BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang dari 5 tahun (balita) di negara maju dan negara berkembang. Virus ini menginfeksi anak pada awal kehidupannya. Meskipun sebagian besar infeksi pertama menyebabkan diare ringan, namun 15-20% di antaranya membutuhkan pertolongan kesehatan, dan 1-3% di antaranya mengakibatkan dehidrasi yang membutuhkan rawat inap. Rotavirus ditemukan pada 15-35% anak balita penderita diare yang rawat jalan dan 22-55% penderita rawat inap. Sekitar anak balita meninggal setiap tahunnya akibat rotavirus, sebagian besar terjadi di negara berkembang, dan menjadi penyebab 5% dari semua kematian anak balita (Glass et al., 2006). Di Asia, angka insidensi diare rotavirus pada anak balita yang membutuhkan rawat inap mencapai 2,1 20 kasus per 1000 anak per tahun dengan angka tertinggi dilaporkan terjadi di Bangladesh, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Rotavirus diperkirakan menyebabkan kematian tiap tahun di Asia, dengan angka mortalitas tertinggi terjadi di India, Pakistan, dan Indonesia (Kawai et al., 2012). Di Indonesia, rotavirus dilaporkan sebagai penyebab 38,9-48% diare pada anak balita yang dirawat di rumah sakit (Soenarto et al., 1981; Subekti et al., 2002; Putman et al., 2007). Soenarto et al. (2009) yang melakukan multicenter study melaporkan bahwa rotavirus menjadi penyebab 67% diare anak balita di Jakarta, 63% di Mataram, 60% di Palembang, 47% di Bandung, dan 35% di Yogyakarta. 1

2 Sebagian besar infeksi rotavirus yang simptomatik terjadi pada penderita berumur 3-24 bulan, dengan insiden puncak pada 7-15 bulan. Manifestasi klinis infeksi rotavirus lebih berat pada anak-anak berumur 3-24 bulan dibanding yang lebih muda, atau yang lebih tua. Meskipun anak-anak dapat terinfeksi rotavirus beberapa kali selama hidupnya, infeksi pertama setelah umur 3 bulan menyebabkan diare berat dan dehidrasi (Velazquez, 2009). Rotavirus merupakan salah satu penyebab infeksi yang terkait dengan perubahan musim. Rotavirus dikenal sebagai winter diarrhea karena sebagian besar kasus terdeteksi pada waktu-waktu terdingin sepanjang tahun. Jiraphongsa et al. (2005) dan Dowell (2011) melaporkan bahwa infeksi rotavirus di negara-negara dengan iklim tropis hanya menunjukkan sedikit variasi apabila dibandingkan dengan negara-negara yang beriklim sedang (temperate). Rotavirus berbentuk ikosahedral, berukuran 100 nm dengan genom yang terdiri dari 11 segmen dsrna. Segmen-segmen RNA rotavirus diberi nomor berdasarkan urutan migrasinya ketika dilakukan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Kesebelas segmen dsrna tersebut mengkode 6 protein struktural (VP1-VP4 dan VP6-VP7) dan 6 protein non-struktural (NSP1- NSP6) yang berfungsi dalam replikasi, pengaturan respon imun terhadap penjamu, dan stimulasi ekspresi gen virus (Estes & Kapikian, 2007). Rotavirus mempunyai kapsid yang tersusun dari 3 lapis protein konsentrik, dengan lapisan terdalam tersusun oleh protein VP2, lapisan tengah tersusun oleh protein VP6, dan lapisan terluar tersusun oleh glikoprotein VP7. Menonjol keluar dari VP7 adalah protein VP4 yang berbentuk tonjolan seperti duri. Protein VP4 dan VP7 merupakan protein utama yang bertanggung jawab atas munculnya respon imun sehingga dijadikan sebagai dasar typing. Typing yang didasarkan protein VP7 (glycoprotein=g) dikenal dengan G-typing sedang yang didasarkan protein VP4 (Protease-sensitive=P) dikenal sebagai P-typing 2

3 (Greenberg & Estes, 2009). Secara global diketahui, bahwa pada awalnya G1, G2, G3, dan G4 merupakan genotype yang dominan di seluruh dunia. Berbagai wabah telah terjadi dan memunculkan adanya perubahan genotype yang dominan atau munculnya genotype baru. G9 mulai muncul pada awal tahun 1993 dan proporsinya terus meningkat sehingga menjadi genotype global kelima. G1P[8], G2P[4], G3P[8], G4[P8], dan G9P[8] diketahui sebagai genotype rotavirus yang paling banyak beredar di dunia (Clark et al., 2004; Gentsch et al., 2005). Deteksi tipe rotavirus di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Bishop et al. (1989) dengan menggunakan antibodi monoklonal pada penderita diare di Yogyakarta. Dari 59 isolat yang berhasil diidentifikasi tipenya, didapatkan G1 (1,7%), G2 (8,4%), G3 (52,6%), G4 (35,6%), dan infeksi campuran (1,7%). Dengan teknik RT-PCR dilaporkan oleh Soenarto et al. (2009) bahwa dari 199 isolat yang berhasil diidentifikasi genotype-nya didapatkan G1 (30%), G2 (14%), G3 (0,4%), G4 (0,4%), G9 (29%), dan infeksi campuran (9%). Metode yang sama digunakan oleh Putnam et al. (2007) dan dilaporkan bahwa genotype rotavirus penyebab diare di Indonesia adalah G1 (11,4%), G2 (17,6%), G3 (1,6%), G4 (2,3%), G8 (0,1%), G9 (9,3%), infeksi campuran (48,2%), dan untypeable (3,5%). Rotavirus mempunyai faktor virulensi bersifat multigenik dan banyak dihubungkan dengan gen-gen 3, 4, 5, 9, dan 10. Gen-gen tersebut berturut-turut mengkode pembentukan protein VP3, VP4, NSP1, VP7, dan NSP4. Proteinprotein tersebut juga berperan di dalam host range restriction (Hoshino et al., 1995; Burke & Desselberger, 1996; Greenberg & Estes, 2009). Protein VP4 diketahui berperan penting dalam perlekatan dan penetrasi rotavirus ke sel target. VP4 sangat mudah mengalami proteolisis yang berakibat peningkatan infektivitas hingga beberapa kali lipat dan mengakibatkan virus masuk ke dalam sel. Selama proses proteolisis, VP4 dipecah menjadi VP8* dan 3

4 VP5*. Subunit VP8* mempunyai epitop-epitop untuk netralisasi yang bersifat serotype-specific, sedangkan subunit VP5* bertanggung jawab pada cross reactivity terhadap genotype yang berbeda. Epitop-epitop pada VP8* bersifat konformational dan tergantung pada asam amino penyusunnya (Greenberg & Estes, 2009). Perubahan pada asam amino penyusunnya dapat mengakibatkan perubahan pada bagian antigeniknya yang mempengaruhi efektivitas vaksin rotavirus (Patton, 2012). Protein VP3 merupakan suatu capping RNA enzyme, sementara VP4 dan VP7 merupakan protein pembentuk kapsid luar yang mampu menimbulkan respon imun neutralisasi. Protein NSP4 merupakan protein penting yang berperan dalam pengaturan homeostasis kalsium, replikasi virus, dan berperan sebagai enterotoksin. Protein NSP1 dan NSP5 merupakan protein non-struktural yang terlibat dalam proses replikasi virus. Protein NSP1 merupakan komponen dari early replication intermediates dan diiketahui berperan dalam host range restriction. Sedangkan protein NSP5 diketahui terlibat dalam proses pembentukan viroplasma, dan berfungsi sebagai adapter untuk berinteraksi terhadap protein VP1, VP2, NSP2, dan NSP6 selama replikasi genom (Hu et al., 2012). Berbagai usaha dengan memperbaiki hygine dan sanitasi telah dilakukan tetapi tidak banyak mengurangi morbiditas akibat infeksi rotavirus. Dengan demikian pencegahan dengan vaksin merupakan strategi jangka panjang yang paling tepat. Strategi pembuatan vaksin rotavirus didasarkan pada vaksin per oral dari rotavirus yang dilemahkan agar memberikan efek protektif yang adekuat sebagaimana infeksi alamiah (Midthun & Kapikian, 1996; Glass et al., 2005). Hal ini mendorong dilakukannya surveilans di berbagai negara untuk mengetahui genotype rotavirus yang beredar dan memonitor perubahannya. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya pergeseran genotype yang beredar di 4

5 negara maju (Griffin et al., 2000; Bon et al., 2000) dan negara berkembang (Cunliffe et al., 2001; Bahl et al., 2005a). Saat ini terdapat dua macam vaksin, Rotarix dan RotaTeq, yang telah banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Rotarix merupakan vaksin monovalent yang tersusun dari G1P[8], sedangkan RotaTeq merupakan vaksin pentavalen yang tersusun dari G1, G2, G3, G4, dan P[8]. Walaupun kedua jenis vaksin ini mempunyai efikasi yang tinggi saat digunakan di negara maju, tetapi efikasinya jauh lebih rendah apabila digunakan di negara berkembang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya jenis strain yang beredar di negara berkembang, adanya maternal antibody, pemberian ASI, malnutrisi dan penyakit kronik yang banyak terjadi di negara berkembang (Babji & Kang, 2012). Adanya perbedaan determinan antigenik pada strain vaksin dengan strain yang beredar di populasi juga diperkirakan mempengaruhi efikasi vaksin (Zeller et al.,2012). Kemajuan teknologi sekuensing memungkinkan dilakukannya sekuensing dalam skala besar. Berbagai data sekuen yang ada menunjukkan adanya perubahan yang dinamis dalam genetik rotavirus sebagai upaya agar rotavirus mampu tetap bertahan di dalam sirkulasi (Rahman et al., 2010). Mengingat pentingnya data beban sakit akibat diare rotavirus di Indonesia, maka pada penelitian ini akan diteliti prevalensi diare rotavirus pada balita di berbagai wilayah di Indonesia beserta genotype penyebabnya. Selain dilihat distribusi genotype-nya, pada penelitian ini akan dilihat dinamika perubahan genotype yang beredar di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada penelitian ini juga akan dilakukan analisis filogenetik sekuen gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 isolat Indonesia, dan dibandingkan dengan sekuen isolat negara lain yang sekuennya disimpan di GenBank dan sekuen rotavirus penyusun vaksin rotavirus. 5

6 B. Rumusan Masalah Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak balita di negara maju dan negara berkembang. Sebagian besar infeksi rotavirus yang simptomatik terjadi pada umur 3-24 bulan, dengan insiden puncak pada 7-15 bulan. Infeksi rotavirus di negara-negara beriklim tropis hanya menunjukkan sedikit variasi apabila dibandingkan dengan negara-negara yang beriklim sedang (temperate). Genotype rotavirus yang terdapat pada populasi selalu berubah. Hal ini mungkin disebabkan oleh munculnya genotype baru atau timbulnya pergeseran jenis genotype yang sebelumnya tidak dominan. Selain itu, hal ini juga bisa disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam tingkat genetik akibat adanya mutasi dan reassortment. Oleh karena data mengenai genotype yang beredar dalam populasi sangat penting untuk implementasi vaksin, maka perlu dilakukan surveilans untuk mengetahui jenis genotype yang beredar dan memonitor perubahan dominasinya. Mengingat bahwa genotype rotavirus yang beredar pada populasi bisa berbeda di setiap wilayah, berubah dari waktu ke waktu dan rotavirus mempunyai genom RNA bersegmen yang mudah sekali mengalami reassortment, maka perlu dilakukan isolasi rotavirus dari berbagai wilayah di Indonesia dan disekuensing untuk melihat variasi sekuen di antara isolat-isolat yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan data sekuen tersebut dapat dipelajari karakter rotavirus penyebab diare di Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan prevalensi diare rotavirus di berbagai wilayah di Indonesia? 2. Apakah diare rotavirus lebih banyak menyerang kelompok umur tertentu? 6

7 3. Apakah terdapat perbedaan prevalensi diare rotavirus yang terkait dengan musim? 4. Bagaimanakah distribusi genotype rotavirus yang beredar di berbagai wilayah di Indonesia? 5. Bagaimanakah dinamika genotype rotavirus yang beredar di berbagai wilayah di Indonesia selama beberapa tahun? 6. Bagaimanakah gambaran electropherotype isolat rotavirus yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia? 7. Bagaimanakah analisis filogenetik gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia dibanding dengan rotavirus isolat negara lain yang dipublikasikan di GenBank? 8. Adakah variasi asam amino penyusun gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia dibanding dengan rotavirus isolat negara lain yang dipublikasi di GenBank? 9. Adakah variasi asam amino penyusun gen VP7 rotavirus isolat Indonesia dibanding isolat penyusun vaksin rotavirus? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter rotavirus penyebab diare pada anak balita di Indonesia. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini mempunyai tujuan khusus untuk : a. Menganalisis prevalensi diare rotavirus di berbagai wilayah di Indonesia. b. Menganalisis kelompok umur tertentu yang paling sering terserang 7

8 diare rotavirus. c. Menganalisis perbedaan prevalensi diare rotavirus yang terkait dengan musim. d. Menganalisis distribusi genotype rotavirus yang beredar di berbagai wilayah di Indonesia. e. Menganalisis dinamika genotype rotavirus yang beredar di berbagai wilayah di Indonesia selama beberapa tahun. f. Menganalisis gambaran electropherotype isolat rotavirus yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. g. Menganalisis analisis filogenetik gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia dibanding dengan rotavirus isolat negara lain yang dipublikasi di GenBank. h. Menganalisis variasi asam amino penyusun gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia dibanding dengan rotavirus isolat negara lain yang dipublikasikan di GenBank. i. Menganalisis variasi asam amino penyusun gen VP7 rotavirus isolat Indonesia dibanding isolat penyusun vaksin rotavirus. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a) Didapatkan data mengenai beban penyakit (burden disease) akibat infeksi rotavirus di Indonesia beserta gambaran epidemiologisnya. b) Didapatkan informasi ilmiah tentang distribusi dan dinamika genotype rotavirus yang menjadi penyebab diare anak balita di Indonesia. c) Didapatkan informasi mengenai gambaran electropherotype rotavirus penyebab diare di Indonesia 8

9 d) Didapatkan informasi urutan nukleotida penyusun gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia. e) Didapatkan informasi mengenai variasi asam amino penyusun gen VP7 rotavirus isolat Indonesia dibanding isolat penyusun vaksin rotavirus. 2. Manfaat Praktis a) Data mengenai prevalensi diare rotavirus di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah pencegahan dan penanganan infeksi rotavirus di Indonesia. b) Data tentang distribusi dan dinamika genotype rotavirus penyebab diare di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai data dasar dalam mempertimbangkan pemilihan jenis vaksin rotavirus yang akan digunakan di Indonesia. c) Informasi mengenai karakteristik gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 serta variasi asam amino penyusun gen VP7 rotavirus isolat Indonesia dibanding isolat penyusun vaksin rotavirus dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk implementasi vaksin. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai prevalensi rotavirus di Indonesia sudah pernah dilakukan. Infeksi rotavirus di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Soenarto et al., (1981) yang melaporkan bahwa 38% balita di Yogyakarta terinfeksi oleh rotavirus. Beberapa peneliti lain melaporkan prevalensi rotavirus yang berbedabeda (Tabel 1). Data mengenai genotype rotavirus penyebab infeksi di Indonesia masih terbatas. Identifikasi tipe rotavirus di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Bishop et al. (1989) yang mendapatkan serotype G1, G2, G3, dan G4 sebagai penyebab diare. Beberapa peneliti lain melaporkan hasil yang bervariasi 9

10 (Tabel 1). Sementara itu, belum pernah ada laporan penelitian tentang dinamika perubahan genotype rotavirus yang beredar di Indonesia. Tabel 1. Berbagai hasil penelitian tentang rotavirus di Indonesia. No. Peneliti Lokasi Tahun Hasil 1. Proporsi diare akibat rotavirus di Indonesia Soenarto et Yogyakarta % balita terinfeksi al., (1981) rotavirus Ofoyo et al., (2002) Jakarta ,5% balita terinfeksi rotavirus Subekti et. Jakarta % balita terinfeksi al., (2002) rotavirus Putnam et al., (2007) Makasar, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali, NusaTenggar ,1% balita terinfeksi rotavirus Soenarto et al., (2009) Radji et al., (2010) a Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Mataram, Denpasar Palembang Jakarta, Yogyakarta, Mataram, Denpasar, Makassar % balita terinfeksi rotavirus % balita terinfeksi rotavirus 2. Distribusi genotype rotavirus yang beredar di Indonesia Bishop et al,. (1989) Yogyakarta Serotipe penyebab diare adalah G1, G2, G3, dan G4. Putnam et al,. (2007) Soenarto et al., (2009) Radji et al., (2010) Makasar, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali, NusaTenggar a Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Mataram, Denpasar, Palembang Jakarta, Yogyakarta, Mataram, Genotype penyebab diare adalah G1, G2, G3, G4, G8, dan G Genotype penyebab diare adalah G1, G2, G3, G4, dan G Genotype penyebab diare adalah G1, G2, dan G9. 10

11 Denpasar, Makassar 3. Dinamika genotype rotavirus di Indonesia : belum ada laporan penelitiannya. 4. Gambaran electropherotype isolat rotavirus di Indonesia. Albert et al. (1982) Yogyakarta Sebanyak 80% dari 85 sampel yang diperiksa mempunyai tipe panjang (long pattern) dan 20% lainnya tipe pendek (short pattern). 5. Analisis filogenetik isolat Indonesia Wulan et al. (2010) Jakarta 2007 Analisis filogenetik rotavirus G12 6. Variasi gen VP4, VP7, NSP2, NSP4 dan NSP5 rotavirus isolat Indonesia terhadap isolat lain di GenBank: belum ada laporan penelitiannya. Gambaran electropherotype rotavirus isolat Indonesia masih jarang diteliti. Hanya ada satu penelitian dari Albert et al. (1982) yang menemukan bahwa dari 85 sampel penderita diare di Yogyakarta, 80% di antaranya mempunya tipe panjang (long pattern) dan 20% lainnya tipe pendek (short pattern). Laporan penelitian mengenai analisis filogenetik isolat Indonesia masih sangat terbatas, sedangkan laporan penelitian mengenai variasi gen-gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 isolat Indonesia dibanding isolat negara lain dan isolat penyusun vaksin masih belum ada. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan angka prevalensi diare rotavirus di berbagai wilayah di Indonesia. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini penghitungan angka prevalensi diare rotavirus dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia dan dalam rentang waktu yang lebih lama untuk mengetahui perubahan prevalensi yang terjadi. Demikian juga dilakukan identifikasi genotype rotavirus penyebab diare pada beberapa wilayah yang berbeda dan pada beberapa tahun yang berbeda untuk melihat distribusi dan dinamika perubahan genotype yang terjadi di Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan sekuensing gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, 11

12 dan NSP5 terhadap berbagai isolat yang diambil dari berbagai wilayah di Indonesia dan dalam waktu yang berbeda. Data sekuennya digunakan untuk analisis filogenetik dengan dibandingkan terhadap sekuen isolat standar dan isolat dari berbagai negara yang diisolasi dalam waktu yang berbeda. Data tersebut juga digunakan untuk memprediksikan asam amino penyusun gen VP4, VP7, NSP2, NSP4, dan NSP5 sehingga dapat dipahami karakteristik antigeniknya. Selain itu, sekuen gen VP7 isolat Indonesia dibandingkan dengan sekuen strain penyusun vaksin rotavirus yang sudah beredar sehingga dapat diketahui adanya variasi asam amino penyusunnya yang berpotensi menyebabkan perbedaan efektifitas vaksin. Sekuen yang diperoleh disimpan di GenBank sehingga dapat digunakan sebagai infomasi sekuen isolat Indonesia yang dapat diakses secara on line.. 12