INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013"

Transkripsi

1

2 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013

3 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 No Katalog : No. Publikasi : Ukuran Buku : 25 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : xvii halaman Naskah : Penyunting : Gambar Kulit : Diterbitkan Oleh : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Bidang Integrasi, Pengolahan, dan Diseminasi statistik Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Sulawesi Barat Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

4 Kata Pengantar Publikasi Indikator Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Barat 2013 terbit atas kerjasama antara Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat dengan Badan Perencanaan Pembangunan dan Statistik Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Publikasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum mengenai situasi perekonomian Sulawesi Barat dengan menampilkan berbagai indikator makro sampai dengan tahun Informasi yang disajikan dalam publikasi ini menyangkut penduduk dan persebarannya, ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, keuangan daerah, pertanian, perbankan, perhubungan, pariwisata di Sulawesi Barat. Di samping itu terdapat beberapa ulasan yang membandingkan capaian Sulawesi Barat dengan daerah lainnya terutama di Kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua). Kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap terpublikasikannya Indikator Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Barat 2013 ini diucapkan terima kasih. Saran dan kritikan yang konstruktif dari berbagai pihak dinantikan demi perbaikan di masa depan. Semoga publikasi ini bermanfaat. Mamuju, Juli 2013 Bappeda Provinsi Sulawesi Barat Kepala, BPS Provinsi Sulawesi Barat Kepala, Prof. Dr. H. Akbar Tahir, M.Sc Setianto, S.E., M.Si.

5 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... iii iv viii xv 1. Sumber Daya Manusia Jumlah, Sebaran dan Komposisi Penduduk Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Persebaran dan Kepadatan Penduduk Komposisi Penduduk Pendidikan Tingkat Pendidikan Tingkat Partisipasi Sekolah Kemiskinan Garis Kemiskinan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tingkat Kedalaman Kemiskinan Tingkat Keparahan Kemiskinan Kemiskinan Antar Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Indeks Pembangunan Manusia Ketenagakerjaan Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran Lapangan Pekerjaan Utama iv DAFTAR ISI

6 2.3 Status Pekerjaan Utama Pergeseran dan Elastisitas Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja Pendapatan Regional dan Indeks Tendensi Konsumen Pertumbuhan Ekonomi Struktur Ekonomi PDRB Per Kapita PDRB Menurut Penggunaan Indeks Tendensi Konsumen Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Nilai Tukar Petani Industri dan Listrik Industri Besar Sedang (IBS) Industri Mikro Kecil (IMK) Listrik Perhubungan Angkutan Darat Angkutan Udara Angkutan Laut Komunikasi DAFTAR ISI v

7 7. Keuangan Keuangan Pemerintah Pendapatan Daerah Belanja Daerah Perbankan Perkembangan Kelembagaan Perbankan Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Pinjaman Perkembangan Kredit UMKM Pariwisata Tingkat Penghunian Kamar Hotel Rata-rata Lama Menginap Objek Wisata Laju Inflasi Laju Inflasi Perkotaan Indeks Harga Konsumen (IHK) Inflasi Laju Inflasi Perdesaan Perbandingan Sulampua Penduduk Kemiskinan Pengangguran Pertumbuhan Ekonomi Sektor Ekonomi Utama PDRB Per Kapita vi DAFTAR ISI

8 10.7 Indeks Tendensi Konsumen Produksi Tanaman Pangan Nilai Tukar Petani Inflasi DAFTAR ISI vii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat (Persen) dalam Periode Tahun , dan Tabel 1.3 Kepadatan Penduduk dan Distribusi Penduduk Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 1.7 Tabel 1.8 Tabel 1.9 Tabel 1.10 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten dan Tingkat Pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten dan Kepemilikan Ijazah atau STTB di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Perbandingan Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia, Jenis Kelamin dan Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Angka Partisipasi Murni Menurut Usia Sekolah, Kabupaten dan Jenis Kelamin di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Garis Kemiskinan Menurut Komponennya di Sulawesi Barat Tahun (Rp/Kapita/Bln) Jumlah (Jiwa) dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Barat Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan Menurut Daerah Di Sulawesi Barat Tahun viii DAFTAR TABEL

10 Tabel 1.11 Tabel 1.12 Tabel 1.13 Tabel 1.14 Tabel 1.15 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah Di Sulawesi Barat Tahun Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Periode Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Di Sulawesi Barat Tahun Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kelompok Sektor di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Tabel 2.5 Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Koefisien Elastisitas Kesempatan Kerja (EKK) di Provinsi Sulawesi Barat Periode Tabel 2.6 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Sektor di Sulawesi Barat Tahun (Juta Rupiah) DAFTAR TABEL ix

11 Tabel 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat (Persen) Tahun Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Kontribusi PDRB Sulawesi Barat Menurut Sektor (Persen) Tahun Kontribusi PDB Nasional Menurut Sektor (Persen) Tahun Kontribusi PDRB Menurut Kabupaten dan Sektor di Sulawesi Barat Tahun 2012 (Persen) Perkembanan PDRB/PDB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Sulawesi Barat dan Nasional (Juta Rupiah) Tahun PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat (Juta Rupiah), Tahun PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku di Sulawesi Barat Tahun (Miliar Rupiah) PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) di Sulawesi Barat Tahun Kontribusi PDRB Menurut Komponen Penggunaan di Sulawesi Barat Tahun (Persen) Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-IV Menurut Variabel pembentuknya di Sulawesi Barat Tahun Perkiraan dan Realisasi Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I-IV Menurut Variabel Pembentuknya di x DAFTAR TABEL

12 Sulawesi Barat Tahun Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Perkembangan Produksi Palawija Sulawesi Barat (Ton) Tahun Produksi Tanaman Perkebunan (Ton) di Sulawesi Barat Tahun Populasi Ternak (Ekor) Menurut Kabupaten dan Jenis Ternak di Sulawesi Barat Tahun Luas Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Menurut Kabupaten (Ha) di Sulawesi Barat Tahun Tabel 4.5 Produksi Perikanan Budidaya (Ton) Menurut Kabupaten dan Jenis Pembudidayaan di Sulawesi Barat Tahun Tabel 4.6 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Menurut Kabupaten dan Jenis Pembudidayaan di Sulawesi Barat Tahun Tabel 4.7 Nilai Tukar Petani Menurut Sub Sektor di Sulawesi Barat Tahun Tabel 5.1 Pertumbuhan Produksi IBS di Sulawesi Barat Menurut Jenis Industri, Triwulanan (persen) Tahun Tabel 5.2 Pertumbuhan Produksi IMK di Sulawesi Barat Menurut Jenis Industri Tahun (Persen) Tabel 5.3 Tabel 6.1 Jumlah Pelanggan, Daya Tersambung, Energi Terjual dan Pendapatan PT. PLN di Sulawesi Barat Tahun Perkembangan Panjang Jalan (Km) Menurut Status Jalan di Sulawesi Barat Tahun DAFTAR TABEL xi

13 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Jumlah Kendaraan (Unit) Yang Terekap pada Samsat Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Aktivitas Bandara Tampa Padang Mamuju Tahun Tabel 6.4 Aktivitas Pelayaran Pelabuhan Menurut Jenis Pelayaran di Sulawesi Barat Tahun Tabel 6.5 Tabel 6.6 Tabel 7.1 Tabel 7.2 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler dan Jumlah Kecamatan yang Terjangkau Signal Seluler di Sulawesi Barat Tahun Jumlah Pelanggan dan pemakaian Pulsa pada PT. Telkom Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Perkembangan PAD Kaupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah), Periode Perkembangan Komponen PAD Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah) Periode 2010 dan Tabel 7.3 Perkembangan Lain-lain Pendapatan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah) Serta Kontribusinya Dalam Postur Pendapatan Daerah (Persen) Periode Tabel 7.4 Tabel 7.5 Tabel 7.6 Perkembangan Belanja Pegawai Pemerintah Daerah dan Provinsi se Sulawesi Barat Periode Jumlah Bank dan Kantor Bank Menurut Kelompok Bank di Sulawesi Barat (Unit), Periode Perkembangan Posisi Dana Pihak Ketiga yang Terkumpul di Perbankan Sulawesi Barat, Periode xii DAFTAR TABEL

14 Tabel 7.7 Tabel 7.8 Kontribusi Penyerapan dan Pertumbuhan Pinjaman Perbankan Menurut Sektor Ekonomi (Persen) Posisi 2011 dan Persebaran Pinjaman Perbankan Menurut Kabupaten (Miliar Rupiah) Posisi Tabel 7.9 Posisi Penyaluran Kredit UMKM Menurut Penggunaan di Sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Tabel 8.1 Tabel 8.2 Tabel 8.3 Tabel 8.4 Jumlah Hotel, Kamar Tempat Tidur dan Tingkat Penghunian Kamar di Sulawesi Barat Tahun Perkembangan Jumlah Tamu dan Rata-rata Lama Menginap di Sulawesi Barat Tahun Persebaran Objek Wisata di Sulawesi Barat Menurut Kabupaten dan Jenis Objek Wisata Tahun Perkembangan Kunjungan Wisatawan Menurut Asal Wisatawan di Sulawesi Barat Tahun Tabel 9.1 Perkembangan Indeks Harga Konsumen Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Desember 2011 Desember Tabel 9.2 Tabel 9.3 Tabel 10.1 Tabel 10.2 Infalsi Bulan Juli dan Andil Kelompok Pengeluaran Dalam Menciptakan Inflasi (Persen) Laju Perubahan Indeks Konsumsi Rumahtangga Menurut Kelompok Pengeluaran di Sulawesi Barat Periode Januari Desember Jumlah Penduduk Menurut Provinsi se Sulampua Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau DAFTAR TABEL xiii

15 Sulawesi (Ribu Jiwa) Tahun Tabel 10.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun Tabel 10.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi se-sulampua dan Indonesia Tahun (Persen) Tabel 10.5 PDRB ADHB Provinsi di Kawasan Sulampua (Juta Rupiah) dan Kontribusi Setiap Provinsi Terhadap PDRB Sulampua (Persen) Tahun Tabel 10.6 Struktur Perekonomian Kawasan Sulampua (Persen) Tabel 10.7 Tabel 10.8 Perbandingan Indeks Tendensi Konsumen Provinsi se-sulawesi Menurut Variabel Pembentuknya Triwulan I-IV Tahun Perbandingan Produksi Tanaman Bahan Makanan di Kawasan Sulampua Menurut Provinsi (Ribu Ton) Tahun Tabel 10.9 Perbandingan NTP se Sulampua Tahun Tabel Perbandingan Inflasi Kota di Kawasan Sulampua (Persen) Tahun xiv DAFTAR TABEL

16 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Piramida Penduduk Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 (000 jiwa)... 8 Grafik 1.2 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin di Sulawesi Barat Tahun Grafik 1.3 Grafik 1.4 Angka Partisipasi Murni Menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin di Sulawesi Barat Tahun Garis Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Barat Tahun (Rp/Kapita/Bln) Grafik 1.5 Jumlah (Jiwa) dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Barat Tahun Grafik 2.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja di Sulawesi Barat Tahun (Ribu Orang) Grafik 2.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat Tahun Grafik 2.3 Grafik 2.4 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan Informal di Sulawesi Barat Tahun Grafik 3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat (Persen) Tahun Grafik 3.2 Perbandingan Kontribusi Antar Sektor PDRB Sulawesi Barat dan PDB Nasional (Persen), DAFTAR GRAFIK xv

17 Tahun Grafik 3.3 Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 4.3 Grafik 6.1 Perkembangan Inflai Mamuju (Persen) dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi Makanan Sulawesi Barat Triwulanan Tahun Produksi Padi di Sulawesi Barat (Ton) Tahun Luas Panen Padi di Sulawesi Barat (Hektare) Tahun Perkembangan NTP Sulawesi Barat Tahun Aktivitas Penumpang Pelabuhan (Orang) di Sulawesi Barat Tahun Grafik 7.1 Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah se-sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Periode Grafik 7.2 Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah se-sulawesi Barat Menurut Sumber (Miliar Rupiah) Periode Grafik 7.3 Perkembangan Kontribusi PAD Menurut Sumber Terhadap Total Pendapatan Daerah (Persen) Periode Grafik 7.4 Perkembangan Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten dan Provinsi (Milyar Rupiah) Periode Grafik 7.5 Grafik 7.6 Perkembangan Kontribusi Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten dan Provinsi (Persen) Periode Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten xvi DAFTAR GRAFIK

18 dan Provinsi (Miliar Rupiah) Periode Grafik 7.7 Perkembangan Total Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten se-sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Periode Grafik 7.8 Grafik 7.9 Grafik 7.10 Grafik 7.11 Grafik 7.12 Grafik 9.1 Grafik 9.2 Perbandingan Alokasi Belanja Tidak Langsung Pemerintah Daerah se Sulawesi Barat (Persen) Periode Perkembangan Belanja Langsung Pemerintah Daerah se Sulawesi Barat Menurut Komponen (Miliar Rupiah), Periode Pertumbuhan DPK dan Komposisi DPK 2012 di Sulawesi Barat (persen) Perkembangan Posisi Pinjaman Perbankan Menurut Penggunaan di Sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Persebaran Kredit UMKM di Sulawesi Barat Menurut Kabupaten dan Sektor Ekonomi (Milyar Rupiah) Posisi Pergerakan Indeks Harga Konsumen Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun Perkembangan Inflasi Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat (Persen) Tahun Grafik 9.3 Laju Perubahan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga di Sulawesi Barat Tahun Grafik 10.1 Distribusi Penduduk Menurut Provinsi se Sulampua Tahun Grafik 10.2 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan DAFTAR GRAFIK xvii

19 Sulampua (Persen) Tahun Grafik 10.3 Grafik 10.4 PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku (ADHK dan ADHB) di Kawasan Sulampua (Juta Rupiah) Tahun Plot Pengelompokkan Provinsi Berdasarkan Typologi Klassen di Kawasan Sulampua Tahun xviii DAFTAR GRAFIK

20 SUMBER DAYA MANUSIA 1

21 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

22 1.1 Jumlah, Sebaran dan Komposisi Penduduk Penduduk mempunyai kedudukan yang strategis dalam pembangunan karena penduduk tidak saja sebagai objek pembangunan, tetapi juga sebagai subjek pembangunan. Penduduk sebagai objek pembangunan artinya bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan sebagai subjek pembangunan, penduduk merupakan pelaku yang akan melaksanakan pembangunan. Beberapa ukuran kependudukan dapat digunakan untuk melihat perkembangan penduduk dalam suatu wilayah, misalnya jumlah penduduk, laju pertumbuhan, persebaran, kepadatan, dan komposisi penduduk. Berikut ini disajikan perkembangan penduduk di Sulawesi Barat dilihat dari jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, persebaran dan kepadatan penduduk, serta komposisi penduduk Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 (SP2000), jumlah penduduk Sulawesi Barat sebesar 891,62 ribu jiwa dan berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005 menjadi 969,45 ribu jiwa. Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) menjadi 1.158,65 ribu jiwa. Pada tahun 2012 jumlah penduduk sebanyak 1.218,0 ribu jiwa. Dengan jumlah penduduk yang semakin membesar dengan laju pertumbuhan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional, sangat diperlukan upaya pengendalian pertumbuhan penduduk dan diikuti SUMBER DAYA MANUSIA 3

23 dengan peningkatan kesejahteraan. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui program pembangunan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Kabupaten *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sulawesi Barat Catatan : *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Pada periode , laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Barat sebesar 1,69 persen per tahun, tetapi pada periode pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 2,68 persen per tahun. Hal ini kemungkinan terjadi akibat tingginya tingkat migrasi masuk selama periode karena pembentukan wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Selanjutnya pada kurun waktu , laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Barat mengalami penurunan sebesar 2,43 persen per tahun. 4 SUMBER DAYA MANUSIA

24 Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat (Persen) Dalam Periode Tahun , dan Kabupaten *) (1) (2) (3) (4) Majene 0,92 1,97 2,18 Polewali Mandar 0,45 1,44 1,62 Mamasa 0,54 1,81 2,10 Mamuju 3,46 3,91 3,02 Mamuju Utara 4,19 5,94 3,89 Sulawesi Barat 1,69 2,68 2,43 Catatan : *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun selama periode per kabupaten cukup bervariasi. Laju pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Kabupaten Polewali Mandar yakni sebesar 1,62 persen per tahun dan laju pertumbuhan penduduk paling tinggi terjadi di Kabupaten Mamuju Utara dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,89 persen per tahun. Sementara itu, terdapat dua kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk di atas laju pertumbuhan penduduk provinsi, yakni Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara Persebaran dan Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk di Sulawesi Barat masih tergolong rendah, yaitu 72 jiwa per km 2. Angka ini berarti bahwa dalam setiap 1 kilometer persegi wilayah di Sulawesi Barat, secara rata-rata dihuni oleh 72 jiwa. Meskipun demikian, kepadatan penduduk Sulawesi Barat dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk SUMBER DAYA MANUSIA 5

25 setiap tahunnya. Pada tahun 2000, kepadatan penduduk di Sulawesi Barat sebesar 53 jiwa per km 2, kemudian meningkat menjadi 68 jiwa per km 2 pada tahun 2010, terakhir di tahun 2012, kepadatan penduduk menjadi 72 jiwa per km 2. Tabel 1.3 Kepadatan Penduduk dan Distribusi Penduduk Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Distribusi Kepadatan Penduduk (Jiwa / Km 2 ) Persentase Kabupaten Penduduk *) 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Majene ,97 Polewali Mandar ,63 Mamasa ,01 Mamuju ,44 Mamuju Utara ,95 Sulawesi Barat ,00 Catatan : *) : Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Ditinjau dari kepadatan penduduk antar kabupaten di Sulawesi Barat dapat dilihat bahwa sebaran penduduk antar kabupaten belum merata. Kabupaten Mamuju sebagai ibukota provinsi dihuni oleh sekitar 29,44 persen penduduk di Sulawesi Barat pada tahun 2012 dengan persentase luas wilayah sekitar 47,32 persen. Sementara itu sebaran penduduk terendah adalah di Kabupaten Mamuju Utara yakni 11,95 persen penduduk dengan luas wilayah 17,97 persen. Selanjutnya dapat diamati bahwa sebaran penduduk di Sulawesi Barat dari tahun ke tahun 6 SUMBER DAYA MANUSIA

26 masih terkonsentrasi di Kabupaten Polewali Mandar. Dengan luas wilayah 11,94 persen dari luas Sulawesi Barat, Kabupaten Polewali Mandar dihuni oleh sekitar 33,63 persen penduduk pada tahun Komposisi Penduduk Salah satu indikator adanya keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan adalah dengan adanya perubahan komposisi penduduk menurut umur yang disebabkan oleh semakin rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif. Piramida penduduk Sulawesi Barat tahun 2012 dikategorikan tipe ekspansive di mana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Dasar piramida yang cukup lebar menunjukkan kelompok penduduk ini memiliki angka rasio ketergantungan penduduk muda yang cukup tinggi, sementara puncak piramida yang menciut tajam menunjukkan rendahnya angka rasio ketergantungan penduduk tua. Secara rinci pengelompokkan struktur umur penduduk Sulawesi Barat ke dalam kelompok umur lima tahunan pada tahun 2012 dapat kita lihat pada grafik 1.1, di mana piramida yang terbentuk adalah piramida yang mengerucut ke atas artinya semakin sedikit penduduk yang masuk ke dalam kelompok umur yang tua. Hal ini menunjukkan rendahnya angka rasio ketergantungan penduduk tua, sedangkan dasar piramida yang cukup lebar menunjukkan kelompok penduduk ini memiliki angka rasio ketergantungan penduduk muda yang cukup tinggi. SUMBER DAYA MANUSIA 7

27 Grafik 1.1 Piramida Penduduk Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 *) (000 jiwa) Grafik 1.2 Piramida Penduduk Sulawesi Barat (000 jiwa), 2012 Catatan : *) : Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 1.2 Pendidikan Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar bagi setiap manusia, karena melalui pendidikan upaya peningkatan SDM dapat diwujudkan. Dengan SDM yang tinggi maka pengelolaan sumbersumber yang ada akan semakin efisien dan efektif untuk mewujudkan kemajuan ekonomi. Karena dengan SDM yang berkualitas akan 8 SUMBER DAYA MANUSIA

28 memberikan multiplier efect terhadap pembangunan, termasuk di bidang ekonomi. Oleh sebab itu pemerintah secara terus menerus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan membuka kesempatan seluas-luasnya mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Olehnya itu, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sudah mengamanatkan agar pemerintah mengalokasikan anggaran minimal dua puluh persen pada sektor pendidikan Tingkat Pendidikan Gambaran mengenai peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun keatas. Pada tahun 2012, penduduk usia 10 tahun keatas di Sulawesi Barat cenderung tidak bersekolah lagi (70,86 persen). Sedangkan yang sedang dalam masa pendidikan hanya berkisar 22,78 persen. Dari yang sedang mengeyam pendidikan ini dominan pada mereka yang sedang berada dibangku pendidikan dasar (SD dan SMP) dengan kisaran 15,73 persen. Jika dirinci per kabupaten, tergambar jika tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun keatas yang sedang bersekolah di semua kabupaten masih terfokus pada pendidikan dasar. Kondisi ini berada pada kisaran 14,42 persen hingga 16,66 persen. Tingginya persentase penduduk yang sedang menempuh pendidikan, perlu diperhatikan oleh pemerintah agar mereka dapat terus melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi lagi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan dengan membangun sekolah baru atau dengan memberikan rangsangan berupa SUMBER DAYA MANUSIA 9

29 beasiswa/bantuan pendidikan. Persentase penduduk menurut umur 10 tahun keata menurut tingkat pendidikan tercermin pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten dan Tingkat Pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 Kabupaten Tdk/blm Pernah Sekolah Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah (1) (2) (3) (4) (5) PT Tdk Sekolah Lagi Majene 4,63 15,19 5,37 5,56 69,25 Polewali Mandar 8,17 14,42 4,80 2,50 70,10 Mamasa 7,74 18,11 5,21 0,94 68,00 Mamuju 5,39 16,14 3,93 2,27 72,28 Mamuju Utara 3,97 16,66 3,79 1,33 74,26 Sulawesi Barat 6,39 15,73 4,55 2,50 70,86 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat Indikator tingkat pendidikan penduduk di suatu daerah juga tergambar dari tingkat/jenjang pendidikan yang ditamatkan. Indikator ini terlihat dari ijazah/sttb yang dimiliki. Pada tahun 2012, penduduk Sulawesi Barat usia 10 tahun keatas didominasi oleh mereka yang memiliki ijazah pendidikan dasar SD dan SMP (46,56 persen). Kondisi ini mencerminkan program pendidikan gratis pada level SD dan SMP yang digalakkan oleh pemerintah sudah membuahkan hasil. Akan tetapi penduduk yang tidak memiliki ijazah juga masih cukup tinggi (33,74 persen). Besarnya porsi penduduk yang tidak memiliki ijazah ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satu program yang perlu 10 SUMBER DAYA MANUSIA

30 digalakkan adalah program kejar paket yang ijazahnya dapat disetarakan dengan pendidikan formal lainnya. Kepemilikan ijazah penduduk usia 10 tahun keatas di Sulawesi Barat tercermin pada Tabel 1.5. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibutuhkan peran serta dari semua stakeholders terkait, tidak hanya uluran tangan pemerintah. Kesadaran untuk mengenyam pendidikan perlu ditanamkan kepada semua penduduk, mengingat persaingan di masa yang akan datang akan semakin pesat. Selain itu, ketersediaan lapangan kerja juga terbatas pada mereka yang memiliki pendidikan pada level tertentu. Dilain pihak, pangsa tenaga kerja jelas akan merekrut orang-yang yang memiliki pendidikan dan keahlian khusus karena akan menghasilkan output yang lebih baik pula. Tabel 1.5 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Kabupaten dan Kepemilikan Ijazah atau STTB di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 Kabupaten Tidak Mempunyai Ijazah SD Kepemilikan Ijazah atau STTB Ijazah Ijazah SD dan SMP dan sederajat sederajat Ijazah SMA dan sederajat Ijazah PT (1) (2) (3) (4) (5) (6) Majene 25,08 30,51 16,37 18,79 9,25 Polman 33,52 31,30 14,44 15,45 5,28 Mamasa 35,33 28,76 16,12 13,37 6,41 Mamuju 31,12 32,05 13,72 15,55 7,55 Matra 28,40 37,08 15,19 15,14 4,19 Sulbar 31,37 31,79 14,77 15,62 6,45 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat SUMBER DAYA MANUSIA 11

31 1.2.2 Tingkat Partisipasi Sekolah Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu yang disebut dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Grafik 1.2 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin di Sulawesi Barat Tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat Jika dirinci menurut kelompok umur, APS Sulawesi Barat terlihat membesar pada kategori pendidikan dasar. APS Sulawesi Barat pada usia 7-12 tahun dan tahun masing-masing sebesar 95,66 persen dan 81,13 persen. Berbeda dengan penduduk usia tahun dan tahun dengan APS sebesar 56,37 persen dan 14,21 persen. Tingginya APS pada umur dibawah 15 tahun dikarenakan sudah ada dukungan dari pemerintah untuk mewajibkan setiap penduduk untuk mengenyam 12 SUMBER DAYA MANUSIA

32 pendidikan dasar sembilan tahun yang sudah digratiskan. Sedangkan APS umur 16 tahun keatas masih tergolong rendah karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan yang cenderung berada pada daerah perkotaan saja. Tabel 1.6 Perbandingan Angka Partisipasi Sekolah Menurut Usia, Jenis Kelamin dan Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2012 Jenis Kelamin Kabupaten Angka Partisipasi Sekolah (APS) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Laki-laki Majene 93,79 72,69 49,67 25,99 (L) Polewali Mandar 96,67 76,27 59,64 13,43 Mamasa 94,94 74,84 62,96 7,38 Mamuju 97,17 79,34 50,77 10,81 Mamuju Utara 97,95 83,94 80,60 11,45 Sulawesi Barat 96,39 77,31 57,82 13,31 Perempuan Majene 95,26 85,97 71,71 33,64 (P) Polewali Mandar 94,18 84,67 53,04 15,83 Mamasa 96,85 93,91 56,42 3,35 Mamuju 93,53 82,77 46,99 11,11 Mamuju Utara 97,50 81,24 57,96 8,40 Sulawesi Barat 94,90 85,25 54,99 15,10 L+P Majene 94,52 79,78 60,52 30,19 Polewali Mandar 95,45 80,02 56,01 14,62 Mamasa 95,89 84,98 59,64 5,50 Mamuju 95,36 80,92 49,02 10,96 Mamuju Utara 97,74 82,56 68,66 10,01 Sulawesi Barat 95,66 81,13 56,37 14,21 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat APS Sulawesi Barat yang dibentuk dari APS kabupaten, terlihat jika Kabupaten Mamuju Utara cenderung memiliki tingkat partisipasi sekolah yang paling tinggi. Bahkan APS Mamuju Utara lebih tinggi dari SUMBER DAYA MANUSIA 13

33 APS Sulawesi Barat. APS 7-12 tahun Mamuju Utara sebesar 95,66 persen dan 82,56 persen pada umur tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.6. Berbeda dengan APS, Angka Partisipasi Murni (APM) mengukur seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dan juga melihat proporsi anak yang bersekolah tepat waktu sesuai dengan umurnya, yang dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk penduduk usia 7-12 tahun, SMP untuk penduduk usia tahun, dan SM untuk penduduk usia tahun. Grafik 1.3 Angka Partisipasi Murni Menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin di Sulawesi Barat Tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat 14 SUMBER DAYA MANUSIA

34 Tabel 1.7 Angka Partisipasi Murni Menurut Usia Sekolah/Jenjang, Kabupaten dan Jenis Kelamin di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2011 Usia Jenis Kelamin Sekolah / Kabupaten Jenjang Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) (5) 7-12 Majene 89,28 91,02 90,14 (SD) Polewali Mandar 88,99 92,19 90,56 Mamasa 91,61 94,23 92,91 Mamuju 92,89 89,24 91,07 Mamuju Utara 93,95 92,07 93,08 Sulawesi Barat 91,21 91,41 91, Majene 57,08 64,76 61,18 (SMP) Polewali Mandar 60,00 59,11 59,60 Mamasa 51,96 68,29 60,64 Mamuju 51,00 67,14 58,46 Mamuju Utara 70,01 72,90 71,49 Sulawesi Barat 57,17 64,91 60, Majene 40,86 55,40 48,02 (SM) Polewali Mandar 49,42 39,94 44,20 Mamasa 50,58 47,34 48,93 Mamuju 36,38 38,02 37,14 Mamuju Utara 57,10 40,18 48,18 Sulawesi Barat 45,06 42,52 43, Majene 22,75 33,64 28,73 (PT) Polewali Mandar 12,67 14,08 13,37 Mamasa 2,11 2,55 2,32 Mamuju 8,88 9,78 9,34 Mamuju Utara 5,57 4,52 5,08 Sulawesi Barat 10,82 13,61 12,22 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat Secara umum, pada tahun 2012 angka patisipasi murni penduduk Sulawesi Barat lebih besar pada tingkat dasar (SD-SMP). Berdasrkan jenis kelamin, APM penduduk sedikit bervariasi. APM jenjang SD tahun SUMBER DAYA MANUSIA 15

35 2012 sebesar 91,31 persen dengan APM SD anak perempuan sebesar 91,41 persen dan APM SD anak laki-laki sebesar 91,21, sedangkan APM SMP Sulawesi Barat pada tahun 2012 sebesar 60,89 dengan APM SMP anak perempuan sebesar 64,91 dan APM SMP anak laki-laki sebesar 57,17. Angka Partisipasi Murni di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012 menurut kabupaten dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 1.7. Dari Tabel 1.7 pula terlihat bahwa APM Kabupaten Mamuju Utara cenderung lebih tinggi dari APM kabupaten lainnya. Pada jenjang SD dan SMP APM Mamuju Utara tertinggi masing-masing sebesar 93,08 persen dan 60,89 persen. sedangkan pada jenjang SM, APM tertinggi pada Kabupaten Mamasa dengan capaian 48,93 persen. 1.3 Kemiskinan Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Sasaran pembangunan nasional diantaranya menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan bersifat multidimensi. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara holistik yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan membutuhkan keterpaduan dalam pelaksanaannya. (Nasir, Saichudin, dan Maulizar, 2008) Kemajuan pembangunan berkaitan erat dengan pendapatan suatu daerah dan tingkat pertumbuhan ekonominya. Prasyarat utama terjadinya 16 SUMBER DAYA MANUSIA

36 penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal tersebut perlu ditopang juga dengan pemerataan pendapatan Garis Kemiskinan Garis kemiskinan pada tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu dari rupiah per kapita per bulan pada tahun 2008 menjadi rupiah per kapita per bulan pada tahun Salah satu faktor penyebab naik turunnya garis kemiskinan adalah adanya pengaruh inflasi yang terjadi dari waktu ke waktu. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun sebesar 11,42 persen. Kondisi perdesaan. yang sama juga terjadi di daerah perkotaan maupun Grafik 1.4 Garis Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Barat Tahun (Rp/Kapita/Bln) Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat SUMBER DAYA MANUSIA 17

37 Besaran garis kemiskinan untuk makanan memberikan konstribusi lebih dari 80 persen dari besaran garis kemiskinan secara keseluruhan. Sementara itu garis kemiskinan non makanan mendekati 20 persen. Meskipun demikian, dalam kurun waktu lima tahun terakhir persentase garis kemiskinan non makanan menunjukkan kenaikan kecuali pada tahun Tabel 1.8 Garis Kemiskinan Menurut Komponennya di Sulawesi Barat Tahun (Rp/Kapita/Bln) Tahun Makanan (GKM) Non Makanan (GKNM) Garis Kemiskinan (GK) Nilai % Nilai % Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) , , , , , , , , , , Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jumlah dan persentase penduduk miskin pada tahun terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari jiwa (16,73 persen) pada tahun 2008 menjadi jiwa (13,58 persen) pada tahun Pada periode persentase kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 0,31 persen ( jiwa). Persentase 18 SUMBER DAYA MANUSIA

38 kemiskinan pada tahun 2012 turun sebesar 0,65 persen dari 13,89 persen di tahun Grafik 1.5 Jumlah (Jiwa) dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Barat Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan lebih banyak bila dibandingkan daerah perkotaan. Pada tahun 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar jiwa (10,12 persen) dan daerah perdesaan sebesar jiwa (14,17 persen). Selama kurun waktu , persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami fluktuatif (Tabel 1.9). Secara absolut, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sedangkan jumlah SUMBER DAYA MANUSIA 19

39 penduduk miskin di daerah perdesaan pada periode cenderung menurun, namun pada tahun 2011 sempat meningkat meski kemudian pada tahun 2012 kembali menurun. Tabel 1.9 Jumlah (Jiwa) dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Barat Tahun Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota Desa (1) (2) (3) (4) (5) ,14 18, ,59 16, ,70 15, ,77 14, ,12 14,17 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Tingkat Kedalaman Kemiskinan Angka indeks kedalaman kemiskinan pada periode di Provinsi Sulawesi Barat mengalami fluktuasi. Dari gambar terlihat bahwa dari tahun indeks kedalaman kemiskinan cenderung menurun yaitu dari 2,63 pada tahun 2008 menjadi 1,55 pada tahun Sementara itu, pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan angka indeks kedalaman kemiskinan sebesar 2,32 dan Tahun 2012 menurun menjadi 1,81. Ditinjau secara spasial, pada periode yang sama menunjukkan bahwa indeks kedalaman kemiskinan daerah perkotaan lebih fluktuatif bila dibandingkan daerah perdesaan. Pada kurun waktu indeks 20 SUMBER DAYA MANUSIA

40 kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan cenderung menurun. Untuk daerah perkotaan mengalami penurunan yang cukup besar yaitu 1,54 poin (2,38 pada tahun 2008 menjadi 0,84 pada tahun 2010). Sedangkan di daerah perdesaan hanya berkurang 0,85 poin (2,75 pada tahun 2008 menjadi 1,90 pada tahun 2010). Tabel 1.10 Indeks Kedalaman Kemiskinan Menurut Daerah Di Sulawesi Barat Tahun Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) ,38 2,75 2, ,91 2,25 2, ,84 1,90 1, ,30 2,63 2, ,83 2,10 1,81 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Dari Tabel 1.10 dapat dilihat bahwa indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (kecuali pada tahun 2009). Dengan demikian secara umum dapat dikatakan jarak ratarata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan di daerah perdesaan relatif lebih jauh bila dibandingkan dengan daerah perkotaan Tingkat Keparahan Kemiskinan Pada kurun waktu secara umum terlihat bahwa tingkat keparahan kemiskinan cenderung menurun dari 0,66 pada tahun 2008 menjadi 0,41 pada tahun Angka Indeks keparahan kemiskinan ini tampak berflukuatif dari tahun ke tahun dimana pada periode SUMBER DAYA MANUSIA 21

41 mengalami penurunan kemudian pada tahun 2011 mengalami peningkatan dan pada tahun 2012 kembali mengalami penurunan. Tabel 1.11 Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah Di Sulawesi Barat Tahun Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) ,70 0,63 0, ,95 0,42 0, ,12 0,46 0, ,30 0,71 0, ,10 0,51 0,41 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Selama kurun waktu angka indeks keparahan kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Akan tetapi pada periode indeks keparahan kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi bila dibandingkan daerah perkotaan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pergeseran ketimpangan distribusi pengeluaran penduduk miskin dari daerah kota ke perdesaan Kemiskinan Antar Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Jumlah penduduk miskin di lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat selama mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Pada kurun waktu tersebut hanya Kabupaten Mamasa yang menunjukkan penurunan dari 22,5 ribu jiwa pada tahun 2008 menjadi 21,3 ribu jiwa pada tahun Sedangkan Kabupaten Polewali Mandar mengalami 22 SUMBER DAYA MANUSIA

42 kenaikan tertinggi dibanding kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 1,8 ribu jiwa. Pada tahun 2012, Kabupaten Mamuju Utara memiliki jumlah penduduk miskin terendah yaitu 7,9 ribu jiwa, Kabupaten Polewali Mandar menjadi kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi sebesar 79,1 ribu jiwa. Tabel 1.12 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun (Ribu Jiwa) Kabupaten (1) (2) (3) (4) (5) (6) Majene 24,4 23,9 27,8 26,6 26,2 Polewali Mandar 78,3 76,6 84,3 80,4 79,1 Mamasa 22,5 22,3 22,8 21,7 21,3 Mamuju 24,7 25,4 27,7 26,4 26,0 Mamuju Utara 7,0 7,1 8,4 8,0 7,9 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Meskipun jumlah penduduk miskin pada kurun waktu mengalami kenaikan hampir di semua kabupaten di Sulawesi Barat, akan tetapi persentase penduduk miskin menunjukkan penurunan pada semua kabupaten di Sulawesi Barat. Penurunan tertinggi berada di Kabupaten Mamasa sebesar 3,68 persen (18,06 persen pada tahun 2008 menjadi 14,38 persen pada tahun 2012), sedangkan yang terendah di Kabupaten Mamuju sebesar 0,99 persen (8,11 persen pada tahun 2008 menjadi 7,12 persen pada tahun 2012). Dari lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara memiliki persentase penduduk miskin terendah bila dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Selama periode SUMBER DAYA MANUSIA 23

43 2012 persentase penduduk miskin di Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara tidak lebih dari sembilan persen, bahkan pada tahun 2012 persentase penduduk miskin di Kabupaten Mamuju Utara hanya 5,30 persen. Tabel 1.13 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun Kabupaten (1) (2) (3) (4) (5) (6) Majene 18,44 18,09 18,42 17,06 16,52 Polewali Mandar 21,80 21,37 21,24 19,66 19,10 Mamasa 18,06 17,87 16,25 15,04 14,38 Mamuju 8,11 8,13 8,17 7,59 7,12 Mamuju Utara 6,52 6,47 6,20 5,77 5,30 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 1.4 Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan; dan kemampuan daya bell masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Secara umum gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia sebagai dampak dari kegiatan 24 SUMBER DAYA MANUSIA

44 pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah dapat dilihat dari angka IPM nya. Perkembangan angka IPM dari tahun ke tahun memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia setiap tahunnya. Tabel 1.14 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun * Kabupaten * (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Majene 66,9 68,6 69,12 70,28 70,83 71,34 71,86 72,41 Polewali Mandar 63,3 63,9 64,77 65,91 66,61 67,38 67,88 68,44 Mamasa 67,5 68,7 69,16 69,79 70,18 70,82 71,62 72,07 Mamuju 65,4 67,3 67,60 68,50 68,89 69,32 69,78 70,76 Mamuju Utara 64,5 67,9 68,84 69,27 69,55 69,99 71,41 70,79 Sulawesi Barat 65,7 67,1 67,72 68,55 69,18 69,64 70,11 70,73 Catatan : *) angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Pada Tabel 1.14 dapat dilihat capaian IPM dari 5 kabupaten di Sulawesi Barat pada tahun Pada tahun 2005 ada 3 kabupaten yang capaian IPM-nya berada di atas capaian IPM provinsi, yakni Kabupaten Majene, Mamasa dan Mamuju. Pada tahun 2012, angka IPM di hampir semua kabupaten di Sulawesi Barat berada di atas angka IPM provinsi, kecuali kabupaten Polewali Mandar. Capaian IPM Mamuju sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Barat selama berfluktuatif berada di atas atau di bawah capaian IPM provinsi. Sementara itu IPM Majene dan Mamasa tetap berada di atas SUMBER DAYA MANUSIA 25

45 capaian provinsi dari tahun Berkebalikan dengan Majene dan Mamasa, IPM Kabupaten Polewali Mandar justru selalu berada di bawah capaian IPM provinsi dari tahun 2005 hingga Tabel 1.15 Reduksi Shortfall Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Periode * Kabupaten * (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Majene 3,50 5,14 1,66 3,76 1,85 1,75 1,81 1,96 Polewali Mandar 3,17 1,63 2,41 3,24 2,05 2,31 1,53 1,75 Mamasa 3,85 3,69 1,47 2,04 1,29 2,15 2,74 1,57 Mamuju 2,54 5,49 0,92 2,78 1,24 1,38 1,50 3,24 Mamuju Utara 3,27 9,58 2,93 1,38 0,91 1,44 4,73 1,28 Sulawesi Barat 3,65 4,08 1,88 2,57 2,00 1,49 1,55 2,05 Catatan : *) angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, data diolah Kecepatan suatu daerah dalam mencapai IPM ideal ditunjukkan oleh nilai reduksi shortfall. Semakin tinggi nilai reduksi shortfall, semakin cepat IPM suatu wilayah akan mencapai IPM ideal. Nilai reduksi shortfall Provinsi Sulawesi Barat antara tahun pada kisaran 1,49 poin hingga 4,08 poin. Kecepatan tertinggi Sulawesi Barat dalam mencapai IPM ideal terjadi pada periode yaitu sebesar 4,08 poin. Pada periode tersebut, kabupaten yang kecepatan mencapai IPM idealnya tertinggi adalah kabupaten Mamuju Utara dengan 9,58 poin. Pada tahun , kecepatan Sulawesi Barat dalam mencapai IPM ideal sebesar 2,05 poin, meningkat 0,50 poin dibanding tahun SUMBER DAYA MANUSIA

46 KETENAGAKERJAAN 2

47 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

48 Negara wajib menjamin setiap warganya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan hal ini menjadi hak dasar bagi warganegara untuk bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Penciptaan lapangan kerja merupakan tanggung jawab pemerintah dan stakeholders terkait. Penyerapan tenaga kerja yang tinggi merupakan asset dalam pembangunan daerah. Tenaga kerja yang terserap otomatis akan memiliki penghasilan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli dan dapat menopang konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen penggerak perekonomian daerah termasuk di Sulawesi Barat. 2.1 Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran Sebagai salah satu indikator perekonomian, keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Barat memperlihatkan capaian yang cukup menggembirakan. Beberapa indikator ketenagakerjaan seperti peningkatan angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sebagai provinsi muda, Sulawesi Barat tentunya memiliki daya tarik tersendiri bagi para pencari kerja. Hal ini cukup terlihat dari peningkatan jumlah penduduk usia kerja di Sulawesi Barat yang berumur diatas 15 tahun. Peningkatan ini terutama didorong oleh faktor migrasi masuk disamping karena pertumbuhan penduduk secara alami. Pada tahun 2012, penduduk berumur diatas 15 tahun di Sulawesi Barat sebanyak orang. Kondisi ini meningkat dari kondisi tahun KETENAGAKERJAAN 29

49 2008 yang sebanyak orang atau rata-rata tumbuh 1,21 persen per tahun dalam periode Keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Barat khususnya pada periode Agustus dalam lima tahun terakhir ( ) menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan, hal ini digambarkan dengan adanya peningkatan kelompok penduduk yang bekerja yang disertai dengan penurunan tingkat pengangguran. Tabel 2.1 Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Di Sulawesi Barat Tahun Kegiatan Utama (1) (2) (3) (4) (5) (6) Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Angkatan Kerja a. Bekerja b. Tidak Bekerja (Pengangguran) Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK%) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT%) Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 67,37 68,07 71,46 72,27 71,73 4,57 4,51 3,25 2,82 2,14 Pada tahun 2008, jumlah angkatan kerja di Sulawesi Barat sekitar 496 ribu orang, kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi sekitar 514 ribu orang, dan tahun 2012 meningkat lagi menjadi sekitar 561 ribu orang. Jika dirata-ratakan selama lima tahun terakhir, peningkatan angkatan kerja setiap tahun naik sebanyak 11,4 ribu orang atau meningkat rata-rata 3,12 persen per tahun dalam periode tersebut. 30 KETENAGAKERJAAN

50 Grafik 2.1 Jumlah Angkatan Kerja dan Penduduk Bekerja di Sulawesi Barat Tahun (Ribu Orang) Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Perkembangan yang sama juga ditunjukkan oleh penduduk yang bekerja. Pada tahun 2008, jumlah penduduk yang bekerja sekitar 473 ribu orang, kemudian meningkat menjadi 515 ribu orang di tahun 2010, dan tahun 2012 penduduk yang bekerja mencapai sekitar 549 ribu orang. Jika dirata-ratakan selama lima tahun terakhir, penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 18,9 ribu orang per tahun atau meningkat rata-rata sebesar 3,77 persen pertahun. Disisi lain, jumlah penganggur selama kurun waktu 5 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008, jumlah penganggur sebanyak 23 ribu orang, kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 17 ribu orang dan turun lagi pada tahun 2012 menjadi sekitar 12 ribu orang. Jika dirata-ratakan selama lima tahun terakhir, setiap tahun KETENAGAKERJAAN 31

51 penganggur berkurang sebanyak 2,67 ribu orang atau turun rata-rata sebesar 14,06 persen per tahun. Grafik 2.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan indikasi besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah. Indikator ini juga dapat menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Dalam periode 2008 hingga 2012, TPAK Sulawesi Barat menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2008 TPAK Sulawesi Barat sebesar 63,37 persen, kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 71,46 persen dan di tahun 2012 meningkat lagi menjadi 71,73 persen. 32 KETENAGAKERJAAN

52 2.2. Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan pekerjaan di Sulawesi Barat masih mencirikan daerah agraris dengan ditandai tingginya persentese penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 57,27 persen dari total penduduk usia kerja atau setara dengan 314 ribu orang di Sulawesi Barat masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor lain yang juga menyerap tenaga kerja cukup tinggi adalah sektor perdagangan yang menyerap sebanyak 83 ribu tenaga kerja atau sekitar 15,13 persen, kemudian diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan yang mampu menyerap sebanyak 77 ribu tenaga kerja atau setara dengan 14,02 persen. Tabel 2.2 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2008 Agustus 2009 Agustus 2010 Agustus 2011 Agustus 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pertanian Industri Perdagangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya *) Sulawesi Barat Catatan: *) Sektor Konstruksi, Transportasi, Pertambangan, Listrik Gas dan Air, dan Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat KETENAGAKERJAAN 33

53 Jika kita cermati lebih jauh selama lima tahun terakhir, meskipun sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, tetapi andilnya cenderung berkurang. Pada tahun 2008, sektor pertanian mampu menyerap sekitar 64,64 persen pekerja, kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 62,19 persen, selanjutnya pada tahun 2012 turun lagi menjadi 57,27 persen. Jika dirata-ratakan selama periode , persentase penyerapan tenaga kerja sektor pertanian turun rata-rara sebesar 1,84 poin per tahun. Grafik 2.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Sektor perdagangan dan jasa kemasyarakatan menunjukkan hal yang berbeda. Untuk sektor perdagangan, pada tahun 2008 sekitar 13,01 persen orang bekerja pada sektor ini, selanjutnya pada 2011 meningkat menjadi 13,47 persen dan tahun 2012 naik menjadi 15,13 persen. Rata- 34 KETENAGAKERJAAN

54 rata selama periode tahun , sektor perdagangan mengalami peningkatan persentase penyerapan tenaga kerja sebesar 0,53 poin per tahun. Untuk sektor jasa kemasyarakatan, pada tahun 2008 sekitar 9,66 persen orang bekerja pada sektor ini, selanjutnya pada 2010 meningkat menjadi 12,76 persen dan di tahun 2012 persentasenya naik menjadi 14,02 persen. Rata-rata selama periode , sektor jasa kemasyarakatan mengalami peningkatan persentase penyerapan tenaga kerja sebesar 1,09 poin per tahun Status Pekerjaan Utama Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2012 sebanyak 139 ribu orang (25,26 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 410 ribu orang (74,74 persen) bekerja pada kegiatan informal. Jika melihat perkembangan selama lima tahun terakhir (periode ), penduduk yang bekerja pada kegiatan formal terus mengalami perkembangan yang berarti. Pada Agustus tahun 2008, penduduk yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 87 ribu orang (sekitar 18,29 persen), kemudian pada Agustus tahun 2010 naik menjadi 102 ribu orang (sekitar 19,89 persen), dan selanjutnya pada Agustus 2012 meningkat lagi menjadi 139 ribu orang (sekitar 25,26 persen). Jika dilihat KETENAGAKERJAAN 35

55 rata-rata perkembangannya selama periode tersebut, terjadi penambahan penpenduduk yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 13 ribu orang per tahun. Jika dilihat secara persentase, peningkatan pekerja formal selama lima tahun terakhir persentasenya naik rata-rata 1,74 poin per tahun. Grafik 2.4 Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Formal dan Informal di Sulawesi Barat Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Dari 549 ribu orang yang bekerja pada Agustus 2012, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 155 ribu orang (28,26 persen). Kemudian diikuti pekerja tidak dibayar 140 ribu orang (25,44 persen), dan buruh/karyan sejumlah 128 ribu orang (23,33 persen). Sedangkan status pekerjaan utama terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebesar 11 ribu orang (1,93 persen). 36 KETENAGAKERJAAN

56 Tabel 2.3 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Sulawesi Barat Tahun Status Pekerjaan Utama Agsts 2008 Agsts 2009 Agsts 2010 Agsts 2011 Agsts 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/ karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekerja tak dibayar Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 2.4. Pergeseran dan Elastisitas Tenaga Kerja Pergeseran lapangan usaha bagi penduduk yang bekerja antar sektor ekonomi dapat diindentifikasi dengan melihat komposisi sektor lapangan usaha pekerja. Untuk keperluan tersebut lapangan usaha dibagi menjadi tiga sektor yaitu: Agriculture (sektor pertanian) atau disebut sektor A atau sektor primer, sektor Manufacture (sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air, serta sektor konstruksi) atau disebut sektor M atau sektor sekunder, dan sektor Service (sektor KETENAGAKERJAAN 37

57 perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, serta sektor jasa-jasa) atau disebut sektor S atau sektor tersier. Tabel 2.4 Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Kelompok Sektor di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Kelompok Sektor Pergeseran (1) (2) (3) (4) Agriculture 64,64 57,27-7,37 Manufacture 8,84 9,90 1,06 Service 26,52 32,83 6,31 Sulawesi Barat 100,00 100,00 - Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Berdasar Tabel 2.4 tampak bahwa komposisi tenaga kerja di Sulawesi Barat pada tahun 2012 masih di dominasi oleh pekerja di sektor Agriculture, dimana lebih dari setengahnya (sekitar 57,27 persen) bekerja di sektor tersebut, selanjutnya adalah sektor service mencapai 32,83 persen pekerja, sedangkan sektor manufacture memiliki persentase sebesar 9,90 persen. Angka itu mengindikasikan bahwa sektor ekonomi di Sulawesi Barat masih didominasi oleh sektor primer. Namun demikian, jika dilihat dari trend selama dapat dilihat adanya indikasi terjadinya transformasi perekonomian dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja, terlihat bahwa selama lima tahun terakhir kontribusi sektor agriculture dalam menyerap tenaga kerja semakin berkurang. Pada tahun 2008, kontribusi sektor agriculture 38 KETENAGAKERJAAN

