Daerah penelitian dipilih secara purposive yaitu Desa Sondi Raya, merupakan lokasi pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan kebutuhan petani
|
|
- Sukarno Handoko Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian dipilih secara purposive yaitu Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan kebutuhan petani terhadap pupuk bokashi paling besar namun besarnya penggunaan petani terhadap pupuk bokashi tidak sesuai dengan kebutuhan tersebut Metoda Pengambilan Sampel Populasi di dalam penelitian ini adalah petani cabai yang ada di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya. Untuk penentuan sampel penelitian, dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak kelompok dengan mengelompokkan populasi menjadi 2 kelompok berdasarkan petani cabai peserta pelatihan dan non pelatihan pembuatan bokashi pupuk bokashi. Sampel yang diambil sebanyak 25% dari total jumlah populasi (87 KK) yaitu sebanyak 22 KK, dengan jumlah petani peserta pelatihan sebanyak 11 KK dan petani nonpeserta pelatihan sebanyak 11 KK. Jumlah kedua kelompok sampel diambil sama dengan alasan karena melihat perbedaan kedua kelompok sampel dalam penggunaan jumlah pupuk bokashi. Distribusi populasi dan sampel penelitian di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya dapat dilihat pada Tabel 3.
2 Tabel 3. Jumlah Petani Sampel Penelitian Berdasarkan Petani Cabai Peserta Pelatihan dan Non Pelatihan Pembuatan Pupuk Bokashi di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2007 No Kelompok Petani Populasi KK Sampel (KK) 1 Petani Peserta Petani Non Peserta Total Sumber: PPL Kecamatan Raya Tahun Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar kuisoner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Simalungun, Kantor Kecamatan Raya dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan analisis Skala Likert, sebab hal yang dianalisis adalah sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian, maka digunakan item positif dan item negatif yaitu: Tabel 4. Skala Likert Skala Likert Item Positif Item Negatif Sangat tidak setuju (STS) 0 4 Tidak setuju (TS) 1 3 Ragu-ragu (R) 2 2 Setuju (S) 3 1 Sangat setuju (SS) 4 0
3 Untuk mengukur sikap digunakan skala pengukuran sikap likert dengan rumus: Skor standart yang digunakan adalah skor T yaitu: T = X X S Keterangan: T = Skor standa X = Skor responden X = Rata-rata skor kelompok S = Deviasi standart kelompok Kreteria uji apabila T > 50 = sikap positif (Azwar, 1997). Sedangkan untuk menguji hipotesis 2(a dan b) dengan menggunakan analisis deskriptif. Tabel 5. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi Berdasarkan Literatur N0 Komponen Teknologi Indikator 1 Pelatihan a. Mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan melaksanakan pembuatan bokashi. b. Mengikuti pelatihan pembuatan bokashi tapi tidak melaksanakan pembuatan bokashi. c. Tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi tapi melaksanakan pembuatan bokashi d. Tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan tidak melaksanakan pembuatan bokashi 2 Prinsip Pembuatan Bokashi 3 Teknik Pembuatan Bokashi a. Mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran dan melaksanakan pembuatan bokashi b. Mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran tapi tidak melaksanakan pembuatan bokashi c. Tidak mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran tapi melaksanakan pembuatan bokashi d. Tidak mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran dan tidak melaksanakan pembuatan bokashi a. Mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai anjuran dan melakukan pembuatan bokashi b. Mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai anjuran tapi tidak melakukan pembuatan bokashi c. Tidak mengetahui teknik pembuatan bokashi Bobot
4 4 Cara Penggunaan sesuai anjuran tapi melakukan pembuatan bokashi d. Tidak mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi a. Mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran dan melakukan pembuatan bokashi b. Mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran tapi tidak melakukan pembuatan bokashi c. Tidak mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran tapi melakukan pembuatan bokashi. d. Tidak mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi Sumber : Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Simalungun Kriteria penilaian untuk skor adalah : Mengikuti semua anjuran dan melakukan pembuatan pupuk bokashi skor 3 Mengikuti semua anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi skor 2 Tidak mengikuti semua anjuran dan melakukan pembuatan bokashi skor 1 Tidak mengikuti semua anjuran dan tidak melakukan pembuatan pupuk bokashi 0 Dari tabel dapat dikemukakan bahwa jumlah skor tingkat adopsi teknologi pembuatan pupuk bokashi berdasarkan literatur berada antara Tabel 6. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi No Kategori Range 1 Tinggi Sedang Rendah 0-4 Hipotesis 3 dengan menggunakan analisis statistik dengan uji beda ratarata atau dengan uji 2 arah petani peserta pelatihan dan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi.
5 Jika : H 0 : µ 1 = µ 2 atau µ 1 - µ 2 = 0 H 1 : µ 1 µ 2 atau µ 1 - µ 2 0 Keterangan: µ 1 = Rata-rata variable I (petani peserta pelatihan pembuatan bokashi) µ 2 = Rata-rata variable I (petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi) Rumus: t h = X 1 X n 2 1n2 n1 n2 2 2 n S1 n2 1 S n 2 1 n2 Dengan: 1 2 S1 X i 1 n1 1 X S 2 X i 2 n2 1 X 2 2 Kriteria Uji dengan 2 pihak: -(tabel- tabel ) t h t- tabel t h < -(t- tabel ) atau t h > t- tabel Hipotesis H 0 diterima Hipotesis H 1 diterima Dimana: Ho = Tidak terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai peserta pelatihan dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi H 1 = Terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai peserta pelatihan dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi
6 Keterangan: X = Rata-rata (mean) jumlah penggunaan pupuk petani peserta pelatihan 1 2 pembuatan bokashi X = Rata-rata (mean) jumlah penggunaan pupuk petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi n 1 = Banyaknya sampel petani peserta pelatihan pembuatan bokashi n 2 = S 1 = S 2 = X i1 = X i2 = Banyaknya sampel petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi Standar deviasi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi Standar deviasi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi Nilai individu petani peserta pelatihan pembuatan bokashi Nilai individu petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi (Djarwanto, 1996). Hipotesis 4 dengan menggunakan metode korelasi range sperman dengan alat bantu SPSS: Dengan kriteria sebagai berikut: Sig < α (0.05)...H 0 ditolak Sig > α (0.05)...H 0 diterima (Triton, 2006). dan dengan rumus : r s = 1 - n 2 6 di i 1 3 N N th = rs N 2 2 tα = α ; db (n 2) dimana range r s = rs - r s = koefisien korelasi - di = selisih antara rangking nilai faktor petani dengan sikap - N = jumlah pasangan rangking - db = derajat bebas Dengan kriteria sebagai berikut: t-hitung tα(0,05). Ho diterima, atau tidak terima H 1 t-hitung > tα(0,05). Ho ditolak, atau terima H 1
7 H 0 : Tidak ada hubungan faktor sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi H 1: Ada hubungan faktor sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi Hipotesis 5 dapat menggunakan metode korelasi range sperman dengan alat bantu SPSS : Dengan kriteria sebagai berikut: Sig < α (0.05)...H 0 ditolak Sig > α (0.05)...H 0 diterima Dan dengan rumus: r s = 1-6 n i 1 3 N di N 2 N 2 1 rs th = rs 2 tα = α ; db (n 2) dimana range r s = r s = koefisien korelasi -di= selisih antara rangking nilai faktor petani dengan penggunaan jumlah pupuk bokashi -N = jumlah pasangan rangking -db= derajat bebas Dengan kriteria sebagai berikut: t-hitung tα(0,05). Ho diterima, atau tidak terima H 1 t-hitung > tα(0,05). Ho ditolak, atau terima H 1 H 0 : Tidak ada hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi H 1:: Ada hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi (Siegel, 1997).
8 3.5. Definisi dan Batasan Operasional Defenisi dan batasan operasional digunakan untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam melakukan penelitian Definisi 1. Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tetentu dalam lingkungannya. 2. Sikap positif adalah sikap cenderung menyukai, mendekati, dan menerima keberadaan teknologi pembuatan bokashi. 3. Sikap negatif adalah sikap yang cenderung menjauhi, membenci, menghindar atupun tidak menyukai keberadaan teknologi pembuatan kompos. 4. Adopsi adalah proses mental yang terjadi pada diri seseorang pada saat menerima atau mengetahui sesuatu yang baru bagi didrinya atau dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau alat-alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi 5. Pupuk bokashi adalah bahan organik yang telah difermentasikan yang di buat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik dan EM (Efektif Mikroorganisme). 6. Teknologi pupuk bokashi merupakan suatu inovasi yang disampaikan oleh penyuluh dalam bentuk cara pembuatan dan hasil yaitu pupuk bokashi 7. Umur adalah usia petani pada saat penelitian yang diukur berdasarkan usia kerja produktif yaitu tahun. 8. Tingkat pendidikan petani adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh petani.
9 9. Tingkat kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya melakukan kunjungan keluar desa serta penggunaan sarana informasi melalui media cetak dan frekuensi petani menggunakan media elektronik. 10. Pengalaman bertani adalah pengalaman bertani dalam usahatani dinyatakan dalam tahun. 11. Faktor sosial adalah faktor yang ada pada diri petani sebagai responden yang dapat mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, dan pengalaman bertani. 12. Luas lahan adalah luas area yang diusahakan petani yang dinyatakan dalam satuan Ha. 13. Pendapatan petani adalah hasil yang diperoleh petani dalam usahanya sebagai petani. 14. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang belum berpenghasilan dan menjadi tanggung jawab. 15. Faktor ekonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi yang meliputi luas lahan, total pendapatan keluarga, dan jumlah tanggungan.
10 Batasan Operasional 1. Tempat penelitian adalah Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun 2. Waktu Penelitian adalah Tahun Sampel penelitian adalah petani cabai merah yang merupakan peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi 4. Yang dimaksud dengan teknologi pupuk bokashi disini adalah hasil berupa pupuk yaitu pupuk bokashi
11 IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1. Gambaran Umum Derah Penelitian Keadaan Fisik dan Geografi Nagori Sondi Raya Kecamatan Raya berada pada ketinggian 900m diatas permukaan laut, dengan luas wilayah Ha. Secara administratif, nagori Sondi Raya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan nagori Siporkas Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Pematang Raya Sebelah Timur berbatasan dengan nagori Bahapal Raya Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan P.Raya Nagori Sondi Raya terletak ± 2 Km dari Ibukota Kecamatan Raya, ± 3 Km dari pusat Ibukota Kabupaten Simalungun Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Nagori Sondi Raya sebanyak jiwa, terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan dengan total kepala keluarga 730 KK. Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur No. Kelompok Umur(Tahun) Jumlah(jiwa) Persentase(%) 1 < , , , , ,29 6 > ,39 JUMLAH Sumber : Monografi Nagori Sondi raya, Tahun 2008
12 Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur >40 tahun yakni jiwa dengan persentase 34,39% dan terendah adalah kelompok umur <6 tahun yakni 175 jiwa dengan persentase 4,10%. Dan dari data tersebut dapat diketahui bahwa penduduk nagori Sondi raya berada pada usia tidak produktif. Mayoritas penduduk di Nagori Sondi raya merupakan suku Batak Simalungun. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu sama lainnya. Hubungan kekeluargaan dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara-acara adat baik dalam melaksanakan acara perkawinan yang dilakukan sesuai adat istiadat, maupun acara adat lainnya. Mata pencaharian utama penduduk Nagori Sondi raya adalah bertani. selain bertani penduduk juga ada yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, tukang dan lain-lain. Sebagai gambaran tentang keadaan penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase(%) 1 TNI / POLRI / PNS Swasta 262 6,15 3 Wiraswasta 273 6,40 4 Petani ,88 5 Nelayan Buruh 332 7,79 7 Pengerajin 5 0,11 8 Pedagang 155 3,63 TOTAL Sumber : Monografi Nagori Sondi Raya, Tahun 2008 Pada Tabel 8, diatas menunjukkan mata pencaharian penduduk Nagori Sondi raya sebagian besar bersumber dari sektor pertanian yaitu sebagai petani sebanyak 3019 orang (70,88%) yang pada umumnya mengusahakan sayur mayur terutama
13 sayur sawi, jahe, cabai, jagung, kopi, dan ada juga petani yang mengusahakan tanaman padi dan beternak Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar jalannya laju pembangunan sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Sarana dan prasarana yang ada di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini: Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Nagori Sondi Raya No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Sarana Pendidikan - SD 4 - SMP - - SMU 2 2 Sarana Komunikasi - Pesawat telepon kios pon (wartel) 3 - Pesawat TV Salon kecantikan 5 4 KUD 1 5 Rumah Ibadah - Mesjid 2 - Gereja 4 6 Kantor kelurahan 1 7 Penyuluh Pertanian Lapangan 1 (Sumber : Monografi Nagori Sondi Raya, Tahun 2008) Dari keadaan sarana dan prasarana di Nagori Sondi Raya menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan, perekonomian dan sosial budaya belum terpenuhi dengan baik, sehingga masyarakat belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada.
