RINGKASAN. Perbandingan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani. Jeruk Pengadopsi dan Bukan Pengadopsi Teknologi Infus Antibiotika di

Transkripsi

1 PERBANDINGAN KARAKTERlSTlK SOSIAL EKONOMI PETANI JERUR PENGADOPSI DAN BUKAN PENGADOPSI TEKNOLOGI IWFUS ANTIBIOTIKA Dl WKBPP WAMARAJA, KABUPATEN GARUT, IAWA BARAT Oleh : NOVA PRlMAWATl FAKULTAS PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988

2 RINGKASAN NOVA PRIUAWATI. Perbandingan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Jeruk Pengadopsi dan Bukan Pengadopsi Teknologi Infus Antibiotika di Wilayah Kerja Balai Penyuluh Pertanian (WKBPP) Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat (dibawah Bimbingan AMRI JAHI sebagai Ketua, ABNER SIMANDJUNTAK dan RICHARD W LUMINTANG sebagai Anggota). Penelitian ini bertitik tolak dari asumsi bahwa dalam mengadopsi atau menolak suatu inovasi, petani dipengaruhi banyak faktor, antara lain faktor individu petani. Salah satu teknologi yang diupayakan pemerintah dalam mengendalikan penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) pada tanaman jeruk adalah cara teknologi infus antibiotika. Teknologi infus antibiotika ialah suatu inovasi yang diperkenalkan dan disebarkan ke masyarakat untuk mengendalikan penyakit CVPD pada tanaman jeruk. Pengendalian CVPD tidak akan berhasil apabila dilakukan secara sporadis. Karena itu pada tahun telah diadakan suatu gerakan rnassal, dimana semua tanaman jeruk yang terserang CVPO ringan sampai sedang diobati dengan cara infus antibiotika, sedangkan yang terserang berat harus dimusnahkan. Cara ini dapat memberikan hasil yang efektif pada tanaman jeruk yang terserang CVPD ringan sampai sed ang. Sampai saat ini para petani belum sepenuhnya menyadari pentingnya teknologi infus antibioti ka ini. Oleh karena itu perlu diketahui faktor apa yang diduga menghambat pengadopsian inovasi ini.

3 Unsur manusia merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam i i mengadopsi suatu inovasi. Petani jeruk dalam hubungan ini sebagai penerima dan pemakai teknologi infus antibiotika mempunyai peranan penting dalam proses pengadopsian inovasi ini. Banyak faktor yang berpengaruh dalam pengadopsian ini, antara lain faktor individu. Salah satu faktor individu yang diduga mempengaruhi ialah faktor yang ada kaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi, yang mungkin dapat memberikan petunjuk tentang perbedaan-perbedaan manusiawi yang menghambat pengadopsian teknologi infus antibiotika ini. Pengadopsian teknologi infus antibiotika ini bervariasi satu dengan yang lainnya. Variasi tersebut ada kaitannya dengan berbagai faktor, antara lain beberapa karakteristi k petani jeruk yang bersangkutan. Karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai peubah untuk memprediksi adanya variasi pengadopsian teknologi infus antibiotika tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menentukan distribusi petani jeruk di WKBPP Wanaraja, Kabupaten Garut menurut karakteristi k sosial ekonomi terpil ih yang diamati. (2) Menentukan perbedaan karakteristik responden pengadopsi dan bukan pengadopsi infus antibiotika. (3) Menentukan intensitas pengadopsian teknologi infus antibiotika oleh petani jeruk di WKBPP Wanaraja, Kabupaten Garut dan (4) Alasan petani mengadopsi atau tidak mengadopsi infus antibiotika. Populasi penelitian ini ialah petani jeruk yang terdapat di WKPP (Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian) Sadang, WKBPP Wanaraja, Xabupaten Garut yang saat ini intensitas serangan CVPD nya cukup tinggi. Populasi petani jeruk di WKPP Sadang ini berjumlah 254 orang yang tergabung dal am sepul uh kel ompok tani.

4 Sampel diambil berdasarkan metoda sampling berstrata iii disproporsional. Untuk sampel responden pengadopsi infus antibiotika diambil secara total sampling sejumlah 40 orang dan untuk sampel responden bukan pengadopsi diambil secara acak si stimati k, sejumlah 40 orang. Penelitian didesain sebagai suatu survey yang bersifat deskriptif. Sebagai peubah yang diamati ialah Karakteristik sosial ekonomi responden yang meliputi : (1) Umur, (2) pendidikan, (3) pendapatan, (4) besar keluarga, (5) jumlah pohon jeruk yang dimiliki, (6) pengalaman berusaha tani jeruk, (7) type petani, (8) keterdedahan pada media massa, (9) frekuensi kontak dengan penyuluhlpengamat hama, (10) frekuensi bepergian ke luar desa, (11) frekuensi responden menginfus jeruk dengan larutan antibiotika, (12) banyaknya pohon jeruk yang telah diinfus, (13) produksi jeruk setelah diinfus, dan (14) keuntungan yang diperoleh setelah pohon jeruknya diinfus. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan (September - Oktober) Selanjutnya data karakteristik responden pengadopsi dan bukan pengadopsi infus antibiotika dianalisis dengan menggunakan prosedur distribusi frekuensi dan nilai tengah. Pengukuran perbedaan karakteristik responden pengadopsi dan bukan pengadopsi dilakukan dengan menggunakan khi - kuadrat, sedangkan intensitas pengadopsian teknologi infus antibiotika dianalisis berdasarkan distribusi frekuensi dan nilai tengah. Sesuai dengan tujuan penel itian, hasil penel itian disajikan dalam empat bagian yaitu : (1) karakteristik responden, (2) perbedaan

5 iv karakteristik responden pengadopsi dan bukan pengadopsi, (3) pengadopsian teknologi infus antibiotika, dan (4) alasan mengadopsi atau tidak mengadopsi teknologi infus antibiotika. Dari seluruh responden pengadopsi dan bukan pengadopsi infus antibiotika yang dilibatkan dalam penelitian ini; Karakteristik responden, ternyata 52,50 persen berumur tahun, 51 persen berpendidikan sekolah dasar, 62,50 persen pendapatannya antara Rp Rp , 66 persen besar keluarganya 5-12 orang, 70 persen berpengalarnan rnenanam jeruk selama 1-6 tahun, 74 persen ialah petani pemilik, 67,50 persen terdedah pada radio dan TV kurang dari 3 jamlhari dan 61,25 persen membaca 1-6 media cetak, 60 persen melakukan kontak dengan penyuluhlpengarnat hama kurang dari 3 kal i sebulan dan 61 persen pergi ke luar desa kurang dari 4 kali sebulan. Dari seluruh responden pengadopsi dan bukan pengadopsi infus antibiotika yang dilibatkan dalarn penelitian ini menunjukkan bahwa responden pengadopsi dan bukan pengadopsi teknologi infus antibiotika 2 berbeda nyata dalarn ha1 (1) pendidikan, ditunjukkan oleh X = 7,24 sangat nyata pada p = 0,01, ditunjukkan oleh x2 = 7,20 (2) jumlah pohon jeruk yang dimil iki, sangat nyata pada p = 0,Dl frekuensi kontak dengan penyul uhlpengamat hama ditunjukkan oleh x2 = 4,53, nyata pada p = 0,01, dan (4) keterdedahan pada media massa yaitu menurut lamanya rnengikuti siaran radio dan TV, ditunjukkan oleh x2 = 6,05, sangat nyata pada p = 0,01 dan keterdedahan pada banyaknya media cetak yang dibaca ditunjukkan oleh x2 = 6,37, sangat nyata pada p = 0,Ol. Sedangkan karakteristik lainnya yaitu : umur, pendapatan, besar keluarga, type petani, pengalaman berusaha tani dan frekuensi bepergian ke luar desa tidak berbeda nyata.

6 Oalam ha1 pengadopsian infus antibiotika, ada 4 faktor yang diamati yaitu (1) frekuensi responden menginfus tanaman jeruk dengan larutan antibiotika, (2) banyaknya pohon jeruk yang telah diinfus antibiotika, (3) produksi jeruk setelah diinfus antibiotika, (4) keuntungan yang diperoleh responden setelah tanaman jeruknya diinfus. d Hasil penelitian tentang distribusi responden menurut frekuensi menginfus tanaman jeruk dengan larutan antibiotika menunjukkan bahwa dari 40 orang responden pengadopsi yang dil ibatkan dal am penel itian ini, 70 persen telah menginfus tanaman jeruknya dengan larutan antibiotika sebanyak satu sampai dua kali dan 30 persen lainnya tiga sampai empat kal i. Hasil penelitian tentang distribusi responden menurut banyaknya jumlah pohon jeruk yang telah diinfus antibiotika, menunjukkan bahwa dari 40 orang responden pengadopsi infus antibiotika yang dil ibatkan dalam penelitian ini 75 persen telah menginfus 25 sampai 420 pohon L jeruk yang dimilikinya atau 0,82 sampai 14 persen dari seluruh pohon jeruknya dan 25 persen lainnya telah menginfus 421 sampai pohon jeruk yang dimilikinya atau 14 sampai 50 persen dari seluruh pohon jeruknya. Hasil penelitian tentang distribusi responden menurut produksi jeruk yang telah diinfus antibiotika, menunjukkan bahwa dari 40 orang responden pengadopsi yang dil ibatkan dalam penel itian ini, 12,50 persen mengaku produksi pohon jeruknya setelah d i nfus antibioti ka, 12,50 persen mengaku tetap dan 75 persen lainnya mengaku produksi jeruknya meningkat. Hasil penelitian tentang distribusi responden menurut keuntungan yang diperoleh dari produksi jeruk per pohon setelah diinfus

7

8

9

10