HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 37 Umur Contoh HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Suami Isteri Pada Tabel 2 dapat dilihat sebaran contoh menurut umur, dengan rentang berada antara 18 sampai 69 tahun. Teori Papalia dan Olds (1981) membagi kategori umur manusia dewasa menjadi tiga, yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun) dan dewasa lanjut (>65 tahun). Sedangkan usia remaja diperkirakan dalam rentang usia tahun. Sebaran umur memiliki ratarata 41,31 tahun, dengan mayoritas usia ibu menyebar pada rentang dewasa awal, sebanyak 54,29%. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan umur Umur (Tahun) Remaja 1 2,88 Dewasa Awal 19 54,29 Dewasa Madya 12 34,29 Dewasa Lanjut 3 8,58 Total Rata-Rata 41,31 Kecenderungan pernikahan di usia muda terlihat dalam Tabel 3. Usia contoh waktu pertama kali menikah berada pada rentang tahun. Dengan jelas diperlihatkan bahwa sebagian besar contoh menikah pada usia muda, yang menurut teori Papalia dan Olds dikategorikan sebagai usia remaja, yakni sebesar 54,29%. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur waktu pertama kali menikah Umur (Tahun) Remaja 18 51,43 Dewasa Awal 17 48,57 Total Rata-Rata 20,54 Fenomena ini dapat diterjemahkan bahwa para ibu yang berusia muda tersebut masih memiliki kemungkinan besar untuk memiliki anak lagi sebab masih berada pada usia subur. Selain itu, perbandingan usia yang jauh antara contoh dan suaminya mengindikasikan kemungkinan untuk konflik lebih besar sebab masing-masing memiliki kemampuan mengontrol emosi yang berbeda.

2 38 Anak Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa rentang jumlah anak pada pernikahan sekarang adalah antara 1 sampai 8 orang anak. Sebaran contoh mayoritas memiliki 1 orang anak dari pernikahan terakhir dengan persentase 40%. Untuk ringkasnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anak dari pernikahan sekarang Anak (Pernikahan Sekarang) , , , , , ,86 Total Rata-Rata 2,54 Pada Tabel 5 mayoritas suami contoh tidak mempunyai anak dari pernikahan sebelumnya (85,71%). Sebanyak 14,29% pasangan contoh mempunyai anak bawaan dari pernikahan sebelumnya (lihat Lampiran 2). Dapat dilihat juga bahwa sua mi yang pernah menikah mayoritas membawa 1 orang anak dari pernikahan sebelumnya, yaitu sebanyak 8,59%. Adapun alasan contoh memilih untuk menikah dengan pria yang sudah pernah menikah adalah karena pertimbangan ekonomi (memiliki pendapatan yang cukup untuk membiayai keluarga) dan karena kematangan emosi maupun mental. Isteri atau contoh dalam penelitian ini sebesar 100% tidak pernah menikah sebelumnya. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anak bawaan suami dari pernikahan sebelumnya Anak Bawaan Suami Dari Pernikahan Sebelumnya , , , ,86 Total Rata-Rata 0,28 Tingkat Pendidikan Contoh Tingkat pendidikan contoh dalam penelitian ini bervariasi, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai denga n Strata 1 (S1). Tabel 6 menjelaskan bahwa

3 39 kebanyakan contoh memiliki latar belakang tamat SMU, yakni sebesar 42,86%. Penjelasan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 2. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan Pendidikan Contoh Tamat SD 4 11,43 Tamat SMP 5 14,28 Tamat SMU 15 42,86 Tidak Tamat Kuliah 1 2,86 Tamat Kuliah 5 14,28 S1 5 14,28 Total Alasan Pernikahan Menurut Brennen (1999), kegagalan pernikahan bisa saja dipengaruhi oleh frustrasi dari salah satu pihak yang menyebabkan perasaan insekuritas mereka yang merujuk pada ketidakpercayaan pada kelanggengan pernikahan. Namun pada penelitian ini, berdasarkan pengisian kuesioner yang diisi contoh, ditemukan bahwa alasan pernikahan mereka memiliki kemungkinan negatif me mpengaruhi keputusan untuk bercerai. Alasan pernikahan yang paling banyak adalah harapa n untuk menjadi bahagia (100%) Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan alasan pernikahan Alasan Pernikahan 1. Mengalami tekanan saat menikah Menikah dengan orang yang berbeda keyakinan Karena kesepian dan frustrasi Demi pemenuhan kebutuhan seksual Demi mengisi kekosongan spiritual anda Menikah dengan orang yang sudah berpengalaman dalam hubungan seksual Harapan menjadi orang yang bahagia Menikah dengan orang yang sudah mempunyai anak dari pernikahan terdahulu Menikah dengan orang yang anda rasa berbeda dari segi intelegensi Keinginan untuk memiliki pasangan yang berbeda dari segi intelegensi dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki menduduki posisi alasan terbanyak kedua (37%). Hal ini dapat diterjemahkan sebagai keinginan contoh yang menginginkan suami yang berpendidikan lebih tinggi daripada dirinya supaya bisa mendapat pekerjaan dan pendapatan yang baik pula. Dari Tabel 7 dapat dilihat juga bahwa tekanan saat menikah dan menikah demi mengisi

4 40 kekosongan spiritual menduduki alasan terbanyak ketiga (34%). Selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 3. Angelis, diacu dalam Brennen (2005a) menyatakan bahwa ada yang mengalami kekosongan emosional sehingga benar-benar putus asa, berharap siapapun akan menikahinya. Namun pada akhirnya orang-orang tersebut berakhir pada perceraian juga. Riwayat Pernikahan Orangtua Tabel 8 memperlihatkan riwayat pernikahan dari orangtua suami dan isteri. Anonim (2004) menyebutkan teori bahwa anak yang berasal dari pasangan suami isteri yang bercerai kemungkinan besar akan mengalami riwayat pernikahan yang bermasalah seperti orangtua mereka. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan riwayat pernikahan orangtua (pernah bercerai atau tidak) Orangtua Bercerai Contoh Suami Ya 4 11,43 3 8,57 Tidak 31 88, ,43 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebanyak 88,57% contoh menjawab bahwa mereka tidak berasal dari keluarga broken home (bercerai). Hal ini juga ditemukan pada suami contoh, malah dengan persentase yang lebih besar yakni 91, 43% tidak berasal dari keluarga yang memiliki riwayat perceraian. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Karakteristik Isteri Yang dimaksud dengan karakter isteri adalah karakteristik contoh setelah perceraian, terdiri dari pekerjaan dan pendapatan. Pekerjaan Pada Tabel 9 disebutkan bahwa sebaran contoh yang memutuskan untuk bekerja adalah sebesar 62,86% (bandingkan dengan yang memilih untuk tidak bekerja/sebagai ibu rumah tangga, sebesar 37,14%). Sebesar 25,71 % contoh memilih pekerjaan sebagai pengusaha/wiraswasta. Selain jam kerja yang fleksibel, bekerja sebagai pengusaha atau wiraswasta juga memungkinkan contoh untuk menengok anaknya sewaktu-waktu. Gambaran selengkapnya mengenai pekerjaan contoh dapat dilihat dalam Lampiran 2. Contoh yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga

5 41 memperoleh nafkah dari santunan suami, pendapatan anak-anaknya atau bergantung pada orangtua nya. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Contoh Pedagang/Pemilik Toko 3 8,57 Pengusaha/Wiraswasta 9 25,71 Pegawai Swasta 4 11,43 Pegawai Negeri 4 11,43 Ibu Rumah Tangga 13 37,14 Pembantu RT 1 2,85 Buruh Pabrik 1 2,86 Pendapatan Perkapita Pendapatan per kapita per bulan diperoleh dari total pendapatan ibu, santunan mantan suami dan anggota keluarga lain dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Dalam penelitian ini total pendapatan per kapita tiap bulan berkisar antara Rp hingga Rp Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan perkapita Kecil (< Rp ) Sedang (Rp Rp ) Rata-rata Rp Menurut BPS (2003) rata-rata pendapatan per kapita per bulan untuk rumah tangga bukan pertanian golongan rendah kota sebesar Rp sedangkan untuk rumah tangga bukan pertanian golongan atas kota sebesar Rp Pendapatan perkapita terbanyak pada penelitian ini adalah <Rp yaitu termasuk pendapatan kecil. Rata -rata pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh adalah Rp Pengambilan Keputusan dalam Fungsi-fungsi Keluarga Pada Tabel 11 terlihat bahwa persentase terbesar berada pada kategori pengambilan keputusan secara bersama, yakni sebesar 65,71% (Lampiran 5). Menyesuaikan dengan teori Turner dan Helms (1986) yang membagi jenis hubungan dalam perkawinan berdasarkan alokasi kekuasaan dalam rumah tangga, disimpulkan bahwa rumah tangga mayoritas contoh termasuk dalam jenis perkawinan yang egalitarian. Jenis perkawinan egalitarian adalah jenis yang

6 42 kontemporer karena menghendaki kesamaan hak dan kewajiban dalam mengambil keputusan menyangkut kepentingan rumah tangga. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengambilan keputusan dalam keluarga Pengambilan Keputusan Bersama 23 65,7 Dominan 11 31,4 Sepihak 1 2,86 Rata-rata skor untuk fungsi agama adalah sebesar 0,43 (Lampiran 4), yang artinya kecenderungan pengambilan keputusan dalam fungsi agama dilakukan secara bersama-sama. Berdasarkan Tabel 12, diperoleh bahwa persentase contoh terbesar (54,3%) untuk yang menjawab bersama adalah pelaksanaan ibadah agama. Persentase terbesar contoh untuk yang dilakukan secara dominan (31,4%) adalah perayaan hari besar agama. Untuk pengambilan keputusan secara sepihak, persentase terbesar contoh adalah pada aktivitas memberi pemahaman mengenai perbedaan agama. Berdasarkan total skor, mengajarkan anak mengenai agama yang dianut memiliki total skor tertinggi, sedangkan yang tere ndah diperoleh perayaan ibadah agama dan perayaan hari besar agama. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan skor fungsi agama Fungsi Agama Bersama Dominan Sepihak Mengajarkan anak mengenai agama yang dianut 12 34,3 8 22,9 5 14,3 Memberi pemahaman mengenai perbedaan agama 17 48,6 4 11, ,4 Pelaksanaan ibadah agama 19 54, ,7 Perayaan hari besar agama 17 48, , Rata-rata skor untuk fungsi sosial budaya adalah 0,52 (Lampiran 4), yang artinya pengambilan keputusan untuk fungsi ini kecenderungannya menga rah ke dominan salah satu pihak. Berdasarkan Tabel 13 diperoleh bahwa persentase terbesar contoh yang menjawab bersama (45,8%) adalah aktivitas terkait dengan pergaulan anak. Persentase terbesar untuk yang menjawab dominan (42,9%) adalah aktivitas menyangkut disiplin, sedangkan yang persentase terbesar contoh yang menjawab sepihak adalah aktivitas menyangkut disiplin dan tata krama.

7 43 Berdasarkan total skor, total skor terbesar adalah mengajarkan anak mengenai disiplin, sedangkan yang terendah adalah mengenai pergaulan anak. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan skor fungsi sosial budaya Fungsi Sosial Budaya Bersama Dominan Sepihak Disiplin 5 14, , ,8 Tata krama 8 22, , ,8 Kejujuran 12 34, , ,1 Tolong-menolong 15 42,8 9 25, ,4 Pergaulan anak 16 45,8 9 25, ,6 Diantara delapan fungsi keluarga, fungsi reproduksi memiliki rata-rata total skor terendah, yakni sebesar 0,32 (Lampiran 4), artinya pengambilan keputusan fungsi ini kecenderungan dilakukan secara bersama. Berdasarkan hasil yang diperlihatkan Tabel 14, dengan jelas terlihat bahwa persentase terbesar contoh yang menjawab bersama adalah pada aktivitas penentuan waktu untuk mempunyai anak. Ada dua aktivitas yang mendapat persentase terbesar untuk kategori contoh yang menjawab dominan, yaitu persiapan menkelang kelahiran anak dan waktu ber-kb. Sedangkan persentase terbesar untuk yang menjawab sepihak adalah menyangkut jenis KB yang dipergunakan. Berdasarkan Lampiran 4, dapat dilihat bahwa persiapan menjelang kelahiran anak memiliki total skor terbesar, sedangkan yang terendah adalah aktivitas menentukan jumlah anak. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan skor fungsi reproduksi Fungsi Reproduksi Bersama Dominan Sepihak Waktu mempunyai anak ,1 1 2,8 anak 29 82,8 6 17,1 0 0 Persiapan menjelang kelahiran anak 12 34, , ,3 Waktu ber-kb , ,6 Jenis KB , ,1 Frekuensi berhubungan seks 25 71,4 3 8, Mengatasi ketegangan akibat ketiadaan anak , ,6 Fungsi cinta kasih mempunyai rata-rata skor sebesar 0,52 (Lampiran 4), artinya pengambilan keputusan fungsi ini kecenderungan mengarah ke dominan salah satu pihak. Berdasarkan Tabel 15, ditemukan bahwa menjaga keharmonisan suami isteri (54,3%) adalah aktivitas yang memiliki persentase sebaran contoh

8 44 terbesar yang melakukannya secara bersama, metode mengasuh anak (34,3%) sebagai aktivitas yang memiliki persentase sebaran contoh terbesar yang dominan dan merawat anak-anak untuk yang sepihak (54,3%). Berdasarkan Lampiran 4, ditemukan bahwa merawat anak-anak mempunyai total skor terbesar dan menjaga keharmonisan suami isteri adalah yang terendah. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan fungsi cinta kasih Fungsi Cinta Kasih Bersama Dominan Sepihak Merawat anak-anak 8 22,8 8 22, ,3 Menjaga keharmonisan suami isteri 19 54,3 3 8, ,1 Hubungan keluarga dengan kerabat dan handai taulan 16 45,7 4 11, ,8 Hubungan dengan tetangga 16 45,7 5 14, Metode mengasuh anak 10 28, , ,1 Kesepakatan tentang baby sitter 11 31,4 9 25, ,8 Rata-rata skor untuk fungsi melindungi adalah 0,58 (Lampiran 4), artinya pengambilan keputusan fungsi ini kecenderungan mengarah ke dominan salah satu pihak. Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa terdapat tiga jenis aktivitas yang mempunyai persentase terbesar sebaran contoh yang menjawab bersama: mengawasi kegiatan anak di luar rumah, memantau kegiatan anak di sekolah, dan tempat berobat. Sedangkan persentase terbesar sebaran contoh yang menjawab dominan adalah keamanan di luar rumah, dan yang persentase terbesar untuk yang sepihak adalah membawa anak imunisasi. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan fungsi melindungi Fungsi Melindungi Bersama Dominan Sepihak Keamanan dalam rumah 6 17, , ,7 Keamanan di luar rumah Mengawasi kegiatan anak di luar rumah 13 37,1 8 22, Memantau anak di sekolah 13 37,1 8 22, Menjelaskan tentang pentingnya proteksi orangtua 6 17, , ,4 Perawatan gigi 10 28,6 8 22, ,6 Imunisasi/Posyandu , ,3 Tempat berobat 13 37,1 9 25, ,1 Cara pengobatan 10 28, , ,1

9 45 Berdasarkan Lampiran 4, ditemukan bahwa total skor tertinggi diperoleh aktivitas menjelaskan tentang pentingnya proteksi orangtua, sedangkan yang terendah adalah mengenai preferensi tempat berobat. Fungsi ekonomi memiliki rata-rata skor tertinggi diantara delapan fungsi keluarga, yaitu sebesar 0,67 (Lampiran 4), artinya fungsi ekonomi memiliki kecenderungan dominan diputuskan oleh satu pihak. Sebaran contoh terbesar untuk yang menjawab bersama adalah sumber nafkah (31,4%), sedangkan sebaran contoh terbesar yang menjawab dominan adalah aktivitas mengalokasi keuangan. Contoh paling banyak memilih penataan perabotan rumah tangga (65,7%) sebagai aktivitas yang sebaiknya dilakukan oleh satu orang saja. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan fungsi ekonomi Bersama Dominan Sepihak Fungsi Ekonomi n n Sumber nafkah 11 31, , ,1 Pemegang uang 5 14,3 8 22, ,8 Pengeluaran uang 6 17, , ,1 Alokasi keuangan 5 14, , ,1 Waktu pembelian perabot rumah tangga , ,6 Model perabot rumah tangga 3 8, , ,8 Penataan perabot rumah tangga 3 8,6 9 25, ,7 Pengeluaran makanan 5 14,3 9 25, Menentukan menu 5 14,3 9 25, Distribusi makanan dalam keluarga 5 14, , ,1 Makan di luar 6 17, , ,4 Pembelian/penjualan/penyewaan rumah , ,4 Perbaikan rumah 8 22, , ,6 Pakaian suami 3 8, , ,7 Pakaian isteri 3 8, ,4 Pakaian anak , ,3 Berdasarkan Lampiran 4, ditemukan bahwa penataan perabotan rumah tangga memiliki total skor tertinggi, sedangkan sumber nafkah memiliki total skor terendah. Rata-rata skor fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah 0,52 (Lampiran 4), artinya pengambilan keputusan fungsi ini kecenderungan mengarah ke dominan salah satu pihak. Berdasarkan hasil pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa persentase sebaran contoh paling banyak memilih menentukan tempat sekolah (31,4%) sebagai aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama. Aktivitas dominan yang paling banyak dipilih adalah menentukan pilihan sekolah anak (57,1%),

10 46 sedangkan aktivitas yang paling banyak dipilih sebagai aktivitas yang sebaiknya dilakukan oleh satu pihak saja adalah menentukan tempat sekolah (34,3%). Berdasarkan Lampiran 4, ditemukan bahwa pilihan sekolah dan tempat sekolah memiliki skor tertinggi, sedangkan skor terendah diperoleh jenis sekolah. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan fungsi sosialisasi dan pendidikan Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Bersama Dominan Sepihak n n Jenis sekolah 8 22, , ,4 Pilihan sekolah ,1 8 22,8 Tempat sekolah 11 31, , ,3 Rata-rata skor fungsi pembinaan lingkungan adalah 0,58 (Lampiran 4), artinya pengambilan keputusan fungsi ini kecenderungan mengarah ke dominan salah satu pihak. Berdasarkan Tabel 19, ditemukan bahwa biaya rekreasi adalah aktivitas yang oleh contoh paling banyak dipilih sebagai aktivitas yang dilakukan secara bersama (34,3%) maupun dengan salah satu pihak yang dominan (42,8%). Sedangkan persentase terbesar sebaran contoh yang memilih aktivitas sepihak adalah menjaga kebersihan dalam rumah. Berdasarkan Lampiran 4, ditemukan bahwa total skor tertinggi didapat aktivitas penentuan biaya rekreasi, sedangkan total skor terendah adalah tanggung jawab kebersihan di dalam rumah. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan fungsi pembinaan lingkungan Fungsi Pembinaan Lingkungan Bersama Dominan Sepihak n n Kebersihan dalam rumah 3 8, , ,3 Kebersihan luar rumah 6 17, , ,6 Jenis rekreasi 9 25, , Waktu rekreasi 11 31, , ,1 Biaya rekreasi 12 34, ,8 8 22,8 Ketegangan Suami Isteri Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar (85,72%) ketegangan suami isteri adalah rendah (Lampiran 9). Hal ini dapat dijelaskan sebagai keadaan rumah tangga yang mampu menetralisir perasaan-perasaan negatif yang dapat memicu konflik.

11 47 Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan ketegangan suami isteri Ketegangan Suami Isteri Sedang 5 14,28 Rendah 30 85,72 Rata-rata skor untuk penolakan dan pengkhianatan adalah 0,52 (Lampiran 6), artinya dalam perkawinan contoh terjadi kecenderungan adanya penolakan dan pengkhianatan. Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (62,9%) mengalami perasaan tersisih akibat kesibukan suami. Selain itu, dapat dilihat bahwa dari 54,3% contoh yang mengaku merasa dikhianati, sebesar 40% contoh membuktikan bahwa suaminya berkhianat. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan penolakan dan pengkhianatan Penolakan dan Pengkhianatan Ya Tidak Pasangan mempunyai kesibukan yang tinggi sehingga contoh merasa tersisih 22 62, ,1 Contoh merasa dikhianati pasangan 19 54, ,7 Pasangan terbukti berkhianat Rata-rata skor untuk berkurangnya kepercayaan adalah 0,22 (Lampiran 7), artinya dalam perkawinan contoh berkurangnya kepercayaan cenderung tidak pernah terjadi. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 22, persentase contoh yang paling banyak menjawab tidak pernah adalah untuk pernyataan apakah contoh merasa pasangan tidak jujur atau menyeleweng. Persentase terbesar contoh yang menjawab jarang adalah pernyataan mengenai perasaan cemburu jika pasangan dekat dengan orang lain. Persentase contoh yang paling banyak menjawab sering adalah untuk pernyataan bahwa contoh merasa pasangan tidak jujur atau menyeleweng. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan berkurangnya kepercayaan Tidak Berkurangnya Kepercayaan Pernah Jarang Sering Curiga jika pasangan pulang larut 22 62,9 9 25,7 4 11,4 Merasa tersaingi dengan rekan dekat berbeda 24 68, ,6 1 2,9 jenis dengan pasangan Cemburu jika pasangan dekat dengan orang lain 16 45, ,4 1 2,9 Merasa pasangan tidak jujur/menyeleweng 25 71,4 5 14,3 5 14,3

12 48 Berdasarkan hasil yang diperlihatkan pada Lampiran 7, ditemukan bahwa perasaan cemburu jika pasangan dekat dengan orang lain mendapat total skor tertinggi, yakni sebesar 0,57, sedangkan total skor terendah diperoleh pada pernyataan menyangkut perasaan tersaingi dengan rekan yang berbeda jenis dengan pasangan. Branden 1980, diacu dalam Bird dan Melville 1994 menjelaskan fenomena ini sebagai akibat dari karakter contoh yang memiliki kepercayaan diri rendah sehingga menyebabkan mereka menuntut kebutuhan intimacy yang lebih besar, bahkan melebihi kemampuan pasangannya. Rata-rata skor pasangan ingin menang sendiri adalah 0,31 (Lampiran 8), artinya dalam perkawinan contoh pasangan yang ingin menang sendiri cenderung tidak pernah terjadi. Berdasarkan hasil pada Tabel 23, ditemukan bahwa persentase terbesar contoh yang menjawab tidak pernah adalah pernyataan bahwa pasangan mengungkit-ungkit masa lalu (65,7%). Sedangkan persentase terbesar contoh yang menjawab jarang adalah pernyataan mengenai pasangan yang melontarkan tuduhan balasan (31,4%) dan persentase terbesar untuk yang menjawab sering adalah pasangan bersikeras mempertahankan pendapat (34,3%). Berdasarkan hasil yang diperlihatkan pada Lampiran 8, terlihat bahwa ratarata skor tertinggi (0,86) didapat pada pernyataan pasangan bersikeras mempertahankan pendapatnya, sedangkan rata -rata skor terendah (0,54) didapat pada pernyataan pasangan melontarkan tuduhan balasan dan pasangan membesarbesarkan masalah. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan pasangan ingin menang sendiri Tidak Jarang Pasangan Ingin Menang Sendiri Pernah Sering n n Pasangan bersikeras mempertahankan pendapat 17 48,6 6 17, ,3 Pasangan melontarkan tuduhan balasan 20 57, ,4 4 11,4 Pasangan membesar-besarkan masalah 22 62, ,1 Pasangan mengungkit-ungkit masa lalu 23 65,7 4 11,4 8 22,9 Pasangan menyela perkataan anda 20 57,1 9 25,7 6 17,1 Crouter 1982, diacu dalam Turner dan Helms 1986 menyarankan agar pertengkaran sebaiknya tetap dalam konteks yang sesuai dengan topik yang

13 49 didiskusikan. Sikap tidak mau kalah tidak akan menyelesaikan masalah, sebaliknya malah akan membawa pertengkaran ke arah yang destruktif. Konflik Tabel 24 di bawah menunjukkan bahwa persentase tertinggi (85,71%) contoh memiliki tingkat konflik yang rendah. Baik suami maupun isteri sepertinya sudah mengerti cara bertengkar yang sehat dan tidak saling menyakiti. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan konflik dalam keluarga Konflik Konflik Sedang 5 14,28 Konflik Rendah 30 85,71 Kasus yang kebanyakan ditemukan dalam penelitian ini dikenal dengan istilah perceraian tanpa masalah (no-fault divorce). Pertama kali diperkenalkan di California tahun 1970 yang didefinisikan sebagai perbedaan yang tak dapat dijelaskan yang menyebabkan gangguan yang tak terselesaikan yang mendorong ke arah kehancuran rumah tangga. Rata-rata skor konflik contoh adalah 0,32 (Lampiran 10), artinya dalam keluarga contoh cenderung tidak pernah terjadi konflik. Berdasarkan hasil pada Tabel 25, didapat bahwa sebaran contoh terbanyak menjawab tidak pernah adalah pernyataan tentang minggat dari rumah (71,4%). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan jawaban untuk pertanyaan konflik Tidak Jarang Konflik Pernah Sering n n Memendam kekesalan terhadap pasangan 11 31, ,8 9 25,7 Memendam kekecewaan terhadap pasangan 17 48, , Tertekan dengan perilaku pasangan , ,9 Terpikir untuk bercerai dan meninggalkan 19 54,3 9 25, pasangan Meninggalkan rumah (mingga t) 25 71,4 6 17, ,4 Berteriak di tengah pertengkaran ,7 5 14,3 Memaki pasangan 20 57, ,4 4 11,4 Untuk jawaban jarang, sebaran contoh terbanyak adalah mengenai perasaan kesal terhadap pasangan (42,8%), sedangkan sebaran contoh yang menjawab sering adalah mengenai perasaan tertekan terhadap perilaku pasangan (13,9%).

14 50 Berdasarkan Lampiran 10, ditemukan bahwa memendam kekesalan memiliki total skor tertinggi, sedangkan yang terendah adalah meninggalkan rumah demi menghilangkan perasaan tertekan. Pasca Perceraian Dari Tabel 26, dapat dilihat bahwa hubungan pasca perceraian berada pada rentang sedang, dengan persentase sebesar 48,6% selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. Hal ini menunjukkan bahwa, ada beberapa hal yang tidak dilakukan oleh contoh dan pasangan ternyata mempengaruhi hubungan mereka sehingga menjadi agak renggang. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan hubungan suami isteri pasca perceraian Pasca Perceraian Hub. Pasca Perceraian Buruk 9 25,7 Hub.Pasca Perceraian Sedang 17 48,6 Hub.Pasca Perceraian Baik 9 25,7 Rata-rata skor pasca perceraian contoh adalah 1,4 (lampiran 11), artinya aspek-aspek pasca perceraian cenderung jarang dilakukan. Dapat dilihat pada Tabel 27, bahwa sebaran contoh terbanyak untuk yang menjawab sering adalah suami menafkahi keluarga sesuai dengan ketentuan (31,4%). Aktivitas bertemu berdua secara sengaja ternyata yang paling jarang (40%) dan yang paling tidak pernah dilakukan pasca perceraian bersama -sama dengan aktivitas menghubungi lewat surat, telepon dan yang sama-sama memiliki persentase 60%. Tabel 27 Data sebaran contoh berdasarkan lima aspek dalam keadaan keluarga pasca perceraian Pasca Perceraian Sering Jarang Tidak Pernah Suami berkunjung ke rumah 5 14, , ,3 Suami kontak dengan anak 8 22,8 9 25, ,4 Suami menafkahi keluarga sesuai dengan ketentuan 11 31,4 6 17, ,4 Bertemu berdua saja dengan sengaja Menghubungi lewat surat, telepon, dsb

15 51 Hubungan Karakteristik Suami Isteri dan Isteri (contoh) dengan Pengambilan Keputusan berdasarkan Fungsi-fungsi Keluarga, Ketegangan Suami Isteri, Konflik dan Pasca Perceraian Umur pertama kali menikah (Lampiran 12) memiliki hubungan positif dengan fungsi cinta kasih (0,387*) dan fungsi melindungi (0,472**). Pandangan masyarakat mengenai konsep perawan tua wanita matang yang belum menikah sama dengan tidak laku mendesak para wanita untuk cepat-cepat menikah. Semakin mendekati usia kepala tiga, desakan ini semakin besar membuat putus asa. Angelis 2005, diacu dalam Brennen 2005a menyatakan bahwa pernikahan yang dilatari sikap putus asa akan terus mengalami perasaan yang sama bahkan setelah menikah nanti. Sikap putus asa yang biasanya dibarengi dengan rasa rendah diri, akan membawa isteri dalam sikap pasrah dan meletakkan suami sebagai sentral pengambilan keputusan dalam keluarga. Posisi suami yang mutlak terlihat jelas pada saat keluarga menjalan fungsi cinta kasih dan fungsi melindungi. Suami merasa lebih berhak untuk memegang tanggung jawab proteksi keluarga, sedangkan isteri difungsikan sebagai pendukung suami dalam menjalankan tanggung jawab tersebut. anak (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan fungsi sosialisasi dan pendidikan (-0,374*). Dengan jumlah anak yang sedikit, isteri cenderung untuk mengambil keputusan mengenai pendidikan anak secara sepihak. Sebaliknya, semakin banyak anak mengindikasikan semakin banyaknya waktu yang diperlukan isteri untuk mengurusi masalah domestik rumah tangga. Karena itu isteri membutuhkan peran suami sebagai partner dalam memecahkan masalah terkait pendidikan anak-anaknya. anak bawaan suami (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan fungsi ekonomi (-0,352*). Karena pengalaman menjadi orangtua tunggal untuk sementara waktu bagi anak-anaknya, baik sadar maupun tidak suami mempunyai pengalaman dalam mengambil alih peran isteri dalam keluarga. Karena itu saat pernikahan kembali (remarried), suami terkadang mengambil beberapa tanggung jawab ekonomi yang biasanya ditangani oleh isteri misalnya, pengolaan keuangan rumah tangga. Namun semakin banyak anak bawaan suami dari pernikahan sebelumnya, saat remarried suami merasa memerlukan peran

16 52 serta isteri, karena itu pengambilan keputusannya pun cenderung dilakukan secara bersama. Orangtua isteri bercerai (Lampiran 12) memiliki hubungan negatif dengan fungsi sosialisasi dan pendidikan (-0,349*). Pengalaman pahit isteri yang orangtuanya berpisah, memberi pelajaran mengenai berkompromi dengan pasangan yang diaplikasikan pada pernikahannya sendiri. Memutuskan bersama dengan pasangan mengenai pendidikan anak adalah salah satunya. Pendapatan perkapita (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan fungsi sosialisasi dan pendidikan (-0,368*) dan dengan fungsi pembinaan lingkungan (-0,375*). Semakin besar pendapatan perkapita maka alokasi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder dalam hal ini pendidikan anak dan kebutuhan untuk rekreasi bisa diperbesar. Dengan budget yang cukup besar, pilihan juga akan lebih banyak sehingga membutuhkan pasangan sebagai pemberi masukan usulan. Namun sebaliknya, dengan budget terbatas, isteri yang pada umumnya sebagai pemegang uang, memilih untuk memutuskan sendiri setelah disesuaikan dengan kemampuan finansial yang dipunyai keluarganya. Umur isteri (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan penolakan dan pengkhianatan (-0,472**). Begitu juga dengan umur isteri waktu pertama kali menikah, yang mempunyai hubungan negatif dengan penolakan dan pengkhianatan (-0,409*). Contoh yang relatif menikah ketika usianya masih muda pada umumnya labil, cenderung untuk memiliki sifat ketergantungan yang tinggi dengan pasangan, sehingga saat contoh dihadapkan pada kenyataan bahwa suami tidak bisa selalu ada di rumah akibat kesibukan profesi dan sebagainya, perasaan ini mendorong contoh ke arah kecurigaan dan kecemburuan yang tidak sehat. Fungsi reproduksi (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan berkurangnya kepercayaan (-0,371*) dan dengan pasangan ingin menang sendiri (-0,364*). Pengambilan keputusan secara bersama memang terbukti baik adanya, namun ada beberapa hal yang sebaiknya diserahkan kepada satu pihak saja. Dalam hal fungsi reproduksi, misalnya pemilihan jenis kontrasepsi, lebih baik isteri saja yang memilih sesuai dengan kenyamanan dirinya. Jika suami terlalu ikut campur pada pengambilan keputusan semacam itu, pertengkaran tidak dapat terhindarkan.

17 53 Fungsi ekonomi (Lampiran 12) mempunyai hubungan positif dengan berkurangnya kepercayaan (0,351*). Jika pasangan memutusan untuk menjalankan fungsi ekonomi secara sepihak, maka saat ditemukan kecurangan atau sikap yang yang tidak memuaskan terkait dengan pendapatan dan pengalokasiannya, maka akan muncul rasa curiga dan tidak percaya. Fungsi reproduksi (Lampiran 12) mempunyai hubungan negatif dengan konflik (-0,358*). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terlalu banyak campur tangan suami dalam fungsi reproduksi ternyata mendorong terjadinya konflik. Konflik (Lampiran 12) mempunyai hubungan positif dengan fungsi sosialisasi dan pendidikan (0,399*) dan fungsi pembinaan lingkungan (0,386*). Masa depan anak adalah tanggung jawab bersama, jadi sudah sepantasnya suami dan isteri memutuskannya secara bersama-sama. Selain bersikap adil dengan pasangan, pengambilan keputusan bersama dalam hal ini ternyata memperkecil kemungkinan konflik. Demikian juga dengan tanggung jawab menjaga kebersihan dan perencanaan rekreasi keluarga, sebaiknya dilakukan secara bersama-sama. Pasca perceraian (Lampiran 12) mempunyai hubungan positif dengan fungsi melindungi (0,405*), fungsi sosialisasi dan pendidikan (0,467**) dan fungsi pembinaan lingkungan (0,372*). Jika fungsi-fungsi tersebut dijalankan tanpa memedulikan pendapat pasangan, maka akan muncul perasaan benci dan kesal karena diabaikan. Jika berlanjut dengan perceraian, kebencian akan berubah menjadi rasa tidak peduli dan memperkecil kemungkinan akan menjalin hubungan yang baik dengan mantan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Ketegangan Suami Isteri dengan Konflik pada Keluarga Bercerai

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Ketegangan Suami Isteri dengan Konflik pada Keluarga Bercerai 30 KERANGKA PEMIKIRAN Kegagalan pernikahan bukan akhir dari konflik yang tidak terselesaikan dalam keluarga. Masalah-masalah pernikahan tersebut ternyata justru dimulai sebelum pernikahan terjadi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas LAMPIRAN I KATA PENGANTAR KUESIONER Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, maka tugas yang harus dilaksanakan adalah mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. primitif dan masyarakat modern. Dahulu keluarga (keluarga inti) merupakan

BAB III OBJEK PENELITIAN. primitif dan masyarakat modern. Dahulu keluarga (keluarga inti) merupakan BAB III OBJEK PENELITIAN 3. 1 Pengertian Single Parent dan Masalahnya Keluarga merupakan unit terkecil dalam sendi masyarakat. Ada perbedaan yang lumayan mencolok mengenai definisi sebuah keluarga pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang. Merasa nyaman, diterima, dipercaya dalam keluarga dan yang terpenting, keluarga bisa menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih membuat komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin canggih dan berbagai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN. 4. Jawablah dengan jujur sesuai dengan keadaan diri Anda. Kerahasiaan jawaban Anda serta Identitas Anda akan di jamin sepenuhnya.

PETUNJUK PENGISIAN. 4. Jawablah dengan jujur sesuai dengan keadaan diri Anda. Kerahasiaan jawaban Anda serta Identitas Anda akan di jamin sepenuhnya. PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah dengan teliti sebelum menjawab. 2. Pengisian jawaban di lakukan secara urut. Usahakan agar jangan sampai ada jawaban yang terlewat. 3. Pilih salah satu dari 4 alternatif jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan 94 4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan Waktu 1. Curiga Nafkah 2. Sedih dan stress Perhatian pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan atau perkawinan adalah suatu kejadian dimana dua orang yang saling mengikat janji, bukan hanya didepan keluarga dan lingkungan sosial melainkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan di mana ia harus menyelesaikan tugastugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-gelaja

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya. A.1. Perkawinan Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan, maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh Bagan 2 Kondisi keluarga : penuh tekanan, memandang agama sebagai rutinitas dan aktivitas, ada keluarga besar yang selingkuh, Relasi ayah-ibu : ibu lebih mendominasi dan selalu menyalahkan sedangkan ayah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

SUSI RACHMAWATI F

SUSI RACHMAWATI F HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis tidaklah sulit. Mudah saja, simple dan sangat sederhana. Sebagai seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu kehidupan, dengan membangun suatu hubungan yang nyaman dengan orang lain. Seringnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.

Lebih terperinci

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic http://www.gunadarma.ac.id/ A. Latar Belakang Masalah dewasa muda BAB I Tugas tugas pergembangannya Wanita Menikah Bekerja (lajang) workaholic Kebutuhan intimacy B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah

Lebih terperinci