14 4.2. Karakteristik Petani Sampel Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan berdasarkan petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi. Karakteristik dari petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Cabai Merah di Desa Sondi Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Tahun 2007 No Karakteristik Peserta pelatihan Rentang Non peserta pelatihan Peserta pelatihan Rata-rata Non pesrta pelatihan 1 Umur petani thn thn 41 thn 44 thn 2 Lama Bertani 2-15 thn 2-8 thn 4,6 thn 6,5 thn 3 Tingkat 9-16 thn 9-16 thn thn thn Pendidikan 4 Tingkat Kosmopolitan 5 Luas lahan 0,08-0,28 0,08-0,4 0,17 Ha 0,27 Ha 6 Jumlah 1-5 jiwa 1-7 jiwa 3 jiwa 4 jiwa Tanggungan 7 Total Rp Rp Rp Rp Pendapatan , , (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1)
15 Umur Umur petani sampel berpengaruh dalam pengelolaan usahataninya. Ratarata umur petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 41 tahun dengan rentang umur tahun, dan rata-rata umur petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 44 tahun dengan rentang umur tahun Lama Bertani Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah lama bertani. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata lama bertani petani sampel yang memakai bokashi dalam usahatani cabai adalah 6 tahun dengan rentang 2-15 tahun. Sedangkan petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 4,6 tahun, dan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 6,5 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa lama bertani petani sampel yang memakai bokashi dalam usaha taninya berbeda antara petani peserta dan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi Tingkat Pendidikan Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk mengoptimalkan usahataninya. Dari Tabel 10 diketahui bahwa rentang tingkat pendidikan formal antara petani yang petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah tahun dan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan
16 bokashi tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa dari kedua jenis sampel memiliki rentang tingkat pendidikan yang berbeda pada rata-rata pendidikannya Tingkat Kosmopolitan Petani yang memiliki kemauan untuk mengetahui informasi dari surat kabar, majalah, siaran radio, TV dan buku-buku pertanian, akan lebih mudah dalam menerapkan informasi baru. Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kosmopolitan petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 33 dengan rentang dan rata-rata tingkat kosmopolitan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 26 dengan rentang Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kosmopolitan petani sampel yang peserta pelatihan lebih tinggi dibandingkan dengan petani sampel yang tidak peserta pelatihan pembuatan bokashi Luas Lahan Rata-rata luas lahan untuk petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 0,17 Ha dengan rentang 0,08 0,28 Ha dan rata-rata luas lahan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 0,27 Ha dengan rentang 0,08 0,4 Ha Jumlah Tanggungan Rata-rata jumlah tanggungan untuk petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 3 jiwa dengan rentang 1-5 jiwa dan rata-rata jumlah tanggungan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 4 jiwa dengan rentang 1-7 jiwa.
17 Total Pendapatan Pendapatan yang diperoleh petani akan mempengaruhi petani dalam mengelola usahataninya. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan petani sampel yang merupakan petani peserta pelatihan pembuatan bokashi adalah Rp ,24 dengan rentang Rp Sedangkan rata-rata pendapatan petani sampel yang tidak merupakan peserta pelatihan pembuatan boakshi adalah Rp ,15 dengan rentang Rp Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan petani sampel peserta pelatihan pembuatan bokashi lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani sampel yang nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi Teknik Pembuatan Bokashi Adapun indikator yang digunakan sebagai tingkat adopsi terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah: 1. Pelatihan Pelatihan yang dimaksud, yaitu kegiatan pembuatan pupuk bokashi yang dibimbing oleh penyuluh atau dalam kelompok tani. 2. Prinsip Pembuatan Bokashi Prinsip-prinsip yang perlu diketahui dalam proses pembuatan Bokashi, sebagai berikut: Faktor Kelembapan Kelembapan bokashi harus mencapai kadar air 30-50%. Cara mengukurnya dengan membuat kepalan campuran bahan. Bila campuran
18 bahan tersebut dikepalan tidak lengket, tandanya kandungan air sudah mencapai 50%. Faktor Temperatur Usahakan agar temperatur tetap stabil pada suhu 40 0 C-50 0 C. Bila temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari tempetaratur tersebut, maka mikroorganisme yang terkandung dalam campuran bahan bokashi tidak akan berbiak / akan mati. Faktor Tempat Bokashi Tempat membuat bokashi harus dibawah naungan. Maksudnya bokashi terhindar dari siraman air hujan. Naungan dapat terbuat dari seng, terpal, plastik, atau atap rumbia. Faktor Tempat Penyimpanan Bokashi yang belum digunakan sebaiknya disimpan dalam naungan yang beratap dan teduh atau tidak terkena sinar matahri langsung. Maksudnya untuk menjaga agar kualitas bokashi tetap baik. Faktor Air Air yang digunakan untuk pembuatan bokashi tidak boleh mengandungantibiotik atau air ledingyang mengandung kaporit. Karena dapat menyebabkan mati atau tidak bekerjanya mikroorganisme. Sebaikknya gunakan air sumur atau air dari sumber air lainnya. 3. Teknik Pembuatan Bokashi Menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan : larutan EM4, limbah pertanian (top soil bambu, tanah humus), gula, air bersih, bahan organik, dedak halus, dll.
19 Urutan kerja pembuatan bokashi: dengan mencampurkan larutan EM4 + bahan organik + air + dedak halus + gula, kemudian diaduksecara merata sampai mencapai kelembapan 30-50%. Kemudian digundukkan diatas lantai tanah yang kering lalu ditutup dan selalu dicek setiap hari, umumnya berlangsung 2 minggu. 4. Cara Penggunaan Bokashi Penggunaan bokashi pada umunya sama dengan penggunaan pupuk kandang, namun masih ada perbedaan penggunaan jenis bokashi yang dibuat. Secara umum penggunaan bokashi antara lain: a. Sebagai pupuk dasar b. Untuk memupuk tanaman disebarkan disekitar perakaran atau dibawah tajuk ataupun disekitar piringan tanaman c. Sebagai mulsa penutup tanah dan pupuk susulan d. Sebagai penutup biji tanaman setelah biji dimasukan kelobang taburkan bokashi dan tanah e. Sebagai media persemaian diberikan pada permukaan bedengan persemaian, dapat juga sebagai pengisi polibag. (Tamba, 1999).
20 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada petani yang menggunakan pupuk bokashi, yang diteliti adalah bagaimana sikap petani tersebut terhadap pupuk bokashi baik petani yang mengikuti pelatihan maupun yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan pupuk bokashi di Nagori Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilakukan pada bulan agustus Sikap Petani Cabai terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi di Daerah Penelitian. Sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan bokashi diketahui dengan melihat jawaban-jawaban petani cabai merah terhadap pernyataanpernyataan yang diberikan. Pernyataan ini dibagi kedalam 10 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Sikap dalam hal ini merupakan suatu respon dalam wujud suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap petani bisa berupa positif dan negatif. Untuk pernyataan positif, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 0, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 1, Ragu-Ragu (R) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 3 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4. Demikian sebaliknya untuk pernyataan negatif, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 4, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 3, Ragu-Ragu (R) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 1 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 0. Dari jawaban setiap pernyataan akan diperoleh distribusi frekuensi responden bagi setiap kategori, kemudian secara kumulatif dilihat deviasinya menurut deviasi normal, sehingga diperoleh skor (nilai skala untuk masing-masing kategori jawaban), kemudian skor terhadap masing-masing pernyataan dijumlahkan.
21 Interpretasi terhadap skor masing-masing responden dilakukan dengan mengubah skor tersebut kedalam skor standart yang mana dalam hal ini digunakan model Skala Likert (Skor T). Dengan mengubah skor pada skala sikap menjadi skor T menyebabkan skor ini mengikuti distribusi skor yang mempunyai mean sebesar T= 50 dan standart deviasi S = 7,4. Sehingga apabila skor standart > 50, berarti mempunyai sikap yang positif. Jika skor standart 50, berarti mempunyai sikap negatif. Sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di Desa Sondi Raya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi di Desa Sondi Raya No Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Positif 13 59,09 % 2 Negatif 9 40,91% Jumlah % (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d) Berdasarkan Tabel 11 dapat dikemukakan bahwa dari 22 petani sampel, jumlah petani cabai merah yang menyatakan sikap positif terhadap teknologi pembuatan bokashi sebanyak 13 orang (59,09%) dan menyatakan sikap negatif sebanyak 9 orang (40,91%). Sehingga sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi lebih dominan positif dari pada sikap negatif di daerah penelitian. Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa sikap petani cabai merah positif terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat diterima.
22 5.2. Tingkat adopsi petani cabai peserta dan non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi pada usahatani cabai di daerah penelitian. Berdasarkan indikator yang digunakan dan penilaian dari lampiran 15 maka, tingkat adopsi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah tinggi. Berdasarkan hasil observasi dilapangan, yang menyebabkan petani peserta menerima teknologi pupuk bokashi yaitu para petani merasakan dampak yang positif dimana dari segi biaya yang cukup diminimalisirkan khususnya dalam pembuatan bokashi dan dampaknya terhadap tanah sangat subur sehingga dapat meningkatkan hasil produksi usahatani mereka namun dalam jangka waktu yang lama. Terlebih pada saat ini petani merasa terjepit karena harga pupuk kimia yang sangat mahal dan langka untuk ditemukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Anonimous, 2005) pada tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa: Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaanya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Sehingga Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani cabai peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah tinggi, diterima. Sedangkan Tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah sedang. Berdasarkan hasil observasi dilapangan, yang menyebabkan petani non peserta pelatihan kurang mengadopsi teknologi pembuatan pupuk bokashi karena petani tidak mengetahui bagaimana cara pembuatan pupuk bokashi, prinsip pembuatan dan teknik pembuatan pupuk bokashi yang benar. Sebenarnya petani non peserta
23 pelatihan bukan tidak menerima, namun mereka tidak mengetahui tekniktekniknya sehingga ketika mereka melakukan pembuatan pupuk bokashi mereka hanya mengetahui sedikit informasi dan hasil dari perlakuan mereka kurang berhasil. Sehingga Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi adalah rendah, ditolak Perbedaan Penggunaan Pupuk Bokashi Bagi Petani Cabai Peserta dan Petani Cabai Nonpeserta Pelatihan Bokashi di daerah Penelitian Analisis uji beda rata-rata (Paired t-test Sample) digunakan untuk mengetahui perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi. Tabel 12. Analisis Perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan bokashi di daerah penelitian Mean Petani Peserta - Petani Non Peserta Paired Differences T df Sig.(2- tailed) Std. Deviation Std. Mean (Sumber : Analisis Data Primer lampiran 14) Error 112, , , ,213 Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata Perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan bokashi diketahui t-hitung = lebih kecil dari pada t-tabel = 2.20 yang berarti menerima Ho dan menolak H1, di samping menggunakan perbandingan t hitung dengan t tabel dapat juga melakukan perbandingan Sig(2-tailed) dengan α, Sig(2tailed) (0.213) > α (0.05), maka H 0 diterima. Secara uji statistik tidak ada
24 perbedaan yang nyata penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani non peserta pelatihan bokashi. Sehingga Hipotesis 3 ditolak yang menyatakan bahwa ada perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan bokashi di daerah penelitian. Alasan kenapa tidak ada perbedaan yang nyata penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi yaitu: 1. Meskipun petani nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi namun, antara petani peserta dan nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi sama-sama menggunakan pupuk bokashi dalam usahatani cabainya. Bagi petani nonpeserta pelatihan, pupuk bokashi mereka peroleh dengan melakukan pembuatan pupuk bokashi dan ada juga yang membeli dari dinas perkebunan. 2. Selain menggunakan bokashi petani nonpeserta pelatihan juga melakukan pembuatan pupuk bokashi walaupun mereka tidak mengerti cara dan teknis pembuatan yang sebenarnya. 3. Dilihat dari tingkat adopsi petani sampel, bahwa tingkat adopsi petani peserta lebih tinggi dan tingkat adopsi nonpeserta pelatihan dalam pembuatan pupuk bokashi sedang. Sehingga dari segi tingkat adopsi tidak terlalu jauh perbandingannya.