58 mencapai 64,64 persen, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi 57,27 persen, atau berkurang sebesar 7,37 persen poin. Pada sektor manufacture dan service menunjukkan hal yang berbeda di mana kedua sektor tersebut kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja semakin meningkat. Pada sektor manufacture, terjadi peningkatan kontribusi sebesar 1,06 persen poin yaitu dari 8,84 persen di tahun 2008 menjadi 9,90 persen di tahun Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada sektor service yang peningkatan kontribusinya mencapai 6,31 persen yaitu dari 26,52 persen menjadi 32,83 persen. Perkembangan kesempatan kerja dapat pula dikaitkan dengan perkembangan ekonomi. Seperti kita ketahui bahwa kenaikan output suatu sektor ekonomi diharapkan sejalan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Besarnya pengaruh peningkatan output sektor ekonomi terhadap kesempatan kerja dapat dilihat dari tingkat elastisitasnya. Tingkat elastisitas kesempatan kerja dihitung dengan cara membandingkan antara laju pertumbuhan kesempatan kerja dengan laju pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama lima tahun terakhir ( ) sebesar 7,36 persen per tahun. Sementara itu, rata-rata laju pertumbuhan kesempatan kerja selama periode yang sama sebesar 3,00 persen per tahun, sehingga tingkat elastisitas kesempatan kerja selama lima tahun terakhir adalah 0,41. Angka ini berarti bahwa setiap kenaikan output ekonomi (dalam hal ini PDRB) sebanyak satu persen akan menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,41 persen atau cenderung tidak elastis. KETENAGAKERJAAN 39

59 Tabel 2.5 Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Koefisien Elastisitas Kesempatan Kerja (EKK) di Provinsi Sulawesi Barat Periode Kelompok Sektor Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja Laju Pertumbuhan Ekonomi EKK (1) (2) (3) (4) Agriculture 0,54 6,38 0,08 Manufacture 5,36 7,69 0,70 Service 7,50 8,43 0,89 Sulawesi Barat 3,00 7,36 0,41 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Jika kita lihat lebih jauh maka setiap sektor memiliki tingkat elastisitas yang berbeda karena memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda. Pada sektor agriculture, tingkat elastisitasnya sangat rendah yaitu 0,08 atau tidak elastis, sedangkan pada sektor Manufacture dan Service cukup elastis, dengan tingkat elastisitas masing masing sebesar 0,70 dan 0,89. Tingginya elastisitas kesempatan kerja di sektor Service diduga sebagai akibat tingginya pekerja yang berkerja di sektor informal. 2.5 Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas tenaga kerja menggambarkan berapa besar kemampuan seorang tenaga kerja dalam menciptakan nilai tambah dalam pembentukan produk domestik regional bruto suatu daerah pada kurun waktu tertentu. Produktivitas tenaga kerja diperoleh dengan membagi 40 KETENAGAKERJAAN

60 jumlah nilai tambah bruto suatu sektor tertentu dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor yang sama di suatu daerah pada waktu tertentu. Tabel 2.6 Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Sektor di Sulawesi Barat Tahun (Juta Rupiah) Sektor (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pertanian 13,60 15,36 17,08 19,81 21,74 Industri 26,34 22,83 27,08 31,59 37,83 Perdagangan 15,91 17,88 22,18 23,16 22,66 Jasa 29,60 28,40 27,27 32,32 36,05 Lainnya *) 32,71 36,43 42,71 36,70 39,94 Sulawesi Barat 17,53 19,27 21,34 24,06 26,25 Catatan: *) Sektor Konstruksi, Transportasi, Pertambangan, Listrik Gas dan Air, dan Keuangan Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Secara umum produktivitas tenaga kerja di Sulawesi Barat cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, satu orang tenaga kerja di Sulawesi Barat menciptakan nilai tambah sebesar 17,53 juta rupiah naik menjadi 26,25 juta rupiah pada tahun 2012 setelah mencapai 21,34 juta rupiah tahun Sementara produktivitas tenaga kerja jika dirinci menurut sektornya terlihat jika sektor pertanian yang merupakan leading sector di Sulawesi Barat hanya berkisar 21,74 juta rupiah pada tahun Angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan sektor lainnya seperti sektor industri yang memiliki nilai sebesar 37,83 juta rupiah dan sektor jasa sebesar 36,06 juta. Dalam kurun waktu , terlihat bahwa produktivitas tenaga kerja sektor KETENAGAKERJAAN 41

61 pertanian memiliki nilai yang lebih kecil dibanding produktivitas tenaga kerja secara umum di Sulawesi Barat. Produktivitas tenaga pada sektor industry terbilang cukup tinggi sebagai dampak dari modernisasi maupun sentuhan teknologi. Perkembangan produktivitas tenaga kerja di Sulawesi Barat dapat dilihat pada Tabel KETENAGAKERJAAN

62 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 3

63 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

64 Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di suatu wilayah selama satu tahun. Pendapatan regional tercermin dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran peringkat sektor dan struktur ekonomi. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari triwulan satu ke triwulan yang lain atau dari tahun ke tahun. Pada saat ini pemerintah dan dunia usaha memerlukan informasi yang akurat dan terkini untuk mengetahui kondisi perekonomian. Pemerintah memerlukan informasi tersebut untuk perencanaan dan evaluasi, sementara itu dunia usaha penting mengetahui kondisi perekonomian untuk kepentingan investasi maupun ekspansi pasar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dan bijak untuk mengatasi terjadinya perubahan kondisi perekonomian dan mencegah adanya kerugian. Informasi seperti ini oleh BPS salah satunya diwujudkan dalam Indeks Tendensi Konsumsen (ITK). 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Dewasa ini, pembangunan perekonomian memiliki tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, strategi PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 45

65 pembangunan di tingkat nasional maupun regional harus ditekankan pada upaya pembangunan di segala bidang, baik infrastruktur, produksi, maupun distribusi. Tujuan akhirnya adalah memacu pertumbuhan ekonomi, menciptakan pemerataan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sementara itu, dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Dengan demikian hendaknya fokus pembangunan manusia tidak hanya pada laju pertumbuhan ekonomi semata tetapi juga pada aspek distribusinya. Bukan hanya pada masalah berapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, namun apakah pertumbuhan tersebut dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat semenjak terbentuk pada tahun 2004 terus berbenah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Selama delapan tahun berjalan, berbagai upaya pembangunan di bidang ekonomi telah dilakukan, diantaranya adalah pembangunan infrastruksur, baik pembangunan jalan, jembatan, pasar, gedung-gedung pemerintahan dan sarana umum lainnya. Diharapkan dengan adanya pembangunan infrastruktur dan bidang-bidang lainnya, pemerintah Sulawesi Barat dapat meningkatkan pertumbuhan nilai tambah pada semua sektor ekonomi. Pertumbuhan nilai tambah tercermin dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari perubahan PDRB atas dasar harga konstan dari tahun sebelumnya. PDRB atas dasar harga konstan ini dihitung berdasarkan produksi barang dan jasa yang dinilai 46 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

66 dengan harga pada tahun dasar. Tahun dasar yang digunakan saat ini adalah tahun Penggunaan tahun dasar dimaksudkan untuk menghilangkan faktor inflasi sehingga perubahan nilai tambah yang terjadi merupakan gambaran dari perubahan output secara keseluruhan. Sebagai provinsi termuda kedua, nilai riil PDRB Sulawesi Barat relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan provinsi lain, sehingga jika terjadi peningkatan output di berbagai sektor akibat suatu kebijakan maka dampaknya sangat sensitif terhadap pertumbuhan. Kondisi demikian tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di mana semenjak terbentuk hingga sekarang selalu lebih tinggi dibanding dengan laju pertumbuhan nasional. Data tahun menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selalu berada di atas angka nasional. Pada tahun 2009 perekonomian Sulawesi Barat melaju pada kecepatan 6,03 persen, sementara nasional tumbuh 4,63 persen. Pada waktu Sulawesi Barat tumbuh 11,89 persen pada tahun 2010, nasional hanya tumbuh 6,2 persen. Tahun 2011 meski masih diatas level nasional, Sulawesi Barat tumbuh melambat pada level 10,32 persen, sedangkan nasional tumbuh menguat pada level 6,5 persen. Tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat maupun nasional tumbuh melambat masing-masing pada level 9,01 persen dan 6,23 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat dinilai sangat wajar mengingat Sulawesi Barat adalah provinsi muda yang sementara berjuang untuk mensejajarkan diri dengan provinsi-provinsi lain yang sudah lama terbentuk. Hal yang sangat terlihat jelas adalah maraknya pembangunan fisik fasilitas-fasilitas umum maupun PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 47

67 pemerintah yang sebelumnya belum ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Tabel 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Menurut Sektor (Persen) Tahun Sumber Pertum- Sektor *) 2012 **) buhan 2012 (sog) (1) (3) (4) (5) (6) (6) Pertanian 3,11 14,55 7,87 6,94 3,21 Pertambangan dan Penggalian 19,49 1,56 11,29 11,77 0,11 Industri Pengolahan 8,62 15,47 15,30 5,57 0,51 Listrik, Gas dan Air Bersih 10,91 22,01 14,23 16,23 0,08 Bangunan 10,14 13,87 10,42 8,62 0,40 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,46 21,29 9,93 7,31 0,92 Pengangkutan dan Komunikasi 10,07 5,12 12,74 5,64 0,20 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 13,82 5,12 3,41 6,25 0,41 Jasa-Jasa 7,50 7,22 17,96 20,00 3,16 Pertumbuhan PDRB Sulbar 6,03 11,89 10,32 9,01 9,01 Pertumbuhan PDB Nasional 4,63 6,20 6,50 6,23 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Kondisi terkini laju pertumbuhan ekonomi tahun 2012 di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 9,01 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor jasa-jasa yang mencapai 20,00 48 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

68 persen setelah tahun sebelumnya melaju pada skala 17,96 persen. Selain sektor jasa-jasa, sektor yang laju pertumbuhannya di atas sepuluh persen adalah sektor LGA (16,23 persen) serta sektor pertambangan dan penggalian (11,77 persen). Laju pertumbuhan suatu sektor yang tinggi tidak menjamin share sektor tersebut terhadap perekonomian juga tinggi. Sektor pertanian misalnya, meskipun laju pertumbuhan ekonominya hanya 6,94 persen, namun ternyata share sektor ini terhadap perekonomian Sulawesi Barat adalah yang tertinggi dibanding sektor lainnya (3,21 persen). Sektor yang memiliki share terbesar kedua adalah sektor jasa-jasa (3,16 persen). Sektor ini merupakan sektor yang laju pertumbuhan ekonominya tertinggi (20,00 persen). Sektor lain seperti sektor LGA serta sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan tinggi diatas 10 persen namun hanya mampu memberikan share terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 0,08 persen dan 0,11 persen. Sementara itu, jika dirinci menurut kabupaten, kabupaten dengan laju pertumbuhan tertinggi terdapat di Kabupaten Mamuju Utara. Sepanjang tahun laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mamuju Utara selalu di atas laju pertumbuhan ekonomi provinsi. Berbeda dengan keadaan Kabupaten Mamasa, kabupaten ini laju pertumbuhan ekonominya justru selalu berada pada urutan terbawah, meski tahun 2009 posisinya sempat pada urutan ke empat. Ditinjau dari perkembangan selama , pertumbuhan ekonomi di semua kabupaten pada tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009, namun pada tahun-tahun sesudahnya terlihat bahwa PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 49

69 pertumbuhan ekonominya semakin lama semakin menurun. Hanya Kabupaten Polewali Mandar yang memperlihatkan adanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di tahun 2012, sementara kabupaten lain tumbuh namun pertumbuhannya melambat. Grafik 3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat (Persen) Tahun Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 3.2 Struktur Ekonomi Distribusi PDRB menurut sektor menunjukkan kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian pada tahun tersebut. Dalam rentang waktu delapan tahun berjalan, sektor penyumbang terbesar perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi oleh sektor primer, khususnya sektor pertanian. Dalam perkembangannya, kondisi perekonomian Sulawesi 50 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

70 Barat menunjukkan adanya gejala transformasi ekonomi. Gejala transformasi ekonomi ini ditandai dengan trend sektor pertanian yang kontribusinya semakin menurun dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya kontribusi sektor lain. Selain sektor pertanian, sektor lain yang mengalami kontribusi menurun adalah sektor industri, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Tabel 3.2 Kontribusi PDRB Sulawesi Barat Menurut Sektor (Persen) Tahun Sektor *) 2012**) (1) (3) (4) (5) (6) Pertanian 49,05 49,79 48,55 47,43 Pertambangan dan Penggalian 0,88 0,87 0,88 0,89 Industri Pengolahan 7,54 7,25 7,60 7,21 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,40 0,42 0,43 0,46 Bangunan 5,09 4,12 4,07 4,10 Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,97 13,01 12,98 13,06 Pengangkutan dan Komunikasi 1,92 2,13 2,11 2,02 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,96 6,09 5,76 5,57 Jasa-Jasa 17,18 16,31 17,63 19,26 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Sektor yang kontribusinya terhadap PDRB meningkat adalah sektor jasa-jasa, naik dari 17,18 persen pada tahun 2009 menjadi 19,26 persen pada tahun Selanjutnya sektor listrik, gas dan air bersih dari PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 51

71 0,40 persen (tahun 2009) menjadi 0,46 persen (tahun 2012). Pada tahun 2009 kontribusi sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,88 persen meningkat menjadi 0,89 persen pada tahun Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran juga meningkat dari 11,97 persen pada tahun 2009 menjadi 13,06 persen pada tahun Tabel 3.3 Kontribusi PDB Nasional Menurut Sektor (Persen) Tahun Sektor *) 2012**) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian 15,30 15,29 14,70 14,44 2. Pertambangan Penggalian 10,60 11,16 11,85 11,78 3. Industri Pengolahan 26,40 24,80 24,33 23,94 4. Listrik, Gas, dan Air 0,80 0,76 0,77 0,79 5. Bangunan 9,90 10,25 10,16 10,45 6. Perdagangan 13,30 13,69 13, Angkutan dan Komunikasi 6,30 6,56 6,66 6,66 8. Lembaga Keuangan 7,20 7,24 7,26 7,26 9. Jasa-jasa 10,20 10,24 10,56 10,78 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Pada level nasional, struktur perekonomian lebih didominasi oleh sektor industri pengolahan daripada sektor pertanian. Pada tahun 2012, sektor industri pengolahan nasional berkontribusi pada kisaran 23,94 persen dan sektor pertanian berkontribusi 14,44 persen. Ditinjau dari 52 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

72 perkembangannya selama , terlihat bahwa di level nasional terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian menuju sektor bangunan, perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini ditandai dengan tren kontribusi sektor pertanian yang semakin menurun pada periode , sementara tren sektor bangunan, perdagangan dan jasa-jasa menunjukkan peningkatan. Ditinjau dari sektor-sektor PDRB yang dikelompokkan ke dalam tiga sektor gabungan yakni sektor primer, sekunder dan tersier, terlihat jelas bahwa sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian) masih mendominasi struktur perekonomian di Sulawesi Barat. Sementara itu untuk tingkat nasional lebih didominasi oleh sektor sekunder (sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan). Sumbangan terbesar sektor primer di Sulawesi Barat ditopang oleh sektor pertanian (47,43 persen). Pada level nasional sektor primer hanya menyumbang sebesar 26,22 persen dan sektor pertanian menyumbang 14,44 persen. Sektor sekunder di Sulawesi Barat ditopang oleh sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan (11,77 persen). Pada level nasional, sektor ini menyumbang lebih besar yakni pada kisaran 35,18 persen. Sementara itu di sektor tersier seperti sektor perdagangan, sektor pengangkutan, sektor keuangan, dan sektor jasa untuk Sulawesi Barat menyumbang 39,91 persen dan nasional 38,6 persen. PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 53

73 Grafik 3.2 Perbandingan Kontribusi Antar Sektor PDRB Sulawesi Barat dan PDB Nasional (Persen), Tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Jika dirinci berdasarkan kabupatennya, secara umum sektor yang dominan di semua kabupaten adalah sektor pertanian, dilanjutkan sektor tersier dan sekunder. Namun jika dilihat proporsinya, terlihat bahwa di tiga kabupaten seperti Majene, Polewali Mandar dan Mamuju, kontribusi sektor primer dan tersier hampir seimbang pada kisaran 40an persen. Sementara itu di Mamasa, kontribusi sektor pertanian bahkan mencapai 50,52 persen dari total PDRB, dilanjutkan sektor tersier sebesar 38,25 persen dan sekunder sebesar 11,23 persen. Kabupaten Mamuju Utara memiliki pola yang agak berbeda dibanding kabupaten lainnya. Sektor yang dominan setelah sektor primer bukan sektor tersier lagi, melainkan sektor sekunder. Kontribusi antara sektor primer dengan sektor sekunder di Mamuju Utara hanya terpaut 2,43 persen. 54 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

74 Tabel 3.4 Kontribusi PDRB Menurut Kabupaten dan Sektor di Sulawesi Barat Tahun 2012 **) (Persen) Sektor Kabupaten Primer Sekunder Tersier (1) (2) (3) (4) Majene 49,83 9,30 40,88 Polewali Mandar 49,81 5,17 45,02 Mamasa 50,52 11,23 38,25 Mamuju 48,83 7,90 43,27 Mamuju Utara 41,06 38,63 20,31 Catatan : **) Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Terkait dengan tatanan ekonomi nasional, kegiatan perekonomian Sulawesi Barat masih belum memiliki kontribusi yang besar. Hingga tahun 2012, kemampuan perekonomian Sulawesi Barat dalam bingkai nasional sebesar 0,21 persen. Namun demikian dengan melihat potensi-potensi yang ada, seperti potensi sektor primer, jika dilakukan pembinaan yang lebih baik, tidak menutup kemungkinan bahwa di masa yang akan datang kontribusi perekonomian Sulawesi Barat akan meningkat dengan signifikan. 3.3 PDRB Per Kapita PDRB per kapita merupakan PDRB dibagi dengan penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita acapkali dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 55

75 Tabel 3.5 Perkembangan PDRB/PDB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Sulawesi Barat dan Nasional (Juta Rupiah), Tahun PDRB Per Kapita Sulawesi Barat Adh Adh Berlaku Konstan Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat PDB Per Kapita Nasional Adh Berlaku Adh Konstan (1) (2) (3) (4) (5) 2011 *) 10,83 4,40 30,42 10, **) 11,83 4,68 33,34 10,59 Pada tahun 2012, PDRB per kapita Sulawesi Barat atas dasar harga berlaku berada pada level 11,83 juta rupiah, meningkat satu juta rupiah dibanding tahun 2011 (10,83 juta rupiah). Sementara itu PDRB per kapita atas dasar harga konstan naik 280 ribu rupiah menjadi 4,68 juta rupiah. Bila disandingkan dengan level nasional, PDRB per kapita Sulawesi Barat besarannya hanya sepertiga PDB per kapita nasional. Untuk tahun 2012, PDB per kapita nasional atas dasar harga berlaku sebesar 33,34 juta rupiah, meningkat 2,91 juta rupiah dibanding tahun Jika berdasarkan atas dasar harga konstan, PDB per kapita nasional meningkat 490 ribu rupiah menjadi 10,59 juta rupiah. PDRB per kapita menurut kabupaten di Sulawesi Barat dapat dilihat pada Tabel 3.6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa Kabupaten Mamuju Utara merupakan kabupaten yang memiliki PDRB per kapita paling tinggi di banding kabupaten lainnya. Sementara itu kabupaten yang 56 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

76 PDRB per kapitanya paling rendah terdapat di Mamasa. Jika dilihat dari perkembangannya selama tahun , terlihat bahwa PDRB per kapita di semua kabupaten mengalami peningkatan. Tabel 3.6 PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun (Juta Rupiah) Kabupaten Tahun Rincian Polewali Mamuju Majene Mamasa Mamuju Mandar Utara (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2011 *) 2012 **) ADHB 9,72 9,59 9,55 11,29 14,96 ADHK 4,24 3,85 4,57 4,44 5,99 ADHB 10,58 10,94 10,44 12,60 16,28 ADHK 4,45 4,20 4,79 4,77 6,41 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 3.4 PDRB Menurut Penggunaan Selain dari PDRB menurut lapangan usaha, aktivitas perekonomian Sulawesi Barat dapat juga dipantau dari PDRB penggunaan. PDRB penggunaan dihitung berdasarkan nilai permintaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi. Permintaan akhir tersebut berupa pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan net ekspor. Total dari kegiatan perekonomian Sulawesi Barat tercermin dari perolehan PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan yang nilainya sama dengan total PDRB menurut lapangan usaha. Berdasarkan PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 57

77 nilai PDRB tersebut terlihat bahwa aktivitas perekonomian di Sulawesi Barat selalu mengalami pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Tabel 3.7 PDRB Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku di Sulawesi Barat Tahun (Miliar Rupiah) Komponen *) 2012 **) Konsumsi Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) 6 409, , , ,01 Konsumsi Pemerintah 2 227, , , ,33 PMTB 1 494, , , ,31 Perubahan Inventori 37,23 197,50-52,75 41,49 Ekspor 1 385, , , ,66 Impor (dikurangi) 2 151, , , ,15 PDRB 9 403, , , ,64 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Ditinjau dari PDRB penggunaan atas dasar harga berlaku, secara absolut kegiatan perekonomian di Sulawesi Barat tahun 2012 memiliki nominal sebesar ,64 miliar rupiah. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah ,96 miliar rupiah. Bila dibanding kondisi empat tahun sebelumnya (tahun 2009), nilai absolut PDRB Sulawesi Barat ini naik 53,22 persen. Dalam periode , PDRB 58 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

78 Sulawesi Barat bahkan sudah mulai menembus angka belasan triliun rupiah dalam setiap tahunnya. Menurut komponen PDRB penggunaan atas dasar harga berlaku, dalam kurun waktu empat tahun terakhir ( ) komponen ekspor berkembang pesat, yakni meningkat menjadi 2.585,66 miliar rupiah di tahun 2012 atau naik 86,62 persen dari tahun Peningkatan juga terjadi pada nilai impor. Pada kedua komponen tersebut terlihat bahwa nilai ekspor Sulawesi Barat lebih kecil daripada nilai impornya. Hal ini berarti bahwa neraca perdagangan Sulawesi Barat mengalami defisit, terjadi aliran devisa keluar Sulawesi Barat. Komponen lain yang mengalami peningkatan tajam pada tahun 2012 adalah konsumsi pemerintah yang meningkat 85,35 persen menjadi 4.128,33 miliar rupiah dari tahun Sementara itu dalam kurun waktu yang sama komponen PMTB dan perubahan inventori hanya meningkat masing-masing 15,26 persen dan 11,44 persen bila dibandingkan kondisi tahun Atas dasar harga konstan, PDRB penggunaan Sulawesi Barat tahun 2009 mencapai 4.239,46 miliar rupiah. Kemudian berkembang cukup pesat hingga mencapai 5.704,33 miliar rupiah pada tahun Dirinci menurut komponennya, terlihat bahwa ekspor dan konsumsi pemerintah berkembang pesat di tahun 2012 dengan peningkatan 57,29 persen dan 51,20 persen atau masing-masing menjadi 987,31 miliar rupiah dan 1.485,71 miliar rupiah bila dibanding tahun Di sisi lain meningkatnya PDRB dapat menjadi sinyal positif bagi para investor untuk berinvestasi di Sulawesi Barat. Selama PDRB Sulawesi Barat mengalami peningkatan, demikian juga halnya dengan investasi yang PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 59

79 terlihat dari komponen PMTB. Namun demikian, dibandingkan peningkatan komponen lainnya, komponen PMTB hanya mampu tumbuh lambat 1,74 persen. Tabel 3.8 PDRB menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) di Sulawesi Barat Tahun Komponen *) 2012 **) Konsumsi Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) 3 040, , , ,94 Konsumsi Pemerintah 982, , , ,71 PMTB 629,89 612,30 624,77 640,88 Perubahan Inventori -177,63-22,20-12,13 66,79 Ekspor 627,72 741,14 943,66 987,32 Impor (dikurangi) 863,38 965, , ,32 PDRB 4 239, , , ,33 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Kontribusi masing-masing komponen terhadap total PDRB penggunaan tidak terjadi banyak perubahan. Pola pertumbuhan Sulawesi Barat masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Tabel 3.9 menunjukkan bahwa selama periode konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama ekonomi Sulawesi Barat (65,54 persen - 68,17 persen), diikuti oleh konsumsi pemerintah (23,69 persen 28,65 60 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

80 persen), investasi (11,93 persen 16,29 persen) dan net ekspor yang mengalami defisit 5,60 persen hingga 8,14 persen. Tabel 3.9 Kontribusi PDRB Menurut Komponen Penggunaan di Sulawesi Barat Tahun (Persen) Komponen *) 2012 **) (1) (2) (3) (4) (5) Konsumsi Rumah Tangga 68,17 67,07 66,96 65,54 Konsumsi Pemerintah 23,69 24,43 26,71 28,65 Investasi (PMTB dan Perubahan Inventori) Net Ekspor (Ekspor-Impor) 16,29 15,61 11,93 12,24-8,14-7,11-5,60-6,44 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Catatan : **) : Angka Sangat Sementara *) : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Jika dilihat dari perkembangan net ekspor, terlihat bahwa defisit ekspor Sulawesi Barat semakin menurun. Hal ini berarti bahwa ketergantungan Sulawesi Barat dengan provinsi lain sudah mulai diimbangi dengan kemampuan Sulawesi Barat menyuplai kebutuhan ke provinsi lain yang ditandai dengan meningkatnya ekspor Sulawesi Barat. Ekspor Sulawesi Barat berkembang pesat di tahun 2012 dengan peningkatan 86,62 persen bila dibanding tahun 2009, sehingga pada tahun 2012 ekspor Sulawesi Barat mencapai 2.585,66 miliar rupiah. Sementara itu peningkatan impor dibawah peningkatan ekspor, yakni PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 61

