BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kinerja Pabrik Pabrik terdiri dari beberapa unit proses atau peralatan, seperti unit penyiapan umpan, unit reaksi atau sintesis, serta unit pemisahan dan pemurnian produk yang beroperasi pada kondisi tertentu. Analisis kinerja pabrik dilakukan dengan sasaran untuk mendapatkan pemahaman operasi pabrik yang akurat yang dipakai untuk : mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, mengindentifikasi penurunan kinerja alat, mengidentifikasi daerah kondisi operasi yang optimal untuk menaikkan efisiensi operasi atau produk, serta mengidentifikasi model proses yang lebih baik [Perry, 1999]. Tujuan akhir dilakukannya analisis kinerja pabrik adalah keuntungan perusahaan yang lebih tinggi, pengendalian proses yang lebih baik, pengoperasian pabrik yang lebih aman dan perancangan mengarah sempurna. Kinerja pabrik sebagai unit bisnis diukur berdasarkan sasaran yang ditetapkan untuk periode tertentu terhadap beberapa parameter seperti produksi, pemasaran atau pencapaian finansial. Dari sisi teknik kinerja setiap pabrik diukur berdasarkan parameter operasi kunci yaitu tingkat produksi, efisiensi, mutu produk, keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup. II.1.1 Utilisasi Aset Utilisasi aset adalah suatu alat untuk mengukur perbedaan antara kemampuan atau kapasitas aset dalam menghasilkan produk dengan jumlah produk aktual yang dihasilkan. Perbedaan tersebut yang dikenal sebagai opportunity gap. Utilisasi aset merupakan konsep kritis dalam upaya pengurangan biaya produksi terkait profitabilitas pabrik pada era pasar kompetitif global saat ini. Definisi utilisasi aset yang umum digunakan oleh banyak perusahaan adalah rasio output aktual terhadap output yang dapat dicapai jika pabrik berjalan pada kapasitas maksimalnya selama 365 hari setahun dengan 100% kualitas produk terpenuhi [Ellis, 1998]. 10

2 Informasi yang diperoleh dari program utilisasi aset menjadi masukan bagi manajemen pabrik dalam memantau kemampuan manufaktur pabrik secara kontinyu untuk melihat peluang-peluang yang signifikan agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan dijalankannya sistem utilisasi aset diharapkan dapat terwujud sasaran pabrik sebagai aset perusahaan berjalan pada kapasitas penuh dengan biaya rendah. Program utilisasi aset dapat diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasi dengan rincian data atau informasi sesuai kebutuhan pemakai. Tingkatan organisasi tersebut mulai dari level industri, unit bisnis, divisi, pabrik, unit operasi atau area proses, hingga ke unit sistem proses [Ellis,1998]. Pada level industri, model utilisasi aset dikembangkan berdasarkan segmen industri yaitu agrikultur, kimia, bahan makanan, pertambangan, minyak dan gas, kertas, farmasi, tenaga listrik serta tekstil. Dengan utilisasi aset dapat dilihat bagaimana tiap segmen industri beroperasi dan mengkuantifikasikan peluangpeluang yang signifikan pada masing-masing segmen industri. Model utilisasi aset untuk level unit bisnis dijalankan pada tiap unit bisnis di perusahaan. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan perminyakan yang menerapkan ukuran utilisasi aset untuk unit-unit bisnisnya yaitu eksplorasi dan produksi, produk perminyakan, dan bahan kimia. Untuk level divisi atau site, utilisasi aset digunakan oleh suatu perusahaan yang mengelompokkan operasi pabriknya berdasarkan lokasi geografis. Pabrik merupakan tingkatan paling fundamental penerapan utilisasi aset dan tingkatan dimana kebanyakan program utilisasi aset dimulai. Pada industri kimia umumnya pabrik dinamakan berdasarkan produk yang dihasilkan seperti ammonia, urea, etilen, benzena dan dapat juga disertai angka jika perusahaan memiliki lebih dari satu pabrik yang menghasilkan produk yang sama misalnya Urea-1 atau Ammonia-4. 11

3 Unit operasi atau area proses merupakan bagian dari pabrik seperti area furnace, unit sintesis, atau unit pemurnian. Sedangkan unit sistem proses, area khusus suatu unit proses seperti sistem uap, sistem udara pabrik, sistem nitrogen atau sistem air pendingin. Perhitungan yang dilakukan dalam program utilisasi aset didefinisikan sebagai berikut [sumber: prosedur kerja utilisasi aset DSM]. Kehilangan produksi pada periode pencatatan tertentu dihitung dengan persamaan berikut : PLrec = MPC - AP PLrec = 0 jika AP < MPC jika AP > MPC dengan AP (Actual Production) adalah kuantitas produksi aktual yang dihasilkan dan dicatat untuk periode tertentu (umumnya 24 jam untuk pabrik yang beroperasi kontinyu) dan MPC (Maximum Proven Capacity) adalah kapasitas produksi tertinggi pada periode tertentu yang pernah dicapai dan telah ditetapkan oleh manajemen pabrik (untuk pabrik baru MPC adalah kapasitas desain pabrik). Sedangkan PL (Production Loss) adalah kehilangan produksi pada periode waktu tertentu. Untuk periode pelaporan tertentu (umumnya setiap bulan), maka total kehilangan produksi adalah : PL = PL rec Kehilangan keuntungan yang diakibatkan oleh kehilangan kesempatan produksi atau Production Opprtunity Gap (POG), dinyatakan dalam uang adalah : POG = PL rec x GM dengan GM (Gross Margin) adalah keuntungan yang didapat untuk setiap satuan produksi yang dapat dijual. Production Asset Utilisation (PAU) didefinisikan sebagai rasio antara produksi yang sesungguhnya terhadap produksi yang dapat dicapai jika pabrik berjalan 12

4 sesuai sasaran kapasitas maksimalnya (MPC). Jika produksi aktual selalu lebih kecil atau sama dengan MPC dalam periode pelaporan, maka utilisasi aset produksi dihitung dengan persamaan : PAU = ( AP / MPC) x 100% = {( MPC - PL rec ) / MPC} x 100% Sedangkan jika produksi aktual tidak selalu lebih kecil atau sama dengan MPC dalam periode pelaporan, produksi lebih tinggi dari MPC diabaikan, utilisasi aset produksi dihitung : {( MPC - PL rec ) / MPC} x 100% Biaya produksi atau mutu produk juga dapat dijadikan sebagai sasaran yang ditetapkan untuk perhitungan utilisasi aset pabrik. Program utilisasi aset tidak hanya mengidentifikasi opportunity gap, melainkan juga mencatat sebab-sebab gap tersebut dan tidak tercapainya sasaran. Selanjutnya sebab-sebab kehilangan produksi diidentifikasi secara rinci dan diklasifikasikan sebagai masukan untuk program perbaikan. II.1.2 Klasifikasi Persoalan Pabrik Telah diuraikan di sebelumnya bahwa dari program utilisasi aset tercatat masalahmasalah yang menyebabkan opportunity gap. Masalah-masalah beserta penyebabnya perlu diidentifikasi dan diklasifikasikan secara terperinci berdasarkan dua kriteria utama yaitu jenis kelompok penyebab dan tingkat besar kecilnya penyimpangan yang ditimbulkannya terhadap sasaran. Dari kedua kriteria tersebut akan memudahkan dalam mendefinisikan dan menganalisis masalah, merekomendasikan tindakan perbaikan dan menentukan urutan prioritas pekerjaan yang harus ditindaklanjuti. 13

5 Terdapat empat kategori utama kelompok fungsional dalam klasifikasi permasalahan yang dihitung berdasarkan kontribusinya terhadap kehilangan produksi berdasarkan konsep sistem Manufacturing Excellence yang diadopsi dari perusahaan DSM Belanda, yaitu : operasi, pemeliharaan, bisnis dan eksternal. Keempat kelompok fungsional di atas dengan subkategorinya seperti ditunjukkan pada Tabel II.1. Tabel II.1 Kelompok fungsional dan kategori penyebab masalah Operasi Pemeliharaan Bisnis Eksternal Prosedur & Pelatihan Pengendalian Proses Gangguan Proses Teknologi Proses Produk Kegagalan Alat Prosedur & Pelatihan Shutdown terencana Kapasitas Ekonomis Bahan Baku Permintaan Utilitas Keselamatan & Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup Bahan Baku Lain-lain Bahan Baku Kategori operasi merupakan penyebab kehilangan kesempatan produksi yang diakibatkan oleh masalah-masalah terkait proses operasi pabrik. Pada kategori ini seperti terlihat dari Tabel II.1 termasuk masalah-masalah operasional seperti personil operasi, pengendalian proses, gangguan proses, teknologi proses, produk dan bahan baku. Sebagai contoh, kebuntuan pada pipa proses dan fouling yang terjadi di alat penukar panas dan reboiler dimasukkan dalam kategori gangguan proses. Masalah-masalah yang terjadi terkait perancangan proses atau keterbatasan teknologi proses seperti tekanan keluaran pompa tidak mencukupi karena impeller yang terlalu kecil, pendinginan yang kurang akibat alat penukar panas dirancang terlalu kecil atau degradasi katalis karena umur sehingga kapasitas pabrik menurun dimasukkan dalam kategori teknologi proses. Masalah seperti kualitas bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan masuk kategori bahan baku. 14

6 Pada kategori kedua, masalah-masalah yang terkait fungsi peralatan pabrik dikategorikan dalam kelompok pemeliharaan dengan subkategori kegagalan alat, personil dan shutdown terencana yang terkait pemeliharaan peralatan pabrik. Permasalahan berupa kerusakan atau kegagalan fungsi peralatan pabrik yang mengakibatkan kehilangan produksi dimasukkan dalam kategori kegagalan alat. Sebagai contoh adalah kerusakan mekanis pompa, kebocoran alat penukar panas, kompresor trip, motor terbakar, atau kerusakan control valve. Beberapa contoh penyebab kehilangan produksi atau produksi di bawah sasaran kapasitas yang termasuk kategori bisnis adalah keterbatasan bahan baku, kapasitas ekonomis optimum, variasi produk dan permintaan penjualan menurun. Kategori eksternal mencakup masalah-masalah yang biasanya di luar kendali unit bisnis yang bersangkutan seperti kekurangan utilitas dan bahan baku atau peraturan mengenai keselamatan, kesehatan lingkungan berpengaruh pada kapasitas produksi yang bisa dicapai. Sebagai ilustrasi, pada Gambar II.2 ditunjukkan data distribusi masalah yang menyebabkan terjadinya shutdown di pabrik urea. 100 Urea K-1 Plant Downtime % downtime Gas Supply Planned shutdown NH3 Plant Electrical Marketing Rotating Equipment Static Equipment Instrumentation Gambar II.1 Data distribusi penyebab downtime pabrik urea Kaltim-1 [ Data Bagian Operasi Urea Kaltim-1, 2003] 15

7 II.1.3 Reliabilitas Konsep reliabilitas tidak terlepas dari ukuran kinerja pabrik. Tingginya kehilangan produksi yang diakibatkan persoalan proses dan peralatan pabrik menunjukkan reliabilitas yang rendah. Sebaliknya jika reliabilitas pabrik tinggi maka produksi sesuai sasaran akan dapat dicapai. Informasi awal reliabilitas proses dan peralatan pabrik diperoleh dari program utilisasi aset yang telah mengidentifikasi dan mengkategorisasikan kehilangan produksi berdasarkan kelompok penyebab seperti diuraikan sebelumnya. Reliabilitas mengukur kemampuan peralatan atau suatu proses dalam beroperasi tanpa kegagalan untuk interval waktu tertentu jika dioperasikan dengan benar pada kondisi tertentu oleh personil yang terlatih [Barringer, 2006]. Reliabilitas melibatkan pihak pemeliharaan dan proses. Ada perbedaan sudut pandang dalam pendekatan terhadap reliabilitas dari kedua kelompok tersebut seperti diilustrasikan pada Tabel II.2. Kolaborasi dan kerja sama bagian proses, pemeliharaan dan reliabilitas diperlukan untuk mencapai kinerja pabrik yang optimal. Tabel II.2 Pendekatan reliabilitas dari sudut pandang proses dan pemeliharaan [Birchfield, 2000] Fase-fase pengembangan reliabilitas dalam sistem pemeliharaan terdiri dari lima tahapan yaitu : tahap reaktif, preventif, prediktif, proaktif dan reliability-driven. 16

8 Hirarki pengembangan reliabilitas dalam tahapan-tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar II.2. Gambar II.2 Hirarki pengembangan reliabilitas [Barringer, 1998] Menurut konsep Manufacturing Excellence (DSM) prosedur kerja perbaikan reliabilitas peralatan dikelompokkan dalam dua sistem kerja paralel yaitu pencegahan (prevent) dan penyelesaian (solve). Sistem pencegahan persoalan menggambarkan bagaimana program pemeliharaan preventif dan prediktif dikembangkan, sedangkan sistem penyelesaian persoalan menggambarkan kapan dan bagaimana persoalan-persoalan reliabilitas peralatan pabrik diselesaikan. Dalam sistem pencegahan persoalan terintegrasi beberapa praktek terbaik seperti inspeksi berbasis resiko, monitoring kondisi peralatan dan pemeliharaan berpusat reliabilitas. Di sini harus jelas hubungan antara peralatan, kondisi proses, mode kegagalan potensial dengan program pemeliharaan preventif/prediktif yang dijalankan. Sistem penyelesaian persoalan yang dilakukan adalah membuat prioritas persoalan yang harus ditangani, melakukan analisis persoalan reliabilitas secara terstruktur dengan teknik analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis) dan penanganan persoalan berdasarkan akar penyebabnya yang telah 17

9 teridentifikasi, serta analisis terhadap keefektifan tindakan koreksi yang diimplementasikan. II.1.4 Analisis Akar Penyebab Persoalan (Root Cause Analysis) Analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis/rca) adalah sebuah metode dalam penyelesaian persoalan yang bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab utama dari suatu persoalan atau kejadian. Praktek RCA didasarkan pada keyakinan bahwa persoalan akan dapat diselesaikan paling baik adalah dengan cara mengoreksi atau menghilangkan penyebab utamanya. Akar penyebab persoalan adalah penyebab yang jika dilakukan tindakan koreksi akan mencegah terulangnya kejadian atau terjadinya persoalan yang serupa [DOE, 1992]. Pencegahan terjadinya pengulangan persoalan secara total tidak selalu berhasil, sehingga RCA sering dipertimbangkan sebagai proses iteratif yang digunakan sebagai alat perbaikan yang terus menerus. RCA bukan sebuah metodologi yang terdefinisi tunggal. Berdasarkan area asalnya RCA dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu basis-keselamatan, basis-produksi, basis-proses dan basis-sistem [en.wikipedia.or]. RCA berbasis keselamatan diturunkan dari investigasi kecelakaan pada bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Akar persoalan dalam bidang keselamatan cenderung berupa gagal atau hilangnya safety barriers, resiko-resiko yang tidak dikenali atau tidak mencukupinya rekayasa keselamatan. RCA berbasis produksi berasal dari bidang pengendalian mutu pada industri manufaktur. Akar persoalan berupa penyebab asal dari tidak terpenuhinya batasan baku produk yang dihasilkan oleh lini produksi yang terdiri dari tahap-tahap berurutan, dengan satu atau lebih kejadian malfungsi atau di luar toleransi. RCA berbasis proses pada dasarnya mengikuti RCA berbasis produksi, tetapi dengan cakupan yang diperluas meliputi proses bisnis di luar manufaktur. Pandangan dasar sebuah akar persoalan adalah bahwa kesalahan proses individual 18

10 merupakan sumber persoalan. RCA kelompok ini terkait erat dengan praktek perbaikan proses. RCA berbasis sistem muncul berdasarkan ide-ide dalam bidang manajemen perubahan, manajemen resiko, and sistem berpikir. Sebuah akar persoalan menurut klasifikasi ini sering hadir pada level budaya organisasi dan manajemen strategis. Memusatkan tindakan korektif pada akar persoalan akan lebih efektif daripada hanya menangani gejala-gejala dari persoalan yang terjadi. Agar efektif RCA harus dijalankan secara sistematik dan pengambilan kesimpulan harus didukung bukti-bukti. Biasanya persoalan memiliki lebih dari satu akar persoalan yang mungkin. Langkah-langkah umum dalam melakukan analisis akar persoalan adalah mendefinisikan persoalan, mengumpulkan data/bukti, analisis hubungan sebabakibat, identifikasi akar penyebab, menentukan rekomendasi solusi dan implementasi solusi beserta evaluasinya. II.2 Manajemen Pengetahuan Pengetahuan merupakan sesuatu yang tidak mudah diukur, maka suatu organisasi harus mengelola pengetahuan sebagai aset secara efektif untuk mengambil keuntungan sepenuhnya dari ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki juga pengetahuan tersembunyi yang dimiliki karyawan dalam perusahaan. Rangkuman dari beberapa studi mengenai definisi manajemen pengetahuan ditampilkan pada Tabel II.3 [Kanagasabapathy, 2006]. Manajemen pengetahuan adalah aktifitas manajerial dalam mengembangkan, memindahkan, mengirimkan, menyimpan dan mengaplikasikan pengetahuan, serta menyediakan informasi bagi anggota organisasi untuk mengambil keputusan dan tindakan yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi. 19

11 Tabel II.3 Definisi Manajemen Pengetahuan Penulis Definisi Manajemen Pengetahuan Ouintas dkk (1997) Manajemen pengetahuan adalah untuk menemukan, mengembangkan, memanfaatkan, menyampaikan dan menyerap pengetahuan di dalam dan di luar organisasi melalui proses manajemen yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan mendatang. Allee (1997), Manajemen pengetahuan adalah pengelolaan Davenport pengetahuan perusahaan melalui proses spesifik yang (1998), sistematik dan terorganisir untuk mengambil, Alavi dan mengorganisasi, melestarikan, mengaplikasikan, Leidner (2001) membagi dan memperbarui pengetahuan karyawan baik tersembunyi maupun eksplisit untuk meningkatkan performance organisasi dan menciptakan nilai. Gupta dkk (2000) Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang membantu organisasi dalam menemukan, memilih, mengorganisasi, diseminasi, dan memindahkan informasi penting dan keahlian yang diperlukan untuk aktivitasnya. Bhatt (2001) Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses menciptakan, validasi, presentasi, distrbusi dan aplikasi pengetahuan. Holm (2001) Manajemen pengetahuan adalah membawa informasi yang tepat kepada orang yang tepat, membantu orangorang menciptakan pengetahuan serta berbagi dan bertindak terhadap informasi. Horwitch dan Manajemen pengetahuan adalah kreasi, ekstraksi, Armacost transformasi, serta penyimpanan pengetahuan dan (2002) informasi yang tepat untuk merancang kebijakan yang lebih baik, mengubah tindakan dan menyampaikan hasil. 20

12 Para praktisi manajemen pengetahuan menganggap bahwa pengetahuan adalah sumber daya terpenting bagi organisasi modern, satu-satunya sumber daya yang tidak dapat direplikasi oleh pesaing, dan oleh karena itu merupakan sumber keuntungan yang khas dan kompetitif [Davenport dan Prusak, 1998]. Praktekpraktek manajemen pengetahuan modern menitikberatkan pada penciptaan pengetahuan baru dan aplikasi pengetahuan organisasi untuk memelihara keuntungan strategis. Diasumsikan bahwa terdapat sistem dalam organisasi yang mendukung kreasi pengetahuan dan bahwa pengetahuan yang relevan dari dalam maupun luar telah tercatat sedemikian hingga dapat diambil kembali dan digunakan. Organisasi harus siap untuk meninggalkan pengetahuan yang sudah usang [Drucker, 1993]. Hubungan keterkaitan di antara faktor-faktor kunci dalam manajemen pengetahuan disajikan pada Gambar II.3. Gambar II.3 Sumber-sumber pengetahuan, proses dan hasil dari manajemen pengetahuan [Klobas, 1997] Perekonomian dunia telah beralih dari industri manufaktur dan ekonomi yang berorientasi produk ke ekonomi yang berbasiskan pengetahuan dan jasa dengan komoditas utama adalah informasi atau pengetahuan. Manajemen kekayaan intelektual yang efektif merupakan isu kritis dalam menghadapi ekonomi global saat ini yang dikendalikan oleh informasi. Manajemen pengetahuan tidak semata- 21

13 mata tentang mengelola pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada mengelola dan menciptakan budaya perusahaan yang memfasilitasi dan mendorong untuk berbagi, pemanfaatan dan penciptaan pengetahuan yang mengarah pada keuntungan kompetitif strategis perusahaan. Pencapaian budaya pengetahuan mensyaratkan fokus manajerial pada tiga area yaitu penyiapan organisasi, pengelolaan aset pengetahuan dan memanfaatkan pengetahuan untuk keuntungan kompetitif [Abell dan Oxbrow, 1997]. Struktur hirarki manajemen pengetahuan tradisional seperti ditampilkan pada Gambar II.4, memungkinkan alih pengetahuan secara vertikal melalui rantai komando tipikal, tetapi menghambat alih pengetahuan secara horisontal yang harus menyeberangi batasan fungsional organisasi. Kompetisi yang semakin ketat dan lebih singkatnya laju perubahan teknologi membutuhkan alih pengetahuan melewati batas-batas organisasi yang lebih baik [Gopalakrishnan and Santoro, 2004]. Pengembangan kelompok-kelompok pengetahuan yang tersusun dari para pekerja pengetahuan dari area lintas-fungsi adalah langkah pertama menuju pengembangan sistem alih pengetahuan yang terdistribusi sepenuhnya dalam organisasi (vertikal dan horisontal). Anggota kelompok lintas fungsi memberikan pembagian pengetahuan dari kelompok pengetahuannya kembali pada area fungsional asal mereka. Contoh struktur organisasi berbasis kelompok pengetahuan ditampilkan pada Gambar II.5. Organisasi pengetahuan pada Gambar II.5 tersusun dari beberapa kelompok pengetahuan yang terdiri atas kelompok pengetahuan yang dibentuk dari pekerja pengetahuan yang terpilih untuk berpartisipasi pada kelompok pengetahuan karena pengetahuan dan ketrampilan mereka. Idealnya pekerja pengetahuan dalam kelompok berasal dari latar belakang organisasi dan pendidikan yang berbeda yang akan membawa keragaman pengetahuan dan ketrampilan dalam kelompok. 22

14 Gambar II.4 Contoh hirarki manajemen organisasi tradisional [PT. Pupuk Kaltim, 2006] 23

15 Gambar II.5 Hirarki elemen-elemen organisasi pengetahuan [Kanagasabapathy, 2006] II.3 Basis Pengetahuan II.3.1 Definisi Basis pengetahuan adalah jenis basis data khusus yang ditujukan untuk manajemen pengetahuan (knowledge management). Basis pengetahuan menyediakan cara-cara mengumpulkan, mengorganisasi dan mengambil pengetahuan dengan bantuan komputer. Basis pengetahuan yang lebih maju juga memiliki kemampuan aplikasi dalam pengambilan keputusan. Pada kasus yang sudah maju tersebut kandungannya adalah himpunan formula yang diasumsikan, dengan setiap formula mempunyai muatan logika. Beberapa penulis memprediksi bahwa basis data dapat menjadi basis pengetahuan selama sistem pengambilan kembalinya mempunyai kemampuan mengambil kesimpulan [en.wikipedia.org/wiki/knowledge_base]. Basis pengetahuan secara umum dapat dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu basis pengetahuan yang dapat dibaca oleh mesin dan yang dapat dibaca oleh 24

16 manusia. Basis pengetahuan yang pertama menyimpan pengetahuan dalam format yang terbaca oleh komputer, biasanya dengan aplikasi pengambilan keputusan deduktif otomatis. Basis pengetahuan ini berisikan himpunan data, umumnya berupa aturan-aturan yang menggambarkan pengetahuan dalam bentuk logikalogika yang konsisten. Deduksi dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan tentang pengetahuan di dalam suatu basis pengetahuan. Basis pengetahuan kedua dirancang agar memungkinkan pemakai mengambil dan menggunakan isi pengetahuan, misalnya untuk kebutuhan pelatihan. Basis pengetahuan ini umumnya digunakan untuk menangkap pengetahuan eksplisit, termasuk troubleshooting, artikel, dokumen, panduan pemakai dan lain-lain. Keuntungan utama adalah menyediakan cara menemukan solusi dari suatu persoalan yang telah diketahui solusi sebelumnya dan dapat diaplikasikan oleh pihak lain yang kurang pengalaman pada persoalan terkait. Beberapa basis pengetahuan mempunyai komponen kecerdasan tiruan. Jenis basis pengetahuan seperti ini dapat memberikan saran solusi dari suatu persoalan berdasarkan umpan-balik yang diberikan oleh pemakai dan memiliki kemampuan belajar dari pengalaman. Representasi pengetahuan, pengambilan keputusan dan argumentasi otomatis merupakan area penelitian yang berkembang pada bidang kecerdasan tiruan. Motivasi utama dalam pengembangan basis pengetahuan adalah menyediakan arena untuk menangkap pengetahuan atau pengalaman. Secara tradisional, sistem seperti itu dapat dilihat memberikan peran advisor dan keefektifannya dapat dievaluasi dengan membandingkan rekomendasi dari pakar dengan keluaran dari basis pengetahuan. Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar yang berupa representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan kaidah. Fakta adalah informasi tentang obyek, peristiwa, atau situasi. Kaidah 25

17 adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah diketahui. Menurut Gondran (1986) dalam Utami (2002), basis pengetahuan merupakan representasi dari seorang pakar, yang kemudian dapat dimasukkan ke dalam bahasa pemrograman khusus untuk kecerdasan buatan seperti PROLOG dan LISP atau expert system shell (misalnya G2, CLIPS, EXSYS, dan lain-lain). II.3.2 Representasi Pengetahuan Representasi pengetahuan berkaitan dengan bagaimana menyimpan dan memanipulasi informasi pengetahuan dalam sebuah sistem informasi dengan cara formal sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas tertentu. [en.wikipedia.org/wiki/knowledge_representation]. Sistem yang dibuat mampu melakukan penalaran atau menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta, sehingga menirukan kecerdasan manusia. Beberapa bentuk representasi pengetahuan yang dikenal adalah : logika, struktur pohon, jaringan semantik, frame, naskah (script) dan sistem produksi (rules) [Kusumadewi, 2003]. Logika merupakan bentuk representasi pengetahuan yang berupa proses menarik kesimpulan berdasarkan fakta yang telah ada. Masukan dari proses logika berupa premis atau fakta yang telah diakui kebenarannya sehingga dengan melakukan penalaran pada proses logika dapat ditarik kesimpulan yang benar pula. Struktur pohon menunjukkan hubungan antar obyek secara hirarkis. Sedangkan jaringan semantik merupakan gambaran pengetahuan grafis yang menunjukkan hubungan antar berbagai obyek dan informasi tentang obyek tersebut. Frame adalah kumpulan pengetahuan tentang suatu obyek tertentu, memiliki slot yang menggambarkan rincian dan karakteristik obyek tersebut. Script merupakan skema representasi pengetahuan yang sama dengan frame yaitu merepresentasikan pengetahuan berdasarkan karakteristik yang sudah dikenal. 26

18 Perbedaannya frame menggambarkan obyek, sedangkan script menggambarkan urutan peristiwa. Sistem produksi (IF-THEN rules) merupakan bentuk representasi pengetahuan yang sangat banyak digunakan, berupa aturan yang terdiri dari premis dan kesimpulan. II.3.3 Metode Pengembangan Basis Pengetahuan Metode pengembangan sistem basis pengetahuan klasik secara iteratif seperti ditunjukkan pada Tabel II.4. Tabel II.4 Tahapan-tahapan pengembangan basis pengetahuan [Chatterjea, 2000] Followed By Dalam lingkungan pengembangan basis pengetahuan tradisional, insinyur pengetahuan diharapkan untuk sangat familiar dengan ranah pengetahuan ketika membangun basis pengetahuan untuk ranah terkait. Proses pengembangan basis 27

19 pengetahuan seperti itu memakan waktu dan dapat menjadi suatu pekerjaan yang menantang bagi seorang ahli yang menguasai permsalahan untuk sekaligus bertindak sebagai insinyur pengetahuan. Selain harus familiar dengan domain pengetahuan, tugas-tugas seperti berikut pada berbagai tahap pengembangan harus dipahami oleh insinyur pengetahuan [Musen, 1999] : Mengkarakterisasi tugas pengambilan keputusan yang diperlukan untuk memecahkan masalah Mengidentifikasi konsep ranah utama permasalahan Mengkategorisasikan tipe pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah Mengidentifikasi strategi pengambilan keputusan yang dipakai pakar Mendefinisikan struktur inferensi untuk aplikasi yang dihasilkan Memformalisasikan hasil di atas secara generik dan dapat dipakai kembali Tanggung jawab insinyur pengetahuan terlihat dominan dalam metodologi pengembangan basis pengetahuan secara tradisional. Di sisi lain, peran pakar menjadi lebih pasif mengikuti metode ini karena hanya bersifat mendukung dengan menjelaskan ranah pengetahuan kepada insinyur pengetahuan. Proses pengembangan basis pengetahuan berbeda dari siklus pengembangan rekayasa perangkat lunak baku dan mengikuti model linier [Giaratno dan Riley, 1998] seperti ditunjukkan pada Gambar II.6 berikut : 28

20 Gambar II.6 Siklus pengembangan sistem basis pengetahuan [Giaratno dan Riley, 1998] II.4 Basis Pengetahuan Pada Industri Proses II.4.1 Pengetahuan Proses Pengetahuan yang terdapat di pabrik proses sangat kompleks, bersifat hibrida dan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu : pengetahuan proses spesifik dan pengetahuan proses umum, shallow knowledge dan deep knowledge, serta pengetahuan struktural dan perilaku [Pramanik, 1989]. Sementara itu klasifikasi lainnya mengelompokkan pengetahuan proses berdasarkan empat kelompok utama yaitu pengetahuan struktur, perilaku, fungsi dan mode [Chandrasekaran, 1993]. Struktur menggambarkan apa-apa yang ada secara fisik; fungsi, apa yang dikerjakan; perilaku, bagaimana dikerjakannya dan mode, kapan dikerjakan. Pengetahuan proses spesifik merupakan pengetahuan yang mencakup informasiinformasi yang terkait dengan proses tertentu. Informasi tersebut meliputi spesifikasi pabrik yang mencakup deskripsi dan interkoneksi dari alat-alat proses, 29

21 serta informasi perancangan yang spesifik pada proses tersebut. Tercakup juga pengetahuan berdasarkan kumpulan pengalaman mengenai proses tersebut dan pengetahuan perilaku proses mengenai interaksi sebab-akibat diantara variabelvariabel proses. Pengetahuan proses umum merupakan pengetahuan yang mencakup informasiinformasi yang tidak terikat pada proses tertentu. Terdiri dari model standar untuk alat-alat proses yang umum di pabrik seperti katup, reaktor, penukar panas, dan lain-lain, yang berlaku pada berbagai konfigurasi pabrik. Shallow knowledge merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman berulang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan pada proses tertentu, tanpa memahami secara mendalam bagaimana hubungan sebab akibat pada permasalahan tersebut. Sedangkan deep knowledge mencakup pengetahuan structural dan perilaku mengenai hubungan sebab-akibat yang dapat menjelaskan bagaimana sebuah permasalahan proses dapat terjadi [Pramanik, 1989]. Pengetahuan struktural adalah pengetahuan mengenai alat-alat proses dan lokasi fisik relatifnya sesuai topologi pabrik. Item-item peralatan seperti valve, pompa atau penukar panas adalah alat-alat dasar. Peralatan dapat pula berupa unit, sistem dan sub-sistem yang berupa kumpulan alat. Sebagai contoh adalah sistem kendali, furnace dan sistem pemroses umpan. Sumber utama informasi pengetahuan struktural proses adalah dari diagram alir proses. Pengetahuan fungsional adalah pengetahuan mengenai fungsi-fungsi atau peran dari setiap alat dalam proses apakah beroperasi sesuai yang dikehendaki atau tidak. Dalam hal ini fungsi dapat dikategorikan baik pada operasi normal maupun pada situasi malfungsi. Untuk alat-alat elementer, fungsi cenderung independen terhadap proses dan terkait pada alat, sementara untuk alat-alat yang kompleks atau kumpulan alat, fungsi adalah spesifik terhadap proses. 30

22 Pengetahuan perilaku proses menggambarkan hubungan sebab-akibat dari berbagai variabel proses, yang dapat dinyatakan lewat persamaan, aturan dan prosedur yang menghubungkan input, output dan kondisi dari suatu proses. Pada proses di pabrik pengetahuan perilaku proses terutama dibuat dalam bentuk model fisik berdasarkan termodinamika, serta neraca massa, panas dan momentum. Mode mengacu pada perilaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu alat dan biasanya berdasarkan kehendak dari perancang proses. Mode dapat diklasifikasikan failure, fault dan normal. Normal mengacu pada perilaku di mana variabel proses berada dalam batasan normal. Failure mengacu pada perilaku abnormal saat terjadi malfungsi internal suatu alat. Sedangkan fault mengacu pada perilaku abnormal yang dihasilkan dari masukan yang abnormal. Untuk alat dalam kondisi fault, kondisi normal dapat dipulihkan dengan mengembalikan masukan yang menyimpang ke arah normal. II.4.2 Representasi Pengetahuan Proses Sistem pendukung keputusan yang tergantung pada pengetahuan yang direpresentasikan secara eksplisit, dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu berpusat pada proses dan berpusat pada struktur [Elsas, 2001]. Sistem yang berpusat pada proses difokuskan pada aliran bahan dan model fenomena fisika dan kimia yang terjadi pada proses. Sistem berpusat pada struktur mengacu pada representasi dari model peralatan dan komponen, serta menghubungkan perilaku proses yang terjadi dengan mempertimbangkan struktur alat-alat yang menyusun proses. Pada pengetahuan perilaku proses, hubungan interaksi sebab-akibat dari berbagai variabel proses dapat direpresentasikan secara kualitatif dalam bentuk signeddigraph (SDG) [Pramanik, 1989]. Sebagai contoh hubungan antara tekanan, volume, dan suhu gas yang dinyatakan dengan persamaan PV=RT dapat digambarkan dalam SDG seperti pada Gambar II.7. 31

23 T + P + - V Gambar II.7 Diagram SDG untuk persamaan gas [Pramanik, 1989] Pada basis pengetahuan hubungan sebab-akibat yang digambarkan lewat SDG dapat dituliskan dalam bentukpernyataan aturan IF-THEN. Pengetahuan struktural yang menggambarkan informasi mengenai konektifitas dari berbagai peralatan proses dapat direpresentasikan dengan frame. Sebagai contoh representasi pengetahuan struktural dengan frame ditunjukkan pada Gambar II.9 yang merepresentasikan reaktor dari diagram alir proses pada Gambar II.8. Gambar II.8 Contoh bagian diagram alir proses di pabrik [Pramanik, 1989] Model representasi pengetahuan lain berbasis struktural yang dikembangkan adalah representasi fungsional (FR) yang menguraikan pengetahuan proses berdasarkan struktur fisik, mode operasi, fungsi dan perilaku proses [Elsas, 2001]. Model representasi fungsional ini ditujukan sebagai basis pengetahuan tunggal yang dapat diaplikasikan pada berbagai aplikasi terkait situasi abnormal proses seperti monitoring, diagnosis atau analisis resiko bahaya pada proses. 32

24 Gambar II.9 Contoh representasi frame untuk reaktor [Pramanik, 1989] II.4.3 Aplikasi Sistem Berbasis Pengetahuan Proses Sistem berbasis pengetahuan dapat dimanfaatkan pada banyak aplikasi yang bersifat mendukung keputusan pada berbagai aktifitas di pabrik proses. Pada pabrik ammonia sistem pakar berpotensi diaplikasikan pada berbagai area proses seperti : pengoperasian reformer, troubleshooting proses pemisahan CO 2, pengoperasian sistem kukus, troubleshooting unjuk kerja kompresor/turbin, manajemen alarm proses, serta pengoperasian pabrik yang efisien [Madhavan, 1990]. Secara garis besar aplikasi sistem berbasis pengetahuan pada pabrik proses meliputi diagnosis kesalahan dan troubleshooting proses, pengendalian proses, pelatihan, analisis resiko dan keselamatan, serta pemeliharaan dan reliabilitas. Aplikasi troubleshooting dan diagnosis proses mencakup identifikasi penyimpangan yang terjadi pada variable proses atau komponen peralatan proses yang mengakibatkan ketidaknormalan operasi proses. Penyimpangan yang terjadi dapat disebabkan oleh penyimpangan parameter proses, kegagalan alat atau kesalahan instrumentasi. Dengan bantuan sistem berbasis pengetahuan proses yang bertindak seolah-olah sebagai ahli, penyimpangan proses yang terjadi dapat dideteksi dan rekomendasi tindakan perbaikan yang dikeluarkan sistem menjadi panduan dalam menyelesaikan masalah. 33

25 Aplikasi sistem berbasis pengetahuan untuk pengendalian proses menunjang sistem pengendalian proses di pabrik seperti distributed control system (DCS), sehingga dapat meningkatkan kehandalan pengendalian proses dengan mengembangkan basis pengetahuan sebagai mesin penalaran. Basis pengetahuan untuk pengendalian proses dapat berupa shallow knowledge dengan basis aturan (IF-THEN) atau deep knowledge berdasarkan model dinamik proses. Teknik pengendalian proses dengan sistem pakar dapat dilakukan dengan cara close loop dimana sistem pakar berdasarkan hasil analisis akan mengatur nilai setting pada DCS atau dengan cara open loop dimana sistem pakar hanya mendiagnosis proses dan memberikan rekomendasi kepada operator. Kegiatan pelatihan operator proses dengan bantuan computer juga dapat menjadi aplikasi sistem berbasis pengetahuan proses. Proyek simulasi untuk pelatihan operator yang sedang dikembangkan oleh Pupuk Kaltim merupakan contoh aplikasi sistem pakar untuk pelatihan. Sebuah contoh populer adalah sistem pakar STEAMER yang dibuat untuk aplikasi pelatihan pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap. Simulator proses dinamik dapat dintegrasikan dengan sistem pakar, dengan simulator sebagai model pabrik yang akan dioperasikan. Sistem pakar dapat memonitor semua variabel proses dan tindakan yang dilakukan operator, kemudian dapat pula memberikan instruksi kepada operator dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dibuat dalam pengoperasian proses lewat simulasi. Analisis resiko dan keselamatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi potensipotensi resiko bahaya yang mungkin terjadi pada sebuah pabrik proses dapat mengaplikasikan sistem berbasis pengetahuan. Beberapa teknik analisis semacam ini adalah HAZOP, What-If Analysis, Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis. Metode-metode analisis tersebut pada umumnya menggunakan skenario penalaran forward-chaining atau backward-chaining terhadap kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat kejadian resiko bahaya pada proses di pabrik. 34

26 Aplikasi potensial sistem berbasis pengetahuan lainnya adalah pada unit pemeliharaan peralatan proses untuk monitoring kondisi dan pemeliharaan prediktif. Dengan basis pengetahuan, dapat diketahui kondisi dan kecenderungan masalah yang mungkin terjadi pada peralatan proses. Informasi kerusakan dan frekuensi penggantian alat beserta pengetahuan dan pengalaman mengenai alat dapat dikembangkan menjadi basis pengetahuan sebagai sebuah sistem pakar yang dapat digunakan untuk program pemeliharaan. Selain itu sistem pakar untuk aplikasi pemeliharaan berpusat pada reliabilitas telah dikembangkan dan implementasikan pada industri kimia [Fonseca, 2000]. 35

KONSEP TAHAPAN PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PAKAR DI PABRIK UREA

KONSEP TAHAPAN PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PAKAR DI PABRIK UREA BAB VIII KONSEP TAHAPAN PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PAKAR DI PABRIK UREA VIII.1 Pendahuluan Pada bab sebelumnya telah dibuat dan diuraikan pembahasan sebuah model sistem pakar panduan troubleshooting

Lebih terperinci

MODEL SISTEM PAKAR TROUBLESHOOTING PROSES REAKTOR UREA DENGAN CLIPS

MODEL SISTEM PAKAR TROUBLESHOOTING PROSES REAKTOR UREA DENGAN CLIPS BAB VII MODEL SISTEM PAKAR TROUBLESHOOTING PROSES REAKTOR UREA DENGAN CLIPS VII.1 Pendahuluan Tujuan pada bab ini adalah membuat suatu contoh aplikasi sistem berbasis pengetahuan untuk membantu dalam troubleshooting

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Umum Penelitian untuk merumuskan sistem berbasis pada penanganan permasalahan di pabrik urea Kaltim-1 ini secara garis besar dilakukan dalam tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN HEURISTIS SEBAGAI SUMBER BASIS PENGETAHUAN

PENGETAHUAN HEURISTIS SEBAGAI SUMBER BASIS PENGETAHUAN BAB IV PENGETAHUAN HEURISTIS SEBAGAI SUMBER BASIS PENGETAHUAN IV.1 Pendahuluan Pengetahuan yang dimiliki oleh ahli di pabrik berkembang sejalan dengan lama beroperasinya pabrik tersebut. Permasalahan proses

Lebih terperinci

Tabel I.1. Kapasitas produksi pabrik PT. Pupuk Kaltim dalam ton per tahun [PT.Pupuk Kalimantan Timur, 2006]

Tabel I.1. Kapasitas produksi pabrik PT. Pupuk Kaltim dalam ton per tahun [PT.Pupuk Kalimantan Timur, 2006] BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tersedianya sumber daya migas yang potensial sebagai bahan baku merupakan faktor penting untuk tumbuh dan berkembangnya industri petrokimia yang produknya selain memenuhi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Latar Belakang. Kondisi Operasi Pabrik PT Pupuk Kaltim

BAB I Pendahuluan. Latar Belakang. Kondisi Operasi Pabrik PT Pupuk Kaltim BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat tersebut maka setiap perusahaan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1

FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1 FORMULASI SISTEMATIKA KNOWLEDGE-BASED ENGINEERING UNTUK PENANGANAN PERMASALAHAN PROSES DENGAN STUDI KASUS REAKTOR UREA PABRIK KALTIM-1 TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 65 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan utama yang dihadapi industri gula nasional yaitu rendahnya kinerja khususnya produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Untuk menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP KENDALI DAN TERMINOLOGI

BAB 1 KONSEP KENDALI DAN TERMINOLOGI BAB 1 KONSEP KENDALI DAN TERMINOLOGI Bab 1 ini berisi tentang konsep kendali dan terminologi yang dipakai dalam pembahasan tentang sistem kendali. Uraiannya meliputi pengertian kendali, sistem kendali,

Lebih terperinci

Sistem Pakar. Pertemuan 2. Sirait, MT

Sistem Pakar. Pertemuan 2. Sirait, MT Sistem Pakar Pertemuan 2 Definisi Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Marimin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

Struktur Sistem Pakar

Struktur Sistem Pakar Sistem Pakar Struktur Sistem Pakar Kelas A & B Jonh Fredrik Ulysses jonh.fredrik.u@gmail.com Definisi Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA

SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA SINTESIS DAN INTEGRASI PROSES KIMIA Design 2 1. Conceptual design: develop a preliminary flowsheet using approximate methods. 2. Preliminary design: use rigorous simulators to evaluate steady- state and

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemeliharaan Semua barang yang dibuat oleh manusia memiliki umur pakai dan pada akhirnya akan mengalami kerusakan. Umur pakai barang dapat diperpanjang dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini dapat memiliki dampak yang positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era perdagangan bebas, saat ini persaingan dunia usaha dan perdagangan semakin kompleks dan ketat. Hal tersebut tantangan bagi Indonesia yang sedang

Lebih terperinci

Ide tentang sistem skala besar datang pada saat permasalahan. pengendalian pada prakteknya tidak dapat diterapkan secara efisien oleh prinsip

Ide tentang sistem skala besar datang pada saat permasalahan. pengendalian pada prakteknya tidak dapat diterapkan secara efisien oleh prinsip BAB I PENDAHULUAN Ide tentang sistem skala besar datang pada saat permasalahan pengendalian pada prakteknya tidak dapat diterapkan secara efisien oleh prinsip dan metode sistem multivariabel. Hal ini terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI DIGITAL

SISTEM KENDALI DIGITAL SISTEM KENDALI DIGITAL Sistem kendali dapat dikatakan sebagai hubungan antara komponen yang membentuk sebuah konfigurasi sistem, yang akan menghasilkan tanggapan sistem yang diharapkan. Jadi harus ada

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENATAAN SIMPUS

DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENATAAN SIMPUS DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENATAAN SIMPUS Rapat Koordinasi Penyiapan Teknis SIMPUS Departemen Kesehatan Surabaya 29 Mei 2007 Hadwi Soendjojo - Kepala Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bisnis kilang modern yang sangat dinamis dan kompetitif (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki performance operasionalnya

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM PAKAR

MENGENAL SISTEM PAKAR MENGENAL SISTEM PAKAR Bidang teknik kecerdasan buatan yang paling popular saat ini adalah system pakar. Ini disebabkan penerapannya diberbagai bidang, baik dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan terutama

Lebih terperinci

Elemen Dasar Sistem Otomasi

Elemen Dasar Sistem Otomasi Materi #4 Sumber: Mikell P Groover, Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing, Second Edition, New Jersey, Prentice Hall Inc., 2001, Chapter 3 Elemen Dasar Sistem Otomasi 2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rekayasa Ulang Proses Bisnis Hammer dan Champy (1995, hal 27-30) mengatakan bahwa Rekayasa Ulang adalah pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal

Lebih terperinci

Gordon B. Davis (1984)

Gordon B. Davis (1984) Konsep Sistem Sistem Gordon B. Davis (1984) Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Sistem Raymond Mcleod (2001)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR FORMAT

Lebih terperinci

Representasi Pengetahuan dan Penalaran

Representasi Pengetahuan dan Penalaran Representasi Pengetahuan dan Penalaran PENGETAHUAN Pengetahuan (knowledge) adalah pemahaman secara praktis maupun teoritis terhadap suatu obyek atau domain tertentu. Pengetahuan merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA

BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA BAB V PERANAN INFORMASI DALAM KUALITAS PRODUK DAN JASA Kualitas didefinisikan dalam banyak cara. Menurut James Martin, konsultan komputer terkenal, mendeskripsikan kualitas perangkat lunak sebagai tepat

Lebih terperinci

Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol

Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol Pertemuan-1: Pengenalan Dasar Sistem Kontrol Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Mengerti filosopi sistem control dan aplikasinya serta memahami istilahistilah/terminology yang digunakan dalam system control

Lebih terperinci

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

Sistem Pakar Dasar. Ari Fadli

Sistem Pakar Dasar. Ari Fadli Sistem Pakar Dasar Ari Fadli fadli.te.unsoed@gmail http://fadli84.wordpress.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM PENGATURAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM PENGATURAN ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM PENGATURAN PENGANTAR Sistem pengaturan khususnya pengaturan otomatis memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam bahasan ini, akan diberikan

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING RUANG LINGKUP MATAKULIAH Materi Pengantar ERP Sistem dan Rekayasa ERP Pemetaan Proses Siklus ERP ERP: Sales, Marketing & CRM ERP: Akuntansi, Keuangan ERP: Produksi, Rantai

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN Referensi : 1. Management Information Systems : A Managerial End User Perspective, James A. O'Brien 2. Management Information Systems, Raymond McLeod, Jr. Sistem Informasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Studi literatur merupakan merupakan tahapan penyusunan landasan teori yang mendukung penelitian yang dilakukan serta penelitian dari pihak lain yang

Lebih terperinci

PENJELASAN FAKTOR-FAKTOR EVALUASI JABATAN (PERMENPAN DAN RB NO.34 TAHUN 2011) FAKTOR 1 RUANG LINGKUP DAN DAMPAK PROGRAM

PENJELASAN FAKTOR-FAKTOR EVALUASI JABATAN (PERMENPAN DAN RB NO.34 TAHUN 2011) FAKTOR 1 RUANG LINGKUP DAN DAMPAK PROGRAM PENJELASAN FAKTOR-FAKTOR EVALUASI JABATAN (PERMENPAN DAN RB NO.34 TAHUN 2011) A. FAKTOR EVALUASI JABATAN STRUKTURAL FAKTOR 1 RUANG LINGKUP DAN DAMPAK PROGRAM Faktor ini menilai tingkat kerumitan dan kedalaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan,

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris yaitu Artificial Intelligence. Jika diartikan Artificial memiliki makna buatan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir PT. Tawada Graha yang menjadi obyek dari tulisan kami menjalankan bisnis mereka secara tradisional. Tidak ada perencanaan strategis jangka panjang yang

Lebih terperinci

BAB I. : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi

BAB I. : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi Oleh Tujuan : Kundang K.Juman, Ir.MMSI : Agar Mahasiswa memahami konsep dasar sistem informasi BAB I Konsep Dasar Sistem 1.1 Pengertian Sistem Definisi sistem berkembang sesuai dengan konteks dimana pengertian

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis penyakit yang diderita oleh seorang penderita harus dapat dilakukan dengan tepat dan akurat, karena kesalahan diagnosis berakibat fatal dan bisa membahayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab berikut ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, permasalahan, pendekatan masalah yang diambil, tujuan dan manfaat yang akan dicapai,beserta sistematika laporan dari penelitian

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

PERTEMUAN #3 TEORI DASAR OTOMASI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI

PERTEMUAN #3 TEORI DASAR OTOMASI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI TEORI DASAR OTOMASI Sumber: Mikell P. Groover, Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing, Second Edition, New Jersey, Prentice Hall Inc., 2001, Chapter 3 PERTEMUAN #3 TKT312

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK

ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK ANALISIS KINERJA PROSES CO2 REMOVAL PADA KOLOM STRIPPER DI PABRIK AMONIAK UNIT 1 PT. PETROKIMIA GRESIK OLEH : NANDA DIAN PRATAMA 2412105013 DOSEN PEMBIMBING : TOTOK RUKI BIYANTO, PHD IR. RONNY DWI NORIYATI,

Lebih terperinci

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS 1. Perencanaan Kapasitas Produksi Aspek-aspek yang berpengaruh dalam perencanaan kapasitas produksi yaitu : 1. Perencanaan & Pemilihan Proses Tidak berarti pemilihan

Lebih terperinci

Pertemuan 12 dan 13 SQA TIK : Menjelaskan konsep dan strategi Software Quality Assurance

Pertemuan 12 dan 13 SQA TIK : Menjelaskan konsep dan strategi Software Quality Assurance 1 Pertemuan 12 dan 13 SQA TIK : Menjelaskan konsep dan strategi Software Quality Assurance 1. Pengertian SQA Jaminan kualitas perangkat lunak (Software Quality Assurance / SQA) adalah aktivitas pelindung

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S) REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S) SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 20 TAHUN 2009 TANGGAL : 17 FEBRUARI

Lebih terperinci

ISTILAH ISTILAH DALAM SISTEM PENGENDALIAN

ISTILAH ISTILAH DALAM SISTEM PENGENDALIAN ISTILAH ISTILAH DALAM SISTEM PENGENDALIAN PENGANTAR Sistem pengendalian khususnya pengendalian otomatis memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam bahasan ini, akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya merupakan salah satu pengeluaran yang pasti dalam suatu perusahaan, oleh karenanya, biaya sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembiayaan Sistem pembiayaan (costing system) secara umum terbagi menjadi dua tipe, yaitu sistem akuntansi biaya konvensional. Sistem akuntansi biaya konvensional menggunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menejemen Resiko Manajemen resiko adalah suatu proses komprehensif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan resiko yang ada dalam suatu kegiatan. Resiko

Lebih terperinci

IX Strategi Kendali Proses

IX Strategi Kendali Proses 1 1 1 IX Strategi Kendali Proses Definisi Sistem kendali proses Instrumen Industri Peralatan pengukuran dan pengendalian yang digunakan pada proses produksi di Industri Kendali Proses Suatu metoda untuk

Lebih terperinci

MAKALAH DESAIN PERANGKAT LUNAK. NAMA : RANI JUITA NIM : DOSEN : WACHYU HARI HAJI. S.Kom.MM

MAKALAH DESAIN PERANGKAT LUNAK. NAMA : RANI JUITA NIM : DOSEN : WACHYU HARI HAJI. S.Kom.MM MAKALAH DESAIN PERANGKAT LUNAK NAMA : RANI JUITA NIM : 41813120165 DOSEN : WACHYU HARI HAJI. S.Kom.MM JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2015 A. DESAIN PERANGKAT

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS METODOLOGI

BAB III ANALISIS METODOLOGI BAB III ANALISIS METODOLOGI Pada bagian ini akan dibahas analisis metodologi pembangunan BCP. Proses analisis dilakukan dengan membandingkan beberapa metodologi pembangunan yang terdapat dalam literatur

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud.

Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Gordon B. Davis (1984) Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Raymond Mcleod (2001) Sistem adalah himpunan dari

Lebih terperinci

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga BAB II A. Manajemen Operasi Manajemen Operasi membahas bagaimana membangun dan mengelola operasi suatu organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga pengendalian sistim

Lebih terperinci

136 Pemeliharaan Perangkat Lunak

136 Pemeliharaan Perangkat Lunak 8.1 Pengertian Pemeliharaan Pemeliharaan perangkat lunak merupakan proses memodifikasi sistem perangkat lunak atau komponennya setelah penggunaan oleh konsumen untuk memperbaiki kerusakan, meningkatkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PROSES EVAPORASI PADA PABRIK UREA MENGGUNAKAN KENDALI JARINGAN SARAF TIRUAN

PENGENDALIAN PROSES EVAPORASI PADA PABRIK UREA MENGGUNAKAN KENDALI JARINGAN SARAF TIRUAN PENGENDALIAN PROSES EVAPORASI PADA PABRIK UREA MENGGUNAKAN KENDALI JARINGAN SARAF TIRUAN Nazrul Effendy 1), Masrul Solichin 2), Teuku Lukman Nur Hakim 3), Faisal Budiman 4) Jurusan Teknik Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan M a n a j e m e n S t r a t e g i k 77 Materi Minggu 10 Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan 10.1 Implementasi Strategi Implementasi strategi adalah jumlah keseluruhan aktivitas dan pilihan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK MANAJEMEN KUALITAS PROYEK 1. Manajemen Mutu Proyek Proyek Manajemen Mutu mencakup proses yang diperlukan untuk memastikan bahwa proyek akan memenuhi kebutuhan yang dilakukan. Ini mencakup "semua aktivitas

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Data Menurut Parker (1993) data merupakan bentuk jamak dari bentuk tunggal datum atau data-item, kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata.

Lebih terperinci

APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR

APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR Yeni Agus Nurhuda 1, Sri Hartati 2 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Teknokrat Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam 9-11 Labuhan Ratu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu perkembangan pengaplikasian teknologi yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu perkembangan pengaplikasian teknologi yang telah lama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan teknologi elektronika dewasa ini, sudah sangat maju baik dibidang industri, pertanian, kesehatan, pertambangan, perkantoran, dan lain-lain.

Lebih terperinci

Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang

Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang Sistem Pakar Kerusakan pada Perangkat Keras (Hardware) di SMA Negeri 11 Kabupaten Tangerang Joko Dwi Raharjo 1, M. Sofjan 2, Eksas Sugama 3 1,2 Dosen STMIK Bina Sarana Global, 3 Mahasiswa STMIK Bina Sarana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. PIKIRAN RAKYAT serta pembahasan yang telah dikemukakan pada bahasan bab sebelumnya, penulis menarik

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur organisasi. Tatap Muka Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur organisasi. Tatap Muka Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur Organisasi Fakultas Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 09 35008 Abstract Kompetensi

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

REKAYASA PERANGKAT LUNAK MATERI TM 10

REKAYASA PERANGKAT LUNAK MATERI TM 10 MATA KULIAH: REKAYASA PERANGKAT LUNAK MATERI TM 10 DESAIN PERANGKAT LUNAK DAN REKAYASA PERANGKAT LUNAK ( PRINSIP DAN KONSEP DESAIN) NAMA : RAHMAT JAENURI NIM : 41814120237 Rekayasa Perangkat Lunak Page

Lebih terperinci

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem.

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem. Karakteristik Sistem a. Komponen Sistem (Components) suatu sistem terdiri dari sejumlah komponenyang saling berinteraksi,

Lebih terperinci

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN

Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Tidak terjadi perubahan kebijakan pada saat penelitian dilakukan RUANG LINGKUP PENELITIAN Software Vensim Simulasi Daya Saing Rantai Nilai Sistem Dinamik Pemodelan Sistem Klaster Industri Makro ergonomi

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR

BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR SISTEM PAKAR 20 BAB III TEORI DASAR SISTEM PAKAR DAN SISTEM KONTROL BERBASIS SISTEM PAKAR 3.1 Sistem Pakar Sistem pakar adalah suatu program komputer cerdas yang menggunakan knowledge (pengetahuan) dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR

BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR BAB 1 PENGENALAN SISTEM PAKAR DEFINISI System yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan para ahli. ES dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini perusahaan dituntut untuk mampu menghadapi persaingan baik dari perusahaan lokal maupun perusahaan luar negeri. Ditambah lagi dengan adanya

Lebih terperinci

PERENCANAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG EFEKTIF: STRATEGI MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF

PERENCANAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG EFEKTIF: STRATEGI MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF PERENCANAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG EFEKTIF: STRATEGI MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF Disusun Oleh : Muhamad Wahyudin 125030207111110 Johanes Hartawan Silalahi 125030207111101 Arrahman 125030207111044 JURUSAN

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Studi pemanfaatan batubara di pabrik pupuk dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi proses yang tepat. Pemanfaatan batubara di pabrik pupuk dilakukan melalui proses gasifikasi

Lebih terperinci

RANGKUMAN SIM BAB 11 MENGELOLA PENGETAHUAN (MANAGING KNOWLEDGE)

RANGKUMAN SIM BAB 11 MENGELOLA PENGETAHUAN (MANAGING KNOWLEDGE) RANGKUMAN SIM BAB 11 MENGELOLA PENGETAHUAN (MANAGING KNOWLEDGE) A. BIDANG MANAJEMEN PENGETAHUAN TABEL ALASAN PENTINGNYA DIMENSI PENGETAHUAN PENGETAHUAN SEBAGAI ASET PERUSAHAAN 1. Pengetahuan adalah asset

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA - Jurusan Teknik Industri TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA Teknik Industri Lesson 1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Mata Kuliah : Kode : TID 4019 Semester : 3 Beban Studi : 3 SKS Capaian Pembelajaran (CPL): 1. Menguasai

Lebih terperinci