Pengaruh Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN Tahun 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN Tahun 2014"

Transkripsi

1 Pengaruh Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN Tahun Pendahuluan Estimasi asumsi makro dalam APBN merupakan agenda tahunan pemerintah sebagai bahan acuan untuk perjalanan roda pemerintahan, salah satu contoh meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya meningkatkatkan kesejahteraan rakyat. Setiap tahunnya pemerintah bersama dengan DPR-RI membahas mengenai asumsi makro APBN dan rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan Negara. Pendapatan Negara terdiri dari penerimaan perpajakan dan bukn pepajakan, belanja Negara terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, dan pembiayaan terdiri dari pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri. Kondisi saat ini antara pendapatan dan belanja Negara, Negara mengalami defisit, yang berarti pendapatan Negara lebih kecil dari belanja Negara. Defisit merupakan permasalahan Negara yang menjadi topik serius untuk penyelesaiannya. Negara dalam hal ini pemerintah melakukan pembiayaan baik pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan luar negeri untuk menutupi defisit Negara tersebut. Masalah ini merupakan maslah yang delimatis bagi pemerintah, karena roda pemerintahan harus tetap berjalan walaupun Negara mengalami defisit anggaran, oleh Karena itu pemerintah harus melakukan pembiayaan. Akan tetapi pemerintah harus berhati-hati terhadap pembiayaan karena pembiayaan juga bisa membawa dampak yang negative jika pemerintah tidak bisa membayarnya sehingga akan menimbulkan utang Negara. Defisit dipengaruhi oleh pendapatan dan belanja Negara, sedangkan pendapatan dipengaruhi oleh dasar asumsi makro sebagai acuan pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Berarti agar pemerintah bisa mengoptimalkan defisit (dalam hal ini menekan defisit) 1

2 maka pemerintah harus mengoptimalkan pendapatan Negara. Oleh karena itu, defisit juga sangat dipengaruhi oleh asumsi makro. Asumsi makro berperan penting sebagai pedoman negara mengoptimalkan pendapatan negara. Jika asumsi makro dilakukan perubahan maka defisit juag akan mengalami perubahan. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah agar perubahan asumsi makro yang akan dilakukan bisa signifikan dengan defisit negara. Sensitivitas Defisit APBN 2014 Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro yaitu sebagi berikut : Table 1. Sensitivitas Defisit APBN 2014 Terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro 2014 Satuan Potensi No Uraian Perubahan Tambahan Asumsi Asumsi Defisit (triliun Rp) 1 Pertumbuhan -1 6,0 3,45 s.d. 5,59 Ekonomi (%) 2 Tingkat Inflasi (%) 0,1 5,5 Tidak langsung 3 Rata-rata nilai tukar ,95 s.d. 1,23 rupiah (Rp/USD) 4 Suku bunga SPN 3 0,25 5,5 0,01 s.d. 0,02 bulan (%) 5 ICP (USD/barel) ,13 s.d. 0,32 6 Lifting minyak (ribu ,68 s.d.1,93 barel/hari) 7 Lifting gas (ribu barel / hari setara minyak) ,98 s.d. 1,18 Sumber : Nota Keuangan dan APBN Kondisi real pada triwulan I, asumsi makro dalam APBN tahun 2014 belum mendekati khususnya rata-rata nilai tukar rupiah (Rp/USD) mengalami kenaikan dari asumsi makro APBN 2014 sebesar menjadi sebesar 11847,27, berarti lebih tinggi sebesar 1347,27. Inflasi rata-rata pada triwulan I 2014 sebesar 7,76% lebih tinggi dari asumsi makro APBN 2014 sebsar 5,5%. Bps menyatakan pada triwulan I 2014 pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,21% masih kurang 0,79% dari asumsi yang ditargetkan. Untuk minyak, menurut Kepala SKK Migas 2

3 Johanes Widjonarko produksi minya hanya bisa mencapai 804 (ribu barel/hari). Dengan demikian, besaran asumsi makro apbn 2014 perlu direvisi agar signifikan dengan kondisi sekarang. Selain itu, perubahan asumsi makro perlu juga memperhatikan pengaruh perubahan asumsi makro APBN 2014 terdapa defisit anggaran. Berikut diberikan bagan dari pengaruh asumsi dasar Ekonomi Makro terhadap APBN : Sumber : Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Dari bagan di atas jelas bahwa asumsi ekonomi makro mempengaruhi dari defisit APBN karena pendapatan dan belanja negara dipengaruhi oleh sumsi makro. Oleh karena itu, perubahan asumsi makro dalam APBN perlu dikaji dengan baik, sehingga dalam kesempatan ini akan dibahas mengani pengaruh perubahan asumsi makro terhadap Defisit APBN

4 2. Pembahasan 2.1 APBN dan Defisit Anggaran Pendapatn dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana terstruktur pemerintah yang berhubungan dengan pendapatan dan belanja negara yang dibahas bersama dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Struktur APBN dari APBN tahun 2000 sudah menggunakan format I-account sebagai pengganti format sebelumnya yaitu T-account. Menurut Tim Penyusun Anggaran dari Kementerian Keuangan, penggunaan I-account terdapat beberapa keuntungan diantaranya adalah meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN, mempermudah pemantauan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN, serta karena disesuaikan dengan Government Finance Statistic (GFS), yang merupakan standar internasional, maka memudahkan dalam analisa komparasi dengan APBN pada negara-negara lain, serta memudahkan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jika dalam APBN, besaran Pendapatan Negara dan Hibah lebih besar dari besaran belanja negara, maka APBN dikatakan mengalami surplus, namun sebaliknya jika sebaliknya APBN dikatakan mengalami defisit. APBN dari tahun 2000 sampai APBN tahun 2014 selalu mengalami defisit. Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Tetapi pada umumnya defisit terjadi karena pendapatan dan hibah lebih kecil dari belanja negara. Menurut (Efendi, 2009) ada beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya defisit APBN yaitu sebagai berikut : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar 4

5 pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. 2. Rendahnya daya beli masyarakat, masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati. 3. Pemerataan pendapatan masyarakat, pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayahwilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya. 4. Melemahnya nilai tukar, Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena 5

6 nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS,maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp ,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp ,- lebih per US$ Apa artinya? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk programprogram kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu. 5. Pengeluaran karena inflasi, penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Problem utama kelangsungan APBN adalah masih adanya defisit anggaran. Persoalannya adalah bagaimana dapat menjaga defisit anggaran pada tingkat yang aman sehingga defisit tersebut masih 6

7 dapat dicarikan pembiayaannya. Penjelasan Pasal 12 ayat 3 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) (Kuncoro, 2011). 2.2 Pengaruh Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN Tahun 2014 Asumsi makro merupakan pedoman untuk menyusun postur APBN. Berarti asumsi makro mempengaruhi pendapatan dan belanja negara, lebih lanjut asumsi makro juga mempengaruhi defisit atau surplus APBN. Tetapi kondisi real sekarang asumsi makro mempengaruhi defisit karena APBN dalam kondisi defisit. Asumsi makro saat ini terdiri dari beberapa indikator yaitu : pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar US, suku bunga SPN 3 bulan, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia s Crude Price/ ICP), lifting minyak, dan lifting gas. Asumsi makro ini dibahas bersama dan disetujui oleh DPR dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik maupun global agar asumsi yang digunakan dapat merepresentasikan kondisi perekonomian terkini. Dalam pelaksanaan APBN dengan asumsi makro yang sudah disetujui, rata-rata asumsi makro mengalami perubahan karena estimasi dari rencana asumsi makro yang diharapkan belum signifikan sehingga asumsi ekonomi makro perlu dilakukan perubahan agar APBN bisa berjalan dengan sehat dan sesuai dengan kondisi kekiknian. Ketidak signifikanan dari rencana asumsi makro merupakan hal yang wajar karena banyak faktor misalnya kebijakan The Fed menaikkan suku bunganya, maka berdampak juga terhadap asumsi makro SPN 3 bulan. Perubahan asumsi makro perlu mempertimbankan banyak hal yaitu pendapatan, belanja, defisit, dan pembiayaan. Dalam pembahasan ini akan lebih fokus pada pengaruh perubahan asumsi makro terhadap defisit. Perubahan asumsi bisa mengakibatkan penambahan defisit atau penurunan defisit APBN. 7

8 Dalam pembahasan ini, data yang digunakan adalah data tahunan APBN tahun 2001 sampai dengan APBN tahun Berikut data defisit dari tahun : 250 Defisit ( Triliun) Berdasarkan uraian di atas, defisit dipengaruhi oleh asumsi makro. Namun perlu ditelaah lebih lanjut kesignifikanan dari asumsi makro tesebut terhadap defisit, karena jika dilihat dari postur pendapatan dan belanja negara maka inflasi, kurs, ICP, dan lifting minyak mempengaruhui keduanya, serta pertumbuhan ekonomi juga dipngaruhi juga oleh beberapa asumsi makro, salah satunya inflasi. Menurut tim penyusun anggaran Kementerian Keuangan dalam nota keuangan dan APBN 2014 menyatakan bahwa pengaruh perubahan tingkat inflasi terhadap defisit APBN cukup ditransmisikan melalui pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, dampak dari perubahan tingkat inflasi terhadap pos-pos APBN baik pada sisi pendapatan maupun belanja negara telah tercermin pada pertumbuhan ekonomi. Jadi jelas bahwa inflasi dalam pembahasan ini tidak diikutsertakan 8

9 sehingga akan dibahas pengruh asumsi makro (kecuali inflasi) terhadap defisit APBN Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah model ARCH. ARCH singkatan dari AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity. Model ini digunakan karena model regresi (OLS) mengahasilkan banyak nilai yang tidak signifikan dengan tingkat signifikan 5%. Jika tetap menggunakan analisis regresi (OLS) maka koefisien yang diperoleh tidak bersifat BLUE. Dalam model ARCH, varian residual data runtun waktu tidak hanya dipengaruhi oleh variabel independen, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai residual variabel yang diteliti, serta model ini tidak jauh berbeda dengan model regresi. Model ARCH menggunakan dua persamaan sebagai berikut : Y 2 2 t a 0 a 1 X it t dan t b 0 b 1 t i ; i 1,2,3, Dengan Y t adalah variabel dependen, adalah residual, 2 t aadalah varias residual, Xit adalah variabel independen, 2 b1 t i adalah komponen ARCH. Jadi pengaruh perubahan asumsi makro terhadap defisit APBN dimodelkan sebagai berikut : Dengan : Y t 0 1 X 1t 2 X 2t 3 X 3t 4 X 4t 5 X 5t 6 X 6t (1) adalah kurs, adalah ICP, dan Y t adalah defisit (triliun), X 1t adalah pertumbuhan, X2t X 3t adalah SPN 3 bulan, X 4t adalah lifting minyak, X 5t X6t adalah lifting gas. Karena data kurang dari 30 data dan data rata-rata tidak berdistribusi normal maka dita ditransformasi menggunakan logaritma natural (Ln) sehingga diperoleh model sebagai berikut : lny t ln 0 1 ln X 1t 2 ln X 2t 3 ln X 3t 4 ln X 4t 5 ln X 5t 6 ln X 6t (2) 2.4 Analisis Data Data yang digunakan adalah data tahunan dari APBN tahun 2001 sampai dengan APBN tahun Pertama akan diestimasi dari semua 9

10 asumsi makro terhadap defisit APBN kecuali inflasi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa inflasi mempengaruhi defisit tidak secara langsung namun tercover dalam pertumbuhan ekonomi. dari analisis data berdasarkan persamaan (2) diperoleh data yang tidak signifikan yaitu kurs dan ICP. Hal ini menunjukkan bahwa kurs dan ICP tidak mempengaruhi defisit secara langsung, namun kurs dan icp mempengaruhi defisit melalui petumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi dihitung dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Kurs dalam realnya bisa masuk di semua sektor PDB yaitu pendekatan poduksi, pendekatan penggunaan, dan pendekatan pendapatan, untuk ICP masuk dalam PDB pendekatan pendapatan. Lebih lanjut Jadi model (2) dirubah menjadi : lnyt ln 0 1 ln X1 t 3ln X3 t 4 ln X4 t 6 ln X6 t (3) Hasil perhitungan dari persamaan (3) masih juga memliki beberapa variabel yang tidak signifikan yaitu pertumbuhan ekonomi. Namun hal tidak realistis dengan kondisi sebanarnya karena pertumbuhan ekonomi memiliki peranan penting dalam pendapatan. Oleh karena itu persamaan (3) perlu dipertimbangkan lagi. Dalam Pengaruh Asumsi Dasar Ekonomi Makro dan karekteristik komponen jelas bahwa pendapatan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, sedangkan defisit dipengaruhi oleh pendapatan. Dari persamaan (3) untuk lifting gas dan berdasarkan perhitungan PDB, maka lifting gas masuk dalam PDB dengan pendekatan produksi. Jadi lifting gas secara langsung mempengaruhi PDB, dengan demikian lifting gas tidak mempengaruhi defisit secara lagsung, namun lifting gas mempengaruhi defisit melalui pertumbuhan ekonomi. Jadi persamaan (3) menjadi : lnyt ln 0 1 ln X1 t 3ln X3 t 4 ln X4 t (4) Perhitungan dari persamaan (4) menunjukkan bahwa lifting minyak juga tidak signifikan mempengaruhi defisit dan koefisiennya juga tidak 10

11 realistis yaitu memiliki hubungan yang positif dengan defisit. Berikut persamaannya : lnyt ln X1 t ln X3 t ln X4 t Dengan signifikan sebagai berikut : ln 1t : ln 3t : ln 4t : Berarti dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa lifting minyak naik maka defisit juga akan naik. Hal ini jelas tidak realistis dengan kondisi yang sebenarnya karena seharusnya jika lifting minyak naik maka defisit akan turun. Berdasarkan komponen pendapatan, lifting minyak masuk juga dalam pertumbuhan ekonomi karena lifting minyak masuk dalam PDB pendekatan produksi. Dengan demikian lifting minyak tidak mempengaruhi defisit secara langsung, namun mempengaruhui defisit melalui pertumbuhan ekonomi. Sehingga persamaan (4) menjadi : lnyt ln 0 1 ln X1 t 3 ln X3 t (5) Dari perhitungan persamaan (5) diperoleh model ARCH(1,1): lnyt ln X1 t- 2.8ln X3 t (6) Model (6) merupakan model terbaik dari analisis data yang sudah dilakukan dengan signifikan sebagai berikut : ln X 1t = PERTUMBUHANLN : ln X 3t = SPNLN : ln 0 : Persamaan (6) menunjukkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1% maka defisit akan turun sebesar 3.7% dan jika SPN 3 bulan naik 1% maka defisit akan turun sebesar 2.7%, dan sebaliknya. Untuk 11

12 SPN 3 bulan perlu banyak pertimbangan, karena semakin banyak negara mendapat pendapatan dari penjualan SPN 3 bulan maka negara juga akan terbebani dengan pemyaran bunga atas SPN 3 bulan. Dengan demikian langkah yang tepat dilakukan yaitu harus menaikkan asumsi makro dari pertumbuhan ekonomi, karena dengan naiknya pertumbuhan ekonomi maka pendapatan negara juga akan naik. 2.5 Simulasi Perubahan Asumsi Makro Terhadap Defisit APBN 2014 Persamaan yang digunakan adalah persamaan (6) yaitu : lnyt ln X1 t- 2.8ln X3 t Untuk APBN 2014 pemerintah sudah memproyeksikan pertumbuhan ekononomi sebesar 6% dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5.5%, dan defisit sebesar triliun. Dengan asumsi makro APBN 2014 tersebut akan diperoyeksikan besarnya defisit APBN 2014 menggunakan persamaan (6) yaitu sebagi berikut : lny ln X 1(2014) - 2.8ln X 3(2014) 2014 lny ln 6-2.8ln lny lny lny lny lny2014 ln e Y2014 e Jadi diperoleh defisit APBN 2014 sebesar triliun dengan pertumbuhan ekonomi 6% dan suku bunga SPN 3 bulan 5.5%. Proyeksi persamaan (6) selisih sebesar triliun dengan defisit yang diperoyeksikan dengan pemerintah, namun angka defisit triliun juga masih sebuah proyeksi belum angka real yang terjadi. Jika kita menginginkan proyeksi sama APBN 2014 maka penambahan koefisien konstanta sebesar , jadi persamaan (6) menjadi : lny ln X 1(2014) - 2.8ln X 3(2014) (7) 12

13 2014 lny ln 6-2.8ln Y2014 e Jadi selisih koefisien konstanta sebesar Berikut diberikan simulasi defisit APBN 2014 dengan persamaan (6) dan persamaan (7). Tebel Simulasi Defisit APBN Tahun 2014 Asumsi Makro Defisit Defisit Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) SPN 3 bulan (%) (Triliun) Persaman 6 (Triliun) Persaman 7 APBN Triwulan I Simulasi Simulasi Simulasi Simulasi Simuasi Berdasarkan beberapa simulasi di atas, Pada triwulan pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5.21% sedangkan SPN 3 bulan sebesar 5.91% sudah melebihi asumsi sebesar 5.5%, damapak dari hal tersebut defisit APBN menagalami kenaikan baik dari persamaan (6) maupun persamaan (7). Dari simulasi 1 dan 2 masih mengalami kenaikan defisit, dan simulasi 3 dan 4 mengalami penurunan defisit. Dengan demikian setidaknya simulasi 3, 4, dan 5 adalah suatu langkah yang optimal untuk menurunkan defisit. Untuk suku bunga SPN 3 bulan yang realistis pada triwulan 1 adalah berkisar 6%, dan pertumbuhan ekonomi harus terus ditingkatkan agar bisa menurunkan defisit. Posisi pertumbuhan ekonomi saat masih masih berpeluang untuk tumbuh. 13

14 3. Penutup 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahsan yang sudah dilakukan maka dapat diambil beberpa kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Asumsi makro memiliki pengaruh terhdap defisit APBN tahun 2014 baik pengaruh secara lansung maupun secara tidak langsung. Dari hasil analisis data, asumsi makro pertumbuhan ekonomi dan SPN 3 bulan yang memiliki pengaruh langsung dengan defisit APBN, sedangkan inflasi, kurs, lifting minyak, lifting gas, dan ICP memiliki pengaruh tidak langsung terhadap APBN. Asumsi makro tersebut mempengaruhui defisit APBN melalui pertumbuhan ekonomi. 2. Pertumbuahan ekonomi dan SPN 3 bulan memilki pengaruh yang negative terhadap defisit APBN. jika pertumbuhan ekonomi naik 1% maka defisit akan turun 3.7%, dan berlaku sebaliknya. jika SPN 3 bulan naik 1% maka defisit akan turun 2.8% dan berlaku sebaliknya. 3. Langkah yang optimal untuk menurunkan defisit APBN yaitu menaikkan pertumbuhan ekonomi dan SPN 3 bulan. Namun SPN 3 bulan memilki dampak teradap belanja negara karena semakin tinggi tingkat suku bunga SPN 3 bulan maka negara akan terbebani dengan pemabayaran bunga atas SPN 3 bulan. 4. Simulasi 3,4, dan 5 merupakan bebrapa langkah untuk menurunkan defisit. Simulasi yang sesuai dengan kondisi sekarang yaitu simulasi 5 karena saat ini rata-rata SPN 3 bulan sebesar 5.91% dan pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5.21%. Berarti untuk menurunkan defisit yaitu melakukan langkah agar pertumbuhan ekonimi naik, lebih bagus lagi jika pertumbuhan ekonomi bisa di atas 6%. Hal ini akan lebih menurunkan defisit APBN tahun

15 4.2 Saran Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk berupaya menaikkan pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap defisit APBN. Jika pertumbuhan ekonnomi naik maka dfisit akan turun, namun sebaliknya jika pertumbuhan ekonomi turun maka defisit akan naik. 15

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

RINGKASAN APBN TAHUN 2017 RINGKASAN APBN TAHUN 2017 1. Pendahuluan Tahun 2017 merupakan tahun ketiga Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mewujudkan sembilan agenda priroritas (Nawacita)

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Utang Luar Negeri 1. Pengertian Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan penerimaan pajak merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013, APBN-P mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Ringkasan Dengan menggunakan besaran harga MOPS yang bersumber dari perhitungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas

III. METODE PENELITIAN. dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari dinas 41 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari mencatat, mengumpulkan serta menyalin data-data yang diperlukan dari

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca

BAB I PENDAHULUAN. lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter. perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara seringkali menggunakan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian yang dilihat dari

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif Drs. Anthony Budiawan, CMA Rektor Institut Binis dan Informatika Indonesia (IBII) Direktur Eksekutif Indonesia Institute for Financial

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA Direktorat Jenderal Pajak 07 September 2013 Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta PAJAK SEBAGAI KEWAJIBAN BAGI WARGA NEGARA Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Segala

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

TANTANGAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014

TANTANGAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014 TANTANGAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014 Permasalahan Perekonomian Indonesia Meskipun perubahan asumsi makro secara legal formal diatur dalam UU APBN dan meskipun pemerintah berpendapat bahwa perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364 PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018

PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018 PERAMALAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM RAPBN TAHUN 2018 PUSAT KAJIAN ANGGARAN BADAN KEAHLIAN DPR RI TAHUN 2017 Daftar Isi Daftar Isi... 1 Daftar Tabel... 2 Daftar Gambar... 3 Daftar Singkatan... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa, hal ini disebabkan oleh pertambahan faktor -faktor yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa, hal ini disebabkan oleh pertambahan faktor -faktor yang berlaku. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomika jangka panjang. Di setiap suatu periode masyarakat akan menambah produksi barang dan jasa, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II 2008 Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2008 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan triwulan III-2007, tingkat inflasi diperkirakan diatas 10%, dan nilai tukar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi

Perkiraan Kondisi Ekonomi Makro Triwulan IV Perkiraan Tw. I Perkiraan Kondisi Ekonomi Realisasi SURVEI 1 PERSEPSI PASAR Triwulan III - 2005 Kondisi ekonomi makro triwulan IV-2005 dan keseluruhan diperkirakan memburuk, dengan tingkat inflasi dan pengangguran yang meningkat Responden optimis kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci