BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI"

Transkripsi

1 BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan kepada para petani di Dusun Muhara. Sehubungan dengan itu, bab ini mengemukakan deskripsi serta hasil uji statistik atas sejumlah hipotesis berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keinovatifan petani dan laju adopsi inovasi SRI yang meliputi: persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI, tipe pengambilan keputusan inovasi SRI, saluran komunikasi, karakteristik sistem sosial, promosi oleh agen perubahan dan karakteristik individu petani. Penjelasan lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut disajikan pada sub bab di bawah ini. 7.1 Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukan sebelumnya, dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI kecuali pada tingkat kerumitan-, yakni: produktivitas, tingkat pendapatan (hasil jual biaya produksi), tingkat kompatibilitas, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara enam variabel pengaruh pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan dua variabel terpengaruh, yakni: tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 20. Adapun data pendukung, berupa persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari semua variabel pengaruh dapat dilihat pada Lampiran 4.

2 Tabel 20. Hubungan antara Persepsi Petani tentang Karakteristik Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan Petani dan Tingkat Laju Adopsi Variabel-variabel Persepsi Petani Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) tentang Karakteristik Inovasi SRI Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Produktivitas (X1.1) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pendapatan (X1.2) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kompatibilitas (X2) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kerumitan (X3) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kemungkinan Dicoba (X4) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kemungkinan Diamati (X5) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan data pada Lampiran 4, diketahui bahwa mayoritas tingkat keinovativan petani padi SRI di Dusun Muhara tergolong kriteria sedang dan tinggi. Sebagaimana terlihat pada Lampiran 4, persentasenya adalah 43 persen dan 40 persen atau 65 persen lebih tinggi dibanding mereka yang tingkat keinovativannya tergolong rendah. Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa dua dari enam variabel persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI yang berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu produktivitas (X1.1), dan tingkat kemungkinan dicoba (X4). Sedangkan tingkat kerumitan (X3) dan tingkat kemungkinan diamati (X5) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan pada taraf α = 0,10. Hal ini menjelaskan seperti yang terlihat pada Tabel 20 bahwa semakin tinggi produktivitas padi SRI, maka semakin tinggi keinovativannya, begitu juga dengan tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan dicoba dan tingkat kemungkinan diamati 56

3 memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini, merujuk pada Purnaningsih (2006), bahwa tingkat pendapatan (X1.2) dan tingkat kompatibilitas (X2) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), karena pada dasarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani terbatas pada pendapatan yang diperoleh secara langsung dari hasil produksi usahatani dikurangi biaya produksi, yang sepenuhnya sangat ditentukan oleh luasan usahatani sawah dan penerapan budidaya inovasi SRI. Sementara itu, tingkat kompatibilitas antara budidaya padi SRI dengan budidaya padi konvensional yang dilakukan oleh petani sebagian besar pada kategori kriteria rendah dan sedang (sebesar 81 persen) sehingga semakin rendah tingkat kompatibilitasnya, maka semakin rendah tingkat keinovativannya. Demikian pula halnya hasil uji korelasi rank Spearman atas hubungan antara enam variabel pada persepsi petani tentang karakteristik inovasi SRI dengan laju adopsi (Y2), tidak ditemukan bahwa variabel-variabel bebas tersebut tidak ada yang berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2). 7.2 Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel bebas pada tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Tabel 21 menyajikan data berkenaan hubungan antara variabel bebas, yakni tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dengan variabel tidak bebas pada tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun persentase petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kriteria dari tipe pengambilan keputusan inovasi SRI dapat dilihat pada Lampiran 4. 57

4 Tabel 21. Hubungan antara Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi SRI dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel Tipe PKI SRI Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), hal tersebut menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan inovasi SRI (X6) sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1) dan laju adopsi (Y2). Hal ini karena yang dominan menjadi pengambilan keputusan inovasi SRI di Dusun Muhara adalah tipe pengambilan keputusan otoritas dengan persentase sebesar 91 persen (Lampiran 4), sehingga menjadi lebih kompleks dibandingkan tipe pengambilan keputusan opsional. 7.3 Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara dua variabel pada saluran komunikasi, yakni: tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 22 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel-variabel bebas dan tidak bebas tersebut. Adapun distribusi petani pembudidaya inovasi padi SRI menurut kategori kriteria saluran komunikasi dapat dilihat pada Lampiran 4. 58

5 Tabel 22. Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Saluran Komunikasi Tingkat Keinovativan (Y1) Tingkat Pengenalan Inovasi SRI dari Media Massa (X7) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Partisipasi Petani Mengikuti Penyuluhan Inovasi SRI (X8) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) menjelaskan bahwa variabel dari saluran komunikasi dengan tingkat keinovativan (Y1), yaitu: tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan sekitar 0,20, merujuk pada Purnaningsih (2006), hal ini berarti bahwa tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) dianggap kurang baik dan tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1), frekuensi pertemuan sebanyak 13 kali sebagian besar memang dilakukan setelah pelatihan, dimana petani tidak terlalu berminat mengikutinya, karena bagi mereka motivasinya memperoleh stimulan, dan itu diberikan pada awal pelatihan, sedangkan tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) tidak berhubungan dengan tingkat keinovativan karena berada pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa berada pada kriteria kategori rendah sebesar 97 persen (Lampiran 4) Adapun dua variabel dari saluran komunikasi, yakni tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) dan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) dengan selang kepercayaan secara berturut-turut dengan α = 0,20-0,30 dan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengenalan inovasi SRI dari media massa (X7) kurang baik mempengaruhi dan tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2), 59

6 sedangkan tingkat partisipasi petani mengikuti penyuluhan inovasi SRI (X8) mempengaruhi dan signifikan terhadap laju adopsi. 7.4 Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Dalam penelitian ini diduga terdapat hubungan positif antara variabelvariabel pengaruh pada karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) dan tingkat integrasi petani (X10) dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Data berkenaan hubungan antara dua variabel bebas pada karakteristik sistem sosial dengan dua variabel pada tingkat keinovativan dan laju adopsi disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Hubungan antara Karakteristik Sistem Sosial dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Sistem Sosial Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Ketaatan Petani Berbudidaya Padi Konvensional (X9) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Integrasi Petani (X10) Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman pada Lampiran 5 menjelaskan bahwa tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,10 yang berarti bahwa variabel tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) ini cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1), lain halnya dengan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan tingkat keinovativan (Y1) pada selang kepercayaan lebih dari 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat integrasi petani (X10) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak 60

7 signifikan terhadap tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diduga petani lebih memilih menerapkan budidaya padi konvensional dibandingkan dengan inovasi budidaya padi SRI, dengan pertimbangan tidak ingin mengambil resiko apabila menerapkan inovasi SRI dan kemudian gagal, seperti terkena hama dan gagal panen, serta didasari bahwa tingkat integrasi petani dominan berada dikategori rendah dan sedang sebesar 78 persen (Lampiran 4), sehingga tidak bisa diambil kesimpulan bahwa tingkat integrasi berhubungan positif dengan tingkat keinovativan. Adapun dua variabel karakteristik sistem sosial, yakni: tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) berhubungan dengan laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30 dan tingkat integrasi petani (X10) berhubungan dengan laju adopsi pada taraf α = 0,10. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat ketaatan petani berbudidaya padi konvensional (X9) tidak baik mempengaruhi dan sangat tidak signifikan terhadap laju adopsi (Y2) sedangkan tingkat integrasi petani (X10) cukup mempengaruhi dan cukup signifikan terhadap laju adopsi (Y2). Hal ini diduga karena luasan sawah yang dimiliki petani sebagian besar masih menerapkan budidaya padi konvensional sehingga dapat dikatakan sebagian besar petaninya masih bersifat tradisional. 7.5 Hubungan Antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Sebagaimana dikemukakan di depan, diduga terdapat hubungan antara dua variabel pada promosi oleh agen perubahan dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Adapun data semua variabel bebas dan tidak bebas tersebut disajikan pada Tabel

8 Tabel 24. Hubungan antara Promosi Oleh Agen Perubahan dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Promosi oleh Agen Perubahan Tingkat Keinovativan (Y1) Tingkat Keragaman Metode Penyuluahan Inovasi SRI (X11) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Frekuensi Kunjungan Penyuluh dan/atau Agen Perubah Lain (X12) Rendah Sedang Tinggi Hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan tingkat keinovativan (Y1) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,10 dan 0,05. Merujuk pada Purnaningsih (2006), variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan (Y1). Hal ini diperkuat dengan data pada Lampiran 4 bahwa sebagian besar tingkat keragaman metode penyuluhan berada pada kategori sedang dan tinggi sebesar 85 persen. Banyak kegiatan penyuluhan inovasi SRI yang diikuti oleh petani di Dusun Muhara berupa ceramah oleh PPL, demontrasi seleksi benih, demontrasi pembuatan bokashi, pelatihan SRI dan demontrasi plot budidaya SRI. Khusus untuk variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain, hal ini menarik karena meskipun frekuensi kunjungan penyuluh dalam kriteria kategori dominan rendah dan sedang sebesar 78 persen tetapi mempengaruhi tingkat keinovativan petani. Diduga data frekuensi kunjungan penyuluh yang ada di kelompok tani bersifat semu hanya sebatas formalitas saja. Variabel-variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) dan frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain (X12) berhubungan nyata dengan laju adopsi (Y2) berturut-turut pada selang kepercayaan 0,05 dan lebih dari 0,30. Dengan merujuk pada Purnaningsih (2006), 62

9 hal tersebut berarti variabel tingkat keragaman metode penyuluhan inovasi SRI (X11) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2) dan variabel frekuensi kunjungan penyuluh dan/atau agen perubah lain sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2). Hal ini dirasa frekuensi kunjungan penyuluh kurang terhadap petani karena seringnya para penyuluh dan/atau agen perubah lain berhubungan ketua kelompok tani dan kontak tani, sehingga para penyuluh dan/atau agen perubah lain kurang kontak dan kurang menyisihkan waktu yang relatif banyak untuk subyek penyuluhannya. 7.6 Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi Diduga terdapat hubungan positif antara variabel-variabel pengaruh pada karakteristik individu petani, yakni: tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pola perilaku komunikasi, tingkat pengalaman berusahatani, tingkat stratum rumahtangga petani, tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI dengan tingkat keinovativan dan laju adopsi. Tabel 25 memperlihatkan data berkenaan hubungan antar variabel tersebut, distribusi petani pembudidaya padi SRI menurut kategori kriteria dari variabel karakteristik individu petani dapat dilihat pada Lampiran 4. 63

10 Tabel 25. Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Tingkat Keinovativan dan Tingkat Laju Adopsi di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam persen) Variabel-variabel Karakteristik Individu Petani Tingkat Pendidikan Formal (X13) Tingkat Keinovativan (Y1) Laju Adopsi (Y2) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pendidikan Non Formal (X14) Rendah Sedang Tinggi Pola Perilaku Komunikasi (X15) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pengalaman Berusahatani (X16) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Stratum Rumahtangga Petani (X17) Rendah Sedang Tinggi Tingkat Kebutuhan Petani terhadap Inovasi SRI (X18) Rendah Sedang Tinggi Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5), satu dari enam variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α = 0,05, yaitu: tingkat pendidikan non formal (X14), diduga karena faktanya menunjukkan bahwa kecuali mengikuti pelatihan budidaya SRI, hampir semua petani tidak pernah mengikuti pelatihan lainnya yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas usahatani mereka, sementara itu kebutuhan petani akan inovasi SRI lebih banyak karena motivasi 64

11 mendapat stimulan. Sedangkan lima variabel karakteristik individu petani lainnya, yaitu: tingkat pendidikan (X13), pola perilaku komunikasi (X15), tingkat pengalaman berusahatani (X16), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap tingkat keinovativan (Y1) pada taraf α > 0,30. Dengan merujuk Purnaningsih (2006), tingkat pendidikan non formal ini sangat signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan, sedangkan lima variabel lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi tingkat keinovativan. Hal inipun karena mayoritas petani adopter SRI tergolong kategori rendah dalam hal tingkat pengalaman berusahatani (X16) dan tingkat stratum rumahtangga petani (X17) berturut-turut sebesar 50 persen dan 74 persen, sementara itu pada dua variabel lainnya, yaitu: tingkat pendidikan formal (X13) dan pola perilaku komunikasi (X15) menunjukkan kriteria sedang, berturut-turut sebesar 84 persen dan 60 persen, sedangkan untuk variabel tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) mayoritas tergolong tinggi sebesar 63 persen. Meskipun tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI mayoritas tergolong tinggi, tetapi berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) ketika hama menyerang sawah petani pada musim tanam ketujuh, untuk menanggulangi hama tersebut petani kembali menggunakan pestisida kimia. Adapun variabel-variabel karakteristik individu petani yang berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α = 0,05 yaitu: pola perilaku komunikasi (X15), pada taraf α = 0,10, yaitu: tingkat pengalaman berusahatani (X16), sedangkan variabel-variabel karakteristik individu lainnya yakni: tingkat pendidikan formal (X13), tingkat pendidikan non formal (X14), tingkat stratum rumahtangga petani (X17) dan tingkat kebutuhan petani terhadap inovasi SRI (X18) berhubungan nyata terhadap laju adopsi (Y2) pada taraf α > 0,30. Merujuk pada Purnaningsih (2006), pola perilaku komunikasi (X15) dan tingkat pengalaman berusahatani (X16) sangat signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2), hal ini diduga berhubungan dengan pola komunikasi petani adopter SRI yang cenderung lebih kosmopolit, antara lain tercermin komunikasi mereka dengan sumber inovasi SRI, yakni sekitar 72 persen berkomunikasi dengan ketua kelompoktani, 44 persen dengan PPL, dan sekitar 78 persen dengan rekan sekelompoktani dan dalam tingkat pengalaman berusahatani cenderung relatif 65

12 heterogen dan terdistribusi normal. Sedangkan variabel-variabel karakteristik individu petani lainnya sangat tidak signifikan mempengaruhi laju adopsi (Y2). 7.7 Permasalahan dalam Penyelenggaraan Program Inovasi SRI di Dusun Muhara Berkenaan dengan budidaya tanam padi SRI, secara umum para petani menganggap bahwa sejumlah komponen teknologi yang diintroduksikan dalam inovasi SRI sesuai dengan pengalaman dalam sistem budidaya padi konvensional, khususnya dalam hal: varietas unggul, benih bermutu, pengolahan lahan, penyiangan, dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). namun demikian, terdapat sejumlah komponen yang petani pandang berbeda dengan sistem konvensional, yaitu penggunaan benih 5 kg/ha, perendaman dan pengeringan benih selama jam, umur pembibitan 7-15 hari, cara tanam bibit tunggal dan dangkal dengan posisi akar membentuk huruf L, pengairan macakmacak, penggunaan pupuk organik (bokashi). Penggunaan pupuk organik dianggap agak menyulitkan karena mereka tidak terbiasa memanfaatkan kotoran ternak yang ada, serta adanya kesulitan dalam memperoleh limbah ternak untuk bahan pembuatan pupuk organik. Selain kekurangan limbah ternak sebagai bahan pembuatan pupuk organik di tingkat kelompok tani, pemasaran beras/gabah organik merupakan masalah yang harus diatasi. Selama ini, umumnya petani SRI menjual hasil panen kepada para pedagang lokal dengan harga yang belum memadai, walaupun masih terdapat perbedaan harga dengan gabah/beras biasa, namun harga jual padi organik dirasakan oleh para petani belum menguntungkan karena belum memberikan nilai tambah yang diharapkan. 66

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi

Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Lampiran 1. Gambar Paradigma Laju Adopsi Inovasi Variabel-variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh I. KARAKTERISTIK INOVASI Keuntungan Relatif Kompatibilitas Kompleksitas Kemungkinan Dicoba kemungkinan Diamati

Lebih terperinci

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat keinovativan dan laju

Lebih terperinci

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4.

dari semua variabel karakteristik individu dan rumahtangga dapat dilihat pada Lampiran 4. 66 BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PTT SERTA INPUT PROGRAM DENGAN KELUARAN PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.Perbandingan Inovasi Budidaya Padi Metode SRI dan Budidaya Padi Konvensional Terdapat sejumlah perbedaan kegiatan dan/atau komponen budidaya padi menurut inovasi SRI dengan

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) (Studi Kasus Pada Kelompoktani Angsana Mekar Desa Cibahayu Kecamatan Kadipaten Kabupaten ) Oleh: Laras Waras Sungkawa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Difusi Inovasi Sejumlah konsep dan teori mengenai difusi inovasi yang dirujuk dari Rogers dan Shoemaker (1971) dan Rogers (1995) yang dikemukakan dalam subbab ini

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

INTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER. Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN

INTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER. Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN INTERNALISASI MODAL SOSIAL DALAM KELOMPOK TANI GUNA MENINGKATKAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DI KABUPATEN JEMBER Sri Subekti Fak. Pertanian RINGKASAN PENDAHULUAN Kelompok tani merupakan ujung tombak pembangunan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida 5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata penerimaan kotor antar varietas padi terdapat perbedaan, kecuali antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian 5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Indah Listiana *) Abstrak Penelitian ini dilakukan pada petani padi yang menggunakan benih padi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran Definisi opersional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, III. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Kecamatan Sayegan berada pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mereka berniat meningkatkan produksi padi semaksimal mungkin menuju

PENDAHULUAN. mereka berniat meningkatkan produksi padi semaksimal mungkin menuju PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, mata pencaharian mereka adalah usaha pertanian. Umumnya mereka berniat meningkatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK

BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 68 BAB IX FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS DALAM PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK 9.1 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Program Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi

TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi TINJAUAN PUSTAKA Padi Sebagai Bahan Makanan Pokok Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER 46 BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA Eddy Makruf, Yulie Oktavia, Wawan Eka Putra, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi

Lebih terperinci

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK KETERKAITAN PERSEPSI ANGGOTA KELOMPOK TANI DENGAN PERAN KELOMPOK TANI DALAM PEROLEHAN KREDIT USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok) Diarsi Eka Yani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) (Suatu Kasus di Desa Wanareja Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap) Oleh: Eni Edniyanti

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

Mochamad Januar dan Sumardjo. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Mochamad Januar dan Sumardjo. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat) Mochamad Januar dan Sumardjo Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padi Sawah Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman semusim yang sangat bermanfaat di Indonesia karena menjadi bahan makanan pokok. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah mulai

Lebih terperinci

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden

Gambar 10. Sebaran Usia Petani Responden VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Profil Responden Karakteristik petani dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan usia, jenis kelamin, statuss pernikahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan diluar usahatani,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi

METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Data dan Instrumentasi 41 METODE PENELITIAN Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konferensi Bali dan berbagai organisasi dunia, baik lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga pemerintah, sudah mengakui dampak perubahan iklim terhadap berbagai sektor, khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU

BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU BAB VII PELAKSA AA MODEL PEMBERDAYAA PETA I SEKOLAH LAPA GA PE GELOLAA TA AMA TERPADU Kegiatan SL-PTT di Gapoktan Sawargi telah berlangsung selama empat kali. SL-PTT yang dilaksanakan adalah SL-PTT padi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI 48 BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI 7.1 Karakteristik Internal Petani Karakteristik internal petani adalah faktor yang datang dari dalam diri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel 26 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi petani terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut rancangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur LAMPIRAN 89 90 Lampiran. Pengukuran Variabel Tabel. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur Indikator Kriteria. Umur 5-40 tahun 4-55 tahun >55. Pendidikan formal > 8 tahun -7 tahun

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 75 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG Cucu Kodir Jaelani 1 1) Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 62 BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI 8.1 Hubungan Partisipasi dengan Sikap Petani terhadap Sistem Pertanian Organik Sikap seringkali mempengaruhi tingkah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119

Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 1 KAJIAN KEBUTUHAN DAN PELUANG (KKP) PADI Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 Padi merupakan tulang punggung pembangunan subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia Perkembangan pertanian organik diawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan hal penting dalam pembangunan pertanian. Salah satu keberhasilan dalam pembangunan pertanian adalah terpenuhinya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Padi Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan beberapa karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI 5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk 35 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang selanjutnya akan dianalisis dan di uji sesuai dengan

Lebih terperinci