81 sebesar 63,32 persen, sehingga impor Sulawesi Barat tahun 2012 menjadi 3512,15 miliar rupiah. 3.5 Indeks Tendensi Konsumen Indeks Tendensi Konsumen (ITK) diperoleh dari hasil Survei Tendensi Konsumen (STK). Indeks ini berguna untuk memperoleh gambaran mengenai situasi bisnis dan perekonomian secara umum menurut persepsi konsumen sekaligus sebagai pelaku ekonomi. Informasi seperti ini sangat diperlukan oleh pemerintah maupun dunia usaha. Pemerintah memerlukan informasi tersebut diantaranya untuk perencanaan, sedangkan dunia usaha diantaranya untuk keperluan investasi atau ekspansi pasar. Dengan adanya informasi ini, berbagai pihak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi perubahan keadaan supaya tak menimbulkan kerugian. Secara umum situasi perekonomian Sulawesi Barat selama tahun 2012 menunjukkan adanya peningkatan dari triwulan yang satu ke triwulan selanjutnya, meski pada triwulan IV terlihat bahwa situasi perekonomian Sulawesi Barat tidak lebih baik dibanding triwulan III. Kondisi di triwulan IV ini dipengaruhi oleh adanya penurunan pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga yang menurun ini disinyalir dipengaruhi oleh adanya momen hari raya idul fitri yang jatuh pada triwulan III. Meski pada triwulan II pendapatan rumah tangga di triwulan III diramalkan lebih rendah dari triwulan II, namun ternyata dalam realisasinya pendapatan rumah tangga di triwulan III justru lebih tinggi dan paling yang tinggi di banding triwulan lainnya. Fenomena yang umum terjadi, kebutuhan di hari raya semakin 62 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

82 meningkat dibanding hari-hari biasa. Sehingga pada saat hari raya berlangsung, masyarakat berusaha untuk meningkatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan di hari raya tersebut. Setelah hari raya selesai, masyarakat tidak terlalu berusaha keras menambah pendapatannya karena kebutuhan hidup sudah kembali normal. Hal ini seperti yang telah diperkirakan responden bahwa pendapatan yang akan diterima di triwulan IV akan lebih kecil dibanding triwulan sebelumnya (Lihat Tabel 3.11). Demikian juga dalam realisasinya terlihat bahwa pendapatan rumah tangga di triwulan IV menurun dibanding triwulan III. Tabel 3.10 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-IV Menurut Variabel Pembentuknya di Sulawesi Barat Tahun 2012 Variabel Pembentuk Trw I Trw II Trw III Trw IV (1) (2) (3) (4) (5) Pendapatan rumah tangga 105,82 108,16 114,87 99,19 Kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari 111,73 116,65 106,81 138,56 Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan non 99,30 102,90 110,49 102,19 makanan ITK 106,00 109,29 111,80 110,44 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Hal lain yang menarik disini adalah bahwa ternyata pada saat hari raya idul fitri berlangsung di triwulan III, kenaikan inflasi ternyata tidak mempengaruhi rumah tangga untuk mengurangi konsumsi makanan sehari-harinya. Bahkan tingkat konsumsi rumah tangga terhadap kebutuhan makanan dan non makanan di triwulan III adalah yang paling tinggi dibanding triwulan lainnya. PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN 63

83 Tabel 3.11 Perkiraan dan Realisasi Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I-IV Menurut Variabel Pembentuknya di Sulawesi Barat Tahun 2012 Variabel Pembentuk Trw I Trw II Trw III Trw IV (1) (2) (3) (4) (5) Perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang 110,90 113,11 112,27 110,07 Rencana pembelian barangbarang tahan lama (TV, VCD/DVD player, Radio, 101,13 103,29 106,01 107,74 Tape/Compo, dan sebagainya) Perkiraan ITK 107,72 109,70 110,10 109,26 Realisasi ITK 106,00 109,29 111,80 110,44 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Mamuju (Persen) dan Pengaruhnya Terhadap Konsumsi Makanan Sulawesi Barat Triwulanan Tahun ,56 111,73 116,65 1,91 106,81 0,54 0,3 0,49 Trw I Trw II Trw III Trw IV Kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari 2,5 2 1,5 1 0,5 0 inflasi Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 64 PENDAPATAN REGIONAL DAN INDEKS TENDESI KONSUMEN

84 PERTANIAN 4

85 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

86 Secara astronomis, Sulawesi Barat berada pada 0º12'-3º38'LS dan 118º43'15-119º54'3 BT, dengan iklim tropis. Kondisi ini menjadikan Sulawesi Barat sangat potensial terhadap pengembangan sektor pertanian. Pada tahun 2012 sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Sulawesi Barat, hal ini tercermin dari share sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Sulawesi Barat yang mencapai 47,43 persen. Selain itu, sektor pertanian juga memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat. Pada tahun yang sama, penduduk yang terjun dan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian mencapai orang dari tenaga kerja atau sekitar 57,27 persen. Struktur perekonomian yang didominasi oleh pertanian dengan penyerapan yang tenaga kerja yang tinggi pada sektor yang menunjukkan jika perekonomian Sulawesi Barat masih bersifat agraris. Olehnya itu, sudah sewajarnya jika kesejahteraan penduduk yang menggeluti sektor pertanian mendapat perhatian khusus dari pemangku kebijakan. Kendati kesejahteraan petani secara umum pada tahun 2012 mengalami peningkatan dari kondisi tahun dasar (2007) yang tercermin dari nilai tukar petani (NTP) yang sebesar 104,41. Akan tetapi tidak semua sub sektor petanian ini memiliki kemampuan nilai tukar diatas 100, seperti sub sektor tanaman pangan dan sub sektor hortikultura masing-masing sebesar 88,86 dan 85,32. Sektor pertanian sendiri ditopang oleh lima sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan sub sektor perikanan. Semua sub sektor pertanian ini PERTANIAN 67

87 memiliki peranan yang cukup bervariasi dalam menyusun PDRB Sulawesi Barat. 4.1 Tanaman Pangan Padi adalah jenis tanaman pangan dengan produksi yang paling dominan di Sulawesi Barat. Jenis padi ini dibedakan menurut padi ladang dan padi sawah. Hingga saat ini produksi padai sawah masih lebih banyak dibandingkan padi ladang sehingga para petani lebih memilih mengusahakan padai sawah baik dengan perairan irigasi maupun non irigasi. Produksi padi sejak tahun 2006 hingga 2012 selalu menunjukkan kecenderungan meningkat namun pada tahun 2009, produksi padi mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 di awal terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat dimana pemerintah tengah berupaya menata seluruh infrastruktur perekonomiannya, produksi padi di Sulawesi Barat mencapai ton. Angka ini meningkat menjadi ton pada tahun 2007 (setara dengan 3,67 persen). Hingga tahun 2012, produksi padi Sulawesi Barat mencapai ton. Produksi padi tahun 2012 mengalami peningkatan ton (12,76 persen) dari produksi tahun Peningkatan produksi ini diantara penyebabnya adalah karena peningkatan luas panen. Penambahan luas panen ini didukung oleh makin baiknya sistem pengairan dibeberapa kabupaten yang menjadi sentra tanaman padi. Nampak dari grafik yang ada menunjukkan adanya penurunan produksi pada tahun 2009 penurunan tersebut sebagai dampak pengurangan luas panen yang terjadi di 68 PERTANIAN

88 Kabupaten Polewali Mandar. Di samping produktivitas, produksi padi juga sangat tergantung pada luas panen. Grafik 4.1 Produksi Padi di Sulawesi Barat (Ton) Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Seiring dengan peningkatan produksi, luas panen padi di Sulawesi Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahun, kecuali tahun 2009 yang mengalami demosi. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya kerusahan jaringan irigasi yang terjadi di Kabupaten Polewali Mandar sehingga hampir sebagian lahan sawah yang biasanya bisa ditanami hingga lima kali dalam dua tahun mengalami kekeringan dan tidak mampu berproduksi seperti biasanya. Pada kurun waktu , luas panen padi di Sulawesi Barat mengalami pergerakan yang berfluktuasi. Pada tahun 2006, luas panen padi Sulawesi Barat mencapai ha meningkat menjadi pada tahun Seiring dengan kerusakan Bendungan Sekka-Sekka di Polewali Mandar, menggerus luas panen padi Sulawesi Barat menjadi PERTANIAN 69

89 Untuk kembali meningkatkan produksi padi, dilakukan perbaikan Bendungan Sekka-Sekka yang menggiring peningkatan luas panen padi menjadin ha pada tahun 2010 atau meningkat 16,85 persen. Kondisi ini terus mengalmi peningkatan hingga mencapai ha pada tahun Perkembangan luas panen padi di Sulawesi Barat tercermin pada grafik 4.2. Grafik 4.2 Luas Panen Padi di Sulawesi Barat (Hektare) Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Sebagai sentra produksi padi, Sulawesi Barat sudah memiliki share dalam mendukung program nasional, yakni surplus beras 10 juta ton pada tahun Untuk itu, pemerintah daerah telah menetapkan target produksi padi Sulawesi Barat hingga 2014 sebesar satu juta ton gabah kering giling. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya yang serius agar tujuan yang diharapkan apat tercapai dengan melakukan ekstensifikasi dan menggiatkan intenifikasi pertanian. 70 PERTANIAN

90 Selain memiliki kemampuan dalam mendukung produksi beras nasional, Sulawesi Barat juga berpotensi menjadi menyuplai produksi palawija. Beberapa komoditi palawija yang mengalami peningkatan produksi pada tahun 2012 dibanding tahun 2011 adalah jagung yang meningkat sebesar ton (47,66 persen) dari produksi tahun 2011 yang sebesar ton. Peningkatan produksi jagung yang cukup tinggi ini, menempatkan Sulawesi Barat sebagai 17 besar provinsi penghasil jagung se Indonesia. Adapun komoditi palawija yang mengalami penurunan produksi adalah kacang tanah dan ubi jalar yang masingmasing sebesar 15,46 persen dan 18,71 persen. Perkembanan produksi palawija Sulawesi Barat dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Perkembangan Produksi Palawija di Sulawesi Barat (Ton) Tahun Komoditi Perkembangan Produksi Persen (1) (2) (3) (4) (5) Jagung ,66 Kedelai ,43 Kacang Tanah ,46 Kacang Hijau ,25 Ubi Kayu ,25 Ubi Jalar ,71 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat PERTANIAN 71

91 4.2 Perkebunan Sulawesi Barat memiliki daya dukung wilayah yang tinggi untuk pengembangan sub sektor perkebunan. Dengan adanya otonomi daerah, setiap pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menarik investor berinvestasi di daerahnya. Dengan kondisi iklim dan tekstur tanah yang dimiliki Sulawesi Barat sangat potensial untuk pengembangan komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kakao dan tanaman perkebunan lainnya. Komoditi perkebunan di Sulawesi Barat yang sudah dilirik oleh investor adalah kelapa sawit. Hal ini cukup dimaklumi mengingat kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menjadi primadona dunia. Seiring perkembangan penelitian, hasil diversifikasi dari olahan biji sawit (tandan buah segar) tidak hanya berupa minyak sawit (CPO) menjadi salah satu nilai lebih mengapa kelapa sawit menjadi incaran bagi sejumlah investor. Selain komoditi sawit, Sulawesi Barat juga memiliki potensi yang cukup menjanjikan pada beberapa komoditi lainnya. Seperti kelapa hibrida, kelapa dalam, kemiri dan lain sebagainya. Komoditi perkebunan lainnya ini tersebar di semua kabupaten di Sulawesi Barat. Sejak program Gernas Kakao didengungkan oleh Pemerintah Sulawesi Barat, sudah memperlihatkan hasil. Tahun 2012 produksi kakao Sulawesi Barat mencapai ton. Persebaran produksi kakao ini terbesar berada di Kabupaten Polewali Mandar sebesar ton atau sekitar 42,46 persen total produksi Sulawesi Barat. 72 PERTANIAN

92 Tabel 4.2 Produksi Tanaman Perkebunan (Ton) di Sulawesi Barat Tahun 2012 Komoditi Majene Polman Mamasa Mamuju Matra (1) (2) (3) (4) (5) (6) Coklat Kelapa Hibrida Kelapa Dalam Cengkeh Kemiri Kopi Arabika Lada Aren Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat Diluar sawit dan kakao, Sulawesi Barat masih memiliki produksi kelapa dalam yang cukup besar hingga ton; kopi arabika dan kemiri masing-masing sebesar ton dan ton. Besarnya potensi perkebunan Sulawesi Barat perlu diapresiasi oleh pemerintah agar produksi perkebunan tersebut dapat diolah lebih lanjut di Sulawesi Barat (kecuali kelapa sawit yang sudah berjalan menjadi crude palm oil). Pengolahan produksi perkebunan di Sulawesi Barat akan membawa berkah tersendiri bagi peningkatan kesejahteraan daerah karena akan menyerap tenaga kerja, akan ada transformasi sektor ekonomi ke kelompok sekunder dan tentunya akan meningkatkan pendapatan daerah. Olehnya itu sudah menjadi tugas pemerintah untuk melakukan promosi keluar agar investor dapat tertarik menanamkan modal di Sulawesi Barat. PERTANIAN 73

93 4.3 Peternakan Salah satu bidang usaha yang cukup memiliki potensi di Sulawesi Barat adalah sub sektor peternakan. Ketersediaan lahan dan pakan ternak yang masih segar merupakan salah satu pendukung cerahnya kinerja peternakan di Sulawesi Barat. Untuk mengembangkan usaha peternakan diperlukan dukungan, kerja keras dan kerja sama dari semua stakeholders yang terkait. Salah satu pihak yang memiliki peran yang cukup penting mengembangkan usaha peternakan adalah pemerintah. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi pemacu usaha peternakan dengan menciptakan kondisi iklim dan lingkungan untuk tumbuh kembangnya agribisnis peternakan. Masyarakat dan pelaku usaha peternakan lainnya harus dapat menyambut dan memanfaatkan kebijakan pemerintah dengan sebaikbaiknya. Karena usaha peternakan kedepannya akan memiliki tingkat persaingan yang semakin ketat. Usaha peternakan yang berbasis sumber daya lokal dengan daya saing yang tinggi, diharapkan dapat mengurangi volume impor hasil peternakan seperti daging, telur, susu dan beragam hasil peternakan lainnya. Sehingga pada akhirnya, hasil peternakan sendiri dapat menjadi tuan rumah bagi daerah/negeri sendiri. Dari segi aktivitas perekonomian, sub sektor peternakan Sulawesi Barat belum memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menciptkan nominal PDRB. Pada tahun 2012, nilai tambah sub sektor peternakan sebesar 324,31 miliar rupiah atau hanya setara dengan 2,25 persen. Kondisi ini tentunya diharapkan akan terus meningkat pada tahun-tahun 74 PERTANIAN

94 Kabupaten mendatang mengingat populasi ternak di Sulawesi Barat terlihat cukup beragam. Populasi peternakan di Sulawesi Barat berupa ternak besar (sapi, kerbau, kuda); ternak kecil (kambing, babi) dan unggas (ayam, itik). Semua jenis binatang ternak tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Sementara untuk persebarannya hampir terdapat disemua kabupaten. Ternak besar yang paling mendominasi di Sulawesi Barat adalah sapi potong. Pada tahun 2012, populasi sapi potong di Sulawesi Barat sebanyak ekor yang meningkat dari tahun 2011 yang sebanyak ekor. Polewali Mandar menjadi sentra sapi potong yang paling tinggi di Sulawesi Barat dengan populasi hingga ekor. Tabel 4.3 Populasi Ternak (Ekor) Menurut Kabupaten dan Jenis Ternak di Sulawesi Barat Tahun 2012 Ternak Besar Ternak Kecil Unggas Sapi Ayam Kerbau Kuda Kambing Babi Itik Potong Ras Ayam Kampung (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Majene Polman Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sulbar Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Barat PERTANIAN 75

95 Sementara ternak kecil di Sulawesi Barat paling menonjol pada populasi kambing. Populasi kambing juga terkonsentrasi di Kabupaten Polewali Mandar dengan kisaran ekor. Besaran ini sekitar 72,14 persen dari populasi kambing di Sulawesi Barat. Animo masyarakat untuk memelihara dan mengambangbiakan ayam kampung terbilang cukup tinggi di Sulawesi Barat. Hal ini tampak dari tingginya populasi ayam kampung ketimbang jenis unggas lainnya. Pada tahun 2012, populasi ayam kampung di Sulawesi Barat sejumlah 6,56 juta ekor. Keberadaan ayam kampung di Sulawesi Barat terpusat di Kabupaten Mamuju dengan kisaran 3,42 juta ekor. Kemudahan dalam mengurus dan rendahnya biaya operasional disinyalir menjadi pertimbangan masyarakat untuk mengembangkan ayam kampung dan boleh jadi sebagai usaha sampingan masyarakat. 4.4 Kehutanan Hutan merupakan kawasan daratan yang ditumbuhi oleh pepohanan baik yang tercipta secara alami maupun secara buatan. Kebaradaan hutan disuatu daerah menjadi suau hal yang mutlak diperlukan, karena hutan menyimpan sejuta manfaat bagi lingkungan dan keberlangsungan kehidupan manusia. Dalam publikasi ini, hutan yang akan dibahas pada ublikasi ini terbatas pada hutang lindung dan hutan produksi terbatas. Kendati dalam kenyataannya masih terdapat jenis hutan lainnya seperti hutan produksi biasa, HSAW dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk yang notabene memerlukan lahan untuk perumahan, lahan untuk bercocok tanam, lokasi pabrik/industri dan lain sebagainya. Akan tetapi hendaknya tidak 76 PERTANIAN

96 menggerus hutan secara tidak bertanggung jawab. Penanganan kerusakan hutan sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, seperti penanaman jutaan hingga milyaran bibit pohon perlu diapresiasi tanpa menebang pohon secara sembarangan. Tabel 4.4 Luas Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Menurut Kabupaten (Ha) di Sulawesi Barat Tahun Hutan Produksi Hutan Lindung Terbatas Kabupaten Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sulawesi Barat Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat Sulawesi Barat sedang dalam tahap pembangunan, akan tetapi hal itu tidak menjadi alasan untuk mengambil hutan sebagai lokasi pengembangan. Hal ini terlihat dari meningkatnya luas hutan lindung dan hutan produksi terbatas di Sulawesi Barat dalam kurun waktu Pada kurun waktu tersebut, terjadi peningkatan luas lahan hutan lindung dan produksi terbatas masing-masing sebesar 0,25 persen dan 0,09 persen. Dibandingkan dengan kabupaten lainnya, Kabupaten Mamuju PERTANIAN 77

97 memiliki kawasan hutan yang paling luas. Dari kedua jenis hutan tersebut hampir sebagian berada di Kabupaten Mamuju. Persebaran luas hutan di Sulawesi Barat tercermin pada Tabel Perikanan Sub sektor perikanan juga memiliki propek yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan di Sulawesi Barat. Sub sektor perikanan merupakan salah satu penyumbang dalam pembentukan PDRB Sulawesi Barat. Pada tahun 2012, sub sektor perikanan menyumbang 10,31 persen dalam bingkai perekonomian Sulawesi Barat. Tabel 4.5 Produksi Perikanan Budidaya (Ton) Menurut Kabupaten dan Jenis Pembudidayaan di Sulawesi Barat Tahun 2012 Uraian Laut Tambak Kolam Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) Majene 50,58 258,74 3,87 0,42 Polewali Mandar , ,55 243,69 11,14 Mamasa , ,46 Mamuju ,70 57,50 0 Mamuju Utara 42,60 920,90 146,10 0 Sulawesi Barat , ,89 538, ,02 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat Pada tahun 2012, produksi perikanan budidaya Sulawesi Barat sebesar ,84 ton. Produksi tersebut berasal dari pembudidayaan di 78 PERTANIAN

98 laut sekitar ,93 ton atau setara dengan 55,44 persen. Sentra pembudidayaan perikanan di laut di Sulawesi Barat berada di Kabupaten Mamuju. Hal ini nampak dari produksi budidaya laut Mamuju yang mencapai ton (52,81 persen). Tempat pembudidayaan lain yang banyak dimanfaat oleh penduduk Sulawesi Barat adalah tambak. Produksi perikanan dari pembudidayaan tambak sebesar ,89 ton. Tabel 4.6 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Menurut Kabupaten dan Jenis Pembudidayaan di Sulawesi Barat Tahun 2012 Uraian Laut Tambak Kolam Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sulawesi Barat Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat Produksi perikanan di Sulawesi Barat masih sebagian besar diusahakan oleh rumah tangga perikanan (RTP). Pada tahun 2012, RTP di Sulawesi Barat sebanyak rumah tangga. Jenis pembudidayaan tambak paling banyak dilirik oleh petani perikanan di Sulawesi Barat, jumlahnya mencapai rumah tangga. Sedangkan rumah tangga PERTANIAN 79

99 perikanan tangkap terkonsentrasi di Kabupaten Mamasa sebanyak rumah tangga perikanan tangkap yang cenderung memafaatkan sarana sawah untuk tempat pembudidayaan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel Nilai Tukar Petani Nilai tukar petani merupakan salah satu ukuran pendekatan yang berguna untuk melihat potret kesejahteraan rumahtangga petani. Dengan kata lain, indikator ini bukanlah satu-satunya ukuran yang dapat melihat kesejahteraan petani. Namun, pada kenyataannya masih sangat sedikit ukuran yang mengungkap masalah tersebut. Hingga saat ini, NTP yang masih diperhatikan dan dikenal (popular) di masyarakat. Nilai tukar petani dibentuk sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor tanaman perkebunan rakyat, sub sektor peternakan, sub sektor prikanan. Indikator ini mengukur kemampuan tukar produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumahtangga petani. Jika NTP lebih besar dari 100 maka dapat diartikan kemampuan daya beli petani periode tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan periode tahun dasar, sebaliknya jika NTP lebih kecil atau dibawah 100 berarti terjadi penurunan daya beli petani. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat selama kurun waktu 2012 cenderung berfluktuasi. NTP awal tahun sebesar 103,55 dan ditutup di penghujung tahun sebesar 104,87. Nilai NTP terendah terjadi di bulan Januari sekitar 103,55 sedangkan NTP tertinggi sebesar 105,31 pada bulan November. Dengan nilai NTP yang selalu berada di atas 100, 80 PERTANIAN

100 masyarakat petani di Sulawesi Barat memiliki daya beli yang cukup tinggi atau lebih baik. Grafik 4.3 Perkembangan NTP Sulawesi Barat Tahun ,99 105,31 103,52 104,17 104,30 104,35 104,11 104,18 104,44 105,03 104,87 103,55 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Nilai tukar petani tahun 2012 sebesar 104,41 sedikit meningkat dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 104,31 atau menigkat sekitar 0,10 persen. Indeks yang diterima petani meningkat sekitar 2,24 persen sedangkan indeks yang harus dibayar petani meningkat sebesar 2,14 persen sehingga nilai tukar petani mengalami peningkatan. Hal ini menggambarkan bahwa taraf kehidupan rumah tangga petani di Sulawesi Barat tahun 2012 secara agregat mengalami peningkatan. Jika dirinci menurut sub sektor pembentuk NTP, masih terdapat dua sub sektor yang nilai tukarnya dibawah 100. Kedua sub sektor tersebut adalah sub sektor tanaman pangan dan sub sektor hortikultura dengan nilai tukar masing-masing 88,86 dan 85,32. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah, agar sekiranya dapat memperhatikan PERTANIAN 81

101 kesejahteraan penduduk yang menggantungkan hidupnya pada kedua sub sektor ini. Sementara sub sektor lainnya sudah berada di atas 100, dimana sub sektor tanaman perkebnan rakyat memiliki nilai tukar yang paling tinggi sebesar 130,79. Jika dibandingkan dengan NTP 2011, dua sub sektor mengalami penurunan nilai tukar. Petani yang bergerak di tanaman pangan dan perikanan sepertinya harus sedikit besabar karena kemampuan daya tukarnya mengalami penurunan. Petani subsektor tanaman pangan mengalami penurunan nilai tukar sebesar 0,33 persen sedangkan petani subsektor perikanan mengalami penurunan sebesar 0,89 persen. Petani subsektor hortikultura, subsektor tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor peternakan mengalami peningkatan. Petani hortikultura mengalami peningkatan terbesar yaitu sebesar 0,96 persen. Petani sub sektor tanaman perkebunan rakyat dan petani subsektor peternakan yang mengalami sedikit peningkatan daya tukar masing-masing sebesar 0,10 persen dan 0,84 persen. Menurunnya kemampuan daya tukar produk pertanian di Sulawesi Barat pada tahun 2012 sebagian besar disebabkan oleh adanya peningkatan indeks yang dibayarkan petani yang jauh lebih besar dibanding indeks yang diterima petani. Subsektor perikanan mengalami perkembangan indeks yang dibayar yang paling tinggi sebesar 2,61 persen dari 128,01 menjadi 131,05 pada tahun 2012, sementara indeks yang diterima hanya meningkat sekitar 1,70 persen. Peningkatan yang cukup besar juga terjadi pada indeks yang dibayar (Ib) subsektor tanaman pangan yang meningkat sebesar 2,21 persen, sementara indeks 82 PERTANIAN

102 yang diterima meningkat 1,89 persen menyebabkan nilai tukar nelayan mengalami penurunan sebesar 0,33 persen. Tabel 4.7 Nilai Tukar Petani Menurut Sub Sektor di Sulawesi Barat Tahun Perubahan Sub Sektor Thd 2011 (%) (1) (2) (3) (4) 1. Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) 118,01 120,24 1,89 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 132,38 135,31 2,21 c. Nilai Tukar Petani (NTP-P) 89,15 88,86-0,33 2. Hortikultura a. Indeks yang Diterima (It) 111,92 115,42 3,13 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 132,44 135,27 2,14 c. Nilai Tukar Petani (NTP-H) 84,51 85,32 0,96 3. Tanaman Perkebunan Rakyat a. Indeks yang Diterima (It) 176,98 180,53 2,01 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 135,45 138,03 1,90 c. Nilai Tukar Petani (NTP-R) 130,66 130,79 0,10 4. Peternakan a. Indeks yang Diterima (It) 145,42 149,54 2,83 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 130,33 132,90 1,97 c. Nilai Tukar Petani (NTP-T) 111,58 112,52 0,84 5. Perikanan a. Indeks yang Diterima (It) 136,63 138,95 1,70 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 128,01 131,35 2,61 c. Nilai Tukar Petani (NTN) 106,73 105,78-0,89 Gabungan : a. Indeks yang Diterima (It) 137,59 140,67 2,24 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 131,91 134,73 2,14 c. Nilai Tukar Petani (NTP) 104,31 104,41 0,10 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat PERTANIAN 83

103 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 84 PERTANIAN

104 INDUSTRI DAN LISTRIK 5

105 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

106 Sektor industri di Sulawesi Barat mulai tampak memberikan sumbangan yang relatif lebih besar terhadap pembangunan, baik sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Meski kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Sulawesi Barat dalam lima tahun terakhir masih terlihat relatif stagnan, namun peran sektor ini dalam perekonomian Sulawesi Barat tidak dapat dikesampingkan. 5.1 Industri Besar Sedang (IBS) Kelompok industri besar sedang di Sulawesi Barat terutama digerakkan oleh industri pengolahan yang berbahan baku dari hasil perkebunan kelapa sawit untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO). Kondisi iklim dan geografis Sulawesi Barat menjadi daya tarik bagi investor untuk menginvestasikan modal di daerah ini. Pengumpulan data industri besar sedang di Sulawesi Barat di lakukan secara triwulanan. Selama tahun 2012 terlihat bahwa kinerja IBS di Sulawesi Barat mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Pada tahun 2012, kinerja produksi IBS Sulawesi Barat mengalami kontraksi sebesar 0,78. Meskipun mengalami kontraksi, produksi IBS tidak serta merta menurunkan kinerja sektor industri dalam perekonomian. Hal ini disebabkan oleh sektor industri masih ditopang oleh jenis industri yang tergabung dalam industri mikro kecil (IMK). Mengawali tahun 2012, pada triwulan I pertumbuhan IBS Sulawesi Barat mengalami kontraksi sebesar 3,62 persen (q to q). Terkontraksinya IBS pada triwulan ini disebabkan oleh kinerja semua jenis industri seperti makanan, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk INDUSTRI DAN LISTRIK 87

107 furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya yang masing-masing terkontraksi sebesar 2,01 persen dan 4,58 persen. Tabel 5.1 Pertumbuhan Produksi IBS di Sulawesi Barat Menurut Jenis Industri, Triwulanan (Persen) Tahun 2012 Jenis Industri Trw I Trw II Trw III Trw IV Thn 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Industri Makanan -2,01 3,53 2,66-1,30 1,60 Industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya -4,58-4,83 3,76 2,27-5,79 IBS Sulawesi Barat -3,62 1,64 3,11 0,54-0,78 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Kondisi ini berbeda dengan triwulan-triwulan selanjutnya di mana IBS Sulawesi Barat mengalami pertumbuhan yang lebih cepat. Pada triwulan II tahun 2012 IBS Sulawesi Barat tumbuh 1,64 persen selanjutnya mengalami percepatan pada triwulan III tahun 2012 sehingga pertumbuhannya menjadi 3,11 persen. Meningkatnya pertumbuhan IBS Sulawesi Barat pada triwulan III ini dikarenakan semua jenis industri pendukungnya mengalami pertumbuhan positif. Memasuki akhir tahun 2012, kinerja IBS kembali mengalami perlambatan hingga pertumbuhannya menjadi 0,54 persen. Kinerja IBS Sulawesi Barat pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel INDUSTRI DAN LISTRIK

108 5.2 Industri Mikro Kecil (IMK) Pengelompokan industri menjadi kelompok Industri Mikro Kecil (IMK) adalah berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki industri tersebut. Batasan jumlah tenaga kerja pada kelompok IMK adalah antara 1 hingga 5 orang. Industri yang digerakkan dengan tenaga kerja 1-5 orang. Keberadaan IMK pada umumnya memiliki ketahanan yang cukup kuat terhadap gejolak perekonomian karena benar-benar berakar dalam masyarakat. Seiring dengan perannya yang semakin baik, pemerintah memberikan perhatian khusus dalam pengembangan kelompok industri ini. Sebagai salah satu kontributor dalam penciptaan nilai tambah PDRB, IMK juga menjadi wahana untuk menciptakan kesempatan kerja (penciptaan lapangan kerja). Berbeda dengan kinerja IBS, kemampuan IMK justru mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Pertumbuhan produksi IMK Sulawesi Barat tahun 2012 sebesar 4,65 persen, lebih cepat dari tahun 2012 yang sebesar 0,74 persen. Pertumbuhan IMK ditopang oleh kinerja industri furniture yang awalnya tumbuh dari minus 12,28 persen pada tahun 2011 menjadi 24,74 persen pada tahun Kinerja ini disusul oleh industri tekstil yang tumbuh 10,62 persen pada tahun 2012 dari 0,09 persen tahun Tidak semua jenis industri pada kelompok IMK mengalami pertumbuhan yang lebih cepat. Industri makanan dan industri kayu, barang dari kayu dan gabus mengalami perlambatan masing-masing sebesar 5,07 poin dan 3,75 poin dari tahun Selanjutnya industri minuman dan pakaian jadi justru mengalami kontraksi masing-masing INDUSTRI DAN LISTRIK 89

109 sebesar 11,32 persen dan 12,33 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Pertumbuhan Produksi IMK di Sulawesi Barat Menurut Jenis Industri Tahun (Persen) Jenis Industri (1) (2) (3) Makanan 11,29 6,22 Minuman 8,04-11,32 Tekstil 0,09 10,62 Pakaian Jadi 13,33-12,33 Kayu, Barang dari Kayu, dan Gabus 7,12 3,37 Barang Galian Bukan Logam 0,50 3,10 Barang Logam, bkn Mesin dan Peralatan -3,40 1,16 Furniture -12,28 24,74 IMK Sulawesi Barat 0,74 4,65 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Kendati memiliki prospek dan peran yang cukup menggembirakan, IMK memiliki beberapa kendala dalam pengembangannya. Kendala yang sering dihadapi oleh pengusaha seperti, penggunaan teknologi yang masih sederhana dan belum merata, kurangnya akses pelaku industri ke pasar, dan secara kelembagaan kelompok IMK masih terbilang lemah (belum ada asosiasi). Untuk mengatasi beberapa kendala tersebut, pemerintah terkait diharapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku IMK untuk memperkenalkan hasil 90 INDUSTRI DAN LISTRIK

110 produksinya baik di dalam maupun luar negeri melalui pameran, adanya regulasi perizinan yang mudah dan pinjaman pembiayaan dengan pengembalian yang relatif lebih ringan. 5.3 Listrik Kehidupan mayarakat saat ini sangat bergantung kepada sumber daya energi, salah satunya adalah energi tenaga listrik. Disadari atau tidak, listrik sekarang ini merupakan kebutuhan utama bagi seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya hampir semua hal dalam kehidupan sehari-hari baik yang bersinggungan dengan rumah tangga, perkantoran, industri dan sebagainya selalu berhubungan dengan listrik. Hal ini tentunya menjadikan ketergantungan masyarakat terhadap energi listrik semakin meningkat. Karena listrik dapat menjadi penggerak roda kehidupan termasuk kedalamnya adalah roda perekonomian maka keberadaan energi listrik merupakan sebuah keharusan. Pergerakan kegiatan ekonomi, perkembangan dunia industri, pertambahan jumlah penduduk, kemajuan teknologi serta meningkatnya standar kenyamanan hidup di masyarakat turut mengambil andil dalam pertumbuhan jumlah penggunaan listrik. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian yang tinggi untuk tetap menjaga sumber energi pembangkit listrik, terutama yang berasal dari sumber daya yang tidak terbarui dengan kapasitas yang terbatas. Selain itu, diversifikasi sumber energi juga perlu untuk dikembangkan untuk kebutuhan dalam jangka panjang. Ketersediaan tenaga listrik yang handal, aman, ramah lingkungan dan efisien dengan harga terjangkau merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memberi pelayanan kepada masyarakat yang INDUSTRI DAN LISTRIK 91

111 dibebankan kepada PLN. Upaya PLN untuk meningkatkan pelayanan terlihat dari peningkatan beberapa indikator seperti peningkatan jumlah sambungan, perkembangan daya tersambung dan energi terjual, serta peningkatan jumlah pendapatan. Pada tahun 2012, sub sektor listrik menyumbang 57,62 miliar rupiah atau 1,48 persen dalam pembentukan PDRB Sulawesi Barat. Jumlah ini meningkat cukup signifikan dari tahun 2011 yang sebesar 48,66 miliar rupiah. Pertumbuhan sub sektor listrik di Sulawesi Barat mencapai 16,20 persen pada tahun 2012, jauh diatas pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tahun 2012 yang sebesar 9,01 persen. Peningkatan yang pesat di sub sektor listrik tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan secara umum sehingga diikuti oleh peningkatan jumlah pembangunan rumah yang notabene memerlukan aliran listrik, serta semakin meluasnya jaringan PLN sampai ke pelosok daerah berdampak terhadap meningkatnya jumlah pelanggan dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu , terjadi peningkatan jumlah pelanggan secara signifikan. Tahun 2007 PLN se-sulawesi Barat memiliki sambungan. Jumlah ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai sambungan pada tahun Selama kurun waktu tersebut peningkatan jumlah pelanggan terbesar terjadi di tahun , yaitu sebesar 10,56 persen. Meningkatnya jumlah sambungan, berdampak terhadap peningkatan energi yang terpakai. Pemakaian energi listrik ini tergambar dari jumlah KWh yang berhasil dijual oleh PLN. Pada tahun 2007, 92 INDUSTRI DAN LISTRIK

112 pemakaian energi oleh pelanggan sebesar KWh. Jumlah ini terus mengalami kenaikan tiap tahunnya, hingga mencapai KWh pada tahun 2012 yang dipergunakan oleh pelanggan/sambungan. Seiring dengan meningkatnya kegiatan perekonomian, rata-rata pemakaian energi per pelanggan juga semakin meningkat. Pada tahun 2007, satu unit pelanggan/sambungan selama setahun mengkonsumsi energi sebesar KWh meningkat menjadi 1.437,9 KWh per tahun per pelanggan/sambungan pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 37,99 persen. Tabel 5.3 Jumlah Pelanggan, Daya Tersambung, Energi Terjual dan Pendapatan PT. PLN di Sulawesi Barat Tahun Tahun Pelanggan (Sambungan) Daya Tersambung (VA) Energi Terjual (KWh) Pendapatan (Juta Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) Sumber : PT. PLN (Persero) Cabang Mamuju Kondisi topografi Sulawesi Barat yang memiliki jumlah aliran sungai dengan debit air yang cukup besar, menjadikan daerah ini potensial untuk pengambangan sektor listrik. Oleh karena itu, pemerintah INDUSTRI DAN LISTRIK 93

113 daerah diharapkan lebih gencar melakukan promosi sumber daya yang dimiliki Sulawesi Barat agar ada investor yang tertarik untuk mengembangan sektor tersebut. Salah satu aliran sungai yang disinyalir memiliki potensi pengembangan PLTA adalah Sungai Karama yang berada di Kabupaten Mamuju. 94 INDUSTRI DAN LISTRIK

114 PERHUBUNGAN 6

115 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

116 Sarana angkutan dan komunikasi sangat diperlukan guna memperlancar berbagai aktivitas perekonomian. Sektor ini mempunyai peran yang sangat strategis terhadap kelancaran dan percepatan mobilitas penduduk serta arus informasi pembangunan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor angkutan dan komunikasi dalam struktur perekonomian Sulawesi Barat terdiri dari sub sektor angkutan dan sub sektor komunikasi. Dengan laju pertumbuhan sebesar 5,64 persen pada tahun 2012, sektor ini mampu menyumbang 2,02 persen PDRB Sulawesi Barat atau setara dengan ,21 juta rupiah. 6.1 Angkutan Darat Kontur daerah Sulawesi Barat yang ditinggali oleh penduduk dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu dataran rendah yang sebagian besar dekat dengan laut dan dataran tinggi yang memiliki karakteristik bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Hingga saat ini, transportasi melalui jalan darat menjadi sarana transportasi pilihan yang paling banyak digunakan. Untuk itu, diperlukan sarana penunjang yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Jalan darat merupakan sarana penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian yang menghubungkan daerah yang satu dengan lainnya. Data dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Barat menyebutkan bahwa dalam kurun waktu panjang jalan di Sulawesi Barat terus mengalami perubahan. Pada tahun 2010 panjang jalan mencapai 6.828,12 km, tahun 2011 mencapai 6.912,43 km dan tahun 2012 mencapai 6.873,18 km. Dengan demikian selama PERHUBUNGAN 97

117 terjadi peningkatan panjang jalan sebesar 84,31 km. Namun demikian pada tahun 2012 panjang jalan di Sulawesi Barat berkurang 39,25 km menjadi 6873,18 km. Jalan yang panjangnya menurun adalah jalan provinsi yakni sepanjang 119,15 km. Meski panjang jalan pada tahun 2012 lebih pendek dibanding panjang jalan tahun 2011, namun jika dibandingkan tahun 2010, panjang jalan di tahun 2012 masih lebih panjang. Tabel 6.1 Perkembangan Panjang Jalan (km) Menurut Status Jalan di Sulawesi Barat Tahun Status (1) (2) (3) (4) Jalan Nasional 571,98 571,98 571,98 Jalan Provinsi 450,51 488,10 368,95 Jalan Kabupaten 5 805, , ,25 Sulawesi Barat 6 828, , ,18 Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Se Sulawesi Barat Semenjak provinsi Sulawesi Barat terbentuk pada tahun 2004, pembangunan yang gencar dilakukan pemerintah salah satunya adalah pembangunan dalam upaya memperbaiki dan menambah fasilitas jalan. Hal ini tentunya memberikan arti yang sangat besar bagi masyarakat setempat. Dengan semakin baiknya kondisi jalan di Sulawesi Barat diharapkan dapat membuka daerah-daerah yang terisolir sehingga roda perekonomian di daerah tersebut dapat bergerak dengan lebih baik. 98 PERHUBUNGAN

118 Dampak utama yang diharapkan adalah kesejahteraan penduduk setempat menjadi lebih baik. Disamping itu, dengan adanya pembangunan jalan diharapkan dapat menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan modalnya di Sulawesi Barat. Meningkatnya panjang jalan yang ada di Sulawesi Barat dengan peningkatan kualitas yang cukup menggembirakan menjadi salah satu tolok ukur lancarnya arus transportasi. Kendati hal tersebut masih harus diukur dari beberapa aspek lain seperti jumlah kendaraan yang melalui ruas jalan yang tersedia. Berdasarkan data Dispenda Provinsi Sulawesi Barat tercatat bahwa pada tahun 2012 jumlah kendaraan yang melalui ruas jalan di Sulawesi Barat sebanyak unit kendaraan, meningkat unit kendaraan dari tahun Jumlah kendaraan tersebut belum termasuk jumlah kendaraan yang melintasi wilayah Sulawesi Barat yang berasal dari provinsi lain. Tabel 6.2 Jumlah Kendaraan (Unit) Yang Terekap pada Samsat Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun Kabupaten Perkembangan (1) (2) (3) (4) Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sulawesi Barat Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat PERHUBUNGAN 99

119 Jika dirinci menurut keberadaan tempat pelaporan kendaraan, terlihat bahwa Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju memiliki populasi kendaraan tertinggi masing-masing sebesar unit kendaraan dan unit. Meskipun Mamuju memiliki populasi kendaraan di bawah Polewali Mandar akan tetapi perkembangan jumlah kendaraan tertinggi terjadi di Mamuju yang mencapai unit kendaraan. Sementara jumlah kendaraan di Polewali Mandar hanya bertambah unit kendaraan. 6.2 Angkutan Udara Selain angkutan darat, sarana transportasi lain yang dapat digunakan yakni angkutan udara. Di Sulawesi Barat, baru terdapat satu bandar udara yang sudah beroperasi yaitu Bandar Udara Tampa Padang yang berada di ibukota Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan bandar udara lainnya, yaitu Bandar Udara Sumarorong di Kabupaten Mamasa masih dalam proses pembangunan. Hingga saat ini, Bandara Tampa Padang sudah dilalui oleh pesawat setiap hari, meski rata-rata penerbangan perharinya hanya satu hingga dua kali penerbangan saja. Data dari laporan Bandara Tampa Padang mencatat bahwa pada tahun 2007 hingga 2012 jumlah pesawat yang tiba maupun berangkat di Bandara Tampa Padang selalu mengalami kenaikan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2007, pesawat yang tiba dan berangkat sebanyak 199 kali kunjungan dan kondisi tahun 2012 tercatat sebanyak 613 kali kunjungan. Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh bertambahnya jadwal penerbangan maskapai untuk melayani minat masyarakat terhadap jasa angkutan udara yang semakin meningkat. 100 PERHUBUNGAN

120 Tabel 6.3 Aktivitas Bandara Tampa Padang Mamuju Tahun Pesawat Penumpang Bagasi Tahun (Unit) (Orang) (Ton) Tiba Berangkat Tiba Berangkat Bongkar Muat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sumber : Laporan Bandara Tampa Padang Peningkatan jumlah penerbangan tentunya berdampak terhadap jumlah penumpang baik yang tiba maupun berangkat serta jumlah bagasi. Jumlah penumpang yang tiba dan berangkat pada tahun 2007 masingmasing sebanyak dan penumpang. Sementara itu pada tahun 2012 meningkat menjadi dan penumpang, meningkat 8 hingga 9 kali lipat dibanding tahun Untuk jumlah bagasi yang dibongkar dan dimuat masing-masing pada tahun 2007 sebesar dan ton dan pada tahun 2012 sebanyak dan ton. 6.3 Angkutan Laut Sulawesi Barat yang notabene terletak di pesisir pantai merupakan sebuah aset strategis dalam mendorong peningkatan perekonomian melalui transportasi laut. Di Sulawesi Barat terdapat empat pelabuhan yang masing-masing berada di Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, dan dua pelabuhan di Kabupaten Mamuju. Sementara PERHUBUNGAN 101

121 itu jenis pelayaran laut yang diselenggarakan diantaranya adalah pelayaran nasional, pelayaran rakyat, non pelayaran dan pelayaran luar negeri. Tabel 6.4 Aktivitas Pelayaran Pelabuhan Menurut Jenis Pelayaran di Sulawesi Barat Tahun Tahun Nasional + Umum Non Pelayaran Pelayaran Rakyat Luar Negeri Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sumber : Laporan Simoppel Se-Sulawesi Barat Pada periode , aktivitas pelabuhan mengalami perkembangan yang berfluktuatif, hal ini terlihat dari frekuensi kunjungan kapal (pelayaran). Pada tahun 2007 frekuensi kunjungan kapal sebesar kunjungan. Kemudian pada tahun 2008 mengalami penurunan frekuensi hingga 17 kali pelayaran menjadi kunjungan dan naik lagi menjadi kunjungan pada tahun Selanjutnya pada tahun 2010 turun menjadi kunjungan demikian juga pada tahun 2011 turun menjadi kunjungan. Menurunnya jumlah kunjungan kapal di tahun 2011 ini, disebabkan oleh berkurangnya jumlah non pelayaran yang berkisar 45,59 persen atau sekitar 584 kunjungan kapal. Selain aktifitas non pelayaran yang menurun, pelayaran luar negeri juga mengalami 102 PERHUBUNGAN

122 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 penurunan. Kondisi terakhir tahun 2012 mencatat adanya peningkatan pelayaran sebesar 13,10 persen atau 282 pelayaran dibanding tahun 2011, sehingga jumlah pelayarannya menjadi kali. (Orang) Grafik 6.1 Aktivitas Penumpang Pelabuhan (Orang) di Sulawesi Barat Tahun Tahun Jumlah Penumpang Naik Jumlah Penumpang Turun Sumber : Laporan Simoppel Se-Sulawesi Barat Jumlah kunjungan kapal yang berfluktuasi berdampak terhadap jumlah penumpang yang naik dan turun di pelabuhan. Pada kurun waktu , jumlah penumpang yang turun cenderung lebih banyak dibanding penumpang yang berangkat kecuali di tahun Pada tahun 2011, jumlah penumpang yang berangkat dan turun masing-masing orang dan orang. Sedangkan tahun 2012 jumlah penumpang yg berangkat lebih besar sekitar jiwa dibanding penupang yang datang tercatat jiwa. PERHUBUNGAN 103

123 Selain melayani penumpang, juga tampak aktivitas bongkar muat berbagai jenis barang di pelabuhan di Sulawesi Barat. Barang yang dimuat dan dibongkar di pelabuhan cukup beragam dan bervariasi. Komoditi unggulan yang banyak dimuat kapal di Sulawesi Barat pada tahun 2011 diantaranya adalah cernel dan CPO yang mencapai ton, jumlah ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya ton dan pada tahun 2012 tercatat ton atau naik 48,57 persen. 6.4 Komunikasi Sub sektor komunikasi merupakan salah satu katalisator penggerak pembangunan suatu daerah. Komunikasi yang lancar akan mempermudah proses terselenggarakanya kegiatan-kegiatan ekonomi. Transaksi perdagangan akan terjadi dengan cepat tanpa memerlukan waktu yang lama sehingga margin perdagangan dapat dimaksimalkan. Sementara dari produsen akan memiliki banyak sumber informasi terkait bagaimana meningkatkan produksi usaha, dan lain sebagainya. Sub sektor komunikasi di Sulawesi Barat tampaknya memiliki prospek yang cukup cerah. Hal ini sangat dimaklumi mengingat beberapa tahun sebelumnya Sulawesi Barat merupakan daerah yang cukup tertinggal dalam pembangunan. Seiring dengan perkembangan sub sektor transportasi, daerah yang dahulunya sulit terjangkau kini secara psikologis menjadi mudah dan dekat untuk dijangkau. Peningkatan sub sektor komunikasi di Sulawesi Barat juga tercermin dari nilai tambah yang tercipta yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, NTB sub sektor komunikasi mencapai 56,87 miliar rupiah naik menjadi 77,73 miliar pada tahun 2012 setelah bertengger pada posisi 70,30 miliar rupiah di 104 PERHUBUNGAN

124 tahun Keseriusan pengembangan sub sektor komunikasi di Sulawesi Barat tercermin dari pengelola broadband celluler dengan terus menambah kapasitas jangkauan signal melalui pembangunan transeiver station (BTS). base Tabel 6.5 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler dan Jumlah Ibukota Kecamatan yang Terjangkau Signal Seluler, Kabupaten Persentase Ruta Yang Memiliki HP Ibukota Kec. Yang Terjangkau Signal HP (1) (2) (3) (4) (5) Majene 72,47 80, Polewali Mandar 72,13 77, Mamasa 39,55 43, Mamuju 71,95 79, Mamuju Utara 77,06 88, Sulawesi Barat 68,64 75, Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Meningkatnya jumlah BTS yang dipasang oleh sejumlah provider di Sulawesi Barat berdampak terhadap semakin banyaknya daerah yang dapat dilayani. Pada tahun 2011, jumlah ibukota kecamatan yang terjangkau oleh signal seluler mencapai 52 ibukota kecamatan. Jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 58 ibukota kecamatan pada tahun Peningkatan keterjangkauan signal ini berdampak terhadap peningkatan jumlah rumah tangga yang memiliki/menguasai telepon seluler/hp dengan ragam metek dan type. Pada tahun 2012, persentase rumah tangga di PERHUBUNGAN 105

125 Sulawesi Barat yang memiliki HP sebesar 75,55 persen. Kondisi ini meningkat dari tahun 2011 yang sebeasr 68,64 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6.5. Sebelum menjamurnya penggunaan HP, masyarakat lebih dahulu mengenal telepon rumah. Penyedia layanan telepon rumah ini menjadi monopoli PT. Telkom (Persero). Untuk memenuhi kebutuhan komunikasi PT. Telkom terus berinovasi dalam menyediakan jasa komunikasi seperti penyediaan fasilitas akses internet melalui speedy. Pada tahun 2011, jumlah sambungan telepon di Sulawesi Barat sebanyak sambungan yang terdiri dari sambungan telepon rumah dan sambungan speedy. Ketersediaan jaringan telepon rumah yang masih terbatas pada tiga kabupaten perlu mendapat perhatian dari penyedia jasa ini agar kiranya dapat menjangkau dua kabupaten lainnya yang belum memiliki jaringan telepon rumah khususnya speedy yakni Kabupaten Mamasa dan Mamuju Utara. Tabel 6.6 Jumlah Pelanggan dan Pemakaian Pulsa Pada PT. Telkom Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2011 Kabupaten Pelanggan Telpon Rumah Pelanggan Telpon Speedy Pemakaian Pulsa (juta Rp) (1) (2) (3) (4) Majene Polewali Mandar Mamasa Mamuju Mamuju Utara Sumber : PT. Telkom Wilayah Pare-pare 106 PERHUBUNGAN

126 KEUANGAN 7

127 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

128 7.1 Keuangan Pemerintah Implikasi dari pelaksanaan otonomi daerah adanya desentralisasi fiskal yang berupa pemberian keleluasaan yang lebih besar bagi daerah untuk dapat mengatur dan mengelola keuangan daerahnya sendiri yang dituangkan dalam anggaran belanja, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran. Dengan adanya keleluasaan yang dimiliki oleh daerah diharapkan dapat meningkatkan kemandirian keuangan daerah serta kinerja pemerintah daerah yang pada akhirnya akan mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah kearah yang lebih baik. Membangun suatu daerah merupakan perkerjaan dan tanggung jawab yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ungkapan tersebut sangatlah beralasan, apalagi untuk daerah yang masih merupakan provinsi baru dan masih dalam tahap memulai pembangunan seperti Provinsi Sulawesi Barat. Sulawesi Barat merupakan daerah hasil pemekaran Sulawesi Selatan yang usianya telah hampir memasuki satu dasawarsa. Secara administrasi, Provinsi Sulawesi Barat memiliki lima daerah otomomi tingkat kabupaten yakni Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Mamuju Utara. Melalui kerjasama dan koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten yang saling bersinergi dalam menjalankan roda pemerintahan, membangun daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri jika pembangunan di Sulawesi Barat masih menghadapi keterbatasan baik dari sisi anggaran/dana maupun dari KEUANGAN 111

129 minim sumber daya, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan kerja keras pemerintah daerah untuk terus berinovasi dalam pembangunan. Anggaran yang masih minim dengan dukungan sumber daya yang terbatas, tidak menyusutkan semangat pemerintah daerah sehingga pembangunan terus digenjot untuk mengejar ketertinggalan daerah terhadap daerah lain. Anggaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten se-sulawesi Barat tercermin melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun dan ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun. Untuk kondisi keuangan daerah yang diterangkan dalam bab ini adalah data keuangan daerah pemerintah kabupaten sebanyak lima kabupaten dan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Series data yang dipergunakan adalah , di mana data tahun merupakan data realisasi keuangan daerah. Sedangkan data tahun 2012 merupakan data keuangan daerah yang sifatnya masih rancangan Pendapatan Daerah Pendapatan daerah merupakan rincian APBD yang merupakan sumber-sumber untuk melakukan pembiayaan pembangunan disuatu daerah pada kurun waktu tertentu. Pendapatan daerah terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu pendapatan asli daerah (pajak daerah, retribusi daerah), dana perimbangan (bagi hasil pajak, DAU dan DAK), dan lain-lain pendapatan yang sah (hibah, dana darurat dan lainnya). Cerminan dari pendapatan daerah merupakan kinerja pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Dari sini terlihat daerah yang memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alamnya. 112 KEUANGAN

130 Secara umum, pada rentang waktu kondisi pendapatan pemerintah daerah di Sulawesi Barat selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, total pendapatan pemerintah daerah di Sulawesi Barat mencapai 2.343,29 miliar rupiah. Jumlah ini terdiri dari pendapatan pemerintah kabupaten sebesar 1.835,53 miliar rupiah dan pendapatan pemerintah provinsi sebesar 510,76 miliar rupiah. Total pendapatan ini meningkat menjadi 3.719,84 miliar rupiah pada tahun 2012 (dengan proporsi, 74,41 persen dari pendapatan pemerintah kabupaten dan 25,59 persen merupakan pendapatan pemerintah provinsi). Atau dengan kata lain, total pendapatan pemerintah provinsi dan kabupaten mengalami peningkatan sebesar 58,54 persen selama lima tahun terakhir. Grafik 7.1 Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah se-sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah KEUANGAN 113

131 Jika dirinci menurut sumber penerimaannya, pendapatan pemerintah kabupaten dan provinsi di Sulawesi Barat selama periode masih didominasi oleh dana yang bersumber dari dana perimbangan/transfer pemerintah pusat. Pada tahun 2012 pendapatan pemerintah provinsi terdiri atas 14,18 persen pendapatan asli daerah (PAD), 69,64 persen dana perimbangan, dan 16,18 persen lain-lain pendapatan yang sah, sedangkan untuk kabupaten terbagi menjadi 3,38 persen PAD, 89,27 persen dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar 7,35 persen. Komposisi penerimaan daerah dapat dilihar pada Grafik 7.2. Grafik 7.2 Perkembangan Pendapatan Pemerintah Daerah se-sulawesi Barat Menurut Sumber (Miliar Rupiah) Periode Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Provinsi Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Kabupaten 114 KEUANGAN

132 a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Secara umum penerimaan daerah Sulawesi Barat yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) terlihat belum optimal, hal ini terlihat dari total capaian PAD pada kurun waktu yang sempat tumbuh minus pada tahun 2009 namun pada tahun 2012 PAD memberikan share sebesar 14,18 persen atau sebesar 134,98 miliar rupiah di mana angka ini mengalami kenaikan sebesar 22,64 persen. Jika diamati lebih lanjut selama kurun waktu lima tahun, capaian penerimaan PAD provinsi selalu lebih besar dari penerimaan PAD kabupaten, pada tahun 2012 PAD kabupaten se Sulawesi Barat berkisar 93,55 miliar rupiah sedangkan PAD provinsi mencapai 134,98 miliar rupiah (selisih sebesar 41,43 miliar rupiah). Tabel 7.1 Perkembangan PAD Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah), Periode Penerimaan PAD (Miliar Rupiah) Share Thdp Total Pendapatan (Persen) Kab Prov Kab Prov (1) (2) (3) (4) (5) Tahun ,01 61,86 3,11 12, ,73 64,44 2,51 11, ,97 90,21 2,36 14, ,72 110,06 3,42 15, ,55 134,98 3,38 14,18 Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah KEUANGAN 115

133 Berdasarkan Tabel 7.1, terlihat bahwa kontribusi PAD provinsi selalu memiliki share yang lebih besar dibanding PAD kabupaten. Sementara kontribusi PAD kerapkali digunakan sebagai acuan dalam mengukur kemandirian suatu daerah. Dengan demikian terlihat bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat cenderung lebih mandiri dibandingkan pemerintah kabupaten di wilayah Sulawesi Barat. Grafik 7.3 Perkembangan Kontribusi PAD Menurut Sumber Terhadap Total Pendapatan Daerah (Persen) Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Jika dilihat dari masing-masing sumber, terlihat bahwa PAD kabupaten dan provinsi terbesar bersumber dari pajak daerah. Pada tahun 2008, kontribusi sektor ini terhadap total pendapatan sebesar 2,64 persen sedangkan terhadap PAD berkontribusi sebesar 51,99 persen. Penerimaan ini meningkat menjadi 9,97 persen terhadap total pendapatan pada tahun Sementara retribusi daerah menyumbang sebesar 0,72 persen dan lain-lain PAD yang sah memiliki andil sebesar 3,49 persen. 116 KEUANGAN

134 Trend kontribusi PAD dalam pembentukan pendapatan daerah selama kurun waktu tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik 7.3. Jika diteliti lebih lanjut, komponen pembentuk PAD pada level kabupaten dan provinsi terlihat struktur yang sedikit berbeda. Sebagai contoh, pada tahun 2010 PAD kabupaten bersumber dari retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah, masing-masing sebesar 40,92 miliar rupiah dan 19,20 miliar rupiah. Sedangkan di provinsi cenderung bersumber dari pajak daerah yang sebanyak 70,62 miliar rupiah. Kondisi yang sama terjadi di tahun 2012, retribusi daerah dan lain-lain PAD di kabupaten berkontribusi sebesar 71,22 persen sedangkan pajak daerah di PAD provinsi berkontribusi sebesar 72,38 persen. Tabel 7.2 Perkembangan Komponen PAD Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah) Periode 2010 dan 2012 Komponen Kab Prov Kab Prov (1) (2) (3) (4) (5) Pajak Daerah 12,54 70,62 19,04 94,93 Retribusi Daerah 40,92 2,78 45,11 3,02 Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 6,19 0 7,89 0 Lain2 PAD yang Sah 19,20 8,81 21,53 33,20 Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan sumber PAD pada kabupaten dan provinsi disebabkan oleh KEUANGAN 117

135 adanya perbedaan jenis objek pajak disamping perbedaan potensi wilayah yang menjadi kewenangan masing-masing pemerintah daerah. b. Dana Perimbangan Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), lainnya (dana infrastruktur, dan pendidikan). Pada umumnya dana perimbangan yang ditransfer oleh pemerintah pusat ke daerah tiap tahunnya ini, memiliki formulasi dan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan besaran alokasi dana untuk setiap daerah. Grafik 7.4 Perkembangan Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah) Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Selama kurun waktu , transfer dari pemerintah pusat cenderung mengalami peningkatan (Grafik 7.4). Transfer ke pemerintah kabupaten meningkat sebesar 19,50 persen dari 1.712,55 miliar rupiah 118 KEUANGAN

136 pada tahun 2008 menjadi 2.471,00 miliar rupiah pada tahun Sedangkan alokasi untuk pemerintah provinsi meningkat dari 432,96 miliar rupiah pada tahun 2008 menjadi 663,01 miliar rupiah pada tahun 2012 atau meningkat 53,13 persen. Dalam kurun waktu , terlihat bahwa ketergantungan pemerintah daerah akan transfer dari pemerintah pusat terlihat cukup tinggi. Selama kurun waktu tersebut, transfer dari pusat mendominasi pendapatan daerah hingga mencapai 69,64 persen (tahun 2012). Grafik 7.5 Perkembangan Kontribusi Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten dan Provinsi (Persen) Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Besarnya kontribusi dana perimbangan untuk menopang keuangan daerah di Sulawesi Barat cukup dimaklumi mengingat pemerintah daerah di Sulawesi Barat sedang dalam proses pembangunan yang notabene sebagai daerah otonom baru (DOB), kecuali Kabupaten Majene, Polewali Mandar dan Mamuju sebagai daerah induk. Kendati KEUANGAN 119

137 mengalami peningkatan secara nominal, patut disyukuri karena kontrubusinya dalam penciptaan pendapatan daerah yang cenderung mengalami penurunan. Hal ini terjadi di pemerintah kabupaten dan provinsi. Pada tahun 2008 misalnya, pendapatan pemerintah kabupaten 93,45 persen-nya ditopang dari dana perimbangan sedangkan pemerintah provinsi ditopang hingga 84,77 persen. Kondisi ini memperlihatkan kemajuan pada tahun 2012 dimana dana perimbangan tinggal berkontribusi sebesar 89,28 persen dan 69,64 persen dalam pendapatan kabupaten dan provinsi. Jika dilihat menurut komponen dana perimbangan (Grafik 7.6), terlihat bahwa dana alokasi umum (DAU) merupakan kontributor utama dalam dana perimbangan maupun terhadap total pendapatan daerah baik pada level pemerintah kabupaten maupun provinsi. Tahun 2010, pada level pemerintah kabupaten dana DAU yang dikucurkan oleh pemerintah pusat mencapai miliar rupiah, jumlah ini berkisar 70,44 persen terhadap total pendapatan kabupaten. Sedangkan pemerintah provinsi mendapat alokasi DAU sebanyak 405 miliar rupiah, jumlah ini memegang 69,17 persen pendapatan pemerintah provinsi. Pada tahun-tahun berikutnya, kucuran dana DAU ke Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, dana DAU keseluruhan kabupaten mencapai miliar rupiah meningkat menjadi miliar rupiah pada tahun Sementara DAU juga mengalir ke pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 405 miliar rupiah pada tahun Jumlahnya terus meningkat menjadi 590 miliar rupiah atau sebesar 62,04 persen terhadap total pendapatan daerah pada tahun Besarnya 120 KEUANGAN

138 porsi dana DAU dalam dana perimbangan menegaskan bahwa daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengatur alokasi keuangannya sendiri mengingat DAU ini sebagai block grant. Grafik 7.6 Perkembangan Komponen Dana Perimbangan Dari Transfer Pemerintah Pusat ke Kabupaten dan Provinsi (Miliar rupiah) Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Komponen dana perimbangan yang juga ditransfer dari pemerintah pusat adalah dana alokasi khusus (DAK). DAK merupakan dana alokasi pusat yang bertujuan untuk mendanai urusan-urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional dan mekanisme pencairannya menggunakan realisasi penyerapan. Baik pada daerah kabupaten atau provinsi jumlah DAK yang ditransfer ke daerah jauh lebih kecil dari DAU. Pada tahun 2010, total dana DAK yang ditransfer ke Sulawesi Barat mencapai 194,46 miliar rupiah dengan alokasi pemerintah kabupaten mendapat porsi sebesar 90,98 persen sedangkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat kebagian sebesar 9,02 persen (setara dengan 17,53 miliar rupiah). KEUANGAN 121

139 c. Lain-lain Pendapatan Komponen ketiga dari pendapatan daerah adalah lain-lain pendapatan. Berdasarkan Tabel 7.3, terlihat bahwa perkembangan lainlain pendapatan pemerintah kabupaten dan provinsi mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Kontribusi lain-lain pendapatan terhadap total pendapatan terlihat cukup besar terutama di tahun 2011 dan Pada tahun 2010, porsi lain-lain pendapatan terhadap total pendapatan pemerintah kabupaten sebesar 8,10 persen (111,13 miliar rupiah) sedangkan pada keuangan pemerintah provinsi sebesar 47,53 miliar rupiah (5,48 persen). Sedangkan pada tahun 2012, pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi mencatat lain-lain pendapatan masing-masing sebesar 203,30 miliar rupiah dan 154,01 miliar rupiah. Tabel 7.3 Perkembangan Lain-lain Pendapatan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi (Miliar Rupiah) serta Kontribusinya Dalam Postur Pendapatan Daerah (Persen) Periode Tahun Nominal Share Kab Prov Kab Prov (1) (2) (3) (4) (5) ,13 47,53 8,10 5, ,80 70,00 10,12 13, ,30 154,01 16,18 7,35 Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah 122 KEUANGAN

140 7.1.2 Belanja Daerah Undang-undang telah mengamanahkan kepada pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk kepentingan umum yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Alokasi anggaran yang tepat sasaran akan turut serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatakan taraf sosial-ekonomi masyarakat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Grafik 7.7 Perkembangan Total Belanja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten se Sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Secara umum pada kurun waktu , belanja pemerintah daerah kabupaten dan provinsi mengalami peningkatan yang cukup besar. Berdasarkan Grafik 7.7, terlihat total belanja daerah pada tahun 2008 sebesar 2.385,14 miliar rupiah naik menjadi 3.763,58 miliar rupiah pada tahun 2012 (meningkat sebesar 57,79 persen). Peningkatan jumlah KEUANGAN 123

141 belanja ini seiring dengan peningkatan jumlah pendapatan yang juga meningkat sekitar 58,54 persen. Selama kurun waktu , lonjakan belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada dua tahun terakhir yakni pada tahun 2011 dan 2012 yang mencapai 493,57 miliar rupiah dan 505,13 miliar rupiah. Sementara di tahun sebelumnya berkisar dibawah 200 miliar rupiah. Perkembangan belanja pemerintah daerah dapat dilihat pada Grafik 7.7 Berdasarkan alokasi menurut pemerintah daerah, pertumbuhan belanja daerah kabupaten dan provinsi memiliki pergerakan yang seirama dimana dalam kurun waktu lima tahun terakhir belanja daerah seluruh kabupaten meningkat sebesar 49,85 persen sedangkan belanja daerah pemeritah provinsi telah mengalami peningkatan sebesar 86,28 persen. a. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Secara umum, belanja tidak langsung menyerap anggaran pemerintah daerah dengan kecenderungan yang terus meningkat. Pada tahun 2008 misalnya, alokasi belanja tidak langsung pemerintah daerah Sulawesi Barat mencapai 989,73 miliar rupiah atau sekitar 41,50 persen terhadap total belanja daerah. Tahun 2009 sedikit meningkat sebesar 41,52 persen (1.041,45 miliar rupiah); tahun 2010 menjadi 48,63 persen (1.344,15 miliar rupiah); tahun 2011 menjadi 52,32 persen (1.704,33 miliar rupiah) dan terakhir telah mencapai 1.945,08 miliar rupiah dengan kisaran 51,68 persen terhadap total belanja daerah. 124 KEUANGAN

142 Berdasarkan pemerintahan daerah, terlihat gap yang cukup besar antara alokasi belanja tidak langsung dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Grafik 7.8, terlihat dengan jelas bahwa pemerintah kabupaten cenderung mengalokasikan belanja daerah pada kelompok belanja tidak langsung, pada tahun 2012 lebih dari setengah total belanja pemerintah kabupaten dialokasikan untuk belanja tidak langsung yakni sebesar 55,44 persen. Sementara pada tahun yang sama pemerintah provinsi hanya mengalokasikan anggaran pada pos yang sama sebesar 395,77 miliar rupiah atau sekitar 40,84 persen. Alokasi belanja tidak langsung pemerintah provinsi dengan persentase paling rendah terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 17,59 persen. Sedangkan untuk pemerintah kabupaten, alokasi terendah pada pos belanja tidak langsung terjadi di tahun 2008 yakni sebesar 47,29 persen. Grafik 7.8 Perbandingan Alokasi Belanja Tidak Langsung Pemerintah Daerah se Sulawesi Barat (Persen) Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah KEUANGAN 125

143 Jika ditinjau menurut jenis dalam komponen belanja tidak langsung, terlihat bahwa belanja pegawai menyedot alokasi anggaran yang tertinggi dalam postur belanja pemerintah daerah. Tingginya porsi belanja pegawai ini cukup dimaklumi untuk membiayai gaji, tunjangan, dan tambahan penghasilan lainnya bagi PNS daerah yang jumlahnya terus mengalami peningkatan. Secara umum, belanja pegawai pemerintah daerah di Sulawesi Barat memperlihatkan tren peningkatan. Pada tahun 2008, belanja pegawai menyerap anggaran hingga 799,96 miliar rupiah atau sekitar 33,54 persen terhadap total belanja daerah. Jumlah ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai 41,94 persen pada tahun 2012 dengan nominal 1.578,47 miliar rupiah. Baik pemerintah kabupaten maupun provinsi mengalami kecenderungan peningkatan dalam mengalokasikan anggaran belanja pegawai. Seiring dengan perekrutan PNSD yang digelar tiap tahunnya, ikut memiliki andil memperbesar penyerapan anggaran untuk membiayai gaji dan tunjangan. Perkembangan belanja pegawai pemerintah kabupaten berkisar antara 30 persen hingga 50 persen terhadap total belanja. Dalam kurun waktu alokasi belanja pegawai secara umum terus mengalami peningkatan baik secara nominal maupun share terhadap total belanja. pada tahun 2008, belanja pegawai pemerintah kabupaten sebesar 747,62 miliar rupiah (40,09 persen) kemudian alokasi ini sedikit mengalami penuruan menjadi 39,99 persen terhadap total belanja namun pada tahun-tahun berikutnya alokasi belanja pegawai terus 126 KEUANGAN

144 mengalami peningkatan hingga akhirnya pada tahun 2012 mendapat alokasi sebesar 50,90 persen atau sebesar 1.422,50 miliar rupiah. Berbeda dengan belanja pegawai pemerintah provinsi yang mengalami lonjakan cukup besar pada tahun 2011 yang mencapai 73,37 persen dari 77,20 miliar pada tahun 2010 naik menjadi 133,84 miliar pada tahun Hal yang hampir serupa juga terjadi pada alokasi belanja pegawai pada pemerintah provinsi, sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 alokasi belanja pegawai terus mengalami peningkatan yakni sebesar 10,06 persen hingga mencapai 24,22 persen terhadap total belanja. Tabel 7.4 Perkembangan Belanja Pegawai Pemerintah Daerah dan Provinsi se Sulawesi Barat Periode Tahun Nominal (miliar Rph) Share (Persen) Kab Prov Kab Prov (1) (2) (3) (4) (5) ,62 52,34 40,09 10, ,11 65,10 39,99 11, ,34 77,20 48,16 12, ,09 133,84 50,13 18, ,50 155,97 50,90 24,22 Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Besarnya porsi belanja pegawai dalam tatanan keuangan pemerintah daerah perlu disikapi oleh pemerintah daerah, jangan sampai keuangan daerah habis tersedot untuk konsumsi pegawai saja. Kendati belanja pegawai memiliki share dalam pertumbuhan ekonomi, akan tetapi KEUANGAN 127

145 belanja pegawai ini hanya dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi untuk jangka pendek saja. Alokasi belanja tidak langsung lainnya yang cukup besar dalam meyerap keuangan daerah adalah bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/desa, yang jumlahnya mencapai 31,40 miliar rupiah pada tahun Jumlah ini bersumber dari 30,58 miliar dari pemerintah kabupaten dan 0,82 miliar dari pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Komponen bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/desa meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2012, yang sebesar 75,92 miliar rupiah dimana 67,27 miliar rupiah dari pemerintah kabupaten dan 8,65 miliar rupiah dari pemerintah provinsi. b. Belanja Langsung Belanja langsung diindikasikan sebagai alokasi belanja keuangan pemerintah daerah yang dipergunakan untuk melakukan pembiayaanpembiayan terhadap pembangunan yang bersentuhan secara langsung kepada masyarakat. Komponen dari belanja langsung adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal. Seiring dengan meningkatnya penyerapan anggaran untuk belanja tidak langsung, berdampak terhadap berkurangnya alokasi untuk belanja langsung. Pada tahun , belanja langsung masih mendominasi alokasi belanja daerah, kendati persentasenya terus mengalami penurunan. Pada tahun 2011 dan 2012, belanja langsung mendapat porsi kurang dari setengah belanja daerah, yakni masing-masing sekitar 47,68 persen dan 48,32 persen. 128 KEUANGAN

146 Walaupun dalam belanja langsung masih terdapat unsur belanja pegawai, akan tetapi dalam pos ini porsinya sangat kecil, dibawah sepuluh persen. Dominasi anggaran dalam belanja langsung adalah belanja barang dan jasa serta belanja modal. Grafik 7.9 Perkembangan Belanja Langsung Pemerintah Daerah se Sulawesi Barat Menurut Komponen (Miliar Rupiah), Periode Sumber : Bagian Keuangan Masing-masing Pemerintah Daerah Salah satu belanja yang memiliki nilai cukup besar dalam menyusun belanja langsung adalah belanja modal, namun semakin tahun terlihat bahwa alokasi untuk belanja modal terus mengalami penurunan, khususnya untuk pemerintah provinsi, alokasi belanja modal pada tahun 2008 yakni sebesar 209,93 miliar rupiah terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2012 hanya mendapat alokasi sebesar 148,52 miliar rupiah. Hal yang berkebalikan terjadi pada alokasi belanja barang dan jasa, dimana setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yakni pada KEUANGAN 129

147 tahun 2008 mendapat alokasi sebesar 146,12 miliar rupiah hingga akhirnya mencapai 346,02 miliar rupiah pada tahun Perbankan Sekarang ini perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan modern, baik dari segi produk, kualitas pelayanan dan teknologi yang dimiliki. Peran perbankan dalam perkembangan bisnis dan ekonomi semakin besar, tidak hanya di daerah-daerah yang sudah maju tapi juga di daerah-daerah yang baru berkembang termasuk Sulawesi Barat. Sulawesi Barat sebagai daerah yang baru mulai bangun mengejar ketertinggalan dan tentunya membutuhkan sokongan dana yang cukup besar untuk melakukan pembangunan. Dukungan dana yang digelontorkan oleh pemerintah melalui APBD dan APBN dirasa belum memadai untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang ada di Sulawesi Barat. Olehnya itu, uluran tangan dari pihak swasta mutlak menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi. Salah satu penggerak perekonomian di Sulawesi Barat yang cukup memberikan warna dalam tatanan perekonomian daerah ini adalah dunia perbankan. Meskipun memegang peran yang cukup besar, namun share sub sektor bank yang tergambar dalam tatanan perekonomian Sulawesi Barat masih terbilang cukup kecil. Pada tahun 2012, kontribusi sub sektor perbankan dalam PDRB Sulawesi Barat sekitar 2,94 persen. Nilai ini setara dengan nilai tambah sebesar 424,28 miliar rupiah. Namun secara umum, performa perbankan (bank umum dan BPR) di Sulawesi Barat pada tahun 2012 telah memperlihatkan kinerja 130 KEUANGAN

148 yang cukup menggembirakan. Kinerja ini dapat dilihat dari beberapa indikator utama perbankan, seperti kelembagaan, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kegiatan intermediasi menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun Perkembangan Kelembagaan Perbankan Pada tahun 2012, manajemen perbankan dalam melebarkan sayap bisnisnya di Sulawesi Barat telah mencapai 14 unit bank. Manajemen perbankan yang membuka jaringan ke Sulawesi Barat terdiri dari bank umum sebanyak 11 bank dan bank perkreditan rakyat sebanyak tiga bank. Namun jumlah ini tidak mengalami perkembangan dalam kurun waktu Tabel 7.5 Jumlah Bank dan Kantor Bank Menurut Kelompok Bank di Sulawesi Barat (Unit), Periode Kelompok Bank Kantor Kantor Kantor Bank Bank Bank Bank Bank Bank (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Bank Umum a. Bank Pemerintah b. Bank Swasta Nasional c. Bank Pembangunan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Jumlah Sumber : Bank Indonesia Makassar Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, manajemen perbankan tersebut mengembangkan jaringan-jaringan kantor yang KEUANGAN 131

149 tersebar pada beberapa titik yang dianggap sebagai market area. Pada tahun 2012, bank umum yang membuka jaringan di Sulawesi Barat mengoperasikan 56 unit kantor, jumlah ini meningkat dari tahun 2010 terdapat sebanyak 52 unit kantor. Sementara itu, bank perkreditan rakyat memiliki jaringan kantor sebanyak tiga unit. Jumlah ini tidak mengalami perkembangan dari tahun Penghimpunan Dana Masyarakat Kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan di Sulawesi Barat tetap terjaga. Hal ini tercermin dari penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang cenderung mengalami pertumbuhan. Penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan terdiri dari giro, tabungan dan deposito. Tabel 7.6 Perkembangan Posisi Dana Pihak Ketiga yang Terkumpul di Perbankan Sulawesi Barat, Periode Tahun DPK (Miliar Rupiah) Perkembangan (Persen) (1) (2) (3) ,78 40, ,56-2, ,45 14, ,91 41, ,48 7,46 Sumber : Bank Indonesia Makassar Pada tahun 2012, posisi DPK yang terakumulasi di perbankan mencapai 2.657,48 miliar rupiah. Posisi ini mengalami pertumbuhan sebesar 7,46 persen atau sekitar 184,57 miliar rupiah dari posisi tahun 2011 yang sebesar 2.472,91 miliar rupiah. Peningkatan ini relative kecil 132 KEUANGAN

150 bila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK tahun-tahun sebelum nya meskipun pada tahun 2009 pertumbuhan DPK sempat mengalami pertumbuhan minus sebesar 2,07 persen. Pertumbuhan DPK tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 41,27 persen. Menurut jenis simpanan, pada tahun 2011 jenis simpanan tabungan yang memiliki porsi paling besar terhadap total simpanan yaitu 64,76 persen atau setara dengan 1.601,44 miliar rupiah. Kemudian diikuti oleh simpanan berjangka dan giro dengan porsi masing-masing sebesar 22,88 persen 12,36 persen. Kondisi yang demikian juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, dimana tabungan mendominasi DPK. Hal ini disebabkan oleh simpanan yang berupa tabungan merupakan simpanan yang penarikannya mudah untuk dicairkan. Selain itu, besarnya porsi tabungan terhadap DPK didorong oleh inovasi yang dilakukan oleh perbankan terhadap produk tabungannya. Beberapa varian produk tabungan, seperti tabungan pendidikan, tabungan haji hingga tabungan pensiun. Belum lagi tawaran hadiah yang diberikan seperti cashback hingga hadiah langsung pada saat pembukaan rekening. Dari sisi pelayanan, perbankan makin gencar menawarkan kemudahan, salah satunya dengan pemanfaatan interkoneksi bank dengan memanfaatkan link pada ATM bersama dan ATM Prima. Berdasarkan jenis simpanan, kenaikan DPK pada tahun 2012 (2.472,90 miliar rupiah) sebesar 7,46 persen bila dibanding tahun 2011 sebesar 2.657,48 miliar rupiah terutama disebabkan oleh peningkatan giro sebesar 54,99 persen. Selama kurun waktu lima tahun terlihat bahwa pertumbuhan masing-masing simpanan cenderung mengalami pergerakan yang berfluktuasi. KEUANGAN 133

151 Grafik 7.10 Pertumbuhan DPK dan Komposisi DPK 2012 di Sulawesi Barat (persen) Pertumbuhan Komposisi Sumber : Bank Indonesia Makassar Dari tiga jenis komponen penyusun DPK, jenis simpanan deposito pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan yang negatif, penurunan ini cukup tajam hingga menyentuh angka diatas 50 persen atau sebesar 63,10 persen, meskipun pada tahun sebelumnya (2011) jenis simpanan ini justru mengalami peningkatan pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 254,33 persen. Penurunan yang terjadi pada tahun 2012 disebabkan oleh menurunnya suku bunga deposito, Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga deposito pada tahun 2012 adalah suku bunga terendah sejak tahun Hal ini dimungkinkan menjadi alasan bagi nasabah untuk mengalihkan dana simpanan mereka ke bentuk simpanan yang lain Penyaluran Pinjaman Penghimpunan dana yang dilakukan oleh perbankan, dipergunakan kembali untuk disalurkan kepada mesyarakat dalam bentuk 134 KEUANGAN

152 pinjaman. Pinjaman yang diberikan oleh perbankan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya menjadi pinjaman investasi, pinjaman modal kerja dan pinjaman konsumsi. Investasi maupun pinjaman modal kerja bertujuan untuk mengembangkan usaha yang akan menambah output dan pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian. Selama kurun waktu , terlihat bahwa animo masyarakat dalam memanfaatkan jasa perbankan untuk membantu peningkatan kegiatan usaha dan untuk kepeluan konsumsi juga semakin meningkat. Meskipun pernah mengalami pertumbuhan minus pada tahun Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, posisi pinjaman perbankan mengalami peningkatan sebesar 24,13 persen dari 3.495,62 miliar pada posisi 2011 naik menjadi 4.339,22 miliar rupiah pada posisi tahun Grafik 7.11 Perkembangan Posisi Pinjaman Perbankan Menurut Penggunaan di Sulawesi Barat (Miliar Rupiah), Sumber : Bank Indonesia Makassar KEUANGAN 135

153 Berdasarkan penggunaan pinjaman perbankan, kreditur di Sulawesi Barat cenderung memanfaatkan jasa pinjaman bank untuk keperluan konsumsi. Hal tersebut terlihat dari besarnya alokasi pinjaman perbankan terhadap pembiayaan konsumsi. Pada posisi tahun 2008 misalnya, porsi pinjaman konsumsi mencapai 47,19 persen terhadap total penyaluran pinjaman perbankan yang sebesar 1.956,64 miliar rupiah. Sementara untuk keperluan investasi dan modal kerja hanya mendapat porsi sebesar 16,23 persen dan 36,59 persen. Hal yang sama terjadi pada tahun-tahun berikutnya dimana terlihat keperluan untuk konsumsi masih mendominasi penyaluran pinjaman perbankan, hingga pada tahun 2012 proporsi pinjaman konsumsi mengalami penigkatan menjadi 53,79 persen. Meningkatnya proporsi konsumsi berdampak terhadap penurunan proporsi pinjaman untuk keperluan investasi dan modal kerja masing-masing menjadi 14,03 persen dan 32,16 persen. Perkembangan penyaluran pinjaman perbankan di Sulawesi Barat dapat dilihat pada Grafik Sementara penyaluran pinjaman perbankan berdasrkan lapangan usaha (pinjaman untuk investasi dan modal kerja) terbagi kedalam beberapa sektor ekonomi mulai dari sektor pertanian hingga kepada sektor jasa-jasa. Secara absolut, terlihat bahwa pada tahun terjadi peningkatan penyaluran pinjaman modal kerja dan investasi sebesar sebesar 715,64 miliar rupiah dari 1.033,39 miliar pada posisi 2008 naik menjadi 1.395,61 miliar rupiah pada posisi Berdasarkan pangsa penyaluran pinjaman, terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran mendapat alokasi paling tinggi hingga 136 KEUANGAN

154 55,52 persen kemudian sektor pertanian sebesar 19,89 persen dan jasajasa sebesar 15,46 persen pada posisi tahun 2011, sementara sektor lainnya masih berkisar dibawah 10 persen. Hal yang serupa juga terjadi pada tahun 2012, terdapat tiga sektor yang mendapat kucuran pinjaman diatas 10 persen, yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran (58,17 persen); sektor pertanian (22,51 persen) dan sektor jasa-jasa sebesar 11,14 persen. Meningkatnya porsi penyerapan pinjaman di sektor pertanian, berdampak terhadap pertumbuhannya yang mencapai 29,68 persen. Tabel 7.7 Kontribusi Penyerapan dan Pertumbuhan Pinjaman Perbankan Menurut Sektor Ekonomi (Persen) Posisi 2011 dan 2012 Sektor Kontribusi Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) Pertanian 19,89 22,51 29,68 Pertambangan dan penggalian 0,09 0,16 100,32 Industri Pengolahan 1,54 2,11 57,36 Listrik dan Air Bersih 0,02 0,02-11,30 Konstruksi 4,10 2,79-21,83 Perdagangan, Hotel dan Restoran 55,52 58,17 20,09 Pengangkutan dan Komunikasi 0,34 0,42 40,26 Keuangan dan jasa Perusahaan 3,03 2,69 1,48 Jasa-jasa 15,46 11,14-17,39 Sulawesi Barat 100,00 100,00 14,62 Sumber : Bank Indonesia Makassar KEUANGAN 137

155 Jika dilihat berdasarkan lokasi penyaluran pinjaman perbankan di Sulawesi Barat, terlihat bahwa semua kabupaten menjadi lahan penyerapan dana perbankan walaupun belum begitu merata. Pada posisi 2012, Kabupaten Mamuju menyerap dana perbankan hingga 1.805,54 miliar rupiah atau sekitar 41,61 persen terhadap total penyaluran pinjaman. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 31,01 persen dari posisi 2011 yang sebesar 1.378,14 miliar rupiah. Meningkatnya penyerapan dana perbankan di kabupaten Mamuju merupakan hal yang wajar mengingat kabupaten Mamuju adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Barat yang sedang dalam proses pembangunan. Pada posisi tahun yang sama, Kabupaten dengan jumlah pinjaman terendah adalah kabupaten Mamasa yang hanya menyerap dana perbankan sekitar 353,61 miliar rupiah. Tabel 7.8 Persebaran Pinjaman Perbankan Menurut Kabupaten (Miliar Rupiah) Posisi Kabupaten (1) (2) (3) (4) (5) (6) Majene 189,42 231,08 159,27 425,18 554,02 Polewali Mandar 678,72 882,10 509,76 927, ,37 Mamasa * * 29,50 362,90 353,61 Mamuju 1 088, ,87 653, , ,54 Mamuju Utara * * 242,11 402,24 486,67 Sulawesi Barat 1 956, , , , ,22 Catatan : * Data Masih Bergabung Dengan Kabupaten Induk Sumber : Bank Indonesia Makassar 138 KEUANGAN

156 7.2.4 Perkembangan Kredit UMKM Sektor UMKM termasuk salah satu sektor yang menarik untuk dibiayai oleh perbankan di Sulawesi Barat, hal ini tercermin dari peningkatan pembiayaan terhadap sektor UMKM. Berdasarkan pangsa pasar, penyaluran kredit UMKM juga dialokasikan untuk sektor modal kerja dan investasi. Tabel 7.9 Posisi Penyaluran Kredit UMKM Menurut Penggunaan di Sulawesi Barat (Miliar Rupiah), UMKM Pertumbuhan Sektor (1) (2) (3) (4) Modal Kerja 1 068, ,37 18,42 Investasi 257,40 301,70 17,21 Total 1 325, ,08 18,18 Sumber : Bank Indonesia Makassar Seiring dengan peningkatan pengumpulan DPK oleh perbankan yang mengalami peningkatan, kucuran kredit juga mengalami pertumbuhan dalam kurun waktu dua tahun terkahir. Pada posisi 2012, kucuran kredit UMKM yang tersalur di Sulawesi Barat sebanyak 1.567,08 miliar rupiah. Jumlah ini mengalami pertumbuhan dari posisi tahun 2011 sebesar 18,18 persen. Penyaluran kredit UMKM di Sulawesi Barat cukup didominasi oleh kredit untuk keperluan modal kerja yang mencapai kisaran 80,75 persen terhadap total kredit UMKM yang disalurkan atau setara dengan 1.265,37 miliar rupiah dari seluruh kredit UMKM yang tersalur. KEUANGAN 139

157 Sementara pinjaman kredit UMKM untuk investasi mengalami hanya sebesar 19,25 persen. Grafik 7.12 Persebaran Kredit UMKM di Sulawesi Barat Menurut Kabupaten dan Sektor Ekonomi (Miliar Rupiah) Posisi 2012 Sumber : Bank Indonesia Makassar Berdasarkan persebaran lapangan usaha, kredit UMKM yang tersalur di Sulawesi Barat sebagian besar tersalur ke sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai kisaran 1.127,62 miliar rupiah atau sekitar 71,96 persen. Jumlah ini di dominasi di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju dengan Jumlah masing-masing sebesar 356,97 miliar rupiah dan 369,71 miliar rupiah. Sektor yang berada diurutan kedua adalah sektor jasa-jasa sebesar 10,58 persen atau setara dengan 165,79 miliar rupiah. Untuk kredit UMKM sektor jasa-jasa sebagian besar berada di Kabupaten Mamuju, sekitar 43,99 persen (setara dengan 72,94 miliar rupiah). Tingginya penyerapan kredit UMKM sektor jasa-jasa di Kabupaten Mamuju merupakan suatu hal yang cukup dimaklumi 140 KEUANGAN

158 mengingat Kabupaten Mamuju sebagai ibukota provinsi yang menjadi sentra pelayanan di Sulawesi Barat. KEUANGAN 141

159 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

160 PARIWISATA 8

161 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

162 Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Pasal 1 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang kepariwisataan. Dengan kata lain pariwisata menyangkut segala aspek yang terkait dengan sektor pariwisata seperti promosi, atraksi, arsitektur, etika, pola manajemen sehingga diharapkan dapat memberikan dampak ganda terhadap kegiatan-kegiatan di sektor lain. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang pendapatan bagi daerah. Selain faktor finansial bagi daerah, pengembanan sektor pariwisata juga dinilai menjadi suatu hal yang sangat penting baik sebagai salah satu penyerap tenaga kerja. Salah satu aspek pemegang peranan dalam meningkatkan sektor pariwisata adalah jasa perhotelan. Dalam perekonomian Sulawesi Barat, perhotelan memiliki peluang yang cukup baik, kendati share perhotelan masih sangat kecil. Pada tahun 2012, sub sektor hotel di Sulawesi Barat menyumbang sebesar 0,06 persen dalam membentuk PDRB Sulawesi Barat atau setara dengan 3,14 miliar rupiah dengan laju pertumbuhan sebesar 8,28 persen. Selain data pertumbuhan ekonomi, indikator meningkatnya kegiatan perhotelan di suatu wilayah dapat berupa tingkat penghunian kamar hotel, perkembangan jumlah hotel, rata-rata lama menginap dan lain sebagainya. PARIWISATA 145

163 8.1 Tingkat Penghunian Kamar Hotel Salah satu indikator perhotelan adalah tingkat penghunian kamar hotel (TPK). TPK adalah banyaknya malam kamar yang dihuni dibagi dengan banyaknya malam kamar yang tersedia. Untuk mempermudah penafsiran kondisi ini dikalikan dengan 100. Selama kurun waktu , tingkat penghunian kamar hotel di Sulawesi Barat terlihat mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Pada tahun 2008, TPK Sulawesi Barat mencapai 32,12 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dari seluruh malam kamar yang disediakan oleh pengelola akomodasi, masih terdapat 67,88 persen malam kamar yang tidak terhuni. Kondisi ini di dukung oleh jumlah akomodasi di Sulawesi Barat yang berjumlah 77 unit dengan ketersediaan kamar sebanyak 969 kamar. Tabel 8.1 Jumlah Hotel, Kamar Tempat Tidur dan Tingkat Penghunian Kamar di Sulawesi Barat Tahun Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) Jumlah Hotel Jumlah Kamar Jumlah Tempat Tidur Tingkat Hunian Kamar (%) 32,12 33,66 22,04 24,97 25,92 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Seiring peningkatan kegiatan ekonomi, jumlah akomodasi ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012, TPK di 146 PARIWISATA

164 Sulawesi Barat mengalami penurunan menjadi 25,92 persen. Menurunnya TPK ini diindikasikan karena adanya peningkatan jumlah kamar yang tersedia dalam jumlah yang cukup besar, sekitar 4,37 persen menjadi kamar pada tahun Sementara penurunan jumlah tamu berkisar 28,91 persen dari orang pada tahun 2011 menjadi orang pada tahun Rata-rata Lama Menginap Rata-rata lama menginap menunjukkan banyaknya malam tempat tidur yang dipakai dibagi dengan banyaknya tamu. Rata-rata lama menginap ini terdiri dari rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu nusantara. Pada tahun 2008, tamu asing yang menginap di hotel/penginapan sebanyak 100 orang sedangkan tamu nusantara sebanyak orang. Dari jumlah ini rata-rata lama menginap tamu asing sebesar 1,78 malam hari. Sedangkan tamu nusantara sebesar 1,55 malam hari. Kondisi ini mencerminkan, tamu nusantara maupun asing rata-rata menginap di hotel/penginapan selama 1-2 malam hari. Jumlah ini mengalami fluktuasi pada tahun-tahun berikutnya, terutama untuk tamu nusantara sebanyak orang dan tamu asing tercatat 132 orang pada tahun 2012, ratarata lama menginap tamu asing dan nusantara masing-masing sebesar 1,66 malam hari dan 1,69 malam hari. Pergerakan rata-rata lama menginap tamu di hotel dan penginapan dari tahun terlihat sedikit stagnan, hal ini perlu disikapi oleh penyedia akomodasi agar dapat membuat terobosan, agar masyarakat tertarik untuk menggunakan jasa PARIWISATA 147

165 hotel/penginapan untuk berbagai keperluan, seperti liburan dan lain sebagainya. Tabel 8.2 Perkembangan Jumlah Tamu dan Rata-rata Lama Menginap di Sulawesi Barat Tahun Jumlah Tamu Uraian (1) (2) (3) (4) (5) (6) - Asing Nusantara Rata-rata Lama Menginap (Malam) - Asing 1,78 1,44 2,00 2,43 1,66 - Nusantara 1,55 2,02 1,56 1,65 1,69 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 8.3 Objek Wisata Pertumbuhan sektor pariwisata sekarang ini terlihat dari meningkatnya aksesibilitas pendukung kepariwisataan, seperti hotel, pengelolaan objek wisata, travel agent, tour. Salah satu event promosi yang pernah dihelat oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan skala nasional adalah pelaksanaan Kemilau Sulawesi Ajang semacam ini sepertinya perlu untuk terus dikembangan. Selain pameran bidang pariwisata, yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan adalah ketersediaan objek wisata yang beragam dengan kemudahan sarana untuk mengakses objek wisata tertentu. 148 PARIWISATA

166 Sulawesi Barat sebagai daerah tropis, sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar dalam pariwisata. Letak geografis Sulawesi Barat yang diapit oleh Selat Makassar dan deretan pegunungan merupakan potensi yang cukup besar untuk pengembangan sektor pariwisata. Secara umum keberadaan objek wisata di Sulawesi Barat sudah cukup beragam, mulai dari wisata alam hingga ke wisata agro. Objek wisata tersebut ada yang sudah dikomersialkan dan ada yang belum. Jika dirinci menurut jenisnya, objek wisata di Sulawesi Barat didominasi oleh objek wisata non komersial sebanyak 85 tempat yang sebagian besar berada di Kabupaten Mamasa, yakni 63 tempat. Untuk lebih jelasnya alokasi jenis objek wisata di Sulawesi Barat dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8.3 Persebaran Objek Wisata Menurut Kabupaten dan Jenis Objek Wisata di Sulawesi Barat Tahun 2012 Kabupaten Komersial Non Komersial (1) (2) (3) Majene 5 9 Polman 0 6 Mamasa 1 63 Mamuju 4 7 Mamuju Utara 0 0 Jumlah Sumber : Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Prov. Sulawesi Barat PARIWISATA 149

167 Beragamnya jenis objek wisata di Sulawesi Barat berdampak terhadap adanya peningkatan pengunjung (wisatawan) ke tempat-tempat wisata dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, jumlah wisatawan di Sulawesi Barat mencapai kunjungan yang didominasi oleh wisatawan domestik (wisdom) sebanyak kunjungan. Jumlah kunjungan wisatawan ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai kunjungan pada tahun Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 8.4. Tabel 8.4 Perkembangan Kunjungan Wisatawan Menurut Asal Wisatawan di Sulawesi Barat Tahun Asal Wisatawan Mancanegara (Wisman) (1) (2) (3) (4) (5) Nusantara (Wisdom) Total Sumber : Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Prov. Sulawesi Barat 150 PARIWISATA

168 LAJU INFLASI 9

169 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

170 Tekanan atau perubahan harga merupakan salah satu permasalahan ekonomi makro yang senantiasa muncul dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan upaya dari pemerintah untuk tetap menjaga agar inflasi/tekanan harga ini tetap pada level yang rendah/terkendali. Hal ini dapat ditempuh dengan menjaga ketersediaan pasokan kebutuhan baik barang dan jasa. Pengendalian inflasi perlu dilakukan oleh pemerintah, mengingat target pembangunan bukan sekadar mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tingkatan pertumbuhan ekonomi mesti memperhatikan kualitasnya, di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus beriringan dengan penurunan angka kemiskinan, penurunan pengangguran dan tingkat stabilitas harga yang terkontrol (inflasi rendah). 9.1 Laju Inflasi Perkotaan Indeks Harga Konsumen (IHK) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat inflasi bulanan di Kota Mamuju diperoleh dari perubahan indeks harga konsumen. Bagian penting dalam penyusunan IHK adalah pemilihan paket komoditas yang mencerminkan perilaku pola konsumsi masyarakat. Tentunya pemilihan komoditas yang dimasukkan ke dalam paket komoditas ini harus memenuhi beberapa kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain komoditas dan jasa pada paket komoditas yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di daerah itu. Selain itu, komoditas tersebut harus tersedia terus menerus di pasaran dalam waktu yang lama. LAJU INFLASI 153

171 Di Kota Mamuju, penghitungan IHK mencakup pada 294 komoditas yang diperoleh berdasarkan Survei Biaya Hidup oleh BPS Provinsi Sulawesi Barat pada tahun Pengeluaran masyarakat dikelompokkan ke dalam tujuh jenis kelompok pengeluaran barang/jasa yaitu kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; kelompok sandang; kelompok kesehatan; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Selama kurun waktu Januari-Desember 2012, perkembangan indeks harga konsumen cukup berfluktuatif. Perkembangan IHK tertinggi terjadi pada bulan Desember di mana IHK pada saat itu mencapai 138,24 atau meningkat sebesar 0,43 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya sebesar 137,65. Pada bulan Desember 2012, IHK yang tinggi dipicu oleh peningkatan IHK pada kelompok bahan makanan sebesar 0,90 persen dari 162,01 pada bulan November menjadi 163,47 pada Desember Perkembangan IHK terendah terjadi pada bulan Januari hingga Juni dengan nilai IHK yang berfluktuasi disekitar 134,34 hingga 134,98. Rendahnya IHK pada triwulan pertama dan kedua tahun 2012 tersebut terutama disebabkan oleh belum begitu bergejolaknya IHK pada semua kelompok pengeluaran. 154 LAJU INFLASI

172 Grafik 9.1 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Inflasi Inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Sementara proses yang berkebalikan dengan inflasi disebut deflasi. Pergerakan IHK yang cukup berfluktuatif selama tahun 2012 berdampak terhadap trend inflasi yang serupa juga (berfluktuasi). Selama tahun 2012, sedikitnya terjadi empat kali deflasi yang berkisar antara 0,14 persen hingga 0,45 persen dan selebihnya terjadi inflasi dengan kisaran 0,10 persen hingga 1,35 persen. Secara umum, pada tahun 2012 inflasi di Sulawesi Barat sebesar 3,28 persen yang disebabkan oleh adanya pergeseran IHK secara umum LAJU INFLASI 155

173 dari bulan Desember 2011 sebesar 133,85 menjadi 138,24 di bulan Desember Inflasi tahun 2012 juga didorong oleh perubahan harga pada kelompok pendidikan, sebesar 6,21 persen dengan andil 0,26 persen. Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan turut mengalami inflasi yang terendah pada tahun 2012, yaitu sebesar 0,88 persen dengan andil 0,14 persen. Tabel 9.1 Perkembangan Indeks Harga Konsumen Kota Mamuju Prov. Sulawesi Barat, Periode Desember 2011 Desember 2012 Kelompok Pengeluaran IHK Desember 2011 IHK Desember 2012 Laju Inflasi Tahun 2012 [1] [2] [3] [4] U m u m 133,85 138,24 3,28 1 Bahan Makanan 158,18 163,47 3, Makanan Jadi, minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar 148,90 155,45 4,40 128,51 132,44 3,06 4 Sandang 136,13 143,18 5,18 5 Kesehatan 119,29 122,21 2,45 6 Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga 114,42 121,52 6,21 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 107,13 108,07 0,88 Selama kurun waktu 2012, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli yang mencapai 1,35 persen dengan IHK sebesar 136,80. Peningkatan harga beberapa komoditi barang dan jasa tersebut secara umum disebabkan oleh naiknya harga sembako maupun transportasi akibat masuknya bulan puasa dan Idul Fitri bulan Juli Selain itu, pada bulan Juli 2012 semua kelompok pengeluaran mengalami inflasi, kecuali kelompok kesehatan yang tidak mengalami perubahan indeks harga. 156 LAJU INFLASI

174 Grafik 9.2 Perkembangan Inflasi Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat (Persen) Tahun 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Andil inflasi kelompok pengeluaran yang mengalami perubahan indeks harga dalam menciptakan inflasi pada bulan Juli 2012 cukup beragam. Peranan masing-masing kelompok pengeluaran tersebut adalah: kelompok bahan makanan 0,91 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,16 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,02 persen; kelompok sandang 0,01 persen; kelompok kesehatan hampir mendekati 0,00 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,22 persen dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,02 persen. Inflasi terendah terjadi di bulan September yakni mencapai minus 0,45 persen. Terpuruknya inflasi pada bulan September disebabkan oleh penurunan harga yang signifikan pada kelompok bahan makanan setelah LAJU INFLASI 157

175 melewati bulan puasa dan Idul Fitri pada Agustus Penyebab lainnya adalah adanya siklus masa panen raya padi di daerah Polewali Mandar dan Mamuju sehingga harga beras cenderung menurun. Tabel 9.2 Inflasi Bulan Juli dan Andil Kelompok Pengeluaran Dalam Menciptakan Inflasi (Persen) Kelompok Pengeluaran Inflasi Andil Inflasi [1] [2] [3] U m u m 1,35 1,35 Bahan Makanan 3,35 0,91 Makanan Jadi, minuman, Rokok dan Tembakau 0,87 0,16 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan bakar 0,09 0,02 Sandang 0,19 0,01 Kesehatan 0,00 0,00 Pendidikan, Rekreasi dan Olah raga 5,32 0,22 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0,11 0,02 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 9.2 Laju Inflasi Perdesaan Seperti halnya di daerah perkotaan, di daerah perdesaan juga dilakukan penghitungan inflasi. Inflasi perdesaan ini diperoleh dari perubahan indeks harga konsumen perdesaan atau dikenal dengan indeks harga konsumsi rumahtangga (IKRT). Meskipun kedua indeks ini bertujuan untuk melihat perubahan kenaikan harga, namun terdapat perbedaan cakupan diantara keduanya. Inflasi perkotaan (dijelaskan pada 158 LAJU INFLASI

176 bab sebelumnya) hanya mencakup Kota Mamuju saja, sedangkan untuk IKRT diperoleh dari pedagang harga eceran di beberapa pasar kecamatan sampel wilayah Sulawesi Barat. Indeks harga konsumsi rumah tangga periode 2012, memperlihatkan pergerakan yang berfluktuatif. IKRT tertinggi sebesar 138,81 terjadi di bulan Agustus sedangkan IKRT terendah terjadi di bulan Januari yang bertengger pada titik 135,93. Berfluktuasinya pergerakan IKRT berdampak terhadap pasang surutnya inflasi perdesaan di Sulawesi Barat. Selama tahun 2012, setidaknya telah terjadi deflasi dua kali, yaitu terjadi pada Bulan September, dan Desember. Grafik 9.3 Laju Perubahan Indeks Harga Konsumsi Rumahtangga Di Sulawesi Barat Tahun 2012 Sumber :Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Selama tahun 2012, inflasi perdesaan terendah terjadi di bulan April sebesar 0,04 persen. Sementara inflasi tertinggi di bulan Juli sebesar 0,80 persen. Tingginya inflasi di bulan ini disebabkan oleh beberapa LAJU INFLASI 159

177 komponen pengeluaran konsumsi yang mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya. Komponen bahan makanan dan komponen makanan jadi mengalami peningkatan IKRT tertinggi masing-masing sebesar 1,08 persen dan 0,80 persen. Pada bulan Februari merupakan inflasi tertinggi kedua selama tahun 2012 dimana inflasi perdesaan sebesar 0,57 persen. Penyebab tingginya inflasi pada bulan ini adalah meningkatnya IKRT semua kelompok pengeluaran dengan kelompok pengeluaran bahan makanan yang paling tinggi peningkatannya sebesar 0,99 persen. Tabel 9.3 Laju Perubahan Indeks Konsumsi Rumahtangga Menurut Kelompok Pengeluaran di Sulawesi Barat Periode Januari Desember 2012 Bulan Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi Transpot asi,komu nikasi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Januari 0,63-0,09 0,62 0,22 0,09 0,32-0,01 Februari 0,99 0,42-0,48 0,19 0,42 0,61-0,02 Maret 0,03 0,49 0,51 0,27 0,04 0,01 0,01 April -0,09 0,29-0,22 0,18 0,06 0,00 0,34 Mei -0,07 0,42 0,50 0,34 0,22 0,94-0,15 Juni -0,08 0,48 0,11 0,16 0,08 0,08 0,07 Juli 1,08 0,8 0,24 0,2 0,76 0,67 0,18 Agustus 0,37 0,47 0,01 0,89 0,25 0,00 0,22 September -0,41-0,02-0,74 0,05 0,34 0,98-0,16 Oktober 0,03 0,07 0,34-0,05 0,02 0,07 0,03 November 0,28 0,11 0,04 0,04 0,17 0,00 0,00 Desember -0,17 0,22 0,06 0,08 0,01 0,1 0,05 Sumber :Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Deflasi terendah terjadi pada bulan Mei sedangkan tertinggi terjadi pada bulan September. Tingginya deflasi di bulan ini disebabkan oleh tiga kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan IKRT. Empat 160 LAJU INFLASI

178 kelompok pengeluaran tersebut adalah kelompok pengeluaran bahan makanan, kelompok pengeluaran makanan jadi, kelompok pengeluaran perumahan dan kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi yang mengalami penurunan masing-masing sebesar -0,41 persen, -0,02 persen, -0,74 persen dan -0,16 persen. LAJU INFLASI 161

179 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

180 PERBANDINGAN SULAMPUA 10

181 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

182 Salah satu fokus perhatian Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat adalah membangun perekonomian wilayah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk melihat keberhasilan pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah diperlukan beberapa perbandingan kinerja dari capaian Sulawesi Barat dengan daerah lain. Daerah yang dijadikan pembanding adalah daerah yang masuk kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua). Berikut beberapa indikator yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi yang dapat dijadikan sebagai data pembanding: 10.1 Penduduk Jumlah penduduk kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) sampai tahun 2012 sekitar 24,52 juta jiwa atau bertambah sekitar 8,53 juta jiwa dalam 22 tahun terakhir. Grafik 10.1 Distribusi Penduduk Menurut Provinsi se Sulampua Tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat PERBANDINGAN SULAMPUA 165

183 Provinsi Sulawesi Selatan merupakan wilayah di kawasan Sulampua dengan jumlah penduduk terbanyak yakni sekitar 8,19 juta jiwa atau sekitar 33,40 persen dari penduduk Sulampua. Empat provinsi yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit di kawasan Sulampua rata-rata merupakan provinsi pemekaran, seperti Papua Barat dengan jumlah penduduk sekitar 0,82 juta jiwa; Gorontalo sekitar 1,08 juta, dan Maluku Utara sekitar 1,09 juta. Sementara itu jumlah penduduk Sulawesi Barat sekitar 1,22 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk kawasan Sulampua tahun sekitar 1,99 persen per tahun. Pada periode tersebut, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Papua yakni 5,13 persen per tahun, kemudian diikuti oleh Provinsi Papua Barat dengan laju pertumbuhan sebesar 3,46 persen per tahun. Provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah terdapat di Sulawesi Selatan yaitu 0,92 persen per tahun dan diikuti oleh Sulawesi Utara yakni sekitar 1,04 persen per tahun. Ada empat provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya pada tahun 2012 lebih rendah dari pada laju pertumbuhan penduduk Sulampua (1,99 persen per tahun) yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Laju pertumbuhan penduduk di provinsi lainnya masih di atas laju pertumbuhan penduduk Sulampua dan Sulawesi Barat termasuk salah satu diantaranya. Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Barat tercatat sebesar 2,43 persen per tahun. 166 PERBANDINGAN SULAMPUA

184 Tabel 10.1 Jumlah Penduduk Menurut Provinsi se Sulampua Tahun Wilayah Penduduk (Jiwa) SP1990 SP2000 SP (1) (2) (3) (4) (5) Sulawesi Utara (1,28) (1,28) (1,04) Sulawesi Tengah (2,48) (1,95) (1,70) Sulawesi Selatan (1,30) (1,17) (0,92) Sulawesi Tenggara (3,04) (2,08) (1,83) Gorontalo (1,54) (2,26) (2,01) Sulawesi Barat (2,60) (2,68) (2,43) Maluku (0,11) (2,80) (2,55) Maluku Utara (1,55) (2,47) (2,22) Papua Barat (2,47) (3,71) (3,46) Papua (3,32) (5,39) (5,13) SULAMPUA (1,78) (2,14) (1,99) Catatan: Angka dalam kurung (...) merupakan angka LPP dengan ketentuan: Kol (3) LPP ; Kol (4) LPP ; Kol (5) LPP Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat 10.2 Kemiskinan Pada kurun waktu secara umum jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi cenderung menurun. Semua provinsi di Pulau Sulawesi terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun kecuali Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Angka kemiskinan Provinsi PERBANDINGAN SULAMPUA 167

185 Gorontalo menunjukkan peningkatan pada periode sedangkan Provinsi Sulawesi Barat mengalami kenaikan pada periode Jumlah penduduk miskin pada periode di Pulau Sulawesi secara umum menurun, kecuali Provinsi Gorontalo yang mengalami peningkatan. Pada periode , semua provinsi di Pulau Sulawesi menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin. Namun demikian, pada tahun 2009 Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan sedangkan provinsi lain mengalami penurunan. Pada tahun 2010 semua provinsi di Pulau Sulawesi menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin, sedangkan pada tahun 2011 hanya Provinsi Sulawesi Barat yang mengalami kenaikan. Pada tahun 2012, jumlah penduduk miskin di semua provinsi di Pulau Sulawesi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Tabel 10.2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi (Ribu Jiwa) Tahun Provinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sulawesi Utara 223,50 219,60 206,70 194,90 189,12 Sulawesi Tengah 524,70 489,80 475,00 423,63 418,64 Sulawesi Selatan 1 031,70 963,60 913,40 832,91 825,79 Sulawesi Tenggara 435,90 434,30 400,70 330,00 316,33 Gorontalo 221,60 224,60 209,90 198,27 186,91 Sulawesi Barat 171,10 158,20 141,30 164,86 160,46 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 168 PERBANDINGAN SULAMPUA

186 Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi dari tahun ke tahun pada periode tidak diikuti oleh persentase penduduk miskin. Pada periode yang sama dari tahun ke tahun terlihat bahwa persentase penduduk miskin di Pulau Sulawesi pada semua provinsi menunjukan tren penurunan kecuali Provinsi Sulawesi Barat karena pada tahun 2011 persentase penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Barat mengalami kenaikan sebesar 0,31 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 10.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Sulawesi Tahun Provinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sulawesi Utara 10,10 9,79 9,10 8,51 8,18 Sulawesi Tengah 20,75 18,98 18,07 15,83 15,40 Sulawesi Selatan 13,34 12,31 11,60 10,29 10,11 Sulawesi Tenggara 19,53 18,93 17,05 14,56 13,71 Gorontalo 24,88 25,01 23,19 18,75 17,33 Sulawesi Barat 16,73 15,29 13,58 13,89 13,24 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Bila dibandingkan antar provinsi, pada tahun Provinsi Gorontalo memiliki persentase penduduk miskin tertinggi di Pulau Sulawesi, sedangkan terendah di Provinsi Sulawesi Utara. Meskipun memiliki persentase penduduk miskin tertinggi di Pulau Sulawesi, akan tetapi Gorontalo mengalami penurunan terbesar yakni sebesar 7,55 persen dari 24,88 persen di tahun 2008 menjadi 17,33 persen di tahun Sementara itu Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan PERBANDINGAN SULAMPUA 169

187 terkecil (1,92 persen selama 5 tahun ) dibanding provinsi yang ada di Pulau Sulawesi Pengangguran Secara umum, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang biasa juga disebut Angka Pengangguran di kawasan Sulampua selama 5 tahun terakhir menunjukkan tren yang menurun. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2011 ada 2 provinsi yang penganggurannya meningkat yaitu Provinsi Gorontalo dan Maluku. TPT Gorontalo meningkat dari 4,26 persen pada tahun 2011 menjadi 4,36 persen pada tahun 2012, sedangkan Provinsi Maluku dari 7,38 persen pada tahun 2011 meningkat menjadi 7,58 persen di tahun Tabel 10.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi se-sulampua dan Indonesia Tahun (Persen) Provinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sulawesi Utara 10,65 10,56 9,61 8,62 7,79 Sulawesi Tengah 5,45 5,43 4,61 4,01 3,93 Sulawesi Selatan 9,04 8,90 8,37 6,56 5,87 Sulawesi Tenggara 5,73 4,74 4,61 3,06 4,04 Gorontalo 5,65 5,89 5,16 4,26 4,36 Sulawesi Barat 4,57 4,51 3,25 2,82 2,14 Maluku 10,67 10,57 9,97 7,38 7,51 Maluku Utara 6,48 6,76 6,03 5,55 4,76 Papua Barat 7,65 7,56 7,68 8,94 5,49 Papua 4,39 4,08 3,55 3,94 3,63 Indonesia 8,39 7,87 7,14 6,56 6,14 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 170 PERBANDINGAN SULAMPUA

188 Jika dibandingkan dengan angka pengangguran nasional maka terdapat 2 provinsi yang memiliki TPT di atas angka nasional yaitu Provinsi Sulawesi Utara (sebesar 7,79 persen) dan Maluku (sebesar 7,51 persen). Angka pengangguran terendah di kawasan Sulampua dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Barat yaitu sebesar 2,14 persen Pertumbuhan Ekonomi Di kawasan Sulampua, tercatat bahwa Provinsi Papua dan Papua Barat dalam tiga tahun terakhir terjadi perubahan laju pertumbuhan ekonomi secara ekstrim. Kedua provinsi ini memiliki sumber perekonomian yang ketergantungannya sangat tinggi terhadap sektor pertambangan. Sehingga jika terjadi gangguan pada sektor tersebut maka ekonomi d wilayahnya akan berubah secara ekstrim. Sementara itu, provinsi yang konsisten mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam empat tahun terakhir adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo. Pada tahun 2012 semua provinsi di kawasan Sulampua mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, kecuali Sulawesi Barat dan Papua Barat yang laju pertumbuhan ekonominya mengalami perlambatan, yakni masing-masing 9,01 persen dan 15,84 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dan terendah dicapai oleh provinsi yang ketergantungan PDRB-nya sangat dipengaruhi oleh kekayaan sumber daya alam, yakni Papua Barat ( 15,84 persen) dan Papua (1,08 persen). Sedangkan secara khusus untuk kawasan Sulawesi dan Maluku, posisi laju pertumbuhan ekonomi yang tertinggi pada tahun 2012 dicapai oleh PERBANDINGAN SULAMPUA 171

189 Sulawesi Tenggara (10,41 persen), setelah dua tahun sebelumnya berturut-turut dicapai oleh Sulawesi Barat. Grafik 10.2 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Sulampua (Persen) Tahun *) 2012**) Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gor Sulbar Maluku Malut Papua Pabar -6 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 10.5 Struktur Ekonomi Utama Nilai PDRB Sulampua secara absolut tahun 2012 sebesar ,68 juta rupiah. Ditinjau dari perkembangan kontribusi PDRB setiap provinsi dalam membangun perekonomian di Kawasan Sulampua terlihat bahwa antara tahun 2011 hingga 2012 tidak terlihat adanya perubahan yang mencolok. Dari sepuluh provinsi di kawasan Sulampua terdapat empat provinsi yang memiliki kontribusi di atas sepuluh persen. 172 PERBANDINGAN SULAMPUA

190 Keempat provinsi tersebut adalah Sulawesi Selatan dengan porsi paling besar (34,81 persen), disusul Papua sebesar 16,98 persen serta Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara masing-masing berkontribusi sebesar 11,15 persen dan 10,31 persen. Sementara kontribusi Sulawesi Barat sebesar 3,15 persen. Dibanding tahun 2011, kontribusi PDRB Sulawesi Barat tahun 2012 dalam menyokong PDRB Sulampua tergolong menurun 0,03 persen. Tabel 10.5 PDRB ADHB Provinsi di Kawasan Sulampua (Juta Rupiah) dan Kontribusi Setiap Provinsi Terhadap PDRB Sulampua (Persen) Tahun Provinsi PDRB ADHB Kontribusi PDRB ADHB Kontribusi (1) (2) (3) (4) (5) Sulawesi Utara ,26 10, ,51 10,31 Sulawesi Tengah ,52 10, ,90 11,15 Sulawesi Selatan ,40 33, ,97 34,81 Sulawesi Tenggara ,80 7, ,70 7,99 Gorontalo ,04 2, ,06 2,26 Sulawesi Barat ,24 3, ,06 3,15 Maluku ,01 2, ,26 2,50 Maluku Utara ,74 1, ,05 1,51 Papua ,08 18, ,92 16,98 Papua Barat ,69 8, ,25 9,34 Sulampua ,79 100, ,68 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat PERBANDINGAN SULAMPUA 173

191 Berdasarkan sektor usaha, kontribusi sektor primer tahun 2012 turun dari 38,24 persen menjadi 35,82 persen. Turunnya kontribusi sektor primer merupakan indikasi terjadinya transformasi perekonomian dari primer ke sekunder dan tersier. Sektor sekunder naik tipis dari 20,63 persen menjadi 21,57 persen. Demikian juga dengan sektor tersier naik tipis dari 41,13 persen menjadi 42,60 persen. Dengan demikian secara umum struktur perekonomian Sulampua disokong oleh sektor tersier. Tabel 10.6 Struktur Perekonomian Kawasan Sulampua (Persen) Provinsi Primer Sekunder Tersier (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sulawesi Utara 22,07 20,33 25,72 25,61 52,21 54,07 Sulawesi Tengah 43,48 43,14 14,84 15,18 41,69 41,68 Sulawesi Selatan 31,40 30,31 18,78 18,84 49,83 50,85 Sulawesi Tenggara 37,79 38,28 16,42 16,13 45,79 45,59 Gorontalo 30,59 30,10 12,25 12,48 57,16 57,42 Sulawesi Barat 49,39 48,32 12,18 11,77 38,44 39,90 Maluku 30,54 29,39 6,92 6,97 62,53 63,64 Maluku Utara 41,02 39,55 16,44 16,42 42,54 44,03 Papua Barat 20,99 18,64 58,84 61,62 20,17 19,74 Papua 64,45 59,10 12,69 15,09 22,86 25,81 Sulampua 38,24 35,82 20,63 21,57 41,13 42,60 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat Berdasarkan rincian struktur perekonomian menurut provinsi (Tabel 10.6) terdapat enam provinsi yang perekonomiannya digerakkan oleh sektor tersier, diantaranya Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, 174 PERBANDINGAN SULAMPUA

192 Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara. Provinsi yang dominan digerakkan oleh sektor primer adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Papua. Sementara itu, Papua Barat satu-satunya provinsi yang dominan digerakkan oleh sektor sekunder PDRB Per Kapita Melalui PDRB per kapita dapat dilihat seberapa besar kemampuan seorang penduduk dalam menciptakan outputnya. Dalam kurun waktu terlihat bahwa PDRB per kapita atas dasar harga berlaku di semua provinsi yang berada di Kawasan Sulampua menunjukkan peningkatan. Dalam dua tahun terakhir Provinsi Papua Barat memiliki PDRB per kapita yang tertinggi sedangkan yang terendah adalah Maluku Utara. Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang PDRB-nya sangat bergantung pada kekayaan sumber daya alam. Provinsi ini dikenal sebagai provinsi yang kaya akan migas. Provinsi lainnya yaitu Papua. PDRB perkapita Papua tertinggi kedua setelah Papua Barat. Untuk area Sulawesi, provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo. Sementara itu Maluku dan Maluku Utara berada pada urutan terakhir. Jika berdasarkan atas dasar harga konstan, PDRB per kapita Provinsi Papua Barat masih menduduki urutan pertama di kawasan Sulampua selama tahun Namun demikian provinsi dengan PDRB per kapita terendah bukan Maluku Utara seperti jika berdasar atas harga berlaku, namun jika berdasar atas dasar harga konstan maka yang terendah PDRB perkapitanya adalah Maluku. Jika diurutkan, provinsi PERBANDINGAN SULAMPUA 175

193 8,60 7,17 6,79 5,58 2,96 4,40 2,86 3,04 7,09 9,18 7,70 7,29 6,05 3,12 4,68 3,01 3,17 6,82 8,61 10,84 6,09 5,70 9,56 11,83 7,10 6,37 Juta Rupiah 15,08 16,88 18,08 16,51 16,93 14,07 20,34 18,71 19,47 15,79 25,53 24,73 45,84 52,38 INDIKATOR EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT 2013 dengan PDRB per kapita tertingggi hingga terendah di kawasan Sulampua untuk tahun 2012 adalah sebagai berikut: Papua Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Gorontalo dan Maluku. Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 PDRB per kapitanya lebih kecil dari pada PDRB per kapita Papua, namun tahun 2012 kebalikannya. PDRB per kapita Maluku Utara jika berdasar atas dasar harga berlaku lebih rendah dibanding Maluku, namun demikian jika berdasar atas dasar harga konstan justru PDRB per kapitanya lebih tinggi dibanding Maluku. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik Grafik 10.3 PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku (ADHK dan ADHB) di Kawasan Sulampua (Juta Rupiah) Tahun ADHK 2011 ADHK 2012 ADHB 2011 ADHB 2012 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 176 PERBANDINGAN SULAMPUA

194 Analisis Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masingmasing daerah. Teknik ini menggunakan dua jenis indikator utama dalam mengklasifikasikan daerah yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita daerah. Melalui analisis Tipologi Klassen diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income) dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Berdasarkan Grafik 10.4 terlihat pada tahun 2012 Provinsi Papua Barat dan Sulawesi Tengah tergolong sebagai daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh untuk kawasan Sulampua. Hal ini terlihat dari nilai PDRB per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata Sulampua dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulampua. Kemudian yang tergolong berkembang cepat pada tahun 2012 adalah Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Kedua provinsi ini laju pertumbuhan ekonominya berada di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Sulampua, akan tetapi PDRB per kapitanya masih di bawah rata-rata PDRB per kapita Sulampua. Provinsi yang masuk kategori maju tertekan pada tahun 2012 adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Papua. Ketiga provinsi ini meski laju pertumbuhan ekonominya masih di bawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Sulampua, namun PDRB per kapitanya sudah di PERBANDINGAN SULAMPUA 177

195 atas rata-rata PDRB per kapita Sulampua. Sementara itu provinsi yang masuk kategori relatif tertinggal pada tahun 2012 yaitu Maluku, Gorontalo dan Maluku Utara. Ketiga provinsi ini baik laju pertumbuhan ekonominya maupun PDRB per kapitanya sama-sama berada di bawah rata-rata Sulampua. Grafik 10.4 Plot Pengelompokkan Provinsi Berdasarkan Typologi Klassen di Kawasan Sulampua Tahun 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat 10.7 Indeks Tendensi Konsumen Konsumen dalam aktivitas sehari-hari sebagai pelaku perekonomian yang memiliki peran yang cukup besar dalam menggerakkan perekonomian. Pada tahun 2012 konsumsi rumah tangga 178 PERBANDINGAN SULAMPUA

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 No Publikasi : 76042.1202 Katalog BPS : 2302003.7604 Ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA

KATA PENGANTAR H. DJOHAN SJAMSU, SH PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, hanya karena Ijin dan RahmatNya, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Lombok Utara Tahun 2015 ini dapat diselesaikan. RKPD Tahun 2015 ini disusun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman i ii v BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Proses Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2016 2 1.3 Dasar Hukum Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun

DAFTAR TABEL. Kabupaten Rembang Tahun II-1. Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun II-12. Kelamin Kabupaten Rembang Tahun DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Wilayah Administratif Menurut Kecamatan/Desa di Kabupaten Rembang Tahun 2015... II-1 Tabel 2.2. Jumlah dan Rasio Jenis Kelamin Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Rembang Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi BAB I Pendahuluan... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Hubungan dokumen RKPD dengan dokumen perencanaan lainnya...

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 47 April 2014 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1404 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xx + 139 halaman Naskah: Direktorat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016

Daftar Tabel Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD ) Kab. Jeneponto Tahun 2016 Daftar Tabel Tabel 2.1 Luas Wialayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan BPS... II-5 Tabel 2.3 Daerah Aliran

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

Edisi 55 Desember 2014

Edisi 55 Desember 2014 Edisi 55 Desember 2014 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Desember 2014 ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1416 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xvii+ 136 halaman

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1402 Ukuran Buku: 14,8 cm x 10,5 cm Jumlah Halaman: v + 73 halaman Naskah: Direktorat Statistik Kependudukan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3. Hubungan Antar-Dokumen Perencanaan... I-6 1.4. Maksud

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN q BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.29/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN Pada Februari 2017, Penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 04/01/72/Th. XX, 03 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER RINGKASAN Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2012 cenderung mengalami

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas Admistrasi Sumber : Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, 2016 Gambar 4.1 Peta wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2017 No. 39/07/72/Th. XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2017 RINGKASAN Perkembangan penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2013 2017 meskipun secara absolut terlihat meningkat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i iii vii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum... I-2 1.3 Maksud dan Tujuan... I-4 1.4 Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 A. VISI DAN MISI II - 3 B. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN DAERAH II - 5 C. PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH II - 13

BAB I PENDAHULUAN I - 1 A. VISI DAN MISI II - 3 B. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN DAERAH II - 5 C. PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH II - 13 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR HAL i iv vi vii BAB I PENDAHULUAN I - 1 1.1 DASAR HUKUM I - 4 1.2 GAMBARAN UMUM DAERAH I - 3 1. Kondisi Geografis Daerah I - 5 2. Batas Administrasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan sedikit mengalami penurunan, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)mengalami kenaikan menjadi 7,87% pada ruari 212. Meski

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL PENGGUNAAN TANAH DI KOTA PEKALONGAN PER KECAMATAN TAHUN LUAS PENGGUNAAN TANAH/LAHAN DI KOTA PEKALONGAN TAHUN 2012/

DAFTAR TABEL PENGGUNAAN TANAH DI KOTA PEKALONGAN PER KECAMATAN TAHUN LUAS PENGGUNAAN TANAH/LAHAN DI KOTA PEKALONGAN TAHUN 2012/ DAFTAR TABEL TABEL 1.1 TABEL 1.2 TABEL 1.3 PENGGUNAAN TANAH DI KOTA PEKALONGAN PER KECAMATAN TAHUN 2012 3 LUAS PENGGUNAAN TANAH/LAHAN DI KOTA PEKALONGAN TAHUN 2012/2013 4 PDRB ATAS DASAR\ HARGA BERLAKU

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i vii xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4 1.3.1 Hubungan RPJMD

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI BARAT 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI BARAT 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011 No.027/05/63/Th XV, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2011 sebesar 1,840 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 0,36

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Tebo

RPJMD Kabupaten Tebo Halaman Tabel 2.1 Topografi Kabupaten Tebo II-3 Tabel 2.2 Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Tebo II-4 Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tebo Tahun 2000- II-6 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

H E A D L I N E S HEADLINES

H E A D L I N E S HEADLINES H E A D L I N E S i HEADLINES 1. Inflasi Pada November terjadi inflasi sebesar 0,12 persen. Inflasi tahun kalender sebesar 7,79 persen dan tingkat inflasi November terhadap November 2012 (y-on-y) sebesar

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Pada bulan Agustus 211, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh tercatat 7,43% sementara Tingkat

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan terus menunjukkan perbaikan. Pada bulan ruari 2011, TPT Aceh tercatat 8,27%, sementara TPAK juga menunjukkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci