HASIL PENELITIAN. 1 Data monografi Desa Bubulak per tahun 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL PENELITIAN. 1 Data monografi Desa Bubulak per tahun 2010"

Transkripsi

1 25 HASIL PENELITIAN Gambaran umum lokasi penelitian Desa Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat menjadi pilihan sebagai lokasi penelitian karena diantara seluruh Kecamatan Bogor Barat, Keluarhan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembangan dengan jumlah masyarakan menengah ke bawah yang lebih banyak. Berdasarkan data monografi desa, luas kelurahan adalah 157,085 Ha. Luas daerah ini diperuntukkan untuk beberapa hal seperti jalan, sawah, ladang, bangunan umum, pemukiman, jalur hijau, pekuburan, dan lai-lain. Sebanyak 68,265 Ha digunakan sebagai ladang dan 47,2 Ha dijadikan perumahan. Desa Bubulak berada dalam dataran rendah dengan ketinggian 160 meter dari permukaan laut. Batas sebelah utara Keluarahan Bubulak adalah Kelurahan Semplak, sedangkan batas selatannya adalah Kelurahan Margajaya. Batas sebelah barat adalah Keluarhan Situgede dan batas timurnya adalah Kelurahan Sindangbarang. Jarak Kelurahan Bubulak ke pusat pemerintahan kecmatan sejauh 6 km, sedangkan ke pemerintahan pusat kota sejauh 9 km. Desa Bubulak memiliki 13 RW dengan jumlah kepala keluarga per tahun 2010 sebanyak 3437 kepala keluarga dengan jumlah laki-laki sebanyak 6280 orang dan perempuan 6194 orang. Untuk penduduk musiman, terdapat 137 kepala keluarga yang tercatat di Desa Bubulak 1. Karakteristik keluarga Besar keluarga BKKBN menyebutkan bahwa keluarga dengan anggota tiga sampai empat orang termasuk dalam kategori keluarga kecil. Hampir seluruh contoh (98,8%) memiliki besar keluarga kecil (Tabel 3). Satu contoh lainnya anggota keluarga sebanyak lima orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah sebesar 3,21 orang atau tiga orang dengan standar deviasi sebesar 0, Data monografi Desa Bubulak per tahun 2010

2 26 Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Jumlah Persentase Kecil (3-4 orang) 89 98,8 Sedang (5-7 orang) 1 1,1 Besar ( 8 orang) 0 0 Total Keterangan: Nilai minimum-maksimum : 3-5 Rata-rata±sd besar keluarga contoh : 3,21±0,437 Lama menikah contoh Gambar 4 menunjukkan bahwa hampir setengah contoh (48,9%) menikah selama lima tahun. Satu contoh menikah selama tiga tahun dan terdapat dua contoh yang sudah menikah selama 10 tahun. Lama menikah contoh berada dalam rentang tiga sampai sepuluh tahun. Rata-rata lama menikah contoh adalah 5,13 tahun dengan standar deviasi sebesar 1,144. persentase (%) ,1 24,4 48,9 20 2,2 1,1 2 lama menikah (tahun) Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah Usia suami dan istri saat ini Hurlock (1980) membagi usia dewasa kedalam tiga kategori, yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa akhir ( >60 tahun). Terlihat dari Tabel 4 bahwa hampir seluruh suami dan istri (94,4% dan 98,9%) berada dalam rentang usia dewasa muda dengan rentang usia 22 sampai 47 tahun. Rata-rata umur suami saat ini adalah 32,94 tahun, sedangkan umur istri saat ini adalah 28,08 tahun. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara usia suami dan istri dengan nilai p value sebear 0,000.

3 27 Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia saat ini Kategori Suami Istri Total Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Dewasa muda (18-40) 85 94, , ,7 Dewasa madya (40-60) 5 5,6 1 1,1 6 3,3 Total Keterangan: Nilai minimum-maksimum umur suami dan istri saat ini : Rata-rata±sd umur suami dan istri saat ini : 30,5±4,8 P value : 0,000 Usia menikah suami dan istri Blood (1962) menyatakan bahwa umur merupakan indikator seseorang sudah matang dan dewasa. Kematangan seseorang yang akan menikah diperlukan untuk membentuk komitmen dalam pernikahan. Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa seseorang diperbolehkan menikah pada usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Berdasarkan undang-undang tersebut, terlihat dalam penelitian ini bahwa seluruh laki-laki menikah lebih dari umur 19 tahun dan hanya terdapat satu perempuan (1,1%) yang menikah saat umur 16 tahun (Tabel 5). Perbedaan yang sangat signifikan terdapat antara umur menikah suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,000. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur menikah Kategori Jumlah Persentase Total Jumlah Persentas Suami 19 tahun >19 tahun Istri 16 tahun 1 1,1 1 1,1 >16 tahun 89 98, ,9 Keterangan : Nilai minum-maksimum umur menikah suami : Rata-rata±sd umur menikah suami : 27,8±4,2 Nilai minum-maksimum umur menikah istri : Rata-rata±sd umur menikah suami : 22,9±3,7 P value : 0,000** Pekerjaan suami dan istri Gambar 5 menjelaskan bahwa 41,1 persen suami bekerja sebagai buruh. Buruh disini antara lain buruh bangunan, buruh pabrik, sopir, dan penjaga warung. Untuk istri, hampir seluruhnya (87,8%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

4 28 persentase (%) ,1 31,1 25,6 1,1 1,1 0 2,2 3,3 3,3 2,2 1,1 Suami Istri 87,8 PNS Wiraswasta Kyai/guru agama/ustadz Karyawan Buruh Tidak bekerja/irt Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Lama pendidikan suami dan istri Pendidikan merupakan jalan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Pendidikan akan memberikan wawasan, pengetahuan, dan membentuk perilaku yang baik 2. Pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menempuh pendidikan minimal sembilan tahun menurut Undang-undang No. 47 tahun Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami menempuh sekolah formal kurang dari sembilan tahun dengan nilai rata-ata dan standar deviasi sebesar 9,7 dan 2,8. Sama halnya dengan suami, istri juga menempuh pendidikan formal kurang dari sembilan tahun sebanyak 65,6 persen. Rata-rata istri menempuh pendidikan selama 8,84 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 3,1. Terdapat perbedaan pendidikan yang signifikan antara suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,049. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan Pendidikan Suami Istri Total Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 9 tahun 48 53, , ,4 > 9 tahun 42 46, , ,6 Total Keterangan: Nilai minimal-maksimal lama pendidikan suami dan istri : 0-16 Rata-rata±sd lama pendidikan suami dan istri : 9,3±3,1 P value : 0,

5 29 Pendapatan per kapita Garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS tahun 2010 adalah Rp Berdasarkan hal tersebut, Tabel 7 menunjukkan bahwa 86,7 persen contoh memiliki pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan garis kemiskinan BPS Garis Kemiskinan BPS 2010 Jumlah Persentase < Rp ,3 Rp ,7 Total Rata-rata±sd ± Min-max Keterangan: Nilai minimal-maksimal pendapatan per kapita contoh : Rp Rata-rata±sd pendapatan per kapita contoh : Rp ± Kesiapan Menikah Kesiapan menikah diartikan oleh Duvall (1971) sebagai laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan tugas perkembangan remajanya dan telah siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan, dan pribadi siap untuk bertanggung jawab dan menikah. Untuk itu peneliti mengukur kesiapan menikah dari beberapa dimensi, yaitu kesiapan intelektual, emosi, sosial, moral, individu, finanasial, dan mental. Kesiapan Intelektual Kesiapan intelektual meliputi pernyataan tentang kemampuan contoh untuk mendapatkan informasi. Kesiapan intelektual diartikan oleh Papalia dan Olds (1986) sebagai kemampuan seseorang seperti belajar, mengingat, beralasan, dan berpikir. Tabel 8 dapat terlihat bahwa sebagian hampir seluruh istri (94,4%) dapat memenuhi pernyataan mengenai keikutsertaannya dalam mnencari berita yang menggemparkan dunia, seperti berita tsunami di Aceh tahun 2004 hingga selesai. Hal ini terkait dengan pekerjaan istri yang 87,8 persen bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu untuk mengikuti berita. Kebanyakan istri mendapatkan berita dari sekilas berita saat sedang menonton televisi. Lain halnya dengan 94,4 persen suami yang mencari berita terbaru melalui televisi, surat kabar, maupun internet tapi hanya 84,4 persen saja yang menikuti kejadian yang

6 30 menggemparkan dunia hingga selesai. Bagi suami, tidak perlu mengikuti berita sampai selesai karena bagi mereka mengetahui berita terbaru saja sudah cukup. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan intelektual kesiapan No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Saat saya menemukan hal yang baru, saya memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk 91,1 81,1 mendalami hal tersebut 2 Saya mengikuti perkumpulan budaya sebagai upaya untuk melestarikan budaya 44,4 32,2 3 Saya mencari berita untuk mendapatkan berita terbaru (melalui surat kabar, televisi, internet) 94,4 85,6 4 Saya suka membaca buku mengenai ilmu pengetahuan 80 71,1 5 Saat ada peristiwa yang menggemparkan dunia, saya akan mengikuti kejadian tersebut hingga 84,4 94,4 selesai 6 Saya menyukai perkembangan dunia politik 54,4 41,1 Rataan (%) 74,8 67,6 Hasil penelitian yang dilakukan Dopplet dan Wallace (1955) dalam Papalia dan Olds (1986) menunjukkan bahwa kesiapan intelektual dewasa muda akan meningkat pada usia 20-an dan akan menurun setelahnya. Kemampuan ini akan berubah seiring jalannya waktu dan berhubungan dengan aspek motorik dan emosi. Hasil penelitian ini menunjukkan kesiapan intelektual suami lebih tinggi daripada istri dan ada perbedaan yang nyata antara kecerdasa intelektual suami dan istri. Sebuah penelitian yang dilakukan Furnham dan Bunclark (2006) dan Furnham dan Petrides (2004) dalam Sanchez et.al (2008) menyebutkan bahwa laki-laki memiliki nilai kesiapan intelektual yang lebih baik daripada perempuan. Pencapaian kesiapan intelektual suami yang tinggi dapat terlihat dari pendidikan suami yang juga lebih tinggi daripada istri. Pendidikan akan memberikan akses bagi keluarga untuk melakukan salah satu syarat minimal untuk menikah yang disebutkan oleh Burgess dan Locke (1960), yaitu memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Semakin tinggi pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan akan semakin tinggi juga (Duvall 1971). Pemenuhan suami (32,2%) maupun istri (44,4%) mengenai keikutsertaannya dalam perkumpulan seni sebagai upaya untuk melestarikan budaya masih rendah. Dilihat dari rata-ratanya, suami dapat memenuhi kesiapan intelektual lebih baik daripada istri. Perbedaan yang signifikan terdapat pada

7 31 kesiapan intelektual keduanya dengan nilai p-value sebesar 0,020. Secara keselurahan, lebih dari separuh suami berada dalam memiliki kesiapan intelektual yang tinggi dan mayoritas istri berada dalam kategori sedang (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan intelektual contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) Sedang ( %) Tinggi ( %) Total Kesiapan Emosi Kesiapan emosi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengontrol, mengendalikan, dan mengevaluasi emosi. Papalia dan Olds (1986) mendefinisikan kesiapan emosi adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan dunia, orang lain, dan perasaan. Kesiapan emosi dinilai Blood (1962) sebagai konsep penting dalam kesiapan menikah karena konsep ini sebagai tanda bahwa seseorang telah masuk pada masa dewasa. Hampir seluruh suami (98,9%) dan istri (95,6%) dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan sebanyak 93,3 persen suami dan istri mendapatkan dukungan dari keluarga disegala aktivitas saat sebelum menikah (Tabel 10). Terdapat satu istri yang merokok, baik dalam aktivitas sehari-harinya maupun saat sedang stres. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan emosi No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Saat saya dikhianati oleh pasangan, saya akan merasa kecewa 81,1 57,8 2 Saya tidak menggerutu saat marah 33,3 24,4 3 Apabila pasangan saya diganggu oleh orang lain, saya tidak akan menghampiri 44, Saya tidak merokok saat stres 28,9 98,9 5 Saya mendapat dukungan dari keluarga disegala aktivitas saya 93,3 93,3 6 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu 98,9 95,6 7 Jika ada teman yang mengganggu pekerjaan saya, maka saya akan menyuruhnya pergi dengan baik-baik 57,8 52,2 8 Saya tidak pernah melempar barang dan berteriak jika saya merasa kesal dengan beban pekerjaan 68,9 23,3 9 Saat saya berbeda persepsi dengan teman saya, maka saya segera menyamakan persepsi kami 58,9 42,2 10 Saya ikut sedih ketika mendengarkan cerita sedih teman saya 73,3 81,1 Rataan (%) 63,9 71,2 Tabel 10 terlihat bahwa suami dapat memenuhi pernyataan kesiapan emosi rata-rata enam pernyataan (63,9%), sedangkan istri rata-rata tujuh pernyataan

8 32 (71,2%). Pernyataan yang pemenuhannya masih rendah oleh suami adalah merokok saat sedang setres maupun dalam aktivitas sehari-hari karena suami yang tidak merokok hanya tiga dari sepuluh orang (28,9%). Untuk istri, pernyataan yang pemenuhannya masih rendah adalah tidak melempar barang saat sedang marah. Sebanyak 76,7 persen istri yang melempar barang saat marah. Terlihat pada penelitian ini bahwa kesiapan emosi istri lebih baik daripada suami dan ada perbedaan yang signifikan antara kesiapan emosi suami dan istri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awasthi dan Katyal (2005) menghasilkan kesiapan emosi wanita lebih baik daripada laki-laki. Penemuan ini diduga karena kesiapan emosi berhubungan dengan menjaga dan mengekspresikan emosi yang terlihat dari kemampuan empatinya, tanggung jawab sosialnya, dan hubungan interpersonalnya. Selain kemampuannya untuk menjaga emosi dan hubungan personalnya, kesiapan emosi dipengaruhi oleh lingkungan masyarakatnya dan kepribadiannya. Perempuan lebih sensitif dalam mengekspresikan emosinya terhadap orangtua, kerabat, dan peer group sehingga saat seorang perempuan lebih menjaga emosi dan hubungan personalnya daripada laki-laki, maka kesiapan emosinya pun baik. Lebih dari tiga perempat istri memiliki kesiapan emosi dalam kategori tinggi dan lebih dari separuh suami berada dalam kategori sedang (Tabel 11). Kesiapan emosi suami dan istri berbeda dengan nilai p-value seesar 0,000. Tabel 11 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan emosi contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) ,1 1 0,5 Sedang ( %) 49 54, , ,9 Tinggi ( %) 41 45, , ,6 Total Kesiapan Sosial Selain kesiapan emosi, Blood (1962) menyebutkan seseorang yang telah dewasa secara emosi belum tentu memiliki kehidupan sosial remaja yang cukup untuk siap menikah. Kesiapan sosial, desebutkan pula oleh Blood (1962), sebagai aspek kesiapan menikah yang mendasari pemenuhan kehidupan sosial remaja. Sebanyak 90 persen suami menyatakan sudah cukup umur untuk menikah. Tidak ada ukuran yang tepat untuk menentukan usia menikah (Tabel 12). Menurut UU no. 1 tahun 1974, umur yang tepat untuk menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun,

9 33 sedangkan untuk perempuan adalah16 tahun. Namun, umur tersebut terlalu dini untuk melangsungkan pernikahan, menurut BKKBN. Hampir 90 persen istri akan menyapa terlebih dahulu tetangga baru yang ada di lingkungan rumahnya saat sebelum menikah. Kesiapan sosial suami dan istri berbeda dengan nilai p value sebesar 0,038. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kesiapan sosial suami lebih baik daripada istri dan terdapat perbedaan yang nyata antara kesiapan sosial suami dan istri. Pernyataan yang masih rendah pemenuhannya adalah menilai seseorang saat pertama kali bertemu. Menurut Carli (2001) kesiapan sosial itu ditentukan oleh beberapa hal, yaitu jumlah laki-laki dan perempuan dalam satu grup yang sedang berinteraksi, cara berkomunikasi, dan isi pembicaraan (hal yang mengandung unsur feminin atau maskulin). Papalia, Olds, dan Feldman (2008) menyebutkan bahwa laki-laki lebih menyukai pembicaraan mengenai olahraga dan permainan yang kompetitif, sedangkan perempuan lebih suka menceritakan pengalamnnya. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan sosial No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Saya sudah cukup umur untuk menikah 90 85,6 2 Ketika saya sedang bermasalah dengan pasangan, saya cepat dalam menyelesaikan masalah-masalah 40 47,8 tersebur 3 Saya cepat beradaptasi dengan lingkungan baru 40 21,1 4 Saya akan menyapa duluan saat ada tetangga baru 86,7 88,9 5 Saya akan mengenyampingkan kepentingan saya untuk mencapai kepentingan bersama 84,4 67,8 6 Saya tidak pernah melarang teman saya untuk berteman dengan orang lain 88, Saya tidak langsung menilai seseorang dari penampilan 38,9 41,1 Rataan (%) 66,9 61,7 Berdasarkan kelas interval, kesiapan sosial dibagi ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Mayoritas suami (60%) memiliki untuk kesiapan sosial dalam kategori tinggi, sedangkan lebih dari separuh istri (54,4%) memiliki kesiapan sosial dalam kategori sedang. Tabel 13 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan sosial contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) 1 1,1 4 4,4 5 2,8 Sedang ( %) 35 38, , ,2 Tinggi ( %) , Total

10 34 Kesiapan Moral Kesiapan moral diartikan sebagai kemampuan seseorang menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk. Masa dewasa muda memiliki tahap perkembangan moral yang paling tinggi, yaitu post conventional menurut Kohlberg. Tahap ini dibagi dua, yaitu social contract dan universal ethical principles. Social contract adalah moral yang ditentukan oleh hak-hak manusia, sedangkan universal ethical principles adalah moral yang diasumsiakn adanya prinsip universal dan nurani sebagai pedoman kebajikan. Papalia dam Olds (1986) menyebutkan bahwa perkembangan moral dewasa muda berfungsi sebagai fungsi pribadi, sosialisasi, dan pengalaman moral. Hampir seluruh contoh, baik suami (96.7%) dan istri (94.4%), akan menolong orang yang tidak disukainya. Sebanyak 94,4 persen istri akan ikut mencela orang lain walaupun hanya bercanda dan 24,4 persen istri pernah melakukan bullying terhadap juniornya baik secara verbal maupun non verbal (Tabel 14). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan moral No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Saya selalu menolong orang lain meskipun orang tersebut tidak menyukai saya 96,7 94,4 2 Saat ada orang yang dicela, saya tidak ikut mencela 37,8 5,6 3 Saya selalu memikirkan perasaan orang lain 41,1 37,8 4 Saya pernah menyontek saat ujian 65, Saya selalu berkata jujur kepada semua orang 93,3 93,3 6 Saya dapat menyembunyikan perasaan saya saat senang maupun sedih 32,2 36,7 7 Saat teman saya terlibat dalam suatu masalah yang saya ketahui, saya akan menceritakan masalah 46,7 53,3 tersebut sejauh pengetahuan saya 8 Saya tidak pernah mengambil barang orang 65,6 68,9 9 Saya tidak pernah menggunakan barang orang tanpa izin 62,2 65,6 10 Saya tidak pernah melakukan bullying terhadap junior saya 55,6 75,6 11 Saya tidak pernah membeberkan rahasia teman saya 56,7 45,6 Rataan (%) 59,4 57,9 Hasil rataan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa suami dapat memenuhi pernyataan kesiapan moral lebih baik daripada istri. Dari 11 pernyataan, suami dapat memenuhi ata-rata 59,4 persen pernyataan sedangkan istri memenuhi ratarata 57,9 persen pernyataan. Pernyataan yang belum dapat dipenuhi dengan baik oleh suami maupun istri adalah ketidakmampuannya menyembunyikan perasaan saat senang atau sedih (Tabel 14). Kesiapan moral suami dan istri tidak memiliki

11 35 perbedaan dengan nilai p value sebesar 0,464. Peneltian yang dilakukan oleh Walker (1984) mendukung penelitian ini yang menunjukkan bahwa perkembangan moral baik laki-laki maupun perempuan tidak berbeda (Papalia dan Olds 1986). Gilligan (1977) menemukan bahwa moral perempuan lebih baik pada perhatian atau kepekaannya kepada lingkungan, sedangkan laki-laki lebih lebih baik pada moral justice (Podolskiy 2008). Berdasarkan kategori, lebih dari separuh suami (64,4%) dan lebih dari tiga perempat istri (76,7%) berada pada kategori sedang (Tabel 15). Tabel 15 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan moral contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) 4 4,4 1 1,1 5 2,7 Sedang ( %) 58 64, , ,6 Tinggi ( %) 28 31, , ,7 Total Kesiapan Individu Blood (1962) menjelaskan bahwa kebanyakan orang belajar menjadi istri dan suami secara otomatis. Dalam proses pendewasaannya mereka belajar untuk menjadi suami dari ayahnya dan menjadi istri dari ibunya. Apabila orangtua mereka berhasil memberikan contoh yang baik untuk anak-anaknya, maka keberhasilan rumah tangga anaknya dapat terjamin. Salah satu yang perlu disiapkan untuk menikah adalah siap untuk mengasuh anak. Lebih dari separuh ibu sudah mengerti cara mengasuh anak karena latar belakangnya yang pernah mengasuh adik, tetangga, ataupun pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (Tabel 16). Namun sisanya mengandalkan pengalaman masa lalunya saat diasuh oleh orangtua mereka. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menjelaskan bahwa banyak orangtua yang tidak menyiapkan diri untuk mendidik atau mengasuh anaknya dan mengandalkan pengalaman masa lalunya sehingga mereka menggunakan anak mereka sebagai kelinci percobaan. Tabel 16 memperlihatkan bahwa sebanyak 87,8 persen suami telah mengetahui pendidikan mengenai berkelaurga baik dari konseling pra nikah, sharing dengan teman-teman, maupun modelling dari orangtuanya. Lebih dari sepertiga suami (33.3%) adalah pencari nafkah utama dalam keluarga. Begitupula dengan istri, sebanyak 5,6 persen adalah pencari nafkah utama dalam keluarga.

12 36 Sebelum menikah, hampir seluruh istri melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal ini mungkin dikarenakan wanita yang sering pekerjaan domestik dibandingkan publik. Hampir seperlima istri (17,8%) istri yang secara aktif mencari pengetahuan reproduksi, kehamilan, dan kelahiran sebelum menikah. Hal yang sama terjadi dengan suami yang hanya 38,9 persen yang memeriksakan kesehatan reproduksi sebelum menikah (Tabel 16). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan individu No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Sebagai satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga besar 33,3 5,6 2 Pasangan yang sudah dipilih merupakan pasangan yang seperti diharapkan 72,2 61,1 3 Sudah memiliki waktu yang cukup untuk mengenal pasangan 83,3 63,3 4 Memiliki pengetahuan tentang berkeluarga (peran, fungsi, dan tugas setiap anggota keluarga dalam 87,8 85,6 keluarga) 5 Memiliki pengetahuan mengenai cara menstimulasi anak dengan benar 64,4 67,8 6 Memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak 68,9 61,1 7 Anda akan mengurangi kesenangan pribadi setelah menikah 78,9 71,1 8 Membiasakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah tangga 75,6 95,6 9 Anda memeriksakan kesehatan reproduksi sebelum menikah (Bapak) Anda memiliki pengetahuan tentang kesehatan 38,9 17,8 reproduksi, kehamilan, dan kelahiran (Ibu) 10 Sebelum menikah, pasangan telah membicarakan mengenai jumlah anak yang diinginkan 52,2 52,2 11 Sebelum menikah Anda telah hidup mandiri (terpisah dari orangtua) 54,4 23,3 12 Anda memiliki keyakinan akan mendapatkan pekerjaan yang layak karena keterampilan yang 63,3 30 dimiliki Rataan (%) 64,4 52,9 Istri dapat memenuhi rata-rata 52,9 persen pernyataan atau setara rata-rata delapan pernyataan dan suami dapat memenuhi rata-rata enam pernyataan dari 12 pernyataan yang diajukan mengenai kesiapan individu. Pernyataan yang pemenuhannya masih rendah adalah memeriksakan kesehatan reproduksi sebelum menikah. Perbedaan yang signifikan ada diantara kesiapan individu suami dan istri dengan nilai p value sebesar Berdasarkan kategori, hampir separuh suami (44,4%) berada pada kategori sedang dan tinggi, sedangkan hampr tiga per empat istri (72,2%) berada pada kategori sedang (Tabel 17). Secara keseluruhan,

13 37 Tabel 17 menunjukkan bahwa kesiapan individu dari seluruh contoh berada pada kategori sedang (58,3%). Tabel 17 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan individu contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) 10 1, ,6 Sedang ( %) 40 44, , ,3 Tinggi ( %) 40 44,4 7 7, ,1 Total Kesiapan Finansial Masalah finansial akan terus ada selama kehidupan berkeluarga. Masalah tersebut meningkat pada masa awal pernikahan dan akan terus meningkat hingga masa awal anak-anak. Pasangan yang memiliki masalah dalam masa awal anakanak akan mendorong orangtua untuk membantu pasanngan tersebut. Keluarga yang memiliki pendidikan dan pekerjaan yang tinggi, keluarga yang fleksibel, dan komunikasi yang baik memiliki manajemen keluarga yang baik, pilihan yang lebih baik, dan rencana untuk masa depan keluarga. Penelitian yang dilakukan Hunt dan Eshlemen tahun 1967 di Michigan menemukan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang masih sekolah atau kuliah lebih memiliki masalah finansial dibandingkan seseorang yang menikah saat kemampuan finansialnya telah stabil (Duvall 1971). Ketidakmampuan finansial tersebut membuat orangtua akhirnya ikut campur dalam masalah keluarga. Menurut Blood (1962), pernikahan yang sukses salah satunya apabila memiliki finansial yang baik dan tercermin dari kepemilikan tabungan baik di bank maupun menyimpan sendiri. Tabel 13 memperlihatkan bahwa hampir tiga per empat suami (72,2%) memiliki tabungan, sedangkan istri hanya 42,2 persen saja. Baik suami maupun istri telah bekerja sebelum menikah. Lebih dari tiga per empat istri (76,7%) telah memiliki pekerjaan tetap, sisanya ada yang membatu orangtuanya bekerja atau selesai sekolah langsung menikah. Demikian pula dengan 84,4 persen suami yang telah memiliki pekerjaan tetap dan sisanya mengikuti usaha turun menurun keluarga.

14 38 Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan finansial No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Sebelum menikah Anda memiliki pekerjaan tetap 84,4 76,7 2 Sebelum menikah Anda sudah memiliki rumah sendiri 7,8 1,1 3 Sebelum menikah Anda memiliki tabungan 72,2 42,2 4 Sebelum menikah Anda memiliki investasi emas atau perhiasan 20 64,4 5 Sebelum menikah Anda sudah memiliki kendaraan sendiri 35,6 8,9 6 Memiliki pengetahuan cara mengelola keuangan (dari buku, internet, televisi) 55, Memiliki jejaring yang banyak 52,2 74,4 8 Memiliki pendapatan sampingan 50 16,7 Rataan (%) 47,2 44,3 Hasil nilai rataan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa suami dan istri dapat memenuhi pernyataan kesiapan finansial rata-rata hampir setengah dari pernyataan (47,2% dan 44,3%). Pernyataan yang masih sedikit dapat dipenuhi oleh suami dan istri adalah kepemilikan rumah. Hanya hampir sepersepuluh suami dan 1,1% istri yang menyiapkan rumah sebagai tempat tinggal setelah menikah. Sisanya masih menumpang di rumah orangtua dan mengontrak. Tidak ada perbedaan kesiapan finansial antara suami dan istri dengan nilai p value sebesar Kategori skor pada Tabel 19 menunjukkan bahwa suami dan istri berada dalam kategori sedang (57,8% dan 60%). Tabel 19 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan finansial contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) 24 26, , ,9 Sedang ( %) 52 57, ,9 Tinggi ( %) 14 15,5 8 8, ,2 Total Kesiapan Mental Kesiapan mental perlu dipersiapkan karena menurut Gunarsa dan Gunarsa (2002), dalam kehidupan berumah tangga tentunya sering menemukan ketidakcocokan antara apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh pasangan. Maka dari itu, setiap pasangan suami istri harus menjadi tim yang kuat dalam menanggulangi perbedaan tersebut sehingga tidak membawa pada perpisahan. Sebelum menikah terdapat syarat yang sebaiknya diajukan sendiri maupun kesepakatan bersama karena akan berdampak pada kesiapan mental pasangan yang akan menikah. Menurut Napolitano, Furstenberg, dan Kefalas (2005)

15 39 kesiapan mental dalam pernikahan termasuk dalam menerima aturan-aturan dalam hubungan pernikahan dan melakukan perjanjian sebagai suami dan istri yang dibuat saat pernikahan. Chairy (2006) mengatakan bahwa kesiapan mental adalah hal yang pertama kali harus disiapkan oleh pasangan yang akan menikah. Pernyataan yang sudah dapat dipenuhi dengan baik oleh suami maupun istri yaitu siap apabila pendapatan keluarga tidak hanya untuk keluarganya saja. Penelitian menunjukkan bahwa istri lebih tidak siap apabila hidup dalam keterbatasan daripada suami. Sebanyak 67,8 persen istri siap untuk hidup terbatas dibandingkan suami yang lebih dari empat perlimanya (82,2%) siap jika harus hidup dalam keterbatasan. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan mentalnya No Pernyataan Suami (%) Istri (%) 1 Sebelum menikah, Anda telah menyiapkan diri untuk hidup dalam keterbatasan setelah menikah 82,2 67,8 2 Sebelum menikah, Anda telah memikirkan bagaimana cara membagi penghasilan yang didapatkannya untuk dirinya, keluarganya, juga untuk keluarga besar 94, Sebelum menikah, Anda telah menyiapkan diri untuk kemungkinan hubungan yang kurang baik 61,1 60 dengan mertua (misalnya mendapatkan sindiran) 4 Sebelum menikah, Anda telah menyiapkan diri jika pasangan melakukan perilaku yang sesuai selama 67,8 53,3 pernikahan 5 Sebelum menikah, Anda telah menyiapkan diri jika memiliki anak tidak seperti yang diharapkan 62,2 67,8 Rataan (%) 73,6 67,8 Suami dapat memenuhi pernyataan rata-rata hampir tiga perempatnya (73,6%) dari lima pernyataan yang diajukan mengenai kesiapan mental. Pernyataan yang belum dapat dipenuhi oleh suami dengan baik adalah ketidaksiapan hubungan dengan mertua. Istri sudah dapat memenuhi rata-rata lebih dari setengah pernyataan (67,8%). Pernyataan yang belum dapat memenuhi oleh istri dengan baik adalah ketidaksiapannya atas perilaku pasangan yang tidak diharapkan. Dilihat dari kategori skor, lebih dari separuh contoh (55%) berada dalam kategori tinggi untuk kesiapan mentalnya. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesiapan mental suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,150.

16 40 Tabel 21 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan mental contoh Kategori Suami Istri Total n % n % n % Rendah (0-33.3%) 3 1, ,7 Sedang ( %) 34 18, , ,3 Tinggi ( %) 53 29, , Total Secara keseluruhan, kesiapan menikah suami lebih baik daripada istri. Suami dapat memenuhi rata-rata 63,2 persen dari 59 pernyataan kesiapan menikah, sedangkan istri memenuhi rata-rata 59,6 persen pernyataan kesiapan menikah. Hanya dalam kategori kesiapan emosi saja istri memiliki tingkat kesiapan yang lebih baik daripada suami. Sebagian besar suami maupun istri memiliki kesiapan menikah dalam kategori sedang. Perbedaan yang signifikan antara suami dan istri ditunjukkan dengan nilai p value sebesar 0, ,2 persentase (%) 59,6 kesiapan menikah suami istri Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan kesiapan menikahnya Tugas Dasar Tugas dasar merupakan bagian-bagian yang harus dipenuhi oleh keluarga mapun individu sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya (Maslow 1970). Menurut BKKBN, kebutuhan dasar yang harus dipenuhi keluarga antara lain kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Berikut adalah tabel pemenuhan tugas dasar keluarga di lokasi penelitian.

17 41 Tabel 22 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas dasarnya No Pernyataan Pemenuhan (%) 1 Memiliki ketersediaan makanan Anggota keluarga makan minimal dua kali sehari Memilliki rumah yang permanen Memiliki atap dan dinding yang kokoh 95,6 5 Memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap kegiatan 91,1 6 Pergi ke dokter/klinik/bidan saat ada anggota keluarga 98,9 yang sakit 7 Melakukan KB di rumah sakit/klinik/bidan 87,8 Rataan (%) 96,2 Tabel 22 memperlihatkan bahwa seluruh keluarga menyediakan makanan untuk makan sehari-hari dan tidak ada anggota keluarga yang makan kurang dari dua kali. Seluruh keluarga juga menempati rumah permanen, baik masih mengontrak, rumah sendiri, maupun masih tinggal dengan orangtua atau mertua. Hampir seluruh contoh membawa anggota keluarga yang sedang sakit ke dokter, klinik, maupun bidan terdekat. Namun ada satu keluarga yang masih menggunakan obat tradisional. Seluruh keluarga di lokasi penelitian rata-rata hampir memenuhi seluruh pernyataan mengenai tugas dasar keluarga. Dari tujuh pernyataan mengenai pemenuhan tugas dasar, terdapat tiga peryataan yang dapat dipenuhi dengan sempurna oleh keluarga, yaitu ketersediaan makanan, makan lebih dari dua kali sehari, dan memiliki rumah permanen. Terdapat empat keluarga yang atap rumahnya masih terbuat dari anyaman bambu ataupun asbes, bahkan masih ada yang tidak memiliki loteng, lantainya masih dari tanah, dan dindingnya hanya tersusun dari batako putih yang rapuh (belum diplester). Hampir seluruh keluarga (91,1%) memiliki baju yang berbeda untuk setiap kegiatan dan sisanya tidak memiliki baju untuk acara yang berbeda. Delapan keluarga hanya membeli baju setahun sekali, saat lebaran. Sebanyak 87,8 persen ibu melakukan KB, sisanya tidak melakukan karena penyakit (kista dan miom), tidak cocok, dan keyakinan bahwa KB dapat menghambat rezeki untuk mendapatkan anak. Tugas Krisis Tugas krisis adalah periode krusial dalam setiap tahapan perkembangan keluarga karena kurangnya sumberdaya (Sunarti 2007). Dalam penelitian, tugas krisis dibagi menjadi tiga, yaitu tugas krisis terkait anak, hubungan suami istri,

18 42 dan kesiapan sekolah anak. Berikut adalah tabel item pernyataan tugas krisis keluarga prasekolah di lokasi penelitian. Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan pemenuhan tugas krisisnya No Pernyataan Pemenuhan (%) Tugas krisis anak 1 Tidak mengabaikan anak karena bicaranya yang belum jelas 11,1 2 Tidak menyalahkan anak saat terjatuh 24,4 3 Tidak membiarkan anak di depan televisi 36,7 4 Tidak membiarkan anak menangis 56,7 5 Melakukan sebagian besar pengasuhan sendiri 41,1 6 Mendapatkan dukungan pengasuhan 80 7 Membaca buku tentang pengasuhan 37,8 8 Tidak membiarkan anak gemuk 13,3 9 Tidak membiarkan anak buang air sembarangan 51,1 10 Mengatur keadaan rumah yang layak untuk perkembangan anak 25,5 Tugas krisis hubungan suami dan istri 11 Memiliki privasi untuk menjaga hubungan dengan pasangan 26,7 12 Memiliki waktu untuk melakukan pengasuhan dan 80 pekerjaan rumah (khusus ayah) 13 Memiliki waktu untuk merawat diri 27,8 Tugas krisis kesiapan sekolah anak 14 Memiliki biaya untuk sekolah anak 74,4 15 Memiliki kesempatan untuk menstimulasi anak 67,8 Rataan (%) 43,6 Sebanyak 88,9 persen ibu masih sering mengabaikan anak karena bicaranya yang belum jelas. Namun, saat menangis lebih dari setengah ibu tidak membiarkan anaknya. Sebanyak duapuluh persen ibu tidak mendapatkan dukungan untuk mengasuk karena tinggalnya yang berjauhan atau tidak ingin merepotkan orangtua sehingga setengah ibu memilih untuk meminta bantuan baby sitter maupun saudara kandungnya. Sisanya melakukan pengasuhan sendiri (Tabel 23). Masa prasekolah merupakan masa yang sibuk sehingga 72,2 persen ibu tidak sempat untuk merawat diri atau punya waktu luang untuk dirinya. Akibatnya, waktu yang dimiliki istri untuk menjaga hubungan dengan suami hanya dimiliki oleh 26,7 persen istri (Tabel 23). Waktu yang digunakan untuk menjaga hubungan suami dan istri sebatas pergi kondangan bersama atau mengobrol di malam hari saat anak sudah tidur. Gunarsa dan Gunarsa (2002) menjelaskan bahwa partisispasi suami dalam keluarga, baik merawat, mendidik, dan menjaga anak dapat mempererat hubungan suami istri. Namun, karena kesibukan di luar rumah, suami dan istri sering mengacuhkan waktu yang sebenarnya dapat digunakan untuk memupuk rasa keakraban. Hal tersebut terlihat

19 43 dari 20 persen ayah yang tidak memiliki waktu untuk mengurus anaknya karena kelelahan bekerja atau menyerahkan pekerjaan rumah tangga kepada istrinya. Usia prasekolah merupakan usia persiapan untuk masuk ke sekolah formal. Terdapat 37,8 persen anak yang belum sekolah karena beberapa alsan, salah satunya belum cukup umur untuk masuk PAUD. Namun, umur bukan alasan anak tidak sekolah. Sebelum masuk PAUD, ibu memasukkan anaknya ke TPA sebagai persiapan masuk PAUD. Hampir sama dengan PAUD, di TPA anak mulai mengenal angka, warna, dan ditambah dengan membaca iqra. Terdapat 30 persen anak yang mengikuti TPA, sedangkan terdapat 31,1 persen anak yang sudah masuk PAUD, dan hanya satu anak yang sudah masuk TK. Tentunya kerjasama antara sekolah dan keluarga diperlukan agar anak benar-benar siap masuk ke sekolah dasar. Namun hanya terdapat 32,2 persen ibu yang menstimulasi anak agar siap untuk sekolah. Ibu yang tidak sempat menstimulasi anak memiliki alasan seperti sibuk bekerja, anaknya yang tidak mau mengulangi pelajaran di PAUD/TPA/TK, memiliki adik yang masih bayi atau usia balita, dan sedang hamil sehingga lebih terkonsentrasi dengan kehamilannya. Secara umum, tugas krisis keluarga dalam lokasi penelitian ini dalam kategori sedang. Dari 15 pertanyaan tersebut, keluarga dapat memenuhi rata-rata 43,6 persen pernyataan atau rata-rata enam pernyataan mengenai tugas krisis. Tugas krisis merupakan periode-periode krusial dalam keluarga yang terjadi sepanjang tahap perkembangan keluarga. Hampir separuh pernyataan mengenai tugas krisis dapat dipenuhi oleh keluarga dari pernyataan yang diharapkan. Kemampuan keluarga dalam menghadapi krisis dalam keluarga, biasanya dapat terlihat dari teori ABCX family crisis model yang dikembangkan oleh McCubbin dan Thompson (1987). Model ini fokus terhadap stressor yang datang pada keluarga, sumberdaya keluarga, dan kemampuan keluarga dalam menghadapi stressor. Terdapat tujuh komponen dalam model ini, yaitu stressor, kerentanan keluarga, tipe keluarga (rhytmic, regenerative, resilience, atau traditionalistic families), sumberdaya dalam keluarga, kemampuan keluarga dalam menghadapi stressor, respon keluarga dalam bentuk pemecehan masalah atau koping strategi, dan penyesuaian keluarga sebagai bentuk akhir dari kemampuan keluarga dalam menerima stressor (krisis keluarga atau tidak).

20 44 Krisis terjadi ketika stressor mulai mengganggu kestabilan keluarga. Kemampuan keluarga dalam menghadapi stressor tergantung dari sumberdaya keluarga. Besarnya stressor dan tahap perkembangan keluarga akan mempengaruhi kelentingan keluarga yang kemudian rentan atau tidaknya keluarga ditentukan oleh tipe keluarga. Tipe keluarga resilience tidak akan menimbulkan krisis bagi keluarga karena keluarga menjadi fleksibel ketika masalah datang. Kekuatan, sumberdaya, dan kemampuan keluarga mengartikan stres akan mempengaruhi pemecahan masalah dan koping strategi yang dilakukan keluarga. Krisis atau tidaknya keluarga akan ditentukan dari kekuatan, sumberdaya, dan kemampuan keluarga dalam mengartikan sters tersebut. Keluarga yang resilience (rentan) adalah keluarga yang mampu mengelola tekanan yang diukur dari fleksibitas dan kelekatan keluarga. Tipe keluarga ini menjadi komponen utama untuk menjadikan keluarga yang sehat, kuat dan menunjang keberfungsian keluarga. Keluarga tipe ini dapat dikatakan memiliki pola adaptasi yang baik dan ditunjukkan dengan kepuasan keluarga, perkembangan anak, pernikahan, dan lingkungan sekitar. Hubungan Umur Menikah, Pendidikan serta Kesiapan Menikah Suami dan Istri Hubungan yang signifikan (p<0,05) terdapat diantara kesiapan menikah suami, umur, dan pendidikan (Tabel 24). Semakin tinggi umur dan pendidikan suami maka kesiapan menikahnya pun semakin baik. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bayer (1968) menemukan bahwa semakin cepat seseorang menikah maka kesiapannya juga semakin rendah. Pendidikan merupakan aset yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Pendidikan dan pendapatan yang tinggi akan meminimalisasi perceraian keluarga (Papalia, Olds, dan Feldman 2008). Blood (1962) menjelaskan bahwa umur adalah indikasi seseorang telah dewasa. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Knox (1985) bahwa pendidikan, usia, dan pekerjaan adalah tiga hal yang dapat mempengaruhi kesiapan menikah. Hubungan yang sangat signifikan (p<0,01) juga terdapat diantara umur menikah suami dengan kesiapan finansialnya (Tabel 24). Ini berarti semakin tinggi umur menikah suami maka kesiapan finansial suami juga akan semakin

21 45 baik. Duvall (1971) menyatakan bahwa seseorang yang menikah muda mungkin masih bergantung dengan orangtua. Terlihat pada penelitian ini bahwa sebagian besar contoh masih bergantung dengan orangtua sehingga kesiapan finansialnya juga belum stabil. Kesiapan intelektual, emosi, dan kesiapan individu suami berhubungan positif sangat signifikan (p<0,01) dengan pendidikan (Tabel 24). Artinya semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula kesiapan intelektual, emosi, dan kesiapan individunya untuk mempersiapkan pernikahan. Secara total, kesiapan menikah suami berhubungan sangat signifikan (p<0,01) dengan umur dan pendidikan (Tabel 24). Tabel 24 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, umur menikah, dan pendidikan suami Kesiapan menikah Umur menikah Pendidikan Kesiapan intelektual 0,202 0,362** Kesiapan emosi 0,095 0,358** Kesiapan sosial -0,08 0,047 Kesiapan moral 0,083 0,007 Kesiapan individu 0,198 0,210* Kesiapan finansial 0,356** 0,166 Kesiapan mental 0,102-0,071 Total kesiapan menikah suami 0,283** 0,289** *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01 Sama dengan suami, kesiapan finansial istri memiliki hubungan signifikan positif (p<0,05) dengan umur menikah (Tabel 25). Umur menikah istri yang semakin tinggi menyebabkan kesiapan finansial yang tinggi pula. Begitupula dengan kesiapan intelektual dan emosi memiliki hubungan yang sangat signifikan (p<0,01) dengan pendidikan (Tabel 25). Selain itu, kesiapan finansial juga berhubungan nyata dengan pendidikan. Itu artinya semakin tinggi pendidikan maka kesiapan intelektual, emosi, dan kesiapan finansialnya juga semakin baik. secara keseluruhan terdapat hubungan positif signifikan (p<0,05) antara pendidikan dan kesiapan menikah istri (Tabel 25). Tidak ada hubungan yang signifikan (p>0,05) antara kesiapan menikah istri dan umurnya. Kesiapan menikah istri yang seragam diduga menjadi sebab tidak adanya hubungan kesiapan menikah dan umurnya. Duvall (1971) menjelaskan bahwa pernikahan yang dilakukan terlalu dini lebih rentan terhadap perceraian dan perpisahan. Mendukung apa yang disebutkan oleh Duvall (1971), Papalia dan Olds (1986) menyebutkan pernikahan yang terlalu cepat akan berdampak pada karir, keikutsertaan dalam sekolah, pengembangan diri pasangan,

22 46 dan mengahambat hubungan pasangan dengan orang lain. Sebaliknya, bagi yang tidak terlalu cepat menikah mereka lebih memiliki kesempatan untuk mencapai kesuksesan dalam pernikahannya. Selain umur, Duval (1971) menyebutkan faktor lainnya yang menentukan kesuksesan keluarga, yaitu kepribadian, pendidikan, latar belakang pacaran, tunangan, alasan untuk menikah, terjadinya kehamilan, status sosial, sikap orangtua terhadap pernikahan, dan keadaan ekonomi. Tabel 25 Sebaran koefisien korelasi umur menikah, pendidikan, dan kesiapan menikah istri Kesiapan menikah Umur menikah Pendidikan Kesiapan intelektual 0,063 0,362** Kesiapan emosi -0,117 0,209* Kesiapan sosial 0,187 0,060 Kesiapan moral -0,057 0,027 Kesiapan individu -0,028-0,065 Kesiapan finansial 0,217* 0,351** Kesiapan mental 0,040 0,001 Total kesiapan menikah istri *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01 0,094 0,266* Hubungan Karakteristik Keluarga, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tidak terlepas dari kemampuan keluarga dalam mencari sumberdaya untuk memenuhinya. Burgess dan Locke (1960) mengatakan bahwa salah satu syarat menikah adalah mampu memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pada penelitian ini, pendidikan suami berhubungan signifikan (p<0,05) dengan pemenuhan tugas dasar keluarga (Tabel 26). Semakin tinggi pendidikan suami maka kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya akan semakin baik. Pendidikan merupakan aset yang dapat digunakan untuk mendapatkan sumberdaya untuk keluarga. Menurut Duvall (1971) pendidikan yang tinggi akan memberikan kesempatan bagi keluarga untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik. Tabel 26 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis Karakteristik keluarga Tugas dasar Tugas krisis Jumlah anggota keluarga -0,135-0,073 Lama menikah 0,127-0,073 Umur menikah suami 0.122* -0,074 Umur menikah istri 0.080* 0,099 Umur suami 0.150* -0,089

23 47 Umur istri 0.113* 0,072 Pendidikan suami 0.257* 0,185 Pendidikan istri 0.105* 0,125 Penghasilan 0.070* 0,030 Pemenuhan tugas krisis keluarga dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu tugas *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf p<0,01 krisis terkait anak, hubungan suami istri, dan kesiapan sekolah anak. Uji hubungan pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p<0,05) antara pendidikan suami dan pemenuhan tugas krisis kesiapan sekolah anak (Tabel 27). Semakin tinggi pendidikan suami maka pemenuhan akan krisis terkait kesiapan sekolah anak pun dapat terpenuhi sehingga suami dapat mendukung kesiapan anak untuk sekolah dengan sumberdaya uang. Tabel 27 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dan dimensi pemenuhan tugas krisis keluarga Tugas krisis Tugas krisis Anak hubungan suami dan istri Karakteristik keluarga Tugas krisis kesiapan sekolah anak Jumlah anggota keluarga -0,139 0,101-0,034 Lama menikah -0,038-0,024-0,104 Umur menikah suami Umur menikah istri Umur suami Umur istri Pendidikan suami * Pendidikan istri Penghasilan *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01 Hubungan Kesiapan Menikah, Pemenuhan Tugas Dasar, dan Tugas Krisis Keluarga Berdasarkan hasil uji hubungan (Tabel 28), terlihat bahwa kesiapan menikah suami berhubungan signifikan (p<0,05) dengan pemenuhan tugas krisis keluarga. Artinya, semakin tinggi kesiapan menikah suami maka pemenuhan tugas krisis keluarganya pun semakin baik. Semakin tinggi kesiapan menikah suami, maka kemampuan akan mendapatkan sumberdaya juga semakin baik sehingga tugas krisis pun dapat terpenuhi. Tabel 28 Sebaran koefisien korelasi kesiapan menikah, tugas dasar, dan tugas krisis keluarga Kesiapan menikah Tugas dasar Tugas krisis Kesiapan menikah suami -0,021 0,223* Kesiapan menikah istri 0,074-0,028 *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01

24 48 Hasil uji hubungan pearson memperlihatkan bahwa tidak ada indikator kesiapan menikah suami dan istri yang berhubungan nyata dengan tugas dasar (Tabel 29). Hubungan yang positif signifikan terdapat diantara kesiapan intelektual, sosial, dan emosi suami dengan pemenuhan tugas krisis keluarga. Semakin tinggi ketiga kesiapan tersebut, maka pemenuhan tugas krisis pun semakin baik. Hubungan positif signifikan juga terdapat pada kesiapan intelektual istri dengan pemenuhan tugas krisis keluarga. Kesiapan intelektual suami dan istri menjadi aset untuk memperoleh sumberdaya keluarga. Semakin tinggi kesiapan intelektual suami maka pendidikan suami juga semakin baik yang nantinya menjadi kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dan pekerjaan yang baik (Duvall 1971). Oppenheim (1969) mejelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan pendidikan. Semakin tinggi pendidikan maka pekerjaan yang didapatkan akan semakin baik. Pemenuhan kebutuhan krisis juga tidak terlepas dari adanya dukungan dari keluarga maupun teman (Smart dan smart 1980). Kesiapan emosi dan sosial suami dapat digunakan sebagai aset untuk mendapatkan dukungan dalam memenuhi tugas krisis keluarga. Tabel 29 Sebaran koifeisen korelasi dimensi kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis keluarga Dimensi kesiapan Menikah Tugas krisis keluarga Tugas dasar Kesiapan menikah suami Kesiapan intelektual 0,258* -0,132 Kesiapan emosi 0,226* 0,052 Kesiapan sosial 0,291** -0,043 Kesiapan moral -0,021 0,022 Kesiapan individu 0,096-0,091 Kesiapan finansial -0,017 0,063 Kesiapan mental 0,132 0,069 Kesiapan menikah istri Kesiapan intelektual 0,216* 0,105 Kesiapan emosi -0,053 0,142 Kesiapan sosial 0,020 0,130 Kesiapan moral 0,011 0,012 Kesiapan individu -0,192-0,117 Kesiapan finansial 0,012 0,024 Kesiapan mental -0,028 0,061 *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01 Tabel 30 menunjukkan bahwa kesiapan intelektual suami berhubungan sangat signifikan (p<0,01) dengan pemenuhan dimensi tugas krisis (dimensi anak, hubungan suami istri, dan kesiapan sekolah anak). Ini berarti semakin tinggi

25 49 kesiapan intelektual suami, maka pemenuhan akan tugas krisis (anak, hubungan suami dan istri, serta kesiapan sekolah anak) juga semakin baik. Kesiapan mental suami juga berhubungan signifikan (p<0,05) dengan pemenuhan tugas krisis kesiapan sekolah anak. Semakin tinggi kesiapan mental suami maka pemenuhan akan tugas krisis kesiapan sekolah anak juga semakin baik. Ini berkaitan dengan kemampuan suami untuk membagi penghasilannya untuk sekolah anak, kebutuhan rumah tangga, dan kebutuhan pribadinya. Tabel 30 Dimensi kesiapan menikah Sebaran koefisien korelasi dimensi kesiapan menikah dan tugas krisis keluarga Tugas krisis terkait anak Tugas krisis terkait hubungan suami dan istri Tugas krisis terkait kesiapan sekolah anak Kesiapan menikah suami Kesiapan intelektual 0,999** 0,998** 0,999** Kesiapan emosi 0,214* 0,129 0,060 Kesiapan sosial 0,284** 0,084 0,237* Kesiapan moral -0,022 0,057-0,081 Kesiapan individu 0,017 0,057 0,180 Kesiapan finansial -0,101 0,105 0,044 Kesiapan mental 0,099 0,134 0,216* Kesiapan menikah istri Kesiapan intelektual 0,081 0,246* 0,181 Kesiapan emosi -0,028-0,088 0,005 Kesiapan sosial -0,017 0,074 0,011 Kesiapan moral 0,063-0,136 0,055 Kesiapan individu -0,207-0,032-0,088 Kesiapan finansial -0,063 0,125 0,028 Kesiapan mental -0,025 0,000-0,029 *signifikan pada taraf p<0,05 **signifikan pada taraf nyata p<0,01 Pengaruh Umur Menikah dan Pendidikan terhadap Kesiapan Menikah Berdasarkan penjelasan Knox (1985) bahwa kesiapan menikah dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan karir. Hasil uji regresi berganda (Tabel 31) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) antara kesiapan menikah suami dan umur menikah. Setiap kenaikan satu standar deviasi umur menikah maka akan menaikkan pula kesiapan menikahnya sebesar 0,251 standar deviasi. Begitupula dengan pendidikan, tedapat pengaruh yang sangat signifikan dengan kesiapan menikah. Setiap kenaikan pendidikan satu standar deviasi maka akan menaikkan pula kesiapan menikah suami sebanyak 0,261 standar deviasi. Model dalam penelitian menjelaskan 12,9 persen pengaruhnya

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 31 HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Luas wilayahnya adalah 157,9 Ha. Batas wilayah Kelurahan Bubulak adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA 23 KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA Marital Readiness Of Wife And Child Development Aged 3-5 Years Within Family Whose Wife Married At

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan subsampling dari penelitian utama Hibah Kompetensi DIKTI Sunarti (2012) dengan tema Keragaan Ketahanan Keluarga Indonesia. Disain

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional karena data yang diambil berkenaan dengan pengalaman masa lalu yaitu saat keluarga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Umur Contoh HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Suami Isteri Pada Tabel 2 dapat dilihat sebaran contoh menurut umur, dengan rentang berada antara 18 sampai 69 tahun. Teori Papalia dan Olds (1981) membagi

Lebih terperinci

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI

KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI KESIAPAN MENIKAH, PEMENUHAN TUGAS DASAR, DAN TUGAS KRISIS PADA KELUARGA ANAK PRASEKOLAH RESTYSTIKA DIANESWARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikahuripan merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 702 Ha, ketinggian diatas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Bogor Barat Wilayah administrasi Kecamatan Bogor Barat hingga akhir Desember 2008 yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat yang terbentuk dari hubungan pernikahan laki-laki dan wanita untuk menciptakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas LAMPIRAN I KATA PENGANTAR KUESIONER Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, maka tugas yang harus dilaksanakan adalah mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas BAB VI Pasal 13

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas BAB VI Pasal 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta tidak secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa dekade terakhir peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Hal ini terlihat dari peran sosial yang diikuti sebagian wanita dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Negeri contoh terletak di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1980 dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh suatu negara. Berdasarkan data BPS tahun 2010, persentase kemiskinan saat ini mencapai 13,3 persen. Kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia

Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia Tahun 2014 ini merupakan momen bersejarah bagi masyarakat Indonesia dalam memasuki periode demokrasi baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hiruk pikuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, artinya data penelitian dikumpulkan pada satu periode waktu tertentu. Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian

Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian LAMPIRAN 83 84 85 Lampiran 1 Uji korelasi Pearson hubungan antar variabel penelitian Hubungan antar variabel penelitian V. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 1 X2-1.406 ** X3 -.133 -.171

Lebih terperinci

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP), PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga KERANGKA PEMIKIRAN Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga Undang-Undang No.52 tahun 2009 mendefinisikan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian anak usia prasekolah 1. Pengertian Subrata (1997), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian anak pasekolah yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada hakikatnya, tidak semua orang memilih untuk menikah di usia dini, banyak

BAB V PENUTUP. Pada hakikatnya, tidak semua orang memilih untuk menikah di usia dini, banyak BAB V PENUTUP Pada hakikatnya, tidak semua orang memilih untuk menikah di usia dini, banyak faktor yang menyebabkan orang memilih untuk menikah pada usia dini dan membentuk keluarga muda. Namun juga tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan pernikahan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan relasi antar pribadi pada masa dewasa. Hubungan attachment berkembang melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Remaja yang Menikah Muda. Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran sampel penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Remaja yang Menikah Muda. Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran sampel penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Remaja yang Menikah Muda Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran sampel penelitian. Secara umum penelitian ini menggunakan 97 sampel peneltian sebelum

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dimensi yang dominan. Berikut adalah kesimpulannya : Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dimensi yang dominan. Berikut adalah kesimpulannya : Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian untuk melihat gambaran penyesuaian diri terhadap pasangan pada remaja, maka dapat ditarik kesimpulan yang dilihat dari profil umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S.

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. Hubungan Suami Istri Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Disampaikan pada : Seminar Pra Nikah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2014

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan (Papalia, et. la., 2007). Setelah menikah laki-laki dan perempuan akan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika memasuki masa dewasa salah satu tugas perkembangan yang akan dilalui seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy DATA PRIBADI Nama ( inisial ) : Jenis Kelamin : Usia : Fakultas : Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap penting untuk dikembangkan karena sebagai dasar untuk. perkembangan sosial selanjutnya (Maulana, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap penting untuk dikembangkan karena sebagai dasar untuk. perkembangan sosial selanjutnya (Maulana, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa prasekolah, karena pada masa ini anak mengalami kemajuan perkembangan yang optimal terutama perkembangan sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Laporan 1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Perkembangann zaman menimbulkan kesulitan dalam setiap segi kehidupan manusia, termasuk perekonomian. Kesulitan ekonomi mengakibatkan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia dini merupakan momen yang amat penting bagi tumbuh kembang anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu masa dimana semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun rumah tangga melalui perkawinan merupakan hal yang penting bagi sebagian orang. Untuk mewujudkan itu, salah satu yang harus dilakukan adalah memilih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%)

METODE PENELITIAN. N Ne = 780. n = 780( = 106, N = Jumlah populasi mahasiswa S1 FEMA IPB Tahun e = error (9%) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Desain Penelitian ini adalah cross sectional study, karena data yang dikumpulkan hanya pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Nazir 2009). Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aghnia Nurisyabani, 2015 KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Aghnia Nurisyabani, 2015 KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Beberapa tahun terakhir ini, kata poligami sudah bukan menjadi kata yang asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Poligami, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian perkawinan usia muda dan pengertian pola asuh serta berbagai macam bentuk pola asuhnya dari berbagai pengertian para ahli. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Resolusi Konflik Setiap orang memiliki pemikiran atau pengertian serta tujuan yang berbeda-beda dan itu salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu hubungan kedekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci