Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

dokumen-dokumen yang mirip
Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

METODE FINITEDIFFERENCE INTERVAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN PANAS

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE BEDA HINGGA UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE DUA LINEAR DENGAN SYARAT BATAS DIRICHLET GALUH MAHARANI

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN INTEGRAL VOLTERRA JENIS KEDUA. Edo Nugraha Putra ABSTRACT ABSTRAK 1.

Solusi Problem Dirichlet pada Daerah Persegi dengan Metode Pemisahan Variabel

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

METODE ITERASI BEBAS TURUNAN BERDASARKAN KOMBINASI KOEFISIEN TAK TENTU DAN FORWARD DIFFERENCE UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAMILI METODE ITERASI DENGAN KEKONVERGENAN ORDE TIGA. Rahmawati ABSTRACT

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

METODE ITERASI OPTIMAL TANPA TURUNAN BERDASARKAN BEDA TERBAGI ABSTRACT

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

METODE BEDA HINGGA PADA KESTABILAN PERSAMA- AN DIFUSI KOMPLEKS DIMENSI SATU

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia.

METODE ORDE-TINGGI UNTUK MENENTUKAN AKAR DARI PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN INTEGRAL VOLTERRA-FREDHOLM NONLINEAR MENGGUNAKAN FUNGSI BASIS BARU ABSTRACT

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

METODE ITERASI BARU BERTIPE SECANT DENGAN KEKONVERGENAN SUPER-LINEAR. Rino Martino 1 ABSTRACT

SOLUSI NUMERIK UNTUK PERSAMAAN INTEGRAL KUADRAT NONLINEAR. Eka Parmila Sari 1, Agusni 2 ABSTRACT

MODIFIKASI METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL SINGULAR PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE DUA ABSTRACT

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI-INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO

Penyelesaian Masalah Syarat Batas dalam Persamaan Diferensial Biasa Orde Dua dengan Menggunakan Algoritma Shooting Neural Networks

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

Persamaan Diferensial

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS

FAMILI BARU METODE ITERASI BERORDE TIGA UNTUK MENEMUKAN AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR. Nurul Khoiromi ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENERAPAN SKEMA JACOBI DAN GAUSS SEIDEL PADA PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN POISSON

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

METODE BEDA HINGGA dan PENGANTAR PEMROGRAMAN

PENYELESAIAN MASALAH DIFUSI PANAS PADA SUATU KABEL PANJANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Reflektor Gelombang 1 balok

Pengantar Persamaan Differensial (1)

DERET TAYLOR UNTUK METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN ABSTRACT

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

METODE TRANSFORMASI ELZAKI DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA LINEAR ORDE DUA DENGAN KOEFISIEN VARIABEL ABSTRACT

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK

SOLUSI POLINOMIAL TAYLOR PERSAMAAN DIFERENSIAL-BEDA LINEAR DENGAN KOEFISIEN VARIABEL ABSTRACT

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAM 573 Persamaan Diferensial Parsial Topik: Metode Beda Hingga pada Turunan Fungsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI METODE CAUCHY DENGAN ORDE KONVERGENSI EMPAT. Masnida Esra Elisabet ABSTRACT

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

PENERAPAN METODE ADAMS-BASHFORTH-MOULTON ORDE EMPAT UNTUK MENENTUKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER HOMOGEN ORDE TIGA KOEFISIEN KONSTAN

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

APLIKASI METODE BEDA HINGGA PADA PERSAMAAN SCHRöDINGER MENGGUNAKAN MATLAB ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan juga untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Persamaan Diferensial (Bronson dan Costa, 2007) terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel bebas (independent

Perbandingan Model Black Scholes dan Brennan Schwartz untuk Menentukan Harga American Option

METODE MODIFIKASI NEWTON DENGAN ORDE KONVERGENSI Lely Jusnita 1

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

SOLUSI PERIODIK TUNGGAL SUATU PERSAMAAN RAYLEIGH. Jurusan Matematika FMIPA UT ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

METODE BERTIPE STEFFENSEN SATU LANGKAH DENGAN KONVERGENSI SUPER KUBIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Neng Ipa Patimatuzzaroh 1 ABSTRACT

METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENYELESAIAN NUMERIK DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINIER ADVANCE-DELAY

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES. Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro

Persamaan Diferensial Biasa

METODE CHEBYSHEV-HALLEY DENGAN KEKONVERGENAN ORDE DELAPAN UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Anisa Rizky Apriliana 1 ABSTRACT ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PEMBUKTIAN RUMUS BENTUK TUTUP BEDA MUNDUR BERDASARKAN DERET TAYLOR

Transkripsi:

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu metode numerik untuk menyelesaian persamaan diferensial parsial yaitu metode beda hingga. Di bagian awal disajikan tentang dasar dasar dalam persamaan diferensial parsial, kemudian formulasi metode beda hingga, dan ditutup dengan contoh sederhana penerapan metode beda hingga dalam menyelesaikan persamaan adveksi yang banyak digunakan dalam memodelkan masalah transpor polutan. 1 Pendahuluan Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan diferensial yang memiliki dua atau lebih variabel bebas. Berikut contoh persamaan diferensial parsial Keterangan: a(t, x, y)u t + b(t, x, y)u x + c(t, x, y)u yy = f(t, x, y) (1) t, x, y adalah variabel bebas. a, b, c, dan f adalah fungsi yang bergantung pada variabel bebas dan diketahui. U adalah variabel tak bebas dan fungsi yang belum diketahui. u t, U x, U yy adalah turunan-turunan parisal dari U. Order dari suatu PDP adalah orde dari turunan parsial tertingginya. PDP dikatakan linear jika U dan turunan-turunan parsial nya memiliki hubungan linear. Dimensi dari suatu PDP adalah banyaknya variabel bebas spasial. Sebagai contoh pada persamaan (1) adalah PDP orde 2 (turunan parsial tertingginya adalah U yy ), linear, dan berdimensi 2 (ada 2 variabel spasial yaitu x dan y). 1

2 Solusi dan beberapa model PDP Solusi dari PDP dapat berupa solusi analitik (eksak) dan solusi numerik (aproksimasi). Solusi analitik adalah fungsi yang memenuhi PDP dan syarat batas dan/atau syarat nilai awal pada PDP. Sedangkan solusi numerik (analitik) dibuat pada nilai diskret dari variabel bebas berupa grid (mesh) dan diimplementasikan dalam program komputer. Model-model dalam PDP banyak mendeskripsikan fenomena fisik, diantaranya: i Persamaan Laplace, digunakan untuk memodelkan kestabilan konduksi panas. ii Persamaan diferensial adveksi, untuk memodelkan transpor polutan. iii Persamaan Maxwell, untuk memodelkan gelombang elektromagnetik. iv Persamaan Navier-Stokes. untuk memodelkan aliran fluida. 3 Masalah Nilai Batas dan Masalah Nilai Awal Suatu PDP dikatakan well-posed problem jika memiliki nilai awal (IC) atau nilai batas (BC) fungsi dan memiliki solusi yang tunggal. Terlalu banyak masalah nilai IC/BC yang diberikan akan menyebabkan solusi tidak ada. Namun jika terlalu sedikit dapat menyebabkan solusi tidak tunggal. Jika IC/BC diberikan pada daerah yang yang salah atau di variabel waktu yang salah maka solusi tidak akan bergantung pada IC/BC tersebut, dan sedikit kesalahan dalam IC/BC akan menyebabkan perubahan solusi yang besar. Masalah ini dikenal sebagai ill-posed problem. 4 Klasifikasi PDP PDP orde 2 dapat diklasiikasikan dalam 3 tipe: Eliptik, Parabolik, dan hiperbolik. Berikut contoh contoh dari tipe-tipe tersebut: a PDP Eliptik : U xx + U yy = f(x, y), persamaan ini disebut persamaan Poisson, jika f(x, y) = 0 maka disebut persamaan Laplace. Persamaan ini digunakan untuk memodelkan kestabilan penyebaran suhu di bidang atau aliran potensial 1D incompressible. Persamaan ini memerlukan nilai batas di setiap titik di batas. Nilai batas dapat berupa nilai U atau turunan U di batas. b PDP Parabolik : U t = ku xx, Model persamaan difusi 1D, biasanya digunakan untuk model penyebaran suhu yang bergantung waktu sepanjang garis 1D. Persamaan ini memerlukan IC di waktu awal (t = 0) dan satu BC di akhir titik domain spasial. 2

c PDP Hiperbolik: U tt = ku xx, persamaan ini merupakan persamaan gelombang, dapat digunakan untuk memodelkan getaran pada tali gitar atau airan supersonik 1D. 5 Notasi Diskret Dalam catatan ini digunakan huruf U besar untuk menyatakan solusi analitik dan huruf u untuk menyatakan solusi aproksimasimasi. u n i,j menyatakan solusi numerik di grid (x, y) di daerah 2D pada level waktu n. 6 Pemeriksaan hasil Sebelum mengaplikasikan skema numerik pada masalah real yang dimodelkan dengan PDP, ada 2 langkah penting yang perlu dilakukan, yaitu: 1. Verifikasi, adalah pemeriksaan apakah program melakukan apa yang diharapkan dengan mencoba membandingkan dengan hasil hitungan pulpen dengan hasil komputasi untuk bilangan yang kecil. Verifikasi dapat pula dilakukan dengan membandingkan solusi yang diperoleh dengan solusi analitik yang diperoleh. 2. Validasi, dilakukan dengan membandingkan hasil dengan kondisi dalam situsi real apakah hasil numerik yang diperoleh dapat menggambarkan dengan baik fenomena real. Hasil real diperoleh dengan melakukan percobaan dalam laboratorium. 7 Penurunan Formula Metode beda hingga bekerja dengan merubah daerah variabel bebas menjadi grid berhingga yang disebut mesh dimana variabel dependen diaproksimasi. Berikut diberikan konstruksi dari penurunan formula beda hingga. Misalkan U adalah fungsi bergantung pada x dan t. Dengan menggunakan formula Taylor, akan dikonstruksi turunan parsial U terhadap x. U(t, x 0 +) = U(t, x 0 )+U x (t, x 0 )+ 2 U xx (t, x 0 )+...+ n 1 2! (n 1)! U n 1(t, x 0 )+O( n ). (2) Dengan memangkas (2) pada O( 2 ) diperoleh U(t, x 0 + ) = U(t, x 0 ) + U x (t, x 0 ) + O( 2 ). (3) 3

Dari persamaan (3) diperoleh U x (t, x 0 ) = U(t, x 0 + ) U(t, x 0 ) O(). (4) Dalam skema numerik, variabel x dipartisi menjadi diskret yang disebut grid, x 1, x 2,..., x N dan t dipartisi pada level 0 = t 0, t 1, t 2,..., t M. Jika diasumsikan konstan dan x i+1 = x i +, maka dari (4) diperoleh U x (t n, x i ) = U(t n, x i+1 ) U(t n, x i ) O(). (5) Dengan mengabaikan bentuk O() sebagai bentuk error. Kita peroleh U x (t n, x i ) U(t n, x i+1 ) U(t n, x i ) Bentuk (6) disebut aproksimasi beda maju orde 1 untuk U x (t n, x i ). Selanjutnya dengan mengganti menjadi pada (2) diperoleh U x (t, x 0 ) = U(t, x 0) U(t, x 0 ) (6) + O(). (7) Dengan mengevaluasi di (t n, x i ) dan melakukan aproksimasi pada (7) diperoleh U x (t n, x i ) U(t n, x i ) U(t n, x i 1 ). (8) Bentuk (8) dikenal sebagai aproksimasi beda mundur orde 1 untuk U x (t n, x i ). Selain bentuk (6) dan (8) kita juga dapat meningkatkan order aproksimasi agar lebih akurat dengan mengambil pemangkasan deret Taylor untuk O( 3 ) dari bentuk (2), dengan menggunakan dan, U(t, x 0 + ) = U(t, x 0 ) + U x (t, x 0 ) + 2 U xx (t, x 0 ) + O( 2 ), (9) 2! U(t, x 0 ) = U(t, x 0 ) U x (t, x 0 ) + 2 U xx (t, x 0 ) O( 3 ). (10) 2! Dengan mengurangkan persamaan (9) dan (10) diperoleh U x (t, x 0 ) = U(t, x 0 + ) U(t, x 0 ) 2 O( 3 ). (11) Dengan melakukan aproksimasi bentuk (11) di (t n, x i ) diperoleh persamaan beda pusat orde 2 sebagai berikut U x (t n, x i ) U(t n, x i+1 ) U(t, x i 1 ). (12) 2 4

Kita dapat pula mengkonstruksi turunan parsial untuk orde lebih tinggi dengan melakukan pemangkasan untuk O( 4 ) dan dengan menggunakan dan. U(t, x 0 +) = U(t, x 0 )+U x (t, x 0 )+ 2 2! U(t, x 0 +) = U(t, x 0 ) U x (t, x 0 )+ 2 2! U xx (t, x 0 )+ 3 U xxx (t, x 0 )+O( 4 ). 3! (13) U xx (t, x 0 ) 3 U xxx (t, x 0 )+O( 4 ). 3! (14) Dengan menambahkan persamaan (13) dan (14) dan dengan melakukan aproksimasi diperoleh U xx (t n, x i ) = U(t n, x i+1 ) 2U(t n, x i ) + U(t n, x i 1 ) 2. (15) untuk meny- Untuk pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan simbol Ui n atakan U(t n, x i ), atau Ui n = U(t n, x i ). Dari penurunan di atas kita dapat memperoleh tabel berikut yang akan membantu kita dalam mengggunakan metode beda hingga. 5

Beberapa formula metode beda hingga Turunan Parsial Aproksimasi Beda Tipe dan Orde Hingga x = U x U n i+1 U n i Beda Maju 0orde 1 x = U x U n i U n i 1 Beda Mundur orde 1 x = U x U n i+1 U n i 1 2 Beda pusat orde 2 2 U x 2 = U xx U n i+1 2U n i +U n i 1 2 turunan parsial spasial ke 2 = U U n+1 t t i Ui 1 n t Beda maju orde 1 t = U t U n i U n 1 i t Beda mundur orde 1 = U U n+1 t t i U n 1 1 2 t Beda pusat orde 2 2 U = U U n+1 t 2 tt i 2Ui n t 2 +U n 1 i turunan parsial temporal ke 2 8 Contoh Sederhana Skema Beda Hingga Misalkan diberikan persamaan adveksi linear berikut U t + vu x = 0, (16) 6

dengan variabel bebas x dan t, x menyatakan ruang dan t menyatakan waktu. Misalkan x berada di [p, q] yang disebut domain komputasi. v adalah konstanta dan variabel dependen U = U(x, t). Dalam menyelesaikan masaah ini kita memerlukan kondisi awal U(0, x) = f(x), p x q (17) dengan f(x) diketahui. Solusi dari masalah (16) dan (17) adalah fungsi yang memenuhi (16) di semua domain komputasi x dan semua t di kondisi awal. U(x, t) adalah solusi eksak yang terdefinisi pada takhingga titik (t, x). Selanjutnya kita akan mengaproksimasi U(x, t) dengan Metode Beda Hingga pada himpunan berhingga yang dinotasikan dengan u. 8.1 Langkah 1 : Diskretisasi variabel spasial Misalkan kita membagi [p, q] dalam N grid, x 1, x 2,...x N, dengan mengambil yang sama, = q p N 1. Selanjutnya kita punya x 1 = p, x 2 = p +, x 3 = p + 2, dst sampai x N = p + (N 1) = q. Dengan menetapkan untuk t = t n, kita dapat menghampiri U x pada setiap titik (t n, x i ) dengan menggunakan formula beda maju U x (t n, x i ) U n i+1 U n i. (18) Dengan menyubstituikan (18) ke (16) kita peroleh persamaan berikut U t + v U n i+1 U n i = 0. (19) Bentuk (19) disebut juga bentuk semi diskret karena hanya variabel spasial yang didiskretisasi. 8.2 Langkah 2: Diskretisasi variabel waktu (t) Dengan menetapkan x di x = x i, kita dapat mengaproksimasi turunan parsial terhadap variabel waktu (turunan parsial temporal) U t di setiap titik (t n, x i ) menggunakan formula beda maju orde 1 U t U i n+1 Ui n t. (20) 7

Selanjutnya dengan menyubstitusikan (20) ke (19) diperoleh yang memberikan U n+1 i Ui n t + v U n i+1 U n i = 0, U n+1 i = U n i v t (U n i+1 U n i ). (21) Persamaan (21) merupakan contoh penerapan skema beda hingga untuk mengaproksimasi solusi dari PDP (16) yang disebut skema baris waktu (time-marching) karena nilai U di level waktu selanjutnya dapat diaproksimasi dengan nilai U di level waktu n. Karena semua nilai U hanya diketahui secara eksak di level waktu awal, maka bentuk (21) dapat ditulis u n+1 i dimana u n i adalah aproksimasi dari U n i = U(t n, x i ). Beberapa catatan: 1. u(0, x) = U(0, x), tapi ini tidak selalu berlaku. = u n i v t (un i+1 u n i ), (22) 2. Error dari aproksimasi turunan parsial spasial dan turunan parsial temporal pada (22) adalah O() dan O( t) yang secara formal disebut orde 1 di ruang x dan orde satu di waktu (t). 3. Semakin besar N akan menyebabkan semakin kecil dan diharapkan hampiran akan semakin baik. Namun semakin besar N akan menyebabkan kecepatan komputasi akan semakin menurun. Sehingga perlu dipertimbangkan antara akurasi dan kecepatan. 4. Bentuk (22) disebut juga metode eksplisit karena nilai u di level waktu selanjutnya dapat diberikan dalam formula eksplisit. 9 Perhitungan dengan Pulpen dan Kertas Dalam melakukan skema numerik kita perlu mencoba melakukan perhitungan dengan pulpen dan kertas sebelum mengimplementasikan dalam bahasa pemrograman. Hal ini karena kita perlu 1. Memahami skema numerik yang akan dijalankan. 2. Memeriksa hasil dari program komputer dengan hasil perhitungan yang kita peroleh menggunakan pulpen dan kertas. 8

Contoh: Misalkan dalam contoh sebelumnya, p = 0, q = 100, v = 0.5, dan diberikan kondisi awal U(0, x) = Misalkan banyaknya grid N = 11, maka { e 0.01(x 45) 2 20 x 70 0 lainnya = 100 0 11 1 = 10. Akibatnya nilai x berkorespondensi dengan grid 0, 10, 20,...100 dan misalkan t = 3, maka persamaan (22) menjadi (23) u n+1 i = u n i 0.15(u n i+1 u n i ). (24) Pada t = 0 kita dapat menggunakan kondisi awal (23). Sehingga dengan menggunakan bentuk (24) kita peroleh u 1 i = u 0 i 0.15(u 0 i+1 u 0 i ). (25) Selanjutnya dengan mengevaluasi untuk beberapa grid ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5 dari variabel spasial diperoleh u 0 1 = u(0, x 1 ) = u(0, 0) = 0, u 0 2 = u(0, x 2 ) = u(0, 10) = 0, u 0 3 = u(0, x 3 ) = u(0, 20) = e 0.01(20 45)2 = 0.0019, u 0 4 = 0.1054, u 0 5 = 0.7788. Selanjutnya dengan menggunakan formula (25) u 1 1 = u 0 1 0.15(u 0 2 u 0 1) = 0 0.15(0 0) = 0, u 1 2 = u 0 2 0.15(u 0 3 u 0 2) = 0 0.15(0.0019 0) = 0.00029, u 1 3 = 0.01363. Permasalahan yang muncul dalam metode beda maju untuk turunan parsial spasial ini adalah ketika kita akan mengevaluasi nilai di batas yaitu untuk i = 11 dalam contoh ini, dimana formula (22) membutuhkan grid berikutnya i = 12 yang tidak diketahui. Sehingga kita perlu mendefinisikan titik bantu yang disebut titik hantu (ghost point). Contoh dalam kasus ini kita bisa menggunakan x 12 = 110 (tidak selalu berlaku) dan asumsi u n 12 = u n 111, n = 0, 1, 2,..., sehingga kita bisa mengevaluasi nilai di batas sebagai berikut, dan seterusnya. u 1 11 = u 0 11 0.15(u 0 12 u 0 11) = 0 0.15(0 0) = 0, u 2 11 = u 1 11 0.15(u 1 12 u 1 11) = 0 0.15(0 0) = 0, 9

References [1] Ames, W.F., 1977, Numerical Methods for Partial Differential Equations (second Ed.), Academic Press. [2] Butcher, C., 2008, Numerical Methods for Ordinary Differential Equation, 2nd Edition, John Wiley and Sons, Ltd., West Sussex, England [3] D.D Causon, C.G Mingham, 2010, introductory Finite Difference Methods for PDEs, Ventus Publishing Aps,ISBN 978-87-7681-642-1. [4] Lapidus, L. dan Seinfeld, J.H., 1971, Numerical Solution of Ordinary Differential Equation, Academic Press Inc., New York, USA. [5] Morton, K.W., Mayers, D, 2005, Numerical Solution of Partial Diferential Equations, 2nd Ed., Cambridge University Press, UK. 10