BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI
|
|
- Hendri Budi Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan kepada para petani di Dusun Muhara. Sehubungan dengan itu, bab ini mengemukakan deskripsi serta hasil uji statistik atas sejumlah hipotesis berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keinovatifan petani dan laju adopsi inovasi SRI yang meliputi: persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI, tipe pengambilan keputusan inovasi SRI, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, promosi oleh agen perubahan dan karakteristik individu petani. Penjelasan lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut disajikan pada sub bab di bawah ini. 7.1 Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukan sebelumnya, dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI kecuali pada tingkat kerumitan-, yakni: produktivitas, tingkat pendapatan (hasil jual biaya produksi), tingkat kompatibilitas, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara enam variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan dua variabel terpengaruh, yakni: tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 20. Adapun data pendukung, berupa persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari semua variabel pengaruh dapat dilihat pada Lampiran 4.
2 Tabel 20. Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Variabel-variabel Persepsi Petani Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) tentang Karakteristik Inovasi SRI Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Produktivitas (X1.1) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pendapatan (X1.2) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kompatibilitas (X2) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kerumitan (X3) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan data pada Lampiran 4, diketahui bahwa mayoritas tingkat keinovativan petani padi SRI di Dusun Muhara tergolong kriteria sedang dan tinggi. Sebagaimana terlihat pada Lampiran 4, persentasenya adalah 43 persen dan 40 persen atau 65 persen lebih tinggi dibanding mereka yang tingkat keinovativannya tergolong rendah. Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa dua dari enam variabel persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI yang berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu produktivitas (X1.1), dan tingkat kemungkinan dicoba (X4). Sedangkan tingkat kerumitan (X3) dan tingkat kemungkinan diamati (X5) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan pada taraf α = 0,10. Hal ini menjelaskan seperti yang terlihat pada Tabel 20 bahwa semakin tinggi produktivitas padi SRI, maka semakin tinggi keinovativannya, begitu juga dengan tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan dicoba dan tingkat kemungkinan diamati 56
3 memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini, merujuk pada Purnaningsih (2006), bahwa tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), karena pada dasarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani terbatas pada pendapatan yang diperoleh secara langsung dari hasil produksi usahatani dikurangi biaya produksi, yang sepenuhnya sangat ditentukan oleh luasan usahatani sawah dan penerapan budidaya inovasi SRI. Sementara itu, tingkat kompatibilitas antara budidaya padi SRI dengan budidaya padi konvensional yang dilakukan oleh petani sebagian besar pada kategori kriteria rendah dan sedang (sebesar 81 persen) sehingga semakin rendah tingkat kompatibilitasnya, maka semakin rendah tingkat keinovativannya. Demikian pula halnya hasil uji korelasi rank Spearman atas hubungan antara enam variabel pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan laju adopsi (Y2), tidak ditemukan bahwa variabel-variabel bebas tersebut tidak ada yang berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2). 7.2 Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel bebas pada tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Tabel 21 menyajikan data berkenaan hubungan antara variabel bebas, yakni tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dengan variabel tidak bebas pada tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dapat dilihat pada Lampiran 4. 57
4 Tabel 21. Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel Tipe PKI SRI Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), hal tersebut menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Hal ini karena yang dominan menjadi pengambilan keputusan inovasi SRI di Dusun Muhara adalah tipe pengambilan keputusan otoritas dengan persentase sebesar 91 persen (Lampiran 4), sehingga menjadi lebih kompleks dibandingkan tipe pengambilan keputusan opsional. 7.3 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara dua variabel pada saluran komunikasi, yakni: tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 22 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel-variabel bebas dan tidak bebas tersebut. Adapun distribusi petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kategori kriteria saluran komunikasi dapat dilihat pada Lampiran 4. 58
5 Tabel 22. Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Saluran Komunikasi Tingkat Keinovativan (Y1) Tingkat Pengenalan Inovasi SRI dari Media Massa (X7) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Partisipasi Petani Mengikuti Penyuluhan Inovasi SRI (X8) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menjelaskan bahwa variabel dari saluran komunikasi dengan tingkat keinovativan (Y1), yaitu: tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan sekitar 0,20, merujuk pada Purnaningsih (2006), hal ini berarti bahwa tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dianggap kurang baik dan tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1), frekuensi pertemuan sebanyak 13 kali sebagian besar memang dilakukan setelah pelatihan, dimana petani tidak terlalu berminat mengikutinya, karena bagi mereka motivasinya memperoleh stimulan, dan itu diberikan pada awal pelatihan, sedangkan tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) tidak berhubungan dengan tingkat keinovativan karena berada pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa berada pada kriteria kategori rendah sebesar 97 persen (Lampiran 4) Adapun dua variabel dari saluran komunikasi, yakni tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) dengan selang kepercayaan secara berturut-turut dengan α = 0,20-0,30 dan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2), 59
6 sedangkan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) mempengaruhi dan signifikan terhadap laju adopsi. 7.4 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabelvariabel pengaruh pada karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) dan tingkat integrasi petani (X10) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara dua variabel bebas pada karakteristik sistem sosial dengan dua variabel pada tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Sistem Sosial Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Ketaatan Petani Berbudidaya Padi Konvensional (X9) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Integrasi Petani (X10) Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,10 yang berarti bahwa variabel tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) ini cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), lain halnya dengan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat integrasi petani (X10) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak 60
7 signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diduga petani lebih memilih menerapkan budidaya padi konvensional dibandingkan dengan inovasi budidaya padi SRI, dengan pertimbangan tidak ingin mengambil resiko apabila menerapkan inovasi SRI dan kemudian gagal, seperti terkena hama dan gagal panen, serta didasari bahwa tingkat integrasi petani dominan berada dikategori rendah dan sedang sebesar 78 persen (Lampiran 4), sehingga tidak bisa diambil kesimpulan bahwa tingkat integrasi berhubungan positif dengan tingkat keinovativan. Adapun dua variabel karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan dengan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30 dan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan laju adopsi pada taraf α = 0,10. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2) sedangkan tingkat integrasi petani (X10) cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap laju adopsi (Y2). Hal ini diduga karena luasan sawah yang dimiliki petani sebagian besar masih menerapkan budidaya padi konvensional sehingga dapat dikatakan sebagian besar petaninya masih bersifat tradisional. 7.5 Hubungan Antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukakan di depan, diduga terdapat hubungan antara dua variabel pada promosi oleh agen perubahan dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun data semua variabel bebas dan tidak bebas tersebut disajikan pada Tabel
8 Tabel 24. Hubungan antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Promosi oleh Agen Perubahan Tingkat Keinovativan (Y1) Tingkat Keragaman Metode Penyuluahan Inovasi SRI (X11) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Frekuensi Kunjungan Penyuluh dan/atau Agen Perubah Lain (X12) Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,10 dan 0,05. Merujuk pada Purnaningsih (2006), variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diperkuat dengan data pada Lampiran 4 bahwa sebagian besar tingkat keragaman metode penyuluhan berada pada kategori sedang dan tinggi sebesar 85 persen. Banyak kegiatan penyuluhan inovasi SRI yang diikuti oleh petani di Dusun Muhara berupa ceramah oleh PPL, demontrasi seleksi benih, demontrasi pembuatan bokashi, pelatihan SRI dan demontrasi plot budidaya SRI. Khusus untuk variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain, hal ini menarik karena meskipun frekuensi kunjungan penyuluh dalam kriteria kategori dominan rendah dan sedang sebesar 78 persen tetapi mempengaruhi tingkat keinovativan petani. Diduga data frekuensi kunjungan penyuluh yang ada di kelompok tani bersifat semu hanya sebatas formalitas saja. Variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,05 dan lebih dari 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), 62
9 hal tersebut berarti variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2) dan variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2). Hal ini dirasa frekuensi kunjungan penyuluh kurang terhadap petani karena seringnya para penyuluh dan/atau agen perubah lain berhubungan ketua kelompok tani dan kontak tani, sehingga para penyuluh dan/atau agen perubah lain kurang kontak dan kurang menyisihkan waktu yang relatif banyak untuk subyek penyuluhannya. 7.6 Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada karakteristik individu petani, yakni: tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pola perilaku komunikasi, tingkat pengalaman berusahatani, tingkat stratum rumahtangga petani, tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 25 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel tersebut, distribusi petani pembudidaya padi SRI menurut kategori kriteria dari variabel karakteristik individu petani dapat dilihat pada Lampiran 4. 63
10 Tabel 25. Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Individu Petani Tingkat Pendidikan Formal (X13) Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pendidikan Non Formal (X14) Rendah Sedang Tinggi Pola Perilaku Komunikasi (X15) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pengalaman Berusahatani (X16) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Stratum Rumahtangga Petani (X17) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kebutuhan Petani terhadap Inovasi SRI (X18) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5), satu dari enam variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu: tingkat pendidikan non formal (X14), diduga karena faktanya menunjukkan bahwa kecuali mengikuti pelatihan budidaya SRI, hampir semua petani tidak pernah mengikuti pelatihan lainnya yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas usahatani mereka, sementara itu kebutuhan petani akan inovasi SRI lebih banyak karena motivasi 64
11 mendapat stimulan. Sedangkan lima variabel karakteristik individu petani lainnya, yaitu: tingkat pendidikan (X13), pola perilaku komunikasi (X15), tingkat pengalaman berusahatani (X16), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat pendidikan non formal ini sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan, sedangkan lima variabel lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan. Hal inipun karena mayoritas petani adopter SRI tergolong kategori rendah dalam hal tingkat pengalaman berusahatani (X16) dan tingkat stratum rumahtangga petani (X17) berturut-turut sebesar 50 persen dan 74 persen, sementara itu pada dua variabel lainnya, yaitu: tingkat pendidikan formal (X13) dan pola perilaku komunikasi (X15) menunjukkan kriteria sedang, berturut-turut sebesar 84 persen dan 60 persen, sedangkan untuk variabel tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) mayoritas tergolong tinggi sebesar 63 persen. Meskipun tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI mayoritas tergolong tinggi, tetapi berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) ketika hama menyerang sawah petani pada musim tanam ketujuh, untuk menanggulangi hama tersebut petani kembali menggunakan pestisida kimia. Adapun variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α = 0,05 yaitu: pola perilaku komunikasi (X15), pada taraf α = 0,10, yaitu: tingkat pengalaman berusahatani (X16), sedangkan variabel-variabel karakteristik individu lainnya yakni: tingkat pendidikan formal (X13), tingkat pendidikan non formal (X14), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Merujuk pada Purnaningsih (2006), pola perilaku komunikasi (X15) dan tingkat pengalaman berusahatani (X16) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2), hal ini diduga berhubungan dengan pola komunikasi petani adopter SRI yang cenderung lebih kosmopolit, antara lain tercermin komunikasi mereka dengan sumber inovasi SRI, yakni sekitar 72 persen berkomunikasi dengan ketua kelompoktani, 44 persen dengan PPL, dan sekitar 78 persen dengan rekan sekelompoktani dan dalam tingkat pengalaman berusahatani cenderung relatif 65
12 heterogen dan terdistribusi normal. Sedangkan variabel-variabel karakteristik individu petani lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2). 7.7 Permasalahan dalam Penyelenggaraan Program Inovasi SRI di Dusun Muhara Berkenaan dengan budidaya tanam padi SRI, secara umum para petani menganggap bahwa sejumlah komponen teknologi yang diintroduksikan dalam inovasi SRI sesuai dengan pengalaman dalam sistem budidaya padi konvensional, khususnya dalam hal: varietas unggul, benih bermutu, pengolahan lahan, penyiangan, dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). namun demikian, terdapat sejumlah komponen yang petani pandang berbeda dengan sistem konvensional, yaitu penggunaan benih 5 kg/ha, perendaman dan pengeringan benih selama jam, umur pembibitan 7-15 hari, cara tanam bibit tunggal dan dangkal dengan posisi akar membentuk huruf L, pengairan macakmacak, penggunaan pupuk organik (bokashi). Penggunaan pupuk organik dianggap agak menyulitkan karena mereka tidak terbiasa memanfaatkan kotoran ternak yang ada, serta adanya kesulitan dalam memperoleh limbah ternak untuk bahan pembuatan pupuk organik. Selain kekurangan limbah ternak sebagai bahan pembuatan pupuk organik di tingkat kelompok tani, pemasaran beras/gabah organik merupakan masalah yang harus diatasi. Selama ini, umumnya petani SRI menjual hasil panen kepada para pedagang lokal dengan harga yang belum memadai, walaupun masih terdapat perbedaan harga dengan gabah/beras biasa, namun harga jual padi organik dirasakan oleh para petani belum menguntungkan karena belum memberikan nilai tambah yang diharapkan. 66
Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi
Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompatibilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba kemungkinan Diamati
Lebih terperinciBAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA
BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat keinovativan dan laju
Lebih terperincidari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4.
66 BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PTT SERTA INPUT PROGRAM DENGAN KELUARAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Sebagaimana
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.Perbandingan Inovasi Budidaya Padi Metode SRI dan Budidaya Padi Konvensional Terdapat sejumlah perbedaan kegiatan dan/atau komponen budidaya padi menurut inovasi SRI dengan
Lebih terperinciBAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA
59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51
Lebih terperinciVI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap
VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.
Lebih terperinciTINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (Studi Kasus Pada Kelompoktani Angsana Mekar Desa Cibahayu Kecamatan Kadipaten Kabupaten ) Oleh: Laras Waras Sungkawa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea
TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap
Lebih terperinciVI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN
VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta
TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...
Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau
Lebih terperinciMETODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini
Lebih terperincisosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.
85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis
TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciINTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER. Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN
INTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN PENDAHULUAN Kelompok tani merupakan ujung tombak pembangunan
Lebih terperinci5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida
5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian
5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian
Lebih terperinciMOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak
MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Indah Listiana *) Abstrak Penelitian ini dilakukan pada petani padi yang menggunakan benih padi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya
TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan
47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran Definisi opersional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,
III. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Kecamatan Sayegan berada pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mereka berniat meningkatkan produksi padi semaksimal mungkin menuju
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, mata pencaharian mereka adalah usaha pertanian. Umumnya mereka berniat meningkatkan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak
Lebih terperinciLampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali
L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas
Lebih terperinciBAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK
68 BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 9.1 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Program Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi
TINJAUAN PUSTAKA Padi Sebagai Bahan Makanan Pokok Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian
Lebih terperinciBAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER
46 BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA Eddy Makruf, Yulie Oktavia, Wawan Eka Putra, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,
Lebih terperinciOleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK
TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi
Lebih terperinciDiarsi Eka Yani. ABSTRAK
KETERKAITAN PERSEPSI ANGGOTA KELOMPOK TANI DENGAN PERAN KELOMPOK TANI DALAM PEROLEHAN KREDIT USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok) Diarsi Eka Yani
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan
Lebih terperinciHUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)
HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) (Suatu Kasus di Desa Wanareja Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Oleh: Eni Edniyanti
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperinciMochamad Januar dan Sumardjo. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat) Mochamad Januar dan Sumardjo Departemen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan
Lebih terperinciBAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA
BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas
Lebih terperinciPOLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT
POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padi Sawah Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman semusim yang sangat bermanfaat di Indonesia karena menjadi bahan makanan pokok. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah mulai
Lebih terperinciGambar 10. Sebaran Usia Petani Responden
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Profil Responden Karakteristik petani dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, statuss pernikahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan diluar usahatani,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi
41 METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Pemilihan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan
Lebih terperinciBAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU
BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU Kegiatan SL-PTT di Gapoktan Sawargi telah berlangsung selama empat kali. SL-PTT yang dilaksanakan adalah SL-PTT padi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
Lebih terperinciBAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI
48 BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI 7.1 Karakteristik Internal Petani Karakteristik internal petani adalah faktor yang datang dari dalam diri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen
Lebih terperinciV. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG
45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan
Lebih terperinciVI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN
VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa
31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel
26 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi petani terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut rancangan
Lebih terperinciLampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur
LAMPIRAN 89 90 Lampiran. Pengukuran Variabel Tabel. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur Indikator Kriteria. Umur 5-40 tahun 4-55 tahun >55. Pendidikan formal > 8 tahun -7 tahun
Lebih terperinciMODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI
MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar
Lebih terperinciBAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI
BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran
Lebih terperinciPERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG
Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL
VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang
III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI
62 BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 8.1 Hubungan Partisipasi dengan Sikap Petani terhadap Sistem Pertanian Organik Sikap seringkali mempengaruhi tingkah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh
Lebih terperinciBunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119
1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan
Lebih terperinciAndi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:
PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia Perkembangan pertanian organik diawali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi
45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
. PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI 5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki
Lebih terperinciPERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN
Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas
Lebih terperinciModel Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija
Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)
Lebih terperinciVI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan
Lebih terperinciVII ANALISIS PENDAPATAN
VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk
35 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang selanjutnya akan dianalisis dan di uji sesuai dengan
Lebih terperinci