pada itik dan merpati (Gambar 6 dan Gambar 7). Pita tunggal pada Aves jantan dikarenakan gen CDH yang teridentifikasi adalah gen CHD-Z, yaitu gen CHD yang berada pada kromosom Z. Sedangkan pada betina, gen CHD berada pada kromosom Z (CHD-Z) dan juga W (CHD-W), sehingga muncul dua buah pita DNA (Cerit dan Avanus, 2007; Dubiec dan Zagalska- Neubauer, 2006). Dubiec dan Zagalska-Neubauer (2006) menjelaskan bahwa primer (+) 22
6 2550F/2718R menghasilkan satu pita pada beberapa spesies Aves betina. Namun, betina dan jantan pada itik dan merpati dapat dibedakan secara mudah karena keduanya memiliki panjang fragmen yang berbeda. Situs penempelan primer forward dan reverse pada merpati dan ayam Hutan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan untuk jenis Aves lainnya yang diteliti belum ada sekuen gen CHD-Z maupun CHD-W, sehingga tidak diketahui letak situs penempelan primer dan panjang sekuen gen CHD-Z dan CHD-W ATTGAAATGATCCAGTGCTTGTTTCCTTAGTTCCCCTTTTATTG GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT GCTACTGATTCGTCTGCGAGAACGTGGCAACAGAGTTCTGATTT GTTACTGATTCGTCTACGAGAACGTGGCAACAGAGTACTGATTT ATCCATCAAGTCTCTAAAGAGATTGAATACTATAGTTAAAAAGC TCTCTCAGATGGTTAGGATGCTAGACATATTAGCAGAGTATTTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTGGACATCCTAGCAGAATATCTG TCTCTCAGATGGTGAGGATGCTAGACATCCTAGCAGAATACTTG AATTTTATATTCAAAATATTCTAATATTCTCTATACAAAATCTC AAGTATCGTCAATTTCCCTTTCAGGTGAGAATTTTTCTGGTAGT AAGTATCGCCAGTTTCCCTTCCAGGTAACAATCTCGAGTAACCA AAGTATCGTCAGTTTCCTTTTCAGGTAAGAATTTTGATGGTAGT AGAGCACCTTGAATTCTCAACTGCTAAAACTGTTATGTGAAGGT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTACCACTTTATCCTTTTTGTAGAT AGAGGTCTTGATCCTGAACTTAAGAAAAATCATGTTTATATTCT AGCCAAGAAGCCTTGATCTTTGCCACTTTATCTTAAGTAAAAGT GAAAAAAGTAACGCAACACTGCACATAATTTTTAAATTAATCTA TTATGAAAGTTTAATTTTACATACAGGAAAAGACTGGCAATTAA GAGGGTGACATGGTGGAGTGAGCTGTACAGATGTCGTGAAATCT GTCCTTTCTGTAGAAAAGACTTCTAAAAGTTTAATTTTATGTAT TTTCCTTTCAAAATACTACTTAGTACAAAACCACATTTTCTTTT TGCATGCTAAATAGTATTTTGAAGTTAAACTGATGAATTAGAAA CCATTCTCTGTGATACATAAAAGTCAACTGGGCACTGTCCTGGT AGAAAAAGACTGGCAATTACTATGGTGTGAGGTGTTGCATTATT ATCTTTTCTTAAGCAAAGTGGTAAAGATCATATAATTGCAAAAC GATGAAGTGTTTACATTACTTTTATTCCACCCCACCCCCTCAGT TAGCCTGCTGTAGCAGACCTTGCTTGGAAACAGGACAAGATGAC CTCCTCCTCCTCCTTCCCCCCCATTCCTCCCCTTGCCCTCAGTT AGTCGAATTTGGAAAGGACTGCTGGAGGTCATCTTGTCTAAGTC TGTTTTGGCAATTGAGAATTAAAGTTGCTCTGATTAGAATATAG CTCTAGAGGTCGTTGCCAGTATTTCAACCATCTGTGATTATTTG GTTTTGGCAATTGAGTATTCAGGTTGCTCTGATTAGAATATAGT CCCTACTCAGGTGGGGACAGTTAAAGCAGGTTTCACACGGTTAT AAGGAATTCCTTTTTAACTGTATTATTCAATCTCTTTAGAGACT ATCTTCACCATTTTGCTTAAGAAAAGAAAGCAACTTTCAGTTAA ATGAGTTCCTTTTTAACTGTAATATTTGATCTCTTTAGAGACTT dilanjutkan... 23
7 lanjutan... GTCCAGGTGGCTTTTGAATGTCAAAGAGGATGGAGATTCCATGA TGATGGATCAATAAAAGGGGAATTGAGGAAACAAGCACTGGATC AAAGATTATGTGAACAAATATGTTAACATTCCTTCTTTTTGTTC GATGGATCAATAAAAGGAGAACTGAGGAAACAAGCACTGGATCA CCTCTGGGCAACTTGTTCAGTGCTCCGTCAGCCTCAGAGTAAAG ATTTCAAT CTTCACATTGCTGTTTTATCAGTTAAAAAGTCAAGTTACTGTGA TTTCAAT AAAAGATTTTTCTTATATTCAAGGTCAAAGCTTCTTGGCTACTA TGGGAATATAGCTAAAGAATTACTTTTAGACTGTAGTTTTCAAT CCACCACAACTCTTACCTGAAAAGGAAACTGACGATACTTCAGA CTCTTTAGAGACTTGATGGATCAATAAAAGGGGAATTGAGGAAG TATTCTGCTAAGATGTCCAGCATCCTCACCATCTGTGAGAAAAT CAAGCACTGGATCATTTCAAT GAGTACTCTGTTGCCACGTTCTCGTAGACGAATCAGTAAC---- Gambar 8. Situs Penempelan Primer pada Sekuen Gen CHD-Z dan CHD-W pada Columba livia dan Gallus gallus. Situs Penempelan Primer Forward (Warna Kuning), Situs Penempelan Primer Reverse (Warna Hijau) Sekuen target gen CHD-Z yang dibatasi oleh primer 2550F/2718R pada merpati berukuran lebih panjang daripada gen CHD-W. Panjang sekuen gen CHD-Z pada merpati adalah 656 bp, dan panjang CHD-W 448 bp. Sekuen target gen CHD-Z dan CHD-W tidak ditemukan pada ayam Kampung, tetapi ditemukan pada ayam Hutan. Sekuen gen CHD-Z pada ayam Hutan (593 bp) juga berukuran lebih panjang daripada sekuen gen CHD-W (447 bp) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Panjang pita CHD-Z yang lebih panjang daripada CHD-W menyebabkan pita CHD- Z berada di atas pita CHD-W. Muladno (2002) menjelaskan bahwa migrasi molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil. Perbedaan panjang antara sekuen gen CHD-Z dan CHD-W berjarak 146 bp pada ayam Hutan dan 208 bp pada merpati. Dubiec dan Zagalska-Neubauer (2006) menyatakan bahwa primer 2550F/2718R dapat mengamplifikasi gen CHD-Z dan CHD-W dengan perbedaan sekitar bp. 24
8 Implementasi Penentuan Jenis Kelamin Aves di Indonesia Metode ini akan berguna untuk studi, program pemuliaan dan program konservasi burung-burung langka seperti kakatua dan beo. Pengembangan keilmuan dapat dilakukan seperti untuk mengobservasi gen-gen lain yang berada di kromosom jenis kelamin untuk keperluan penentuan jenis kelamin. Hasil penelitian juga dapat dijadikan acuan untuk menentukan jenis kelamin bangsa-bangsa lain dalam species yang sama. Misalnya, dengan diketahuinya pola pita CHD-Z dan CHD-W pada Gallus gallus maka dapat dijadikan acuan untuk bangsa-bangsa ayam lain, seperti ayam pelung, ayam cemani, ayam arab, dsb. Penentuan jenis kelamin juga penting untuk kepentingan pemulian ternak, salah satunya untuk seleksi pejantan dan indukan, sehingga dapat mengembangkan ternak sesuai dengan tujuan. Beo nias, kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning termasuk dalam daftar Appendix CITES. CITES merupakan peraturan yang mengatur perdagangan internasional flora dan fauna yang dilindungi. Beo nias dan kakatua-kecil Jambulkuning terdaftar dalam Appendix II, sedangkan kakatua maluku tercatat dalam kategori Appendix I. Kedua kategori ini dilarang diperdagangkan kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya keturunannya (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Ketiga jenis burung endemik Indonesia ini sangat diminati di pasar internasional. Pasar terbesar untuk kakatua maluku dan kakatua-kecil Jambul-kuning diantaranya Amerika Serikat dan Eropa, sedangkan pasar beo nias adalah negaranegara Asia (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Tingginya permintaan burungburung tersebut menyebabkan populasinya menurun drastis di alam, sehingga dibuatlah peraturan perdagangan seperti yang tertera dalam CITES. Namun, hingga kini permintaan ketiga jenis burung tersebut masih tinggi. Penangkaran atau captive breeding merupakan solusi dari tingginya permintaan pasar ketiga jenis burung tersebut. Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur, pembesaran anak, serta restocking atau pemulihan populasinya di alam (Thohari, 1987). 25
9 Penangkaran beo nias, kakatua maluku maupun kakatua-kecil Jambul-kuning belum banyak berkembang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena para penangkar kesulitan untuk mengawinkan burung akibat sulitnya menentukan burung jantan dan betina. Dengan penentuan jenis kelamin yang akurat seperti dengan menggunakan pendekatan molekuler, diharapkan dapat memperbaiki manajemen perkawinan dan meningkatkan populasi jenis-jenis endemik Indonesia. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,
Lebih terperinciPENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA
PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA KELAS AVES MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SKRIPSI ISYANA KHAERUNNISA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.
TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Burung atau aves adalah hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis kelamin merupakan informasi dasar dari makhluk hidup yang penting untuk diketahui, sayangnya tidak semua makhluk hidup mudah untuk dibedakan antara jantan dan betinanya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciPENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI
PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah
II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Darah Darah disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen cairan atau plasma dan komponen seluler. Sel darah terdiri atas eritrosit, trombosit dan leukosit (Gambar 2.1). Komponen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi
Lebih terperinci1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam
Lebih terperinciSINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)
SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperincimenggunakan program MEGA versi
DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciUJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR
UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau
PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciUJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama
UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul
Lebih terperinciPengujian DNA, Prinsip Umum
Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:
BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciFAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI
Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konservasi Burung Menurut Alikodra (1990), konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, dan pengembangan.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe
Lebih terperinciJURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)
JURNAL PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam
Lebih terperinciIdentifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )
Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (a)
8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel
Lebih terperinciSKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)
SKRIPSI PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
Lebih terperinciHasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Ternak Sapi Potong di Indonesia Populasi penduduk yang terus berkembang, mengakibatkan permintaan terhadap kebutuhan pangan terus meningkat. Ternak memberikan kontribusi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis
Lebih terperinciTeknik-teknik Dasar Bioteknologi
Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram
46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang identifikasi gen angiotensin converting enzyme (ACE) insersi/ delesi (I/D) dilakukan pada 100 pasien hipertensi yang berobat di poli jantung rumah sakit dr.
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis
Lebih terperinciElisa, PCR dan. Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik. Medan
Prinsip pemeriksaan metode Elisa, PCR dan Elektroforese Dr.Ozar Sanuddin, SpPK(K) Bagian Patologi Klinik Fakultas kedokteran kt USU/UISU Medan Prinsip pemeriksaan Imunologis Umumnya berdasarkan pada interaksi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni
TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciSaintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf
Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar
Lebih terperinciBAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI
BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA
6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b
TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti
Lebih terperinciPENDAHULUAN. cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE
LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE Nama (NIM) : Debby Mirani Lubis (137008010) dan Melviana (137008011)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,
Lebih terperinciTAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.
TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga
Lebih terperinci