25 5.4. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan sikap petani adalah umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan. Untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi petani cabai merah dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan analisis koefisien korelasi Rank Spearman dengan nilai α = 0,05 dan n = Hubungan Umur Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat produktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal. Untuk mengetahui bagaimana hubungan umur dengan sikap petani cabai merah dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi, dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini: Tabel 13. Hubungan Umur Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Umur Sikap Petani Cabai Positif Negatif Total (27,28%) 5 (22,72%) 11 (50 %) (31,81%) 4 (18,19%) 11 (50 %) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d)
26 Berdasarkan Tabel 13. menunjukkan bahwa pada kelompok umur tahun, terdapat 6 (27,28%) orang yang bersikap positif dan terdapat 5 (22,72%) orang yang bersikap negatif. Pada kelompok umur tahun terdapat 7 (31,81%) orang yang bersikap positif dan terdapat 4 (18,19%) orang yang bersikap negatif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan umur dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,082 dan t hitung = 0,367 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan umur dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Maka Hipotesis 4 yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah ditolak. Hal ini disebabkan karena umur petani sampel yang lebih dominan pada umur orang dewasa sehingga mereka memiliki sikap yang kuat dan lebih percaya untuk menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk utama dalam usahataninya dari pada lebih menerima inovasi baru (menggunakan pupuk bokashi). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Kreitner dan Kinicki, 2003), yang menyatakan, Apa yang terjadi pada sikap seluruh orang dewasa selama pertengahan masa kedewasaanya. Tiga faktor yang perlu diperhitungkan tentang stabilitas sikap tengah baya, yaitu: Kepastian kepribadian yang lebih besar, Merasa cukup pengalaman, Kebutuhan akan sikap yang kuat.
27 Hubungan Pengalaman Bertani Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Setiap orang juga dapat belajar dari pengalaman tanpa menerima pengajaran secara formil. Pengalaman bertani tentu saja menambah wawasan petani dalam berusahatani dengan baik. Untuk mengetahui hubungan antara pengalaman bertani dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat dilihat pada Tabel 14. berikut. Tabel 14. Hubungan Pengalaman Bertani Petani Cabai Merah dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Pengalaman Bertani Sikap Petani Cabai Positif Negatif Total (31,81%) 4 (18,18%) 11 (50%) 2 > 5 6 (27,28%) 5 (22,72%) 11 (50%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100 %) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d) Berdasarkan Tabel 14. menunjukkan bahwa pada kelompok pengalaman bertani 5 tahun, terdapat 7 (31,81 %) orang yang bersikap positif dan terdapat 4 (18,18 %) orang yang bersikap negatif. Pada kelompok pengalaman bertani >5 tahun terdapat 6 (27,28%) orang yang bersikap positif dan terdapat 5 (22,72 %) orang yang bersikap negatif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan pengalaman bertani cabai dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = dan t hitung = 1,542 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan pengalaman bertani dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Maka
28 Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengalaman bertani dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah ditolak. Hal ini disebabkan karena petani belum terbuka akan adanya perubahan dan tidak berani dalam mengambil resiko. Sehingga sebelum mereka menerapkan pada usahataninya, mereka terlebih dahulu membuat perbandingan kemudian mengambil keputusan Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Cara berpikir seseorang akan dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimilikinya dalam melakukan suatu aktifitas dalam kehidupannya sehari-hari. Demikian dengan petani sampel ternyata (18,19%) berpendidikan SMP, (45,45%) berpendidikan SMA, (13,63%) berpendidikan D 3, dan (22,73%) berpendidikan S 1. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat dilihat pada Tabel 15. berikut. Tabel 15. Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Cabai Merah dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Tingkat Pendidikan Sikap Petani Cabai Positif Negatif Total 1 SD 0 (0) 0 (0) 0 (0) 2 SMP 3 (13,63%) 1 (4,55%) 4 (18,19%) 3 SMA 4 (18,19%) 6 (27,27%) 10 (45,45%) 4 D 3 3 (13,63%) 0 (0) 3 (13,63%) 5 S 1 3 (13,63%) 2 (9,09%) 5 (22,73%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d)
29 Tabel 15 menunjukkan petani sampel berpendidikan SMP terdapat 3 (13,63%) orang yang bersikap positif dan 1 (4,55%) orang bersikap negatif. Petani sampel yang tingkat pendidikannya SMA terdapat, 4 (18,19%) orang yang bersikap positif dan 6 (27,27%) orang yang bersikap negatif. Sementara petani sampel yang tingkat pendidikannya D3 terdapat 3 (13,63%) yang seluruhnya bersikap positif dan S1 terdapat 3 (13,63%) orang yang bersikap positif dan 2 (9,09%) orang yang bersikap negatif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan tingkat pendidikan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,271 dan t hitung =1,259 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang dimiliki petani adalah pendidikan formal yang tidak ada kaitannya dengan usahatani cabai yang dikelolanya. Selain itu jumlah petani sampel yang berpendidikan tinggi (D3 dan S1) lebih sedikit dibandingkan jumlah petani sampel yang berpendidikan rendah (SD, SMP, dan SMA) Hubungan Tingkat Kosmopolitan Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya jenis buku/majalah/koran yang dibaca petani, mengikuti siaran radio dan televisi dibidang pertanian dan banyaknya melakukan perjalanan keluar dari desa tempat tinggalnya sehubungan dengan usahataninya, merupakan tingkat
30 kosmopolitan petani yang berhubungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Hubungan tingkat kosmopolitan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat ditunjukkan melalui perhitungan skor yang diperoleh dari 16 parameter. Setiap parameter skor terendah adalah 0 dan yang tertinggi adalah 4. Tingkat kosmopolitan tersebut menggunakan tiga kriteria yaitu : Kriteria rendah dengan skor 0-21 Kriteria sedang dengan skor Kriteria tinggi dengan skor Untuk melihat hubungan faktor tingkat kosmopolitan dengan sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Hubungan Tingkat Kosmopolitan Petani Cabai Merah dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Tingkat Sikap Petani Cabai Kosmopolitan Positif Negatif Total (Rendah) 1 (4,55%) 2 (9,09%) 3 (13,64%) (Sedang) 10 (45,45%) 7 (31,82%) 17 (77,27%) (Tinggi) 2 (9.09%) 0 2 (9.09%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100 %) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d ) Tabel 16. menunjukkan petani cabai memiliki tingkat kosmopolitan yang lebih dominan berkriteria sedang. Pada tabel 16 menjelaskan bahwa 3 (13,64 %) orang petani sampel yang memiliki tingkat kosmopolitan rendah terdapat 1 (4,55%) orang yang bersikap positif dan 2 (9,09%) orang yang bersikap negatif. Petani sampel yang tingkat kosmopolitannya sedang 17 (77,27 %) terdapat 10 (45,45%) orang yang bersikap positif dan 7 (31,82 %) orang bersikap negatif.
31 Sedangkan petani sampel yang tingkat kosmopolitannya tinggi terdapat 2 (9,09%) yang bersikap positif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan tingkat kosmopolitan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = dan t hitung = 2,937 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung > t tabel. Hal ini berarti H 1 diterima dan H 0 ditolak, artinya ada hubungan tingkat kosmopolitan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Hal ini menunjukkan bahwa kemauan petani untuk mengetahui informasi dari berbagai media (surat kabar, majalah, radio, TV) dan seringnya melakukan perjalanan keluar daerah baik dalam hubungannya dengan pengelolaan usahatani ataupun tidak akan sangat mempengaruhi petani dalam menerapkan teknologi baru Hubungan Luas Lahan Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Seperti yang kita ketahui bersama luas lahan yang digunakan petani mempunyai hubungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi, demikian halnya pada daerah penelitian. Untuk lebih jelas mengetahui hubungan luas lahan petani cabai dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi, dapat dilihat pada Tabel 17 berikut: Tabel 17. Hubungan Luas Lahan Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Sikap Petani Cabai No Luas Lahan Total Positif Negatif 1 < 0,5 Ha 12 (54,54%) 9 (40,91%) 21 (95,45%)
32 2 0,5 Ha 1 (4,55%) 0 1 (4,55%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d) Berdasarkan Tabel 17. menunjukkan bahwa pada kelompok luas lahan, < 5Ha, terdapat12 (54,54%) orang bersikap positif dan terdapat9 (40,91%) orang yang bersikap negatif. Pada kelompok luas lahan 0,5 Ha, hanya terdapat 1 (4,55%) yang bersikap positif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan luas lahan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs =0,121 dan t hitung = 0,545 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan luas lahan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Maka Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara luas lahan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah ditolak. Dari Tabel 17. menunjukkan bahwa petani sampel lebih dominan memiliki luas lahan < 0,5 Ha dengan rata-rata luas lahan 0,23 Ha (Lampiran 1). Sehingga petani lebih lambat menerima inovasi baru dibandingkan petani yamg memiliki luas lahan yang lebih luas ( 0,5Ha). Sama halnya dengan pernyataan (Ginting.M,2002) yang menyatakan Petani yang memiliki lahan luas lebih mudah untuk menerima inovasi baru karena keefisienan penggunaan sarana produksi. Selain itu hal ini juga disebabkan karena dengan menanam berbagai macam tanaman dalam satu areal, konsekuensinya adalah produktivitas masingmasing tanaman tidak akan maksimal tentunya.
33 Hubungan Jumlah Tanggungan Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam penentuan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi. Untuk lebih jelasnya hubungan ini dapat dilihat pada Tabel 18. berikut: Tabel 18. Hubungan Jumlah Tanggungan Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Jumlah Tanggungan Sikap Petani Cabai Positif Negatif Total (45,46%) 3 (13,63%) 13 (59,09%) (13,63%) 6 (27,28%) 9 (40,91%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d) Berdasarkan Tabel 18. menunjukan bahwa pada kelompok jumlah tanggungan 0-3 jiwa, terdapat10 (45,46%) orang yang bersikap positif dan terdapat 3 (13,63%) orang yang bersikap negatif. Pada kelompok jumlah tanggungan 4-7 jiwa, terdapat 3 (13,63%) orang yang bersikap positif dan terdapat 6 (27,28%) orang yang bersikap negatif. Untuk melihat erat tidaknya hubungan jumlah tanggungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = -0,346 dan t hitung = 1,649 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan jumlah tanggungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Maka Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah ditolak. Hal ini disebabkan karena petani yang memiliki jumlah tanggungan banyak
34 maupun yang sedikit belum termotivasi untuk melakukan teknologi pembuatan bokashi Hubungan Total Pendapatan Usahatani Cabai Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi Petani yang memiliki tingkat pendapatan usahataninya tinggi akan berusaha lagi mencari informasi dan melakukan inovasi baru agar produksi usahataninya lebih meningkat. Dan petani yang pendapatan usahataninya rendah akan lebih sulit dalam menerapkan inovasi baru. Tingkat pendapatan petani dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : Pendapatan Rendah : Rp Pendapatan Sedang : Rp Pendapatan Tinggi :Rp Untuk mengetahui hubungan antara total pendapatan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat dilihat pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. Hubungan Total Pendapatan Usahatani Cabai Permusim Tanam dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi No Total Pendapatan Sikap Petani Cabai Positif Negatif Total 1 Rp (27,27%) 3 (13,64%) 9 (40.90%) 2 Rp (9,09%) 3 (13,64%) 5 (22,73%) 3 Rp (22,73%) 3 (13,64%) 8 (36,37%) Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d) Untuk melihat erat tidaknya hubungan total pendapatan dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = dan t hitung =0.609 serta t tabel = Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0
35 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan total pendapatan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi. Maka Hipotesis 4 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara total pendapatan dengan sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah ditolak.
36 5.5. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah Penggunaan Pupuk Bokashi. Dalam penelitian ini ada hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Gambaran hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi, dapat dilihat pada Tabel 20 berikut: Tabel 20. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah Penggunaan Pupuk Bokashi. Karakteristik Range Rata-rata rs t-hitung t-tabel Umur tahun 42,5-0, ,725 Pengalaman 2-15 tahun 5,6-0,069 0,309 1,725 Bertani Tingkat 9-16 tahun 12 0,085 0,381 1,725 Pendidikan Jumlah 1-7 orang 4-0,100 0,449 1,725 Tanggungan Total Pendapatan Rp Rp. 0,052 0,232 1, Luas lahan 0,08-0,6 Ha 0,22 0,277 1,289 1,725 Pupuk Bokashi sak 113, (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 17) Dari Tabel 20. dapat dilihat jumlah terendah untuk pupuk bokashi yang digunakan adalah 10 sak dan jumlah tertinggi pupuk bokashi yang digunakan adalah 500 sak dengan rata-rata jumlah penggunaan pupuk bokashi yaitu 113,4 sak. Sedangkan range umur petani adalah tahun, umur terendah 26 tahun dan yang tertinggi 65 tahun dengan rat-rata 42,5 tahun. Untuk melihat hubungan umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = -0,101, dan nilai thitung = 0,454 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak,
37 artinya tidak ada hubungan umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Dalam penelitian pengalaman bertani atau lamanya bertani cabai memiliki hubungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Gambaran hubungan antara pengalaman bertani cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi dapat dilihat pada Tabel 20. Untuk melihat hubungan pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = -0,069, dan nilai thitung = 0,309 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya. Untuk melihat hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = 0,085, dan nilai thitung = 0,381 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa
38 ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Seperti yang kita ketahui bersama luas lahan yang digunakan petani mempunyai hubungan terhadap penggunaan pupuk bokashi, demikian halnya pada daerah penelitian. Untuk melihat erat tidaknya hubungan luas lahan cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,277 dan t hitung =1,289 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan luas lahan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara luas lahan cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam penentuan penggunaan pupuk bokashi. Untuk melihat erat tidaknya hubungan jumlah tanggungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = -0,100 dan t hitung = 0,449 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti H 0 diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan jumlah tanggungan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Kondisi ekonomi petani yang lemah atau tidak memadai pada umunya dilihat dari tinggi rendahnya pendapatan seorang petani, yang dapat memperlihatkan sukses tidaknya usahataninya. Untuk melihat erat tidaknya
39 hubungan total pendapatan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,052 dan t hitung = serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel. Hal ini berarti diterima H 0 dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan total pendapatan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara total pendapatan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Dari Tabel 20, dapat diketahui bahwa tidak ada faktor sosial ekonomi yang berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi atau dengan kata lain faktor sosial ekonomi tidak berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi. Meskipum mereka telah mengadopsi teknologi pembuatan bokashi, dan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah positif tetapi data tersebut menunjukkan bahwa petani sampel masih sedikit menggunakan pupuk bokashi dalam usahatani cabainya dibandingkan pupuk kimia. Hal ini disebabkan karena, dampak pupuk bokashi terhadap tanaman lebih lambat dibanding pupuk kimia. Setelah pupuk bokashi ditaburkan pada tanaman, masih menunggu beberapa lama sampai bakteri dan virus yang ada di dalam tanah mati. Selain itu tanaman cabai yang sangat rentan terkena penyakit mendorong petani untuk lebih cepat melakukan pencegahan. Sehingga petani lebih dominan mengunakan pupuk kimia dalam usahataninya.
III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaanya berusaha menghindarkan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan
18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang menggambarkan, mendeskripsikan dan memaparkan fakta-fakta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun terakhir ini menjadi meningkat. Keadaan ini disebabkan karena semakin dirasakanya dampak negatif
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI
Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan diri dalam meneliti
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1. Pernyataan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh
LAMPIRAN Lampiran 1. Pernyataan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh 1. Menyelenggarakan kunjungan kepada kelompok tani A : 2 kali kunjungan per kelompok tani dalam sebulan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,
III. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Kecamatan Sayegan berada pada
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea
TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Keadaan topografi dan letak wilayah Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang terdapat di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.
43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian secara purposive di kecamatan Medan Labuhan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data sekunder daerah tersebut merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Pada tanggal 7 Mei 999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok diubah fungsinya menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dan dikelola oleh pemerintah
Lebih terperinciGambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten
47 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak pada 140 0 42 0-105 0 8 0 BT dan
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN A.
34 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Menurut Sugiyono (2012) Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Jenis penelitian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
Lebih terperinciBAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI
BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Desa Mekarjaya merupakan salah satu dari 13 (tiga belas desa) yang berada di Kecamatan Bungbulang. Kecamatan Bungbulang merupakan salah satu
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung
Lebih terperinciBAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Syarat Rumah Sehat secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini peneliti akan menyajikan hasil dan pembahasan dari pengumpulan data lembar isian dengan judul Pengetahuan Masyarakat Tentang Syarat Rumah Sehat secara
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani
III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani karet dengan perilaku menabung
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas
Lebih terperinciMOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak
MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Indah Listiana *) Abstrak Penelitian ini dilakukan pada petani padi yang menggunakan benih padi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kesadaran masyarakat dalam membayar PBB di Desa Kadirejo.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini akan menjawab masalah penelitian pada Bab
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian Desa Candi merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan produksi jagung terutama jagung pipilan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kota Metro merupakan ibukota Kecamatan Metro Pusat. Kota Metro
61 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Metro Kota Metro merupakan ibukota Kecamatan Metro Pusat. Kota Metro termasuk bagian dari Provinsi Lampung, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung
Lebih terperinciSIKAP NELAYAN TERHADAP PROGRAM UNGGULAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN DELI SERDANG
SIKAP NELAYAN TERHADAP PROGRAM UNGGULAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN DELI SERDANG (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang) Rofiqoh Ahmad 1), Yusak Maryunianta
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kualitas Jasa Terhadap Loyalitas Pelanggan Logistik Pada
84 BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kualitas Jasa Terhadap Loyalitas Pelanggan Logistik Pada Kantor Pos Besar Bandung 40000 Dalam penelitian ini penulis menyebarkan 80 lembar kuisioner
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan
84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari
54 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Pugung 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah 18.540,56 Ha yang terdiri dari 27 pekon/desa, 1.897 Ha
Lebih terperinciBAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA
BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah
Lebih terperinciSartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas
KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA REFERENSI DAERAH (HRD) JAGUNG SUMATERA UTARA DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA JUAL DAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN DAIRI (Studi Kasus: Desa Lau Mil Kecamatan Tigalingga Kabupaten
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan formal, Pendidikan nonformal, Luas usahatani, Pengalaman usahatani, Lama bermitra, Status
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. adalah metode deskriptif analisis. Metode deskripsi yaitu suatu penelitian yang
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian merupakan suatu cara yang harus ditempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Lebih terperinciBAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA
59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi
45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak geografis Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis dapat dilihat pada tabel berikut:
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI
V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian
5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.
BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi
Lebih terperinciEvaluasi petani terhadap program siaran pedesaan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai sumber informasi pertanian di kota Surakarta
Evaluasi petani terhadap program siaran pedesaan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai sumber informasi pertanian di kota Surakarta Disusun Oleh : Eliya Saidah H0402035 III. METODE PENELITIAN A. Metode
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. menyebar kuisioner terhadap RTS-PM. Jenis data yang diperlukan dari. a. Data tentang ketepatan sasaran penerima beras RASKIN.
III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data diperoleh dari penelitian lapangan melalui wawancara langsung terhadap petugas Kelurahan Sukabumi Indah mengenai Pendistribusian RASKIN
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk
35 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang selanjutnya akan dianalisis dan di uji sesuai dengan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian
60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS
V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian didesain sebagai suatu penelitian deskriptif korelasional. Singarimbun dan Effendi (2006) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang penulis berhasil dikumpulkan kemudian akan diolah dengan metode regresi linier berganda untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu persepsi kualitas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan
III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Tujuan dari teknik deskriptif analisis adalah membuat gambaran secara sistematik, faktual dan akurat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Desa Margosari Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Desa Margosari dibuka pada tahun 1953 berdasarkan
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. A. DESKRIPSI SUBJEK, OBJEK, DAN LOKASI PENELITIAN 1. Subjek Penelitian
BAB III PENYAJIAN DATA A. DESKRIPSI SUBJEK, OBJEK, DAN LOKASI PENELITIAN 1. Subjek Penelitian Subyek penelitian ini adalah responden yang memberikan jawaban melalui angket. Adapun yang menjadi responden
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh dari data primer dan sekunder penelitian. Data primer penelitian ini adalah hasil kuesioner
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang
79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum Daerah penelitian 4.1.1. Keadaan Geografis Desa Munsalo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kuantan Tengah Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau terdiri
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang
BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang 1. Keadaan Fisik a. Letak 62 Kelurahan Proyonangan Utara merupakan kelurahan salah satu desa pesisir di Kabupaten Batang Provinsi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. perekonomian di Desa Gandrungmanis adalah sebagai berikut :
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Data monografi Desa Gandrungmanis (Tahun 2016, Semester 1) menunjukkan keadaan alam, keadaan penduduk, dan keadaan sarana perekonomian di Desa Gandrungmanis adalah sebagai
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana
Lebih terperinciV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena Desa
III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penetuan Daerah Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Individu 6.1.1. Umur BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dan berada pada rentang usia 40 sampai 67 tahun. Sebaran responden hampir
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dalam BAB I yaitu efektif
76 BAB IV ANALISIS DATA Analisis data hasil penelitian dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dalam BAB I yaitu efektif atau tidaknya Bimbingan dan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Letak geografis dan batas administrasi Desa Banjararum merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Lebih terperinciPENGARUH TINGKAT PENERAPAN KONSERVASI TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI SAWI (Brassica Juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU. Mohammad Shoimus Sholeh
1 PENGARUH TINGKAT PENERAPAN KONSERVASI TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI SAWI (Brassica Juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Mohammad Shoimus Sholeh Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah
39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Letak geografis Kabupaten Landak adalah 109 40 48 BT - 110 04 BT dan 00
Lebih terperinci