BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL RAPBN 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL RAPBN 2011"

Transkripsi

1 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL RAPBN Pendahuluan Periode awal masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II merupakan periode pemulihan perekonomian dunia pasca krisis global tahun Peran negara-negara Asia, seperti China dan India, dalam memimpin kebangkitan ekonomi dunia semakin dominan. Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia turut berperan serta mendorong terciptanya kondisi ekonomi kawasan yang semakin kondusif dan stabil. Goncangan ekonomi yang terjadi di Eropa tidak sampai menyurutkan laju perdagangan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat di kawasan tersebut. Dengan demikian, Pemerintah mempunyai modal kuat untuk mengakselerasi sektor-sektor ekonomi agar dapat bergerak lebih cepat, efektif, dan efisien. Hingga memasuki pertengahan tahun 2010, tanda-tanda membaiknya perekonomian dunia semakin terlihat dan jauh lebih optimis. Kinerja beberapa negara pilar perekonomian dunia seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, China, dan India terus menunjukkan perbaikan. Penguatan ekonomi AS antara lain ditandai dengan tingkat ekspansi ekonomi yang mampu melaju pada level 2,4 persen (y-o-y) di kuartal I tahun Kondisi senada juga terjadi di Jepang dan India, dimana aktivitas produksi dan konsumsi masyarakat cenderung meningkat. Untuk China, laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I tahun 2010 mencapai 11,9 persen (y-o-y) dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Indikator lainnya yang mengalami perbaikan hingga kuartal II tahun 2010 dapat terlihat jelas dari peningkatan aktivitas perdagangan global, seperti Baltic Dry Index/BDI (indikator distribusi barang antarnegara melalui angkutan laut). Sejalan dengan itu, aktivitas produksi global juga cukup baik. Hal ini terindikasi dari pergerakan Industrial Production Index (IPI) dan Purchasing Managers Index (PMI) yang juga terus meningkat. Langkah Uni Eropa yang mengeluarkan paket penyelamatan atas krisis yang terjadi di kawasan tersebut, telah memberikan dampak positif sehingga kinerja ekonominya berangsurangsur kembali membaik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti menguatnya konsumsi rumah tangga, membaiknya indeks penjualan retail, dan survei keyakinan konsumen yang mencerminkan optimisme akan terjadinya pemulihan di kawasan tersebut. Dari sisi industri, perbaikan kinerja ekonomi Eropa tercermin dari PMI baik sektor manufaktur maupun jasa yang sudah berada pada fase ekspansi, sejalan dengan kinerja ekspor yang telah memasuki pertumbuhan positif. Pada kuartal I tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Eropa sudah mampu berekspansi sebesar 0,6 persen (y-o-y). Kondisi tersebut telah meningkatkan optimisme akan segera pulihnya ekonomi dunia, walaupun sempat diwarnai dengan turbulensi ekonomi di Eropa. Menurut World Economic Outlook (WEO) Juli 2010, pertumbuhan ekonomi dunia selama tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 4,6 persen (y-o-y) atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya dalam WEO April 2010 yang hanya sebesar 4,2 persen (y-o-y). Perkiraan volume perdagangan dunia tahun 2010 juga lebih tinggi 2,0 persen hingga mencapai 9,0 persen Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-1

2 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 (y-o-y), dengan perkiraan pertumbuhan ekspor sebesar 8,2 persen (y-o-y) dan impor 7,2 persen (y-o-y) untuk negara maju. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor dan impor untuk emerging market diperkirakan lebih tinggi, yang masing-masing mencapai 10,5 persen dan 12,5 persen. Untuk tahun 2011, laju pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia diproyeksikan sedikit melambat, yaitu menjadi 4,3 persen dan 6,3 persen. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh kontraksi aktivitas perdagangan yang cukup dalam di tahun 2009, sehingga terjadi laju pertumbuhan yang sangat tinggi di tahun Dengan demikian, memasuki tahun 2011 aktivitas perekonomian dapat dikatakan akan kembali berjalan normal. Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi global, kinerja perekonomian domestik juga terus menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Dari sisi ekonomi makro, stabilitas berbagai indikator ekonomi relatif terjaga dengan kecenderungan semakin menguat. Sepanjang Januari Juli 2010 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung menguat. Penguatan rupiah yang telah berlangsung sejak awal 2010 sempat tertahan di bulan Mei 2010 karena tekanan arus keluar modal portofolio asing terkait dengan krisis Eropa yang telah memicu perilaku risk aversion terhadap aset negara emerging markets termasuk Indonesia. Pada bulan Juni dan Juli, rupiah kembali menguat. Selama periode Januari Juli tahun 2010, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp9.172, menguat 16,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga akhir tahun diperkirakan relatif stabil sehingga sepanjang tahun 2010 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.200/USD. Sementara itu, laju inflasi pada bulan Juli 2010 tercatat sebesar 1,57 persen (m-t-m) lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang berada pada level 0,97 persen. Dengan demikian, laju inflasi selama periode Januari Juli 2010 sebesar 6,22 persen (y-o-y) atau 4,02 persen (y-t-d). Tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat pada beberapa bulan ke depan sebagai dampak kebijakan kenaikan TDL serta faktor musiman seperti hari besar keagamaan nasional (puasa, lebaran, natal, dan tahun baru). Namun dengan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik, laju inflasi sampai akhir tahun 2010 diharapkan masih dalam rentang sasaran inflasi tahun Dengan perkembangan laju inflasi tersebut, ratarata suku bunga SBI 3 bulan tahun 2010 diperkirakan sekitar 6,5 persen. Kinerja sektor riil dalam periode Januari hingga Juni 2010 juga terus menunjukkan penguatan. Kinerja ekspor-impor barang dan jasa dalam semester I tahun 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan, masing-masing sebesar 17,2 persen dan 20,1 persen. Hal ini terutama didukung oleh penguatan kinerja sektor komoditas manufaktur yang semakin membaik, sejalan dengan pulihnya kondisi ekonomi global. Beberapa industri yang tumbuh signifikan antara lain tekstil, pakaian, alat angkut, dan kimia. Sejalan dengan penguatan kinerja ekspor impor tersebut, neraca pembayaran di semester I tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD10,8 miliar dan cadangan devisa menguat hingga mencapai posisi USD78,8 miliar di akhir Juli Dari sisi konsumsi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di sepanjang Januari-Juni 2010 masih cukup kuat, yang diindikasikan dengan peningkatan konsumsi barang tahan lama (durable goods), seperti mobil, sepeda motor, dan barang elektronik. Selain itu, penjualan retail dalam periode tersebut juga cukup tinggi, khususnya dari kelompok komoditas seperti II-2 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

3 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapan, serta peralatan tulis. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan perbaikan daya beli masyarakat di sepanjang semester I tahun 2010 antara lain didukung oleh realisasi kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri sebesar 5,0 persen, serta kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) Penyelenggaraan Pilkada juga memberikan sentimen positif terhadap pertumbuhan konsumsi. Dari sisi investasi, penguatan kinerja investasi di sepanjang semester I tahun 2010 terutama didukung oleh realisasi investasi bangunan dan infrastruktur, sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya konsumsi semen dan membaiknya impor barang modal dan bahan baku. Selain itu, berbagai penyempurnaan peraturan di bidang infrastruktur dan terobosan program Pemerintah di bidang infrastruktur telah ikut mendorong terbentuknya iklim investasi ke arah yang semakin kondusif. Iklim investasi yang semakin baik dan pulihnya likuiditas di pasar keuangan global diperkirakan mendorong masuknya penanaman modal asing sehingga kinerja neraca sektor swasta mengalami perbaikan, dari defisit USD7,6 miliar pada tahun 2009 menjadi surplus USD0,8 miliar pada tahun Indikasi tersebut terlihat dari neraca modal dan finansial yang hingga akhir tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD12,9 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus tahun 2009 sebesar USD3,5 miliar. Pada akhirnya, masuknya modal asing menjadi salah satu faktor peningkatan cadangan devisa yang diperkirakan mencapai USD83,2 miliar di tahun Dengan memperhatikan berbagai perkembangan ekonomi di atas, kinerja perekonomian pada semester I tahun 2010 mencapai 5,9 persen, dan semester II tahun 2010 diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar 6,0 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar 5,9 persen atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang sebesar 4,5 persen. Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik tersebut, perlu dijadikan momentum untuk melangkah lebih optimis lagi di tahun Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diharapkan mampu berakselerasi pada tingkat yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 juga harus lebih berkualitas, dalam artian harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu: (a) mampu membuka lapangan kerja sehingga bisa menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan; (b) bersifat inklusif dan berdimensi pemerataan; serta (c) strukturnya harus ditopang secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya baik dari pendekatan permintaan agregat maupun penawaran agregat. Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian terkini baik global maupun domestik, Pemerintah memperkirakan kinerja perekonomian Indonesia tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi akan meningkat mencapai 6,3 persen; (2) tingkat inflasi akan terkendali pada tingkat 5,3 persen; (3) suku bunga SBI 3 bulan stabil pada kisaran 6,5 persen; (4) nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp9.300/USD; (5) harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata mencapai USD80,0 per barel; serta (6) lifting minyak mentah Indonesia mencapai 0,970 juta barel per hari. Program pembangunan tahun 2011 akan mengacu pada tema yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yaitu Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah. Program tersebut merupakan dasar pelaksanaan RPJMN dengan menitikberatkan pada tiga sasaran pembangunan, yakni: (1) Sasaran pembangunan kesejahteraan; (2) Sasaran pembangunan demokrasi; dan (3) Sasaran penegakan hukum. Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-3

4 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Dalam rangka mendukung penciptaan akselerasi kinerja ekonomi sekaligus pencapaian sasaran pembangunan di tahun 2011, Pemerintah telah menetapkan arah kebijakan fiskal tahun 2011 yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan tetap melanjutkan tiga sasaran utama kebijakannya, yaitu (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro growth); (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job); dan (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui programprogram jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor). Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2011 sebagai instrumen utama kebijakan fiskal akan didesain sesuai dengan fungsinya baik sebagai alat stabilisasi ekonomi, dan alat alokasi dana masyarakat, maupun sebagai alat distribusi pendapatan. Selain itu, kebijakan alokasi anggaran dalam APBN akan diarahkan kepada upaya untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sesuai dengan tema RKP tahun Dari sisi postur, RAPBN 2011 disusun dengan prinsip dasar optimalisasi sumber-sumber pendapatan negara, terutama melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan, dengan tetap memperhatikan pemberian insentif fiskal pada kegiatan dunia usaha, yang ditopang dengan kebijakan reformasi birokrasi baik dalam bidang perpajakan maupun kepabeanan. Selain itu, berbagai upaya juga akan terus dilakukan untuk meningkatkan produksi sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas sebagai sektor pendorong penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Di sisi belanja negara, arah kebijakan alokasi anggaran dalam RAPBN 2011 akan berorientasi pada pelaksanaan program-program pembangunan yang terfokus pada pembangunan peningkatan kesejahteraan masyarakat, penguatan aspek demokrasi dan penciptaan supremasi hukum, serta penguatan sinergi antara pusat dan daerah. Kebijakan alokasi belanja dalam RAPBN 2011 akan tetap didasarkan pada penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah, yang merupakan perubahan mendasar dalam proses penganggaran dalam beberapa waktu terakhir. Kebijakan belanja negara juga akan menekankan pada outcome basis, yang selanjutnya diterjemahkan lebih lanjut ke dalam hasil (output) dan program, serta kegiatan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka menyukseskan program-program pembangunan nasional. Sebagian besar porsi belanja dalam RAPBN 2011 atau sekitar 70 persennya akan dialokasikan untuk belanja Pemerintah pusat dan digunakan untuk mendukung 11 prioritas pembangunan, yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik; serta (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Dalam RAPBN tahun 2011, penetapan besaran defisit anggaran mengacu pada upaya tetap terjaganya konsolidasi dan kesinambungan fiskal, serta memperhatikan kemampuan keuangan negara untuk dapat menutup defisit tersebut dari sumber-sumber pembiayaan yang tidak memberatkan di masa kini dan mendatang. Sementara itu, untuk menutup defisit tersebut, Pemerintah akan mengupayakan melalui pengadaan utang domestik dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai sumber pembiayaan utama melalui II-4 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

5 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II beberapa strategi, seperti: (1) Perumusan kebijakan yang sesuai dengan dinamika pasar SBN dan ekonomi makro; (2) Penerbitan SBN secara reguler dengan meminimalkan risiko keuangan yang berasal dari nilai tukar dan suku bunga; dan (3) Diversifikasi instrumen SBN. Dengan memperhatikan berbagai strategi dan kebijakan di atas, pendapatan negara dalam RAPBN 2011 diperkirakan mencapai sebesar Rp1.086,4 triliun, yang berarti mengalami kenaikan 9,5 persen dari APBN-P tahun Sedangkan belanja negara direncanakan menjadi Rp1.202,0 triliun, yang akan dialokasikan untuk belanja Pemerintah pusat sebesar Rp823,6 triliun (68,5 persen), dan untuk anggaran transfer ke daerah sebesar Rp378,4 triliun (31,5 persen). Defisit anggaran direncanakan sebesar Rp115,7 triliun atau 1,7 persen terhadap PDB. 2.2 Perkembangan Ekonomi Evaluasi dan Kinerja Perekonomian Dunia dan Regional Perkembangan ekonomi domestik tidak dapat lepas dari perkembangan kondisi ekonomi global dan regional. Keterkaitan antara hubungan perdagangan, arus modal, dan investasi yang terjadi saat ini merupakan beberapa faktor eksternal yang akan mempengaruhi kinerja ekonomi domestik. Berdasarkan hal tersebut, perkembangan kondisi ekonomi global dan regional perlu mendapat perhatian sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pembangunan nasional. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian global. Gejolak krisis subprime mortgage di AS di tahun 2007 telah menular ke pasar keuangan di berbagai negara dan akhirnya membawa dampak cukup berat bagi kinerja perekonomian secara menyeluruh di negara-negara tersebut. Gejolak pada pasar subprime mortgage pada awalnya mendorong penurunan nilai aset berbagai institusi keuangan global dan kejatuhan pasar modal, dan kemudian diiringi kebangkrutan berbagai perusahaan di negara-negara maju. Tekanan-tekanan tersebut kemudian menjelma menjadi krisis ketenagakerjaan dan daya beli, sehingga berdampak pada pelemahan kinerja sektor riil dan ekonomi secara menyeluruh. Tekanan krisis pada perekonomian global terutama terlihat pada semester kedua tahun 2008 hingga semester pertama Selama periode tersebut, perekonomian di berbagai negara pada umumnya mengalami perlambatan laju pertumbuhan hingga pertumbuhan ekonomi negatif. Memburuknya kondisi tersebut terlihat dari kinerja perekonomian negara-negara maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Berbagai kebijakan untuk keluar dari krisis telah dilakukan oleh negara-negara di dunia, baik secara bersama sama maupun individual. Dalam hal ini, Pemerintah dan otoritas moneter di masing-masing negara telah mengadopsi kebijakan fiskal dan moneter ekspansif yang antara lain berupa peningkatan defisit dan belanja Pemerintah, penurunan suku bunga, dan bantuan likuiditas. Walaupun tampaknya langkah-langkah tersebut telah memberikan hasil yang cukup baik bagi proses pemulihan ekonomi global, namun kebijakan-kebijakan yang diambil menyisakan tantangan-tantangan baru, khususnya bagi beberapa negara di kawasan Eropa. Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-5

6 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Gejolak krisis subprime mortgage di AS juga memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara kawasan Eropa. Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Eropa selama empat kuartal berturut-turut berada dalam teritori negatif, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kawasan Eropa mencapai minus 4,1 persen, menurun bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2008 sebesar 0,6 persen. Kontraksi ekonomi di kawasan Eropa pada tahun 2009 terutama diakibatkan oleh pertumbuhan negatif Jerman, Inggris, dan Perancis. Pada kuartal I tahun 2009, pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut mengalami penurunan tajam, masing-masing sebesar minus 6,7 persen, minus 5,5 persen, dan minus 3,9 persen. Pada kuartal-kuartal berikutnya, terjadi perbaikan ekonomi, kendati masih dalam pertumbuhan negatif. Secara keseluruhan untuk tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi Jerman, Inggris dan Perancis, masing-masing mencapai sebesar minus 4,9 persen, minus 4,9 persen, dan minus 2,5 persen (lihat Grafik II.1). Tekanan perekonomian akibat krisis global yang dimulai pada tahun 2008 hingga 2009 ikut dirasakan oleh negara-negara maju kawasan Asia-Pasifik. Pada kuartal I tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Jepang dan Korea Selatan jatuh hingga mencapai angka terendah selama dua tahun terakhir, masing-masing mencapai minus 8,9 persen dan minus 4,3 persen. Sedangkan AS dan Kanada mengalami kontraksi dengan angka pertumbuhan terendah pada kuartal II tahun 2009, masing-masing mencapai minus 4,1 persen dan minus 3,8 persen (lihat Grafik II.2) GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN EROPA (y-o-y, persen) Q1 '08 Q2 '08 Sumber : Bloomberg Q3 '08 Q4 '08 Q1 '09 Q2 '09 Inggris Perancis Jerman Q3 '09 Q4 ' GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN NEGARA-NEGARA MAJU KAWASAN ASIA-PASIFIK (y-o-y, persen) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Sumber : Bloomberg AS Kanada Australia Jepang Korea Selatan Perekonomian AS dan Kanada mulai membaik pada kuartal III tahun 2009, sedangkan perekonomian Jepang, Korea Selatan, dan Australia telah membaik semenjak kuartal II tahun Perekonomian AS dan Kanada telah tumbuh positif pada kuartal IV, sedangkan Jepang belum menunjukkan pertumbuhan yang positif. Perbaikan kondisi perekonomian negara-negara tersebut termasuk Jepang terus berlanjut hingga kuartal I tahun Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju kawasan Asia Pasifik cenderung melambat pada tahun 2008 dan Selama tahun 2009, kondisi perekonomian Korea Selatan dan Australia relatif lebih baik bila dibandingkan dengan Jepang, AS, dan Kanada. Australia masih mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,3 persen, dan Korea Selatan tumbuh sebesar 0,2 persen. Sedangkan AS, Kanada, dan Jepang justru mengalami pertumbuhan negatif. Penurunan paling tajam dialami oleh Jepang dengan kontraksi sebesar 5,2 persen, sedangkan AS dan Kanada mengalami kontraksi masing-masing sebesar 2,4 persen dan 2,5 persen. II-6 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

7 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II Selama masa krisis 2008/2009, ekonomi di kawasan Asia telah menunjukkan performa yang sangat baik dan dapat dipandang sebagai motor pemulihan ekonomi global. Kondisi ini terutama didasarkan pada kinerja ekonomi dua negara besar, China dan India. Walaupun tidak luput dari perlambatan laju pertumbuhan, selama tahun 2009 ekonomi kedua negara tersebut masih mencatat pertumbuhan yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan negara lain. China yang pada kuartal I tahun 2009 mencatat pertumbuhan sebesar 6,2 persen (y-o-y), mampu bangkit dan kembali mencatat pertumbuhan 10,7 persen pada kuartal IV Secara total, laju pertumbuhan China untuk tahun 2009 mencapai 8,7 persen. Hal serupa juga ditunjukkan oleh India, yang telah mengalami pemulihan pertumbuhan ekonomi dari 5,8 persen di kuartal I tahun 2009, hingga mencapai 8,6 persen dan 6,5 persen di kuartal III dan kuartal IV. Laju pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2009 secara keseluruhan mencapai 5,7 persen (lihat Grafik II.3). Di antara negara-negara ASEAN-5, tren pemulihan ekonomi juga terlihat di sepanjang tahun Pada kuartal I tahun 2009, perekonomian Singapura, Malaysia, dan Thailand mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing sebesar minus 8,9 persen, minus 6,2 persen, dan minus 7,1 persen. Sementara itu, Indonesia dan Philipina juga mengalami perlambatan pertumbuhan, namun masih mencatat pertumbuhan positif. Pada kuartal I tahun 2009, ekonomi Indonesia dan Philipina tumbuh masing-masing sebesar 4,5 persen dan 0,5 persen. Di periode berikutnya, pertumbuhan ekonomi di masing masing negara terus membaik, hingga pada kuartal terakhir 2009 mampu tumbuh positif. Secara umum, laju pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 di tahun 2009 hanya mencapai 1,7 persen, lebih rendah dari tren pertumbuhan di tahun-tahun sebelum krisis, yaitu di atas 5 persen (lihat Grafik II.4). 12 GRAFIK II.3 PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA DAN INDIA (y-o-y, persen) 9 7 GRAFIK II.4 PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN-5 (y-o-y, persen) Q1 '08 Q2 '08 Q3 '08 Q4 '08 Q1 '09 Q2 '09 Q3 '09 Q4 '09 2 China India -7 0 Q1 '08 Q2 '08 Q3 '08 Q4 '08 Q1 '09 Q2 '09 Q3 '09 Q4 ' Singapura Malaysia Philipina Thailand Indonesia Sumber : Bloomberg Sumber : Bloomberg Dampak krisis ekonomi global 2008/2009 mencapai puncaknya di tahun Pertumbuhan perekonomian dunia yang pada beberapa tahun sebelumnya mencapai kisaran 4-5 persen, melambat menjadi hanya 3,0 persen di tahun 2008, dan kemudian mengalami kontraksi di tahun 2009 dengan pertumbuhan minus 0,6 persen. Penurunan pertumbuhan tahun 2009 terutama didorong oleh kontraksi yang dialami oleh negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Pada tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang biasanya mencapai sekitar 2,5 hingga 3,0 persen, melambat di tahun 2008 menjadi 0,5 persen, dan kemudian mencapai minus 3,2 persen di tahun Di lain pihak, pada tahun 2009 pertumbuhan negara-negara berkembang juga mengalami tren serupa melambat hingga 2,5 persen, namun tidak mencapai pertumbuhan negatif. Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-7

8 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN Perekonomian Nasional Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mempengaruhi perekonomian Indonesia pada kurun waktu tahun Dalam kurun waktu tersebut, rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,6 persen (y-o-y). Pada tahun 2005, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,7 persen (y-o-y), yang kemudian sedikit melambat pada tahun berikutnya menjadi sebesar 5,5 persen (y-o-y). Perekonomian Indonesia kembali membaik dan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen (y-o-y) pada tahun Akibat dari krisis global yang terjadi pada tahun 2008, perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,0 persen (y-o-y). Perlambatan tersebut terus berlangsung hingga tahun 2009 dimana perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,5 persen (y-o-y) (lihat Grafik II.5) GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN PDB TAHUN (y-o-y, persen) 5,7 5,5 Dari sisi penggunaan, yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 adalah konsumsi Pemerintah, diikuti oleh konsumsi rumah tangga dan investasi (lihat Grafik II.6 dan Tabel II.1). Sedangkan dari sisi produksi, sektor yang mendominasi pertumbuhan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Dua sektor tersebut mengalami pertumbuhan dua digit. Konsumsi rumah tangga yang mempunyai peran sebesar 58,6 persen dalam pembentukan PDB tahun 2009 tumbuh sebesar 4,9 persen, sedikit melambat bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 5,3 persen. Melemahnya daya beli masyarakat akibat imbas krisis global menjadi salah satu penyebab perlambatan ini. 6,3 6,0 4, Sumber: Badan Pusat Statistik Melemahnya konsumsi rumah tangga antara lain ditunjukkan oleh menurunnya beberapa indikator konsumsi seperti penerimaan PPN dan penjualan kendaraan bermotor. Namun, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga mampu ditahan oleh adanya kenaikan gaji dan pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/Pensiunan, stimulus fiskal berupa insentif pajak, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), serta bantuan sosial lainnya seperti program subsidi pangan (raskin), program keluarga harapan (PKH), program peningkatan infrastruktur pedesaan (PPIP), program pelayanan kesehatan masyarakat (Yankesmas), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program nasional pemberdayaan masyarakat GRAFIK II.6 PERTUMBUHAN PDB PENGGUNAAN (y-o-y, persen) 4,9 15, Konsumsi Rumah Tangga PMTB Impor Sumber: Badan Pusat Statistik Konsumsi Pemerintah Ek spor TABEL II.1 DISTRIBUSI PDB PENGGUNAAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU (persen) Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga 60,6 58,6 Konsumsi Pemerintah 8,4 9,6 PMTB (Investasi) 27,7 31,1 Ekspor 29,8 24,1 Impor 28,7 21,3 Sum ber: Badan Pusat Statistik 3,3-9,7-15 II-8 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

9 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II (PNPM). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi makanan sebesar 3,6 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,0 persen, terkait dengan pelaksanaan kampanye untuk Pemilu, seperti pencetakan kaos, spanduk, dan brosur. Pengeluaran konsumsi Pemerintah selama tahun 2009 tumbuh sebesar 15,7 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya tumbuh sebesar 10,4 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya anggaran untuk keperluan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, serta stimulus fiskal. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan belanja barang yang meningkat sebesar 21,1 persen dan belanja pegawai sebesar 5,1 persen. Meskipun pertumbuhannya relatif tinggi, peranan konsumsi Pemerintah terhadap total PDB relatif kecil, yaitu hanya sebesar 9,6 persen. Selama tahun 2009, investasi mencatat pertumbuhan sebesar 3,3 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 11,9 persen sebagai akibat menurunnya kegiatan produksi terkait dengan melemahnya aktivitas global dan menurunnya permintaan domestik. Penurunan kinerja investasi ditunjukkan oleh perlambatan pertumbuhan beberapa indikator, seperti impor barang modal, realisasi PMA-PMDN, kredit investasi dan kredit modal kerja, serta penjualan semen. Pertumbuhan investasi didorong oleh investasi lainnya dari dalam negeri sebesar 7,4 persen dan investasi jenis bangunan sebesar 7,1 persen. Sebaliknya, kontraksi terjadi pada investasi jenis mesin serta perlengkapan luar negeri dan investasi lainnya dari luar negeri yang turun masing-masing sebesar minus 10,8 persen dan minus 11,7 persen. Peranan investasi dalam pembentukan PDB menempati urutan kedua setelah konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 31,1 persen. Sisi eksternal PDB selama tahun 2009 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Ekspor mengalami kontraksi yang cukup dalam sebagai akibat lemahnya permintaan dunia, dan menurunnya harga minyak serta beberapa komoditas dunia. Meskipun mengalami peningkatan sejak kuartal II tahun 2009, namun peningkatan tersebut masih belum mampu menyamai kinerja ekspor tahun 2008 yang sebesar 9,5 persen, sehingga pertumbuhan ekspor selama tahun 2009 mengalami kontraksi sebesar 9,7 persen. Kontraksi tersebut disumbangkan oleh ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh minus 10,6 persen dan minus 2,1 persen. Penurunan kinerja ekspor tersebut karena adanya penurunan nilai ekspor migas dan nonmigas akibat turunnya produksi minyak dan nilai beberapa komoditas utama nonmigas, antara lain nikel, karet dan barang dari karet, kendaraan dan bagiannya, lemak dan minyak hewan, serta kayu dan barang dari kayu. Kinerja ekspor juga sejalan dengan kinerja impor, dimana selama tahun 2009 impor mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 15,0 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 10,0 persen. Impor barang dan jasa tumbuh masing-masing minus 18,6 persen dan minus 1,5 persen. Penurunan kinerja impor karena adanya penurunan nilai beberapa komoditas antara lain pupuk, besi dan baja, alumunium, bahan kimia anorganik, gandum-ganduman, perangkat musik, serta kendaraan dan bagiannya. Peranan ekspor dan impor terhadap total PDB masing-masing mencapai 24,1 persen dan 21,3 persen. Dari sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan positif, bahkan tiga di antaranya tercatat mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2008, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor listrik, gas dan air bersih; serta sektor jasa. Penurunan pertumbuhan yang cukup tajam terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (lihat Grafik II.7 dan Tabel II.2). Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-9

10 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 4,4 persen, jauh melampaui pertumbuhan tahun 2008 yang hanya mencapai 0,7 persen. Peningkatan harga barang tambang nonmigas seperti batu bara, bijih tembaga, bijih emas, bauksit, dan lain-lainnya mampu memacu subsektor pertambangan nonmigas untuk tumbuh sebesar 10,6 persen. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan peranan sebesar 10,5 persen terhadap total PDB. Sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 13,8 persen pada tahun 2009 meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 10,9 persen. M e n i n g k a t n y a pertumbuhan sektor ini 20,0 16,0 12,0 disumbangkan oleh subsektor gas kota dan subsektor listrik yang masing-masing tumbuh sebesar 41,0 persen dan 7,0 persen. Tingginya pertumbuhan subsektor gas kota karena langkah substitusi bahan bakar yang dilakukan PT PLN kepada gas sehingga diperlukan ketersediaan gas yang cukup besar. Peranan sektor ini terhadap total PDB adalah sebesar 0,8 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama tahun 2009 mampu tumbuh sebesar 15,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang sebesar 16,6 persen. Pertumbuhan sektor ini terutama didukung oleh subsektor komunikasi yang pertumbuhannya mencapai 23,8 persen, sebagai dampak dari maraknya penggunaan telepon seluler dan internet. Sedangkan subsektor pengangkutan tumbuh sebesar 5,5 persen, yang didorong oleh pertumbuhan angkutan udara sebesar 11,7 persen, akibat meningkatnya permintaan akan jasa angkutan udara selama tahun 2009, khususnya pada musim 8,0 4,0 0,0 Pertanian GRAFIK II.7 PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL, (y-o-y, persen) Pertambangan Sumber : Badan Pusat Statistik TABEL II.2 DISTRIBUSI PDB SEKTORAL TAHUN, ATAS DASAR HARGA BERLAKU (persen) Sektor Pertanian 14,5 15,3 Pertambangan 10,9 10,5 Industri 27,9 26,4 Listrik, Gas, & Air bersih 0,8 0,8 Konstruksi 8,5 9,9 Perdagangan 14,0 13,4 Pengangkutan & Komunikasi 6,3 6,3 Keuangan 74,0 7,2 Jasa 9,7 10,2 Sumber: Badan Pusat Statistik libur sekolah dan libur hari keagamaan. Walaupun pertumbuhannya tertinggi tetapi peranan sektor ini dalam pembentukan total PDB relatif kecil, yaitu sebesar 6,3 persen. Sektor perdagangan tahun 2009 tumbuh sebesar 1,1 persen, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 6,9 persen. Melemahnya daya Manufaktur Listrik, Gas, Air Bersih Konstruksi Perdag, Hotel, Resto. Trans & Tel. Keuangan Jasa lainnya II-10 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

11 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II beli masyarakat dan masih tingginya suku bunga ikut mendorong melambatnya pertumbuhan sektor ini. Menurunnya sektor ini dipicu oleh rendahnya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Sektor perdagangan memberikan peranan terbesar ketiga terhadap total PDB, yaitu sebesar 13,4 persen, yang disumbangkan oleh subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 10,6 persen, subsektor restoran sebesar 2,5 persen, dan subsektor hotel sebesar 0,4 persen. Sektor pertanian pada tahun 2009 tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 4,1 persen, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2008 yang mencapai 4,8 persen. Pertumbuhan sektor ini dipicu oleh pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 4,7 persen, akibat dari meningkatnya produksi padi dan palawija, sebagai upaya Pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dan subsektor perikanan sebesar 5,2 persen. Peningkatan pertumbuhan tanaman bahan makanan ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan benih padi varietas tinggi, penurunan tanaman padi yang kekeringan dan banjir, serta penurunan luas tanaman yang terserang hama. Sektor pertanian memberikan peranan terbesar kedua terhadap total PDB, yaitu sebesar 15,3 persen. Sektor industri pengolahan pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,1 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,7 persen. Melambatnya pertumbuhan sektor ini terkait belum pulihnya permintaan produkproduk domestik, terutama industri gas alam cair, industri logam dasar, besi dan baja, industri alat angkut, mesin dan peralatannya, serta industri barang dari kayu, dan hasil hutan lainnya. Perlambatan ini mampu ditahan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai sebesar 11,3 persen, dan subsektor kertas dan barang cetakan sebesar 6,3 persen, sebagai pengaruh adanya kegiatan kampanye dan pelaksanaan Pemilu legislatif dan Presiden. Sektor industri pengolahan memberikan peranan tertinggi terhadap total PDB yaitu sebesar 26,4 persen, yang berasal dari subsektor industri bukan migas sebesar 22,6 persen, dan subsektor industri migas sebesar 3,8 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional , Pemerintah telah menetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Ketiga strategi ini merupakan pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan kerja sehingga makin banyak keluarga Indonesia yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan keluar dari kemiskinan. Pada dasarnya pengangguran dan kemiskinan merupakan dua masalah penting yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Setiap tahun, Pemerintah selalu memfokuskan program pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Indikator-indikator sosial yang ada telah mencerminkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kondisi perekonomian dunia yang terus membaik pasca krisis finansial global juga berpengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik yang terindikasi dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh kebijakan Pemerintah yang ekspansif mampu memperluas terciptanya lapangan kerja baru. Sejak tahun 2005, rata-rata tiap satu persen pertumbuhan ekonomi, dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan akan semakin Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-11

12 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 meningkat sejalan dengan program dan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan pengangguran tahun dapat dilihat pada Grafik II.8. Selama kurun waktu , tercatat pertambahan angkatan kerja dari 105,86 juta orang di tahun 2005 menjadi 113,83 juta orang di tahun 2009 atau naik 7,97 juta orang. Namun, pengangguran turun dari 11,20 persen di tahun 2005 menjadi 7,87 persen di tahun Penurunan jumlah pengangguran tersebut sejalan dengan penurunan tingkat kemiskinan dari 15,97 persen di tahun 2005 menjadi 14,15 persen di tahun 2009 atau dari 35,10 juta penduduk di tahun 2005 menjadi 32,53 juta penduduk di tahun 2009 (lihat Grafik II.9). (juta orang) GRAFIK II.8 ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA DAN PENGANGGURAN, Feb Nop Feb Agus Feb Agus Feb Agus Feb Agus Feb Angkatan Kerja Penduduk Yang Bekerja Tingkat Pengangguran (RHS) Sumber : Badan Pusat Statistik (persen) (juta orang) GRAFIK II.9 TINGKAT KEMISKINAN, Kemiskinan (Juta) Sumber: Badan Pusat Statistik Tingkat Kemiskinan (RHS) (persen) Keberhasilan penanggulangan kemiskinan tersebut merupakan keberhasilan dari berbagai program pemberdayaan masyarakat yang merupakan bagian dari pemenuhan hak dasar rakyat. Program-program tersebut terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah agar dapat menikmati hasilhasil pembangunan. Langkah ini ditempuh antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial dan PKH, PNPM Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini dilaksanakan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan sendiri. Stabilitas ekonomi makro yang terjaga memberikan andil pada menguatnya nilai tukar rupiah. Hal ini didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang dijalankan secara konsisten dan berhati-hati. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang tahun bergerak fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005, rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp9.705/USD, terdepresiasi 8,57 persen bila dibandingkan dengan nilai tukar tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 nilai tukar rupiah menguat sehingga rata-ratanya mencapai Rp9.164/USD dan relatif stabil hingga akhir tahun 2007 dengan rata-rata Rp9.140/USD. Nilai tukar rupiah mulai mengalami tekanan dengan volatilitas yang cenderung meningkat pada kuartal IV tahun Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas internasional, dan perlambatan ekonomi dunia. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2008 adalah sebesar Rp9.691/USD, melemah sekitar 6 persen bila dibandingkan dengan nilai tukar pada tahun sebelumnya. II-12 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

13 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II Depresiasi nilai tukar rupiah masih berlanjut pada kuartal I tahun 2009 sebagai dampak dari meluasnya krisis keuangan global. Selanjutnya, rupiah secara gradual terus mengalami penguatan sampai akhir tahun 2009, meskipun secara rata-rata masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai tukar pada tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2009, rupiah melemah sekitar 7,4 persen dengan rata-rata sebesar Rp10.408/USD. Pergerakan rupiah dalam tahun 2009 ditopang oleh keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik dan kondisi fundamental perekonomian yang semakin membaik. Di samping itu, imbal hasil rupiah yang tinggi dan jumlah cadangan devisa yang memadai telah memberikan sinyal positif kepada investor mengenai ketahanan perekonomian domestik terhadap tekanan dari luar sehingga rupiah semakin menguat (lihat Grafik II.10). Melemahnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya harga minyak mentah dunia pada tahun 2005 hingga mencapai level USD60 per barel, telah mendorong Pemerintah untuk mengambil kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga dua kali, yaitu pada bulan Maret 2005 dan Oktober Hal tersebut berdampak pada tingginya inflasi pada tahun 2005 hingga mencapai 17,1 persen. Selanjutnya, laju inflasi relatif stabil dan berada pada kisaran 6,6 persen di tahun 2006 dan Stabilnya nilai tukar rupiah, lancarnya distribusi barang dan jasa, serta minimalnya dampak kebijakan administered price (hargaharga barang yang dikendalikan Pemerintah) telah berperan positif terhadap stabilnya inflasi tersebut. Tekanan inflasi kembali terjadi pada tahun 2008, sebagai dampak naiknya komoditas pangan internasional dan harga minyak dunia. Meningkatnya harga minyak dunia hingga mencapai lebih dari USD130 per barel pada awal tahun 2008, telah memaksa Pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata sekitar 24 persen pada bulan Mei Dampak kenaikan harga komoditas pangan internasional dan harga minyak dunia telah memberikan tekanan inflasi pada tahun 2008 hingga mencapai sebesar 11,1 persen. Seiring dengan menurunnya harga minyak dunia, pada akhir tahun 2008 Pemerintah telah menurunkan harga premium sebanyak dua kali dan solar sebanyak satu kali. Penurunan harga premium dan solar tersebut kembali dilakukan Pemerintah pada Januari Kebijakan tersebut telah memberikan dampak positif terhadap rendahnya inflasi tahun 2009 yang berada pada level 2,8 persen (lihat Grafik II.11). Berdasarkan disagregasinya, komponen inti mengalami inflasi sebesar 4,3 persen dan komponen harga bergejolak terjadi inflasi sebesar 3,9 persen, sedangkan komponen harga yang diatur Pemerintah terjadi deflasi sebesar 3,3 persen. Kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM telah berperan signifikan terhadap rendahnya inflasi pada tahun GRAFIK II.10 PERKEMBANGAN KURS DAN CADANGAN DEVISA miliar USD Sumber : Bank Indonesia Rp/USD 10,500 10,000 9,500 9,000 8,500 8, ,11% GRAFIK II.11 PERKEMBANGAN INFLASI, (y-o-y, persen) 6,60% 6,59% Umum Harga Bergejolak 11,06% Inti Diatur Pemerintah Sumber: Badan Pusat Statistik 2,78% Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-13

14 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Sejalan dengan penerapan Inflation Targeting Framework (ITF), kebijakan moneter mengalami perubahan sejak Juli 2005, yang ditandai dengan digunakannya suku bunga Bank Indonesia (BI rate) sebagai instrumen pengendalian moneter. BI rate merupakan jangkar dari penentuan suku bunga SBI 3 bulan, yang digunakan sebagai salah satu dasar penghitungan APBN. BI rate ditetapkan sebesar 8,50 persen pada Juli 2005 dan terus meningkat hingga mencapai 12,75 persen pada akhir tahun Peningkatan BI rate tersebut ditujukan untuk mengantisipasi tekanan dan ekspektasi inflasi yang meningkat akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan BI rate pada tahun tersebut mendorong kenaikan suku bunga SBI 3 bulan dari 8,45 persen menjadi 12,83 persen. Sejalan dengan relatif stabilnya laju inflasi, pada tahun 2006 dan 2007 BI melakukan kebijakan moneter yang cenderung longgar dengan menurunkan BI rate secara bertahap yang diikuti dengan menurunnya suku bunga SBI 3 bulan. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2006 dan 2007 masing masing sebesar 11,73 persen dan 8,04 persen. Meningkatnya laju inflasi pada pertengahan tahun 2008 telah mendorong BI untuk menaikkan BI rate hingga mencapai 9,25 persen pada akhir tahun. Kondisi tersebut menyebabkan suku bunga SBI 3 bulan terus meningkat hingga mencapai rata-rata 9,34 persen. Selama tahun 2009, laju inflasi yang relatif terkendali memberikan peluang bagi penurunan BI rate hingga mencapai 6,50 persen pada bulan Agustus. Tingkat suku bunga tersebut terus dipertahankan hingga akhir tahun Rata-rata BI rate dan suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2009 masing-masing sebesar 7,15 persen dan 7,59 persen (lihat Grafik II.12). persen GRAFIK II.12 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA BI RATE, SBI 3 BULAN & DEPOSITO, PUAB O/N Sumber: Bank Indonesia BI Rate SBI 3 bulan Deposito PUAB O/N Semakin membaiknya kinerja perekonomian yang diiringi dengan tetap terjaganya stabilitas ekonomi makro turut mempengaruhi optimisme dan kepercayaan investor. Hal ini mendorong investor untuk meningkatkan portofolio dalam bentuk saham dan obligasi, khususnya Surat Utang Negara (SUN). Sejak awal tahun 2005 hingga akhir tahun 2007, pasar modal di Indonesia terus berkembang dengan pesat. Hal tersebut tercermin dari II-14 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

15 Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011 Bab II meningkatnya IHSG dan nilai kapitalisasi pasar saham. Selama tahun , IHSG meningkat 174,5 persen, yaitu dari 1.000,2 poin pada penutupan tahun 2004 menjadi 2.745,8 pada akhir 2007 (lihat Grafik II.13). Demikian pula, kapitalisasi pasar saham telah meningkat dari Rp679,9 triliun pada penutupan tahun 2004 menjadi Rp1.988,3 triliun pada penutupan tahun 2007 (lihat Grafik II.14). poin GRAFIK II.13 INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) 04 Jan Mar Jun Aug Oct Jan Mar Jun Aug Oct Jan Mar Jun Aug Oct Jan Mar Jun Aug Nov Jan Apr Jun Aug Nov 09 Sumber: Bloomberg , , , , ,0 0,0 GRAFIK II.14 KAPITALISASI PASAR (Miliar Rupiah) Des 2005 Des 2006 Des 2007 Des 2008 Des 2009 Pada tahun 2007, bursa saham secara global mengalami gejolak dan berfluktuasi secara tajam sebagai dampak krisis subprime mortgage menjelang akhir bulan Juli. Indeks bursa saham utama dunia termasuk bursa saham Indonesia berguguran. Setelah sempat menyentuh level tertinggi 2830,26 poin pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG terkoreksi hingga 60,73 persen ke level terendahnya di 1.111,39 poin pada 28 Oktober Pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada posisi 1.355,41 poin. Penurunan IHSG selama tahun 2008 merupakan yang ketiga terbesar setelah China dan India. Sejalan dengan penurunan IHSG, indeks LQ45 dan Jakarta Islamic Index juga terkoreksi masing-masing sebesar 55 persen dan 56 persen. Jika dilihat per sektor, penurunan terbesar terjadi pada sektor pertambangan sebesar 73 persen, disusul sektor pertanian 66 persen. Penurunan IHSG pada kedua sektor ini merupakan faktor dominan atas kejatuhan IHSG. Kondisi fundamental pasar saham domestik sebenarnya cukup kuat. Namun karena keterkaitan (interlink) pasar keuangan antar negara yang cukup kuat, tekanan di pasar global berdampak pada kejatuhan pasar modal domestik di tahun Ketika muncul goncangan finansial di pasar keuangan AS, terjadi penarikan dana-dana dari bursa domestik (sebagaimana halnya di emerging market lainnya), dan kembali mengalir ke negara-negara maju guna memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan di negaranya. Seiring dengan terjadinya arus modal keluar, IHSG dan aset finansial mengalami penurunan. Pelemahan ini juga terjadi pada bursa lain di kawasan regional. Indeks STI Singapura, PCOMP Philipina, dan SET Thailand masing-masing turun sebesar 49,2 persen, 48,3 persen, dan 47,6 persen. Sementara itu, indeks KLCI Malaysia sedikit lebih baik, yaitu turun 39,3 persen. Kondisi bursa yang masih bergejolak juga membuat beberapa perusahaan menunda melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO), sehingga selama tahun 2008 hanya terdapat 17 perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia, dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp23,4 triliun. Jumlah perusahaan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah perdagangan pada tahun 2007 yang mencapai 24 perusahaan namun dengan jumlah dana yang dihimpun lebih rendah, yaitu Rp17,2 triliun. Sedangkan untuk tahun 2009, nilai emisi saham pada 2009 tercatat Rp16,15 triliun, dengan jumlah emiten sebanyak 19 perusahaan, atau turun 5,26 persen dari posisi 2008 sebanyak Nota Keuangan dan RAPBN 2011 II-15

16 Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN emiten. Emisi saham baru (IPO) 2005 disumbang oleh 13 perusahaan senilai Rp3,85 triliun, anjlok 84 persen dari IPO 2008 sebesar Rp24,0 triliun. Pada periode 2009, pergerakan IHSG kembali normal dan berangsur-angsur pulih. Selama tahun 2009, bursa saham Indonesia menunjukkan perkembangan yang membaik jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2009, IHSG telah naik sebesar 86,98 persen dan merupakan salah satu bursa saham dunia yang mencatatkan kenaikan indeks saham tertinggi. Kenaikan IHSG 2009 ini disebabkan oleh derasnya capital inflow asing ke pasar saham Indonesia. Dalam pasar obligasi, selama periode menunjukkan kinerja yang sangat baik. Pasar obligasi swasta telah berkembang dengan sangat pesat, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kapitalisasi pasar dari Rp61,3 triliun pada penutupan tahun 2004, menjadi Rp84,9 triliun pada penutupan tahun Pada periode yang sama, kapitalisasi pasar obligasi negara meningkat dari Rp399,3 triliun menjadi Rp475,6 triliun. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan pasar terhadap kemampuan pengelolaan utang Pemerintah dan kesinambungan APBN. Kinerja obligasi negara juga menunjukkan perkembangan yang positif sepanjang tahun Pemerintah telah menerbitkan SUN neto sebesar Rp57,1 triliun sesuai dengan kebutuhan pembiayaan APBN dengan suku bunga yang cukup kompetitif. Penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) sebagai perluasan basis investor dilaksanakan sebanyak dua kali pada tahun Pada pertengahan tahun 2007, gejolak keuangan global juga telah memberikan tekanan yang cukup kuat pada pasar obligasi Pemerintah, namun pasar SUN tetap terjaga. Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2007, strategi yang dijalankan Pemerintah dalam pengelolaan utang telah berjalan dengan baik dengan berkurangnya persentase surat utang dengan tingkat bunga mengambang. Instrumen ini ke depan akan menjadi alat untuk mengelola arus kas Pemerintah agar dapat lebih optimal. Gejolak krisis global tahun 2008 memberikan dampak penurunan pada pasar obligasi. Tercatat nilai kapitalisasi pasar obligasi swasta pada akhir tahun 2008 mencapai sebesar Rp72,9 triliun atau turun 13,8 persen bila dibandingkan dengan nilainya pada akhir tahun 2007 yang berjumlah Rp84,6 triliun. Dalam upaya mencegah turunnya indeks bursa domestik ke level yang lebih dalam, Pemerintah bersama dengan otoritas moneter dan bursa melakukan berbagai upaya diantaranya: (1) menghentikan perdagangan (suspend) di bursa untuk sementara waktu; (2) menetapkan batas auto-rejection untuk perdagangan saham dari simetris 10 persen menjadi batas atas sebesar 20 persen dan batas bawah sebesar 10 persen; (3) memperlonggar aturan penilaian dan pencatatan efek bersifat utang; (4) menerbitkan pedoman yang memperkenankan penggunaan alternatif penilaian efek selain harga pasar (quoted market price); dan (5) memperlonggar ketentuan pembelian kembali saham (buyback) oleh emiten. Kondisi yang sama juga dialami pasar surat utang negara (SUN). Terpuruknya lembagalembaga keuangan seperti Lehman Brothers, telah berimbas pada peningkatan yield SUN 10 tahun dari 10,05 persen (2 Januari 2008) menjadi 20,96 persen (27 Oktober 2008), atau meningkat basis poin. Sejalan dengan berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meredam gejolak pasar dan meningkatkan kembali kepercayaan investor, pada akhir tahun 2008 yield SUN mengalami penurunan hingga ke level 11,89 persen (lihat Grafik II.15). II-16 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR TABEL... v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Kinerja Perekonomian 2010 dan Proyeksi 2011... 1 B. Tantangan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012... 4 C. Asumsi

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2007 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan terus berlanjut pada triwulan IV-2007. PDB triwulan IV-2007 diprakirakan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut pada triwulan II-2007. Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan I-2007, PDB diprakirakan tumbuh

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARAA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan II 29 Responden Survei Persepsi Pasar (SPP) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-29 (yoy) dan selama tahun 29 berada pada kisaran 4,1-4,5%. Perkiraan pertumbuhan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan masih akan terus berlangsung pada 2008, melanjutkan perkembangan yang membaik selama 2007. Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan mencapai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kompleknya keterkaitan dan hubungan antarnegara didalam kancah internasional menyebabkan pemerintah juga ikut serta dalam hal meregulasi dan mengatur

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 29 Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-29 dan selama tahun 29 diperkirakan masih akan berlanjut sebagaimana kondisi perekonomian dunia yang belum menunjukkan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul

Lebih terperinci