III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA TEORI. Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk. memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan"

Transkripsi

1 III. KERANGKA TEORI 3.1. Kerangka Konseptual Integrasi usaha sapi pada kawasan persawahan bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesuburan lahan melalui siklus dari sawah, jerami, sapi, pupuk organik dan kembali ke sawah lagi (Haryanto et al., 1999). Hal ini berkaitan dengan adanya jerami padi yang berlimpah setiap kali musim panen dan dapat digunakan sebagai sumber pakan sapi. Untuk memanfaatkan potensi pakan berserat tersebut, perlu dikembangkan inovasi teknologi peningkatan kualitas nutrisi jerami padi. Sapi berfungsi sebagai alat penghasil bahan dasar pupuk organik yang akan dipergunakan untuk menjaga kelestarian kesuburan lahan persawahan. Dengan demikian pada satu kawasan persawahan dapat menghasilkan padi sebagai produk utama, susu atau daging sebagai hasil usaha peternakan, dan pupuk organik sebagai hasil samping usaha peternakan. Hal tersebut dalam suatu sistem usahatani secara rinci disajikan pada Gambar 2. Produksi jerami padi dapat mencapai 6-8 ton per hektar per panen, meskipun bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun. Wilayah yang mampu panen 2 kali setahun dapat menunjang kebutuhan pakan berserat untuk 4-6 ekor sapi. Disamping jerami padi, dapat pula digunakan dedak padi sebagai salah satu komponen bahan pakan untuk menyusun ransum (Haryanto et al., 2002).

2 32 Jerami Padi Ternak Pasar Input dan Output Kompos Padi Gambar 2. Tahapan Produksi dan Pasar Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai pemacu proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Proses fermentasi terbuka ini dilakukan pada tempat yang terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam pemanfaatan waktu dan tenaga kerja (Haryanto et al., 2002). Dari sisi pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan pupuk organik, seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi pupuk organik diharapkan dapat menghasilkan 4-5 kg per hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar diharapkan mampu

3 33 menghasilkan sekitar 7.3 sampai dengan 11 ton pupuk organik per tahun. Sementara itu, penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton per hektar untuk setiap kali tanam, sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1.8 sampai dengan 2.7 Ha dengan dua kali tanam setahun (Haryanto et al., 2002) Adopsi Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Pelaksanaan kegiatan sistem integrasi tanaman-ternak menerapkan suatu pendekatan sistem dalam satu kesatuan daur produksi. Hal ini berupa siklus produksi dimana padi memerlukan kotoran sapi sebagai bahan pupuk organik, limbah padi berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan sapi menghasilkan kotoran ternak. Penerapan introduksi sistem ini tentunya tidak sama untuk semua petani dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Suatu introduksi baru dapat diterapkan oleh petani apabila sangat relevan dengan kebutuhan utamanya. Keberadaan dan kecepatan mengadopsi suatu hal yang baru merupakan salah satu indikator dari keberhasilan inovasi tersebut melalui penerapannya yang sangat luas. Beberapa inovasi yang diintroduksikan kepada petani oleh lembagalembaga penelitian dan pengembangan banyak yang telah dilaksanakan dengan baik, namun ada pula yang tidak terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Phenomena ini menunjukkan bahwa penerapan inovasi baru tidak dapat digeneralisir pelaksanaannya, dimana hal ini memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang sangat mendalam terhadap interaksi lingkungan (petani, lahan, kultur masyarakat dan teknologi). Implikasinya adalah penerapan suatu inovasi harus spesifik lokasi (Francis and Hildebrand, 1989 dalam Noman and Douglas, 1994).

4 34 Mengapa suatu inovasi dapat diadopsi oleh petani dan di pihak lain ditolak dapat menjadi suatu rujukan dalam membangun suatu inovasi untuk petani. Hal ini terkait dengan pendekatan usahatani yang tepat di lapang disamping kesadaran bagi para peneliti untuk mengetahui dengan pasti komunitas petani yang akan menjadi target sasaran. Berbagai faktor yang dapat diidentifikasi sebagai kemungkinan penyebab hal ini adalah: (1) kelayakan ekonomi dan penerimaan sosial dari inovasi yang diintroduksi, (2) derajat kepentingan pada sistem produksi, (3) kemudahan akses input akibat inovasi tersebut, (4) ketersediaan sarana waktu dan tenaga, serta (5) tingkat perbedaan sebelum dan sesudah penggunaan inovasi dari sisi permintaan (Soedjana and Kristjanson, 2001) Model Umum Ekonomi Rumahtangga Rumahtangga dapat dipandang sebagai unit ekonomi yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Pengambilan keputusan di dalam rumahtangga petani tentang tujuan yang ingin dipenuhi dan cara mencapainya dengan sumberdaya yang tersedia menjadi salah satu variabel utama dalam sistem usahatani. Perilaku rasional dapat dipelajari jika rumahtangga sebagai satu unit ekonomi mempunyai tujuan yang ingin dicapai berdasarkan sumberdaya yang terbatas. Pada dasarnya, tujuan yang ingin dicapai oleh suatu rumahtangga adalah memaksimumkan fungsi kepuasan atau fungsi utilitas dengan memanfaatkan sejumlah sumberdaya yang tersedia dalam rumahtangga. Becker (1965) mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga dan merupakan dasar dari New Household Economics. Rumahtangga dipandang sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi,

5 35 serta hubungan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh barang yang dapat dibeli, tetapi juga dari berbagai komoditas yang dihasilkan oleh rumahtangga. Beberapa asumsi lain yang dipakai dalam model tersebut adalah (1) waktu dan barang merupakan suatu unsur kepuasan, (2) waktu dan barang dapat dipergunakan sebagai faktor produksi dalam fungsi produksi, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen. Formulasi ini menyatakan bahwa terdapat dua proses dalam perilaku rumahtangga, yakni proses produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi unuk memilih barang dan waktu santai yang dikonsumsi. Rumahtangga diasumsikan akan mengkombinasikan waktu dengan sejumlah barang untuk menghasilkan suatu produk, yakni barang yang siap dikonsumsi (Z). Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga dalam teori ekonomi rumahtangga menurut Becker (1965) adalah: U = u (Z 1, Z 2, Z n ) (3.1.) dimana: Z i = produk yang siap dikonsumsi (i = 1,2,, n). Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditas (Z i ) tersebut secara langsung akan menghasilkan utilitas tertentu. Sehingga fungsi utilitas yang akan dimaksimumkan rumahtangga adalah mengkombinasikan berbagai barang Z i yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Z i = z (X i, T i ) (3.2) m p i.x i = I = w.t w + V (3.3) i = 1

6 36 m T i = T c = T T w (3.4) i = 1 dimana: X i T i p i T w w T c T I V : barang ke-i yang dibeli di pasar : jumlah waktu yang dipakai untuk memproduksi barang Z ke-i : harga barang X ke-i yang dibeli : waktu yang dipakai untuk bekerja : upah per unit T w : jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan rumahtangga : jumlah waktu yang tersedia : pendapatan total rumahtangga : pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah Secara lebih praktis, memaksimumkan fungsi tujuan U = (X 1, X 2,... X n, T 1, T 2,... T n ) ) dibatasi dengan kendala anggaran untuk pembelian barang dan kendala waktu yang tersedia dalam rumahtangga. Nilai pembelian barang dapat dirumuskan dengan Σ p i X i, yang nilainya harus sama dengan nilai penerimaan rumahtangga yang diperoleh dari aktivitas kerja (w x T w ) dan pendapatan bukan dari bekerja atau selain upah (V). Sehingga, p i.x i = I = w.t w + V, dimana I adalah besaran nilai barang yang sama dengan nilai penerimaan uang rumahtangga, atau dalam hal ini dapat disebut sebagai pendapatan total rumahtangga. Kendala waktu dinyatakan dengan T i = T c = T T w, dimana jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan dalam rumahtangga adalah selisih antara total waktu yang tersedia dalam rumahtangga dan waktu bekerja untuk memperoleh pendapatan.

7 37 Evenson (1976) menyatakan bahwa model yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tahapan, yakni (1) tahap pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga yang menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi dengan anggota rumahtangga berperilaku sebagai perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan rumahtangga sebagai konsumen adalah bahwa pada ekonomi rumahtangga pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan, dimana pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi. Formulasi Becker tersebut tidak memasukkan variabel waktu santai, sehingga Gronau (1977) mengembangkan model ekonomi rumahtangga dengan membedakan secara eksplisit antara waktu santai dengan waktu bekerja dalam rumahtangga. Dengan asumsi bahwa perilaku rumahtangga untuk melaksanakan kegiatan rumahtangga dan waktu santai bereaksi sama terhadap perubahan lingkungan, Gronau berpendapat bahwa tidak adanya variabel waktu santai dalam formulasi Becker disebabkan oleh kesulitan dalam membedakan antara pekerjaan rumahtangga dan waktu santai. Sehingga, model ekonomi rumahtangga menjadi : Z = z (X, X s ) (3.5) dimana :

8 38 Z X X s : rumahtangga memaksimumkan kepuasan : total konsumsi barang : konsumsi waktu santai Total konsumsi barang terdiri dari konsumsi barang-barang yang dibeli (X m ) dan konsumsi barang-barang yang diproduksi di rumahtangga (X h ). Karena berfungsi sebagai konsumen dan produsen sekaligus, maka X h yang dihasilkan dari bekerja di rumah (H) adalah sebagai berikut : X h = f (H) (3.6) X = X m + X h (3.7) Dalam memaksimumkan kepuasannya (Z), rumahtangga dibatasi oleh kendala anggaran, yakni: X m = w N + V (3.8) dimana persamaan ini menunjukkan bahwa konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) sama dengan tingkat upah (w) dikalikan dengan waktu bekerja di pasar (N) dan ditambah penghasilan dari sumber lain (V). Kendala lain yang membatasi kepuasan maksimum adalah kendala waktu, yaitu : T = S + H + N (3.9) dimana persamaan ini menunjukkan bahwa total waktu yang tersedia (T) sama dengan waktu santai (S) ditambah dengan waktu untuk bekerja dalam rumahtangga (H) dan waktu untuk bekerja di pasar (N). Anggota rumahtangga bersikap rasional dalam mengalokasikan jam kerja dengan memaksimalkan utilitasnya. Maksimisasi utilitas rumahtangga dilakukan dengan mengkombinasikan waktu santai dan barang konsumsi dalam memaksimumkan kepuasan. Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa setiap

9 39 angkatan kerja anggota rumahtangga dihadapkan pada pilihan bekerja dan tidak bekerja, dimana pilihan bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya, pilihan tidak bekerja, maka waktu santai akan mempunyai nilai guna lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh. Kedua pilihan tersebut akan menghasilkan berbagai kombinasi dalam mencapai kepuasan yang maksimum sebagaimana disajikan dalam Gambar 3. Anggota rumahtangga akan mengkonsumsi X 0 dan S 0 untuk mendapatkan tingkat kepuasan U 0. Jika semakin banyak X dan S yang dikonsumsi, akan semakin tinggi tingkat kepuasan U yang dicapai. Barang konsumsi X 2 X 1 U 2 X 0 U 1 U 0 0 S 0 S 1 S 2 Waktu santai Gambar 3. Tingkat Kepuasan Anggota Rumahtangga Agar diperoleh kombinasi yang optimum antara jumlah barang yang dikonsumsi dengan waktu santai untuk memperoleh tingkat kepuasan maksimum, maka anggota rumahtangga akan dihadapkan pada kendala anggaran. Hal ini

10 40 meliputi kendala waktu (24 jam sehari) dan jumlah anggota rumahtangga dalam menawarkan jumlah jam kerja di pasar sehingga tidak akan mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Kombinasi optimum terletak pada garis anggaran yang menyinggung kurva indifference. Seseorang cenderung meningkatkan konsumsi barang dan waktu santai lebih banyak, yang berarti terjadi pengurangan jam kerja, sehingga terjadi efek pendapatan. Kenaikan tingkat upah menunjukkan harga waktu santai menjadi mahal dan mendorong anggota rumahtangga mensubstitusi waktu santai lebih banyak bekerja untuk meningkatkan konsumsi barang, sehingga terjadi efek substitusi (Gambar 4). Upah W 1 W E 2 W 0 U 1 E 0 E 1 B U 0 B O S 2 S 0 S 1 Waktu santai S Gambar 4. Hubungan Tingkat Upah dengan Efek Pendapatan dan Substitusi

11 41 Apabila tingkat upah naik, maka garis anggaran berubah dari yang semula BW 0 menjadi BW 1 sehingga pendapatan meningkat menjadi B W yang sejajar dengan BW 0. Peningkatan pendapatan ini merupakan efek pendapatan yang mendorong anggota rumahtangga untuk mengurangi jumlah jam kerja dari SS 0 (titik E 0 ) menjadi SS 1 (titik E 1 ). Kenaikan tingkat upah menunjukkan perubahan harga waktu menjadi lebih mahal, sehingga mendorong rumahtangga mensubstitusi waktu santainya untuk bekerja lebih banyak guna dapat mengkonsumsi barang. Penambahan waktu bekerja ini merupakan efek substitusi yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah jam kerja dari SS 1 (titik E 1 ) ke SS 2 (titik E 2 ). Efek total dari perubahan tingkat upah adalah selisih dari efek pendapatan dengan efek substitusi. Sebaliknya, kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja jika efek substitusi lebih kecil dari efek pendapatan. Pada mulanya anggota rumahtangga akan bekerja lebih lama pada saat tingkat upah naik, namun sekali tingkat pendapatan mencapai jumlah yang dirasa cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya, maka jam kerja akan dikurangi sehingga waktu santai akan bertambah. Kondisi seperti ini akan menghasilkan kurva penawaran tenaga kerja bersudut negatif, atau backward bending supply curve (Nicholson, 2001). Fungsi Lagrangian G ditunjukkan pada persamaan (3.10) yang dapat menurunkan persamaan kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan sebagaimana berturut-turut disajikan pada persamaan (3.11) dan (3.12). Marjinal produk bekerja di rumah sama dengan tingkat marjinal substitusi antara konsumsi barang serta konsumsi waktu, dan sama dengan harga bayangan (w*) seperti pada persamaan (3.11). Sedangkan apabila seseorang bekerja di pasar (N>0), maka w*

12 42 sama dengan tingkat upah riil (w) seperti pada persamaan (3.12), dimana µ dan λ masing-masing adalah kepuasan marjinal dari waktu dan pendapatan. G = Z{[X m + f(h)]l]} + λ(wn + V-X m ) + µ(t-s-h-n) (3.10) Z/ L = f = µ = w* (3.11) Z/ X λ Z/ L = f = w = w* (3.12) Z/ X Singh et al., (1986) mengembangkan formulasi tersebut dengan model bahwa rumahtangga adalah pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi dalam hubungannya dengan alokasi waktu. Dalam model tersebut, kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (X a ), konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ) dan konsumsi waktu santai (X s ). Sehingga, model dasar rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasan melalui konsumsi barang dan waktu menjadi : U = u (X a, X m, X s ) (3.13) Kendala yang dihadapi dalam memaksimumkan kepuasan tersebut tetap kendala produksi, waktu dan pendapatan sebagaimana disajikan berturut-turut dalam persamaan (3.14), (3.15) dan (3.16), yakni: Kendala produksi : Kendala waktu : Q = Q (L, A) (3.14) T = X l + F (3.15) Kendala pendapatan : dimana: P m X m = P a (Q-X a ) w (L-F) (3.16)

13 43 Q A (Q-X a ) P m P a w L F w (L-F) : jumlah produksi rumahtangga : faktor produksi tetap dalam rumahtangga (lahan) : surplus produksi untuk dijual di pasar : harga barang yang dihasilkan di pasar : harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga : upah di tingkat pasar : penggunaan total tenaga kerja : penggunaan tenaga kerja rumahtangga : pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah, sedangkan jika negatif terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk bekerja diluar pertanian. Kendala-kendala tersebut dapat digabung dengan mensubstitusi kendala produksi dan waktu kedalam kendala pendapatan, sehingga menjadi bentuk persamaan kendala tunggal, yakni : P m X m + P a X a + w X l = w T + π (3.17) dimana π adalah keuntungan yang ditunjukkan sebagai berikut: π = P a Q (L, A) w L (3.18) Sisi kiri persamaan (3.17) merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar dan yang diproduksi rumahtangga (X m dan X a ) serta waktu X s yang dikonsumsi. Sisi kanan merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh model Becker dengan nilai waktu yang tersedia disajikan secara eksplisit. Pengembangan lainnya adalah memasukkan pengukuran keuntungan dengan tenaga kerja dihitung berdasarkan tingkat upah di pasar.

14 44 Rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya memilih tingkat konsumsi dari barang yang dibeli (X m ), barang yang diproduksi rumahtangga (X h ) dan waktu yang dikonsumsi rumahtangga (X l ) serta tenaga kerja (L) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah: Pa ( Q ) = w (3.19) L Rumahtangga akan menyamakan penerimaan marjinal produksi dari tenaga kerja dengan upah pasar. Dari persamaan tersebut dapat diturunkan penggunaan input L sebagai fungsi dari w dan Pa, sebagai berikut: L* = L* (w, Pa) (3.20) Persamaan (3.17) menunjukkan bahwa sisi kiri merupakan konsumsi komoditas yang dibeli di pasar (P m X m ), komoditas pertanian yang diproduksi rumahtangga (P a X a ) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (wx l ). Sedangkan sisi kanan persamaan tersebut menunjukkan pendapatan yang diperoleh dari waktu bekerja dalam bentuk upah (wt) serta keuntungan produksi (π) yang merupakan total pendapatan rumahtangga. Maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan sebagai berikut: P m X m + P a X a + w X s = Y* (3.21) dimana Y* adalah pendapatan penuh (potensial). Kondisi turunan pertama dalam memaksimumkan kepuasan dengan kendala persamaan (3.21) akan dapat diperoleh fungsi permintaan konsumsi barang dan waktu santai. Memaksimumkan kepuasan rumahtangga dengan fungsi Lagrangian akan diperoleh : Max U = u (X m, X a, X s ) λ (P m X m - P a X a - w X s - Y*) (3.22)

15 45 dimana λ adalah pengganda Lagrangian. Dari persamaan (3.22) dapat diturunkan persamaan permintaan konsumsi barang yang dibeli (X m ), barang pertanian yang diproduksi rumahtangga (X a ) dan konsumsi waktu santai (X s ) berdasarkan kondisi turunan pertamanya, yaitu : U = λ P m (3.23a) X m U = λ P a (3.23b) X a U = λ w (3.23c) X s P m X m - P a X a - w X s = Y* (3.23d) Berdasarkan persamaan tersebut, fungsi permintaan konsumsi barang yang dibeli di pasar (X m ), barang pertanian yang diproduksi rumahtangga (X a ) dan konsumsi waktu santai (X s ) adalah sebagai berikut : X m = X m (P m, P a, w, Y*) X a = X a (P a, P m, w, Y*) X s = X s (w, P a, P m, Y*) (3.24a) (3.24b) (3.24c) 3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Singh et al., (1986) memformulasikan sebuah model tentang perilaku rumahtangga petani yang bersifat dinamis. Secara teoritis, perilaku petani dapat didekati dengan teori produksi dimana fungsi produksi diasumsikan sebagai hubungan antara produksi dan faktor produksi secara kontinyu. Dalam Agricultural Household Model, Singh and Janakiram (1986); Barnum and Squire (1979); dan Bagi and Singh (1974) menganalis aspek produksi rumahtangga petani dengan model simultan dan parsial.

16 46 Dalam penelitian ini keputusan produksi merupakan jumlah produksi pertanian kotor (Q) adalah fungsi dari penggunaan lahan dan ternak (A), persediaan modal usaha (K), tenaga kerja keluarga (N f ), tenaga kerja luar keluarga (N o ), dan teknologi (T ek ). Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak, kegiatan produksi meliputi kegiatan produksi usaha padi (Q P ) dan usaha sapi (Q S ), sehingga masing-masing fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai: Q P = f (A, K, N f, N o, T ek ) (3.25) Q S = f (A, K, N f, N o, T ek ) (3.26) Fungsi produksi usahatani yang dibuat merupakan penjabaran bentuk umum fungsi produksi dalam Agricultural Household Model, dimana produksi tergantung pada tingkat penggunaan input tetap, penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi. Penggunaan input tetap dapat berupa luas lahan dan modal usaha, sedangkan karakteristik produksi meliputi penggunaan teknologi dan kebutuhan kredit. Penggunaan input merupakan fungsi turunan dari fungsi kepuasan maksimum dengan kendala produksi, ketersediaan tenaga kerja dan pendapatan. Nilai optimal penggunaan faktor-faktor input ini merupakan permintaan dari rumahtangga terhadap faktor-faktor input tersebut, yang besarnya tergantung dari harga input dan tingkat produksinya. Dengan demikian fungsi permintaan faktorfaktor input adalah fungsi dari harga input dan tingkat produksi yang dapat dinyatakan sebagai (Nicholson, 2001) X * i = X * i (w 1,, w n, Q) (3.27)

17 47 Dengan asumsi Q, A, K dan N pada persamaan (3.25) dan (3.26) diperjual-belikan pada pasar persaingan sempurna dengan harga masing-masing P, r, v dan w, maka pada kondisi penerapan teknologi tertentu, untuk memperoleh keuntungan maksimum dari masing-masing faktor input perlu menurunkan first order condition dari fungsi Lagrangian dalam memaksimumkan keuntungan. Kondisi syarat minimum yang harus dipenuhi dari faktor input tersebut menjadi: π = r λ f = r - MP A = 0 A A π = v λ f = v - MP K = 0 K K π = w λ f = w - MP Nf = 0 N f N f π = w λ f = w - MP No = 0 N o N o (3.28a) (3.28b) (3.28c) (3.28d) Karena persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai biaya marjinal, maka persamaan diatas dapat diubah menjadi: r MC. MP A = 0 v MC. MP K = 0 w MC. MP Nf = 0 w MC. MP No = 0 (3.29a) (3.29b) (3.29c) (3.29d) Berdasarkan tujuan rumahtangga yang ingin memaksimumkan keuntungan, maka harus dipenuhi syarat dimana P = MC, sehingga diperoleh: r P. MP A = 0 atau r = P. MP A v P. MP K = 0 atau v = P. MP K w P. MP Nf = 0 atau w = P. MP Nf w P. MP No = 0 atau w = P. MP No (3.30a) (3.30b) (3.30c) (3.30d)

18 48 Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga harus menggunakan faktor-faktor produksinya hingga batas saat mana nilai produktivitas marjinal faktor yang bersangkutan sama dengan tingkat harga satu unit faktor tersebut di pasar MODEL REKURSIF DAN NON REKURSIF Secara teoritis, saling ketergantungan antara proses produksi dan konsumsi menimbulkan dua pendekatan yang berbeda, yakni model rekursif dan non rekursif. Model rekursif berlaku atas dasar asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi ketergantungan secara sekuensial, dimana keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, bukan sebaliknya (Singh et al., 1986; Coyle, 1994). Asumsi ini berlaku pada kondisi (1) pasar input dan pasar output bersaing, (2) tidak terdapat biaya transaksi dan pertukaran, (3) terjadi substitusi sempurna dalam kegiatan produksi antara tenaga kerja sewa dengan tenaga kerja keluarga, (4) terdapat substitusi sempurna antara penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani dan luar usahatani, dan (5) produktivitas usahatani tidak tergantung pada konsumsi usahatani. Jika asumsi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka model yang digunakan termasuk dalam kelompok model non rekursif Model Rekursif Seandainya diumpamakan rumahtangga petani mengkonsumsi produk usahatani, X a, produk dibeli di pasar, X m, dan waktu santai, S, maka rumahtangga diasumsikan mempunyai fungsi utilitas dengan turunan parsial positif. U = u (X a, X m, S) (3.31)

19 49 Dengan kendala anggaran sebagai faktor pembatas, dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, maka jumlah pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang X m pada harga P m akan memerlukan anggaran sebesar X m x P m, dimana besarnya harus sama dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga dari berbagai sumber. Persamaan fungsi anggaran menjadi: P m X m = P a (Q a -X a ) + P c Q c P v V w (L-F) + n N + E (3.32) dmana: P m X m : total anggaran yang tersedia Q a, Q c : komoditas pertanian yang diproduksi sendiri P a, P c : harga komoditas pertanian Qa dan Qc P v L F N w n E : harga input variabel V : tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada usahatani : tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian : tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar pertanian : tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian : tingkat upah tenaga kerja diluar sektor pertanian : pendapatan keluarga diluar upah (sewa, bunga, dll). Selisih antara L dan F merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan tenaga kerja pada usahatani sendiri. Jika nilai ini positif, maka penggunaan tenaga kerja pada usahatani sendiri, termasuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga, lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja keluarga pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pada usahatani sendiri terdapat pengeluaran upah sewa tenaga kerja. Apabila nilai ini negatif, berarti penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian lebih besar daripada

20 50 penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani sendiri, sehingga terdapat penerimaan upah tenaga kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian. Ketersediaan tenaga kerja keluarga juga menjadi salah satu kendala bagi rumahtangga petani dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, yang direpresentasikan oleh: T = F + N + S atau F = T N S (3.33) dimana: T : jumlah tenaga kerja potensial yang tersedia pada keluarga F : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian N : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar pertanian S : jumlah tenaga kerja potensial untuk bersantai Apabila kendala tenaga kerja ini disubstitusikan dengan kendala anggaran, maka akan diperoleh: P m X m = P a (Q a -X a ) + P c Q c P v V w{l-(t-n-s)} + n N + E (3.34) atau: P m X m = P a Q a - P a X a + P c Q c P v V w L + w T w N w S + n N + E Dalam bentuk keseimbangan hal tersebut menjadi: P m X m + P a X a + w S = Y = (P a Q a + P c Q c P v V w L) + (n w) N + w T + E (3.35) Sisi kiri persamaan tersebut menunjukkan nilai konsumsi produk yang dibeli di pasar, nilai produk pertanian hasil usahatani sendiri dan nilai waktu santai yang diukur dengan tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian. Sedangkan sisi kanan persamaan merupakan pendapatan petani sesuai konsep Becker (1965) yang terdiri dari nilai produksi dikurangi komponen biaya

21 51 usahatani. Selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga diluar pertanian diukur dengan tingkat upah sektor pertanian dan non pertanian. Sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan tingkat upah sektor pertanian, sehingga jika tingkat upah diluar pertanian lebih besar daripada sektor pertanian akan menambah besarnya pendapatan petani, vice versa. Komponen input dan output dapat dihubungkan dengan suatu fungsi produksi sebagai berikut: G (Q a, Q c, L, V, K ) = 0 (3.36) dimana K adalah suatu input tetap. Persamaan ini merupakan bentuk fungsi produksi yang bersifat umum, sehingga memungkinkan untuk memisahkan fungsi produksi bagi output yang berbeda maupun yang sama. Dalam memaksimumkan utilitas, rumah tangga petani akan memaksimumkan pendapatan dengan kendala fungsi produksi, namun secara simultan juga dapat memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan. Sehingga, untuk memaksimumkan pendapatan akan sama dengan memaksimumkan nilai output dikurangi input atau keuntungan. Fungsi Lagrange untuk memaksimumkan fungsi utilitas ini menjadi: Π = U (X a, S, M) + λ {(P a Q a + P c Q c Pv V w L) + (n w) N + w T + E P m M P a X a w S} + µ G (Q a, Q c, L, V, K) (3.37) Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrangian maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol, sehingga fungsi turunan parsialnya adalah: π = U X a λ P a = 0 X a (3.38a)

22 52 π = U S λ w = 0 S π = U M λ P m = 0 M (3.38b) (3.38c) π = (P a Q a + P c Q c Pv V w L) + (n-w) N + w T + E - P m M P a X a λ w S = 0 (3.38d) π = λ P a + µ G a = 0 Q a (3.38e) Penyelesaian secara simultan persamaan tersebut akan diperoleh fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai merupakan fungsi dari tingkat upah yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Di = Di (P a, P c, w, Pv, Y) (3.39) dimana i = X a, X c, S dan M. Dengan diketahuinya fungsi permintaan sebagaimana persamaan (3.39), maka dapat dirumuskan fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga baik didalam maupun diluar usahatani. Penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan total tenaga kerja keluarga dikurangi waktu santai, dimana fungsi ini juga merupakan fungsi dari faktor-faktor yang sama dengan fungsi permintaan waktu santai seperti berikut: Sj = Sj (P a, P c, w, Pv, Y) (3.40) dimana j = P, w. Turunan parsial persamaan tersebut akan diperoleh fungsi penawaran produk dan fungsi permintaan input usahatani, yang juga merupakan fungsi dari

23 53 harga output dan harga input. Fungsi penawaran produk usahatani yang tidak dikonsumsi keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut : Q c = Q c (P a, P c, w, P v ) (3.41) Fungsi penawaran produk yang sebagian dikonsumsi keluarga (Q a ) merupakan marketed surplus, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : M s = M s (P a, P c, w, P v, Y) (3.42) Sedangkan fungsi permintaan input usahatani dirumuskan sebagai : U k = U k (P a, P c, w, P v, Y) (3.43) dimana k = L, V. Efek pendapatan dapat berakibat postif maupun negatif, dimana jika X a barang normal, maka kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi X a. Jika terdapat bagian produk yang dijual, sehingga (Q a X a ) positif, maka efek pendapatan menjadi positif, sebaliknya jika sebagian besar produk dikonsumsi, dimana (Q a X a ) negatif, maka efek pendapatan menjadi negatif. Efek pendapatan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti : (d X a ) ψ = ( X a ) ψ X a ( X a ) (3.44) d P a P a Y atau: d X a = ( X a ) ψ X a ( X a ) + ( π ) ( X a ) (3.45) d P a P a Y P a Y Persamaan ini menunjukkan adanya efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi X a pada kondisi keuntungan yang konstan, dimana terdapat kontribusi tertentu dari efek pendapatan. Persamaan ini merupakan persamaan Slutsky yang biasa diturunkan pada teori permintaan rumahtangga, dimana efek pendapatan sangat tergantung dari jenis barang yang dikonsumsi (Koutsoyiannis, 1982).

24 54 Efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi barang X a pada model ekonomi rumahtangga pertanian dapat dibedakan menjadi efek substitusi, efek pendapatan dan efek keuntungan. Efek keuntungan yang ada pada persamaan Slutsky terjadi karena kenaikan harga P a, sehingga petani lebih banyak menjual Q a dan berakibat pada peningkatan keuntungan usahatani. Keuntungan ini merupakan komponen pendapatan pada model Becker, dimana kenaikan harga P a dapat menyebabkan konsumsi X a meningkat, meskipun X a merupakan barang normal. Perilaku rumahtangga dalam mengkonsumsi waktu santai dapat dirumuskan sebagai berikut : (d S) = ( S) ψ + (T N L S) ( S) (3.46) d w w Y Efek total perubahan upah tenaga kerja di sektor pertanian terhadap konsumsi waktu santai terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi bertanda negatif, sedangkan efek pendapatan dibobot dengan (T N L S) yang merupakan selisih penawaran tenaga kerja dengan permintaannya, atau yang disebut dengan marketed surplus of labor (Strauss, 1986). Perilaku permintaan rumahtangga terhadap komoditas yang dibeli di pasar dapat dirumuskan sebagai berikut: (d M) = ( M) ψ + M ( M) (3.47) d P m P m Y Karena komoditas M tidak dihasilkan sendiri oleh rumahtangga petani, perubahan konsumsi barang yang dibeli di pasar akibat perubahan harga sendiri identik dengan perilaku konsumsi waktu santai. Efek substitusi bertanda negatif, dan jika M adalah barang normal, maka efek pendapatan bertanda positif. Efek total akan tergantung pada besaran dari efek substitusi dan efek pendapatan.

25 55 Perubahan konsumsi M dapat juga terjadi akibat perubahan harga komoditas yang dihasilkan oleh usahatani P a atau P c, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : (d M) = ( S) ψ + (Q a X a ) ( M) (3.48) d P a P a Y (d M) = Q c ( M) (3.49) d P c Y Efek total perubahan harga P a terhadap konsumsi barang M terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan yang dibobot dengan marketed surplus komoditas Q a. Efek substitusi silang dapat bertanda positif maupun negatif, dimana jika barang M dan Q a merupakan komoditas substitusi, maka efek substitusi silang bertanda positif. Sebaliknya, jika kedua barang tersebut merupakan komoditas komplemen, maka efek substitusi silang bertanda negatif. Jika barang M adalah barang normal, maka efek pendapatan akan bertanda positif Model Non Rekursif Pada model non rekursif terdapat saling ketergantungan antara aspek produksi dan konsumsi, dimana keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, sebaliknya keputusan konsumsi juga mempengaruhi keputusan produksi. Pengaruh keputusan produksi terhadap konsumsi terjadi melalui perubahan pendapatan rumahtangga, dimana rumahtangga dapat menentukan komposisi barang dan jasa yang dikonsumsi. Sebaliknya, pengaruh keputusan konsumsi terhadap produksi terjadi melalui perubahan peubah eksternal yang menyebabkan rumahtangga merealokasi komposisi barang dan jasa atau waktu santai. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada penggunaan tenaga kerja di sisi produksi, dimana terjadi pada rumahtangga yang tidak menggunakan tenaga

26 56 kerja upah, atau rumahtangga yang mempunyai preferensi berbeda dalam penggunaan tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja upah. Alokasi tenaga kerja keluarga tidak didasarkan pada tingkat upah yang berlaku di pasar, tetapi pada keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja didalam rumahtangga. Hal ini tercermin pada tingkat upah internal atau harga bayangan tenaga kerja (shadow wage). Jika diumpamakan rumahtangga petani mempunyai fungsi utilitas dengan mengkonsumsi barang yang dihasilkan dari usahatani (X a ), barang yang dibeli di pasar (M) dan waktu santai (S). Kendala yang dihadapi petani adalah anggaran, ketersediaan tenaga kerja dan produksi usahatani. Jika tenaga kerja (T i ), tidak dibedakan atas tenaga kerja terampil maupun tidak terampil, dengan tingkat upah N i dan tenaga kerja upah (H i ) dengan tingkat upah w i, maka fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai: U = U (X a, M, T i F i N i ) (3.50) Jika tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk kegiatan dalam usahatani sendiri (F i ), kegiatan diluar usahatani (N i ) dan waktu santai (S i ), maka alokasi tenaga kerja menjadi : T i = F i + N i + S i (3.51) dimana i = p, w. Kendala anggaran meliputi : P m M + P a X a Y (3.52) Y π + Σ n i N i + E (3.53) π P a Q a Pv V Σ w i H i (3.54) Kendala fungsi produksi adalah :

27 57 Q a = G (F i, H i, V, K) (3.55) dimana X a < Q a Kendala non negatif adalah : N j, F j, S j = T j N j F j, H i (3.56) dimana i = p, w dan j = u, s. Fungsi Lagrangian untuk memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala yang ada dirumuskan sebagai berikut: π = U (X a, M, T i - F i - N i ) + λ {P a G(F i, H i, V, K) Pv V - Σ w i H i + Σ n i N i + E - P m M P a X a } + ΣΣ η j N j + ΣΣ µ j F j + Σ φ i H i + ΣΣ θ j (T j - N j - F j ) (3.57) dimana i = p,w dan j = s, u. λ, η, φ, µ dan θ merupakan pengganda Lagrange dan peubah slack untuk masing-masing kendala non negatif, sehingga syarat Kuhn-Tucker untuk memaksimumkan fungsi tersebut menjadi: π = U λ P a 0 X a X a π = U λ P m 0 M M π = - U λ P a G(*) + µ i - θ i 0 F i S i F i π = - U + λ N i + η i - θ i 0 N i N i π = λ P a G(*) - λ w i + θ i 0 H i H i (3.58a) (3.58b) (3.58c) (3.58d) (3.58e) π = {P a G(F i,h i,v,k) - Pv V- Σ w i H i + Σ n i N i λ + E - P m M - P a X a } 0 (3.58f)

28 58 Penyelesaian simultan terhadap sistem persamaan tersebut akan menghasilkan fungsi permintaan rumahtangga terhadap X a, M, S dan fungsi penawaran tenaga kerja keluarga dalam dan luar usahatani, F dan N. Dapat juga diturunkan fungsi penawaran produk usahatani Q a, dan permintaan input usahatani dengan input variabel V serta tenaga kerja F dan H. Fungsi penawaran maupun permintaan merupakan fungsi dari harga input dan output serta beberapa peubah lainnya dalam model. Dalam model ekonomi rumahtangga non rekursif, terdapat peubah harga bayangan upah tenaga kerja yang bersifat endogen dan diasumsikan terdapat solusi interior pada persamaan tersebut. Hasil yang akan diperoleh adalah : P a G (*) = n i * - µ i (3.59) F i λ dimana n i *= n i + µ i merupakan harga bayangan tenaga kerja keluarga yang bekerλ ja di usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga bekerja dalam usahatani (µ i = 0), tetapi tidak bekerja diluar usahatani, maka nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani sama dengan harga bayangan n i *, dimana n i * > n i. Hal ini berarti bahwa upah tenaga kerja diluar usahatani menurut harga pasar tenaga kerja lebih rendah dari opportunity cost tenaga kerja keluarga dalam usahatani. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : P a ( U / S i ) = n i * = Pa G (*) (3.60) ( U / X a ) F i Persamaan (3.60) menunjukkan bahwa substitusi marjinal waktu santai terhadap komoditas X a sama dengan nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani, dimana sama dengan harga bayangan tenaga kerja keluarga.

29 59 Keputusan penggunaan tenaga kerja upah dalam usahatani dapat diturunkan dengan mengasumsikan adanya solusi interior sesuai kaidah slack komplementer pada penggunaan tenaga kerja upah. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan : Pa G (*) = w i (3.61) H i Tenaga kerja upah dalam usahatani digunakan sampai terjadi keseimbangan antara nilai produk marjinal tenaga kerja upah dan tingkat upah yang dibayarkan. Adanya perbedaan tingkat upah yang berlaku, yakni n i > w i, atau w i > n i, dengan menggunakan solusi interior, akan diperoleh hubungan sebagai berikut: µ i = λ (n i w i ) + η i + φ i (3.62) Jika tingkat upah tenaga kerja diluar usahatani lebih besar dari tingkat upah tenaga kerja yang dibayarkan rumah tangga, n i > w i, maka tandanya menjadi positif (µ i = 0) dan F i = 0. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat upah yang berlaku, tenaga kerja keluarga tidak pernah bekerja dalam usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka tenaga kerja keluarga tidak perlu bekerja diluar usahatani. Berdasarkan kaidah slack komplementer, jika H i > 0 maka φ i = 0, dan jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka akan berlaku: G (*) = G (*) (3.63) H i F i Jika persamaan (3.63) disubstitusikan kedalam (3.61), akan diperoleh η i = λ (W i n i ) + µ i > 0, yang berarti N i = 0, dimana menunjukkan bahwa tidak ada tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar usahatani. Apabila terdapat tenaga kerja yang bekerja diluar usahatani, maka rumahtangga pertanian tidak akan mempekerjakan

30 60 tenaga kerja upah. Artinya jika N i > 0, maka η i = 0, dan bila disubstitusikan akan diperoleh hasil φ i = λ (w i n i ) + µ i > 0, yang berarti H i = 0. Kondisi ini berlaku jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna dengan tenaga kerja upah.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Ekonomi Rumahtangga Komponen rumahtangga dalam suatu sistem farm-household adalah suatu konsep yang fleksibel. Konsep rumahtangga ini menyangkut bagian keluarga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran. 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama perdagangan bawang merah di Indonesia mencakup kegiatan produksi, konsumsi, dan impor. Berikut ini dipaparkan teori dari fungsi

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri 56 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pada tataran konsep, Nakajima (1986) memandang pertanian sebagai industri menjadi tiga katagori utama, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi pertanian, (2) karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965) yang selanjutnya

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usaha peningkatan taraf hidup. Banyak peneliti mendekati permasalahan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teori 3.1.1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Upaya mengembangkan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam melakukan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk

KERANGKA PEMIKIRAN. diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk 43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang diduga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercennin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS 37 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Penerapan Agroekologi Pertanian agroekologi atau pertanian ramah lingkungan saat ini mulai banyak dibicarakan dan dianjurkan. Hal ini terjadi karena munculnya isu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satu ternak penghasil daging yang sifatnya jinak dan kuat tetapi produktivitasnya

PENDAHULUAN. satu ternak penghasil daging yang sifatnya jinak dan kuat tetapi produktivitasnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang beberapa puluh tahun terakhir populasinya menurun dan tergantikan oleh sapi. Kerbau merupakan salah satu ternak penghasil

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran

Lebih terperinci

PERILAKU PETANI PANGAN

PERILAKU PETANI PANGAN 6 PERILAKU PETANI PANGAN Maksimisasi Keuntungan dan Penurunan Penawaran Output Seorang petani yang bersifat komersial akan selalu berpikir bagaimana dapat mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang 302 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani, harga bayangan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO).

Departemen of Agriculture (USDA) atau klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). 29 KERANGKA PEMIKIRAN Lahan dan air adalah sumberdaya alam yang merupakan faktor produksi utama selain input lainnya yang sangat mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah. Namun, seiring dengan semakin

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK: KONSEPSI DAN STUDI EMPIRIS

MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK: KONSEPSI DAN STUDI EMPIRIS WARTAZOA Vol. 17 No. 2 Th. 2007 MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK: KONSEPSI DAN STUDI EMPIRIS ATIEN PRIYANTI 1, B.M. SINAGA 2, Y. SYAUKAT 2 dan S.U. KUNTJORO 2 1 Pusat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) LABUHAN BATU GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : PENGANTAR EKONOMI MIKRO / MKKK 203 3 SKS Deskripsi Singkat : Mata Kuliah Keahlian

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Produksi Setiap tindakan dalam proses produksi selalu diiringi dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu memaksimalkan keuntungan dengan mengalokasikan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Sunanto dan Nasrullah Assesment Institution an Agricultural Technology South Sulawesi, Livestock research center ABSTRAK

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL. Keputusan ekonomi nelayan untuk memilih penggunaan alat tangkap legal

III. KERANGKA KONSEPTUAL. Keputusan ekonomi nelayan untuk memilih penggunaan alat tangkap legal III. KERANGKA KONSEPTUAL Keputusan ekonomi nelayan untuk memilih penggunaan alat tangkap legal dan illegal perlu dikonseptualisasikan. Kerangka konseptual memberikan abstraksi mengenai kondisi yang mendorong

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian.

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian. V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Deskripsi statistik rumahtangga petani dilakukan pada peubah-peubah yang digunakan dalam model ekonometrika, sehingga dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN. Lecture note : Tatiek Koerniawati

PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN. Lecture note : Tatiek Koerniawati PENAWARAN DAN PERMINTAAN PRODUK PERTANIAN Lecture note : Tatiek Koerniawati Karakteristik Harga Sangat dipengaruhi karakteristik alamiahnya Ada time lag dalam produksi on farm Gap antara pengambilan keputusan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Kuliah II-Teori Konsumen & Derivasi Kurva Permintaan

Kuliah II-Teori Konsumen & Derivasi Kurva Permintaan Kuliah II-Teori Konsumen & Derivasi Kurva Permintaan DIE-FEUI February 19, 2013 Kuliah II-Teori Konsumen & 1 2 3 4 Kuliah II-Teori Konsumen & Bacaan Pindyck Ch.3 & Ch.4 Nicholson Ch.3 Kuliah II-Teori Konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi

BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi BAB 3.Penerapan Diferensial Fungsi Sederhana dalam Ekonomi A. Elastisitas Elastisitas merupakan persentase perubahan y terhadap persentase perubahan x. 1.1 Elastisitas Permintaan Elastisitas Permintaan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Tinjauan Teoritis 3.1.1. Curahan Tenaga Kerja Secara sederhana, tenaga kerja diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan usaha. Usaha tersebut dalam hubungannya dengan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar, ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi secara sengaja

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN A. Jenis Biaya yang Perlu Diketahui Oleh Decision Maker 1. Biaya Eksplisit (Explisiy Cost) Biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan input yang dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci