III. KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

PERILAKU PETANI PANGAN

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM USAHATANI

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA TEORITIS

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ).

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

Bab 6 Analisis Perilaku Konsumen. Ekonomi Manajerial Manajemen

PERILAKU KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN ORDINAL

2. TINJAUAN PUSTAKA. π = f (Py; Pxi; ;Pzj)

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

Teori Permintaan Konsumen: Pendekatan Utiliti (Nilai guna / Kepuasan)

Teori Perilaku Konsumen MILA SARTIKA, SEI MSI

Model Utilitas Kardinal dan teori permintaan

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA TEORITIS

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah konsumsi kepuasan rumahtangga bukan hanya dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga. Selain itu ada beberapa asumsi yang dipakai dalam agriculture household model yaitu: (1) waktu, barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu, barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Becker pertama kali mengembangkan dan menerapkan fungsi utilitas sederhana dari konsumsi barang-barang ke dalam New Household Economics dan menyatakan bahwa ada dua proses dalam perilaku rumahtangga yaitu proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi yang merupakan pemilihan terhadap barang dan waktu yang akan dikonsumsi. Konsep pemikiran ekonomi rumahtangga berdasarkan alokasi curahan waktu dan pendapatan anggota rumahtangga untuk melakukan kegiatan produksi, konsumsi pangan, dan non pangan. Alokasi waktu kegiatan produktif anggota rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan dengan memaksimalkan waktu luang guna meningkatkan pendapatan. Hal ini berkaitan dengan faktor pilihan utilitas antara waktu santai dan substitusi pendapatan. Alokasi pemanfaatan waktu untuk aktivitas publik atau aktivitas domestik.

24 3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Analisis tentang curahan waktu tenaga kerja merupakan analisis tentang penawaran tenaga kerja yang pada prinsipnya membahas keputusan anggota rumahtangga dalam pilihan jam kerjanya. Anggota rumahtangga dalam mengalokasikan jam kerja bertindak rasional, yaitu memaksimalkan utilitasnya. Maksimisasi utilitas anggota rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi untuk memaksimumkan kepuasan. Tiap angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja atau tidak. Apabila memilih bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi, sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi daripada pendapatan (Mangkuprawira, 1985). Adanya kedua pilihan tersebut akan menghasilkan kombinasi untuk menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan maksimum (Gambar 1). Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi Bo dan Wo untuk mendapatkan tingkat kepuasan Uo. Jika makin banyak B dan W yang dikonsumsi, makin tinggi tingkat kepuasan U yang dicapai (U2>U1>U0). B= Nilai Barang B 2 U 2 B 1 B 0 U 1 U 0 W = waktu santai Sumber: Simanjuntak, 2001 W 0 W 1 W 2 Gambar 1. Nilai Kepuasan Maksimum

25 Kesempatan mengkonsumsi barang dan waktu santai bagi anggota rumahtangga menghadapi dua kendala, yaitu kendala pertama adalah waktu yang jumlahnya terbatas 24 jam per hari dan kendala kedua adalah keterbatasan anggaran. Agar diperoleh kombinasi maksimum dengan mempertimbangkan kendala yang ada, maka kombinasi optimum terletak pada garis anggaran dan menyinggung kurva indeference. Bila terjadi kenaikan tingkat upah berarti terdapat tambahan pendapatan. Seseorang yang mempunyai status ekonomi lebih tinggi cenderung meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu santai lebih banyak yang berarti pengurangan jam kerja (efek pendapatan). Dilain pihak kenaikan tingkat upah berarti harga waktu santai menjadi lebih mahal dan mendorong keluarga mensubstitusi waktu santai dengan lebih banyak bekerja untuk menambah konsumsi barang (efek substitusi). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dan efek substitusi. Jelasnya dikemukakan pada Gambar 2. Upah C 2 C E 3 E 2 U 2 C 1 E 1 U 1 B A B 0 Sumber: Simanjuntak, 2001 D 3 D 1 D 2 H Waktu santai Gambar 2. Fungsi Kepuasan, Efek Pendapatan, Efek Substitusi dan Efek Total

26 Misalkan tingkat upah naik sehingga garis anggaran berubah dari BC 1 menjadi BC 2. Perubahan tingkat upah menghasilkan pertambahan pendapatan yang dilukiskan dengan garis B C yang sejajar dengan BC 1. Pertambahan pendapatan mendorong keluarga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari HD 1 menjadi HD 2 atau dari titik E 1 ke titik E 2 (efek pendapatan). Kenaikan tingkat upah berarti harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusi waktu santai untuk lebih banyak bekerja guna menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan efek substitusi, yang ditunjukkan oleh penambahan jam kerja dari HD 2 ke HD 3 atau dari titik E 2 ke titik E 3. Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek subsitusi. Sebaliknya kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja, apabila efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan upah dari BC 3 menjadi BC 4 yang mengakibatkan waktu bekerja berkurang dari HD 3 menjadi HD 4 (Gambar 3). Besarnya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan perubahan tingkat upah seperti ditunjukkan oleh grafik BE 1 E 2 E 3 E 4 En yang disebut fungsi penawaran (Simanjuntak, 2001). upah C 4 C 3 C 2 E 4 C 1 E 3 En A E 2 E 1 B 0 D 3 D 4 D 2 D 1 H Waktu santai Sumber: Layard and Walters (1987) dalam Simanjuntak (2001) Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja

27 3.1.2. Alokasi Waktu Pendekatan analisis perilaku ekonomi rumahtangga menggunakan teori alokasi waktu. Peningkatan produktivitas ekonomi rumahtangga dipengaruhi oleh peran anggota rumahtangga dalam melakukan curahan waktu bekerja yang optimum. Dalam suatu rumahtangga kegiatan produksi dan konsumsi berkaitan erat. Menurut Becker (1965), memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta berhubungan dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan yaitu: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga dan rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Fungsi kepuasan rumahtangga pada teori ekonomi rumahtangga yang dikemukakan oleh Becker adalah: U = U (Z 1, Z 2, Zm)... (3.1) dimana: Z 1 = produk yang dihasilkan rumahtangga (i = 1,2, m) Setiap komoditas yang dihasilkan menurut fungsi produksi sebagai berikut Z = Zi (Xi, Thi)... (3.2) dimana: Xi = barang dan jasa Th = jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke i i = 1,2,...n Pada dasarnya Zi adalah barang abstrak atau tidak dijual oleh karena itu barang tersebut dinilai dalam bentuk harga bayangan (? i) yang sama dengan biaya produksi yang dirumuskan sebagai berikut: PiXi wthi Π i = +... (3.3) Zi Zi

28 Dengan menggunakan (? i) maka dinyatakan kendala pendapatan penuh sebagai berikut: Σ PiXi + wσthi =ΣΠiZi = S... (3.4) Bila fungsi kepuasan (3.1) dimaksimumkan dengan kendala penuh (3.4) maka kondisi keseimbangan terjadi bila rasio utilitas marginal dari komoditas yang berbeda sama dengan rasio harga bayangan masing-masing komoditas tersebut. Gronau (1977), menyempurnakan formula Becker, sebab dalam formula Becker tidak memperlihatkan perbedaan waktu luang dan waktu bekerja di rumah. Gronau berpendapatan bahwa Becker mempunyai asumsi perilaku rumahtangga untuk aktivitas rumahtangga dan waktu luang bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, sehingga terhapusnya waktu kerja di rumah dalam formulasi Becker dikarenakan kesulitan dalam membedakan secara eksplisit antara waktu kerja di rumah dan waktu luang dalam aktivitas lingkungan sosial ekonomi. Gronau (1977), fungsi kepuasan terhadap komoditas Z merupakan kombinasi barang dan jasa (X) serta waktu luang (L). Formulanya sebagai berikut: Z = z (X,L)... (3.5) Total barang dan jasa (X) terbagi atas barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm) dan barang dan jasa yang diproduksi di rumah (Xh). Rumahtangga dalam hal ini tidak hanya bertindak sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen, sehingga Xh dihasilkan dari bekerja di rumah (H) dengan persamaan sebagai berikut : X = Xm + Xh... (3.6) Xh = f(h)... (3.7)

29 Dalam memaksimumkan kepuasan (Z), rumahtangga dibatasi dua kendala yaitu kendala angggaran dan kendala waktu, sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: Xm = wn +V... (3.8) T = L + H + N... (3.9) dimana: Xm= Barang dan jasa yang dibeli dipasar w = Tingkat upah N = Waktu bekerja di pasar V = Sumber pendapatan lain T = Total waktu yang tersedia L = Waktu luang H = Waktu berproduksi dalam rumahtangga Persamaan kendala anggaran (3.8) menunjukkan bahwa barang dan jasa yang dibeli di pasar (Xm) sama dengan penghasilan dari sumber lain (V) ditambah penghasilan dari bekerja sebesar N jam, sedangkan persamaan kendala waktu (3.9) menunjukkan total waktu yang tersedia (T) sama dengan waktu luang (L), waktu untuk berproduksi dalam rumahtangga (H) dan waktu untuk bekerja di pasar (N). Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih mahal. Sebaliknya sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal.

30 3.1.3. Model Ekonomi Rumahtangga Model ekonomi rumahtangga meliputi alokasi waktu dan konsumsi barang yang dapat dibeli di pasar atau dihasilkan di rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku rumahtangga sebagai produsen dan konsumen adalah perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan Everson (1976) dalam Ellis (1988). Becker (1965), secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat yaitu: (1) menjelaskan perilaku rumahtangga sebagai fungsi produksi, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga dan (2) menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana perilaku individu konsumen konvensional. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu, dan pendapatan. Konsep dasar ekonomi rumahtangga dalam mempelajari perilaku rumahtangga pertanian dikembangkan oleh Singh, et al. (1986) serta Barnum dan Squire (1978) dalam Ellis (1988). Pengembangan teori adanya saling ketergantungan produksi dan konsumsi dalam model ekonomi rumahtangg pertanian melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan konsumsi dan produksi terjadi saling ketergantungan sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi keputusan produksi tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sedangkan model non rekursif terjadi saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, demikian juga sebaliknya keputusan konsumsi mempengaruhi keputusan produksi (Sadoulet, 1995). Oleh karena itu dalam

31 menganalisis keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga pertanian harus dilakukan secara simultan (Skoufias, 1993), hal ini disebabkan: (1) ada kendala waktu yang relatif mengikat (binding) pada kesempatan kerja non usahatani sehingga mencegah penyesuaian sempurna dalam pasar tenaga kerja, (2) substitusi tenaga kerja dalam keluarga oleh tenaga kerja luar keluarga tidak sempurna, atau (3) petani mempunyai preferensi untuk bekerja dalam usahatani atau non usahatani. Meskipun secara empiris pendekatan simultan sulit dilakukan, tetapi Sigh, et al. (1986), mengembangkan model simultan yang digunakan untuk menganalisis rumahtangga pertanian yang dikenal sebagai Agricultural Household Model. Menurut Sigh, et al. (1986), diasumsikan bahwa dalam memaksimumkan fungsi kepuasan: U = U (Xh, Xm, L)... (3.10) Diasumsikan bahwa rumahtangga petani sebagai konsumen akan memaksimumkan kepuasannya. Untuk memperoleh kepuasan maksimum tersebut, rumahtangga petani menghadapi kendala produksi, kendala waktu, dan kendala pendapatan. Kendala poduksi digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: Z = z (D, A)... (3.11) Rumahtangga dihadapkan pada kendala produksi yang menggambarkan hubungkan antara input dan output yang dihasilkan. Dimana kendala produksi rumahtangga (Z) adalah fungsi dari jumlah faktor produksi tetap rumahtangga (A) dan total input tenaga kerja. Kendala waktu digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: L + Dh = T... (3.12) Kendala pendapatan digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: PmXm = Ph(Z Xh) w(d Dh)...... (3.13)

32 dimana: Pm Ph (Z-Xh) w D Dh = Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar. = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga. = Surplus produksi untuk dipasarkan. = Upah pasar. = Total input tenaga kerja. = Total input tenaga kerja rumahtangga. Kendala-kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan mensubstitusikan kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal yaitu: PmXm + PhXh + wl = wt +?...... (3.14) dimana:? = Phz (D,A) w (D Dh) (? merupakan ukuran dari keuntungan produksi) Persamaan (3.14) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang (Xm dan Xh) dan waktu luang (L) yang digunakan, sedangkan sisi kanan adalah pengembangan dari konsep pendapatan Becker (1965), dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Selain itu pengembangan yang dilakukan adalah memasukkan pengukuran keuntungan (PhZ wd) dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm dan Xh), waktu luang (L), dan input tenaga kerja (Dh) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Syarat turunan pertama untuk mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja adalah: Ph (?Z/?D) = W... (3.15)

33 Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya dari persamaan (3.15) dapat diturunkan penggunaan input tenaga kerja D sebagai fungsi dari Ph, w, A seperti pada persamaan berikut: D* = D* (w, Ph, A)... (3.16) Apabila persamaan (3.16) disubstitusikan ke sisi kanan persamaan (3.14) maka akan diperoleh suatu persamaan sebagai berikut: PmXm + PhXh + wl = Y*... (3.17) dengan menggunakan kendala yang ada berdasarkan pada syarat turunan pertama sebagai berikut: U Xm = λpm... (3.18) U Xh = λph... (3.19) U L = λw...... (3.20) PmXm + PhXh + wl = Y*... (3.21) Solusi dari persamaan (3.18) sampai (3.21) menghasilkan persamaan standar (perilaku konsumsi dalam permintaan) sebagai berikut: Xi = xi (Pm, Ph, w, Y*)... (3.22) Dari persamaan (3.22) permintaan Xm, Xh, dan L tergantung pada harga dan pendapatan. Untuk kasus rumahtangga petani, pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga. Selanjutnya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi akan mempengaruhi Y* dan tingkah laku produksi.

34 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual Rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual, ditukar atau untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan atas resiko sendiri (BPS, 1995). Dari batasan tersebut produksi usahatani merupakan sumber pendapatan tunai dan sumber ketersediaan pangan natura rumahtangga pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan di tingkat rumahtangga hakekatnya menunjukkan kemampuan rumahtangga memenuhi kecukupan pangan. Kemampuan tersebut dipengaruhi banyak faktor yang secara kompleks terkait dengan perubahan aspek perilaku produksi pangan, konsumsi, dan alokasi sumberdaya dalam rumahtangga. Sumberdaya rumahtangga yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi usahatani dipengaruhi oleh curahan kerja anggota rumahtangga berdasarkan karakteristik petani lahan sawah, yang meliputi: jumlah anggota rumahtangga, struktur umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lapangan kerja. Berdasarkan karakteristik tersebut, anggota rumahtangga petani lahan sawah melakukan curahan kerja untuk melakukan proses produksi. Curahan kerja dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan, perubahan harga pupuk, dan harga jual komoditas tanaman yang dihasilkan. Adanya kebijakan tersebut, berpengaruh terhadap kegiatan produksi dalam rumahtangga untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk konsumsi pangan dan non pangan. Rumahtangga tani merupakan kombinasi antara produsen dan konsumen. Rumahtangga tani sebagai produsen menghasilkan komoditas pangan yang sebagian dijual untuk memperoleh pendapatan dan sebagian dikonsumsi. Rumahtangga sebagai konsumen, diartikan anggota rumahtangga melakukan proses pengeluaran untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi rumahtangga petani di pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja di pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi barang dan jasa non

35 pertanian pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja, dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Proses kegiatan produksi dan konsumsi rumahtangga digambarkan dalam kerangka pikir konseptual sebagai berikut: Karakteristik Rumahtangga Petani Lahan Sawah - Jumlah Anggota Rumahtangga - Struktur Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Lapangan Kerja Curahan Kerja Anggota Rumahtangga Pengaruh Kebijakan Input dan Output: - Penurunan Luas Lahan - Perubahan Harga Pupuk - Perubahan Harga Komoditas Padi, Ubi Jalar, dan Ubi Kayu Produksi rumahtangga - Produksi Usahatani : Padi, Ubi Jalar, dan Ubi Kayu - Produksi Non Usahatani - Produksi Ternak Pendapatan Konsumsi Rumahtangga - Pengeluaran Pangan - Pengeluaran Non Pangan Gambar 4. Kerangka Pikir Konseptual Ekonomi Rumahtangga Petani Lahan Sawah Kesempatan kerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh luasan lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam serta teknologi yang digunakan. Penyediaan tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh tingkat upah, kenyamanan kerja, mobilitas tenaga kerja, dan tingkat sumberdaya manusia yang dimiliki. Kelembagaan pertanian pedesaan juga dapat berpengaruh pada pasar tenaga kerja pedesaan.di negara berkembang tingkat upah ditentukan pula oleh kebutuhan dasar minimum regional yang besarnya ditentukan oleh tingkat harga bahan pangan utama dan tingkat perkembangan ekonomi. Pendapatan petani yang berasal dari usahatani merupakan selisih antara penerimaan dari usahataninya dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani

36 rumahtangga ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan harga komoditas yang dihasilkan. Sedangkan biaya yang dikeluarkan tergantung pada harga maupun jumlah dan jenis input yang dipergunakan seperti benih/bibit, pupuk, tenaga kerja, obat-obatan, dan harga lahan. Selama ini berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga input dan output hampir tidak pernah dikaitkan memiliki pengaruh langsung terhadap konsumsi rumahtangga tani. Berbagai penelitian mengenai permintan pangan memposisikan rumahtangga tani sebagai konsumen murni atau produsen murni. Pendapatan rumahtangga pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai penerimaan faktor produksi tenaga kerja, nilai sewa tanah sebagai penerimaan dan penguasaan aset produktif lahan pertanian, return to capital atau balas jasa barang modal yang dikuasai dan return to management sebagai penerimaan atas usahatani. Dengan demikian tingkat pendapatan rumahtangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi. Tingkat produktivitas tenaga kerja juga ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia. Di negara sedang berkembang kualitas sumberdaya manusia masih rendah, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diluar sektor pertanian terbatas maka kualitas hidup dan tingkat pendapatan sangat ditentukan oleh penguasaan aset produktif pertanian. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dengan spesifikasi menganalisis perilaku petani lahan sawah khususnya di Kabupaten Bogor dilihat dari aspek produksi dan gender dalam ekonomi rumahtangga petani lahan sawah. Pendekatan yang digunakan adalah kepemilikan lahan sawah sendiri yang diolah sendiri atau disewakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi kegiatan ekonomi rumahtangga adalah peran istri dan curahan kerja anggota rumahtangga untuk memperoleh pendapatan dan pengeluaran untuk mengkonsumsi pangan dan non pangan, perubahan harga input dan output produksi serta keterlibatan peran suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk melakukan kegiatan produksi dan konsumsi.