STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STATEMENT KEBIJAKAN MONETER"

Transkripsi

1

2 TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 Desember 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut masih konsisten untuk memastikan tekanan inflasi jangka pendek pasca kebijakan realokasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah akan tetap terkendali dan temporer sehingga akan kembali menuju ke sasaran 4±1% pada Kebijakan tersebut juga sejalan dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh selama ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan moneter yang cenderung ketat tetap dilanjutkan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, sementara kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh agar pengetatan moneter tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung penyaluran program sosial Pemerintah dan memperluas Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Selain itu, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah juga terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya dalam mengendalikan tekanan inflasi pasca kebijakan realokasi subsidi BBM dan defisit transaksi berjalan, serta mempercepat kebijakan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Di sisi global, pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meski tidak merata dan cenderung lambat. Perekonomian AS, yang menjadi motor pemulihan ekonomi global, terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus yang meningkat. Sejalan dengan itu, normalisasi kebijakan moneter the Fed terus berlangsung dengan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mulai triwulan II-2015 sehingga mendorong apresiasi dolar AS yang kuat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan meningkatkan risiko pembalikan modal asing dari emerging markets, termasuk Indonesia. Sebaliknya, perekonomian Eropa dan Jepang masih mengalami tekanan meskipun terus dilakukan stimulus dari sisi moneter. Perlambatan ekonomi Tiongkok juga terus berlangsung akibat proses rebalancing ekonomi yang ditempuhnya. Perkembangan ini telah mendorong harga komoditas global khususnya komoditas mineral dan pertanian menurun lebih besar dari yang diperkirakan. Pola pertumbuhan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap struktur ekspor Indonesia dengan meningkatnya ekspor manufaktur dan masih tertekannya ekspor komoditas primer. Sementara itu, harga minyak dunia menurun drastis dan diperkirakan akan berlanjut di tahun 2015 seiring dengan pasokan yang meningkat dari AS di tengah permintaan dunia yang melambat. Secara keseluruhan, sebagai negara yang net importer dalam minyak, penurunan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, baik dari sisi fiskal, neraca pembayaran maupun pertumbuhan ekonomi. Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2014 diperkirakan masih melambat meskipun akan mulai kembali membaik di triwulan I Konsumsi diperkirakan sedikit melambat pada triwulan IV-2014, terutama didorong oleh masih 1

3 melambatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan program penghematan dan melambatnya konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari kenaikan inflasi. Konsumsi akan kembali meningkat lebih tinggi pada triwulan I-2015 didorong oleh kenaikan konsumsi Pemerintah seiring dengan membesarnya ruang fiskal. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi tersebut akan mendorong kenaikan investasi baik bangunan maupun non-bangunan. Dari sisi eksternal, meskipun terjadi peningkatan ekspor manufaktur, secara keseluruhan pertumbuhan ekspor masih terbatas akibat masih tertekannya ekspor komoditas sejalan dengan melambatnya permintaan negara emerging market. Untuk keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, namun kembali meningkat di triwulan I-2015 dan diperkirakan akan mencapai kisaran 5,4-5,8% pada Kinerja neraca pembayaran semakin sehat dengan menurunnya defisit transaksi berjalan dan besarnya surplus neraca modal. Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 0,02 miliar dolar AS pada Oktober 2014 setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,26 miliar dolar AS. Kinerja positif tersebut didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat seiring kenaikan ekspor manufaktur, seperti ekspor produk otomotif. Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing tetap besar didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Secara akumulatif hingga November 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 17,75 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2014 menjadi 111,1 miliar dolar AS, setara 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Kuatnya apresiasi mata uang dolar AS sejalan dengan normalisasi kebijakan Fed memberikan tekanan pelemahan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Pada November 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 0,21% (mtm) ke level Rp per dolar AS, sejalan dengan melemahnya hampir semua mata uang dunia. Perbaikan neraca perdagangan dan terkendalinya inflasi pada bukan Oktober 2014 kurang mampu mengimbangi kuatnya tekanan terhadap Rupiah dari apresiasi dolar AS tersebut. Tekanan terhadap Rupiah tertahan oleh optimisme terhadap perekonomian ke depan pasca kebijakan reformasi subsidi yang dilakukan oleh Pemerintah. Dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain, tingkat depresiasi Rupiah termasuk yang relatif rendah. Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. Inflasi yang terkendali dan rendah hingga Oktober 2014 kembali meningkat pada November 2014, terutama didorong oleh dampak kenaikan harga BBM. Inflasi IHK mencapai 6,23% (yoy), meningkat dari 4,83% (yoy) pada bulan Oktober Inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat dan tarif tenaga listrik (TTL). Sementara itu, inflasi volatile food juga meningkat didorong kenaikan harga aneka cabai yang tinggi. Sebaliknya, inflasi inti relatif terjaga sebesar 4,21% (yoy). Bank Indonesia memperkirakan dampak kenaikan harga BBM akan berlangsung secara terkendali dan temporer sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Desember Menghadapi hal itu, langkah-langkah koordinasi dengan Pemerintah diperkuat, khususnya dalam meminimalkan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM bersubsidi, khususnya terkait tarif transportasi. Selain itu, koordinasi juga perlu difokuskan pada upaya memperkuat pasokan bahan pangan agar tidak memberikan tambahan tekanan kenaikan harga. Dengan langkah-langkah tersebut inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan terkendali dalam kisaran 4 ± 1%. 2

4 Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada Oktober 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 19,6%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Sementara itu, pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,62% (yoy) pada Oktober 2014, lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 13,16%(yoy). Pertumbuhan DPK pada Oktober 2014 tercatat sebesar 13,93% (yoy) meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,32% (yoy). Perbankan cenderung masih selektif dalam menyalurkan kredit baru namun penolakan terhadap permohonan kredit baru cenderung menurun. Rasio Undisbursed Loan (UL) yang cenderung stabil juga menunjukkan bahwa korporasi masih bersikap wait and see terhadap prospek pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan relatif terjaga dan membaik seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang lebih ekspansif. Kedepan, pertumbuhan DPK dan kredit diperkirakan akan meningkat sehingga mencapai, masing-masing, sebesar 14-16% dan 15-17%. Sementara itu, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat. 3

5 2 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Perkembangan Ekonomi Global Pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut meskipun masih tidak merata dan cenderung lambat. Perekonomian AS, yang menjadi motor pemulihan ekonomi global, terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus yang meningkat. Sebaliknya, perekonomian Eropa dan Jepang masih mengalami tekanan meskipun terus dilakukan stimulus dari sisi moneter. Membaiknya ekonomi AS didukung oleh meningkatnya permintaan domestik, terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan belanja personal (personal expenditure) dan tabungan rumah tangga (household savings). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi AS didukung oleh meningkatnya output, tercermin dari indeks produksi dan utilisasi kapasitas yang berada dalam tren meningkat serta tren penurunan business inventory sejalan dengan meningkatnya penjualan. Meningkatnya sisi permintaan dan output didukung oleh membaiknya sektor tenaga kerja, tercermin dari menurunnya tingkat pengangguran sejalan dengan pertumbuhan job openings yang terus meningkat. Di sisi lain, perekonomian Eropa masih mengalami tekanan, dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi yang masih terkontraksi, sementara pertumbuhan konsumsi masih terbatas. Tingkat inflasi berada dalam tren menurun. Defisit anggaran di negara-negara Eropa yang masih besar membatasi peningkatan permintaan. Pertumbuhan ekspor dan impor Eropa juga menurun dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara EM, dan ketegangan geopolitik di Rusia. Sementara itu, perekonomian Jepang juga masih mengalami tekanan, bahkan pada tahun 2014, ekonomi Jepang memasuki zona resesi. Kebijakan 3 panah Abenomics yang bertujuan meningkatkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di tengah besarnya tekanan defisit fiskal tidak berdampak seperti yang diharapkan terhadap ekonomi Jepang. Depresiasi Yen belum dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor, namun dimanfaatkan untuk mengambil margin lebih tinggi. Di sisi lain, ketidakefisienan memicu perusahaan Jepang untuk semakin melakukan outsourcing manufakturnya ke luar negeri. Kondisi ini berdampak pada menurunnya job hiring, terbatasnya pertumbuhan gaji dan menurunnya investasi swasta. Sementara itu, pada negara-negara berkembang, pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi Tiongkok juga terus berlangsung akibat proses rebalancing ekonomi yang ditempuhnya. Penurunan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh menurunnya investasi khususnya sektor perumahan dan infrastruktur. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi belum dapat mengimbangi dampak yang disebabkan oleh penurunan investasi. Tingkat inflasi di tahun 2014 juga berada dalam tren menurun, sejalan dengan berkurangnya permintaan riil dan menurunnya harga makanan, serta rumah di Tiongkok. Selain itu, dampak peningkatan permintaan eksternal akibat perbaikan ekonomi di AS diperkirakan semakin terbatas, yang tercermin dari tren penurunan impor AS dari Tiongkok. Untuk menahan perlambatan ekonomi dan penurunan inflasi, Otoritas Tiongkok menurunkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps untuk suku bunga deposito 1 tahun (menjadi 2,75%) dan sebesar 40 bps untuk suku bunga kredit 1 tahun (menjadi 5,6%). Selain itu, batas atas suku bunga deposito dinaikkan menjadi 1,2 kali dari suku bunga acuan (sebelumnya 1,1 kali), sedangkan suku bunga kredit diliberalisasi. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India berada dalam tren 4

6 meningkat, sejalan dengan prakiraan sebelumnya, didukung oleh meningkatnya permintaan domestik. Konsumsi swasta meningkat, terindikasi dari pertumbuhan penjualan mobil dan meningkatnya indeks keyakinan konsumen. Peningkatan investasi tercermin pada meningkatnya indikator machine orders seiring meningkatnya indeks produksi dan kapasitas produksi. Ke depan, pertumbuhan ekonomi India diperkirakan masih meningkat sejalan dengan hasil survei terhadap ekspektasi kondisi ekonomi yang juga masih dalam tren meningkat. Perkembangan perlambatan ekonomi Tiongkok telah mendorong harga komoditas global khususnya komoditas mineral dan pertanian menurun lebih besar dari yang diperkirakan. Harga batubara terus menurun didorong oleh melimpahnya pasokan dan melemahnya permintaan terutama dari Tiongkok, sedangkan menurunnya harga karet dipicu oleh berlanjutnya penurunan harga minyak dunia dan melemahnya permintaan terutama dari Jepang dan Tiongkok. Selain itu, harga logam seperti nikel dan timah juga menurun, didorong oleh menurunnya permintaan seiring melambatnya investasi Tiongkok. Sementara itu, harga minyak dunia menurun drastis dan diperkirakan akan berlanjut di tahun 2015 seiring dengan pasokan yang meningkat dari AS di tengah permintaan dunia yang melambat. Penurunan harga komoditas di beberapa tahun terakhir mengindikasikan berakhirnya siklus kenaikan harga komoditas global. Ke depan, harga komoditas global diperkirakan masih menghadapi tekanan seiring dengan perekonomian Tiongkok yang cenderung melambat. Ke depan, risiko terkait dengan normalisasi kebijakan the Fed dan perlambatan ekonomi Tiongkok perlu terus diwaspadai. Sejalan dengan realisasi tingkat pengangguran yang terus menurun dan membaiknya perkembangan indikator makro lainnya di AS, normalisasi kebijakan moneter the Fed terus berlangsung dengan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) mulai triwulan II-2015 sehingga mendorong apresiasi dolar AS yang kuat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan meningkatkan risiko pembalikan modal asing dari emerging markets, termasuk Indonesia. Sementara itu, pelemahan ekonomi Tiongkok mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar internasional. Pertumbuhan Ekonomi Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2014 diperkirakan masih melambat meskipun akan mulai kembali membaik di triwulan I Konsumsi diperkirakan sedikit melambat pada triwulan IV 2014, terutama didorong oleh masih melambatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan program penghematan dan melambatnya konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari kenaikan inflasi. Konsumsi akan kembali meningkat lebih tinggi pada triwulan I 2015 didorong oleh kenaikan konsumsi Pemerintah seiring dengan membesarnya ruang fiskal. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi tersebut akan mendorong kenaikan investasi baik bangunan maupun nonbangunan. Dari sisi eksternal, meskipun terjadi peningkatan ekspor manufaktur, secara keseluruhan pertumbuhan ekspor masih terbatas akibat masih tertekannya ekspor komoditas sejalan dengan melambatnya permintaan negara emerging market. Untuk keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, namun kembali meningkat di triwulan I 2015 dan diperkirakan akan mencapai kisaran 5,4-5,8% pada

7 Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh melambat pada triwulan IV 2014 sebagai dampak dari kenaikan inflasi. Inflasi yang lebih tinggi, terutama didorong dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi tersebut tercermin pada pertumbuhan upah buruh tani riil dan upah buruh bangunan riil yang tumbuh melambat, begitu pula nilai tukar petani. Survei konsumen Bank Indonesia turut mendukung prakiraan perlambatan konsumsi tumah tangga, sebagaimana tercermin pada indeks ekspektasi pendapatan (Grafik 2.1) dan tingkat keyakinan konsumen (Grafik 2.2) yang menurun hingga triwulan IV Selain itu, indeks penjualan eceran pada triwulan IV (Oktober) 2014 terpantau turun tajam, seiring kontraksi penjualan kelompok bahan makanan dan peralatan rumah tangga (Grafik 2.3). Penjualan mobil juga masih melambat hingga Oktober Grafik 2.1. Indeks Ekspektasi Pendapatan Grafik 2.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.3. Indeks Penjualan Eceran Pada triwulan IV 2014, investasi diprakirakan sedikit meningkat, didorong oleh kinerja investasi bangunan yang membaik. Investasi bangunan diprakirakan membaik pada triwulan IV 2014, terindikasi dari peningkatan penjualan semen (Grafik 2.4). Prakiraan tersebut sejalan dengan pola historis dimana investasi bangunan akan meningkat setelah Pemilu. Sementara itu, investasi nonbangunan diprakirakan masih lemah, terindikasi dari impor barang modal yang masih mengalami kontraksi. Perkembangan ini terkait dengan pelemahan sektor pertambangan yang mendorong turunnya penjualan alat berat domestik pada triwulan IV 2014 (Grafik 2.5). Selain itu, penurunan investasi nonbangunan juga dipengaruhi oleh minimnya insentif pelaku usaha untuk berinvestasi sebagaimana terindikasi pada penurunan tingkat kapasitas produksi industri pada triwulan III 2014 dan indeks tendensi bisnis BPS pada triwulan IV

8 Grafik 2.4. Indikator Investasi Bangunan Grafik 2.5. Indikator Investasi Nonbangunan Pertumbuhan ekspor masih terbatas akibat masih tertekannya ekspor komoditas. Tertekannya ekspor komoditas tersebut sejalan dengan melambatnya permintaan negara emerging market. Ekspor komoditas pertambangan diprakirakan menurun pada triwulan IV 2014 (Grafik 2.6), sejalan dengan penurunan ekspor batubara yang memiliki pangsa terbesar di pertambangan. Penurunan tersebut didorong oleh rendahnya harga komoditas dan melemahnya permintaan khususnya dari Tiongkok. Ekspor barang tambang lainnya, seperti tembaga, diperkirakan mencatat pertumbuhan yang rendah. Hal ini terkait dengan realisasi ekspor pada triwulan IV 2013 yang sangat tinggi, sehingga secara tahunan akan mencatat pertumbuhan yang rendah (base effect). Pada periode tahun lalu, eksportir menggenjot produksi dan ekspor sebelum pemberlakuan pembatasan ekspor mineral yang mulai berlaku pada Januari Meskipun belum mampu mendorong kinerja ekspor secara keseluruhan, ekspor manufaktur menunjukkan tren peningkatan. Komoditas ekspor manufaktur yang meningkat antara lain pada sektor otomotif, TPT, kimia organik, dan alas kaki. Ekspor road vehicles diprakirakan tumbuh tinggi pada triwulan IV 2014, didominasi oleh mobil penumpang dan suku cadang (Grafik 2.7). Tujuan ekspor otomotif Indonesia cukup terdiversifikasi dimana sebagian besar ekspor ditujukan ke negara berkembang. Ekspor mobil Indonesia di 2014 sebagian besar ditujukan ke ASEAN (41,4%), Saudi Arabia (22,1%), dan negara Asia lainnya (17,6%). Sementara itu, eskpor TPT cenderung tumbuh stabil meskipun rendah. Grafik 2.6. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.7. Komposisi Ekspor Road Vehicles Merespons kinerja investasi nonbangunan dan ekspor yang tumbuh terbatas, impor masih berada dalam teritori negatif pada triwulan IV Masih rendahnya impor didorong oleh kontraksi impor barang modal, meskipun sudah dalam tren membaik 7

9 (Grafik 2.8). Sinyalemen ini sejalan dengan investasi nonbangunan yang masih lemah, sehingga mengurangi insentif untuk melakukan impor barang modal. Impor barang konsumsi juga terkontraksi lebih dalam pada Oktober 2014, disebabkan oleh berkurangnya impor mobil penumpang. Sementara itu, impor suku cadang untuk mesin, bagian dari impor bahan baku masih turun sejalan dengan masih terbatasnya impor mesin. Di sisi sektoral, perlambatan ekonomi pada triwulan IV 2014 terutama terjadi pada sektor manufaktur dan PHR. Pelemahan kinerja sektor manufaktur terindikasi dari indeks PMI HSBC November yang terus menunjukkan penurunan, bahkan paling rendah selama 44 bulan terakhir sejak survei dilakukan (Grafik 2.9). Perkembangan terkini terkait kebijakan kenaikan harga BBM turut mendorong pelemahan sektor manufaktur sehingga konsumsi diprakirakan turun dalam jangka pendek. Sektor PHR juga tumbuh melambat sejalan dengan pelemahan kinerja perdagangan. Aktivitas perekonomian yang melambat juga menyebabkan lebih rendahnya kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa lainnya. Sebaliknya, kinerja sektor bangunan meningkat, terindikasi dari peningkatan pre sale properti. Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya kinerja investasi bangunan. Di sisi lain, sektor pertambangan tumbuh meningkat seiring dengan mulai terealisasinya ekspor mineral. Grafik 2.8. Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Grafik 2.9. Indeks Output PMI HSBC Ke depan, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 diprakirakan tumbuh membaik. Konsumsi diprakirakan kembali meningkat lebih tinggi didorong oleh kenaikan konsumsi pemerintah seiring dengan membesarnya ruang fiskal. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi tersebut akan mendorong kenaikan investasi baik bangunan maupun nonbangunan. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan membaik sejalan dengan perkembangan perbaikan permintaan negara maju. Neraca Pembayaran Indonesia Pemulihan keseimbangan eksternal terus berlanjut, tercermin dari kinerja neraca perdagangan yang membaik pada Oktober Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 0,02 miliar dolar AS pada Oktober 2014 setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,26 miliar dolar AS (Grafik 2.10). Kinerja positif tersebut terutama didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat dari 0,77 miliar dolar AS pada September menjadi 1,13 miliar pada Oktober. 8

10 Peningkatan surplus neraca nonmigas terutama didukung oleh kenaikan ekspor nonmigas. Peningkatan ekspor nonmigas didorong oleh kenaikan ekspor lemak dan minyak hewan/nabati seiring kenaikan ekspor manufaktur, seperti ekspor produk otomotif, mesin/peralatan listrik, mesin-mesin/pesawat mekanik serta perhiasan/permata. Menurut negara tujuan, peningkatan ekspor nonmigas bulan Oktober terutama terjadi ke negara Jepang, India, Singapura, Malaysia, dan Australia. Peningkatan surplus neraca perdagangan tersebut juga dipengaruhi oleh turunnya impor nonmigas, seiring dengan melambatnya permintaan domestik. Impor nonmigas tercatat menurun dari 11,89 miliar dolar AS pada September menjadi 11,75 miliar dolar AS pada Oktober, terutama karena turunnya impor mesin dan peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, dan kendaraan bermotor dan bagiannya. Perbaikan neraca perdagangan tertahan oleh meningkatnya defisit neraca migas. Defisit neraca migas mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,11 miliar dolar AS pada Oktober dari 1,03 miliar dolar AS di September 2014, terutama karena turunnya ekspor minyak mentah. Penurunan ekspor minyak tersebut sejalan dengan menyusutnya lifting minyak nasional di Oktober 2014 menjadi 712 ribu barel per hari (bph) dari 895 ribu bph. Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing tetap besar didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik. Secara akumulatif hingga November 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 17,75 miliar dolar AS. Pada bulan laporan, investor asing mencatat total net beli pada SBI, SUN, dan saham sebesar 2,29 miliar dolar AS melanjutkan net beli 0,83 miliar dolar AS pada Oktober Pembelian tersebut terutama dilakukan investor asing pada instrumen SUN dengan net beli sebesar 1,70 miliar dolar AS (Grafik 2.11). Sementara itu, kepemilikan asing di bursa saham dan SBI juga meningkat masingmasing sebesar 0,43 miliar dolar AS dan 0,16 miliar dolar AS. Grafik Neraca Perdagangan Grafik Aliran Dana Nonresiden Pada Aset Rupiah Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2014 menjadi 111,1 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa per akhir November 2014 tersebut dapat membiayai 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Level cadangan devisa tersebut dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Perkembangan neraca perdagangan sampai dengan Oktober 2014 ini akan berkontribusi positif dalam mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan triwulan IV-2014 dan keseluruhan Perbaikan kinerja neraca perdagangan ke depan diperkirakan akan didukung oleh peningkatan aktivitas ekspor seiring dengan 9

11 perbaikan ekonomi global dan tren penurunan harga minyak dunia yang dapat mendorong berkurangnya tekanan pada defisit neraca migas. Secara keseluruhan, sebagai negara yang net importer dalam minyak, penurunan harga minyak dunia akan berpengaruh positif terhadap neraca pembayaran. Bank Indonesia akan terus mencermati risiko global dan domestik yang dapat mempengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal. Nilai Tukar Rupiah Kuatnya apresiasi mata uang dolar AS sejalan dengan normalisasi kebijakan Fed memberikan tekanan pelemahan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah. Pada November 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 0,21% (mtm) ke level Rp per dolar AS, sejalan dengan melemahnya hampir semua mata uang dunia. Secara point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 0,98% dan ditutup pada level Rp per dolar AS (Grafik 2.12). Perbaikan neraca perdagangan dan terkendalinya inflasi pada bukan Oktober 2014 kurang mampu mengimbangi kuatnya tekanan terhadap Rupiah dari apresiasi dolar AS tersebut. Pergerakan rupiah sejalan dengan pergerakan mata uang lain di kawasan. Namun, dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain, tingkat depresiasi Rupiah termasuk yang relatif rendah. Pelemahan rupiah lebih terbatas dibandingkan dengan Brasil, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, India dan Filipina (Grafik 2.13). Grafik Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik Perbandingan Nilai Tukar Kawasan Tekanan terhadap Rupiah terutama masih dipengaruhi oleh faktor eksternal. Hal itu tampak dari pergerakan the Chicago Board Options Exchange Market Volatility Index (VIX) (Grafik 2.14) yang lebih volatile dipicu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed. Kekhawatiran tersebut sejalan dengan terus berlanjutnya perbaikan ekonomi di AS, sehingga mendorong permintaan US Dollar dan menopang penguatan Dolar Indeks (Grafik 2.15). 10

12 Grafik Indeks CDS Indo 5Y dan VIX Grafik Pergerakan Dolar Indeks Namun, dari faktor domestik tekanan terhadap rupiah tertahan oleh optimisme terhadap perekonomian ke depan pasca kebijakan reformasi subsidi yang dilakukan oleh Pemerintah. Kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah pada 18 November 2014 dan optimisme terhadap pemerintahan menjadi sentimen positif yang menahan pelemahan rupiah lebih lanjut. Faktor domestik yang relatif baik tercermin dari Credit Default Swap (CDS) yang cenderung stabil dan menurun. Volatilitas rupiah relatif lebih terjaga dibandingkan dengan volatilitas nilai tukar kawasan. Pada November 2014, volatilitas rupiah relatif terjaga, menurun dari bulan sebelumnya (Grafik 2.16). Selain itu, volatilitas nilai tukar rupiah masih lebih rendah dibandingkan dengan Ringgit Malaysia, Baht Thailand dan Won Korea Selatan (Grafik 2.17). Grafik Volatilitas Rupiah Grafik Volatilitas Nilai Tukar Kawasan Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. Sejumlah faktor sentimen dari perkembangan ekonomi global dan domestik yang mempengaruhi pergerakan rupiah masih perlu dicermati. Dari eksternal, tekanan terutama berasal dari risiko normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dengan kenaikan suku bunga yang lebih besar, sehingga meningkatkan risiko pembalikan modal asing. Di sisi lain, upside risk berasal dari optimisme berlanjutnya perbaikan fundamental ekonomi domestik, berlanjutnya aliran masuk dana nonresiden seiring tersedianya ruang untuk berinvestasi (headroom) dan terjaganya persepsi investor, serta ekspektasi dipertahankannya kebijakan akomodatif oleh bank sentral utama dunia. Selain itu, ekspektasi terhadap pergerakan rupiah cenderung membaik pasca kebijakan reformasi BBM bersubsidi yang ditempuh pemerintah serta didukung optimisme terhadap kondisi perekonomian domestik ke depan. 11

13 Inflasi Inflasi yang terkendali dan rendah hingga Oktober 2014 kembali meningkat pada November 2014, terutama didorong oleh dampak kenaikan harga BBM. Inflasi IHK mencapai 6,23% (yoy) atau 1,50% (mtm), meningkat dari 4,83% (yoy) atau 0,27% (mtm) pada bulan Oktober Peningkatan inflasi November terutama disebabkan tekanan pada inflasi administered prices yang didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat dan tarif tenaga listrik (TTL) serta inflasi volatile food yang didorong kenaikan harga aneka cabai yang tinggi. Sebaliknya, inflasi inti relatif terjaga sebesar 4,21% (yoy) (Grafik 2.18). Grafik Perkembangan Inflasi Tekanan inflasi volatile food meningkat terutama didorong kenaikan harga aneka cabai. Inflasi volatile food meningkat dari sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) atau -0,22% (mtm) menjadi sebesar 7,96% (yoy) atau 2,37% (mtm), jauh lebih tinggi dari rata-rata historisnya dalam tiga tahun terakhir (0,30%, mtm) (Grafik 2.19). Tingginya inflasi kelompok volatile food terutama disebabkan oleh kenaikan harga aneka cabai yang mencapai kisaran 40%-60%, jauh di atas historisnya dalam lima tahun terakhir sebesar 2% untuk cabai merah dan deflasi untuk cabai rawit (Tabel 2.1). Tekanan harga aneka cabai disebabkan dampak kekeringan di sejumlah sentra produksi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara, serta hambatan distribusi berupa banjir di Aceh dan longsor di Sumatera Barat. Selain faktor cuaca, gejolak harga antar waktu yang sangat tinggi pada aneka cabai disebabkan oleh pola tanam yang tidak terkelola dengan baik. Komoditas lain yang terpantau mengalami kenaikan harga antara lain adalah beras, disebabkan terbatasnya pasokan akibat kekeringan di beberapa wilayah sentra seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian, tekanan inflasi pada kelompok volatile food tersebut dapat diimbangi dengan menurunnya harga beberapa komoditas pangan lainnya. Penurunan harga terutama terjadi pada daging ayam dan ikan segar. Koreksi pada harga daging ayam didorong oleh melimpahnya pasokan di tengah perlambatan permintaan. Begitu pula dengan penurunan harga ikan segar yang didukung oleh cuaca yang kondusif untuk menangkap ikan sehingga pasokan membaik. Koreksi harga terbatas (-0,02%, mtm) juga terjadi pada komoditas daging sapi seiring dengan perlambatan permintaan di tengah pasokan yang cukup melimpah. Meskipun mengalami koreksi, harga daging sapi saat ini yang mendekati Rp /kg, masih jauh di atas harga referensi Kementerian Perdagangan (Rp76.000/kg) maupun harga berdasar struktur biaya sekitar Rp85.000/kg. Hal ini menunjukkan mendesaknya kebijakan untuk memperkuat pasokan daging sapi. 12

14 Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food Grafik Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Sementara itu, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif angkutan darat dan tarif tenaga listrik (TTL). Inflasi kelompok ini meningkat menjadi 11,39% (yoy) atau 4,20% (mtm) dari bulan sebelumnya sebesar 7,57% (yoy) atau 1,34% (mtm) (Grafik 2.20). Implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan di pekan ketiga November menyebabkan kenaikannya belum sepenuhnya tercatat pada inflasi di bulan November. Selain itu, kenaikan inflasi administered prices juga disebabkan oleh kenaikan TTL kelompok Rumah Tangga (RT) tahap ke-3 per 1 November 2014 (Tabel 2.2). Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices Grafik Inflasi Administered Prices Inflasi inti relatif terjaga akibat tekanan eksternal yang relatif minimal. Inflasi inti tercatat sedikit meningkat dari 4,02% (yoy) atau 0,27% (mtm) pada bulan sebelumnya menjadi 4,21% (yoy) atau 0,40% (mtm). Tekanan dari eksternal relatif minimal ditopang oleh turunnya harga global. Hal ini tercermin dari melambatnya inflasi core traded dari 0,29% (mtm) menjadi 0,25% (mtm). Harga global baik pangan maupun nonpangan masih terkoreksi disertai nilai tukar yang cenderung stabil (Grafik 2.21). Tekanan eksternal yang relatif minimal tersebut mampu mengimbangi tekanan di kelompok inflasi inti yang bersumber dari faktor domestik akibat cost push kenaikan harga BBM. Hal ini tercermin dari inflasi inti nontraded yang meningkat dari 0,25% (mtm) pada bulan sebelumnya menjadi 0,52% (mtm) (Grafik 2.22). Tekanan harga dari kelompok nontraded nonfood yang utamanya dari sektor jasa juga cenderung meningkat (Grafik 2.23). 13

15 Grafik Inflasi Inti Traded dan Faktor Eksternal Grafik Inflasi Inti Nontraded Secara umum, survey ekspektasi inflasi di kelompok pedagang menunjukkan ekspektasi kenaikan inflasi yang bersifat temporer. Ekspektasi kenaikan harga pada 3 bulan yang akan datang meningkat cukup signifikan, antara lain terkait dengan mulai menguatnya kekhawatiran kenaikan harga BBM serta perkiraan kenaikan harga distributor akibat tingginya permintaan musiman akhir tahun (Natal dan Tahun Baru). Sementara itu, ekspektasi kenaikan harga pada 6 bulan mendatang masih menurun, yang menunjukkan sifat dampak BBM yang temporer (Grafik 2.24). Grafik Inflasi Sektor Jasa Grafik Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Secara spasial, kenaikan inflasi tertinggi di bulan November terjadi di kawasan Sumatera dan terendah di Kawasan Timur Indonesia. Kenaikan inflasi di kawasan Sumatera tercatat sebesar 1,87% (mtm), lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 1,50% (mtm). Inflasi di Sumatera dipicu oleh meningkatnya harga BBM bersubsidi dan kenaikan harga beberapa komoditi pangan strategis, khususnya cabai merah. Di sisi lain, inflasi Kawasan Timur Indonesia tercatat sebesar 1,28% (mtm), lebih rendah dari inflasi nasional, didorong oleh koreksi harga pada komoditas ikan segar dan daging di beberapa daerah seperti Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Sementara itu, kenaikan inflasi di kawasan Jawa tercatat sebesar 1,46% (mtm) dan Jakarta sebesar 1,48% (mtm). Selain dipengaruhi oleh harga BBM bersubsidi dan cabai merah, inflasi Jawa juga dipengaruhi oleh kenaikan biaya administrasi transfer uang dan kartu ATM yang mulai berlaku pada awal November 2014 (Gambar 2.1). 14

16 Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Meskipun meningkat pada akhir 2014, inflasi pada 2015 diperkirakan menurun menuju kisaran sasaran 4±1%. Pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014, inflasi pada akhir 2014 diperkirakan meningkat dan berada pada kisaran 7,7%- 8,1%. Namun, dampak kenaikan harga BBM tersebut diperkirakan akan berlangsung secara terkendali dan temporer sekitar tiga bulan, dengan puncaknya pada bulan Desember Selain dampak turunan kenaikan harga BBM pada tarif angkutan, risiko lain yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga pangan seperti cabai dan beras. Menghadapi hal tersebut, langkah-langkah koordinasi dengan Pemerintah perlu diperkuat, khususnya dalam meminimalkan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM bersubsidi, khususnya terkait tarif transportasi. Selain itu, koordinasi juga perlu difokuskan pada upaya memperkuat pasokan bahan pangan agar tidak memberikan tambahan tekanan kenaikan harga. Dengan langkah-langkah tersebut inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan terkendali dalam kisaran 4±1%. Perkembangan Moneter Perkembangan suku bunga dan besaran moneter masih sejalan dengan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Selama Oktober 2014, suku bunga kredit perbankan masih mengalami peningkatan. Di sisi lain, suku bunga deposito tercatat menurun yang merupakan konfirmasi terhadap indikasi berkurangnya tekanan persaingan antar bank melalui suku bunga simpanan. Sementara itu, kredit yang merupakan bagian dari M2 juga mencatat pertumbuhan yang terus melambat sejalan dengan berlanjutnya moderasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, suku bunga PUAB cenderung stabil dan likuiditas perbankan tetap terjaga. Suku bunga PUAB sepanjang November 2014 sedikit menurun dan tetap berada pada koridor bawah suku bunga. Rata-rata tertimbang (RRT) suku bunga PUAB O/N pada bulan November 2014 tercatat sebesar 5,80%, sedikit menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,82%. Hal ini menyebabkan spread suku bunga PUAB O/N terhadap DF O/N menjadi 5 bps, sedikit menyempit dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 7 bps. Di sisi lain, spread suku bunga PUAB O/N terhadap BI Rate sedikit melebar menjadi 180 bps dari 168 bps (Grafik 2.25). 15

17 Sementara itu, rata-rata total volume PUAB bulan November 2014 relatif stabil. Mkeskipun volume PUAB relatif stabil, transaksi PUAB menurun menjadi dari Sebaliknya, rata-rata volume DF O/N turun menjadi Rp141.8 triliun dari Rp147.2 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik 2.26). Likuiditas perbankan membaik. Likuiditas perbankan pada bulan November membaik ditopang oleh meningkatnya suplai dari ekspansi operasi keuangan pemerintah (NCG). Ekspansi keuangan pemerintah tersebut sejalan dengan pola tahunannya % % rpuab O/N rlf rdf O/N rbi Rate Jan 10 Apr 10 Jul 10 Oct 10 Jan 11 Apr 11 Jul 11 Oct 11 Jan 12 Apr 12 Jul 12 Oct 12 Jan 13 Apr 13 Jul 13 Oct 13 Jan 14 Apr 14 Jul 14 Oct 14 3 Grafik Suku Bunga PUAB O/N Grafik Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N Suku bunga kredit perbankan masih terus meningkat, sementara suku bunga deposito menurun. Pada Oktober 2014, rata-rata tertimbang suku bunga kredit meningkat 5 bps menjadi 12,92% dari 12,87%. Di sisi lain, suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 24 bps ke level 8,24% dari 8,48%. Hal ini merupakan konfirmasi terhadap indikasi berkurangnya tekanan persaingan suku bunga simpanan antar bank. Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan suku bunga kredit terutama didorong oleh suku bunga Kredit Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI) yang masing-masing naik sebesar 5 bps menjadi menjadi 12,43% dan 12,39% (Grafik 2.25). Sementara itu, Kredit Modal Kerja (KMK) naik sebesar 4 bps menjadi 12,82%. Dengan perkembangan ini, maka spread suku bunga kredit dan deposito 1 bulan melebar menjadi 468 bps dari 439 bps (Grafik 2.26). Grafik Suku Bunga KMK, KI dan KK Grafik Selisih Suku Bunga Perbankan Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Posisi M2 pada Oktober 2014 tercatat sebesar Rp4.024,2 triliun, atau tumbuh 12,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan September 2014 yang sebesar 11,9% (yoy). 16

18 Berdasarkan komponennya, peningkatan pertumbuhan tersebut terutama berasal dari komponen Uang Kuasi. Pertumbuhan komponen M1 (Uang kartal dan simpanan giro Rupiah) dan Uang Kuasi masing-masing tercatat sebesar 9,8% (yoy) dan 13,7% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 9,4% (yoy) dan 13,1% (yoy) (Grafik 2.29). Pertumbuhan M1 sendiri utamanya didorong oleh peningkatan giro Rupiah Pemda sejalan dengan ekspansi operasi keuangan Pemerintah (Grafik 2.30) %yoy M2 M1 Uang Kuasi Jan 11 Mar 11 May 11 Jul 11 Sep 11 Nov 11 Jan 12 Mar 12 May 12 Jul 12 Sep 12 Nov 12 Jan 13 Mar 13 May 13 Jul 13 Sep 13 Nov 13 Jan 14 Mar 14 May 14 Jul 14 Sep %yoy COB M1 Giro Rp Jan 11 Mar 11 May 11 Jul 11 Sep 11 Nov 11 Jan 12 Mar 12 May 12 Jul 12 Sep 12 Nov 12 Jan 13 Mar 13 May 13 Jul 13 Sep 13 Nov 13 Jan 14 Mar 14 May 14 Jul 14 Sep 14 Grafik Pertumbuhan M2 dan Komponennya Grafik Pertumbuhan M1 dan Komponennya Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, naiknya pertumbuhan M2 pada bulan Oktober 2014 dipengaruhi oleh ekspansi operasi keuangan pemerintah ditengah pertumbuhan kredit yang masih melambat. Sesuai pola tahunannya, ekspansi keuangan Pemerintah terjadi pada triwulan terakhir sejalan dengan peningkatan aktivitas belanja Pemerintah menjelang akhir tahun. Sementara itu, kredit perbankan 1 pada Oktober 2014 tercatat sebesar Rp3.587,4 triliun, tumbuh 12,4% (yoy), melambat dibandingkan September 2014 (12,6%;yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit ini sejalan dengan moderasi pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.31). Grafik Pertumbuhan M2 dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya Industri Perbankan Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh industri perbankan yang solid sehingga mendukung proses moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar pada industri perbankan relatif stabil dan terkendali. Selain 1 Konsep moneter 17

19 itu, kondisi permodalan juga masih kuat untuk memelihara industri perbankan secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit pada Oktober 2014 masih dalam tren melambat, sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Pada Oktober 2014, kredit 2 tumbuh 12.6% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan September 2014 yang sebesar 13,2% (yoy). Perlambatan kredit utamanya didorong oleh laju Kredit Modal Kerja (KMK), dengan pangsa 48% dari total kredit, yang menurun menjadi 12.8% (yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 13,3%. Pertumbuhan Kredit Investasi (KI), dengan pangsa 24% dari total kredit, juga tercatat menurun menjadi 14.9% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 16,4% (yoy). Demikian pula pertumbuhan Kredit Konsumsi, dengan pangsa 28% dari total kredit, yang menurun menjadi 10,4% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 10,1% (Grafik 2.32). Secara sektoral, perlambatan kredit terjadi di hampir semua sektor termasuk sektor-sektor utama seperti perdagangan, hotel, restoran (PHR) dan industri pengolahan. Pertumbuhan kredit di sektor PHR menurun 12.8% (yoy) dari bulan sebelumnya 13.9% (yoy), sejalan dengan melambatnya sektor PHR. Di sisi lain, sektor industri pengolahan melambat 17.4% (yoy) dari 16.1% (yoy) pada bulan sebelumnya. Grafik Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Grafik Pertumbuhan Kredit Menurut Sektor Ekonomi Sementara itu, pada Oktober 2014, pertumbuhan DPK meningkat dipicu oleh peningkatan giro. DPK 3 tumbuh 13.9% (yoy) pada Oktober 2014, lebih tinggi dibandingkan September 2014 yang sebesar 13.3% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK ini terutama dikontribusi oleh giro yang tercatat tumbuh 9.0% (yoy) dari 7.0% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan deposito juga mengalami peningkatan menjadi 21.5% (yoy) dari 21.4% (yoy) sementara pertumbuhan tabungan stabil pada posisi 7.1% (yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.34). Grafik Pertumbuhan DPK 2 Konsep perbankan 3 Konsep Perbankan 18

20 Di tengah tren moderasi permintaan domestik, ketahanan perbankan yang tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang relatif terkendali. Pada Oktober 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 19,6%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 19,4%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga perbankan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00% (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan Primary Indicators Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Total Aset (T Rp) 4, , , , , , , , , , , , ,445.7 DPK (T Rp) 3, , , , , , , , , , , , ,011.4 Kredit* (T Rp) 3, , , , , , , , , , , , ,558.1 LDR* (%) NPLs Bruto* (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Perkembangan pasar saham domestik hingga November 2014 menunjukkan kinerja positif seiring dengan perbaikan data ekonomi domestik di tengah perlambatan ekonomi dunia. IHSG tercatat diperdagangkan pada level 5.149,89 (28 November 2014) atau naik 1,20% dibandingkan Oktober 2014 sebesar 5.089,55 (Grafik 2.35). Penguatan ini terutama didukung oleh optimisme terhadap perekonomian Indonesia setelah rilis data neraca perdagangan yang mengalami perbaikan dan inflasi yang relatif terkendali di November Dibandingkan dengan kinerja bursa saham global, IHSG secara bulanan menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding bulan lalu terutama bila dibandingkan dengan bursa di beberapa negara kawasan yang mencatatkan kinerja yang negatif, seperti Malaysia dan Vietnam. Selama November 2014, harga saham pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami penguatan dibandingkan Oktober Peningkatan terbesar tercatat pada sektor properti, sejalan dengan peningkatan investasi bangunan dengan kenaikan sebesar 6,8% (Grafik 2.36). Peningkatan juga terjadi pada sektor pertanian. 19

21 World EM ASIA US (Dow Jones) Japan (Nikkei) England (FTSE) India (SENSEX) Hong Kong (Hang Seng) Shanghai (SHCOMP) Strait Times (STI) Kuala Lumpur (KLCI) Philippine Thailand (SET) Vietnam Indonesia (IHSG) 0,0% 2,5% 1,7% 2,5% 2,3% 1,8% 1,1% 5,7% 0,6% 1,2% 2,7% 3,0% 6,4% 10,9% 6% 1% 4% 9% 14% Grafik IHSG dan Indeks Bursa Global Property Pertanian Perdagangan Konsumsi Aneka Industri Industri Dasar Keuangan Pertambangan Infrastruktur Development Main LQ45 Indonesia 3,0% 0,9% 0,6% 1,4% 2,5% 3,9% 0,7% 1,5% 1,5% 2,1% 1,2% 6,8% 6,3% 5% 0% 5% 10% Grafik Indeks Sektoral November 2014 Selama November 2014, investor asing tercatat membukukan net beli dibandingkan bulan sebelumnya. Optimisme investor asing terhadap perekonomian domestik terkait rilis data neraca perdagangan yang mengalami perbaikan dan inflasi yang relatif terkendali di November 2014 dan seiring dengan sentimen positif global berhasil menambah kepemilikan investor asing di pasar saham. Investor asing tercatat melakukan net beli sebesar Rp5,3 triliun di bulan November atau mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami net jual sebesar Rp3,2 triliun. Sampai dengan November posisi kepemilikan saham oleh non residen sebesar 44% dan lokal sebesar 56% (Grafik 2.37). Kinerja pasar SBN juga menunjukkan peningkatan seiring dengan sentimen positif terhadap perekonomian indonesia. Selama November 2014, yield SBN menurun di semua tenor. Secara keseluruhan yield SUN bergerak turun ke level 7,68%. Yield jangka pendek turun 22 bps menjadi 7,25%, menengah dan panjang masing-masing naik 33 poin dan 44 poin ke level 7,71% dan 8,18%. Yield benchmark 10 tahun turun ke level 7,70 % dari 8,10% (Grafik 2.38). IHSG Net Beli/Jual Asing Net Beli/Jual Asing (T) IHSG , Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Jun-13 Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 May-14 Jun-14 Jul-14 Aug-14 Sep-14 Oct-14 Nov-14 Grafik Kinerja IHSG dan Net Beli/Jual Asing % 9,00 8,50 8,00 7,50 7,00 6,50 6,00 Yield SBN Per Tenor (Generic) Sumber: Bloomberg Perubahan Yield (RHS) 30 Oct Nov Tenor bps 5 (5) (15) (25) (35) (45) (55) Grafik Perubahan Yield Bulanan (mtm) Sejalan dengan membaiknya pasar SBN, porsi asing di SBN juga meningkat. Selama November, Investor asing melakukan net beli SBN sebesar Rp21,26 triliun. Dengan perkembangan tersebut, porsi kepemilikan asing pada pasar SBN naik 4,62% menjadi sebesar 38,30% pada bulan November (Grafik 2.39). 20

22 Rp. Trillion (5) (15) (25) (35) Pembiayaan Non Bank Net Foreign Buy/Sell Yield SUN (RHS) Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli August Sept Okt Nov Grafik Yield SBN dan Jual/Beli Asing Neto Bulanan % 15,0 13,0 11,0 9,0 7,0 5,0 3,0 1,0 Pembiayaan ekonomi non bank tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Selama November 2014, total pembiayaan melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory notes, negotiable certificate of deposits (NCD) dan instrumen keuangan lainnya mencapai Rp7,4 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan November 2013 yang mencapai Rp15,0 triliun. Adapun total pembiayaan non bank dari Januari hingga November 2014 mencapai Rp90,3 triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada September 2014 didominasi oleh penerbitan obligasi korporasi (Tabel 2.4). Total pembiayaan melalui saham hingga November 2014 mencapai Rp34 triliun atau turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun Pembiayaan melalui penerbitan saham perdana sebesar Rp7,7 triliun atau turun sebesar 47,9%. Sementara right issue juga mengalami penurunan menjadi 26,3T dari 40,8T. Penurunan ini sejalan dengan berkurangnya emiten yang melakukan IPO maupun right issue selama tahun 2014 (hingga November) yaitu sebanyak 20 perusahaan atau turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 30 perusahaan. Tabel 2.4. Pembiayaan Non Bank Rp Triliun Nov Des Q1 Q2 Q3 Q4 Total Nov Q1 Q2 Q3 Q4* Total Nonbank Saham w/o Emiten sektor keuangan Obligasi w/o Emiten sektor keuangan MTN and Promissory Notes + NCD w/o Emiten sektor keuangan Sumber: OJK dan BEI (diolah) 21

23 3 RESPONS KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 Desember 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut masih konsisten untuk memastikan tekanan inflasi jangka pendek pasca kebijakan realokasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah akan tetap terkendali dan temporer sehingga akan kembali menuju ke sasaran 4±1% pada Kebijakan tersebut juga sejalan dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh selama ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan moneter yang cenderung ketat tetap dilanjutkan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, sementara kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh agar pengetatan moneter tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung penyaluran program sosial Pemerintah dan memperluas Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Selain itu, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah juga terus diintensifkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya dalam mengendalikan tekanan inflasi pasca kebijakan realokasi subsidi BBM dan defisit transaksi berjalan, serta mempercepat kebijakan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Sebelumnya, pada tanggal 18 November 2014, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespons kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah sebagai berikut: 1. Menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75% berlaku efektif sejak 19 November Kenaikan BI Rate ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada tahun Kebijakan tersebut juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat. Pelebaran koridor suku bunga operasi moneter dimaksudkan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendorong pendalaman pasar keuangan. 2. Mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas sumbersumber pendanaan bagi perbankan sekaligus mendukung pendalaman pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas. Kebijakan ini antara lain meliputi 1) Perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, dan 2) pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM. 3. Memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung kelancaran dan perluasan penyaluran program-program bantuan dari Pemerintah kepada masyarakat guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM melalui penggunaan uang elektronik dan implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD). 4. Melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Kebijakan reformasi subsidi BBM diyakini dapat memperkuat konfiden pasar dan perbaikan 22

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2013 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 3 L a p o r a n

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Ekonomi, Moneter dan Keuangan Ekonomi, Moneter dan Keuangan T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 0 I. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Januari 2014 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t er 1 T i n j a u a n K e b i j a k

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia pada triwulan III 2014 menunjukkan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga serta proses penyesuaian

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER November 2013 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 3 T i n j a

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 September 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 10 Juli 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan, namun stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Perlambatan

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2014 Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2014 menunjukkan stabilitas ekonomi semakin terjaga dan ditopang penyesuaian ekonomi yang tetap terkendali.

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 109 ANALISIS TRIWULANAN Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 Tim Penulis Laporan

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013 mulai

Lebih terperinci

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Maret Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Maret Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Maret 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Maret 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA

PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA RINGKASAN 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 3 PEREKONOMIAN GLOBAL 4 PROSPEK PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2014 Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 April 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Oktober 2016 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2016 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,75%,

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 1,494.165 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Mei 213 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 Indeks 17 1 13 1 9 7 Kadin-Roy Morgan AC Nielsen BI BPS Danareksa

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

Kebijakan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Kebijakan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Kebijakan Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2016 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang 31-Jan-17 NAV: 1,355.077 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap

CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap CENTURY PRO FIXED Dana Investasi Pendapatan Tetap 31-Jan-17 NAV: 2,098.321 CENTURY PRO Adalah gabungan dari produk asuransi seumur hidup (whole life) dan investasi dimana Pemegang Polis mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

April Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

April Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan April 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan TINJAUAN KEBIJA KA N M O NETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 April 2014 memutuskan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 Desember 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate)

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%, dengan suku bunga Deposit

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang SAFE 29-Jan-16 NAV: 11.00% Tabel Kinerja CARLink SAFE Total Dana Kelolaan 1,286,637,672.00 Memberikan hasil investasi yang kompetitif dengan mengutamakan keamanan dan tingkat likuiditas yang tinggi. Pasar

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I ANALISIS TRIWULANAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I ANALISIS TRIWULANAN ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I - 2015 359 ANALISIS TRIWULANAN Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan I - 2015 TM. Arief

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif pada triwulan I 2016 dan April 2016. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

Laporan. Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Laporan. Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Laporan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Triwulan II 2015 LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 masih mengalami perlambatan,

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2016 Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 meningkat dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Meskipun masih belum

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 September 2016 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan masih akan terus berlangsung pada 2008, melanjutkan perkembangan yang membaik selama 2007. Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan mencapai

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2016 Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif pada triwulan III 2016 dan bulan Oktober 2016, disertai stabilitas makroekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret Dewan Gubernur

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret Dewan Gubernur Jln. M.H. Jln. M..H. Tha TThha w w w.bi.go.id Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 217 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci